studi deskriptif mengenai tipe kepribadian pada...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE KEPRIBADIAN DITINJAU
DARI TEORI EYSENCK PADA MANTAN JUNKIES WANITA USIA
15 – 18 TAHUN DI INABAH XVII PONDOK PESANTREN SURYALAYA
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Melengkapi Salah Satu Persyaratan Menempuh Ujian Sidang Sarjana
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung
Oleh :
PENNY PRAWISUDA LESTARI
NPM. 10050002066
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2008
MOTTO
Alam Nasyrah ayat 1-6
“bukankah Kami telah Melapangkan untukmu dadamu?”
“dan Kami telah Menghilangkan darimu bebanmu,“
“yang memberatkan punggungmu?”
“Dan Kami Tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.”
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan ,”
“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”
“dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap”
ii
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI
DESKRIPTIF MENGENAI TIPE KEPRIBADIAN DITINJAU DARI
TEORI EYSENCK PADA MANTAN JUNKIES WANITA USIA 15 – 18
TAHUN DI INABAH XVII PONDOK PESANTREN SURYALAYA”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada program pendidikan
strata satu (S 1) Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
Dalam penyusunan skripsi ini, segala upaya telah penulis lakukan untuk
tercapainya kesempurnaan tulisan ini. Namun penulis menyadari sepenuhnya
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan motivasi serta
do’anya sehingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Agus Budiman, Drs., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
iv
3. Ibu Hj. Ely Marlina, Dra., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Hendro Prakoso, Drs., selaku dosen wali yang sering memberikan
kritik dan saran mengenai kemajuan akademik penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UNISBA yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, masukan dan pemikiran selama proses
perkuliahan.
6. Ibu Sri, selaku pembina Inabah XVII yang telah mengijinkan penulis
untuk melakukan penelitian di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya.
7. Bapak Ero, selaku staff Pondok Pesantren Suryalaya yang telah banyak
membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
8. Kakanda, Ahmad Yuniardi, S.Psi., Maman Suratman, SE., dan R. Hozin
Abdul Fatah, SE., yang telah memberikan batuan dan dukungannya.
9. Sahabat – sahabatku, Anisa, Astin, Rahmi, Dian, Nungky, Purnama, Rizki,
Litra Amanda, Dinda, Ari Wulandari, dan teman – teman lainnya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
10. Rekan – rekan relawan bidang Konseling, MCR – PKBI Jawa Barat; guru
SLB, pengurus Panti Sosial Penyandang Cacat (PSPC), dan anak – anak
(PSPC) di Yayasan Pendidikan Putera Mandiri yang telah memberikan
batuan dan dukungannya.
v
11. Rekan – rekan staff dan fasilitator PT. Kaboa Multi Karya yang telah
memberikan batuan dan dukungannya.
12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga semua amal baik mendapat balasan dari Allah SWT, amin.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bandung, Februari 2008
Penulis
vi
ABSTRAK
PENNY PRAWISUDA LESTARI. Studi Deskriptif Mengenai Tipe Kepribadian Ditinjau dari Teori Eysenck Pada Mantan Junkies Wanita Usia 15 – 18 Tahun Di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya.
Terjadi peningkatan kasus Narkoba setiap tahunnya. Kasus Narkoba umumnya terjadi pada usia remaja terutama remaja wanita, karena wanita secara hormonal wanita sangat rentan terhadap stimulus dari lingkungan sehingga muncul banyak Junkies wanita (pecandu Narkoba wanita). Tingkat ketergantungan Junkies wanita terhadap Narkoba ditentukan oleh lamanya Junkies wanita mengkonsumsi Narkoba. Selanjutnya, untuk mengatasi masalah tersebut maka saat ini banyak pusat-pusat rehabilitasi ketergantungan Narkoba yang menawarkan metoda terapi dengan keunikannya. Seperti halnya Inabah di Pondok Pesantren Suryalaya yang telah terbukti 80% efektif menyembuhkan Junkies dari ketergantungan Narkoba. Perilaku yang muncul pada mantan Junkies menunjukkan indikator perilaku dalam tipe kepribadian introvert dan extravert . Namun, terdapat dimensi lain menurut Eysenck yang menggambarkan tipe kepribadian secara utuh yaitu stable-unstable .
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenal dan mendapatkan secara empiris mengenai tipe kepribadian ditinjau dari teori kepribadian Eysenck pada mantan Junkies wanita usia 15–18 tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan jumlah sampel 6 orang yang diambil dari program “bina lanjut” di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan interview dan alat ukur Eysenck Personality Inventory Form A (EPI – A) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya sehingga EPI – A merupakan alat ukur baku.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 3 tipe kepribadian pada mantan Junkies wanita yaitu 33,33 % (2 orang) yang memiliki tipe kepribadian Introvert – Unstable; 50 % (3 orang) yang memiliki tipe kepribadian Extravert – Unstable; dan 16,67 % (1 orang) yang memiliki tipe kepribadian Introvert – Stable. Selanjutnya, sebagian besar subjek penelitian (83,33 %) memiliki kontrol yang lemah pada dimensi ustable.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. i
MOTTO ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................ 1
1.2 Identifikasi Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ............. 8
1.2.1 Identifikasi Penelitian ........................................... 8
1.2.2 Pertanyaan Penelitian ............................................ 11
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 12
1.4 Bidang Kajian Penelitian .................................................. 12
1.5 Kegunaan Penelitian ......................................................... 12
1.5.1 Kegunaan Teoretis ................................................ 12
1.5.2 Kegunaan Praktis .................................................. 13
BAB II TINJAUAN TEORETIS ...................................................... 14
2.1 Tipe Kepribadian Hans Jurgen Eysenck .......................... 14
2.1.1 Biografi Hans Jurgen Eysenck .............................. 15
2.1.2 Pengertian Kepribadian Menurut Hans Jurgen Eysenck 16
2.1.3 Teori Kepribadian Hans Jurgen Eysenck............... 20
viii
a. Konsep dasar teori Hans Jurgen Eysenck ....... 20
b. Prinsip kerja teori Hans Jurgen Eysenck ......... 22
c. Struktur kepribadian Hans Jurgen Eysenck ..... 26
d. Dimensi kepribadian dalam teori Eysenck ...... 28
e. Trait-trait dalam dimensi kepribadian ............. 33
f. Model tipe kepribadian dari Eysenk ............... 43
g. Reduksi tipe kepribadian mantan Junkies
Berdasarkan teori Hans Jurgen Eysenck ......... 46
2.2 Narkoba (Drugs) dan Remaja............................................. 46
2.3 Metoda Ibadah Di Pondok Pesantren Suryalaya .............. 55
2.3.1 Mandi .................................................................... 56
2.3.2 Sholat .................................................................... 56
2.3.3 Talqin Dzikir ......................................................... 56
2.3.4 Pembinaan ............................................................. 57
2.4 Reduksi Pendekatan Behavioristik .................................... 58
2.5 Kerangka Berpikir ............................................................. 59
BAB III METODA PENELITIAN ................................................... 63
3.1 Rancangan Penelitian ....................................................... 63
3.2 Variabel Penelitian ............................................................. 64
3.3 Operasional Variabel.......................................................... 64
3.4 Alat ukur ........................................................................... 64
3.5 Sampel penelitian .............................................................. 66
3.6 Prosedur Penelitian ........................................................... 66
ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 69
4.1 Hasil ................................................................................ 69
4.1.1 Demografi subjek penelitian ................................ 69
4.1.2 Hasil pengukuran EPI – A .................................... 70
4.1.3 Deskripsi umum mengenai hasil pengukuran EPI-A 71
4.1.3.1 Dimensi Extravert – Introvert ................... 71
4.1.3.2 Dimensi Stable - Unstable ......................... 78
4.2 Pembahasan ....................................................................... 85
4.2.1 Deskripsi tipe kepribadian Eysenck dengan demografi
subjek penelitian .................................................... 85
4.2.2 Telaah hasil pengukuran EPI-A ............................. 87
4.2.3 Proses perubahan tingkah laku mantan Junkies
wanita usia 15-18 tahun dengan Metoda Inabah.... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 101
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 101
5.2 Saran .................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
1.1 Kasus Narkoba berdasarkan tingkat pendidikan periode tahun
2001 – 2006 ................................................................................... 2
2.2 Karakteristik remaja yang rentan terhadap Narkoba ..................... 48
3.3 Ketentuan skoring alat ukur tipe kepribadian ................................ 65
3.4 Tabel tabulasi pertanyaan alat ukur tipe kepribadian..................... 65
3.5 Norma alat ukur tipe kepribadian Eysenck .................................. 66
4.6 Demografi subjek penelitian ......................................................... 69
4.7 Jenis Narkoba yang dikonsumsi subjek penelitian ....................... 70
4.8 Tipe kepribadian subjek penelitian ............................................... 71
4.9 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek activity ..................... 71
4.10 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek sociability ................ 72
4.11 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek risk taking ............... 74
4.12 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek impulsiveness ......... 75
4.13 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek expressiveness ........ 76
4.14 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek reflectiveness........... 77
4.15 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek responsibility .......... 77
4.16 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek self esteem ............... 78
4.17 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek happiness ................ 79
4.18 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek anxiety ..................... 79
4.19 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek obsessiveness .......... 81
4.20 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek autonomy ................. 82
xi
4.21 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek hypochondriasis ...... 83
4.22 Deskripsi subjek penelitian mengenai aspek guilt ........................ 84
4.23 Reduksi prosentase antara tipe kepribadian Eysenck dengan
demografi pada subjek penelitian .................................................. 85
DAFTAR GAMBAR
01 Skema model tipe kepribadian dari Eysenck ................................ 44
02 Hasil pengukuran EPI-A ................................................................ 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Bahan adiktif
lainnya (Narkoba) bukan merupakan masalah baru. Fenomena mengenai
hal ini semakin menjamur dan berkembang dari tahun ke tahun, sehingga
kondisi saat ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bagi
perkembangan generasi muda bangsa.
Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh dari website Badan
Narkotika Nasional (BNN) periode tahun 2001-2006, menunjukkan
terjadi peningkatan jumlah kasus Narkoba pada rentang usia 16-29 tahun,
yaitu pada tahun 2001 sebanyak 3.617 kasus; tahun 2002 sebanyak 3.751
kasus; tahun 2003 sebanyak 7.140 kasus; tahun 2004 sebanyak 8.409
kasus; tahun 2005 sebanyak 16.252 kasus; tahun 2006 sebanyak 17.355
kasus. Data tersebut menunjukkan peningkatan kasus Narkoba rata-rata
sebesar 24,14 % per tahun dan terjadi peningkatan jumlah kasus yang
signifikan pada tahun 2002-2003 dan tahun 2004-2005. Data lain
menunjukkan terjadinya peningkatan kasus penyalahgunaan Narkoba di
Jawa Barat periode tahun 2001-2005 yaitu pada tahun 2001 sebanyak 440
kasus; tahun 2002 sebanyak 672 kasus; tahun 2003 sebanyak 707 kasus;
tahun 2004 sebanyak 1.146 kasus; tahun 2005 sebanyak 1.270 kasus
dengan peningkatan kasus Narkoba rata-rata sebesar 21,88 % per tahun
2
dan terjadi peningkatan jumlah kasus yang signifikan pada tahun 2003-
2004. ( www.bnn.go.id )
Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh dari Dit IV/Narkoba,
Desember 2006:
Tabel 1.1
Kasus Narkoba berdasarkan tingkat pendidikan periode tahun 2001-2006
TahunNo Pendidikan
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah
Total
1
2
3
4
SD
SLTP
SLTA
PT
246
1.832
2.617
229
165
1.711
3.141
293
949
2.688
4.960
1.120
1.300
3.057
6.149
817
2.542
5.148
14.341
749
3.247
6.632
20.977
779
8.449
21.068
52.185
3.987
Jumlah 4.924 5.310 9.717 11.323 22.780 31.635 85.689
% kenaikan - 7,26 45,35 14,18 50,29 27,99
Sumber : Dit IV/Narkoba, Desember 2006 (www.bnn.go.id)
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SLTA memiliki
jumlah kasus yang meningkat sebesar 32,28 % per tahun dan peningkatan
secara tajam terjadi pada tahun 2004-2005. Tingkat pendidikan SLTA
merupakan usia pendidikan pada tahap perkembangan masa remaja
dengan rentang usia 15-18 tahun.
Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan terdapat beragam cara
yang dilakukan dalam usaha penanggulangan Junkies ini, namun hampir di
seluruh tempat tidak tampak hasil yang signifikan. Berbagai metoda yang
digunakan yaitu antara lain pendekatan medis, medis-psikologis, medis-
psikologis-religi dan psikologis-religi. Dari beberapa metoda yang ada,
3
hampir 70 % menggunakan pendekatan medis, yang berpegang pada
prinsip bahwa detoxifikasi hanya dapat dihilangkan dengan obat-obatan
medis dan berlanjut pula pada penanganan rehabilitasi dengan intervensi
dokter.
Kecenderungan dalam penanganan rehabilitasi selama ini yang
ternyata mengalami perubahan dari penanganan medis ke penanganan
psikologi atau mengakomodasi penanganan medis dalam penanganan
psikologis. Hal ini dimaksudkan agar tubuh Junkies benar-benar bersih
dari obat-obatan yang selalu mempunyai efek samping berbahaya baik
bagi tubuh itu sendiri. Penanganan psikologis ini bersamaan dengan usaha
mempertebal keimanan sebagai benteng untuk tidak kembali
menggunakan Narkoba dan sekaligus menuju perubahan diri ke arah yang
lebih baik (psikologis-religi), misalnya dalam hal detoxifikasi, tidak lagi
diberikan obat untuk menghilangkan kebutuhan fisiknya terhadap
Narkoba. Namun melalui pemberian suatu perlakuan (treatment) sampai
ketergantungannya hilang. Setelah ketergantungan terhadap
Narkobahilang, secara perlahan ditumbuhkan nilai-nilai religi. (Saeful
Zaman, 2003)
Menumbuhkan nilai-nilai religi merupakan proses yang tidak
mudah dilakukan karena pada saat ini tidak sedikit berbagai metoda yang
muncul untuk merehabilitasi Junkies dan tengah bersaing menunjukkan
keampuhannya. Seluruh metoda yang dijalankan memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Lain halnya dengan salah satu metoda
4
yang biasanya dinamakan dengan Metoda Inabah. Menurut Harian
FAJAR Makassar, 22 Agustus 2007 : Metoda Inabah terbukti efektif
dimana sekitar 80 persen pasien (Junkies “penyalahguna Narkoba” yang
sedang melaksanakan program rehabilitasi) mampu lepas dari
ketergantungan Narkoba. Kemudian sejak tahun 1972 sampai tahun 1985,
Metoda Inabah ini sudah berhasil menyembuhkan Junkies dari
ketergantungan Narkoba sebanyak 2.741 orang dari 3.131 orang
(87,54%) (Andi Nusyam, 1987 : 5 & 111 dalam Skripsi Dewi Aisyah,
1995).
Metoda Inabah menyentuh perasaan dengan nilai-nilai yang
bersifat Islami (religius), dan hal ini dilaksanakan di Pondok Inabah
Pesantren Suryalaya melalui ilmu Tasawuf Islam yang dikenal dengan
Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah. (KH. Anang Syah, 2000:4).
Metoda Inabah merupakan program rehabilitasi yang diberikan
kepada pasien Narkoba. Metoda ini oleh Inabah (tempat rehabilitasi
Junkies dengan menggunakan Metoda Inabah) disebut sebagai
“kurikulum”. Kurikulum tersebut harus dilakukan selama empat puluh hari
empat puluh malam. Secara garis besar kurikulum tersebut mencakup tiga
komponen, yaitu : bersuci secara fisik dan psikis, shalat sebagai media
komunikasi spiritual antara hamba dengan pencipta, dan dzikrullah baik
secara jelas (jahr) atau dalam hati (sirr). (digilib.litbang.depkes.go.id )
Pelaksanaan Metoda Inabah ini dilaksanakan selama enam bulan
yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, proses detoxifikasi selama
5
+ 40 hari 40 malam. Selama proses ini, Junkies yang sedang menjalankan
rehabilitasi tidak boleh dijenguk oleh siapa pun termasuk keluarga Junkies.
Tahap kedua dinamakan dengan aftercare selama + hari ke-41 sampai
dengan 6 bulan. Tahap ini merupakan tahap pembinaan dimana salah satu
aktivitasnya adalah pemberian materi keagamaan. Waktu yang tetapkan
untuk menjalankan Metoda Inabah ini sangat berbeda dengan waktu yang
ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yaitu dua tahun.
Menurut informasi yang diperoleh peneliti dari Harian FAJAR
Makassar, 22 Agustus 2007: Ada pasien yang bisa pulih (lepas dari
ketergantungan Narkoba) dalam waktu 40 hari, ada juga yang hingga dua
tahun belum mampu lepas dari ketergantungan. “Ini tergantung keikhlasan
setiap pasien menjalani pengobatan,” jelas Taufik Hidayah Yacub, salah
seorang pembina Inabah. Keikhlasan ditunjukkan dengan perilaku jujur
dan terbuka; positive thinking; menghindari hal-hal yang mudah
memancing stress; dan selalu berusaha untuk tepat janji.
Fenomena diatas dijelaskan kembali oleh Drs. H. Deni (pimpinan
Inabah XV) pada hasil wawancara 18 Agustus 2007, dimana beliau
mengungkapkan bahwa jarang sekali pasien yang dikategorikan pulih
dalam kurun waktu singkat yaitu 40 hari. Istilah pulih disini, berarti
hilangnya ketergantungan pasien terhadap Narkoba yang ditunjukkan
melalui perilakunya seperti melaksanakan Metoda Inabah tanpa harus
dipaksa oleh pembina; tidak menunjukkan perilaku agresi (memukul dan
mencaci); dan buang air kecil maupun buang air besar pada tempatnya.
6
Pasien yang dikategorikan pulih, jika pasien telah menjalankan
metoda Inabah dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan karena pasien
sedang dalam tahap aftercare, sehingga enam bulan merupakan waktu
yang cepat untuk pasien rehabilitasi Narkoba. Disamping itu, ada pula
pasien rehabilitasi yang belum dapat dikategorikan pulih dalam kurun
waktu dua tahun.
Beliau pun mengemukakan bahwa kepulihan pasien baik dalam
kurun waktu cepat maupun lambat tergantung pada pasien itu sendiri. Hal
ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepulihan
pasien diantaranya motivasi pasien ingin cepat pulih yang ditunjukkan
dengan perilaku taat pada aturan yang telah ditentukan oleh pembina
Inabah, melakukan Metoda Inabah dengan sistematis. Kemudian dukungan
keluarga khususnya kedua orang tua pasien seperti komunikasi melalui
telepon, menjenguk pasien minimal 1 kali dalam 1 bulan; dukungan
pembina Inabah seperti membantu pasien ketika menemukan kesulitan
dalam melakukan Metoda Inabah, mengawasi pasien selama 24 jam,
memberikan layanan konseling; dukungan teman-teman (sesama pasien
rehabilitasi Narkoba di Inabah) seperti saling berbagi cerita mengenai
pengalaman dan masalah lainnya; dan kepribadian yang dimiliki pasien
Narkoba di Inabah. Kepribadian yang dimaksud adalah sesuatu atau figur
diri yang ingin ditunjukkan atau ditampilkan di dalam keseharian yang
ditunjukkan melalui sikap atau tingkah laku seseorang.
