studi kelayakan pengembangan ... - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/54670/3/3. skripsi full...
TRANSCRIPT
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRIBARANG JADI KARET DI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
JOSHUA SEPTYAN RAHMAT PRATAMA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
FEASIBILITY STUDY OF DEVELOPMENT OF RUBBER PRODUCTSAGROINDUSTRY IN LAMPUNG
ABSTRACT
By
JOSHUA SEPTYAN RAHMAT PRATAMA
Lampung Province is one of the rubber producer. Natural rubber from smallholder
plantations is generally processed into low quality lumps, which has an impact on the
economic conditions of farmers. Facing these problems, there needs to be an effort to
increase the added value of rubber. The development of rubber processing agro-
industry in rubber centers is one of the ways that can be done. The purpose of this
study was to determine the type of rubber products concentrated latex - based
agroindustry, determine the location of chosen agroindustry development, and
conduct business feasibility analysis in terms of market, technical and process
technology, management and financial aspects. The method used in this research is
survey method. Information and research data were processed and analyzed using the
Exponential Comparison Method (MPE) and business feasibility analysis. MPE
results show that foam mattress agro-industry is a chosen product with the highest
value of 6.789 and the potential area for the development of foam mattress
agroindustry is in North Lampung Regency, with an MPE value of 7.665. As a result
of analysis of market aspects, foam mattresses have the potential to replace synthetic
mattresses. The results of the analysis of technical aspects of technology, agro-
industrial foam mattresses can be developed because the process technology needs
can be fulfilled. The management aspect shows that foam mattress agro-industry can
hire for the 55 employees. Based on financial aspects, the development of foam
mattress agro-industry is feasible based of the required investment criteria are met,
namely: Investment IRR is higher than the bank discount factor of 126.05%, Payback
Period (PP) is reached at 2.38 years, NPV is 46,289 .240.091 and Net B / C show a
value more than 1 that is 14.46
Keywords : latex agroindustry, exponential comparison method, feasibility analysis
ABSTRAK
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRIBARANG JADI KARET DI LAMPUNG
Oleh
JOSHUA SEPTYAN RAHMAT PRATAMA
Provinsi Lampung adalah salah satu daerah penghasil karet. Karet alam dari
perkebunan rakyat umumnya diolah menjadi lump yang mutunya rendah sehingga
berdampak pada kondisi perekonomian petani. Menghadapi permasalahan tesebut
perlu adanya usaha untuk meningkatkan nilai tambah karet. Pengembangkan
agroindustri pengolahan karet pada daerah sentra karet adalah salah satu cara yang
dapat dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis agroindustri
barang jadi karet berbasis lateks pekat, menentukan lokasi pendirian agroindustri
terpilih, serta melakukan analisis kelayakan usaha ditinjau dari aspek pasar, teknis
dan teknologi proses, manajemen, dan finansial. Metode yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah metode survey. Informasi dan data penelitian diolah dan
dianalisis menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), serta analisis
kelayakan usaha. Hasil MPE menunjukan bahwa agroindustri kasur busa merupakan
produk unggulan dengan nilai terbesar yaitu 6,789 dan daerah yang berpotensi untuk
lokasi pembangunan agroindustri kasur busa yaitu di Kabupaten Lampung Utara,
dengan nilai MPE 7,665. Hasil analisis aspek pasar, kasur busa berpotensi
menggantikan kasur sintetis. Hasil analisis aspek teknis tekonologi, agroindustri
kasur busa dapat dikembangkan karena kebutuhan teknologi proses dapat terpenuhi.
Aspek manajemen menunjukkan agroindustri kasur busa dapat membuka lapangan
kerja dengan kebutuhan sebanyak 55 orang. Berdasarkan aspek finansial, pendirian
agroindustri kasur busa dinyatakan layak dengan pertimbangan kriteria investasi yang
dipersyaratkan terpenuhi, yaitu: IRR investasi lebih besar dari faktor diskonto bank
yang besarnya 126,05%, Payback Period (PP) tercapai pada 2,38 tahun, NPV sebesar
46.289.240.091 dan Net B/C menunjukkan nilai lebih besar dari 1 yaitu 14,46.
