studi analisis tentang anak temuan menurut hukum …

87
STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) Oleh: STEVANNY DWI LESTARI NIM. 1117.041 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI 2021 M / 1442 H

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

1

STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT

HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Pada Program Studi Hukum Keluarga Islam

(Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah)

Oleh:

STEVANNY DWI LESTARI

NIM. 1117.041

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

(AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

2021 M / 1442 H

Page 2: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Tentang Anak Temuan Menurut Hukum

Positif Dalam Perspektif Maslahah” yang disusun oleh Stevanny Dwi Lestari,

NIM 1117.041 Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk

diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.

Bukittinggi, 28 Juni 2021

Dosen Pembimbing

Elfiani, SH, M.Hum

NIP. 196411191998032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah)

Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi

Dahyul Daipon, M.Ag

NIP. 197704202006041002

Page 3: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Stevanny Dwi Lestari

NIM : 1117.041

Tempat/Tanggal Lahir : Batusangkar/27 Oktober 1997

Program Studi : Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah)

Fakultas : Syariah

Judul Skripsi : Studi Analisis Tentang Anak Temuan Menurut Hukum

Positif Dalam Perspektif Maslahah

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis

dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari

terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses

sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas

waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan

sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, 28 Juni 2021

Yang menyatakan

Stevanny Dwi Lestari

NIM. 1117.041

Page 4: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

iii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Studi Analisis Tentang Anak Temuan Menurut

Hukum Positif Dalam Perspektif Maslahah”, yang ditulis oleh Stevanny Dwi

Lestari, NIM 1117.041, Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Skripsi ini ditulis karena adanya tindakan pembuangan bayi yang

dilakukan oleh orang tua dengan tujuan untuk melepaskan tanggung jawab

terhadap anak tersebut. Akibatnya, anak yang dibuang hidup terlantar, tidak

terpenuhi segala kebutuhannya dan tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya

ia dapatkan. Berdasarkan hal ini maka penulis ingin untuk mengetahui secara utuh

tentang prosedur penetapan anak temuan menurut Hukum Positif, kemudian

tinjauan maslahah mursalah terhadap penetapan anak temuan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka atau library

research. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-

undangan tentang anak, sedangkan untuk sumber sekunder adalah buku-buku,

artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan dengan

permasalahan anak temuan. Adapun dalam menganalisis data, penulis

menggunakan metode kualitatif dan induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan bahwa dalam prosedur

penetapan anak temuan menurut hukum Positif, seseorang yang menemukan

seorang anak yang tidak diketahui identitasnya atau tidak diketahui asal-usulnya

di suatu tempat, harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Penetapan terhadap anak temuan ini, bisa ditetapkan sebagai anak terlantar atau

sebagai anak angkat. Hal ini tergantung tindakan hukum mana yang akan

diberikan kepada anak tersebut. Anak tersebut akan mendapatkan hak-haknya

sesuai dengan status yang ditetapkan oleh Pengadilan terhadapnya. Penetapan

anak temuan yang ditetapkan oleh Pengadilan ini mengandung banyak maslahah

(kemanfaatan) di dalamnya. Kemanfaatan ini dapat dirasakan oleh anak yang

bersangkutan karena penetapan ini memiliki kekuatan hukum yang kuat dan jelas.

Dengan adanya penetapan ini, anak akan memperoleh kejelasan identitas dan

Page 5: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

iv

status yang diragukan selama ini. Apabila ditinjau dari segi maslahah mursalah,

penetapan status hukum terhadap anak temuan ini, termasuk ke dalam aspek

memelihara jiwa dan memelihara keturunan. Anak temuan ini dipelihara jiwanya

oleh orang atau badan hukum yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk

memeliharanya. Jika ia ingin menikah, maka dengan adanya penetapan

Pengadilan ini, statusnya sudah sah dan jelas di mata hukum. Ia bisa

melangsungkan pernikahan yang sah secara hukum dan agama. Keturunan yang

dihasilkan dari pernikahan tersebut memiliki status hukum yang sah dan memiliki

hubungan kekerabatan yang jelas. Sehingga keturunan dari anak temuan ini, dari

satu generasi ke generasi selanjutnya akan terpelihara.

Page 6: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat beserta salam disampaikan agar tercurah buat Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

orang tua penulis Bapak Medy Chairul (alm) dan Ibu Desyanti Adams A.Md. Kes

yang telah dengan ikhlas dan sabar mendidik, membesarkan, dan merawat penulis

sampai pada tahap ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada:

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida,

M.Hum beserta Bapak-bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M.Si, Bapak

Dr. Novi Hendri, M.Ag, dan Bapak Dr. Miswardi, M.Hum, yang telah

memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani pendidikan di IAIN

Bukittinggi.

2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi,

Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag, beserta Bapak-bapak Wakil Dekan, Bapak Dr.

Nofiardi, M.Ag, Bapak Dr. Busyro, M.Ag, dan Bapak Fajrul Wadi, S.Ag,

Page 7: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

vi

M.Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah), Bapak Dr. Dahyul Daipon, M.Ag, yang telah menfasilitasi

penulis dalam menjalani pendidikan dan bimbingan skripsi ini.

3. Pembimbing Skripsi penulis, Ibu Elfiani, SH, M.Hum, yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis untuk

mengakses buku-buku dan referensi dalam mengumpulkan data-data dan

informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

5. Seluruh pihak yang telah membantu, baik moril maupun materil, terutama

teman-teman kuliah yang seperjuangan, semua pihak yang telah ikut andil

dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Pengasih, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah).

Bukittinggi, 28 Juni 2021

Penulis

Stevanny Dwi Lestari

NIM. 1117.041

Page 8: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

vii

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI i

PERNYATAAN ORISINALITAS ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 10

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian..................................... 10

D. Penjelasan Judul .............................................................. 11

E. Tinjauan Kepustakaan ..................................................... 14

F. Metode Penelitian ............................................................ 18

G. Sistematika Pembahasan.................................................. 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TEMUAN

A. Kedudukan Anak Dalam Hukum ..................................... 24

B. Pengertian Anak Temuan ................................................ 32

C. Dasar Hukum memungut Anak Temuan .......................... 35

D. Tinjauan Tentang Maslahah Mursalah ............................. 43

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Prosedur Penetapan Anak Temuan Menurut Hukum

Positif..................................................................................52

B. Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Penetapan Anak

Temuan................................................................................63

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................... 72

B. Saran ............................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 9: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan karunia termahal yang diberikan oleh Allah SWT bahkan

anak sering dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan

dengan harta benda lainnya. Anak sebagai karunia dari Allah SWT harus

senantiasa dijaga, dididik dan dilindungi oleh orang tuanya. Sehingga anak

tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia.

Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang telah diletakkan

oleh generasi sebelumnya.1 Masa depan bangsa dan negara di masa yang akan

datang berada di tangan anak sekarang. Semakin baik kepribadiannya, maka

semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Oleh sebab itu orang tua harus

merawat dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya.

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak secara etimologis

diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.2

Dalam perspektif Islam, anak adalah anugerah Allah yang diamanahkan kepada

orang tua dan wajib disyukuri. Salah satu wujud rasa syukur orang tua atas

amanah dari Allah ini adalah dengan berusaha mendidik mereka sebaik-baiknya

melalui pola asuh yang tepat, karena tanpa pendidikan dan pola asuh yang tepat,

1 Endang Sumiarni, Dan Chandera Halim, Perlindungan Hukum Terhadap

Anak Dibidang Kesejahteraan, cet. ke-1 (Yogyakarta : Penerbitan Universitas Atma

Jaya Yogyakarta, 2000), 14

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 87

Page 10: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

2

rasanya mustahil mereka akan menjadi generasi berkualitas yang shalih dan

shalihah.

Menurut hukum Positif yang berlaku di Indonesia Undang-undang Nomor

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (5), anak adalah setiap

manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya.3 Selanjutnya menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1), anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.4

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab mengasuh, memelihara,

mendidik, melindungi dan menafkahi anak. Hal ini diatur dalam Undang-undang

No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45 yang berbunyi, (1) kedua orang

tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. (2)

kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak

itu kawin atau mandiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan

antara kedua orang tua putus.5

Tidak hanya dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan saja yang mengatur mengenai ini. Hal yang sama juga diatur dalam

3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1

ayat 5 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1

ayat 1 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45 ayat 1

dan 2

Page 11: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

3

Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 26 ayat

(1), orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan

minatnya.

3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.

4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada

anak.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa orang tua bertanggung jawab

mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi dan menafkahi anak sampai anak

itu dewasa atau cakap hukum. Kewajiban orang tua tersebut tetap harus

dilakukan, meskipun orang tua itu berpisah atau bercerai. Jangan sampai karena

perpisahan orang tua, hak-hak anak menjadi tidak terpenuhi. Anak tetap menjadi

tanggung jawab mereka sehingga orang tua harus melakukan tanggung jawab

tersebut dengan sebaik-baiknya.

Anak harus berada di bawah pengasuhan dan perlindungan orang tua.

Setiap anak mempunyai hak untuk diasuh oleh kedua orang tuanya. Orang tua

berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut. Hal ini diatur dalam Undang-

undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 14 ayat (1), setiap

anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi

Page 12: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

4

kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.6 Oleh

karena itu, orang tua harus melakukan kewajiban tersebut dengan sebaik-

baiknya. Terutama dalam hal pengasuhan ini, karena mengasuh seorang anak

merupakan kewajiban utama bagi orang tua.

Apabila orang tua tidak dapat melaksanakan kewajibannya karena suatu

sebab yang dibenarkan oleh hukum atau karena tidak diketahui keberadaannya,

maka tanggung jawab tersebut beralih kepada keluarga. Sebagaimana yang

terdapat dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 26 ayat (2), dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui

keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan

tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.7 Bahkan pada Pasal 33 Undang-

undang ini juga disebutkan bahwa, dalam hal orang tua dan keluarga anak tidak

dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat

ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.8

Hak-hak yang dimiliki anak harus dipenuhi dan menjadi tanggung jawab

dari orang tua atau walinya. Namun kenyataannya ada anak yang tidak berada di

6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 14

ayat 1 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 26

ayat 2 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

33

Page 13: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

5

bawah pengasuhan dan perlindungan orang tua atau walinya. Bahkan anak itu

dibuang atau diterlantarkan oleh orang tua atau walinya. Hal ini bisa ditemukan

atau dibaca pada berbagai pemberitaan media massa yang memberitakan tentang

penemuan seorang anak yang dibuang oleh orang tuanya. Seperti:

1. Kasus penemuan bayi di Kelurahan Pulai Anak Air, Mandiangin Koto

Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.9

2. Kasus penemuan bayi di Desa Gayaman, Kecamatan Mojoanyar,

Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

3. Kasus penemuan bayi di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi Kampung Pajgan

Desa Gekbrong Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

4. Kasus penemuan bayi di Kelurahan Cigondewah Kidul, Kecamatan

Bandung Kulon, Kota Bandung.10

Anak dibuang atau diterlantarkan oleh orang tua dengan berbagai alasan,

misalnya karena orang tua miskin sehingga tidak mampu memberikan nafkah dan

memenuhi segala kebutuhannya. Alasan lain karena malu hamil di luar nikah,

takut dikucilkan oleh masyarakat atau anak yang dilahirkan tersebut mengalami

cacat badan. Sehingga orang tua itu tidak mau mengasuh anaknya dan lebih

memilih membuang anak tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua ini

sangat merusak nilai-nilai dan norma yang berlaku.

9 Berita Bukittinggi, Walikota Bezuk Bayi yang Dibuang Ibunya, dalam

http://www.bukittinggikota.go.id/berita/walikota-bezuk-bayi-yang-dibuang-ibunya

diunduh 25 Juni 2021 pukul 09.27 10 DetikNews, Bayi Baru Lahir Ditemukan Dalam Kardus Depan Rumah

Warga di Bandung, dalam https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5163907/bayi-

baru-lahir-ditemukan-dalam-kardus-depan-rumah-warga-di-

bandung?_ga=2.208712977.2019538487.1602203469-520107926.1590021302 diunduh

9 Oktober 2020 pukul 08.12

Page 14: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

6

Menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,

anak yang dibuang oleh orang tuanya dan ditemukan oleh orang lain disebut

dengan anak terlantar yang tidak diketahui asal-usulnya. Pengertian anak terlantar

dicantumkan pada Pasal 1 ayat (6), anak terlantar adalah anak yang tidak

terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun

sosial.11 Sedangkan kata anak tidak diketahui asal-usulnya terdapat pada Pasal 39

ayat (4a), dalam hal anak tidak diketahui asal-usulnya, orang yang akan

mengangkat anak tersebut harus menyertakan identitas anak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).12 Maksud ketentuan Pasal 27 ayat (4) ini

adalah dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya

tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut

didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya dan dilengkapi berita

acara pemeriksaan Kepolisian.13

Menurut penulis, antara anak temuan, anak tidak diketahui asal-usulnya

dan anak terlantar memiliki esensi yang sama. Anak-anak tersebut sama-sama

tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana mestinya, tidak terpenuhi

kebutuhannya secara patut dari orang tua atau walinya. Mereka diterlantarkan

oleh orang tua atau wali yang mempunyai peran sangat penting dalam

kelangsungan hidup mereka. Akibat dari kelalaian tanggung jawab orang tua atau

wali tersebut, keberlangsungan hidup anak temuan, anak tidak diketahui asal-

11 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1

ayat 6 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

39 ayat 4a 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

27 ayat 4

Page 15: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

7

usulnya dan anak terlantar menjadi sangat terancam. Oleh karena itu, diperlukan

perhatian lebih untuk mereka dari berbagai pihak.