7
Diantara 25 pondok Inabah, satu diantaranya dikhususkan bagi
pasien wanita. Letak pondoknya pun masih di wilayah Suryalaya. Pondok
Inabah yang dimaksud adalah Inabah XVII. Inabah XVII memiliki ciri
khas yaitu ”program bina lanjut”. Program ini bertujuan untuk
memberikan pelayanan binaan lanjutan bagi mantan junkies wanita dengan
pendidikan formal milik Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren
Suryalaya. Aktivitas yang dilakukan meliputi pendidikan formal (sekolah)
dan Metoda Inabah. Program bina lanjut dilaksanakan setelah Junkies
wanita dinyatakan pulih dan berhasil melewati tahap aftercare, dimana
ketika Junkies wanita dinyatakan pulih oleh Inabah XVII kurang dari 6
bulan, maka langsung dipindahkan ke program bina lanjut dengan tempat
yang berbeda. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terpengaruh dengan
Junkies wanita yang masih melakukan rehabilitasi.
Meskipun demikian, mantan Junkies wanita merasakan perubahan
perilaku pada dirinya seperti enggan berkomunikasi dengan orang asing;
kekhawatiran setiap akan didekati orang asing; selalu menjaga jarak ketika
berkomunikasi dengan orang lain; lebih suka bekerja sendiri; merasa
cemas akan penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi
Narkoba sehingga takut untuk memeriksakannya ke dokter; dan merasa
bahwa dirinya hina. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan tersebut
merupakan indikator tipe kepribadian introvert.
Adapun mantan Junkies wanita yang menunjukkan perilaku
sebaliknya seperti senang berkomunikasi dengan siapa pun, lebih
8
menyukai bekerja dalam kelompok, menyukai pekerjaan yang banyak
berhubungan dengan orang lain, menyukai berbagai macam hal yang
menyenangkan, selalu mencoba bersikap ramah pada setiap orang, dan
terkadang melakukan tindakan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Perilaku-
perilaku yang ditunjukkan tersebut merupakan indikator tipe kepribadian
extravert.
Indikator perilaku pada tipe kepribadian introvert dan extravert
yang telah dikemukakan sebelumnya, terdapat dalam teori tipe kepribadian
Eysenck dimana dimensi emotionality ikut berperan serta dalam
menggambarkan tipe kepribadian mantan Junkies wanita secara utuh.
Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti deskripsi tipe kepribadian ditinjau
dari teori kepribadian Eysenck pada mantan Junkies wanita usia 15-18
tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya.
1.2 Identifikasi Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Identifikasi Penelitian
Junkies merupakan istilah lain bagi pecandu Narkoba.
Individu menjadi Junkies disebabkan oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dalam diri individu
itu sendiri (kepribadian) dan faktor eksternal adalah faktor di luar
diri individu (lingkungan : teman sebaya, pola asuh orang tua,
masyarakat, pihak sekolah, budaya). Kedua faktor tersebut,
ditegaskan kembali oleh Hans Jurgen Eysenck dengan konsep
9
Stimulus-Organisme-Respons. Karena menurut Eysenck dalam
mempelajari kepribadian yang harus diutamakan adalah masalah
organisme (O), dengan melalui trait sehingga stimulus dijadikan
sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi kepribadian individu.
Faktor eksternal mempengaruhi kepribadian individu
sehingga terbentuk kepribadian tertentu yang memunculkan
tingkah laku tertentu. Hal tersebut dapat mempengaruhi pula
kepulihan Junkies dari Narkoba. Pulih disini dalam arti terjadi
perubahan perilaku pada Junkies. Perubahan perilaku sedikit
banyaknya dipengaruhi oleh treatment (terapi) yang dijalankan
oleh Junkies. Dari sekian banyak treatment yang ada, terdapat
salah satu terapi yang menekankan pada nilai-nilai religi. Metoda
ini dinamakan metoda Inabah yang menekankan pada pemahaman
makna mandi taubat, sholat, dan dzikir sehingga terbukti efektif
dalam penyembuhan Junkies dari ketergantungan Narkoba.
Metoda Inabah berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya,
Kabupaten Tasikmalaya.
Metoda Inabah dilakukan oleh Pondok Inabah atau biasa
disebut dengan Inabah memiliki 25 pondok. Dari 25 Pondok
Inabah, Pondok Inabah XVII merupakan salah satu tempat
rehabilitasi Junkies wanita, dimana letaknya masih berada di
wilayah Suryalaya.
10
Junkies wanita dalam adiksi aktif berada dalam pengaruh
obat-obatan yang menekan kemampuan mereka untuk merasa.
Perasaan apapun, terutama perasaan-perasaan yang tidak ingin
dirasakan akan ditekan ke alam bawah sadar oleh zat yang
digunakannya. Hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak merasakan
apapun. Tentu saja mereka merasa malu, hina, buruk. Hidup
sebagai pecandu saja sudah membuat mereka merasa sebagai
manusia sampah paling hina dan buruk di dunia, terpuruk dalam
dunia prostitusi akibat kebiasaan buruknya tentu saja memperparah
self-esteem dan penilaiannya akan dirinya sendiri. Tetapi ini tentu
saja menambah daftar panjang alasan untuk semakin banyak
menggunakan Narkoba, agar ia tidak harus merasa. Dan obat itu
memang bekerja, dan selama ia dapat merasakan high, ia aman. Ia
tidak harus merasa. Selama beberapa saat ia dapat merasa maya, ia
tidak harus menjadi dirinya. (www.yakita.or.id)
Penolakan keluarga dapat menutup kesempatan Junkies
untuk pulih / pulih dari ketergantungan Narkoba, karena dengan
penolakan tersebut maka mengakibatkan munculnya perasaan
bahwa Junkies merasa dirinya buruk, hina, pesimis untuk pulih,
menutup diri (tidak mau berkomunikasi dengan orang lain karena
malu), merasa dirinya tidak memiliki harga diri lagi.
Fenomena mengenai perilaku Junkies wanita tersebut
menunjukkan indikator salah satu tipe kepribadian menurut
11
Eysenck yaitu introvert (tertutup). Hal tersebut dijelaskan dalam
penelitian tipe kepribadian Hans Jurgen Eysenck tentang
“narcotics” :
Zuckerman, Sola, Masterson, and Angelone (1975) followed 59 soft-drug males, 58 hard-drug males, and 28 mixed-drug females through treatment. Female stayers, those who remained at least 6-8 months in the program, were less socially introverted than female quitters.
(H.J. Eysenck dalam Extraversion and Introversion oleh Larry Wayne Morris, 1979 : 149)
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertutup (introversion). Tipe-tipe kepribadian dari
Hans Jurgen Eysenck memperkuat adanya faktor kepribadian
dalam individu yang mempengaruhi kepulihan Junkies dalam
menjalankan treatment.
Deskripsi mengenai tipe kepribadian pada Junkies wanita
yang sudah menjalani proses penyembuhan dengan metoda Inabah
belum ada penelitiannya sehingga menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan yang akan dijawab oleh peneliti dari hasil pengambilan
data dan pembahasannya.
1.2.2 Pertanyaan Penelitian
1. Faktor lingkungan (seperti pola asuh orang tua mantan
Junkies wanita , budaya, urutan mantan Junkies wanita
dalam keluarga; pekerjaan orang tua) yang seperti apa
sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya tipe
kepribadian tertentu ?
12
2. Bagaimanakah deskripsi profil tipe kepribadian ditinjau
dari teori Eysenck pada mantan Junkies wanita usia 15 – 18
tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengenal dan mendapatkan secara
empiris mengenai tipe kepribadian ditinjau dari teori Eysenck pada mantan
Junkies wanita usia 15 – 18 tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren
Suryalaya.
1.4 Bidang Kajian Penelitian
Penelitian ini memiliki kajian yang berpusat pada Psikologi Klinis.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1. Kegunaan Teoritis
Secara teoretis hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan informasi dan dijadikan bahan kajian serta
dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama bagi mereka yang
tertarik untuk membahas lebih jauh lagi tentang deskripsi tipe
kepribadian ditinjau dari teori Hans Jurgen Eysenck pada mantan
Junkies di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya.
13
1.5.2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan manfaat sebagai tambahan pengetahuan
tentang Junkies wanita. Kemudian, dapat pula memberikan
masukan terutama bagi pihak Yayasan Serba Bakti Pondok
Pesantren Suryalaya untuk lebih mengenal apa yang disebut
dengan tipe kepribadian pada Junkies wanita dengan lebih
mengenal karakteristik Junkies wanita yang berbeda-beda, karena
dengan perbedaan tersebut tentunya memerlukan penanganan yang
berbeda-beda pula sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Junkies
wanita tersebut dalam menghadapi permasalahannya.
14
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
Untuk menjelaskan tipe kepribadian ditinjau dari teori Eysenck pada
mantan Junkies wanita usia 15 – 18 tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren
Suryalaya, diperlukan teori sebagai landasan dalam menyusun kerangka berpikir.
Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang dianggap relevan dengan masalah
yang diteliti. Dalam bab ini akan ditelaah teori mengenai tipe kepribadian
Eysenck, Narkoba dan Remaja, Metoda Inabah di Pondok Pesantren Suryalaya,
dan Reduksi Pendekatan Behavioristik.
2.1 Tipe Kepribadian Hans Jurgen Eysenck
Kepribadian adalah konsep sentral dalam psikologi. Ada beberapa pendekatan dalam menelaah kepribadian, seperti pendekatan yang memandang kepribadian terdiri atas kumpulan trait dan tipe, pendekatan psikoanalisa yang mendeskripsikan struktur kepribadian, pendekatan yang bersifat eksperimental-korelasional, serta pendekatan yang menekankan peramalan tingkah laku spesifik.
(Hilgard, et. Al, 1971; Corsini & Marsella, 1983 dalam Skripsi Ilma Naafian, 2004).
Pendekatan awal dalam menelaah kepribadian ialah berdasarkan
tipe. Teori tipe kepribadian pertama dikemukakan ilmuwan Yunani
Hippocrates, yaitu : yang membedakan tipe kepribadian berdasarkan
keseimbangan 4 cairan tubuh, yaitu darah, kelenjar empedu kuning dan
hitam, serta lendir.
15
Teori tipe kepribadian berikutnya dikemukakan Krestchmer dan
Sheldon, yang menekankan pada pengaruh bentuk tubuh terhadap
kepribadian, namun kurang ditunjang penelitian ilmiah, sehingga
menimbulkan kontroversi dan tidak berkembang lebih lanjut (Weiner,
et.al, 1975 dalam Skripsi Ilma Naafian, 2004).
Pendekatan tipe kepribadian yang dikemukakan Eysenck, dilandasi
oleh penelitian ilmiah sehingga hasilnya lebih dapat
dipertanggungjawabkan dibandingkan pendekatan yang hanya
menggunakan spekulasi atau intuisi klinis untuk mengabsahkan
asumsinya. Berikut ini akan diuraikan mengenai Eysenck dan teori tipe
kepribadiannya yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam penelitian
ini.
2.1.1 Biografi Hans Jurgen Eysenck
Hans Jurgen Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4 Maret
1916. Ayahnya adalah seorang aktor dan bercerai dengan ibunya
saat dia baru berusia 2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh
neneknya. Dia hidup bersama neneknya sampai usia 18 tahun,
ketika Nazi mulai berkuasa. Sebagai seorang simpatisan Yahudi,
terang saja kehidupannya terancam.
Dia kemudian pindah ke Inggris guna melanjutkan
pendidikannya. Dia menerima gelar doktor di bidang psikologi dari
University of London tahun 1940. Selama Perang Dunia II, dia
bekerja sebagai psikolog di bagian gawat darurat perang. Disinilah
16
dia melakukan penelitian tentang kevalidan dan diagnosis-
diagnosis psikiatri. Hasil penelitian inilah yang kemudian
membuatnya sangat menentang psikologi klinik sepanjang
kariernya.
Setelah Perang usai, dia mengajar di University of London
dan menjadi ketua bagian psikologi pada The Institute of
Psychiatry di Bethlehem Royal Hospital. Karena dia telah menulis
75 buku dan sekitar 700 artikel, tidak salah kalau dia merupakan
salah satu penulis psikologi paling terpandang. Eysenck pensiun
tahun 1983 dan terus berkarya sampai dia meninggal pada tanggal
4 September 1997. (Dr. C. George Boeree dalam Personality
Theories, 2004 : 229-230)
2.1.2 Pengertian Kepribadian Menurut Hans Jurgen Eysenck
Hans Jurgen Eysenck merupakan seorang behaviorist
namun banyak mendapat pengaruh dari psikoanalisa. Berbeda
dengan kelompok learning lainnya, yang menggunakan stimulus
respon dalam berpikir, Eysenck menganggap bahwa ada hal yang
sangat penting yang kurang diperhatikan antara stimulus respon
yaitu organisme. Jadi menurut Eysenck paradigma yang digunakan
sebaiknya Stimulus-Organisme-Respons.
Menurut Eysenck dalam mempelajari kepribadian yang
harus diutamakan adalah masalah organisme (O), dengan melalui
17
trait. Kepribadian adalah hasil genetik berupa Cortical Arrousal
yang akan mempengaruhi trait.
Meskipun gambaran di atas tampak sederhana, namun
pada kenyataannya untuk memahami tingkah laku manusia
tidaklah sesederhana itu. Manusia memiliki keunikan masing-
masing yang menyebabkan pembahasan mengenai manusia
sedemikian rumit. Secara individual setiap orang memiliki
perbedaan dan kesamaan satu dengan yang lain, baik itu dalam
reaksi-reaksi maupun tingkah laku tertentu.
Itulah sebabnya banyak ahli yang membuat
pengelompokkan berdasarkan kategori dan kriteria-kriteria tertentu
dengan harapan dapat membantu kita untuk memahami manusia.
Sejak awal karirnya, Eysenck telah yakin bahwa kebanyakan teori
kepribadian terlalu kompleks dan diformulasikan dengan bebas. Ia
telah mencoba untuk memperoleh konsep tingkah laku yang
sederhana dan dapat digunakan secara maksimal. Hasilnya, sistem
yang ia buat dicirikan oleh sedikitnya jumlah dimensi-dimensi
utama namun memiliki definisi empiris yang sangat luas dan
menyeluruh. Konsep-konsepnya mencerminkan pengaruh buah
pikiran dari berbagai figure dalam sejarah intelektual kita, yaitu :
Hippocrates, Galen, Kretschmer, Jung, Pavlov, Hull, Spearman dan
Thurstone.
18
Eysenck mendefinisikan tipe berbeda dengan kebanyakan
ahli. Baginya tipe bukanlah merupakan kategori dimana orang bisa
dicocokkan begitu saja, seperti yang dinyatakan oleh Allport. Ia
memandang tipe bukan sebagai kategori diskrit melainkan sebagai
dimensi dimana orang-orang berbeda satu dengan lainnya. Sebagai
contoh, kita ambil dimensi introvert-ekstravert. Seseorang tidak
bisa setiap saat dikatakan introvert atau ekstravert. Amatlah sukar
menemukan seseorang dengan tipe kepribadian yang benar-benar
ekstravert atau benar-benar introvert. Seorang individu maupun
suatu kelompok masyarakat tidak dapat digolongkan atau dikotak-
kotakkan secara ekstrim ke dalam dua golongan saja. Yang ada
sebenarnya adalah suatu kecenderungan terhadap kedua tipe
kepribadian saja. Hal ini dapat diartikan bahwa sifat-sifat yang
tidak terdapat dalam tipe kepribadian introvert akan ditemukan
dalam tipe kepribadian ekstravert, demikian pula sebaliknya
sehingga kita akan dapat menarik kesimpulan apakah seseorang
mempunyai kecenderungan introvert atau ekstravert. (Skripsi
Ilma Naafian, 2004)
Uraian di atas dapat dijumpai pada penelitian-penelitian
Eysenck dimana Eysenck banyak melakukan eksperimen
mengenai introvert-ekstravert untuk menunjang teorinya dan untuk
melihat efek treatment tertentu terhadap kepribadian. Eysenck terus
melakukan penelitian ilmiah demi menyempurnakan teorinya,
19
sehingga meskipun bentuk awal teori kepribadiannya telah muncul
sejak tahun 1960-an, namun tetap relevan diterapkan pada kondisi
sekarang. (Skripsi Ari Wulandari, 2007)
Seperti halnya para ahli lain yang mendefinisikan tentang
kepribadian. Eysenck juga memberikan definisi mengenai
kepribadian, yakni:
Personality is the sum-total of actual or potential behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops throught the functional interaction of the four main sectors into which these behavior patterns are organized the conative sector (character), the affective sector (temperament), cognitive (intellegence), and the somatic sector (constitution).
(Hans Eysenck’s Personality Theories dalam www.library.thinkquest.org )
Dari definisi di atas, disebutkan bahwa kepribadian
merupakan suatu keseluruhan dari pola-pola tingkah laku aktual
atau potensial dari organisme yang ditentukan oleh faktor hereditas
dan lingkungan, serta berkembang melalui interaksi fungsional
antara faktor-faktor pembentuknya yaitu aspek konatif (character),
afektif (temperament), kognitif (intelligence), dan somatic
(constitution).
a. Character; merupakan suatu sistem tingkah laku konatif (will)
dari seorang individu yang relatif stabil dan berlangsung terus-
menerus.
20
b. Temperament; merupakan suatu sistem dari tingkah laku
afektif (emosi) yag relatif stabil dan berlangsung terus-
menerus.
c. Intelligence; merupakan suatu sistem tingkah laku kognitif
(intelegensi) yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus.
d. Constitution; merupakan suatu sistem konfigurasi tubuh dan
neuro endokrin yang relatif stabil dan berlangsung terus-
menerus.
2.1.3 Teori Kepribadian Hans Jurgen Eysenck
a. Konsep Dasar Teori Hans Jurgen Eysenck
Dalam menjelaskan teori kepribadian, Eysenck
(1974) melakukannya secara operasional dan secara lebih
sederhana. Terdapat dua konsep dasar yang diungkapkan
dalam teori kepribadiannya yaitu trait dan type.
1. Trait
Eysenck mendefinisikan trait berdasarkan teori
Allport, yaitu:
Trait… are discovered not by deductive reasoning, not by faith, not by naming, and are themselves never directly observed. They are discovered in the individual life the only place where they can be discovered only through an inference or consistency of the separate observable acts of behavior.