Kata kunci : agroindustri lateks, metode perbandingan eksponensial, analisis
kelayakan usaha
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRIBARANG JADI KARET DI LAMPUNG
Oleh
JOSHUA SEPTYAN RAHMAT PRATAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Way Kanan, pada tanggal 24 September 1994, sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Eko Suyatno dan Ibu Prapti Rusminatun.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Pembina di Liwa pada tahun
2000, Sekolah Dasar di SDN 1 Way Mengaku, Lampung Barat pada tahun 2006,
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Liwa, Lampung Barat pada tahun 2009, dan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Liwa Lampung Barat pada tahun 2012.
Tahun 2012, penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tertulis. Pada tahun 2015,
penulis melakukan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara
(KPSBU), Lembang Jawa Barat, dengan judul “Mempelajari Penerapan HACCP
Pada Proses Produksi Susu Segar di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Lembang Jawa Barat” dan Kuliah Kerja Nyata di Pekon Puralaksana,
Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2016.
Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi Kepala Dinas
Internal BEM Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada periode kepengurusan
2014/2015 dan pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
sebagai Anggota Bidang Seminar dan Dikusi pada periode kepengurusan 2015/2016.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan berkat dan karunia - Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Pengembangan Agroindustri Barang Jadi
Karet di Lampung “ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Teknologi Pertanian di Univesitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian atas
izin penelitian yang diberikan.
3. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku dosen pembimbing satu, atas bantuan
serta bimbingan, pengarahan, saran, dan masukan dalam proses penelitian dan
penyelesaian skripsi penulis.
4. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku dosen pembimbing dua atas
bantuan serta bimbingan, pengarahan, saran, dan masukan dalam proses
penelitian dan penyelesaian skripsi penulis.
5. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku dosen penguji, serta atas nasehat dan saran,
bimbingan dan evaluasinya terhadap skripsi penulis.
6. Bapak Ir. Harun Al Rasyid, M.T., selaku dosen pembimbing akademik atas
saran, nasehat, dan bimbingannya hingga memperoleh gelar sarjana.
7. Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi di Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
8. Kedua orang tua yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk penulis.
9. Seluruh rekan THP 2012, adik-adik THP 2013 dan 2014 untuk semua dukungan
serta motivasi, dan bantuannya selama perkuliahan dan penelitian.
10. Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya hingga terselesaikannya skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis,
JOSHUA SEPTYAN RAHMAT PRATAMA
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah..................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3 Kerangka Pemikiran..................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet............................................................................. 7
2.2 Produk Agroindustri Karet Alam................................................. 8
2.3 Produksi Karet di Lampung.......................................................... 10
2.4 Metode Perbandingan Eksponensial............................................. 11
2.5 Analisis Multikriteria dan Metode Pembobotan........................... 12
2.6 Aspek-aspek Studi Kelayakan...................................................... 13
2.6.1 Aspek Pasar dan Pemasaran............................................... 13
2.6.2 Aspek Teknis Produksi dan Teknologis............................. 14
2.6.3 Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia.................. 14
2.6.4 Aspek Finansial.................................................................. 14
2.6.5 Analisis Sensitivitas............................................................ 17
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 18
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 18
3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ............................... 18
3.3.1 Data Primer ..................................................................... 19
3.3.2 Data Sekunder ................................................................. 19
3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ............................................... 19
3.4.1 Pemilihan Produk Prospektif ..... ....................................... 20
3.4.2 Penentuan Lokasi Agroindustri ......................................... 21
3.4.3 Analisis Kelayakan Usaha.................................................. 25
A. Aspek Pasar .................................................................. 25
B. Aspek Teknis Produksi dan Teknologi ........................ 25
C. Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia ........... 26
D. Aspek Finansial ........................................................... 27
E. Analisis Sensitivitas ..................................................... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Produk Potensial......................................................... 31
4.2 Penentuan Lokasi Agroindustri.................................................... 43