Di dalam Hukum Islam, anak yang dibuang oleh orang tuanya atau anak

temuan disebut dengan Al-Laqith. Anak temuan dalam Bahasa Arab “ لقيط” ialah

anak kecil yang belum baligh ditemukan di jalan yang tidak diketahui

keluarganya.14 Biasanya al-laqith adalah anak yang dibuang oleh orang tuanya.

Menurut Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnahnya menerangkan bahwa al-laqith adalah

anak kecil yang belum baligh, diketemukan di jalan atau sesat di jalan dan tidak

diketahui orang tuanya.15 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Al-Laqith

adalah seorang anak kecil yang belum baligh ditemukan terlantar di suatu tempat

dibuang oleh orang tuanya untuk menghindari tanggung jawab atau untuk

menutupi suatu perbuatan zina, sehingga anak tersebut tidak diketahui orang

tuanya.

Para fuqaha sepakat bahwa anak yang tidak diketahui keberadaan orang

tuanya termasuk dalam kategori Al-Laqith. Para Ulama berbeda pendapat dalam

menetapkan hukum memungut anak temuan. Ulama Mazhab Hanafi mengatakan

bahwa hukumnya sunnah dan termasuk amalan yang utama, karena sikap ini

bersifat mempertahankan nyawa seseorang. Namun Imam Syafi’i berbeda

14 Abdul Mannan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), 94 15 Sayyid Sabiq, Kamaludin A. Marzuki, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif,

1987), 82

Page 16: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

8

pendapat bahwa segala sesuatu atau anak yang hilang tanpa ada penanggungnya,

maka mengambilnya termasuk fardhu kifayah.16

Menurut Jumhur Ulama hukum memungut anak temuan adalah fardhu

kifayah (kewajiban kolektif, yang apabila dikerjakan sebagian orang maka

kewajibannya gugur bagi yang tidak mengerjakannya) apabila dikhawatirkan anak

itu akan binasa jika tidak dipungut dan diselamatkan.17 Sebagaimana Allah SWT

berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 32 :

تبنا على بنى إسرآءيل أنه ,من اجل ذلك ك فى د و فسا غير نفس أ سا ب ف ن ل من قت

نما قتل النا س جميعا ومن أحي نما أ ا فك ا ه الآرض فكأ قد ا ول حيا الناس جميع أ

ن ۳۲ن الآرض لمسر فو ى د ذلك ف بع هم جآءتهم رسلنا بالبي نت ثم إن كثيرا م

Artinya:

“ Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa

barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka

bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan

Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-Rasul Kami dengan

(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di

16 Ibnu Rusyd, Bidayatu‟l Mujtahid, cet. ke-1 (Semarang:Asy-Syifa’, 1990),

390 17 Ibid., 391

Page 17: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

9

antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam

berbuat kerusakan di muka bumi”.18(Q.S. Al-Maidah (5): 32)

Islam telah menyeru kepada umatnya agar saling tolong-menolong di

antara sesama dalam sebuah kebaikan dan ketakwaan. Salah satu bentuknya

adalah dengan memungut, memelihara dan melindungi anak temuan. Hal ini

merupakan salah satu kebaikan yang disyari’atkan oleh Islam. Tujuan memelihara

dan melindungi anak temuan adalah untuk menyelamatkan jiwanya dari

kebinasaan dan kesengsaraan.

Seseorang yang menemukan anak yang tidak diketahui identitasnya, harus

tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Perlunya kejelasan

kedudukan atau status hukum anak tersebut agar anak yang ditemukan ini

terlindungi hak-haknya dan tidak diperlakukan sewenang-wenangnya. Hal inilah

yang mendorong penulis untuk meneliti permasalahan tersebut. Berdasarkan

permasalahan tersebut, muncul pertanyaan bagaimana prosedur penetapan anak

temuan menurut Hukum Positif dan bagaimana tinjauan maslahah mursalah

terhadap penetapan anak temuan.

Menurut penulis, penelitian tersebut menjadi menarik karena perlindungan

anak dalam suatu masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan tolok ukur

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bangsa, dan Negara yang

bersangkutan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bersama bagi pemerintah dan

setiap anggota masyarakatnya baik secara pribadi maupun bersama mengusahakan

18 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama RepublikIndonesia, 2010.

QS. Al-Maidah (5): 32

Page 18: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

10

perlindungan anak sesuai kemampuan demi kepentingan bersama, kepentingan

nasional, dan kepentingan kemanusiaan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk

mendalami lebih jauh dan membahasnya dalam sebuah karya ilmiah yang

berbentuk skripsi dengan judul : “STUDI ANALISIS TENTANG ANAK

TEMUAN MENURUT HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF

MASLAHAH”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan masalah

yang akan dibahas, yaitu:

1. Bagaimanakah prosedur penetapan anak temuan menurut Hukum Positif?

2. Bagaimanakah tinjauan maslahah mursalah terhadap penetapan anak

temuan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan pokok masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan tentang prosedur penetapan anak temuan menurut

Hukum Positif.

b. Untuk menjelaskan tentang tinjauan maslahah mursalah terhadap

penetapan anak temuan.

2. Kegunaan Penulisan

Sesuai dengan pokok masalah di atas, kegunaan dari penelitian ini adalah:

Page 19: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

11

a. Untuk memenuhi salah satu syarat supaya bisa meraih gelar Sarjana

(S1) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Fakultas

Syari’ah pada program studi Hukum Keluarga (Ahwal Al

Syakhsiyyah).

b. Memberikan sumbangan pemikiran penulis secara ilmiah yang telah

diperoleh dalam bidang Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhsiyyah).

c. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca pada umumnya

dan penulis pada khususnya.

d. Sebagai partisipasi penulis dalam menambah koleksi pada perpustakaan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

D. Penjelasan Judul

Penjelasan judul sangat penting artinya untuk mempertegas tujuan

penelitian serta memudahkan penjangkauan makna secara luas. Untuk

menghindari kesalahpahaman dan untuk memudahkan pembaca dalam

memahami, maka berikut dijelaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul

penelitian ini:

Studi : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) studi berasal

dari kata penelitian ilmiah, kajian, telaah.19

Adapun yang penulis maksud studi di sini adalah mengkaji atau

mentelaah.

19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 956

Page 20: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

12

Analisis : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan

sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-

musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).20

Adapun yang penulis maksud analisis di sini adalah penyelidikan

terhadap suatu perbuatan yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya dengan berpedoman kepada ketentuan

yang berlaku.

Studi Analisis : Studi analisis adalah suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan

suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal

tanda-tanda komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi

masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. 21

Adapun yang penulis maksud studi analisis di sini adalah

mengkaji atau mentelaah suatu hal secara sistematis dengan

metode berfikir yang tersusun untuk mendapatkan kesimpulan

yang menyeluruh.

Anak Temuan : Anak kecil yang terlantar di jalan raya, masjid atau tempat-tempat

selain itu, tidak mempunyai penanggung jawab yang pasti,

20 Ibid., 46 21 Kamaruddin Ahmad, Dasar-dasar Manajemen Investasi, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1996), 23

Page 21: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

13

meskipun sudah tamyiz karena anak semacam ini perlu mendapat

pembinaan.22

Adapun yang penulis maksud anak temuan di sini adalah anak

yang tidak diketahui asal-usulnya.

Hukum Positif : Hukum Positif berarti kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis

yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

khusus dan ditegakkan oleh atau melalui Pemerintah atau

Pengadian dalam Negara Indonesia.23

Maslahah : Mashlahah berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung

manfaat. Maslahah dapat diartikan mengambil manfaat dan

menolak madharat (bahaya) dalam rangka memelihara tujuan

syara’ (Hukum Islam).24

Adapun yang penulis maksud maslahah di sini adalah kemanfaatan

bagi pihak yang bersangkutan.

22 Wahbah al-Zuhayli, Fiqh Imam Syafii 2, cet. ke-1 (Jakarta:Almahira, 2010),

416 23I. Gede Pantja Astawa, Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di

Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2008), 56

24 Harun, “Pemikiran Najmudin at-Thufi Tentang Konsep Maslahah Sebagai

Teori Istinbath Hukum Islam, Jurnal Digital Ishraqi, vol.5, no. 1 (2009), pp. 24

Page 22: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

14

Adapun penjelasan judul secara keseluruhan adalah mengkaji atau

mentelaah tentang anak temuan menurut Hukum Positif yang berlaku di Indonesia

ditinjau dari perspektif kemanfaatannya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Kajian dan pembahasan mengenai anak temuan ini bukanlah penelitian

yang pertama kali dilakukan. Berdasarkan penelusuran penulis, setidaknya penulis

menemukan beberapa karya ilmiah yang mempunyai kemiripan dengan judul

yang penulis bahas. Untuk itu penulis akan mengemukakan karya-karya ilmiah

tersebut untuk membuktikan bahwa apa yang penulis bahas berbeda dengan

tulisan-tulisan atau penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian pertama ditulis oleh Lila Hanifa, Nim: 132111112. Program

studi Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Walisongo Semarang 2018. Dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Terhadap Hak Nasab Anak Temuan Di Yayasan Panti Asuhan Cacat Ganda Al-

Rifda Semarang”. Rumusan masalahnya adalah bagaimana Yayasan Panti

Asuhan Cacat Ganda Al-Rifda Semarang dalam pemerolehan hak nasab bagi anak

temuan di Yayasan tersebut?. Selanjutnya, bagaimana analisis hukum terhadap

hak nasab anak temuan di Yayasan Panti Asuhan Cacat Ganda Al-Rifda

Semarang?. Di akhir pembahasan ia menyimpulkan bahwa, dalam proses

pemerolehan hak nasab anak temuan di Yayasan Panti Asuhan Cacat Ganda Al-

Rifda mengalami banyak hambatan seperti halnya proses permohonan Akta

Kelahiran yang lama tidak kunjung jadi akta tersebut dan tidak adanya kepastian

Page 23: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

15

yang jelas. Pada akhirnya tidak adanya keberhasilan dalam pemerolehan hak

identitas sah untuk anak temuan di Al-Rifda tersebut, tidak adanya pengecualian

untuk kemudahan pemerolehan hak identitas bagi anak-anak temuan tersebut.

Sehingga mayoritas anak-anak di Yayasan Panti Asuhan Cacat Ganda Al-Rifda

tidak mempunyai Akta Kelahiran sebagai identitas yang sah dihadapan Hukum

Indonesia.

Adapun penelitian kedua ditulis oleh Muhammad Yusuf, Nim:

10821004760. Program studi Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah dan Ilmu

Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim 2013. Dalam penelitiannya

yang berjudul “Analisis Terhadap Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Wali Nikah

Anak Temuan”. Rumusan masalahnya adalah bagaimana pendapat Ibnu Qudamah

tentang wali nikah bagi anak temuan?. Selanjutnya bagaimana metode Istinbath

hukum yang digunakan oleh Ibnu Qudamah tentang wali nikah bagi anak

temuan?. Di akhir pembahasan ia menyimpulkan bahwa, Ibnu Qudamah

membolehkan orang yang menemukan anak temuan itu sebagai wali nikah bagi

anak temuan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, Qoul Sahabat. Menurut beliau

menjadi wali nikah bagi anak temuan tidak harus mempunyai jabatan kekuasaan.

Istinbath Hukum yang digunakan Imam Ibnu Qudamah dalam pendapatnya

tentang diperbolehkannya multaqith menjadi wali nikah bagi anak temuan adalah

dengan menggunakan qiyas, dikarenakan multaqith disamakan dengan penguasa

karena keduanya sama-sama mempunyai sifat adil.

Selanjutnya penelitian yang ditulis oleh Siti Khotijah, Nim: 083111044.

Program studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas syari’ah, Institut Agama Islam

Page 24: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

16

Negeri Jember 2015. Dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Mengenai Pengangkatan Anak Temuan (Analisis Perkara Nomor

0431/Pdt.P/2014/PA.Jr)”. Rumusan masalahnya adalah bagaimana pertimbangan

hakim Pengadilan Agama Jember dalam memutuskan prosedur dan syarat-syarat

pengangkatan anak temuan?. Selanjutnya bagaimana pandangan Hukum Islam

terhadap prosedur dan syarat pengangkatan anak temuan?. Dan bagaimana status

nasab anak angkat anak temuan dalam perkara ini?. Di akhir pembahasan ia

menyimpulkan bahwa, dalam asasnya prosedur pengangkatan anak temuan yang

pengangkatan anak temuan dalam Islam. Asas dari pengangkatannya adalah untuk

melindungi, memelihara, dan mengasuh anak temuan agar masa depannya

terjamin dengan baik dan tumbuh menjadi orang yang berguna bagi agama dan

negaranya. Dari aspek syarat-syarat orang yang mengasuhnya (pemohon) di

Pengadilan Agama Jember juga telah sesuai dengan syarat-syarat yang ada dalam

hukum Islam. Dalam perkara ini orang yang mengangkat atau mengasuh anak

temuan ini tidak mengakui sebagai anaknya, melainkan anak orang lain yang

keberadaan orang tuanya tidak diketahui. Ia asuh karena rasa prikemanusiaan, dan

ia mengakuinya sebagai anak selama ini hanya sebatas untuk menjaga kehormatan

dan perasaan anak temuan tersebut bukan untuk mengakuinya sebagai anaknya

sendiri.