(Eysenck, H.J. The Structure of Human Personality,1970: p. 9, Skripsi Sintauli Damayanti, 2003)
21
Eysenck menjelaskan trait sebagai suatu
kelompok dari beberapa tingkah laku yang saling
berhubungan. Selanjutnya dikatakan bahwa trait
tersebut memiliki kesamaan dalam beberapa hal dan
saling berhubungan sehingga dapat dimasukkan ke
dalam satu kelompok yang dinamakan type. Walaupun
trait tersebut memiliki kesamaan satu dengan yang
lainnya, tiap trait tadi masih dapat dibedakan, karena
masing-masing mempunyai ciri khas.
Trait ini tidak aktif setiap waktu, tetapi selalu
ada dan mempunyai ambang yang rendah, sehingga
dapat muncul bila terdapat suatu perangsangan atau
suatu stimulus tertentu. Trait juga tidak dapat
diobservasi, trait hanya dapat diinterpretasi untuk
diketahui. Untuk konsistensi dari prinsip tersebut,
Eysenck mengutamakan bahwa setiap tingkah laku
manusia pada hakekatnya stabil dan konsisten, sebab
tanpa adanya stabilitas dan konsistensi, trait sukar
untuk didefinisikan.
2. Type
Definisi type yang dikemukakan Eysenck adalah
sebagai berikut:
22
A type is defined, then as a group correlated traits just a trait has defined as a group of correlated behavioral acts of tendencies.
(Eysenck, H.J. The Structure of Human Personality,
1970: p. 13, Skripsi Sintauli Damayanti, 2003)
Suatu tipe dirumuskan kemudian sebagai suatu
kelompok sifat-sifat yang berkorelasi seperti sifat
tersebut didefinisikan sebagai suatu kelompok atau
tindakan dari tingkah laku yang berhubungan atau
merupakan kecenderungan bertingkah laku.
b. Prinsip Kerja Teori Hans Jurgen Eysenck
1. Prinsip Biologis
Menurut Eysenck, setiap orang berbeda secara
herediter, dalam arti bagaimana otak dan susunan syaraf
pusat mereka bereaksi serta memproses rangsang dari
lingkungan. Ia menghubungkan perbedaan-perbedaan
ini dalam dimensi-dimensi kepribadiannya. Introvert-
extravert timbul pada seseorang berdasarkan pada
perangsangan system syaraf otonom, khususnya
cabang-cabang syaraf simpatis.
Sedangkan tingkah laku neurotism atau secara
umum orang-orang yang memiliki nilai tinggi pada sisi
neurotisism, secara kausal memiliki SSO (Sistem
Syaraf Otonom) yang tidak stabil. Lebih tepat dapat
23
dirumuskan bahwa orang yang memiliki pembawaan
mudah terpengaruh akan memberi respon dengan cara
yang lebih kuat dan mendadak, dimana hal ini akan
menimpa organ-organ perasaannya.
2. Prinsip Metodologis
Metode utama yang digunakan Eysenck dalam
mempelajari kepribadian manusia adalah Hypothetic-
Deductive Method, yaitu penelitian yang prosesnya
diawali dengan menurunkan hipotesis yang diperoleh
dari beberapa teori dan pengamatan secara informal
terhadap kejadian sehari-hari yang relevan dengan
masalah penelitian. Penelitiannya selalu dimulai dengan
suatu hipotesa untuk kemudian diuji secara deduktif.
Disamping itu Eysenck juga menggunakan
analisis faktor dan multivariant statistic method dalam
pengolahan data. Melalui Hypothetic-Deductive Method
ini, ia juga mempelajari hubungan tingkah laku dengan
introvert-extravert serta neuroticism dan psychoticism.
3. Prinsip Learning/Empiris
Eysenck banyak menggunakan teori belajar
berdasarkan kerangka pemikiran dari Pavlov dan Hull.
Dikatakannya bahwa belajar sangat berpengaruh pada
kepribadian seseorang. Artinya walaupun manusia
24
memiliki faktor predisposisi tertentu, faktor belajar ini
tetap mempunyai pengaruh kuat terhadap kepribadian
seseorang. Misalnya dalam kasus neurotic, Eysenck
menjelaskan bahwa perilaku neurotic termasuk semua
perilaku adalah dipelajari, ia tidak mempersoalkan asal
mula tingkah laku neurotic tersebut, tetapi lebih
menekankan pada bagaimana tingkah laku ini berfungsi
pada suatu saat.
4. Prinsip Dinamis
Hans Jurgen Eysenck mengembangkan teori
kepribadiannya berdasarkan struktur kepribadian yang
terbentuk mulai dari respon yang sederhana sampai
dengan respon yang kompleks. Penjelasan teori ini
dipersempit pada pengertian trait dan tipe yang
merupakan hal yang diutamakan dalam teorinya.
Dimensi kepribadian Eysenck menjelaskan
posisi kecenderungan individu sehubungan dengan
reaksi atau tingkah lakunya. Di dalam tipe kepribadian
Introvert-Extravert, telah terkandung didalamnya
dimensi Stable-Unstable, karena Eysenck telah
mengkombinasikan kedua dimensi tersebut kedalam
satu tipe kepribadian Introvert-Extravert.
25
Eysenck telah membagi Stable-Unstable
maupun Introvert-Extravert sebagai dua kutub yang
membentuk skala kontinum, artinya individu dapat
berada pada posisi tertentu pada garis kontinum yang
menunjukkan kecenderungan Stable-Unstable atau
Introvert-Extravert. Eysenck menyatakan bahwa dalam
memahami seseorang tidak berarti sekedar menilai
Introvert-Extravert, tetapi harus dipahami dalam suatu
kontinum Introvert-Extravert dan Stable-Unstable.
Sehingga kekuatan seseorang dalam bertingkah laku
sesuai dengan posisi yang ditempati individu dalam
skala kontinum tersebut.
Eysenck juga mengatakan bahwa seseorang
tidak pernah murni berada dalam satu tipe, tidak ada
yang murni introvert atau extravert. Hanya saja yang
lebih dominan pada diri seseorang itu apakah itu sifat
introvert atau extravert sehingga orang tersebut dapat
digolongkan ke dalam tipe introvert atau tipe extravert.
Seperti juga orang neurotic tidak akan menjadi neurotic
sepanjang waktu, kepribadian ini dapat bergerak dari
normal sampai dengan neurotic, begitu juga sebaliknya.
Kemudian ia menambahkan satu dimensi lagi,
yaitu Psychotism. Dimensi ini jarang ditemui pada
26
populasi normal, karena telaah Eysenck tentang dimensi
ini memang lebih didasarkan pada kepribadian
abnormal.
c. Struktur Kepribadian Eysenck
Struktur kepribadian yang dikemukakan oleh
Eysenck tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi yang
terorganisir dalam bentuk susunan hirarki, yaitu tersusun
dari yang paling rendah dan paling khusus ke arah paling
tinggi dan paling umum (Skripsi Sintauli Damayanti,
2003), diantaranya mencakup :
1. Stimulus Respon Level
Merupakan aktivitas individu seperti reaksi
terhadap rangsangan dalam kehidupan sehari-hari.
Level ini merupakan tingkatan paling rendah, respon
yang terlihat khusus sekali karena terjadi pada suatu
keadaan atau respon yang terjadi pada suatu stimulus
tertentu. Misalnya seorang pekerja tertidur ketika
sedang mengerjakan pekerjaannya.
2. Habitual Respon Level
Merupakan respon spesifik yang diberikan
individu, yang cenderung diulang terhadap situasi yang
sama pada kesempatan yang lain. Suatu respon yang
mirip akan diberikan jika situasi kehidupan berulang,
27
dimana individu akan bereaksi dengan cara serupa.
Misalnya pekerja tadi pada akhirnya sering tertidur
ketika melakukan pekerjaannya.
3. Trait Level
Merupakan suatu konstruk teoretis yang
didasarkan atau interkorelasi yang diamati dari
beberapa “habitual respon” yang berbeda. Trait ini
merupakan habitual respon yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya dan cenderung ada pada
individu tertentu. Misalnya karena sering tertidur saat
melakukan pekerjaannya, maka kerjanya menjadi
lambat, cara berjalan dan berbicara juga menjadi
lamban sehingga ia berusaha menghindar dari tugas-
tugasnya.
4. Type Level
Merupakan organisasi dari trait-trait yang
didasarkan interkorelasi membentuk suatu tipe, adanya
sistem yang saling berkaitan antara trait-trait yang ada
pada individu tersebut. Misalnya lebih suka menyendiri
dikaitkan dengan kenyataan tidak mempunyai banyak
teman, menjaga jarak kecuali dengan teman dekatnya
dengan beberapa trait lainnya akan membentuk suatu
28
kumpulan trait yang saling terkait dan mengarahkannya
pada tipe kepribadian introvert.
d. Dimensi Kepribadian dalam Teori Eysenck
Saat mayoritas ahli teori kepribadian
mengemukakan sekian banyak variabel kompleks mengenai
kepribadian, Eysenck memilih merumuskan konsepsi
sederhana dan bercorak operasional dari kepribadian
dengan mengkombinasikan kekuatan mode kuantitatif dan
kedalaman gejala kepribadian secara klinis. Metode statistik
analisa korelasional dan analisa faktor yang diperkenalkan
Spearman, dikembangkan menjadi criterion analysis.
Dengan metode itu, sekian banyak variabel
kepribadian yang berbeda (sebagian besar adalah trait)
dapat didefinisikan dan diredusir, sehingga pada akhirnya
disimpulkan bahwa karakteristik mendasar kepribadian
akan terletak pada dimensi extravert-introvert (dimensi E)
dan dimensi neurotic-stable atau stable-unstable (dimensi
N). Eysenck yakin bahwa setiap orang pasti terletak pada
suatu posisi dalam kontinum kedua dimensi tersebut.
If our main task is to provide or list a provisional solution to the taxonomic problem in personality research, than we are involved automatically in the problem of finding appropriate dimensions of personality.
(Eysenck, dalam Agus Sujanto, 1993:111)
29
Eysenck mengakui bahwa kedua dimensi
kepribadian yang diajukannya tersebut bukanlah merupakan
satu-satunya cara mendeskripsikan maupun menganalisa
kepribadian. Namun ternyata dua dimensi itulah yang
kemudian dibuktikan oleh para peneliti lain, dengan
menggunakan metode yang berbeda-beda, sebagai dimensi
yang selalu muncul dan oleh karenanya menjadi dimensi
terpenting dalam mendeskripsikan kepribadian manusia.
While not wishing to deny the existence and importance of factors additional to E and N, we believe that these two factors contribute more to a description of personality than any other set of two factors outside the cognitive field.
(Eysenck & Eysenck, 1991:2, Skripsi Sintauli Damayanti, 2003).
Pertanyaan Eysenck di atas tidaklah berlebihan,
karena terbukti berdasarkan penelitian yang dilakukan
Watson, dkk (1992), ternyata dimensi E dan N merupakan
dua dimensi utama dan terpenting untuk mendeskripsikan
kepribadian, dibandingkan dimensi-dimensi lain dari
beberapa alat pengukur tipe kepribadian yang digunakan
sebagai pembanding dalam penelitian itu. Dalam penelitian
tersebut, Watson menemukan nilai reliabilitas alpha 0,86
untuk skala ekstraversion dan 0,87 untuk skala neurotisme
atau emotionality.
30
Berikut ini diuraikan lebih lanjut mengenai dimensi
kepribadian dalam teori Eysenck, yaitu:
1. Introvert
Individu yang memiliki tipe introvert
mempunyai ciri tenang, pemalu, lebih suka menyendiri,
introspektif, lebih menyukai buku daripada berbicara
dengan orang lain. Bersikap hati-hati dan menjaga jarak
kecuali dengan teman dekatnya. Dia cenderung
mempunyai rencana ke depan, penuh pertimbangan,
tidak membiarkan dorongannya keluar begitu saja.
Selain itu, dimensi ini juga mempunyai
kehidupan yang teratur, perasaannya dijaga ketat, jarang
bertingkah laku agresif serta tidak mudah kehilangan
kendali. Ia juga seorang yang dapat dipercaya, agak
pesimis dan menempatkan standar etika pada tempat
yang tinggi.
2. Extravert
Ciri khas orang extravert adalah pandai
bersosialisasi, memiliki banyak teman, membutuhkan
orang untuk diajak berbicara, tidak menyukai membaca
dan belajar sendiri. Mencari-cari kegembiraan,
menyukai perubahan, mudah berubah, tindakan-
31
tindakannya tidak dipikirkan terlebih dahulu dan
biasanya impulsive.
Menyenangi lelucon ringan, periang, optimis,
suka tertawa dan bersenang-senang. Ia juga seorang
yang aktif dan banyak melakukan kegiatan, cenderung
agresif, mudah kehilangan kendali, perasaannya tidak
dijaga secara ketat, serta ia bukanlah orang yang selalu
bisa dipercaya.
3. Emotionality (Stable-Unstable)
Dalam dimensi ini, pada satu sisi dimensinya
sangat labil, mudah terangsang, mengikuti suasana hati,
sensitif, anxious (cemas) dan sebagainya. Pada sisi
ekstrim lainnya, emosinya stabil, tidak mudah
terangsang, tenang, meskipun marah tetap riang dan
dapat dipercaya. Orang normal secara tipikal memiliki
tipe yang stabil.
Ahli yang membahas mengenai introvert-
extravert selain Eysenck adalah Carl Gustav Jung. Jung
adalah murid Freud yang kemudian mendirikan aliran
psikologi neoanalitis. Dasar pendekatannya adalah
intrapsikis dan menghubungkannya dengan aspek
kesadaran dan ketidaksadaran.
32
Menurut Jung, introvert dikaitkan dengan
orientasi kesadaran yang diarahkan pada dunia
subyektif. Sedangkan ekstravert lebih mengarah pada
dunia obyektif. Sehubungan dengan introvert dan
extravert, Jung mengajukan pembagian tipe kepribadian
menjadi dua tipe, yaitu tipe introvert dan extravert. Tipe
ini terbagi-bagi lagi menjadi tipe-tipe yang lebih
spesifik yaitu, tipe pemikir, perasa, pendria dan intuitif.
Sehingga, secara keseluruhan terdapat delapan tipe
kepribadian individu.
Namun, pembahasan mengenai introvert-
extravert yang diberikan oleh Jung dan Eysenck
terdapat perbedaan. Jung dalam pendekatannya bersifat
intrapsikis, sedangkan Eysenck mempergunakan
pendekatan biologis dan behavioral. Perbedaan individu
introvert dan extravert terlihat jelas dalam interaksi
sosial. Dalam penelitian ini, digunakan pengertian
mengenai introvert-extravert yang dikemukakan oleh
Eysenck.
33
e. Trait-trait dalam Dimensi Kepribadian
1. Trait dalam Dimensi Kepribadian Introvert-
Extravert
Pada setiap dimensi kepribadian terdapat traits
yang seluruhnya masing-masing berjumlah tujuh buah.
Eysenck menjelaskan bahwa suatu trait terdapat pada
setiap manusia. Trait ini tidak aktif setiap waktu, tetapi
selalu ada dan mempunyai ambang yang rendah,
sehingga dapat muncul bila terdapat suatu perangsang
atau stimulus tertentu. Di bawah ini dijelaskan traits
pada masing-masing dimensi introvert-extravert,
stable-unstable, dan lie :
1.a Activity (Aktivitas)
Orang-orang yang mempunyai nilai tinggi
pada faktor ini pada umumnya aktif dan energik.
Mereka menyukai seluruh jenis aktivitas fisik
termasuk kerja keras dan latihan. Mereka cenderung
bangun pagi-pagi sekali, bergerak dengan cepat dari
satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan mengejar
berbagai macam kepentingan dan minat yang
berbeda-beda.
Orang-orang yang mempunyai nilai rendah
pada faktor ini cenderung tidak aktif secara fisik,
34
lesu dan mudah letih. Mereka bergerak di dunia ini
dengan langkah yang santai dan lebih menyukai hari
libur yang tenang dan penuh istirahat. Nilai aktivitas
yang tinggi adalah suatu karakteristik extravert,
nilai aktivitas yang rendah adalah suatu karakteristik
introvert.
1.b Sociability (Kesukaan Bergaul)
Faktor ini mempunyai interpretasi yang
cukup berterus terang. Individu yang mempunyai
nilai tinggi pada faktor ini suka mencari teman,
menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta,
mudah menjumpai orang-orang dan pada umumnya
juga cukup bergembira dan merasa senang dalam
situasi-situasi ramah tamah.
Individu yang mempunyai nilai rendah
sebaliknya, lebih suka mempunyai teman khusus
saja, menyenangi kegiatan-kegiatan yang
menyendiri seperti membaca, merasa sukar untuk
mencari hal-hal yang hendak dibicarakan dengan
orang lain, dan cenderung menarik diri dari kontak-
kontak sosial yang menekan. Nilai yang tinggi
dalam kesukaan bergaul adalah suatu aspek dari
35
extravert, sedangkan nilai kemauan bergaul
merupakan aspek introvert.
1.c Risk Taking (Keberanian Mengambil Resiko)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor ini, senang hidup dalam bahaya dan mencari
pekerjaan yang penuh dengan resiko. Secara
karakteristik, mereka adalah penjudi-penjudi yang
percaya bahwa “suatu unsur resiko menambah
bumbu penyedap pada kehidupan.”
Individu yang mempunyai nilai rendah pada
karakteristik ini, lebih menyukai keakraban
(kebiasaan), keamanan dan keselamatan, meskipun
hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat
kegembiraan dalam kehidupan. Faktor keberanian
mengambil resiko ini mempunyai kaitan yang erat
dengan aspek impulsiveness. Nilai tinggi pada
dimensi ini menunjukkan kecenderungan extravert
dan nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan
introvert.
1.d Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor ini cenderung bertindak secara mendadak
tanpa dipikirkan terlebih dahulu, membuat
36
keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang
gegabah, biasanya tidak memikirkan apa-apa sama
sekali, angina-anginan dan tidak berpendirian tetap.
Orang-orang yang mempunyai nilai yang
rendah mempertimbangkan berbagai masalah
dengan sangat hati-hati sebelum membuat
keputusan. Orang-orang ini mempunyai sifat yang
sistematis, teratur, hati-hati dan merencanakan
kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka berpikir
sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.
1.e Expressiveness (Pernyataan Perasaan)
Faktor ini berhubungan dengan suatu
kecenderungan umum seseorang untuk
memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara
terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan,
kecintaan dan kebencian. Individu yang mempunyai
nilai yang tinggi pada faktor ini cenderung
sentimental, simpatik, mudah berubah pendirian dan
demonstratif.