4.3 Aspek-aspek Studi Kelayakan..................................................... 52
4.3.1 Aspek Pemasaran............................................... ................ 52
4.3.2 Aspek Teknis Produksi dan Teknologi............................... 54
4.3.3 Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia............ ..... 73
4.3.4 Aspek Finansial............................................... ................... 81
4.3.5 Analisis Sensitivitas............................................... ............ 91
V. KESIMPULAN................................................................................ 93
DAFTAR PUSTAKA... ............................................................................. 95
LAMPIRAN............................................................................................... 99
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas lahan dan produksi karet Provinsi Lampung menurut
kabupaten .......................................................................................... 10
2. Daftar pabrik pengolahan karet di Lampung .................................... 11
3. Matrik keputusan penilaian alternatif produk potensial.................... 21
4. Matrik pemilihan lokasi agroindustri ................................................ 23
5. Matrik perbandingan alternatif berpasangan..................................... 24
6. Skala banding secara berpasangan.................................................... 24
7. Nilai bobot kriteria untuk pemilihan produk potensial .................... 32
8. Hasil agregasi penilaian para pakar untuk nilai alternatif produk .... 33
9. Nilai bobot kriteria untuk pemilihan alternatif lokasi agroindustri... 44
10. Hasil agregasi penilaian pakar untuk pemilihan alternatif lokasi..... 45
11. Luas area dan produksi tanaman karet Kabupaten Lampung
Utara berdasarkan kecamatan tahun 2015 ....................................... 50
12. Perbandingan harga kasur busa lateks dan sintetik .......................... 54
13. Syarat ukuran busa untuk kasur (SNI 06-1845-1990)...................... 56
14. Jumlah kebutuhan mesin dan peralatan industri kasur busa............. 66
15. Daftar kebutuhan tenaga kerja pada proses produksi kasur busa .... 67
16. Perhitungan kebutuhan luas ruang produksi pabrik kasur busa …… 70
17. Perhitungan kebutuhan luasan gudang ……………………………. 71
18. Jumlah kebutuhan tenaga kerja pada industri kasur busa ……….... 80
19. Daftar gaji tenaga kerja pada industri kasur busa ……………........ 81
20. Rincian modal tetap pendirian industri kasur busa……………… .. 85
21. Penentuan modal kerja industri kasur busa selama satu tahun …… 86
22. Proyeksi pendapatan industri kasur busa selama 10 tahun ……….. 87
23. Hasil analisis kelayakan investasi industri kasur busa ……… ........ 89
24. Analisis sensitivitas kelayakan usaha industri kasur busa ……....... 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pohon industri karet alam.......................... ...................................... 9
2. Skema tahapan penelitian................................................................. 19
3. Diagram alir proses penentuan produk prospektif. .......................... 20
4. Diagram alir proses penentuan lokasi industri.................................. 22
5. Diagram alir proses analisis aspek teknis dan teknologi.................. 26
6. Diagram alir proses analisis aspek manajemen................................ 27
7. Grafik peningkatan luas area perkebunan karet rakyat
Provinsi Lampung tahun 2015-2017................................................ 37
8. Grafik peningkatan produksi karet kebun rakyat
Provinsi Lampung tahun 2015-2017................................................. 37
9. Tahap-tahap pembuatan kasur busa.................................................. 40
10. Grafik peningkatan luas area dan produksi tanaman karet
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2012-2015................................. 49
11. Volume impor kasur busa pada tahun 2017..................................... 53
12. Diagram alir dan neraca massa produksi kasur busa......................... 57
13. Alat pendadih lateks..................................... .................................... 59
14. Alat pendispersi lateks...................................................................... 60
15. Mesin pengocok lateks........................ ............................................. 63
16. Lemari vulkanisasi.................................... ....................................... 64
17. Mesin pengering kasur busa...................................... ....................... 66
18. Layout denah pabrik industri kasur busa........................ .................. 72
19. Bagan struktur organisasi industri kasur busa.................................. 74
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi
sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet, maupun pelestarian
lingkungan dan sumberdaya hayati (Litbang Deptan, 2007). Pada tahun 2015
Indonesia mengekspor karet alam mencapai 2,63 juta ton dengan pendapatan
devisa dari komoditas tersebut mencapai US$ 3.699 juta. Adapun negara tujuan
utama ekspor adalah Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan India
(Kementerian Pertanian, 2016). Karet dari Indonesia diekspor dalam berbagai
bentuk seperti bahan baku industri (crumb rubber,ribbed smooke sheet, lateks)
dan produk turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya (Arif, 2009).