Kajian keempat penelitian yang ditulis oleh Muhammad Furqon

Faturrahman, Nim:15210196. Program studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas

Syari’ah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2019. Dalam

penelitiannya yang berjudul “Putusan Pengadilan Negeri Kuningan

Page 25: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

17

Nomor:37/Pdt.P/2017/Pn. Kng Tentang Permohonan Pengangkatan Anak Temuan

Ditinjau Dari Teori Kemaslahatan”. Rumusan masalahnya adalah bagaimana

pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Kuningan Nomor: 37/Pdt.

P/2017/PN. KNG tentang permohonan pengangkatan anak temuan?. Selanjutnya

bagaimana Putusan Pengadilan Negeri Kuningan Nomor: 37/Pdt. P/2017/PN.

KNG tentang permohonan pengangkatan anak temuan ditinjau dari teori

kemaslahatan?. Di akhir pembahasan ia menyimpulkan bahwa, Perkara Nomor:

37/Pdt. P/2017/PN. KNG tentang permohonan pengangkatan anak temuan sudah

sesuai dengan teori kemaslahatan yang merujuk pada maqashid syariah yang

memiliki 5 prinsip yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta

karena pengangkatan anak temuan yang dilakukan merupakan upaya untuk

menjaga kehidupan sang anak dari kelima hal tersebut. Hal ini berarti

pengangkatan yang dilakukan bertujuan untuk menolak bahaya dari terlantarnya

anak tersebut sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan syariat Islam.

Kemudian kajian kelima adalah jurnal yang berjudul “Pendapat Ibnu

Qudamah Dan Imam Mawardi Tentang Wali Nikah Bagi Anak Temuan (Laqith)”.

Jurnal hukum Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Di akhir jurnal ini

disimpulkan, bahwa wali nikah bagi laqith menurut Ibnu Qudamah yaitu

multaqith, ia berhak menjadi wali nikah bagi laqith karena ia termasuk orang yang

adil. Sedangkan Imam Mawardi berpendapat bahwa laqith lebih berhak atas

dirinya sendiri dalam pernikahan. Perwalian nikah bagi laqith tidak diberikan

kepada siapa-pun termasuk multaqith, karena menurutnya hak perwalian nikah itu

Page 26: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

18

hanya diberikan kepada orang yang memerdekakan atas hamba sahaya yang

dimerdekakannya saja, sedangkan laqith secara hukum asal adalah merdeka.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah diuraikan di atas

adalah penulis lebih fokus meneliti tentang prosedur penetapan anak temuan

menurut Hukum Positif dan tinjauan maslahah mursalah terhadap penetapan anak

temuan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dengan

pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan. Adapun Metode penelitian ini

meliputi :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research),

yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah, dan

mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan,

kemudian disaring dan dituangkan dalam kerangka pemikiran secara teoritis.25

Penelitian ini termasuk penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif

juga biasa disebut penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan.26

Dinamakan penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan

25 Kartini Kartono. Pengantar Metodologi Research Sosial, cet. ke-7 (Bandung:

Mandar Maju, 1996), 78 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas

Indonesia,2014), 1-2

Page 27: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

19

pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya

pada perpustakaan.

Penelitian ini menekankan sumber informasinya dari literatur-literatur,

kitab-kitab dan Undang-undang yang berkaitan dan relevan dengan objek kajian

yaitu tentang maslahah.

2. Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan sumber data sekunder

yakni:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang utama. Sebagai

bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang

mempunyai otoritas.27 Bahan hukum primer meliputi:

1) Peraturan perundang-undangan.

2) Segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum.

3) Undang-undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

4) Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang

No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenda Media

Grup,2007), 141

Page 28: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

20

5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-

undang No.16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan.

6) Peraturan Menteri Sosial nomor 110 tahun 2009 Tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak.

8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan.

9) Kementerian Sosial Republik Indonesia, Pengangkatan Anak,

Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Tahun 2016.

10) Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Bimbingan,

Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

11) Konvensi Hak Anak tahun 1989.

12) Kompilasi Hukum Islam.

13) Al-Qur’an.

14) Hadist.

b. Bahan Hukum Sekunder

Page 29: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

21

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku,

artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan

dengan permasalahan yang akan dibahas. Bahan hukum sekunder pada

dasarnya digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer. Dengan adanya bahan hukum sekunder, maka penulis akan

terbantu untuk memahami/menganalisis bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier sebagai bahan hukum yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

seperti kamus dan media internet. Bahan hukum tersier yang diperoleh,

yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library reseach) dengan

cara mencari, mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku-buku yang

berkaitan dengan masalah penelitian. Oleh karena itu, pengumpulan data

dilakukan melalui studi pustaka antara lain dengan pengkajian literatur-literatur

primer. Kemudian dilengkapi pula dengan bahan sekunder yang berkaitan dan

relevan untuk menunjang penyelesaian pokok permasalahan.

4. Teknik Analisis Data

Page 30: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

22

Data yang telah terkumpul, kemudian diuraikan secara sistematis. Analisis

data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis kualitatif yaitu

pemaparan kembali dengan kalimat sistematis untuk memberi gambaran jelas

jawaban atas permasalahan yang ada. Selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan metode induktif, yaitu metode yang digunakan ketika data

masih bersifat khusus yang kemudian dianalisis menjadi kesimpulan bersifat

umum.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan pemahaman para pembaca dan terarahnya

pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan pada 4 (empat)

BAB.

BAB I : Merupakan Pendahuluan yang akan menjelaskan tentang latar

belakang masalah yang memotivasi penulis dalam meneliti judul ini, di samping

itu juga ada rumusan masalah serta tujuan dan kegunaan penulisan, penjelasan

judul, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB II : Merupakan Landasan Teori Tinjauan umum tentang anak yang

terdiri dari empat sub bab yaitu mendeskripsikan tentang kedudukan anak dalam

hukum, pengertian anak temuan, dasar hukum memungut anak temuan, tinjauan

tentang maslahah mursalah.

Page 31: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

23

BAB III : Merupakan Hasil Penelitian yang terdiri dari sub bagian yaitu

prosedur penetapan anak temuan menurut Hukum Positif dan tinjauan maslahah

mursalah terhadap penetapan anak temuan.

BAB IV : Merupakan BAB Penutup yang mengemukakan kesimpulan dari

penelitian ini, berikut dengan beberapa saran dari penulis.

Page 32: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK

A. Kedudukan Anak Dalam Hukum

Kedudukan seorang anak dalam Hukum Positif Indonesia harus memiliki

kekuatan hukum yang jelas. Apabila kedudukan seorang anak itu sudah jelas,

maka ia akan mendapatkan hak-hak yang seharusnya ia dapatkan serta

mendapatkan perlindungan terhadap dirinya, baik itu perlindungan dari berbagai

macam tindak kejahatan maupun perlindungan hukum lainnya. Namun ketika

kedudukan anak tidak jelas, maka sulit untuk memberikan perlindungan terhadap

anak tersebut. Anak memiliki karakteristik khusus (spesifik) dibandingkan

dengan orang dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya

masih terabaikan, oleh karena itu hak-hak anak penting diprioritaskan.28

Kedudukan seorang anak dapat dilihat dari statusnya dalam keluarganya.

Kelahiran seorang anak tidak selalu terjadi dalam ikatan perkawinan yang sah.

Adakalanya seorang anak itu lahir dari akibat hubungan seksual antara seorang

pria dan seorang wanita di luar ikatan perkawinan (belum kawin). Anak yang

lahir di luar ikatan perkawinan biasanya disebut dengan anak luar kawin atau

anak hasil zina. Menurut hukum Perkawinan Indonesia, status seorang anak

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Anak sah

28 PERMEN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I. Nomor 15

Tahun 2010, Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I

Page 33: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

25

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal

42 menyatakan bahwa, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

sebagai akibat perkawinan yang sah. Maksud dari pasal ini adalah seorang

anak dapat mempunyai kedudukan atau status sebagai anak sah, apabila ia

dilahirkan setelah terjadinya suatu perkawinan yang sah (perkawinan yang

tercatat oleh negara) antara ibu dan bapaknya.

Menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 99 dinyatakan bahwa,

anak sah adalah (a) anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang

sah. (b) hasil perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan

oleh isteri tersebut.29 Maksud dari butir (a) pasal ini adalah seorang anak

dapat mempunyai kedudukan sebagai anak sah apabila anak tersebut lahir

setelah adanya perkawinan yang sah menurut hukum dan agama antara

sepasang suami isteri. Selanjutnya maksud dari butir (b) pasal ini adalah

seorang anak lahir dari hasil perbuatan yang dilakukan oleh suami isteri

dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum dan agama, yang dibuahi

dengan cara menggabungkan sel telur dan sperma di luar tubuh (di luar

rahim). Kemudian sel telur yang sudah dibuahi, dipindahkan ke dalam rahim

isteri. Hasil dari buah cinta antara suami isteri tersebut dilahirkan oleh isteri.

2. Anak luar nikah

Anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan

yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah

29 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Bekasi: CV

Akademika Pressindo, 2015), 137

Page 34: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

26

membenihkan anak di rahimnya, sehingga anak tersebut tidak mempunyai

kedudukan yang sempurna di mata hukum seperti anak sah pada

umumnya.30 Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 43 ayat (1) menyebutkan bahwa, anak yang lahir di luar perkawinan

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Maksud dari pasal ini adalah seorang anak yang lahir ketika tidak ada terjadi

perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya dapat disebut dengan anak

luar nikah. Anak tersebut tidak bisa mempunyai kedudukan atau status

sebagai anak sah, ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan

keluarga ibunya saja. Hal ini dikarenakan anak tersebut dinasabkan kepada

ibunya, bukan kepada bapaknya.

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 100, anak yang lahir di luar

perkawinan hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga

ibunya. Maksud dari pasal ini adalah seorang anak luar nikah itu hanya

mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya, karena

antara ibu dan bapaknya tidak ada hubungan perkawinan sah yang

menyebabkan perpindahan nasab dari bapak ke anak tersebut. Anak tersebut

tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya, oleh karena itu anak luar nikah

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya

saja.

30 J. Andi Hartanto, Kedudukan Hukum dan Hak Waris Anak Luar Kawin

Menurut KitabUndang-Undang Hukum Perdata, (Yogyakarta:Laksbang Presindo,

2008), 53

Page 35: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

27

Di dalam sumber hukum tertulis di Indonesia terdapat berbagai macam

kriteria penggolongan anak. Kriteria penggolongan anak tersebut ada 2 macam

yaitu penggolongan menurut batasan usia anak dan menurut perkembangan

biologis anak. Menurut batasan usia anak, hukum tertulis memiliki pendapat

yang berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari perundang-undangannya,

seperti:

1. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak, yang termasuk dalam kriteria anak adalah mereka yang

usianya di bawah 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah. 31

2. Menurut Konvensi Hak Anak Tahun 1989, yang termasuk dalam kriteria

anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun

kecuali berdasarkan Undang-undang yang berlaku untuk anak-anak,

kedewasaan telah dicapai lebih cepat.32

3. Menurut Kompilasi Hukum Islam, batas usia anak yang mampu berdiri

sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak

tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah

melangsungkan perkawinan.

4. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak, yang termasuk dalam kriteria anak adalah mereka yang

31 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1

ayat 2 32 Konvensi Hak-hak Anak Tahun 1989 Bagian I Pasal 1

Page 36: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

28

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.33

Sedangkan menurut perkembangan biologis anak untuk hukum tidak

tertulis, seperti yang diatur dalam hukum Islam dan hukum Adat. Contohnya

dalam hukum Islam, dilihat dari tanda-tanda biologis seperti seorang anak laki-

laki dikatakan dewasa apabila anak laki-laki tersebut telah mengalami mimpi

basah. Dalam hukum Adat dilihat dari tanda-tanda kemandirian anak tersebut

seperti dalam suku Jawa, seorang anak dikatakan dewasa apabila anak tersebut

sudah bekerja dan menghasilkan uang.34

Kedudukan dan identitas seorang anak dapat dibuktikan dengan sebuah

akta kelahiran untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum terhadap

dirinya. Akta Kelahiran adalah suatu akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang yang berkaitan dengan adanya kelahiran sebagai alat bukti sah dan

otentik mengenai status anak yang diterbitkan oleh Dinas Catatan Sipil

Kabupaten maupun Kota. Akta kelahiran anak sah harus bersifat akta otentik,

karena akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh seseorang pejabat umum

yang berwenang untuk membuat surat itu, dengan maksud untuk menjadikannya

sebagai bukti.35

33 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1

ayat 1 34 Anwar Rachman,dkk, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta:Kencana,

2020), 254-255 35 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita,

1997), 58

Page 37: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

29

Perihal Akta Kelahiran ini terdapat dalam Undang-undang No. 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan Pasal 55 ayat (1), asal-usul seorang anak hanya dapat

dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat

yang berwenang.36 Hal yang sama juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam

Pasal 103 ayat (1), asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan Akta

Kelahiran atau alat bukti lainnya.37 Bahkan pada Undang-undang No. 35 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 27 juga mengatur hal ini, identitas diri

setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya yang dituangkan dalam Akta

Kelahiran. Pembuatan Akta Kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari

orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. Dalam hal anak

yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya tidak diketahui

keberadaannya, pembuatan Akta Kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada

keterangan orang yang menemukannya dan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan

Kepolisian. 38

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas dapat dipahami bahwa anak

harus memiliki identitas yang jelas untuk mendapatkan kepastian dan

perlindungan hukum. Identitas tersebut dibuktikan dengan Akta Kelahiran yang

otentik. Pembuatan Akta Kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang

yang menyaksikan proses kelahiran. Apabila proses kelahiran anak tidak

diketahui dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, maka dalam

pembuatan Akta Kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan

36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 55 37 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia., 138 38 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

27 ayat 1-4

Page 38: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

30

orang yang menemukannya dan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan

Kepolisian. Itulah cara untuk membuat Akta Kelahiran anak yang tidak diketahui

asal-usulnya. Meskipun asal-usulnya tidak diketahui, namun ia tetap harus

mempunyai Akta Kelahiran agar identitasnya menjadi jelas dan mempunyai

kekuatan hukum.