Sebaliknya individu yang mempunyai nilai
rendah sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak
memihak dan pada umumnya terkontrol dalam
menyatakan pendapat dan perasaannya. Faktor ini
37
jika diambil dari ekstrimnya, mempunyai kaitan
dengan sifat yang digolongkan “hysterical.” Oleh
karena itu, tidak perlu heran bahwa, meskipun
faktor ini terutama merupakan komponen dari
extravert, faktor ini juga cenderung ke arah
ketidakstabilan emosional.
1.f Reflectiveness (Kedalaman Berpikir)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor ini mengarah pada introvert dan nilai rendah
mengarah kepada extravert. Sebagian penyidik
kepribadian menyebut faktor ini sebagai thinking
introvert, sebutan ini sangat baik karena bukan saja
menandakan arah asosiasi dari extravert-introvert,
tetapi juga membedakan sifat ini dari “social
introvertion” dan “emotional introvertion (nama
lain dari sociability dan expressiveness walaupun
dalam arah yang berlawanan).
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor kedalaman berpikir ini cenderung tertarik
pada ide-ide, abstraksi-abstraksi, masalah-masalah
filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-spekulasi dan
pengetahuan “untuk pengetahuan itu sendiri,” yaitu
38
mereka pada umumnya suka berpikir dan
introspektif (dalam pengertian yang harfiah).
Orang-orang yang mempunyai nilai yang
rendah mempunyai bakat untuk bekerja, lebih
tertarik untuk melakukan berbagai hal daripada
memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung tidak
sabar dengan perbuatan teori-teori “alam khayal.”
1.g Responsibility (Tanggung jawab)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor ini cenderung berhati-hati, teliti, dapat
dipercaya, dapat dijadikan andalan, sungguh-
sungguh, bahkan mempunyai sedikit sifat
mendorong (lihat obsessionality dalam kumpulan
sifat-sifat selanjutnya).
Individu yang mempunyai nilai yang rendah
cenderung tidak menyukai kegiatan yang resmi,
terlambat dalam menepati janji, berubah-ubah
pendirian, dan mungkin juga tidak bertanggung
jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini
masih berada dalam batas-batas normal.
Jadi tidak ada implikasi sakit jiwa atau
kejahatan walaupun skor yang didapatkan berada
pada tingkat yang paling bawah sekalipun.
39
Walaupun penderita sakit jiwa atau pelaku kriminal
pada umumnya tidak bertanggung jawab, sebaliknya
hal ini sama sekali tidak pasti, banyak orang yang
mempunyai nilai rendah pada faktor ini tanpa
mempunyai sedikit pun kecenderungan untuk
menjadi kriminal.
2. Trait dalam Dimensi Kepribadian Emotionality
2.a Self Esteem (Rasa Harga Diri)
Individu dengan nilai self esteem tinggi
cenderung memiliki kepercayaan diri yang besar
dan percaya terhadap kemampuan-kemampuan diri
yang tinggi. Mereka merasa dirinya berharga,
berguna dan percaya bahwa mereka sangat disukai
oleh orang lain. Dapat dikatakan bahwa mereka
sangat menyukai diri sendiri.
Nilai self esteem yang rendah menunjukkan
adanya perasaan rendah diri, mereka percaya bahwa
dirinya merupakan orang yang gagal dan tidak
menarik. Nilai rendah yang sangat ekstrim dapat
dianggap kira-kira sama dengan “inferiority
complex” (rasa rendah diri).
40
2.b Happiness (Kegembiraan)
Arti dari istilah ini adalah sangat terus terang
atau langsung pada sasarannya. Individu yang
memiliki nilai tinggi pada umumnya memiliki sifat
yang riang, optimis, puas dengan keadaannya.
Mereka merasa hidup mereka bermanfaat dan
merasa damai di dunia ini. Individu dengan nilai
rendah memiliki karakteristik pesimis, suram,
tertekan, kecewa dengan keadaannya dan merasa
tidak cocok dan bermusuhan dengan lingkungannya.
2.c Anxiety (Kecemasan)
Individu dengan tingkat kecemasan yang
tinggi menunjukkan gejala cepat bingung dan
mengalami kekacauan pikiran yang diakibatkan
oleh hal-hal yang salah atau tidak pada tempatnya.
Mereka cenderung cemas secara tidak perlu
terhadap hal-hal yang mungkin terjadi atau tidak
mungkin terjadi. Orang-orang semacam ini sering
kali memerlukan konsumsi obat penenang yang
ringan. Individu yang mempunyai nilai yang rendah
bersifat tenang, tentram, dan menolak ketakutan
atau kecemasan yang tidak rasional.
41
2.d Obsessiveness (Keformilan)
Individu yang mempunyai nilai tinggi
mempunyai sifat yang hati-hati, teliti, sangat
disiplin, serius, rewel dan mudah jengkel oleh hal-
hal yang tidak bersih, tidak rapi atau yang tidak
pada tempatnya. Sedangkan individu yang
mempunyai nilai rendah bersifat lepas atau tidak
acuh, tidak suka repot-repot, tidak begitu
memperdulikan aturan atau rutinitas, misalnya
keagamaan.
2.e Autonomy (Pengaturan Diri Sendiri)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada
faktor ini menyukai banyak kebebasan dan tidak
tergantung pada orang lain, membuat keputusan
sendiri, memandang dirinya sebagai penentu dari
nasibnya sendiri dan dapat mengambil tindakan
yang realistis untuk mengatasi masalahnya. Individu
yang mempunyai nilai yang rendah menunjukkan
kurang dapat mengendalikan diri sendiri,
menganggap dirinya sebagai alat permainan nasib
yang tak dapat dibantu, dipermainkan oleh orang
lain dan kejadian-kejadian, dan menunjukkan suatu
tingkatan yang tinggi dari apa yang disebut
42
“authoritarian submission”-kepatuhan terhadap
kekuatan institusional tanpa mempermasalahkannya
2.f Hypochondriasis
Faktor ini disebut juga dengan kecemasan
yang berlebihan terhadap penyakit atau kesedihan
tanpa alasan. Ini mengukur suatu kecenderungan
atau suatu tendensi ke arah symptom psikosomatis
dan menganggap dirinya lemah. Individu dengan
nilai tinggi mengeluh tentang kesehatan mereka
yang seringkali dilebih-lebihkan, menunjukkan
perhatian yang besar terhadap kesehatan mereka dan
menuntut perhatian dari lingkungan. Nilai rendah
menunjukkan orang yang bersemangat serta jarang
sakit dan tidak khawatir dengan kesehatan mereka.
2.g Guilt (Rasa Bersalah)
Individu dengan nilai tinggi menunjukkan
mereka cenderung menyalahkan diri sendiri,
merendahkan diri sendiri dan terganggu oleh suara
hati tanpa memperhatikan apakah tingkah laku
mereka pantas dicela secara moral atau tidak.
Individu dengan nilai rendah hanya mempunyai
kecenderungan sedikit untuk menyalahkan diri
43
mereka dan menyesalkan tingkah laku mereka di
masa lalu.
f. Model Tipe Kepribadian dari Eysenck
Eysenck beranggapan bahwa sebelum dapat
mendeskripsikan dan mengukur kepribadian, perlu dibuat
suatu model untuk mewakilinya dan suatu konsep untuk
meringkas aspek yang berbeda-beda dari model tersebut.
Dari model tipe kepribadian yang dikemukakan oleh
Eysenck, ia membagi tipe kepribadian menjadi bagian-
bagian yang bergerak secara kontinum (dimensional), yaitu
tipe kepribadian introvert-stable, introvert-unstable,
extravert-stable serta extravert-unstable.
Dalam model tersebut tergambar keterkaitan kedua
dimensi dan terlihat bahwa setiap tipe memiliki kumpulan
trait yang berbeda-beda untuk setiap kuadran. Kuadran I
merupakan gabungan dimensi extravert-unstable (tipe
choleric), kuadran II gabungan dimensi extravert-stable
(tipe sanguine), kuadran III gabungan dimensi introvert-
stable (tipe phlegmatic) dan kuadran IV adalah gabungan
dimensi introvert-unstable (tipe melancholic).
44
Gambar 01 Skema model tipe kepribadian dari Eysenck
Dari gambar 01 di atas dapat diketahui sifat-sifat
yang termasuk ke dalam tipe kepribadian menurut Eysenck,
yaitu :
MOODYANXIOUS
RIGIDSOBERPESSIMISTIC
RESERVEDUNSOCIABLE
QUIET
TOUCHYRESTLESS
AGGRESSIVEEXCITEABLE
CHANGEABLE IMPULSIVE
OPTIMISTICACTIVE
PASSIVECAREFUL
THOUGHTFULPEACEFUL
CONTROLLEDRELIABLE
EVEN-TEMPEREDCALM
SOCIABLE OUTGOING TALKATIVE
RESPONSIVEEASYGOING
LIVELY CAREFREE
LEADERSHIP
UNSTABLE
EXTRAVERTEDINTROVERTED
STABLE
CholericMelancholic
Phlegmatic Sanguine
Eysenck, 1970, Rotlegde & Kegan Paul Ltd., publishers
Kuadran I
Kuadran II
Kuadran IV
Kuadran III
1. Extravert-Unstable (choleric), termasuk orang yang
memiliki karakteristik touchy (mudah tersinggung),
restless (tidak dapat tenang), aggressive (agresif),
exciteable (mudah tergugah), changeable (mudah
berubah-ubah pikiran), impulsive (menuruti dorongan
hati), optimistic (penuh harapan), active (aktif).
45
2. Extravert-Stable (sanguine), termasuk orang yang
memiliki karakteristik sociable (mudah bergaul),
outgoing (berwatak ramah), talk active (banyak bicara),
responsive (bersifat responsif), easy going (gampang-
gampangan, tidak suka repot-repot), lively
(bersemangat), carefree (tidak banyak pikiran), dan
leadership (kepemimpinan).
3. Introvert-Stable (phlegmatic), termasuk orang yang
memiliki karakteristik passive (bersikap pasif), careful
(hati-hati), thoughtful (bijaksana), peaceful (bersifat
damai), controlled (dapat menguasai diri), reliable
(dapat dipercaya), even-tempered (berwatak tenang),
dan calm (kalem).
4. Introvert-Unstable (melancholic), termasuk orang yang
memiliki karakteristik karakteristik moody (suka
murung), anxious (cemas), rigid (kaku), sober
(sederhana), pessimistic (bersifat pesimis), reserved
(suka menyendiri), unsociable (kurang dapat bergaul),
dan quiet (pendiam).
46
g. Reduksi Tipe Kepribadian Mantan Junkies
Berdasarkan Teori Hans Jurgen Eysenck
Eysenck mengemukakan dalam penelitiannya
mengenai pasien rehabilitasi Narkoba wanita yang sedang
menjalankan treatment:
Zuckerman, Sola, Masterson, and Angelone (1975) followed 59 soft-drug males, 58 hard-drug males, and 28 mixed-drug females through treatment. Female stayers, those who remained at least 6-8 months in the program, were less socially introverted than female quitters.
(H.J. Eysenck dalam Extraversion and Introversion oleh Larry Wayne Morris, 1979 : 149)
Zuckerman, Sola, Masterson, dan Angelone ( 1975) yang
diikuti 59 soft-drug pria, 58 hard-drug pria, dan 28 mixed-
drug wanita melalui treatment. Wanita stayers, mereka yang
tinggal sedikitnya 6-8 bulan di dalam program, adalah lebih
sedikit secara sosial tertutup dibanding wanita yang
pendiam.
2.2 Narkoba (Drugs) dan Remaja
Narkoba atau disebut dengan obat psikoaktif adalah obat-obatan
apapun yang mengubah cara kerja pusat sistem syaraf. Tetapi
kenyataannya tidak sesederhana itu. Jika Anda tanyakan pada orang-orang
yang pernah menggunakan narkoba, apa efek dari drugs, Anda akan
mendapatkan macam-macam jawaban. Efek dari narkoba bergantung pada
kepribadian si pengguna, dosis pemakaian, setting (situasi tempat, waktu,
47
dan keadaan) saat penggunaan, dan pengharapan akan efek yang akan
dirasakan saat menggunakan.
Seorang dokter yang bertugas di ruang gawat darurat rumah sakit
dan merawat pasien yang overdosis mungkin mendefinisikan obat-obatan
psikoaktif sebagai zat apapun yang bila digunakan secara berlebihan dapat
berakibat fatal. Seorang konselor yang bekerja di sebuah pusat perawatan
untk penyalahgunaan narkoba mungkin mendefinisikan obat psikoaktif
sebagai zat apapun yang bila digunakan secara kompulsif membuat si
pengguna tidak lagi dapat berfungsi secara normal.
Untuk menambah kesulitan, narkoba memiliki berbagai nama,
yaitu nama/istilah kimia, nama dagang/merk, dan nama jalanan. Nama-
nama jalanan seperti "putaw", "pete", "etep", "shabu", "ubas", "chimenk",
"boti", "boat", "ecstasy", "inex", dll ini terus berubah dan biasanya hanya
digunakan di kalangan para pengguna narkoba saja. Zat yang paling sering
digunakan dapat mempunyai 10 istilah nama atau bahkan lebih. Bahkan
obat-obatan yang biasa diresepkan dokter memiliki nama dagang yang
berbeda dengan nama/istilah kimianya, seperti Prozac yang istilah
kimianya adalah fluoxentine, atau Xanax yang nama kimianya adalah
alprazolam juga turut merumitkan masalah tentang cara mengklasifikasi
obat-obatan.
Cara praktis untuk mengklasifikasikan zat-zat ini adalah dengan
membedakannya sesuai efeknya secara keseluruhan. Karena itulah, istilah
"Uppers", "Downers", dan "All Arounders" telah dipilih untuk
48
menjabarkan obat-obatan psikoaktif yang paling sering disalahgunakan.
Lalu ada juga obat-obatan jenis lain seperti inhalan, steroid, obat-obatan
psikotropika, dan obat-obatan lain yang tidak masuk dalam ketogori-
katogori tadi.
Jika kita membicarakan soal efek dari drugs, yang dimaksud adalah
efek yang dialami oleh rata-rata orang yang menggunakannya pada dosis
biasa (sedang). Karena efek yang muncul dapat sangat berbeda dari satu
orang ke orang lainnya dan bahkan dari dosis ke dosis, informasi kita
mengenai efek drugs terhadap tubuh harusnya digunakan hanya sebagai
panduan umum, dan bukan sesuatu yang absolut/mutlak.
(www.yakita.or.id)
Konsumsi Narkoba sangat rentan terhadap remaja, karena remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa sehingga
pada masa ini mulai terjadi konflik mengenai identitas diri remaja.
Selanjutnya, penjelasan lebih lanjut akan diuraikan mengenai Narkoba dan
remaja sebagai berikut :
Tabel 2.2
Karakteristik Remaja Yang Rentan Terhadap Narkoba
Kriteria Penjelasan kriteria
Jenis Kelamin
(Kepala Divisi Psikiatri Adiksi
Departemen Psikiatri FKUI dr
Danardi Sosrosumihardjo
SpKJ dalam
digilib.litbang.depkes.go.id )
Wanita rentan terhadap pengaruh stimulus dari
lingkungan karena faktor hormonal sangat
berperan disana sehingga wanita lebih mudah
merasakan perasaan bersalah, cemas,
peningkatan bahkan penurunan nafsu makan,
gangguan tidur, serta gangguan makan.
49
Usia
(Fasti Rola, S.Psi dalam
penelitiannya mengenai
Hubungan Konsep Diri
dengan Motivasi Berprestasi
pada Remaja, 2006. Program
studi Psikologi Fak.
Kedokteran USU, Medan)
Usia 15-17 tahun merupakan usia masa remaja
pertengahan. Pada rentang usia ini, perilaku
remaja masih bersifat kekanak-kanakan, namun
pada usia remaja sudah timbul unsur baru, yaitu
kesadaran akan kepribadian dan kehidupan
badaniah sendiri. Mulai menemukan nilai-nilai
tertentu dan melakukan perenungan terhadap
pemikiran filosofis dan etis. Maka, dari
perasaan yang penuh keraguan pada usia remaja
awal maka pada rentang usia ini mulai timbul
kemantapan pada diri sendiri yang lebih
berbobot. Rasa percaya diri pada remaja
menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk
melakukan penilaian terhadap tingkah laku
yang dilakukannya.
Urutan dalam keluarga
(Adler dalam Teori-teori
Psikodinamika. Calvin S. Hall
& Garner Lindzey, 1993:253)
1. Anak pertama (sulung)
Anak sulung mendapatkan banyak
perhatian sampai anak kedua lahir;
kemudian ia segera turun dari posisi yang
menyenangkan itu dan harus membagi
kasih sayang orang tua dengan bayi yang
baru lahir. Pengalaman tersebut dapat
membuat anak sulung bertingkah laku :
membenci orang lain, melindungi diri
terhadap perubahan nasib yang terjadi
secara mendadak, dan merasa tidak aman.
2. Anak tengah
Anak tengah adalah ambisius. Ia selalu
berusaha melebihi kakaknya. Ia cenderung
memberontak atau iri hati, tetapi pada
umumnya ia dapat menyesuaikan diri
50
dengan lebih baik dibandingkan kakak atau
adiknya.
3. Anak terakhir (bungsu)
Anak bungsu adalah anak yang dimanjakan
sehingga kemungkinan besar ia menjadi
anak yang mengandung masalah dan
menjadi orang dewasa yang neurotik yang
tidak mampu menyesuaikan diri.
Tinggal bersama orang tua
dalam
geocities.com/bloganak06/ana
k/BundaAyahKokNggakTingg
alSamaKitaLagi.doc - 36k -
View as html
Remaja yang tinggal bersama orang tua berarti
masih berada dalam pengawasan dan sedikit
banyaknya mendapat perhatian dari kedua
orang tuanya. Namun, dalam hal ini ada faktor
pola asuh yang sangat berpengaruh terhadap
perilaku remaja.
Pekerjaan orang tua dalam
ronawajah.wordpress.com/ca
tegory/orang-tua - 34k -
Cached
Orang tua yang menjadi wiraswastawan
cenderung memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang tua yang bekerja
sebagai PNS. Hal tersebut disebabkan karena
orang tua yang bekerja sebagai wiraswasta tidak
memiliki penghasilan tetap, tidak terikat dengan
institusi tertentu, dan memiliki karakteristik
pekerjaan dimana semakin luas cakupan
uasahanya maka semakin akan semakin sibuk.
Sedangkan orang tua yang bekerja sebagai PNS
memiliki karakteristik pekerjaan dimana
penghasilan tetap setiap bulannya, terikat
institusi sehingga cenderung monoton.
Suku Bangsa dalam
www.indonesiamedia.com/20
04/05/early/budaya/budaya-
1. Suku bangsa sunda memiliki karakteristik :
loyal dalam membelanjakan hartanya
sehingga fokus pada penampilan dirinya,
51
0504-bhinneka.htm - 24k -
Cached
rengkuh (rendah hati), savety player
sehingga kurang mampu eksplorasi dan low
profile.