Karet merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh manusia,
namun untuk memenuhi permintaan industri atau melalui suatu proses industri
menjadi suatu bentuk baru agar dapat digunakan. Permintaan karet dalam negeri
selama tahun 1980 - 2015 sangat fluktuatif dan cenderung meningkat dengan rata
- rata pertumbuhan sebesar 29,62% per tahun. Permintaan karet dalam negeri
berasal dari kebutuhan industri produk karet. Hal ini terkait dengan mobilitas
manusia dan kebutuhan barang yang memerlukan komponen dari karet seperti ban
2
kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet
dan lain sebagainya (Kementerian Pertanian, 2016). Seiring dengan keinginan
manusia menggunakan barang yang bersifat tahan dari pecah dan elastis maka
kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan
dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan dan
keperluan rumah tangga, dan sebagainya (Kementerian Perindustrian, 2007).
Permintaan terhadap karet untuk masa yang akan datang diperkirakan akan terus
meningkat. Tentu hal ini akan menjadi peluang yang baik bagi Indonesia sebagai
negara pengekspor karet dan hasil olahan industri karet.
Tanaman karet merupakan salah satu komoditas unggulan pada sektor perkebunan
di Lampung. Provinsi Lampung memiliki areal tanaman karet seluas 152.166 Ha
dengan produktivitas sebesar 129.868 ton. Perkebunan karet di Lampung menurut
status kepemilikan lahan adalah perkebunan rakyat seluas 132.162 Ha dengan
produksi 114.944 ton, perkebunan milik negara seluas 14.010 Ha dengan produksi
8.838 ton, dan perkebunan milik swasta seluas 6.030 Ha dengan produksi 6.086
ton (Ditjen Perkebunan, 2017). Kabupaten penghasil karet terbesar di Provinsi
Lampung adalah Way Kanan, Lampung Utara, Tulang Bawang, Mesuji, dan
Tulang Bawang Barat. Jumlah produksi karet Provinsi Lampung yang paling
besar berasal dari perkebunan rakyat.
Karet alam dari perkebunan rakyat umumnya hanya diolah menjadi lump. Lump
yang dihasilkan petani karet harga jualnya tidak stabil dan fluktuatif karena nilai
tawar petani terhadap tengkulak sangat rendah. Menghadapi permasalahan
3
tesebut perlu adanya suatu usaha untuk meningkatkan nilai jual karet kebun.
Pengolahan karet alam menjadi barang jadi karet merupakan upaya untuk
meningkatkan nilai tambah karet kebun dan dapat meningkatkan pendapatan
petani karet. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan perencanaan pengembangan
industri pengolahan karet pada daerah sentra karet rakyat di Provinsi Lampung.
Perencanaan pengembangan agroindustri barang jadi tersebut harus dilakukan
secara terencana sehingga perlu adanya suatu pemilihan jenis industri dan studi
kelayakan pendirian agroindustri barang jadi karet di Provinsi Lampung.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan jenis agroindustri berbasis barang jadi karet yang potensial untuk
dikembangkan di Provinsi Lampung dengan menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE).
2. Menentukan lokasi agroindustri barang jadi karet dengan menggunakan
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE).
3. Melakukan analisis kelayakan pendirian agroindustri berbasis karet yang
terpilih di Provinsi Lampung ditinjau dari:
a. Aspek pasar
b. Aspek teknis dan teknologi
c. Aspek manajemen
d. Aspek finansial
e. Analisis sensitivitas
4
1.3 Kerangka Pemikiran
Data Ditjen Perkebunan (2017) menunjukkan jumlah produksi karet Lampung
pada tahun 2016 mencapai 129.868 ton. Jumlah tersebut meningkat 1.830 ton dari
jumlah produksi pada tahun 2015 (128.038 ton). Peningkatan ini akan terus terjadi
karena adanya perluasan lahan serta penggunaan bibit unggul. Sebanyak 88,5%
dari jumlah produksi tersebut dihasilkan dari perkebunan rakyat (114.944 ton).