Mengenai proses pembuatan Akta Kelahiran seorang anak dilakukan oleh

Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Administrasi

Kependudukan. Pencatatan kelahiran diselenggarakan paling rendah pada tingkat

Kelurahan/Desa. Selanjutnya Akta Kelahiran diterbitkan paling lambat 30 (tiga

puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan. Bahkan dalam

pembuatan Akta Kelahiran ini tidak dikenai biaya. Ketentuan mengenai tata cara

dan syarat pembuatan Akta Kelahiran dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.39

Apabila kedudukan dan identitas anak telah jelas, maka anak akan

mendapatkan berbagai macam hak-haknya. Hak anak adalah bagian dari hak

asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,

keluarga, masyarakat, Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.40 Hak anak

ini dijelaskan secara rinci pada Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-

undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 4 sampai dengan

pasal 18.

39 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

28 ayat 1-5 40 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 12

Page 39: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

31

Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 tersebut terdapat hak-hak anak

seperti, anak mempunyai hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

mendapatkan perlindungan dari berbagai tindak kejahatan dan kekerasan,

diskriminasi, menyatakan pendapat, mendapatkan identitas diri serta status

kewarganegaraan yang jelas sehingga anak berhak untuk mengetahui orang tua

kandung dan diasuh oleh orang tuanya itu. Anak juga berhak memperoleh

pelayanan kesehatan, jaminan sosial, pendidikan, bermain dan beribadah menurut

agama yang diyakininya. Bahkan pada Anak Penyandang Disabilitas berhak

memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial

dan pendidikan luar biasa.41

Dengan demikian, dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat

dipahami bahwa kedudukan seorang anak dalam Hukum Positif Indonesia harus

memiliki kekuatan hukum yang jelas. Apabila kedudukan seorang anak itu sudah

jelas, maka ia akan mendapatkan hak-haknya seperti yang telah disebutkan di

atas. Namun apabila kedudukan dan identitas anak tidak jelas, maka sulit untuk

memberikan hak anak tersebut. Identitas seorang anak dapat dibuktikan dengan

Akta Kelahiran otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.

B. Pengertian Anak Temuan

41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 4-18

Page 40: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

32

Anak temuan berasal dari kata anak dan temuan. Anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.42 Sedangkan temuan merupakan sesuatu yang dijumpai di suatu

tempat yang tidak diketahui asal-usul dan siapa pemiliknya. Berdasarkan

pengertian anak dan pengertian temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

anak temuan adalah seorang anak kecil yang belum baligh ditemukan terlantar di

suatu tempat yang dibuang oleh orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak

diketahui asal-usulnya.

Anak temuan dalam Bahasa Arab “Al-Laqith” (لقيط) ialah anak kecil yang

belum baligh ditemukan di jalan yang tidak diketahui keluarganya.43 Menurut

Abdul Aziz Dahlan dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedia Hukum Islam

menyebutkan bahwa Al-Laqith adalah anak yang tidak diketahui dan tidak dapat

ditelusuri orang tuanya. Anak kecil yang hilang atau dibuang oleh orang tuanya

untuk menghindari tanggung jawab dari kehidupan anaknya.44

Menurut Ulama Madzhab Syafi’iyah, Al-Laqith adalah seorang anak

dalam keadaan hidup yang dibuang oleh keluarganya karena takut kemiskinan

atau untuk menghindari tuduhan.45 Sedangkan menurut Imam Nawawi, Al-

Laqith adalah semua anak-anak kecil (yang belum baligh atau berakal) yang

disia-siakan oleh orang tuanya tanpa ada yang mengasuhnya (bapak, ibu, kakek

42 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1

ayat 1 43 Abdul Mannan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), 94 44 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ictiar Baru Van

Hoeve, 1996), 1023 45 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif

Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 190

Page 41: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

33

atau kerabat). Selanjutnya Madzhab Hanabilah juga mengemukakan

pendapatnya, menurutnya Al-Laqith merupakan seorang anak yang tidak

diketahui nasabnya atau anak yang tersesat di jalan, diantara kelahirannya sampai

masa mumayyiz. Bahkan Madzhab Malikiyah pun juga berpendapat mengenai

Al-Laqith, menurutnya Al-Laqith merupakan seorang anak kecil yang tidak

diketahui orang tuanya atau kerabatnya.46

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-

Laqith adalah seorang anak kecil yang belum baligh ditemukan terlantar di suatu

tempat yang tidak diketahui asal-usulnya, dibuang oleh orang tuanya untuk

menghindari tanggung jawab merawat anak tersebut sehingga tidak diketahui

siapa orang tua kandungnya dan asal-usulnya.

Dalam Hukum Islam rukun Al-Laqith ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

.Anak yang dibuang ,لقيط .1

Dalam rukun Al-Laqith harus ada anak yang dibuang. Orang tua yang tidak

mau bertanggung jawab terhadap kehidupan anaknya, ia akan membuang

anaknya untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap anak tersebut.

.Orang yang menemukan dan mengambil anak tersebut ,متلقط .2

Dalam rukun Al-Laqith selanjutnya, harus ada orang yang menemukan dan

mengambil anak tersebut. Orang yang menemukan anak temuan tersebut

merupakan orang yang paling berhak untuk mengambil dan merawatnya.

.Mengambil anak yang dibuang ,التقاط .3

46 Ibid., 191

Page 42: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

34

Dalam rukun Al-Laqith yang terakhir, mengambil anak yang dibuang

merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang

menemukan anak temuan tersebut. 47

Apabila orang yang menemukan anak temuan (Multaqith) itu bersedia

untuk mengasuhnya, maka menurut Imam Al-Nawawi orang tersebut harus

memenuhi beberapa persyaratannya, yaitu:

1) Orang tersebut harus sudah cakap hukum (taklif).

Orang yang akan mengasuh anak temuan tersebut sudah berakal atau

dewasa dan sudah dapat menjalani serta memahami secara baik

pembebanan hukum (taklif) yang ditujukan kepadanya.

2) Merdeka, budak tidak diperbolehkan kecuali dapat izin dari tuannya.

Status orang yang akan mengasuh anak temuan itu harus merdeka. Apabila

seorang budak ingin mengasuh anak tersebut, maka ia harus mendapatkan

izin dari tuannya.

3) Islam (seagama) antara anak tersebut dengan pengasuhnya.

Antara anak temuan dan orang yang akan mengasuhnya harus meyakini

agama yang sama. Jika anak temuan beragama Islam, maka orang yang

akan mengasuhnya juga harus beragama Islam.

4) Adil.

Adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai

maupun dari segi ukurannya sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat

47 Ibid., 192

Page 43: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

35

sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau

berpegang kepada kebenaran.48

Berdasarkan penjelasan yang tertera di atas, dapat disimpulkan bahwa

rukun Al-Laqith yaitu harus adanya anak yang dibuang oleh orang tuanya, harus

ada orang yang menemukan anak tersebut dan harus ada tindakan untuk

mengambil anak temuan tersebut. Apabila orang yang menemukan anak temuan

itu bersedia mengasuh anak tersebut, maka ia harus memenuhi persyaratan yang

telah dikemukakan oleh Imam Al-Nawawi di atas. Seperti sudah cakap hukum

(taklif), merdeka (jika ia budak, harus mendapatkan izin dari tuannya), seagama

dengan anak temuan dan memiliki sifat adil. Persyaratan ini diberlakukan dengan

tujuan agar anak temuan itu berada di bawah pengasuhan dan perlindungan orang

yang tepat, sehingga kehidupan anak tersebut menjadi terjamin.

C. Dasar Hukum Memungut Anak Temuan

Dasar hukum memungut atau memelihara anak temuan dalam Islam

tertuang dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Dalam ajaran Islam

sesama manusia diperintahkan untuk saling tolong menolong. Jika ada orang lain

yang sedang kesusahan, hendaklah kita menolongnya. Apalagi yang ditemukan

itu adalah seorang anak kecil yang belum baligh atau yang belum berakal,

terlantar (dibuang) di suatu tempat. Ia belum bisa bertanggung jawab terhadap

dirinya sendiri, ia butuh bantuan orang lain untuk bertahan hidup. Orang yang

48 H. Ahmad Kamil dan H. M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan

Pengangkatan Anak di Indonesia, Edisi I. Cet. I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2008), 169

Page 44: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

36

menemukannya itu, berkewajiban untuk menyelamatkan jiwanya dari

kesengsaraan dan kebinasaan. Tujuan umum disyari’atkan hukum Islam adalah

untuk merealisasikan kemaslahatan dan keadilan dalam aspek kehidupan

manusia.49

Memungut anak temuan yang belum baligh ditemukan di jalanan atau

tersesat hukumnya adalah fardu qifayah, sama seperti barang hilang tanpa ada

yang menjamin. Jika anak tersebut diselamatkan oleh satu orang saja, maka yang

lain tidak berkewajiban lagi atau gugur kewajibannya. Apabila tidak ada satupun

yang mengambilnya atau menyelamatkannya, maka berdosalah semua orang

Islam di sekitar daerah tersebut yang mengetahui adanya anak itu, karena mereka

membiarkannya begitu saja, padahal mereka bisa menolongnya.50

Allah SWT memerintahkan kita sesama manusia untuk saling tolong-

menolong dalam hal kebajikan terdapat dalam Q.S Al-Maidah ayat 2 :

لإثم وا ل ا وأع ونو أعلى البر والتقوى ولاتعا ون وتعا ... لعدون واتقوأ الل إن آلل

۲شديد آلعقاب

Artinya:

“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dari permusuhan.

Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya ”.51

49 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat: Sistem Transaksi dalam

fiqh Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), 310-311 50 Ibnu Qudamah, Al-Mughni 8, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2011), 93 51 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010.

QS.Al-Maidah:2

Page 45: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

37

Dengan demikian, dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa jika motif

pengangkatan anak tersebut adalah atas dasar tolong menolong demi kebaikan si

anak, maka mengangkat anak temuan itu sangat dianjurkan dalam Islam bahkan

diwajibkan. Jangan pernah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan

permusuhan, manusia diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan.

Hendaklah semua manusia bertakwa dan beriman kepada Allah SWT karena

siksaan Allah SWT sangatlah berat.

Syekh Abu Syuja’ berkata:

ية الكفا لته وا جبة على ته وكفا بي تر وان وجد لقيط بقا رعة الطر يق فأ خذ ه و

, ولا يقر إلا فى يد أ مين

Artinya:

“Apabila anak kecil ditemukan di tengah jalan, maka hukum mengambilnya,

memeliharanya, dan merawatnya adalah wajib kifayah. Anak tersebut tidak

boleh ditetapkan perawatnya kecuali di tangan orang yang terpercaya”52

Berdasarkan pernyataan Syekh Abu Syuja’ di atas, dapat dipahami bahwa

mengambil atau memelihara anak temuan yang ditemukan di jalan hukum

mengambilnya adalah wajib kifayah. Orang yang mengambil atau memelihara

anak temuan tersebut harus orang yang terpercaya dan memenuhi semua

persyaratan untuk memelihara anak tersebut.

Anak yang ditemukan terlantar merupakan keturunan Adam yang harus

dimuliakan, maka wajib dirawat, diasuh dan didik sebagaimana orang yang

52 Imam Taqiyyudin Abu Bakar Al-Husaini, Terjemahan Kifayatul Akhyar,

Jilid 2 (Surabaya: PT Bina Offset, 1997), 253-254

Page 46: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

38

sangat memerlukan pertolongan. Menolong atau merawat anak temuan yang

belum baligh lebih utama dari pada menolong anak temuan yang sudah baligh

meskipun ia memerlukan pertolongan, karena anak yang sudah baligh itu ada

kemungkinan bisa mengurus dirinya sendiri. Sedangkan anak yang belum baligh,

tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

Islam menganjurkan mengangkat anak temuan yang terlantar di jalan

dengan tujuan menyelamatkan jiwanya dari kesengsaraan. Apalagi jika anak

temuan tersebut berstatus anak yatim, maka orang yang mengasuh anak tersebut

akan mendapatkan keutamaan yaitu bisa dekat dengan Rasulullah SAW bagaikan

dekatnya jari telunjuk dan jari tengah. Seperti sabda Rasulullah SAW dibawah

ini:

فل اليتيم في الجنة هكذا واشا ربا ان ب سب لوكا ا طى وفر ج بينهم س ة والو با

)رواه البخر ى وأ بو داود والتر مذ ى(

Artinya:

“Saya akan bersama orang yang menanggung anak yatim, seperti ini sambil

ia menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan ia merenggangkan antara

keduanya.” (H.R Bukhari, Abu Daud dan At-Tirmidzi)53

Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa, mengadopsi seorang

anak kecil yatim yang ditemukan terlantar di jalan untuk diasuh, dididik dan

dirawat tanpa menasabkan pada dirinya, maka ia akan dekat dengan Rasulullah

SAW bagaikan dekatnya jari telunjuk dan jari tengah. Rasulullah SAW sangat

mencintai umatnya yang mengasuh dan merawat anak yatim, apalagi anak yatim

53 M. Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Singapura:PT. Bina

Ilmu, 1993), 311

Page 47: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

39

yang diasuh ini merupakan anak temuan yang sangat membutuhkan pertolongan.