2. Suku bangsa jawa memiliki karakteristik :
hemat dalam membelanjakan hartanya,
rendah hati, dan mampu mengeksplorasi
potensinya.
3. Suku bangsa betawi memiliki karakteristik:
terbuka, sederhana, dan memiliki nilai
Islami yang cukup tinggi.
4. Suku bangsa batak memiliki karakteristik:
rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap
keluarganya, tegas, dan pantang menyerah.
Pola asuh dalam Baumrind 1. Authoritarian (otoriter)
Orang tua dengan pola asuh otoriter akan
membuat anak mempunyai konsep diri
yang lemah sehingga anak tidak mampu
mengambil keputusan.
2. Permisive (cuek)
Orang tua dengan pola asuh permisif
membentuk anak cenderung kurang belajar
sehingga anak sulit mengetahui mana yang
baik dan yang buruk. Akibatnya, anak akan
mudah terseret dalam melakukan hal-hal
yang negatif.
Mulai mengkonsumsi Narkoba Setiap remaja memiliki kerentanan tertentu
terhadap konsumsi Narkoba. Hal ini,
ditunjukkan dengan lamanya remaja
mengkonsumsi Narkoba.
52
Lamanya mengkonsumsi
Narkoba
(www.yakita.or.id)
Lamanya mengkonsumsi Narkoba akan
mempengaruhi sedikit banyaknya sistem kerja
saraf pusat (otak), sehingga semakin lama
remaja mengkonsumsi Narkoba maka semakin
besar resiko terjadi kerusakan otak dan
berakibat pada perubahan perilaku.
Penyebab terjerumus dalam
Narkoba dalam www.bluefame.com/lofiversion/inde
x.php/t37417.html - 14k - Tembolok
- Halaman sejenis
80% penyebab seseorang terjerat dalam
belenggu Narkoba dikarenakan keluarga yang
hancur (Broken Home). Pengertian Broken
Home disini, antara lain : ayah dan ibu bercerai,
orang tua yang terlalu sering bertengkar di
depan anak-anak, anak yang kekurangan kasih
sayang orang tua, dan anak yang kurang
perhatian dari orang tua.
Jenis Narkoba yang
dikonsumsi
(www.yakita.or.id)
1. Alkohol
Sebagai narkoba depresan, alkohol
memperlambat kegiatan susunan saraf pusat dan
dalam dosis rendah dapat menjadikan tenang
dengan hambatan dikurangi. Setelah efek
depresan mengambil alih, alkohol memperlambat
kegiatan refleks, menekan pernapasan dan denyut
jantung serta mengacukan pikiran dan
keputusasaan.
Peminum berat biasanya mengembangkan
toleransinya terhadap alkohol dan butuh minum
lebih banyak lagi agar dapat mengalami efek yang
sama.
Kecanduan alkohol adalah suatu penyakit kronis
progersif yang ditandai dengan kurangnya kendali
terhadap meminum alkohol, pengutamaan
penggunaan alkohol meskipun mengakibatkan
kerugian dan penolakan. Jika tidak ditanggulangi
53
itu dapat berakibat fatal. Meskipun
pengembangan kecanduan alkohol dapat
memakan waktu bertahun-tahun, masa
pemulihannya dapat membutuhkan waktu seumur
hidup.
Efek jangka panjang alkohol terhadap tubuh,
setelah meminumnya secara berat selama waktu
yang lama, adalah luas. Ini dapat meliputi tekanan
darah tinggi, jantung yang membesar, sirosis hati,
hati membengkak dan sakit, menimbulkan luka
memar di kulit, tukak pada perut dan usus, otot
yang lemah, hilang ingatan, hilang perasaan di
kaki dan tangan serta kerusakan pada janin jika
sedang hamil.
Masalah perilaku biasanya dikaitkan dengan
alkohol. Beberapa masalah dapat meliputi
kekerasan dalam keluarga, kemangkiran dalam
bekerja, kecelakaan saat berkendaraan,
permasalahan hukum dan denda terkait dengan
kekerasan serta kesulitan keuangan.
Meminum alkohol secara tetap dapat berakibat
pada ketergantungan psikologis serta fisik.
Seseorang yang ketergantungan fisik akan
menderita gejala putus zat, yang dapat meliputi
hilangnya nafsu makan, lekas marah,
kebingungan, susah tidur, kejang-kejang,
gemetaran, halusinasi, dan bahkan mendapat
serangan yang mematikan.
2. Ganja
- Dampaknya berbeda-beda akibat beberapa faktor
yang terkait dengan pengguna, cara
penggunaan, jenis cannabis dan kekerapan serta
54
waktu cannabis dipakai. Beberapa efek dapat
termasuk euphoria, santai, keringanan stress dan
rasa sakit, nafsu makan bertambah, perusakan
pada kemampuan bergerak, kebingungan,
hilangnya konsentrasi serta motivasi berkurang.
- Efek yang didapat biasanya mencapai puncaknya
dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan
selama tiga jam.
- Gejala putus zat setelah penggunaan jangka
panjang dapat termasuk sakit kepala,
kegelisahan, depresi dan gangguan tidur.
- Seperti hasil pembakaran lainnya, cannabis
mengandung zat yang mengakibatkan kanker,
tar dan karbon monoksida. Ini dapat
mengakibatkan penyakit pernapasan, efek
kardiovaskular serta kanker. Sebatang rokok
cannabis mengandung sejumlah tar dan zat
beracun lainnya serupa lainnya serupa dengan
14-16 batang batang rokok filter.
3. Pil
Efek awal dapat meliputi penambahan rasa percaya
diri, dan kekuatan, peningkatan motivasi dan
antusiasme, penambahan sifat agresif dan gairah
seksual. Dosis yang lebih besar dapat
mengakibatkan hilangnya rintangan, kehilangan
pandangan baik dan suasana hati berubah-ubah.
Pengguna jangka panjang menjadi suka bertengkar
dan agresif. Penggunaan secara berat jangka
panjang dapat mengakibatkan penyakit jantung,
kerusakan hati, kekacauan mental dan kekerasan.
55
Ketergantungan fisik dianggap tidak terjadi, tetapi
bebrapa pengguna menjadi ketergantungan
pikologis, dengan anggapan bahwa prestasi fisik
dan prestasi olahraganya akan menurun jika tidak
memakai steroid anabolik.
Gejala putus zat dapat meliputi depresi barat,
insomnia, keleuan, hilang nafsu makan, sakit
epala dan ketagihan akan steroid anabolik. k
2.3 Metoda Inabah di Pondok Pesantren Suryalaya
Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu
(mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan,
maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah
ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-
Qur’an yakni dalam Luqman ayat ke-15, Al-Syura ayat ke-10; dan pada
surat yang lainnya.
Abah Anom menggunakan nama inabah menjadi metode bagi
program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-
orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban
penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang
dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada
perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.
Dari sudut pandang tasawuf orang yang sedang mabuk, yang
jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode
pemulihan (inabah). Metode inabah baik secara teoretis maupun praktis
56
didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama, Metode ini
mencakup :
2.3.1 Mandi
Lemahnya kesadaran anak bina akibat mabuk, dapat
dipulihkan dengan mandi dan wudlu. Mandi dan wudlu akan
mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk 'kembali'
menghadap Allah Yang Maha Suci.
Makna simbolik dari wudlu adalah: mencuci muka, mensucikan
bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa; mencuci lengan,
mensucikan perbuatan; membasuh kepala, mensucikan otak yang
mengendalikan seluruh aktifitas tubuh; membasuh kaki, dan
mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup.
2.3.2 Sholat
Anak bina yang telah di bersihkan atau disucikan melalui
proses mandi dan wudlu, akan dituntun untuk melaksanakan sholat
fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah. Tuntunan
pelaksanaan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan ajaran islam
dan kurikulum ibadah yang dibuat oleh Abah Anom.
2.3.3 Talqin Dzikir
Anak bina yang telah pulih kesadarannya diajarkan dzikir
melalui talqîn dzikr. Talqin dzikir adalah pembelajaran dzikir pada
qalbu. Dzikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan
dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk
57
dihunjamkan ke dalam qalbu yang di talqin. Yang dapat melakukan
talqin dzikir hanyalah orang-orang yang qalbunya sehat (bersih
dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).
2.3.4 Pembinaan
Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti
program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan
ditetapkan oleh Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat
dan dzikir, serta ibadah lainnya.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, juga diberikan
kegiatan tambahan berupa : Pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata
cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina di
evaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan
jasmani dan rohaninya. Evaluasi diberikan dalam bentuk
wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina
inabah yang bersangkutan.
Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A
Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished
Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga
penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya
di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S.
Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang
mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula
58
dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal.
2.4 Reduksi Pendekatan Behavioristik
Pendekatan behavioristik menekankan proses belajar serta peranan
lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan
tingkah laku. Menurut pendekatan behavioristik, semua bentuk tingkah
laku manusia merupakan hasil belajar yang bersifat mekanistik melalui
proses perkuatan (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993:9).
Penjelasan mengenai pendekatan behavioristik ini, dijelaskan
kembali oleh Hans Jurgen Eysenck yang menyatakan bahwa beliau
merupakan seorang behaviorist namun banyak mendapat pengaruh dari
psikoanalisa. Berbeda dengan kelompok learning lainnya, yang
menggunakan stimulus respon dalam berpikir, Eysenck menganggap
bahwa ada hal yang sangat penting yang kurang diperhatikan antara
stimulus respon yaitu organisme. Jadi menurut Eysenck paradigma yang
digunakan sebaiknya Stimulus-Organisme-Respons.
Menurut Eysenck dalam mempelajari kepribadian yang harus
diutamakan adalah masalah organisme (O), dengan melalui trait.
Kepribadian adalah hasil genetik berupa Cortical Arrousal yang akan
mempengaruhi trait. Dengan demikian, manusia memiliki keunikan
masing-masing yang menyebabkan pembahasan mengenai manusia
sedemikian rumit. Secara individual setiap orang memiliki perbedaan dan
59
kesamaan satu dengan yang lain, baik itu dalam reaksi-reaksi maupun
tingkah laku tertentu.
Sesuai dengan pengertian kepribadian menurut Eysenck, bahwa
kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor herediter (keturunan) dan
environtment (lingkungan). Kemudian, jika dikaitkan dengan prinsip dasar
pendekatan behavioristik Eysenck maka, ketika manusia diberikan
stimulus tertentu kemudian mempengaruhi faktor organisme (kepribadian
dan lingkungan) sehingga menimbulkan respon tertentu. Dengan
demikian, uraian pendekatan behavioristik Eysenck dijadikan dasar terapi
behavior untuk Metoda Inabah karena karakteristik Metoda Inabah
menekankan pada perubahan tingkah laku manusia.
2.5 Kerangka Berpikir
Menurut dr. Danardi Sosrosumihardjo SpKJ dalam
www.digilib.litbang.depkes.go.id yang menyatakan bahwa wanita rentan
terhadap pengaruh stimulus dari lingkungan karena faktor hormonal sangat
berperan disana sehingga wanita lebih mudah merasakan perasaan
bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan nafsu makan, gangguan
tidur, serta gangguan makan. Sehingga pengaruh stimulus dari lingkungan
menimbulkan dorongan untuk bertingkah laku. Bila tingkah laku yang
dilakukan seseorang untuk memenuhi tuntutan itu dapat diterima oleh
lingkungan sekitarnya, maka hal tersebut tidak akan menimbulkan
masalah. Tuntutan kebutuhan dapat terpenuhi dengan memuaskan, namun
60
kadang-kadang tuntutan tersebut dapat menimbulkan dorongan untuk
bertingkah laku destruktif atau tidak dapat diterima oleh lingkungan,
seperti dorongan mengkonsumsi Narkoba. Meskipun demikian, kebutuhan
tersebut tetap harus dipenuhi, sebab apabila tidak maka dalam diri individu
tersebut akan timbul ketidakseimbangan diri yang akan mengganggu
perkembangan kepribadian.
Menurut Jung (Hergenhahn, 1980 : 58), dorongan untuk bertingkah
laku tadi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri (internal)
maupun faktor-faktor dari luar (eksternal). Kedua faktor tersebut dijadikan
sebagai stimulus yang akan menciptakan respons berupa tingkah laku
destruktif yang diakibatkan karena konsumsi Narkoba. Bagi orang-orang
yang mempunyai kecenderungan extrovert maka dorongan-dorongan
untuk bertingkah laku akan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,
dan mereka akan menunjukkan sikap terbuka, ramah, hangat dan mudah
bergaul. Sebaliknya, seseorang dengan kecenderungan introvert, maka
dorongan untuk bertingkah laku akan lebih dipengaruhi oleh faktor
internal dan mereka menunjukkan sikap tertutup, menarik diri, pendiam
dan menjaga jarak.
Dalam hal ini, konsep Jung sedikit banyaknya diadopsi oleh
Eysenck sebagai behaviorist dalam konsep dasar dari pendekatan
behavioristik, dimana menurut Eysenck ada hal yang sangat penting yang
kurang diperhatikan antara stimulus – respon yaitu organisme. Jadi
61
menurut Eysenck paradigma yang digunakan sebaiknya Stimulus-
Organisme-Respons.
Eysenck menambahkan bahwa dalam mempelajari kepribadian
yang harus diutamakan adalah masalah organisme (O), dengan melalui
trait. Kepribadian adalah hasil genetik berupa Cortical Arrousal yang akan
mempengaruhi trait. Kemudian, tingkat yang paling kompleks dan umum
dari struktur kepribadian eysenck adalah type. Sehingga dalam teorinya
Eysenck mengklasifikasikan tipe kepribadian menjadi empat kuadran
”introvert-stable”, “introvert-unstable”, “extravert-stable”, “extravert-
unstable”.
Seperti yang telah diuraikan di atas, Eysenck konsisten terhadap
konsep dari pendekatan behavioristik dimana terdapat stimulus,
organisme, dan respon. Konsep teorinya memberikan inspirasi pada salah
satu terapi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Suryalaya. Terapi yang
dilakukan dinamakan Metoda Inabah, dengan aktivitas mandi, shalat dan
dzikir. Setiap aktivitas dalam mandi, shalat dan dzikir merupakan proses
belajar untuk mengubah maladaptive behavior menjadi adaptive behavior.
Namun demikian, terapi behavior (Metoda Inabah) yang dapat
membantu Junkies terlepas dari ketergantungan Narkoba, tidak terlepas
pula oleh faktor organisme Junkies yaitu faktor kepribadian dan
lingkungan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui identifikasi tipe
kepribadian Eysenck pada mantan Junkies wanita usia 15-18 tahun di
Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya.
62
Skem
a K
eran
gka
Ber
piki
r :
Ket
eran
gan
:
: m
engh
asilk
an
: m
emili
ki
: m
engi
kuti
Tipe
Kep
ribad
ian
Junk
ies W
anita
yan
g m
emili
ki
tipe
kepr
ibad
ian
terte
ntu
Met
oda
Inab
ah
Tera
pi B
ehav
ioris
tik
Man
tan
Junk
ies W
anita
(s
embu
h da
lam
kur
un w
aktu
ku
rang
dar
i 6 b
ulan
)
Intro
vert
Stab
le
Extra
vert
Uns
tabl
e Ex
trave
rt St
able
In
trove
rt U
nsta
ble
:
dala
m p
siko
logi
dis
ebut
seba
gai T
erap
i Beh
avio
ristik
63
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini
digunakan rancangan penelitian deskriptif. Penyelidikan deskriptif tertuju
pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Karena banyak
sekali ragam penyelidikan demikian, metode deskriptif lebih merupakan
istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Di antaranya ialah
penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi;
penyelidikan dengan teknik survey, dengan teknik interview, angket,
observasi, atau dengan teknik test; studi kasus, studi komperatif, studi
waktu dan gerak, analisa kuantitatif, studi kooperatif atau operasional.
(Winarno Surakhmad, 1980:139)
Metode deskriptif ini merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat pencandraan
(deskriptif) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat dari suatu populasi (Sumadi Suryabrata, 2003 : 75). Metode
deskriptif tidak bertujuan untuk menguji suatu hipotesis, melainkan
bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai hal yang akan diteliti
(Sumadi Suryabrata, 2003 : 25).
64
3.2 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel yang hendak diukur adalah variabel
tipe kepribadian ditinjau dari teori kepribadian Eysenck pada mantan
Junkies wanita usia 15-18 tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren
Suryalaya.
3.3 Operasional Variabel
Yang dimaksud dengan tipe kepribadian dalam penelitian ini adalah
perilaku individu yang ditampilkan ketika berinteraksi dengan orang lain
sehingga terakumulasi dalam jumlah skor yang ditunjukkan terhadap
kelompok item yang sesuai dengan tipe kepribadian extravert-stable,
introvert-stable, extravert-unstable, dan introvert-unstable.
3.4 Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Pada
penelitian ini terdapat satu macam data yang dikumpulkan yaitu data
mengenai tipe kepribadian sehingga digunakan alat ukur Eysenck
Personality Inventory Form A (EPI-A).
Alat ukur ini diciptakan oleh H.J. Eysenck, yang konstruksi tesnya
dimulai pada tahun 1963 dan digunakan untuk menentukan kecenderungan
introvert, extravert, neuroticism, dan stability sehingga subjek dapat
dimasukkan ke dalam extravert-stable, extravert-unstable, introvert-stable,
dan introvert-unstable.
65
EPI – A dimodifikasi oleh Urusan Reproduksi dan Distribusi Alat-
alat Tes Psikologi (URDAT) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
untuk menentukan norma. EPI – A terdiri dari 57 pertanyaan dengan
alternatif jawabannya “ya” atau “tidak”. Selanjutnya, jawaban subjek
penelitian akan diskor berdasarkan tabel di bawah ini :
Tabel 3.3
Ketentuan Skoring Alat Ukur Tipe Kepribadian
Ketentuan skor Extravert -Introvert
Stable -Unstable Lie Scale
Ya 1 1 1Item vavorable Tidak 0 0 0Ya 0 0 0Item unvavorable Tidak 1 1 1
Penyusunan alat tes ini, menyajikan 57 pertanyaan. Berikut item-
item pertanyaan untuk setiap dimensinya:
Tabel 3.4
Tabel Tabulasi Pertanyaan Alat Ukur Tipe Kepribadian
No Dimensi Nomor Item Jumlah1 introvert -
extravert1, 3, 5, 8, 10, 13, 15, 17, 20, 22, 25, 27, 29, 32, 34, 37, 39, 41, 44, 46, 49, 51, 53, 56
24
2 stable-unstable 2, 4, 7, 9, 11, 14, 16, 19, 21, 23, 26, 28, 31, 33, 35, 38, 40, 43, 45, 47, 50, 52, 55, 57
24
3 lie scale 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54 9
Seluruh jawaban subjek kemudian diberi skor sesuai dengan
ketentuan pada tabel 3.4.2, dengan memperhatikan indikasi yang ada di
depan setiap pertanyaan. Selanjutnya menjumlahkan hasil skor seluruh
pertanyaan agar dapat menentukan kecenderungan kepribadian subjek
tersebut.