Karet yang dihasilkan dari perkebunan rakyat selama ini hanya diolah menjadi
lump. Pengetahuan yang kurang serta minimnya teknologi penunjang membuat
petani karet hanya mengolah karet segar menjadi lump. Saat ini lump dari petani
dihargai rendah karena kualitasnya yang tidak cukup baik. Rendahnya harga lump
mempengaruhi kondisi perekonomian petani. Perlu adanya suatu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani karet. Salah satunya
adalah dengan melakukan pengolahan karet.
Salah satu metode pengolahan lateks yang dapat diterapkan di tingkat industri
kecil menengah adalah pengolahan lateks pekat. Cara pendadihan tidak
memerlukan peralatan yang mahal, sehingga pembuatan lateks pekat secara
pendadihan sesuai untuk diterapkan industri kecil-menengah (Triwijoso, 1989).
Pengolahan lateks pekat bertujuan untuk memperoleh kadar karet kering (KKK)
28-30% menjadi KKK 60-64%, sehingga produk barang jadi karet mempunyai sifat
yang lebih baik (Marsongko, 2013). Biasanya lateks pekat digunakan untuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi (Zuhra, 2006).
Contoh produk akhir berbahan lateks pekat adalah karet busa, kondom, sarung
5
tangan, selang kateter, selang transfusi, lem, balon dan barang-barang
tipis/transparan lainnya hanya dapat dibuat dari lateks pekat (Maspanger, 2007).
Meskipun ketersediaan bahan baku lateks cukup melimpah, pengembangan
agroindustri barang jadi karet di Provinsi Lampung masih sangat terbatas. Perlu
adanya upaya pemilihan jenis agroindustri barang jadi karet yang layak
dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan barang jadi karet. Metode yang
digunakan untuk menentukan jenis industri barang jadi karet yang berpotensi
adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Selanjutnya dilakukan
pemilihan lokasi pendirian industri dengan menggunakan MPE. Pemilihan
dilakukan dengan penilaian dari para pakar dengan kriteria yang telah ditetapkan
sesuai dengan pertimbangan yang ada dalam pendirian agroindustri.
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk
menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria majemuk.
Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan
untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefenisi dengan baik
pada tahapan proses. MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang perbedaannya
lebih kontras (Saaty, 1993). Metode ini juga merupakan salah satu metode
pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih
dalam skala tertentu.
Jenis industri barang jadi karet berbasis lateks pekat yang terpilih selanjutnya
dilakukan analisis bisnis dan studi kelayakan usaha. Menurut Waluyo (2010),
6
aspek-aspek yang harus diamati dan dicermati dalam tahap analisis ini meliputi
aspek pasar, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, aspek finansial dan
aspek sensitivitas. Kelayakan pendirian suatu agroindustri dapat diukur dengan
menggunakan dasar penilaian Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), dan Break Even
Point (BEP). Pendirian usaha tersebut dapat dikembangkan bila NPV bernilai
lebih besar dari nol (NPV>0), IRR bernilai lebih besar dari discount factor
(IRR>i), Net B/C ratio bernilai lebih besar dari satu, maka nilai payback period
lebih pendek dari umur ekonomis proyek/investasi. Jika dalam analisis
finansial pendirian agroindustri berbasis lateks pekat layak untuk dikembangkan,
maka diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui pengaruh perubahan biaya
tertentu terhadap kelayakan usaha yang akan dikembangkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan sumber utama penghasil karet alam (lateks)
dan penghasil devisa negara, baik untuk menambah pemasukan dan juga untuk
menyerap tenaga kerja. Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil
lateks di dunia (Budiman, 2012). Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik
dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat
tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Sesuai habitat aslinya di
Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok
ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di Sumatera Utara dan
Kalimantan (Syakir dkk, 2010).
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun
dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Karet sebagai tanaman tropis
membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5- 7 jam/hari. Berbagai
jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis
maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik
terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi
sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik
8
sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Derajat keasaman mendekati
normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas
toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara
lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35%
tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan < 16% serta permukaan air tanah
< 100 cm (Syakir dkk., 2010).