Allah SWT akan memberikan kemuliaan dan pahala yang besar kelak di surga

untuknya.

Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk saling berbagi,

memberikan makan anak-anak miskin dan anak-anak terlantar. Hal tersebut

terdapat dalam Q.S Al-Insan ayat 8:

۸ا سير وأ ويطعمون آلطعا م على حب ه مسكينا ويتيما

Artinya:

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,

anak yatim dan orang yang ditawan”.54

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa anak temuan (laqith)

mencakup di dalamnya makna yatim dan miskin. Seorang anak terlantar

dianggap yatim karena kehilangan orang tuanya dan orang yang menjaganya.

Sedangkan makna miskin karena dia hanya tinggal di jalanan, oleh karena itu dia

lebih berhak mendapatkan kelembutan, pemeliharaan dan perlindungan. Islam

mengajarkan agar umatnya memberikan harta kepada saudaranya berupa sesuatu

yang paling ia sukai, dan itu juga menjadi prasyarat untuk memperoleh kebaikan.

Apabila seseorang memberikan hartanya itu dengan ikhlas hanya mengharapkan

ridha dari Allah SWT semata, ia akan diberikan keberkahan dan kelimpahan

rezeki dalam kehidupannya.

54 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010.

QS.Al-Insaan:8

Page 48: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

40

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

mengambil atau memungut anak temuan berarti seseorang tersebut telah

menyelamatkan nyawa anak temuan itu. Apalagi anak yang ditolong tersebut

masih bayi atau belum baligh, ia pasti sangat membutuhkan bantuan terhadap

dirinya untuk kelangsungan hidupnya. Memungut anak temuan merupakan suatu

tindakan yang sangat mulia di sisi Allah SWT.

Adapun yang menjadi dasar hukum untuk anak temuan atau anak terlantar

di dalam Hukum Positif terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia antara lain :

1. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 34 ayat (1) menyebutkan bahwa, fakir miskin dan anak terlantar

dipelihara oleh negara.

2. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan Pasal 55 ayat (1) menyebutkan bahwa, asal-usul seorang anak

hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

3. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU

No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 7 ayat (2)

menyebutkan bahwa, dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak

dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar

maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau

Page 49: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

41

anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa,

pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan

Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak

diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada

laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari

Kepolisian.

5. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa, dalam hal orang

tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab,

tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka

kewajiban dan tanggung jawab sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dapat

beralih kepada keluarganya, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Pasal 27 ayat (4)

dijelaskan bahwa, dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak

diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan

akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang

menemukannya dan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian. 55

Dengan demikian, berdasarkan kelima peraturan di atas dapat

disimpulkan bahwa fakir miskin, anak terlantar yang termasuk di dalamnya anak

55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

26-27

Page 50: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

42

temuan atau anak yang tidak diketahui asal-usulnya, dipelihara oleh Negara.

Kelangsungan hidup seorang anak sangat diperhatikan oleh Negara. Anak-anak

Indonesia tidak boleh terabaikan begitu saja, karena mereka merupakan generasi

penerus cita-cita bangsa. Mengenai asal-usul seorang anak hanya dapat

dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat

yang berwenang. Jika akta kelahiran seorang anak itu tidak ada, maka sulit untuk

membuktikan asal-usul, identitas diri maupun status kewarganegaraan anak.

Apabila orang tua tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak atau anak

dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak untuk diasuh atau diangkat

sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal pencatatan kelahiran

dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap

peristiwa kelahiran anak yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan

orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita

Acara Pemeriksaan dari Kepolisian. Apabila orang tua tidak diketahui

keberadaannya, karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan

tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab dapat beralih kepada

keluarganya, baik keluarga dari garis ibu maupun bapak.

D. Tinjauan Tentang Maslahah Mursalah

Maslahah berasal dari kata, صلح ,يصلح ,صلاحا artinya sesuatu yang baik,

patut, dan bermanfaat.56 Menurut bahasa, kata maslahah berarti mendatangkan

56 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan

Penyelenggaraan Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an, 1973), 219

Page 51: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

43

kebaikan atau yang membawa kemanfaatan dan menolak kerusakan.57 Maslahah

merupakan lawan dari kata mafsadat yang berarti kerusakan dan kebinasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa mashlahat

artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, guna. Sedangkan kata‚

kemashlahatan ‛berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan. Sementara

kata manfaat, dalam kamus tersebut diartikan dengan: guna, faedah. Kata

manfaat juga diartikan sebagai lawan dari kata “mudarat” yang berarti rugi atau

buruk.58

Menurut Muhammad Abu Zahrah, definisi maslahah mursalah adalah

segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan syari’ (dalam

mensyari’atkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil khusus yang

menunjukkan tentang diakuinya atau tidak.59

Berdasarkan pendapat di atas, menurut penulis maslahah adalah sesuatu

yang memiliki manfaat yang dapat mendatangkan kebaikan serta menolak

kerusakan, bertujuan untuk memelihara tujuan syara’ (hukum) Islam seperti

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Maslahah mursalah merupakan metode hukum yang mempertimbangkan

adanya kemanfaatan yang mempunyai akses secara umum dan kepentingan tidak

terbatas, tidak terikat. Maslahah mursalah adalah kepentingan yang diputuskan

bebas, namun tetap terikat pada konsep syari’ah yang mendasar. Syari’ah

57 Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah, (Semarang:

Bulan Bintang, 1955), 43 58 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011),

128 59 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, cet. ke-9 (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2005), 424

Page 52: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

44

ditunjuk untuk memberikan kemanfaatan kepada manusia secara umum dan

berfungsi untuk memberikan kemanfaatan dan mencegah kerusakan.

Dengan demikian dari penjelasan di atas menurut penulis, maslahah

mursalah adalah menetapkan hukum dalam hal-hal yang sama sekali tidak

disebutkan dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah, dengan mempertimbangkan

kemaslahatan atau kepentingan hidup manusia yang berpedoman pada asas

menarik kemanfaatan dan menghindari kerusakan.

Menurut Al-Ghazali, kemaslahatan makhluk terletak pada tercapainya

tujuan mereka. Tujuan hukum Islam yang ingin dicapai dari manusia ada lima,

yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka. Setiap hukum

yang mengandung tujuan memelihara ke lima hal tersebut disebut mashlahah dan

setiap hal yang meniadakannya disebut mafsadah.60 Tujuan hukum Islam yang

ingin dicapai dari manusia itu adalah:

a. Memelihara agama (hifzh al-din / حفظ الدين)

Memelihara agama di sini maksud adalah seseorang berhak memeluk

agama yang diyakini secara bebas, tanpa ada gangguan dari pihak manapun.

Agama yang diyakini ini harus dijaga kesuciannya agar tidak ada pihak

manapun yang menjatuhkan atau menghina agama Islam. Selanjutnya hak

60 Al-Ghazali, Al-Mustashfa Min ‘Ilm al-Ushul, Juz I (Beirut, Libanon :

Muassasah al-Risalah, 1997), 250

Page 53: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

45

untuk beribadah dan menjalankan ajaran-ajaran agama seperti melaksanakan

shalat, zakat dan tidak menyekutukan Allah SWT (syirik).61

b. Memelihara jiwa (hifzh al-nafs / حفظ النفس)

Memelihara jiwa merupakan landasan atau alasan yang menyatakan

bahwa seorang manusia tidak boleh disakiti, dilukai, apalagi dibunuh

jiwanya.62 Setiap manusia wajib menjaga atau melindungi diri dari berbagai

tindak kejahatan dan harus lebih menyayangi diri sendiri dengan cara

memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh jiwa dan raga. Hak ini diarahkan

untuk menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri.

c. Memelihara akal (hifzh al-‘aql / حفظ العقل)

Memelihara akal dalam hal ini maksudnya adalah menjaga atau

melindungi akal yang dimiliki dengan sebaik-baiknya, karena akal

merupakan salah satu bagian tubuh yang sangat menentukan kehidupan

manusia. Oleh karena itu, segala hal yang menyebabkan hilangnya akal tidak

boleh dilakukan seperti mengonsumsi narkoba dan minuman keras. Akal

digunakan untuk berpikir, sehingga akal tersebut dapat membedakan hal

yang baik dengan hal yang buruk. Orientasi dalam penjagaan akal juga

dalam pemenuhan hak intelektual bagi setiap individu. Setiap individu

berhak mengasah akalnya untuk berpikir secara logis dan kritis. Jadi

61 Al-Ghazali, Al-Mustashfa fi Ilm al-Ushul I, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah,

1983), 286 62 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam., 1109

Page 54: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

46

kewajiban bagi setiap manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat

mengganggu akal.63

d. Memelihara keturunan (hifzh al-nasl /حفظ النسل)

Memelihara keturunan agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang

salah seperti perbuatan zina. Di dalam Islam, cara menjaga keturunan adalah

dengan melakukan pernikahan yang sah. Salah satu hal yang dapat merusak

keturunan adalah melakukan pernikahan beda agama.64 Hal ini jelas saja

merupakan pernikahan yang sangat tidak boleh dilakukan, sehingga

pernikahannya menjadi tidak sah. Akibatnya, nasab dalam keluarga tersebut

tidak terjaga atau bisa terputus. Suatu saat bisa saja anak yang dilahirkan

dari keluarga tersebut memilih agama selain agama Islam, oleh karena itu

hal-hal yang dapat merusak penerus keturunan harus dihindari.

e. Memelihara harta (hifzh al-mal / حفظ المال )

Memelihara harta di sini maksudnya adalah menjaga harta agar tidak

dipergunakan untuk jalan yang salah dan menjamin bahwa setiap orang

berhak memiliki kekayaan harta benda. Hak ini juga dapat diartikan sebagai

hak seseorang untuk mendapatkan harta dengan cara yang halal serta

menjaga harta tersebut agar tetap berkah dan diridhai oleh Allah SWT.

Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap harta yang

telah dititipkan oleh Allah SWT untuknya. Oleh sebab itu, harta yang

63 Ibid., 1110 64 Faturrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah,

(Jakarta:Logos, 1995), 39

Page 55: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

47

dimiliki harus dijaga dengan sebaik-baiknya dan dimanfaatkan untuk

menegakkan ajaran Islam.65

Berdasarkan tujuan hukum Islam yang ingin dicapai dari manusia sesuai

dengan yang telah dijabarkan di atas, Allah SWT memerintahkan manusia untuk

memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan,

dan memelihara hartanya untuk mencapai ketertiban nyata antara Pencipta dan

makhlukNya. Jadi manusia harus melaksanakan perintah tersebut dengan sebaik-

baiknya, agar dapat tercapai tujuan utama dari hukum Islam.

Untuk menjaga kemurnian metode maslahah mursalah sebagai landasan

hukum Islam, maka harus terdapat dua dimensi penting, yaitu sisi pertama harus

tunduk dengan apa yang terkandung dalam nash (al-Qur’an dan al-Hadits), baik

secara tekstual atau kontekstual. Sisi kedua harus mempertimbangkan adanya

kebutuhan manusia yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan

zaman. Kedua sisi ini harus menjadi pertimbangan dalam pembentukan hukum

Islam. Apabila dua sisi tersebut tidak berlaku secara seimbang, maka dalam hasil

istinbath hukumnya akan menjadi sangat kaku di satu sisi dan terlalu mengikuti

hawa nafsu di sisi lain. Sehingga dalam hal ini perlu adanya syarat dan standar

yang benar dalam menggunakan maslahah mursalah, baik digunakan secara

metodologi atau aplikasinya.

Dalam pembentukan hukum Islam seseorang tidak boleh menjadikan

keinginannya sebagai ilham dan menjadikan syahwatnya sebagai syariat.66 Agar

65 Ibid., 40 66 Khairul Umam, Ushul Fiqih, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 137

Page 56: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

48

keinginan tersebut tidak merusak manusia dan agama, ada beberapa syarat yang

harus terpenuhi agar maslahah tidak bercampur dengan hawa nafsu, yaitu:

1. Maslahat itu harus hakikat, bukan wahamiah (angan-angan). Maksudnya,

menetapkan orang yang mentasyri’kan hidup pada suatu peristiwa,

mendatangkan manfaat dan membuang mudharat. Tanpa adanya angan-

angan, maka upaya penyusunan hukum Islam sebagai pedoman bagi umat

Islam (tasyri’) akan mendatangkan sebuah manfaat.67 Misalnya,

kemaslahatan yang masih diimpikan dalam hal mencabut hak suami untuk

menceraikan istrinya. Hak menceraikan ini diserahkan saja kepada hakim.

Ahl al halli wa al aqdi (dewan yang mengangkat seorang pemimpin) dan

mereka yang mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa

pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahat hakikiyah yang

dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak bahaya dari

mereka.

2. Maslahat harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang

tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit, namun

menyeluruh untuk semua umat Islam yang bersifat umum.

3. Maslahat itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh

syari’. Seandainya tidak ada, maka maslahat tersebut tidak sejalan dengan

apa yang telah dituju oleh agama Islam. Bahkan hal tersebut tidak dapat

disebut dengan maslahat.