66
Adapun kriteria penentuannya (norma) adalah:
Tabel 3.5
Norma Alat Ukur Tipe Kepribadian Eysenck
No Dimensi Jumlah Skor Tipe Kepribadian 12 – 14 Moderat
> 14 extravert 1 introvert-extravert< 12 introvert
9 – 14 Moderat< 9 stable2 stable-unstable
> 14 unstable
4 – 5 Moderat(masih dapat dipercaya)
> 5 faking(tidak dapat dipercaya) 3 lie scale
< 3 saint(dapat dipercaya)
3.5 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu mengambil sampel dari populasi yang telah ditentukan
dengan memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang memiliki sangkut
paut yang erat dengan tujuan penelitian (Sutrisno Hadi, 1996: 82). Sampel
penelitian pada penelitian ini adalah mantan Junkies wanita usia 15-18
tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren Suryalaya. Jumlah sampel mantan
Junkies wanita usia 15-18 tahun di Inabah XVII Pondok Pesantren
Suryalaya Tasikmalaya sebanyak 6 orang.
3.6 Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan prosedur dari penelitian ini terdiri dari 5 (lima)
tahap, yaitu:
67
1. Tahap persiapan
a. Melakukan studi kepustakaan dan menetapkan masalah.
b. Menetapkan lokasi dan sampel penelitian.
c. Memilih topik penelitian sesuai dengan masalah yang akan diteliti.
d. Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan
yang diteliti.
e. Menentukan teknik pengambilan data
f. Menentukan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.
2. Tahap Pengambilan Data.
a. Melaksanakan pengambilan data berupa interview, observasi dan
meminta subjek (mantan Junkies wanita usia 15-18 tahun di Inabah
XVII Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya) untuk mengisi
riwayat hidupnya.
b. Melakukan pengambilan data tipe kepribadian Eysenck dengan the
Eysenck Personality Inventory Form A.
3. Tahap Pengolahan Data
a. Melakukan skoring hasil the Eysenck Personality Inventory.
b. Melakukan perhitungan dalam prosentase (%) dari hasil scoring the
Eysenck Personality Inventory Form A.
4. Tahap Pembahasan
a. Mendeskripsikan identifikasi tipe kepribadian Hans Jurgen Eysenck
b. Membahas dan menarik kesimpulan dari penelitian.
c. Memberikan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
68
5. Tahap Terakhir
a. Menyusun laporan penelitian.
b. Memperbaiki dan menyempurnakan laporan penelitian secara
menyeluruh.
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Demografi Subjek Penelitian
Berdasarkan jumlah sampel yang telah ditentukan, maka ada
hasil pengukuran 6 subjek penelitian yang dianalisis dalam penelitian
ini. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dalam
menginterpretasikan hasil penelitian ini, di bawah ini digambarkan
mengenai demografi subjek penelitian :
Tabel 4.6
Demografi Subjek penelitian
Kriteria Sub Kriteria Jumlah PersentaseJenis Kelamin Wanita 6 100 %
Usia 15 tahun 16 tahun 17 tahun
123
16,67 % 33,33 %
50 % Urutan dalam
keluargaAnak pertama Anak tengah Anak bungsu
114
16,67 % 16,67 % 66,67 %
Tinggalbersama
Orang tua 6 100 %
Pekerjaan orang tua
Wiraswasta Pegawai Negeri Sipil
51
83,33 % 16,67 %
Suku Bangsa SundaJawa
BetawiBatak
2211
33,33 % 33,33 % 16,67 % 16,67 %
Pola asuh Authoritarian Permissive
24
50 % 50 %
Mulaimengkonsumsi
Narkoba
SDSMP
15
16,67 % 83,33 %
Lamanya + 3 bulan 2 33,33 %
70
mengkonsumsi Narkoba
+ 1 tahun + 2 tahun + 4 tahun
211
33,33 % 16,67 % 16,67 %
Penyebabterjerumus
dalam Narkoba
Broken Home Coba-coba (iseng)
Dipaksa teman
411
66,67 % 16,67 % 16,67 %
Lamanya menjalankan
Treatment sampai
dikatakansembuh (pulih)
+ 3 bulan + 4 bulan + 5 bulan
231
33,33 % 50 %
16,67 %
Sumber : kuesioner dan interview
Tabel 4.7
Jenis Narkoba yang dikonsumsi subjek penelitian
Jumlah Junkies yang mengkonsumsi
Narkoba
Kriteria Jenis Narkoba yang dikonsumsi
Pakai Tidak
Persentase
Ganja 5 1 83,33 %
Alkohol 6 100 % Jenis Narkoba
yang dikonsumsi
Pil (inex, leksotan, buti) 5 1 83,33 %
Sumber : kuesioner dan interview
4.1.2 Hasil Pengukuran EPI-A
Setelah dilakukan pengukuran terhadap subjek penelitian
dengan menggunakan alat ukur EPI-A, maka didapat jumlah skor
(terlampir) yang menghasilkan kecenderungan tipe kepribadian pada
masing-masing subjek penelitian. Dalam menentukan tipe kepribadian
subjek penelitian, jumlah skor EPI-A dibandingkan dengan norma
sehingga kecenderungan tipe kepribadian subjek penelitian dapat
digambarkan melalui tabel sebagai berikut :
71
Tabel 4.8
Tipe Kepribadian Subjek Penelitian
Frekuensi Prosentase
Introvert – Stable 1 16,67 %
Introvert – Unstable 2 33,33 %
Extravert – Stable
Tipe
Kep
ribad
ian
Extravert – Unstable 3 50 %
Jumlah 6 100 %
Sumber : Hasil Skor EPI-A (terlampir)
Berdasarkan table 4.8 di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat 16,67 % (1 orang) yang memiliki tipe kepribadian
Introvert – Stable; 33,33 % (2 orang) yang memiliki tipe
kepribadian Introvert – Unstable; 50 % (3 orang) yang memiliki
tipe kepribadian Extravert – Unstable. Disamping itu, tabel4.8
menunjukkan bahwa 83,33 % (5 orang) memiliki ketidakstabilan
(unstable ) dalam dimensi emosional.
4.1.3 Deskripsi Umum Mengenai Hasil Pengukuran EPI-A
4.1.3.1 Dimensi Extravert-Introvert
Tabel 4.9
Deskripsi Subjek Penelitian Mengenai Aspek Activity
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
1
Apakah saudara sering merasakan
kegembiraan dalam waktu yang cukup
lama?
2 4 6
72
17 Apakah saudara suka sekali bepergian? 6 6
39Apakah saudara suka melakukan hal-hal
yang membutuhkan tindakan cepat? 4 2 6
41Apakah saudara lambat dan tidak cepat
dalam gerak-gerik saudara? 3 3 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 2+6+4+3 x 100% = 62,5 % 24
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki
nilai yang tinggi pada aspek activity dengan prosentase sebesar
62,5%. Hal ini berarti 62,5% subjek penelitian menyukai aktivitas
yang membutuhkan tindakan cepat dan aktivitas dengan ruang
lingkup cukup luas sehingga subjek penelitian cenderung extravert.
Tabel 4.10
Deskripsi Subjek Penelitian Mengenai Aspek Sociability
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
15Pada umumnya, apakah saudara lebih
suka membaca daripada bertemu dengan
orang-orang?
1 5 6
20Apakah saudara lebih suka memiliki
sedikit teman tapi betul-betul akrab? 4 2 6
25Apakah biasanya saudara merasa bebas
dan menikmati suatu pesta yang meriah? 5 1 6
27 Apakah orang lain menganggap bahwa 6 6
73
hidup saudara bahagia?
29Apakah saudara lebih sering berdiam diri
ketika saudara bersama orang lain? 3 3 6
44
Apakah saudara suka berbicara dengan
siapapun, meskipun dengan orang yang
baru saudara kenal?
6 6
46
Apakah saudara merasa sangat tidak
bahagia ketika saudara tidak dapat
bertemu dengan banyak orang?
3 3 6
51
Apakah saudara sangat sulit untuk
menikmati suasana saat berkumpul dalam
suatu pesta?
4 2 6
53Dapatkah saudara menciptakan suasana
pesta yang sepi menjadi menyenangkan? 5 1 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity =5+2+5+5+6+3+3+2+5 x 100% = 57,4% 54
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki
nilai yang tinggi pada aspek sociability dengan prosentase 57,4%.
Hal ini berarti 57,4% subjek penelitian memiliki banyak teman
dimana subjek penelitian sering menghadiri acara-acara atau pun
pesta yang diselenggarakan oleh teman-temannya. Namun demikian,
subjek penelitian cenderung selektif dalam berteman seperti respon
74
pada item 20. Dengan demikian subjek penelitian cenderung
extravert pada aspek sociability.
Tabel 4.11
Deskripsi Subjek Penelitian Mengenai Aspek Risk Taking
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
10Apakah setiap tantangan akan selalu
saudara hadapi? 1 5 6
49
Apakah saudara menganggap saudara
memiliki rasa percaya diri yang cukup
besar?
2 4 6
56 Apakah saudara suka mejahili orang lain? 4 2 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 1+2+4 x 100% = 38,88% 18
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa 38,88% subjek penelitian
memiliki nilai yang rendah pada aspek risk taking dimana subjek
penelitian tidak menyukai hal-hal yang bersifat menantang karena
subjek penelitian tidak memiliki rasa percaya diri yang cukup besar
untuk menghadapi setiap tantangan yang ada dihadapannya. Dengan
demikian subjek penelitian cenderung introvert.
75
Tabel 4.12
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Impulsiveness
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
3Apakah saudara biasanya bersikap masa
bodoh? 6 6
5Apakah saudara berpikir terlebih dahulu
sebelum bertindak? 5 1 6
8
Pada umumnya, apakah saudara
mengatakan dan melakukan sesuatu
dengan cepat tanpa dipikirkan terlebih
dahulu?
4 2 6
13Apakah saudara sering melakukan sesuatu
secara tiba-tiba? 6 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 6+1+4+6 x 100% = 70,83% 24
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa 70,83%
subjek penelitian memiliki nilai yang tinggi pada aspek
impulsiveness seperti pada item 3, 8, dan 13. dengan demikian subjek
penelitian cenderung extravert.
76
Tabel 4.13
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Expressiveness
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
22Ketika seseorang membentak saudara,
apakah saudara membentaknya kembali? 4 2 6
37
Apakah saudara tidak suka berkumpul
bersama orang-orang yang suka berolok-
olok satu sama lain?
3 3 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 4+3 x 100% = 58,33% 12
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa 58,33% subjek penelitian
memiliki nilai yang cukup tinggi pada aspek expressiveness. Hal ini
subjek tunjukkan dengan perilaku memperlihatkan kemarahan secara
terbuka seperti pada item 22, sehingga subjek penelitian cenderung
extravert.
77
Tabel 4.14
DeskripsiSubjek penelitian Mengenai Aspek Reflectiveness
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
32
Ketika ada sesuatu yang ingin saudara
ketahui, apakah saudara lebih suka
mencarinya di buku daripada
menanyakannya kepada orang lain?
3 3 6
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa subjek penelitian
diasumsikan memiliki respon yang wajar (biasa-biasa saja) pada
aspek reflectiveness. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan
seimbang 1:1 antara respon “ya” dan “tidak”.
Tabel 4.15
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Responsibility
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
34Apakah saudara menyukai jenis pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian? 3 3 6
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
78
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa subjek penelitian
diasumsikan memiliki respon yang wajar terhadap aspek
responsibility dimana sebagian subjek penelitian menyukai pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian dan sebagian lainnya tidak karena
subjek penelitian berusaha menghindari tanggung jawab.
4.1.3.2 Dimensi Stable-Unstable
Tabel 4.16
Deskripsi Subjek Penelitian Mengenai Aspek Self-Esteem
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
11
Apakah tiba-tiba saudara merasa
canggung jika ingin berbicara dengan
seseorang yang menarik dan belum
saudara kenal?
5 1 6
52Apakah saudara merasa terganggu dengan
perasaan rendah diri? 3 3 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 5+3 x 100% = 66,66% 12
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
79
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa 66,66% subjek penelitian
memiliki nilai rendah pada aspek self-esteem dimana subjek
penelitian merasa canggung ketika ingin berbicara dengan orang
asing karena merasa rendah diri. Dengan demikian subjek penelitian
cenderung unstable.
Tabel 4.17
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Happiness
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
16 Apakah perasaan saudara mudah terluka? 1 5 6
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki
nilai rendah pada aspek happiness dimana subjek penelitian memiliki
perasaan yang mudah terluka. Dengan demikian subjek penelitian
cenderung unstable.
Tabel 4.18
DeskripsiSubjek penelitian Mengenai Aspek Anxiety
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
9 Pernahkah saudara merasa tidak enak hati 6 6
80
tanpa sebab yang jelas?
21 Apakah saudara sering berkhayal? 5 1 6
38Apakah saudara seorang yang mudah
tersinggung? 3 3 6
40Apakah saudara mencemaskan sesuatu
yang buruk menimpa diri saudara? 4 2 6
43 Apakah saudara sering bermimpi buruk? 4 2 6
47Apakah saudara menganggap diri saudara
seorang yang gugup? 2 4 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity =6+5+3+4+4+2 x 100% = 66,66% 36
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa 66,66% subjek penelitian
memiliki nilai tinggi pada aspek anxiety. Subjek penelitian sering
merasa tidak enak hati tanpa sebab yang jelas, sering berkhayal,
sering mencemaskan sesuatu yang buruk menimpanya sehingga
subjek sering bermimpi buruk. Dengan demikian subjek penelitian
cenderung unstable.
81
Tabel 4.19
Deskripsi Subjek Penelitian Mengenai Aspek Obsessiveness
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
28
Setelah saudara melakukan sesuatu yang
penting, apakah saudara sering merasa
saudara telah melakukannya dengan
sangat baik?
3 3 6
50
Apakah saudara mudah sekali sakit hati
ketika orang-orang mengetahui kesalahan
pada diri saudara atau pekerjaan saudara?
5 1 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 3+5 x 100% = 66,66% 12
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa 66,66% subjek penelitian
memiliki nilai tinggi pada aspek obsessiveness, dimana subjek
penelitian merasa seluruh pekerjaan yang telah dilakukannya baik
sehingga sering merasa kesal ketika orang lain mengkritisi hasil kerja
subjek penelitian. Dengan demikian subjek penelitian pada aspek
obsessiveness cenderung stable.
82
Tabel 4.20
DeskripsiSubjek penelitian Mengenai Aspek Autonomy
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
2
Apakah saudara sering membutuhkan
teman-teman yang penuh pengertian
untuk membuat anda gembira?
6 6
7Apakah suasana hati saudara sering
berubah-ubah? 6 6
19
Apakah saudara kadang-kadang begitu
bersemangat dan kadang-kadang amat
lesu?
6 6
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian
memiliki nilai rendah pada aspek autonomy dimana subjek
penelitian selalu membutuhkan teman untuk memberinya
dukungan, didukung pula oleh suasana hati subjek penelitian yang
sering berubah-ubah dan terkadang merasa bersemangat dan
terkadang merasa lesu. Dengan demikian seluruh subjek penelitian
cenderung unstable pada aspek autonomy.
83
Tabel 4.21
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Hypochondriasis
JawabanNo Pertanyaan
Ya TidakTotal
26Apakah saudara menganggap diri saudara
sseorang yang tegang atau kaku? 4 2 6
31Apakah ide-ide muncul dalam kepala
saudara sampai saudara tidak dapat tidur? 2 4 6
33Apakah jantung saudara sering berdebar –
debar?3 3 6
35Apakah saudara sering mengalami
gemetaran atau tremor karena suatu hal? 6 6
45Apakah saudara merasa terganggu dengan
sakit dan nyeri yang saudara alami? 4 2 6
55Apakah saudara mencemaskan kesehatan
saudara?5 1 6
57 Apakah saudara menderita sulit tidur? 3 3 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity =4+2+3+6+4+5+3 x 100% = 64,28% 42
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa 64,28% subjek penelitian
memiliki nilai tinggi pada aspek hypochondriasis dimana subjek
penelitian merasa bahwa dirinya kaku dan tegang; sering tremor;
sering terganggu dengan sakit dan nyeri yang dialaminya; serta
84
sering mencemaskan kesehatannya. Terkadang hal-hal tersebut
diikuti dengan jantung berdebar-debar dan sulit tidur. Dengan
demikian, subjek penelitian cenderung unstable terhadap aspek
hypochondriasis.
Tabel 4.22
Deskripsi Subjek penelitian Mengenai Aspek Guilt
Jawaban No Pertanyaan
Ya Tidak Total
4Apakah saudara sangat sulit untuk
menolak sesuatu? 5 1 6
14
Apakah saudara sering
mencemaskan mengenai sesuatu
yang tidak semestinya saudara
lakukan atau ucapkan?
5 1 6
23Apakah saudara sering terganggu
dengan perasaan bersalah? 6 6
Prosentase yang dihitung berdasarkan skor item = 1
Jadi Prosentase pada aspek activity = 5+5+6 x 100% = 88,88% 18
Sumber : Data Penelitian (Diolah)
Keterangan :
: item positif (jawaban ya = 1)
: item negatif (jawaban tidak = 1)
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa 88,88% subjek penelitian
memiliki nilai tinggi pada aspek guilt, dimana subjek penelitian
sangat sulit untuk menolak sesuatu; sering mencemaskan sesuatu
85
yang tidak semestinya diucapkan atau dilakukan sehingga subjek
penelitian sering terganggu dengan perasaan bersalah. Dengan
demikian subjek penelitian cenderung unstable pada aspek guilt.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Deskripsi Tipe Kepribadian Eysenck dengan Demografi Subjek
Penelitian
Berdasarkan hasil tipe kepribadian Eysenck dan demografi
subjek penelitian maka didapat hubungan sebagaimana dideskripsikan
pada tabel berikut :
Tabel 4.23
Reduksi Prosentase Antara Tipe Kepribadian Eysenck Dengan Demografi
Pada Subjek Penelitian
Tipe Kepribadian
Kriteria
Introvert –
Stable
(16,67 %)
Introvert –
Unstable
(33,33 %)
Extravert –
Unstable
(50 %)
Urutan dalam keluarga Anak bungsu Anak sulung &
bungsu
Anak tengah &
bungsu
Tinggal bersama Orang tua Orang tua Orang tua
Pekerjaan orang tua Wiraswasta PNS &
Wiraswasta
Wiraswasta
Pola asuh Permissive Authoritarian
& Permissive
Authoritarian
& Permissive
Penyebab terjerumus
dalam Narkoba
Broken
Home
Iseng &
Broken Home
Broken Home
Sumber : Hasil interview
Berdasarkan pada tabel di atas, subjek penelitian dengan tipe
kepribadian Introvert – Stable, Introvert – Unstable, Extravert –
86
Unstable sebagian besar memiliki kriteria yang hampir sama.