67 Syeikh Abd Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, ( Jakarta: Rineka Cipta,

1993), 101

Page 57: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

49

4. Maslahat itu bukan maslahat yang tidak benar, dimana nash yang sudah

tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.68

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan hukum

Islam sebuah maslahah mursalah harus memenuhi syarat-syarat yang telah

dipaparkan di atas. Maslahat itu harus hakikat bukan angan-angan, maslahat

harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak hanya membawa kebaikan untuk

beberapa kelompok tertentu saja melainkan untuk kebaikan umat seluruhnya.

Maslahat itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh syari’,

tidak boleh bertentangan dengan tujuan hukum Islam. Maslahat itu bukan

maslahat yang tidak benar, nash yang sudah tidak membenarkannya dan tidak

menganggap salah. Setelah semua persyaratan ini terpenuhi, maka kehujjahan

maslahah mursalah tersebut sudah bisa yakini.

Persoalan yang dihadapi manusia selalu bertumbuh dan berkembang,

demikian pula kepentingan dan keperluan hidupnya. Kenyataan menunjukkan

bahwa banyak persoalan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW,

kemudian timbul dan terjadi pada masa-masa sesudahnya, bahkan ada yang

terjadi tidak lama setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Seandainya tidak

ada dalil yang dapat memecahkan persoalan tersebut, maka sempitlah kehidupan

manusia. Dalil itu ialah dalil yang dapat menetapkan kemashlahatan bagi

manusia.

Kemudian mengenai ruang lingkup berlakunya maslahah mursalah dibagi

atas tiga bagian yaitu:

68 Ibid., 102

Page 58: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

50

a. Al-Maslahah al-Daruriyah, (kepentingan-kepentingan yang esensi dalam

kehidupan) seperti memelihara agama, memelihara jiwa, akal, keturunan,

dan harta.69

b. Al-Maslahah al-Hajjiyah, (kepentingan-kepentingan esensial di bawah

derajatnya al-maslahah daruriyyah), namun diperlukan dalam kehidupan

manusia agar tidak mengalami kesukaran dan kesempitan. Jika tidak

terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dalam kehidupan. Contohnya

keringanan seseorang menangguhkan puasa dan mengqasar shalat ketika

dalam perjalanan. Keringanan-keringanan seperti ini termasuk dalam

kategori kebutuhan al-Hajjiyah.70

c. Al-Maslahah al-Tahsiniyah, (kepentingan-kepentingan pelengkap) yang jika

tidak terpenuhi maka tidak akan mengakibatkan kesempitan dalam

kehidupannya, sebab ia tidak begitu membutuhkannya, hanya sebagai

pelengkap atau hiasan hidup. Contohnya melakukan hal-hal kepatutan

menurut adat istiadat, berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan

norma akhlak dan menghindari hal-hal yang tidak enak dipandang mata.71

Dengan demikian, ruang lingkup maslahah mursalah mencakup

kepentingan-kepentingan esensi yang bermanfaat dalam kehidupan seperti

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Selanjutnya kepentingan-

kepentingan esensial, jika tidak terpenuhi kehidupan manusia akan mengalami

kesukaran, kesempitan, bahkan kerusakan. Kemudian kepentingan-kepentingan

69 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh II, (Jakarta: Kencana, 2009), 223 70 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam., 1110 71 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), 236

Page 59: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

51

pelengkap, jika kepentingan-kepentingan pelengkap ini tidak terpenuhi maka

tidak akan mengakibatkan kesempitan dalam kehidupannya, karena ia hanya

sebagai pelengkap. Inilah ruang lingkup berlakunya maslahah mursalah.

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa

maslahah mursalah dapat dijadikan sebagai landasan hukum serta dapat

diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari, apabila telah memenuhi syarat-syarat

yang telah disebutkan di atas. Maslahah merupakan kemaslahatan yang nyata

dan tidak sebatas kemaslahatan yang sifatnya masih prasangka saja. Maslahah

mengandung kemanfaatan secara umum dengan mempunyai akses secara

menyeluruh dan tidak melenceng dari tujuan-tujuan yang dikandung dalam al-

Qur’an dan al-Hadits. Maslahah dapat menarik suatu kemanfaatan dan menolak

kemudaratan serta dapat memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta

seseorang. Jika hal tersebut telah dipelihara dengan sebaik-baiknya, maka

manusia tersebut akan merasakan tujuan dari hukum Islam yang sesungguhnya.

Page 60: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Prosedur Penetapan Anak Temuan Menurut Hukum Positif

Prosedur berasal dari bahasa Inggris “procedure” yang bisa diartikan

sebagai cara atau tata cara. Akan tetapi kata procedure biasa disebut dengan kata

prosedur. Prosedur menurut Irra Crisyanti adalah tata cara kerja yakni rangkaian

tindakan, langkah atau perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang dan

merupakan cara yang tetap untuk dapat mencapai tahap tertentu dalam hubungan

mencapai tujuan akhir.72 Prosedur disini berarti suatu urutan tindakan atau

langkah-langkah yang saling berhubungan satu sama lain sebagai suatu cara atau

metode dalam melaksanakan ataupun menjalankan suatu aktivitas sesuai dengan

aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan akhir.

Selanjutnya penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara

permohonan (volunter). Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria yang

berarti bukan peradilan yang sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada

permohon, tidak ada lawan hukum. Di dalam penetapan, Hakim tidak

menggunakan kata “mengadili”, namun cukup menggunakan kata

“menetapkan”.73 Sedangkan anak temuan adalah seorang anak kecil yang belum

baligh ditemukan terlantar di suatu tempat dibuang oleh orang tuanya untuk

72 Dewi, Irra Chrisyanti, Pengantar Ilmu Administrasi, (Jakarta: PT.

Pustakaraya, 2011), 143 73Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogjakarta: Liberty,

1998), 169

Page 61: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

53

menghindari tanggung jawab atau untuk menutupi suatu perbuatan zina, sehingga

anak tersebut tidak diketahui orang tua dan asal usulnya.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa prosedur penetapan

anak temuan adalah serangkaian tindakan yang harus dilakukan dalam pengajuan

penetapan anak temuan yang tidak diketahui asal-usulnya untuk mendapatkan

kepastian hukum terhadap status dan kedudukannya.

Seseorang yang menemukan seorang anak yang tidak diketahui

identitasnya atau tidak diketahui asal-usulnya di suatu tempat, harus tunduk

kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Kewajiban atau tindakan yang

utama harus dilakukannya adalah sebagai berikut:

1. Orang yang menemukan anak balita terlantar/dibuang melaporkan ke

RT/RW.

2. RT/RW melaporkan ke pihak Kepolisian dan pihak Kepolisian membuatkan

BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

3. Pihak Kepolisian menyerahkan ke Dinas Sosial setempat.

4. Rujukan.

5. Panti anak balita.

6. Penetapan anak terlantar oleh Pengadilan.

7. Proses pengangkatan anak74

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa apabila seseorang

menemukan seorang anak balita terlantar atau dibuang di suatu tempat maka ia

74 Leaflet Kementerian Sosial Republik Indonesia, Pengangkatan Anak,

Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Tahun 2016

Page 62: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

54

wajib melaporkan ke pihak RT/RW setempat. Selanjutnya RT/RW melaporkan

ke pihak Kepolisian dan pihak Kepolisian membuatkan BAP untuk anak balita

terlantar tersebut. Lalu pihak Kepolisian menyerahkan anak balita terlantar ke

Dinas Sosial setempat. Dinas Sosial memberi rujukan ke panti anak balita.

Selama berada dalam panti, anak balita terlantar tersebut diinformasikan melalui

media hingga diputuskan langkah hukum selanjutnya yang akan dilakukan untuk

anak tersebut. Kemudian dilakukan penetapan anak terlantar oleh Pengadilan

terhadap anak tersebut. Jika seseorang ingin mengangkat anak balita terlantar

menjadi anak angkatnya, maka ia harus melakukan proses pengangkatan anak

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penetapan hukum terhadap anak yang ditemukan ini, bisa ditetapkan

sebagai anak terlantar atau sebagai anak angkat. Hal ini tergantung tindakan

hukum mana yang akan diberikan kepada anak temuan tersebut. Apabila anak

tersebut ingin ditetapkan sebagai anak terlantar, maka harus ada penetapan dari

Pengadilan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 57,

dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan

kewajibannya, maka lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, keluarga,

atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan

Page 63: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

55

untuk menetapkan anak sebagai anak terlantar.75 Lembaga yang dimaksud dalam

Pasal 55 ini adalah lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat.

Dengan demikian, jika anak temuan ingin ditetapkan sebagai anak terlantar

oleh Pengadilan, maka prosedur yang dijalani sesuai dengan langkah-langkah

atau prosedur dari Kementerian Sosial di atas sampai dengan penetapan anak

terlantar oleh Pengadilan point 6. Permohonan penetapan ke Pengadilan diajukan

oleh lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, keluarga atau pejabat yang

berwenang seperti pihak Kepolisian atau Dinas Sosial setempat. Penetapan

Pengadilan ini sekaligus menetapkan tempat penampungan, pemeliharaan dan

perawatan bagi anak tersebut. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 58 ayat 1 dan 2, (1) penetapan

Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sekaligus menetapkan tempat

penampungan, pemeliharaan dan perawatan anak terlantar yang bersangkutan. (2)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau lembaga yang diberi wewenang wajib

menyediakan tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).76

Setelah terbitnya penetapan Pengadilan mengenai status anak temuan

tersebut, maka statusnya sudah sah menjadi anak terlantar. Penetapan tersebut

mempunyai kekuatan hukum, sehingga anak tersebut mendapatkan hak-haknya

sebagai anak terlantar. Hak-hak yang didapatkannya seperti tempat

penampungan, pemeliharaan, perawatan dan rehabilitasi sosial anak terlantar.

75 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak Pasal 57 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

58 Ayat 1 dan 2

Page 64: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

56

Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lembaga masyarakat berkewajiban

menyelenggarakan hak-hak tersebut. Dalam menjalankan kewajiban ini

Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lembaga masyarakat diawasi oleh

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Hal

ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak Pasal 55 ayat 1 sampai 4, yaitu:

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan

pemeliharaan, perawatan dan rehabilitasi sosial anak terlantar, baik di

dalam lembaga maupun di luar lembaga.

(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.

(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar,

lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dapat mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang

terkait.

(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), pengawasannya dilakukan oleh Kementerian

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.77

Dengan demikian, hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh anak terlantar

akan diperolehnya, karena hal ini sudah diatur secara jelas dalam hukum Positif

yang berlaku di Indonesia. Semua pihak yang disebutkan di atas berkewajiban

77 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

55 ayat 1-4

Page 65: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

57

untuk memenuhi hak-hak anak terlantar, mulai dari pihak Pemerintah,

Pemerintah Daerah, lembaga masyarakat bahkan Kementerian di bidang sosial

juga mengawasi hal ini.

Selanjutnya apabila orang yang menemukan anak temuan tersebut bersedia

untuk mengasuh dan mengangkatnya menjadi anak angkat, maka ia harus

melakukan semua prosedur pengangkatan anak sampai terbit penetapan

pengangkatan anak dari Pengadilan. Pengangkatan anak merupakan suatu

perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan

orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang

tua angkat.78 Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya

sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari

orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.79

Bagi Calon Orang Tua Angkat yang akan melakukan pengangkatan anak,

harus memenuhi persyaratan yang berlaku. Persyaratan pengangkatan anak ini

tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 Tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak Pasal 7, yakni sebagai berikut:

a. Sehat jasmani dan rohani.

b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima

puluh lima) tahun.

78 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak Pasal 1 ayat 2 79 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia., 147

Page 66: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

58

c. Beragama sama dengan agama Calon Anak Angkat.

d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak

kejahatan.

e. Berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun.

f. Tidak merupakan pasangan sejenis.

g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang

anak.

h. Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial.

i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari wali anak.

j. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak.

k. Adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat.

l. Telah mengasuh Calon Anak Angkat paling singkat 6 (enam) bulan,

sejak izin pengasuhan diberikan.

m. Memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi.80

Semua persyaratan yang disebutkan di atas merupakan pertimbangan bagi

Hakim untuk Calon Orang Tua Angkat, apakah ia layak untuk mengangkat dan

merawat anak tersebut atau tidak. Perihal pengangkatan anak ini juga diatur

dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

39, yaitu pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik

bagi anak dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan

80 Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 tahun 2009 Tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak Pasal 7

Page 67: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

59

darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya dan

pengangkatan anak wajib dicatatkan dalam Akta Kelahiran dengan tidak

menghilangkan identitas awal anak. Agama calon orang tua angkat harus sama

dengan agama calon anak angkat. Pengangkatan anak oleh warga negara asing

hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Terhadap anak yang tidak

diketahui asal-usulnya, orang yang akan mengangkat anak tersebut harus

menyertakan identitas anak berdasarkan Akta Kelahiran yang dibuat dari

keterangan orang yang menemukannya dilengkapi berita acara pemeriksaan

Kepolisian serta agama anak tersebut disesuaikan dengan agama mayoritas

penduduk setempat.81

Jika seseorang menemukan anak dan ia ingin mengangkat anak tersebut

menjadi anak angkatnya, maka prosedur yang harus dilakukannya adalah sebagai

berikut:

1. Melaporkan kasus penemuan bayi ke pihak Kepolisian.

2. Kepolisian akan membuatkan surat keterangan penemuan bayi dan

memprosesnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Dengan surat keterangan dari pihak Kepolisian, maka orang yang

menemukan bayi itu dapat mengajukan permohonan pencatatan ke Kantor

Catatan Sipil untuk dikeluarkan Akta Kelahirannya.

81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal

39

Page 68: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

60

4. Mengajukan permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan di wilayah

hukum domisili pemohon. 82

Dengan demikian, prosedur yang harus dilakukan oleh calon orang tua

angkat ini telah jelas. Setelah melaporkan ke pihak Kepolisian, calon orang tua

angkat harus mengajukan permohonan pencatatan Akta Kelahiran ke kantor

Catatan Sipil. Setelah diperoleh kutipan Akta Kelahiran, maka langkah

selanjutnya yang akan ditempuh oleh calon orang tua angkat adalah mengajukan

permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan di wilayah hukum domisili

pemohon. Proses pengangkatan anak harus melalui proses hukum, hal ini demi

kepastian hukum mengenai perubahan status anak tersebut dalam keluarga orang

tua angkatnya.83 Setelah terbit penetapan Pengadilan, maka orang tua angkat

membawa salinan penetapan Pengadilan untuk mengajukan permohonan catatan

pinggir tentang pengangkatan anak pada Akta Kelahiran anak angkat yang

bersangkutan. Pemberian catatan pinggir ini bertujuan untuk menegaskan

peristiwa pengangkatan anak yang terjadi dan dicantumkan pada Akta Kelahiran.

Selanjutnya orang tua angkat juga wajib melaporkan salinan penetapan ke

Dinas Sosial provinsi. Dinas Sosial provinsi atau kota melakukan pencatatan

terhadap orang tua angkat dan anak angkat dengan mencantumkan nama,

domisili dan asal daerah. Kemudian Dinas Sosial melakukan kunjungan ke

rumah orang tua angkat serta melakukan pemantauan dan evaluasi. Hal ini

82H. Ahmad Kamil dan H. M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan

Anak di Indonesia., 86-87 83 Darwan Prints, Hukum Anak Inonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997),

94

Page 69: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

61

tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 Tentang

Bimbingan, Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak Pasal

15 ayat 2, sebagai berikut:

a. Calon orang tua angkat yang telah mendapatkan penetapan pengadilan

sebagai orang tua angkat wajib melaporkan salinan penetapan ke Dinas

sosial daerah provinsi.

b. Dinas sosial daerah provinsi dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota

melakukan pencatatan terhadap orang tua angkat dan anak angkat dengan

mencantumkan nama, domisili, dan asal daerah.

c. Dinas sosial daerah provinsi dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota

melakukan kunjungan ke rumah orang tua angkat serta melakukan

pemantauan dan evaluasi.84

Jika semua proses pengangkatan anak sudah selesai, maka anak tersebut

sudah sah menjadi anak angkat dari orang tua angkatnya secara hukum. Orang

tua angkat berkewajiban dan bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan

anak angkatnya. Semua kewajiban dan tanggung jawab orang tua kandung/wali

seperti yang telah dipaparkan di atas, menjadi tanggung jawab dari orang tua

angkat. Kewajiban dalam mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi,

menafkahi anak dan lain sebagainya.

Selanjutnya setelah anak angkat berada di bawah pemeliharaan orang tua

angkatnya, harus ada laporan berkala yang dilakukan oleh Pekerja Sosial

84 Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Bimbingan,

Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak Pasal 15 ayat 2

Page 70: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

62

profesional, orang tua angkat atau perwakilan. Laporan berkala ini dilakukan

setiap 1 (satu) tahun sekali setelah penetapan Pengadilan sampai anak angkat

berumur 18 (delapan belas) tahun. Laporan berkala tersebut berisi laporan

perkembangan anak seperti kondisi biologis anak, kondisi psikologis anak,

kondisi sosial anak, kondisi spiritual anak, hubungan kelekatan anak, pemenuhan

hak anak dan pendidikan anak.85

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa dari awal

prosedur pengangkatan ini diawasi oleh berbagai pihak, terutama pihak

pemerintahan. Mulai dari anak itu ditemukan sampai ia mendapatkan penetapan

hukum, perkembangannya tetap diawasi oleh pemerintah. Bahkan ketika anak

angkat tersebut sudah berada dibawah pemeliharaan atau pengasuhan orang tua

angkatnya, ia tetap dipantau atau diawasi oleh pemerintah dengan adanya laporan

berkala yang dilakukan oleh Pekerja Sosial profesional, orang tua angkat atau

perwakilan. Laporan ini dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali sampai anak

angkat tersebut berumur 18 (delapan belas) tahun. Laporan ini berisi

perkembangan anak selama berada di bawah pemeliharaan orang tua angkat.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua hukum Positif yang mengatur

mengenai hal ini sangat memperhatikan kesejahteraan hidup anak bersangkutan.

85 Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Bimbingan,

Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak Pasal 21 ayat 5,6 dan 7

Page 71: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

63

B. Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Penetapan Anak Temuan

Penetapan terhadap anak temuan sesungguhnya dilatari oleh aspek

kemaslahatan. Maslahah adalah memelihara maksud hukum Syara’ terhadap

berbagai kebaikan yang telah digariskan dan telah ditetapkan batas-batasnya,

bukan berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia belaka. Maslahah pada

dasarnya adalah berusaha meraih dan mewujudkan manfaat atau menolak

kemudaratan.86

Secara umum tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di

dunia dan di akhirat, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan

mencegah atau menolak segala yang mudharat (yang tidak berguna bagi

kehidupan). Dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup

manusia, baik kemaslahatan untuk rohani, jasmani, individual maupun sosial.87

Kemaslahatan sebagai inti dari tujuan syara’ (maqashid al-syariah),

memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Maqashid al-syariah berarti

makna dan tujuan yang dikehendaki syara’ dalam mensyariatkan suatu hukum

bagi kemaslahatan umat manusia.88 Tujuan yang ingin dicapai oleh syara’

(maqashid al-syariah) ini adalah untuk merealisasikan kemaslahatan manusia

dengan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka.89

86 Wahbah Al-Zuhayli, Ushulul Fiqh Al-Islami, Juz II (Bairut: Darul Fikr,

2006), 35 87 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998), 53 88 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam., 1108 89 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh.,129

Page 72: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

64

Apabila ditinjau dari aspek maslahah mursalah (segala kemaslahatan yang

sejalan dengan tujuan-tujuan syara’) penetapan anak temuan yang ditetapkan

oleh Pengadilan mempunyai banyak kemanfaatan terhadap anak yang

bersangkutan. Adanya sebuah penetapan terhadap anak temuan ini mempunyai

kekuatan dan kejelasan hukum mengenai status atau kedudukannya. Jika ia telah

memiliki status atau kedudukan yang jelas di mata hukum, maka ia akan

mendapatkan identitas kewarganegaraan, hak-hak dan perlindungan hukum

terhadap dirinya. Tidak hanya untuk anak, penetapan ini juga memiliki

kemanfaatan bagi orang tua dan pemerintah yakni sebagai pedoman mereka

dalam memelihara anak-anak tersebut.

Penetapan status anak temuan sebagaimana diatur di dalam Hukum

Positif, apabila dipandang dari segi maslahah dapat dilihat dari beberapa aspek

yaitu:

1. Dari sisi memelihara jiwa (hifzh al-nafs / حفظ النفس)

Di dalam Islam, al-Nafs memiliki banyak pengertian, bisa berarti

jiwa, nyawa, dan pribadi. Memelihara jiwa adalah memastikan jiwa

manusia agar tetap hidup dan mencegah terjadinya hal-hal buruk yang

dapat merusak jiwa manusia.90 Oleh karena itu, segala perbuatan

yang dapat merusak jiwa tidak boleh dilakukan. Upaya dalam

90 Nuruddun Al-Mukhtar Al-Khadimi, Al-Munasabah Al-Syar'iyyah Wa

Tatbiquha al-Mu'asiroh, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2006), 77

Page 73: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

65

pemeliharaan jiwa yang dilakukan seperti menjamin keselamatan

nyawa, anggota badan dan terjaminnya kehormatan kemanusiaan.91

Syariat Islam memberikan penegasan bahwa memelihara jiwa

merupakan perilaku yang sangat mulia. Bagi umat Islam tidak

ditolerir melakukan kejahatan kepada jiwa-jiwa manusia, apalagi

sampai membunuhnya.92 Sehingga di dalam hukum Islam,

disyariatkan hukuman qisas (hukuman setimpal) untuk memelihara

jiwa seseorang. Perintah memelihara jiwa terdapat dalam QS. Al-

Syams ayat 7-9

(٨) اها وتقو رها فجو لهمها فا اها ونفس (۷) وما سو

(۹) قد أفلح من زكاها

Artinya:

(7) “Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya).

(8) Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan

ketakwaannya.

(9) Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).”93

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah SWT telah

menyempurnakan penciptaan jiwa. Jiwa manusia laksana wadah bagi

91 Muhammad Abu Zahra, Ushûl Fiqh, (Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 2010),

425 92 Yazid Bin Abdul Qadir Jawwaz, Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah,

(Depok: PT. Niaga Swadaya, 2016), 126 93 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama RepublikIndonesia, 2010.

QS. Al-Syams ayat 7-9

Page 74: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

66

nilai-nilai yang diembannya.94 Allah SWT telah mengilhamkan kepada

manusia jalan kejahatan dan jalan ketakwaan. Jiwa inilah yang akan

memilih jalan mana yang akan dilaluinya. Kemudian bagi seseorang

yang menyucikan atau memelihara jiwanya, ia sungguh beruntung dan

bagi yang mengotorinya akan sangat merugi. Oleh karena itu, jiwa

seorang manusia harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Pada kasus anak temuan ini, apabila anak temuan tersebut

ditetapkan status hukumnya baik sebagai anak terlantar atau sebagai

anak angkat oleh Pengadilan, maka kejelasan status itu akan

menjadikan si anak terpelihara jiwanya. Terpelihara jiwa di sini

maksudnya adalah terpelihara kehidupan si anak dan terpelihara masa

depan si anak. Perintah untuk memelihara kehidupan seorang manusia

terdapat dalam QS Al-Maidah ayat 32

يعاومن أحيا ها فكأ نما أحيا الناس جم .....

Artinya:

“...Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,

maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia

semuanya.”95

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa bagi seseorang

yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia

94 Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2004), 123 95 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama RepublikIndonesia, 2010.

QS. Al-Maidah ayat 32

Page 75: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

67

telah memelihara kehidupan manusia semuanya, dengan kata lain

pahala yang didapatkannya sama dengan ia memelihara kehidupan

manusia seluruhnya. Apalagi manusia yang dipelihara kehidupannya

itu adalah anak temuan yang belum baligh yang sangat membutuhkan

bantuan dari orang lain untuk kelangsungan hidupnya, karena ia

belum bisa mengurusi dirinya sendiri. Jika ia ikhlas dalam

menjalankan hal tersebut, maka kehidupannya pun akan selalu

diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT karena ia membantu atau

menyelamatkan jiwa yang benar-benar membutuhkan pertolongan.

2. Dari sisi memelihara keturunan (hifzh al-nasl /حفظ النسل)

Memelihara keturunan adalah menjamin keberlangsungan hidup

manusia dari generasi ke generasi selanjutnya. Memelihara keturunan

bertujuan untuk melindungi keberlangsungan manusia agar tidak

terjadi kepunahan, dengan cara merujuk pada kebaikan manusia di

dunia dan akhirat. Keberlangsungan tersebut merupakan fitrah dari

manusia.96

Manusia sebagai makhluk hidup memiliki fitrah untuk

menduplikasi diri, bereproduksi dan melanjutkan kehidupan pada

generasi berikutnya. Fitrah-fitrah semacam ini lalu diakomodir oleh

syariat karena syariat memiliki tujuan untuk menghadirkan

kemaslahatan bagi manusia, dalam hal ini fitrah beregenerasi.

96 Miftahul Arifin, Usul Fiqih Kaidah-Kaidah Penerapan Hukum Islam,

(Surabaya: Citra Media, 1997), 130

Page 76: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

68

Islam memberikan perhatiannya untuk melindungi keturunan

atau nasab, dari segala sesuatu yang menyebabkan pencampuran atau

penghinaan terhadap kemuliaan nasab. Tujuan disyariatkannya ajaran

agama Islam adalah untuk memelihara dan menjaga nasab

(keturunan), karena nasab merupakan salah satu fondasi yang kokoh

dalam membina suatu kehidupan rumah tangga yang bisa mengikat

antara pribadi berdasarkan kesatuan darah. Dalam memelihara

keturunan atau nasab inilah agama Islam melarang segala bentuk

perzinaan dan sangat menganjurkan pernikahan, agar keturunan yang

lahir mempunyai hubungan kekerabatan yang sah dan jelas.