Karakteristik tersebut antara lain subjek penelitian adalah anak bungsu
dimana anak bungsu dalam urutan keluarga yang berarti bahwa anak
yang dimanjakan sehingga kemungkinan besar ia menjadi anak
mengandung masalah dimana anak tidak dapat menyesuaikan diri.
Disamping itu, subjek penelitian masih tinggal bersama orang
tuanya. Meskipun demikian, tidak selalu subjek penelitian yang tinggal
dibawah pengawasan orang tua dapat terhindar dari ketergantungan
mengkonsumsi Narkoba. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh
faktor lain seperti pola asuh orang tua (permissive dan Authoritarian);
jenis pekerjaan orang tua yang sebagian besar adalah wiraswastawan
dimana sibuk mencapai target bisnisnya setiap pekannya sehingga
berdampak pada subjek penelitian yang kurang mendapatkan perhatian
dari orang tuanya dan anggota keluarga lainnya.
Kemudian, sering terjadi pertengkaran antar kedua orang
tuanya sehingga subjek penelitian dikategoriakan anak yang broken
home. Subjek penelitian lebih menyukai tinggal di jalanan
dibandingkan rumahnya sendiri.
Jika dikaitkan antara konsep pendekatan behavioristik menurut
Eysenck dengan uraian mengenai kriteria subjek penelitian di atas
maka konsep S – O – R akan menghasilkan rumusan sebagai berikut :
S - O - R O1
O2
On
87
Rumusan di atas berarti bahwa ketika subjek penelitian diberikan
stimulus yang sama yaitu Metoda Inabah yang mempengaruhi faktor
organisme yang terdiri dari kepribadian (personality dan environtment)
maka akan menghasilkan respon yang sama pada seluruh subjek
penelitian yaitu sembuh dari ketergantungan Narkoba dalam waktu
kurang dari 6 bulan.
4.2.2 Telaah Hasil Pengukuran EPI-A
Berdasarkan hasil pengukuran EPI-A maka didapat bahwa
subjek penelitian memiliki kecenderungan introvert (50 %) dan
extravert (50 %). Namun, ada kecenderungan yang memiliki
prosentase yang signifikan dimana unstable (83,33 %) seperti gambar
di bawah ini :
Gambar 02
Hasil pengukuran EPI-A
MOODYANXIOUS
RIGIDSOBERPESSIMISTIC
RESERVEDUNSOCIABLE
QUIET
TOUCHY
AGGRESSIVEEXCITEABLE
CHANGEABLE IMPULSIVE
OPTIMISTICACTIVE
PASSIVECAREFUL
THOUGHTFULPEACEFUL
CONTROLLEDRELIABLE
EVEN-TEMPEREDCALM
UNSTABLE
RESTLESS
SOCIABLE OUTGOING TALKATIVE
RESPONSIVEEASYGOING
LIVELY CAREFREE
LEADERSHIP
33,33 % 50 %
EXTRAVERTEDINTROVERTED
16,67 %
STABLE
Eysenck, 1970, Rotlegde & Kegan Paul Ltd., publishers
88
Gambar 02 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek
penelitian (83,33 %) memiliki kecenderungan unstable
(ketidakstabilan emosi). Hal tersebut ditunjang dengan data hasil
pengukuran EPI-A pada dimensi stable-unstable (emotinality)
dimana sebagian besar subjek memiliki nilai tinggi pada aspek self-
esteem (66,66 %), anxiety (66,66 %), hypochondriasis (64,28%),
guilt (88,88 %). Sehingga pada umumnya subjek penelitian dengan
nilai unstable tinggi menunjukkan perilaku antara lain memiliki
kotrol emosi yang rendah, memiliki kapasitas untuk berjuang
dengan kemampuan sendiri, lambat dalam berpikir dan bertindak,
mudah dipengaruhi, malas, cenderung menekan rasa tidak sukanya
terhadap sesuatu, kurang dapat bersosialisasi, dan memiliki
keterbatasan fungsi fisik.
4.2.3 Proses perubahan tingkah laku mantan Junkies wanita usia 15 –
18 tahun dengan Metoda Inabah
Pada dasarnya Metoda Inabah diarahkan pada tujuan-tujuan
untuk memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku mal
adaptif (tingkah laku yang salah), serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan (tingkah laku yang
benar). Prosedur-prosedur yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan
itu adalah teknik ibadah yang keefektifannya “sama” dalam menangani
berbagai masalah, yaitu :
89
1. Wawancara (Diagnosis)
Metoda Inabah diawali dengan dihadapkannya pasien ke
Abah Anom. Setelah mendengar keterangan orang tuanya untuk
menitipkan pasien (junkies yang sedang menjalani rehabilitasi) di
salah satu Inabah. Disana pembinaan akan mengamati gerak-gerik
dan perilaku pasien serta melakukan wawancara. Wawancara yang
dilakukan pembina Inabah merupakan diagnosis untuk mengetahui
tiga hal, antara lain :
1. tingkat keterlibatan pasien pada Narkoba;
2. tingkat ketergantungan pasien pada Narkoba;
3. jenis Narkoba yang digunakan.
2. Mandi Taubat (Hydro Therapy)
Terapi air dilakukan di Inabah Pondok Pesantren Suryalaya
terhadap pasien Narkoba. Mandi di Suryalaya disebut dengan
mandi taubat. Dijelaskan oleh Sundjaja (1983) bahwa seorang
junkies yang datang ke Inabah dalam keadaan mabuk, oleh karena
itu perlu disadarkan terlebih dahulu dari mabuknya. Penyadaran ini
dilakukan dengan mandi atau dimandikan, yaitu mandi seluruh
badan yang disebut dengan mandi junub atau di Inabah dengan
istilah mandi taubat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sikap pemabuk
adalah pemarah (ghadab). Sikap ini merupakan perbuatan syetan
atau berasal dari sifat syetan, sedangkan syetan terbuat dari api;
maka untuk memadamkan api yang efektif adalah menggunakan
90
air, sesuai dengan surat Al – Maidah ayat 90 dan Al – An’faal ayat
11.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. 5:90)
“(Ingatlah), ketika Allah Menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu Penentraman daripada-Nya, dan Allah Menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk Menyucikan kamu dengan hujan itu dan Menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk Menguatkan hatimu dan Memperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (8:11)
Menurut Su’dan (1987; 1989) mandi yang dilakukan di
Inabah Pondok Pesantren Suryalaya, dilakukan pada waktu dini
hari (+ pukul 02.00 WIB) dan didukung oleh udara pegunungan
yang dingin. Hal ini akan menyebabkan pembuluh darah kulit akan
menyempit. Penyempitan pembuluh darah akan memperlancar
91
aliran darah ke otak, jantung, paru-paru, hati dan ginjal, sehingga
organ-organ tersebut memperoleh darah lebih banyak dari
biasanya. Lebih rinci dijelaskan bahwa dengan aliran darah lebih
banyak ke hati, maka kerja hati akan lebih lancer, yaitu
memusnahkan racun Narkoba (yang merubah sistem kerja syaraf
pusat “central nervous system”) yang ada dalam tubuh dan akan
segera dibuang oleh ginjal. Sehingga mandi dapat memperlancar
penghilangan racun atau pengaruh Narkoba dalam diri pasien, yaitu
dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah detoxifikasi.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Mandi
Taubat (Hydro Therapy) efektif untuk membantu pasien lepas dari
ketergantungan Narkoba. Terapi ini pula tidak memandang tipe
kepribadian tertentu dari pasien Narkoba di Inabah, bahkan dapat
dilakukan oleh siapa pun.
3. Talqin dzikir
Dzikir yang diucapkan dengan suara keras dan dengan
gerakan-gerakan tertentu yang ditujukan oleh Abah Anom atau
wakil talqinnya, yaitu KH. Drs. Otong Sidiq Jayawisastra untuk
memperoleh pengarahan tasawuf amali atau untuk mengambil
tabarruk melalui talqin dzikir. Ini sering disebut juga sebagai
bay’at (janji setia).
92
Dzikir Jahar
Lafal yang diucapkannya “LAA ILAHA ILLALLAH” yang
berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Dzikir ini dilaksanakan
setelah shalat fardhu minimal 165 kali. Secara fisik cara
mengucapkan “LAA” ditarik dari bawah pusar ke bagian atas
tubuh sambil menggoyangkan badan khususnya kepala ke arah
kiri, lafal “ILLALLAH” dihujamkan ke sebelah dada kiri dengan
suara keras sambil menggoyangkan badan khususnya kepala ke
arah kanan.
Dzikir Khofi
Dzikir yang diingat di dalam hati, dzikir ini bukan berupa
ucapan tetapi diingat dalam hati, ada yang menyebut dzikir ini
terlintas dalam pikiran dan tidak terdengar oleh telinga. Dalam
dzikir ini diharapkan hati pasien selalu mengingat dan menyebut
nama Allah, berarti gerak tubuh ucapan hati diarahkan sepenuhnya
kepada Allah Yang Maha Kuasa. Dzikir ini menjadi pengawas
batin agar tidak tergoda oleh perbuatan dosa.
Menurut pendekatan fenomenologis, proses pasien
melakukan dzikir sampai terjadi proses seseorang timbul insight
(kesadaran) terutama ketika akan melaksanakan tawajuh (dzikir
khofi). Pasien saat itu akan merasa berhadapan dan dekat dengan
Allah Yang Maha Mengetahui segala tindakannya dan sering
diikuti oleh rasa penyesalan yang mendalam karena pasien
93
memaknakan mengenai dirinya dan dunianya (termasuk masalah-
masalah yang dihadapi oleh pasien) sehingga tidak jarang
meneteskan air mata, bahkan sampai menangis tersedu-sedu.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti, 15 Januari 2008
di Inabah XVII, seluruh subjek penelitian dengan tipe kepribadian
Introvert – Stable, Introvert – Unstable, dan Extravert – Unstable
merasakan hal yang sama setelah di-talqin yaitu timbul kesadaran,
penyesalan atas dosa yang telah dilakukannya. Hal ini ditunjang
dengan data pada Tabel4.9 (aspek Reflectiveness dalam dimensi
extravert-introvert) yang menunjukkan bahwa sebagian besar
subjek penelitian cenderung tertarik pada ide-ide, abstraksi-
abstraksi, masalah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-
spekulasi, dan pengetahuan (suka berpikir dan introspektif).
Kemudian Tabel 4.16 (Aspek Guilt dalam dimensi stable-unstable)
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian cenderung
menyalahkan diri sendiri, merendahkan diri sendiri, dan terganggu
oleh suara hati tidak peduli apakah tingkah laku subjek penelitian
patut dicela secara moral atau tidak.
3. Shalat
Menurut A.Hasan (1999), Bigha (1984), Muhammad bin
Qasim Asy-Syafi (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut bahasa
Arab berarti berdo’a. ditambahkan oleh Ash-Shiddieqy (1983)
bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti doa memohon
94
kebajikan dan pujian; sedangkan secara hakekat mengandung
pengertian “berharap hati (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan
takut kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
keagungan, kebesaran-nya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”.
Secara dimensi fiqih shalat adalah beberapa ucapan atau
rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah
kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan
agama.
Setiap orang membutuhkan sarana untuk berkomunikasi,
baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam maupun
dengan Tuhannya. Komunikasi akan lebih dibutuhkan tatkala
seseorang mengalami masalah atau gangguan kejiwaan. Shalat
dapat dipandang sebagai proses yang dialami oleh individu untuk
memaknakan apa yang dipersepsikannya mengenai diri sendiri
maupun dunia dalam kehidupannya. Hal tersebut berarti sholat
dipandang sebagai terapi dengan pendekatan fenomenologis.
Rangkaian gerakan dan bacaan shalat merupakan wujud dari
permohonan ampunan kepada Allah sehingga ketika shalat, pasien
akan selalu teringat (menghayati) kesalahan atau perbuatan-
perbuatan yang telah dilakukannya di masa lalu. Dunia yang
dihayatinya (dipersepsikan) mengakibatkan penghayatan
95
(pemaknaan) diri yang kurang tepat sehingga Narkoba adalah jalan
pintas untuk terhindar dari seluruh masalah yang dihadapi pasien.
Terapi behavior
Proses belajar memegang peranan utama dalam bahasa
yang kita gunakan, dalam berbagai kebiasaan yang kita lakukan,
dalam bersikap, cara mempersepsikan sesuatu hal, dan bahkan
munculnya tingkah laku baik yang adaptive maupun maladaptif.
Proses belajar merupakan suatu proses yang tidak pernah lepas dari
kehidupan seseorang. Proses ini mempengaruhi setiap langkah
seseorang, baik dalam caranya bertindak maupun dalam cara
berpikir.
Proses belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan
tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau
pengalaman (Morgan, King dan Robinson, 1978 dalam skipsi
Dewi Aisyah, 1995). Jadi hasil dari suatu proses belahar adalah
suatu tingkah laku baru. Proses belajar yang benar akan
mengarahkan seseorang untuk memunculkan tingkah laku yang
adaptive, dapat diterima oleh dirinya sendiri dan juga tidak
mengalami benturan-benturan sosial/lingkungan. Proses belajar
yang salah (faulty learning process) akan memunculkan suatu
bentuk tingkah laku yang menyimpang (maladaptive behavior).
Penguatan terhadap suatu tingkah laku menurut learning
approaches (pendekatan belajar) adalah karena adanya
96
reinforcement (penguatan). Reinforcement yang positif yang
diperoleh seseorang cenderung akan makin memperkuat
munculnya suatu tingkah laku dan diganti dengan bentuk tingkah
laku yang lain.
Salah satu bentuk maladaptive behavior yang muncul
adalah masalah penyalahgunaan Narkoba. Seseorang yang sudah
mengalami ketergantungan terhadap obat sukar untuk bisa secara
normal dan bertingkah laku sesuai dengan harapan-harapan
lingkungan. Tingkah laku yang muncul seringkali bertentangan dan
bahkan merugikan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan.
Masalah Narkoba mempunyai latar belakang yang sangat
rumit dan luas baik faktor penyebabnya maupun akibat yang
ditimbulkannya. Menurut Seevers (1986) ketergantungan
psikologis terhadap Narkoba sebagai akibat reward yang diperoleh
pemakai dari pengalaman menggunakan Narkoba. Pengalaman
menyenangkan selama menggunakan Narkoba akhirnya membuat
pemakaian Narkoba menjadi pola tingkah laku terbiasa (a
conditioned pattern of behavior). Tiap pengalaman yang
menyenangkan akan berlaku sebagai continued positive
reinforcement. Berarti telah menjadi suatu pengkondisian dalam
diri seorang Junkies, penggunaan Narkoba membuat mereka
merasa sejahtera (optimal state of well being).
97
Berladaskan teori terjadinya penyimpangan tingkah laku
adalah suatu proses belajar yang salah dengan demikian usaha
mengubahnya menjadi adaptive behavior pun dapat dilakukan
dengan mengubah proses belajar yang salah itu menjadi proses
belajar yang benar dan mengarah pada tingkah laku yang dapat
diterima oleh lingkungan dan dirinya sendiri. Usaha untuk
mengubah maladaptive behavior (ketergantungan Narkoba) adalah
dengan melakukan intervensi pada junkies, dalam hal ini
bentuknya berupa suatu terapi.
Displin ilmu psikologi mengenal berbagai bentuk terapi.
Perbedaan ini didasarkan pada pendekatan yang memiliki dasar
filosofis yang berbeda, yaitu bagaiman setiap pendekatan
psikoterapi itu memandang manusia. Pendekatan psikoterapi yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip proses belajar (learning process)
yang dimodifikasikan sedemikian rupa tergantung dari
permasalahan yang dihadapi.
Terapi yang digunakan untuk membantu penyembuhan
Junkies secara garis besar dilakukan dengan secara fisik (medis)
dan psikis (psikologis dan religi). Pondok Pesantren Suryalaya
adalah salah satu lembaga yang melakukan Terapi Religi yang
dinamakan Inabah terhadap Junkies ini juga termasuk cara psikis.
Inabah ini memandang Junkies sebagai seorang individu
yang telah memilih jalan yang salah (faulty learning process),
98
untuk itu mereka perlu dibimbing dan diarahkan kembali menuju
jalan yang benar. Pihak Inabah menganggap bahwa Junkies adalah
seseorang yang memilih jalan yang salah yang memerlukan
tuntunan seorang guru, yang akan meluruskan jalan kehidupan
mereka. Proses belajar yang salah itu diganti dengan proses belajar
yang baru yaitu proses yang berlandaskan pada ibadah yang sesuai
dengan kaidah-kaidah religi khususnya dalam hal ini Agama Islam.
Peranan Inabah Pondok Pesantren Suryalaya sangat besar
dalam menentukan arah perbaikan yang harus dicapai oleh
individu. Peranan therapist (pembina) yang cukup dominan itu
menunjukkan pada sifat Directive Therapy yang juga digunakan
dalam Behavior Therapy. Artinya therapist berperan aktif dalam
memberikan pengarahan dan mengkondisikan seseorang untuk bisa
memunculkan tingkah laku yang adaptive.
Sasaran awal dari terapi religi ini adalah overt behavior
(perilaku yang tampak) terlebih dahulu yaitu lepasnya
ketergantungan terhadap Narkoba dengan melaksanakan ritual-
ritual religius (mandi, shalat dan dzikir). Dengan dikondisikan
terhadap ritual-ritual religius (mandi, shalat dan dzikir) ini seorang
individu diharapkan mampu lepas dari ketergantungan Narkoba
dan akhirnya mencapai suatu perubahan psikologis yang lebih
dalam. Jadi apabila tahap lepas Narkoba telah dilalui, maka
diharapkan terbentuknya ”individual adjustment” yang baru.
99
Pasien di Inabah benar-benar diputus dengan obat, setiap kali
keinginan untuk menggunakan Narkoba muncu, pasien dimandikan
lalu diinstruksikan melakukan shalat serta berdzikir.
Kegiatan/aktivitas ini diharapkan dapat mengkondisikan individu
untuk bisa lepas dari Narkoba. Individu akan lebih mampu
mengendalikan diri secara efektif dan menyelesaikan
permasalahannya dengan tepat.
Efek pelaksanaan shalat mengandung tiga aspek bagi
pelakunya agar shalat bermanfaat untuk preventif (pencegahan)
dan terapis (penyembuhan). Pertama, jiwa shalat berpengaruh
secara psikologis yang dimanifestasikan ke dalam perilaku dari
makna bacaan shalat yang dihayati. Jadi shalat menghindarkan diri
dari fasha dan munkar. Kedua, gerakan fisik shalat berpengaruh
pada psikis karena bahasa tubuh gerakan shalat yang dilakukan
secara benar dan khusyu’ berpengaruh terhadap ketenangan hati
dan ketenangan diri bagi si pelaku shalat. Begitu juga sebaliknya
secara bahasa tubuh bahwa kondisi psikis (psikologis) seseorang
dapat dinyatakan dari gerakan tubuhnya. Ketiga,
keteraturan/kedisiplinan/istiqomah shalat, menunjukkan kontrol
diri terhadap efisiensi penggunaan waktu. Menurut Miftah Faridl,
Drs., hikmah shalat adalah : penyerahan diri kepada Allah, Latihan
disiplin, ketenangan batin, doa kepada Allah, kebersihan dan
keselamatan, konsentrasi, bermasyarakat, persamaan derajat
100
manusia, merendahkan diri, kepatuhan kepada pemimpin, (Miftah
Faridl, 1991:94).
101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan pengolahan data pada Bab IV,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengukuran Eysenck Personality Inventory Form A
(EPI-A), menunjukkan profil tipe kepribadian yaitu terdapat 33,33 %
(2 orang) yang memiliki tipe kepribadian Introvert – Unstable; 50 %
(3 orang) yang memiliki tipe kepribadian Extravert – Unstable; dan
16,67 % (1 orang) yang memiliki tipe kepribadian Introvert – Stable.
2. Kesembuhan Junkies wanita dalam menjalani rehabilitasi (terapi)
menurut pihak Inabah bergantung pada perubahan perilakunya.
3. Sebagian besar subjek penelitian (83,33 %) memiliki kecenderungan
unstable sehingga subjek penelitian kurang mampu mengendalikan
kondisi emosinya.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,
hal yang perlu diperhatikan oleh pihak Inabah Pondok Pesantren Suryalaya
sehubungan dengan penelitian ini adalah memberikan kegiatan ekstra yang
dilakukan secara rutin agar mantan Junkies wanita terkondisi dalam
102
regulasi emosi sehingga menampilkan perubahan perilaku ustable menjadi
perilaku stable. Kegiatan ekstra yang diberikan tentunya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi mantan Junkies wanita tersebut, seperti :
yoga; diskusi keagamaan, dan family therapy.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Dewi. Studi Eksplorasi mengenai terapi keagamaan di pondok pesantren suryalaya, Skripsi. Universitas Islam Bandung, 1995.
Al-Qur’an. 2000. CV. Diponegoro, Bandung.
Damayanti, Sintauli. 2003. Hubungan antara tipe kepribadian (ditinjau dari teori Eysenck) dengan stress kerja pada perawat UGD RS Dustira, Skripsi. Universitas Islam Bandung, 2003.
Eysenck, H.J. 1979. Extraversion and Introversion. Hemisphere Publishing Corporation, USA.
Eysenck, H.J & Glenn Wilson. 1980. Mengenal Diri Pribadi. ANS Sungguh Bersaudara, Jakarta.
Eysenck Personal Inventory Form A (EPI – A). 1963. BATCo document for province of British Columbia 16 April 1999. www.library.ucsf.edu
George, Boeree C. 2004. Melacak Kepribadian Anda dalam Personality Theories.Prismasophie, Jakarta.
Hadi, Sutrisno. 1996. Metodologi Research, jilid 1 dan 2. ANDI, Yogyakarta.
Hall, Calvin.S & Lindzey Gardner. 1993, Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta : Kanisius.
Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia meningkat tajam. Data terbaru Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari 2006 menyebutkan, dalam lima tahun ...www.bnn.go.id/konten.php?nama=DataKasus&op=index_data_kasus&page=1&mn=3&smn=c - 57k - Tembolok - Halaman sejenis
METODA Inabah, menjadi harapan para pecandu narkoba untuk keluar dari lingkaran ... Mandi Taubat adalah bagian pertama dari metoda pengobatan Inabah yang ...www.fajar.co.id/picer.php?newsid=189 - 47k - Tembolok - Halaman sejenis
Naafian, Ilma. Hubungan antara tipe kepribadian ditinjau dari teori Eysenck dengan tingkah laku agresi pada anak jalanan di Yayasan Bahtera Bandung, Skripsi. Universitas Islam Bandung, 2004.
Penyalahgunaan Obat Golongan Narkotik dan Psikotropik oleh Pasien Ketergantungan Obat By: Sudibyo Supardi, Apt, Mkes, DR-PH Center for Research and Development of Pharmacy and Traditional Medicine, NIHRD Created: 1997 ...digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?node=243 - 17k - Tembolok - Halaman sejenis
Rola, Fasti, S.Psi. Hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, 2006.
Solihin, M, DR., M.Ag. 2004. Terapi Sufistik. CV. Pustaka Setia, Bandung.
Surakhmad, Winarno, Prof. Dr., M.Sc.Ed. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah, PT Tarsito, Bandung.
Suryabrata, Sumadi, BA, Drs, EdS, Ph.d. 2003. Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Terapi pendidikan agama bagi korban Narkoba di Pondok Pesantren Suryalaya. JIPTAIN - /Member/[email protected]/ - agriKnow.
Wanita Lebih Rentan Depresi. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/kesehatan/wanita-lebih-rentan-depresi-3.html
Wulandari, Ari. Hubungan antara tipe kepribadian (teori Eysenck) dengan perilaku agresi pada narapidana kasus pembunuhan di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin Bandung, Skripsi. Universitas Islam Bandung, 2007.
Yayasan Harapan Permata Hati Kita. Dampak Drugs. www.yakita.or.id
Zaman, Saeful. Hubungan antara health locus of control dengan penyesuaian diri pada korban Naza di tempat rehabilitasi Pesantren Al-Maghfirah Bogor, Skripsi. Universitas Islam Bandung, 2003.
80% pengguna Narkoba dikarenakan broken home. www.yahoo.com/index.php.htm
Kepada Yth, Saudari Responden Di Tempat
Assalamu’alaikum wR. wB.
Berkenaan dengan syarat kelulusan pada Program Strata Satu (S 1 Psikologi) Universitas Islam Bandung, saat ini peneliti dalam penyelesaian tahap laporan tugas akhir / skripsi, dimana judul yang diambil adalah “STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE KEPRIBADIAN PADA MANTAN JUNKIES WANITA USIA 15 – 18 TAHUN DI INABAH XVII PONDOK PESANTREN SURYALAYA”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak Inabah Pondok Pesantren Suryalaya dalam mengenal kepribadian secara umum pasien rehabilitasi Narkoba. Untuk maksud tersebut, peneliti mohon kesediaan Saudari untuk mengisi sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan judul di atas melalui kuesioner yang tersedia. Perlu kiranya Saudari ketahui bahwa pengisian kuesioner ini semata-mata hanya dipakai untuk keperluan data penelitian, tidak akan mempengaruhi kondisi Saudari.
Kerahasiaan data yang Saudari berikan akan dijaga, oleh sebab itu mohon diisi sesuai dengan keadaan sebenarnya. Peneliti menyadari bahwa waktu Saudari sangat terbatas dan berharga, oleh sebab itu peneliti terlebih dahulu mohon maaf apabila kehadiran kuesioner ini mengganggu aktivitas Saudari. Semoga amal baik yang telah Saudari berikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin. Atas segala bantuan dan partisipasi yang diberikan, peneliti mengucapkan terima kasih.
Hormat Peneliti,
Penny Prawisuda Lestari
ALAT UKUR TIPE KEPRIBADIAN
PETUNJUK PENGISIAN
1. Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan yang menyangkut tingkah laku,
perasaan dan perbuatan Saudara. Untuk setiap pernyataan tersedia 2 (dua)
alternatif jawaban. Tidak ada jawaban yang salah, namun Saudara harus
memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri Saudara sendiri.
2. Pilihlah salah satu dari 2 (dua) alternatif jawaban yang disediakan. Bacalah
dengan teliti setiap pernyataan sebelum Saudara menentukan pilihan.
Pilihlah jawaban “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan diri Saudara.
3. Berilah tanda ceklis ( ) pada salah salah satu jawaban yang Saudara anggap
paling sesuai dengan diri Saudara. Pastikan tidak ada pernyataan yang
terlewati.
TERIMA KASIH DAN SELAMAT BEKERJA!!!!!
SKALA TIPE KEPRIBADIAN
Jawaban No Pertanyaan
Ya Tidak
1Apakah saudara sering merasakan kegembiraan dalam waktu yang
cukup lama?
2Apakah saudara sering membutuhkan teman-teman yang penuh
pengertian untuk membuat anda gembira?
3 Apakah saudara biasanya bersikap masa bodoh?
4 Apakah saudara sangat sulit untuk menolak sesuatu?
5 Apakah saudara berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak?
6
Jika saudara berjanji akan melakukan sesuatu, apakah saudara selalu
menepati janji saudara walau bagaimanapun sulitnya untuk melakukan
hal itu?
7 Apakah suasana hati saudara sering berubah-ubah?
8Pada umumnya, apakah saudara mengatakan dan melakukan sesuatu
dengan cepat tanpa dipikirkan terlebih dahulu?
9 Pernahkah saudara merasa tidak enak hati tanpa sebab yang jelas?
10 Apakah setiap tantangan akan selalu saudara hadapi?
11Apakah tiba-tiba saudara merasa canggung jika ingin berbicara dengan
seseorang yang menarik dan belum saudara kenal?
12Pada suatu waktu, apakah saudara sulit mengendalikan emosi dan
marah?
13 Apakah saudara sering melakukan sesuatu secara tiba-tiba?
14Apakah saudara sering mencemaskan mengenai sesuatu yang tidak
semestinya saudara lakukan atau ucapkan?
15Pada umumnya, apakah saudara lebih suka membaca daripada bertemu
dengan orang-orang?
16 Apakah perasaan saudara mudah terluka?
Jawaban No Pertanyaan
Ya Tidak
17 Apakah saudara suka sekali bepergian?
18Apakah saudara kadang-kadang memiliki pikiran dan gagasan yang
tidak ingin diketahui oleh orang lain?
19Apakah saudara kadang-kadang begitu bersemangat dan kadang-kadang
amat lesu?
20Apakah saudara lebih suka memiliki sedikit teman tapi betul-betul
akrab?
21 Apakah saudara sering berkhayal?
22Ketika seseorang membentak saudara, apakah saudara membentaknya
kembali?
23 Apakah saudara sering terganggu dengan perasaan bersalah?
24 Apakah seluruh kebiasaan saudara baik dan menarik?
25Apakah biasanya saudara merasa bebas dan menikmati suatu pesta yang
meriah?
26Apakah saudara menganggap diri saudara sseorang yang tegang atau
kaku?
27 Apakah orang lain menganggap bahwa hidup saudara bahagia?
28Setelah saudara melakukan sesuatu yang penting, apakah saudara sering
merasa saudara telah melakukannya dengan sangat baik?
29Apakah saudara lebih sering berdiam diri ketika saudara bersama orang
lain?
30 Apakah kadang-kadang saudara membicarakan orang lain?
31Apakah ide-ide muncul dalam kepala saudara sampai saudara tidak
dapat tidur?
32Ketika ada sesuatu yang ingin saudara ketahui, apakah saudara lebih
suka mencarinya di buku daripada menanyakannya kepada orang lain?
33 Apakah jantung saudara sering berdebar – debar?
34 Apakah saudara menyukai jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian?
Jawaban No Pertanyaan
Ya Tidak
35 Apakah saudara sering mengalami gemetaran atau tremor karena suatu hal?
36
Apakah saudara selalu memberitahukan segala sesuatu kepada orang
lain, meskipun saudara tahu sebenarnya jika disembunyikan tidak akan
ketahuan oleh orang lain?
37Apakah saudara tidak suka berkumpul bersama orang-orang yang suka
berolok-olok satu sama lain?
38 Apakah saudara seorang yang mudah tersinggung?
39Apakah saudara suka melakukan hal-hal yang membutuhkan tindakan
cepat?
40Apakah saudara mencemaskan sesuatu yang buruk menimpa diri
saudara?
41 Apakah saudara lambat dan tidak cepat dalam gerak-gerik saudara?
42 Apakah saudara pernah terlambat dalam suatu janji atau pekerjaan?
43 Apakah saudara sering bermimpi buruk?
44Apakah saudara suka berbicara dengan siapapun, meskipun dengan
orang yang baru saudara kenal?
45 Apakah saudara merasa terganggu dengan sakit dan nyeri yang saudara alami?
46Apakah saudara merasa sangat tidak bahagia ketika saudara tidak dapat
bertemu dengan banyak orang?
47 Apakah saudara menganggap diri saudara seorang yang gugup?
48Dari seluruh orang yang saudara kenal, adakah beberapa orang yang
sangat tidak saudara sukai?
49Apakah saudara menganggap saudara memiliki rasa percaya diri yang
cukup besar?
50Apakah saudara mudah sekali sakit hati ketika orang-orang mengetahui
kesalahan pada diri saudara atau pekerjaan saudara?
51Apakah saudara sangat sulit untuk menikmati suasana saat berkumpul
dalam suatu pesta?
Jawaban No Pertanyaan
Ya Tidak
52 Apakah saudara merasa terganggu dengan perasaan rendah diri?
53Dapatkah saudara menciptakan suasana pesta yang sepi menjadi
menyenangkan?
54Apakah saudara kadang-kadang berbicara mengenai hal-hal yang
saudara tidak ketahui?
55 Apakah saudara mencemaskan kesehatan saudara?
56 Apakah saudara suka mejahili orang lain?
57 Apakah saudara menderita sulit tidur?
Kisi-Kisi Alat Ukur Tipe Kepribadian
Item
Variabel Dimensi Aspek Indikator Extravert
Introvert
Extravert-
Introvert Activity
(Aktivitas)
Energetik
Aktif secara fisik
Cepat dalam bergerak dan
bertindak
1, 17, 39, 41
Sociability
(Kesukaan
Bergaul)
Mencari teman dan memiliki
banyak teman.
Sering bertemu orang banyak
Melakukan aktivitas yang
melibatkan orang banyak, seperti
pesta-pesta, kegiatan-kegiatan
sosial
Senang berbicara dengan orang
lain.
15, 20, 25, 27,
29, 44, 46, 51, 53
Risk Taking
(Keberanian
Mengambil
Resiko)
Percaya diri dan berani
mengambil resiko
Kurang menghiraukan
konsekuensi-konsekuensi dari
perbuatannya.
10, 49, 56
Impulsiveness
(Penurutan
dorongan hati)
Bertindak secara mendadak tanpa
dipikirkan terlebih dahulu
Tidak memikirkan apa-apa sama
sekali
3, 5, 8, 13
Expressiveness
(Pernyataan
Perasaan)
Memperlihatkan emosinya secara
terbuka, seperti marah, benci,
sedih dan takut
22, 37
Reflectiveness
(Kedalaman
Berpikir)
Memikirkan dan mengintrospeksi
apa yang ingin diketahui 32
T
I
P
E
K
E
P
R
I
B
A
D
I
A
N
Extravert-
Introvert
Responsibility
(Tanggung
Jawab)
Berhati-hati dan teliti sehingga
bertanggung jawab dalam
tugasnya
34
ItemVariabel Dimensi Aspek Indikator Stable
Unstable
Self Esteem
(Rasa Harga Diri)
Merendahkan diri sendiri dengan
tidak percaya terhadap
kemampuan diri serta merasa
tidak berguna dan berharga
11, 52
Happiness
(Kegembiraan)
Periang dan optimis dalam
menghadapi hidup 16
Anxiety
(Kecemasan)
Mencemaskan hal-hal yang
mungkin/ tidak mungkin terjadi
Menerima kecemasan atau
ketakutan yang tidak rasional
9, 21, 38, 40, 43,
47
Obsessiveness
(Keformilan)
Melakukan sesuatu dengan teliti,
hati-hati, dan serius secara
berlebihan
Memperdulikan aturan
28, 50
Autonomy
(Pengaturan Diri
Sendiri)
Mengambil tindakan sendiri dan
dapat mengendalikan diri sendiri,
tanpa tergantung pada orang lain
2, 7, 19
Hypochondriasis
Mencemaskan sesuatu secara
berlebihan terhadap kesehatan,
penyakit atau kesedihan yang
mengarah pada psikosomatis
26, 31, 33, 35,
45, 55, 57
T
I
P
E
K
E
P
R
I
B
A
D
I
A
N
Stable-
Unstable
Guilt
(Rasa Bersalah)
Sulit untuk menolak sesuatu.
Menyalahkan diri sendiri secara
berlebihan.
4, 14, 23
ItemVariabel Dimensi Aspek IndikatorLie
Tipe
Kepriba-
dian
Lie 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54
Tabulasi hasil skoring pengambilan data tipe kepribadian Hans Jurgen Eysenck
SubjekItem
1 2 3 4 5 6
1. 0 0 1 0 1 0
2. 0 0 0 0 0 0
3. 1 1 1 1 1 1
4. 1 1 1 1 1 0
5. 0 1 0 0 0 0
6. 1 1 1 1 0 1
7. 0 0 0 0 0 0
8. 0 1 1 1 1 0
9. 1 1 1 1 1 1
10. 0 0 0 0 0 1
11. 1 1 1 1 1 0
12. 0 0 0 0 0 0
13. 1 1 1 1 1 1
14. 1 1 1 0 1 1
15. 1 1 1 1 1 0
16. 1 0 1 1 1 1
17. 1 1 1 1 1 1
18. 1 0 0 0 0 0
19. 0 0 0 0 0 0
20. 0 0 1 0 1 0
21. 1 1 1 1 1 0
22. 0 1 0 1 1 1
23. 1 1 1 1 1 1
24. 0 0 0 0 0 0
25. 1 0 1 1 1 1
26. 1 0 1 1 1 0
27. 1 1 1 1 1 1
28. 1 0 0 1 1 0
29. 0 0 1 1 1 0
30. 0 0 0 0 0 1
31. 1 0 1 1 0 1
32. 0 0 0 0 0 0
33. 0 1 1 0 0 1
34. 0 1 1 0 0 1
35. 1 1 1 1 1 1
36. 1 0 0 1 0 0
37. 0 0 0 1 1 1
38. 1 1 0 1 0 0
39. 1 1 1 0 1 0
40. 0 1 1 1 1 0
41. 0 0 1 1 1 0
42. 0 0 0 0 0 0
43. 0 1 1 1 1 0
44. 0 0 0 0 0 0
45. 0 1 1 1 1 0
46. 1 1 0 0 1 0
47. 1 0 0 1 0 0
48. 0 0 0 0 1 1
49. 1 0 0 1 0 0
50. 0 0 0 0 0 1
51. 0 0 1 1 0 0
52. 1 1 0 1 0 0
53. 1 0 1 1 1 1
54. 0 1 0 1 1 0
55. 1 1 1 1 1 0
56. 1 0 1 1 0 1
57. 0 1 1 0 1 0
E – I 11 I 11 I 16 E 15 E 15 E 11 I
S – U 15 u 15 u 16 u 16 u 15 u 8 s
Lie 3 2 1 3 2 3