Pernikahan sebagai cara yang dipandang sah untuk menjaga dan

memelihara kemurnian nasab (keturunan).97 Perintah menikah

terdapat dalam QS. An-Nisa’ ayat 1

يا أيها النا س اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحد ة وخلق منها زوجها

منهما رجالا كثيرا ونساء ن به والرحام إن الله تقوا الله الذي تساء لو وا وبث

كان عليكم رقيبا )۱(

Artinya:

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan Allah

menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya dan dari keduanya

Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang

97 Nazar Bakri, Fiqih Dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,

1996), 84

Page 77: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

69

banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu

saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”98

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT

memerintahkan manusia untuk menikah, sehingga ia dapat

berkembangbiak dan melahirkan keturunan yang jelas. Allah SWT

juga memerintahkan untuk memelihara hubungan kekeluargaan,

dengan kata lain memelihara garis keturunannya agar dapat

terpelihara sampai generasi berikutnya. Setelah diperintahkan untuk

menikah, Allah SWT juga memerintahkan kepada manusia untuk

memelihara keturunan atau keluarganya dari api neraka, sebagaimana

yang terdapat dalam QS. At-Tahrim ayat 6

أهليكم نا راو يا ايها الذ ين آ منوا قوا أنفسكم

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari siksaan api neraka...”99

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia diperintahkan

oleh Allah SWT untuk memelihara diri dan keluarga (keturunan) dari

siksaaan api neraka, sehingga memelihara keturunan agar tidak

terjerumus ke dalam perbuatan dosa adalah sesuatu yang wajib

dilakukan oleh setiap manusia.

98 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama RepublikIndonesia, 2010.

QS. An-Nisa’ ayat 1 99 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kementrian Agama RepublikIndonesia, 2010.

QS. At-Tahrim ayat 6

Page 78: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

70

Pada kasus anak temuan ini, meskipun anak tersebut tidak

diketahui secara jelas asal-usulnya, dengan adanya penetapan status

hukum oleh Pengadilan terhadap dirinya dapat mengakibatkan

terpeliharanya keturunan anak temuan hingga generasi berikutnya,

karena ia telah memiliki status hukum yang sah dan jelas di mata

hukum. Kejelasan status hukum ini dibuktikan dengan kutipan Akta

Kelahiran dan penetapan status hukum oleh Pengadilan. Apabila

anak temuan tersebut ingin melangsungkan pernikahan, maka

keturunan atau anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut juga

memiliki status hukum yang jelas. Sehingga keturunan dari anak

temuan ini, dari satu generasi ke generasi selanjutnya akan

terpelihara. Hal ini membawa dampak yang sangat bagus untuk

kelangsungan hidup anak temuan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penetapan

status hukum anak temuan yang ditetapkan oleh Pengadilan, memiliki

kemaslahatan (kemanfaatan) bagi si anak. Ditinjau dari segi maslahah mursalah,

penetapan status hukum terhadap anak temuan ini, termasuk ke dalam aspek

memelihara jiwa dan memelihara keturunan. Anak yang ditemukan di suatu

tempat harus diselamatkan jiwanya dari kesengsaraan dan kebinasaan, sehingga

jiwanya dapat terpelihara dan terlindungi. Dalam memelihara jiwa anak temuan,

yang bertanggung jawab adalah orang atau badan hukum yang ditunjuk oleh

Pengadilan untuk memeliharanya.

Page 79: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

71

Selanjutnya apabila anak temuan dikemudian hari ingin melangsungkan

pernikahan, dengan adanya penetapan Pengadilan ini, status anak temuan

tersebut sudah sah dan jelas di mata hukum. Ia bisa melangsungkan pernikahan

yang sah secara hukum dan agama. Keturunan yang dihasilkan dari pernikahan

tersebut memiliki status hukum yang sah dan memiliki hubungan kekerabatan

yang jelas. Sehingga keturunan dari anak temuan ini, dari satu generasi ke

generasi selanjutnya akan terpelihara. Penetapan terhadap status hukum anak

temuan ini sangat bermanfaat bagi anak temuan untuk kesejahteraan

kehidupannya.

Page 80: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan penjelasan dari penulisan pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Prosedur penetapan anak temuan menurut hukum Positif, meliputi

tahapan sebagai berikut:

a. Jika seseorang menemukan seorang anak yang tidak diketahui

identitasnya, ia harus melaporkannya kepada RT/RW setempat.

b. RT/RW melaporkan ke pihak Kepolisian, selanjutnya pihak

Kepolisian akan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

untuk anak temuan tersebut.

c. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh

pihak Kepolisian, Kepolisian menyerahkan anak temuan tersebut

ke Dinas Sosial.

d. Dinas Sosial merujuk anak temuan ke panti anak balita. Selama

berada dalam panti, anak temuan ini diinformasikan melalui

media.

e. Dilakukan penetapan terhadap anak temuan sebagai anak

terlantar oleh Pengadilan.

f. Jika seseorang ingin mengangkat anak temuan menjadi anak

angkat, maka dilakukan proses pengangkatan anak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Page 81: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

73

Dengan demikian, anak temuan pada akhirnya memiliki dua status

hukum yaitu sebagai anak terlantar yang dipelihara oleh negara dan bisa

sebagai anak angkat jika ada orang yang bersedia untuk mengangkatnya

menjadi anak angkat.

2. Apabila ditinjau dari sisi maslahah, maka penetapan status anak temuan

yang ditetapkan oleh Pengadilan akan memberikan kemaslahatan kepada

anak tersebut. Penetapan status hukum terhadap anak temuan ini,

termasuk ke dalam aspek memelihara jiwa dan memelihara keturunan.

Penetapan status hukum terhadap anak temuan itu dapat

memelihara jiwa si anak. Meskipun anak temuan tersebut ditetapkan

status hukumnya sebagai anak terlantar atau sebagai anak angkat oleh

Pengadilan, kejelasan status itu akan menyebabkan terpelihara jiwa si

anak. Terpelihara jiwa di sini maksudnya adalah terpelihara kehidupan si

anak dan terpelihara masa depan si anak.

Penetapan status hukum terhadap anak temuan dapat memelihara

keturunannya. Apabila anak temuan dikemudian hari ingin

melangsungkan pernikahan, dengan adanya penetapan Pengadilan ini,

status anak temuan tersebut sudah sah dan jelas di mata hukum. Ia bisa

melangsungkan pernikahan yang sah secara hukum dan agama.

Keturunan yang dihasilkan dari pernikahan tersebut memiliki status

hukum yang sah dan memiliki hubungan kekerabatan yang jelas.

Sehingga keturunan dari anak temuan ini, dari satu generasi ke generasi

selanjutnya akan terpelihara. Penetapan terhadap status hukum anak

Page 82: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

74

temuan ini sangat bermanfaat bagi anak temuan untuk kelangsungan dan

kesejahteraan kehidupannya.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik sejumlah

saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat yang menemukan seorang anak di suatu tempat, hendaknya

anak tersebut langsung diselamatkan dan segera dilaporkan ke pihak yang

berwenang agar anak tersebut mendapatkan pertolongan dan perlindungan

dengan cepat. Jika anak tersebut dibiarkan begitu saja, maka dapat

membahayakan nyawanya.

2. Bagi pemerintah yang bertugas dalam hal ini, agar lebih memperhatikan dan

menertibkan anak-anak yang terlantar di jalanan. Jangan biarkan anak-anak

tersebut berkeliaran di jalanan tanpa mendapatkan pengawasan dan

perlindungan. Mereka harus memiliki masa depan yang cerah seperti

layaknya anak-anak yang lain. Seharusnya mereka harus lebih diperhatikan,

dibina dan diawasi tumbuh kembangnya, karena mereka tidak mendapatkan

kasih sayang dari orang tua dan keluarganya.

Page 83: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Bekasi: CV Akademika

Pressindo, 2015.

Ahmad, Beni. Sosiologi Hukum. Jakarta: Pustaka Setia, 2007.

Ahmad, Kamaruddin. Dasar-dasar Manajemen Investasi. Jakarta: Rineka Cipta,

1996.

Alam, Andi Syamsu dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif

Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Anwar Rachman,dkk. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta:Kencana, 2020.

Arifin, Miftahul. Usul Fiqih Kaidah-Kaidah Penerapan Hukum Islam. Surabaya:

Citra Media, 1997.

Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011.

Astawa, I. Gede Pantja. Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di

Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2008.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqh Muamalat: Sistem Transaksi dalam fiqh

Islam. Jakarta: Amzah, 2010.

Bakri, Nazar. Fiqih Dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996.

Bukittinggi, Berita. Walikota Bezuk Bayi yang Dibuang Ibunya, dalam

http://www.bukittinggikota.go.id/berita/walikota-bezuk-bayi-yang-dibuang-

ibunya diunduh 25 Juni 2021.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve,

1996.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Dewi, Irra Chrisyanti. Pengantar Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Pustakaraya,

2011.

Djamil, Faturrahman. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta:

Logos, 1995.

Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2009.

Page 84: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

Ghazali, al-. Al-Mustashfa fi Ilm al-Ushul I. Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah,

1983.

-------. Al-Mustashfa Min ‘Ilm al-Ushul, Juz I. Beirut, Libanon : Muassasah al-

Risalah, 1997.

Hartanto, J. Andi. Kedudukan Hukum dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut

KitabUndang-Undang Hukum Perdata. Yogyakarta:Laksbang Presindo, 2008.

Harun, “Pemikiran Najmudin at-Thufi Tentang Konsep Maslahah Sebagai Teori

Istinbath Hukum Islam”, Jurnal Digital Ishraqi, vol.5, no. 1, 2009, pp. 24.

Husaini, Imam Taqiyyudin Abu Bakar al-. Terjemahan Kifayatul Akhyar, Jilid 2.

Surabaya: PT Bina Offset, 1997.

Jawwaz, Yazid Bin Abdul Qadir. Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah.

Depok: PT. Niaga Swadaya, 2016.

Joni, Muhammad. Hak-Hak Anak dalam UU Perlindungan Anak dan Konvensi

PBB tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum Keluarga. Jakarta: KPAI

Kamil, Ahmad. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia.

Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2008.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Research Sosial, Cet. ke-7. Bandung:

Mandar Maju, 1996.

Khadimi, Nuruddun Al-Mukhtar Al-. Al-Munasabah Al-Syar'iyyah Wa

Tatbiquha al-Mu'asiroh. Beirut: Dar Ibn Hazm, 2006.

Khallaf, Syeikh Abd Wahab. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Kholil, Munawar. Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah. Semarang: Bulan

Bintang, 1955.

Konvensi Hak-hak Anak Tahun 1989

Koto, Alaiddin. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,

2004.

Leaflet Kementerian Sosial Republik Indonesia, Pengangkatan Anak, Direktorat

Rehabilitasi Sosial Anak Tahun 2016

Mannan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenda Media

Grup, 2007.

Page 85: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata. Yogjakarta: Liberty, 1998.

Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi tentang Dasar-Dasar

Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2012.

News,Detik. Bayi Baru Lahir Ditemukan Dalam Kardus Depan Rumah Warga di

Bandung, dalam https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5163907/bayi-baru-

lahir-ditemukan-dalam-kardus-depan-rumah-warga-di-

bandung?_ga=2.208712977.2019538487.1602203469-520107926.1590021302,

diunduh 9 Oktober 2020.

Notoatmodjo, Soekidjo. Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Bimbingan, Pengawasan

dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 tahun 2009 Tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak

PERMEN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I. Nomor 15

Tahun 2010, Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan

Hukum, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I

Prints, Darwan. Hukum Anak Inonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Prodjohamidjojo, Martiman. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita,

1997.

Qardhawi, M. Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Singapura: PT. Bina Ilmu,

1993.

Qudamah, Ibnu. Al-Mughni 8. Jakarta:Pustaka Azzam, 2011.

Qur’an, al- dan Terjemahan , Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010.

Rusyd, Ibnu. Bidayatu‟l Mujtahid, Cet. ke-1. Semarang: Asy-Syifa’, 1990.

Sabiq, Sayyid, dan Kamaludin A. Marzuki. Fiqh Sunnah. Bandung: Al-Ma’arif,

1987.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas

Indonesia, 2014.

Page 86: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2003.

Sukadi, Imam. “Tanggung Jawab Negara terhadap Anak Terlantar dalam

Operasionalisasi Pemerintah di Bidang Perlindungan Hak Anak”, Jurnal Syariah

dan Hukum, vol. 5, no. 2, 2013, pp. 16.

Sulaiman, Faifi al-. Ringkasan Fiqih Sunnah. Depok: Senja Media Utama, 2016.

Sumiarni, Endang, dan Chandera Halim. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Dibidang Kesejahteraan, Cet. ke-1. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma

Jaya Yogyakarta, 2000.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh II. Jakarta: Kencana, 2009.

Umam, Khairul. Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia, 1998.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

W. Nickel, James. Hak Asasi Manusia, Refleksi Filosofis Atas Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan

Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an, 1973.

Zahrah, Muhammad Abu. Ushul al-Fiqh, Cet.9. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara ,1991.

Zuhayli, Wahbah al-. Ushulul Fiqh Al-Islami, Juz II. Bairut: Darul Fikr, 2006.

-------. Fiqh Imam Syafii 2, Cet. ke-1. Jakarta: Almahira, 2010.

Page 87: STUDI ANALISIS TENTANG ANAK TEMUAN MENURUT HUKUM …

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Stevanny Dwi Lestari

NIM : 1117.041

Jurusan : Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah)

TTL : Batusangkar/27 Oktober 1997

Alamat : Jalan Puyuh RT 002 RW 002 Kelurahan Nan kodok

Kecamatan Payakumbuh Utara

Anak dari : Medy Chairul (Bapak) dan Desyanti Adams (Ibu)

Jumlah bersaudara : Anak ke-2 (dua) dari 3 bersaudara

Pendidikan

1. Sekolah Dasar (SD) Negeri 04 Payakumbuh Tamat tahun 2009

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Payakumbuh Tamat

tahun 2013

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Payakumbuh Tamat

tahun 2016

4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Tamat tahun 2021