2.2 Produk Agroindustri Karet Alam
Secara umum ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis
karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya
saling melengkapi. Saat ini karet yang digunakan di industri terdiri dari karet alam
dan karet sintetis (Syakir dkk., 2010). Karet alam adalah bahan polimer alam yang
diperoleh dari Hevea brasiliensis atau Guayule. Karet alam yang berwujud cair
disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan yang berwarna putih atau putih
kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bahan non karet yang
terdispersi di dalam air (Triwijoso dkk., 1995). Karet alam memiliki berbagai
keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam
getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue).
Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan
terutama oleh industri ban. Pohon industri karet disajikan pada Gambar 1.
9
Gambar 1. Pohon industri karet alamSumber : Kementerian Perindustrian, 2007
Cat
Barang lain Pelampung
Compound
Ban bekas
Ban vulkanisir
Perlengkapanteknik industri
Oil seal
Selang
Belt conveyor/transmission
Konvensional(RSS, Crepe)
Perlengkapanpakaian/olahraga
Sepatu, sendal
Bola sepak,volly, basket
Pakaian selamLateks
Crumb Rubber
Ban
Perlengkapankendaraan lain
Pedal sepedadan motor
Lis kaca mobil
Balon
Dot susu
Perlak
Karpet
Perlengkapan bayidan rumah tangga
Lateks Pekat
Alat kesehatan &laboratorium
Sarung tangan
Kondom
Pipet
Selangsteteskop,
selang infus
10
2.3 Produksi Karet di Lampung
Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang mengandalkan sektor pertanian
sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu komoditi unggulan perkebunan
yaitu karet disamping lada, kopi robusta, kakao, tebu, kelapa dan kelapa sawit.
Produksi karet di Provinsi Lampung menurut status kepemilikannya berasal dari
perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan milik negara (BUMN).
Luas lahan produksi dan produksi karet di Provinsi Lampung menurut kabupaten
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas lahan dan produksi karet Provinsi Lampung menurut kabupaten
No. Kabupaten/Kota Luas lahan (Ha) Produksi (Ton)1. Lampung Barat 124 182. Tanggamus 620 2223. Lampung Selatan 9.066 8.7124. Lampung Timur 15.418 2.0205. Lampung Tengah 11.477 4.8726. Lampung Utara 35.403 18.2767. Way Kanan 30.273 20.2488. Tulang Bawang 32.427 27.2799. Pesawaran 1.508 55110. Pringsewu 963 49311. Mesuji 27.853 19.67412. Tulang Bawang Barat 36.158 26.16913. Pesisir Barat 656 10314. Bandar Lampung 87 10015 Metro 7 4
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2018)
Industri hilir karet di Provinsi Lampung saat ini belum ada. Akan tetapi sudah
terdapat pabrik pengolahan karet menjadi barang setengah jadi. Pabrik pengolahan
karet di Provinsi Lampung yang masih aktif berproduksi antaralain PTPN VII,
yang memiliki empat unit usaha pabrik pengolahan yang memproduksi ribbed
11
smoke sheet (RSS) dan crumb rubber. Dua perusahaan lainnya adalah badan
usaha milik swasta (Kementerian Perindustrian, 2018). Daftar pabrik pengolahan
karet di Lampung disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar pabrik pengolahan karet di Lampung
No. Nama Perusahaan Jenis Produk1. PT. Nakau RSS2. PT. Way Kandis Karet remah (SIR)3. PTPN. VII Kedaton (Way Galih) Karet remah (SIR 20)4. PTPN. VII Way Berulu Karet remah (SIR 20)5. PTPN. VII Tulung Buyut Karet remah (SIR 20)6. PTPN. VII Kebun Rejosari Karet remah (SIR 20)
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2018
2.4 Metode Perbandingan Eksponensial
Menurut Marimin (2004), metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan
salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantifikasikan pendapat
seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Teknik ini digunakan sebagai
pembantu bagi individu pengambil keputusan untuk menggunakan rancang
bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan MPE adalah:
1. Penentuan alternatif keputusan,
2. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji,
3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan
menggunakan skala konversi tertentu sesuai keinginan pengambil keputusan,
4. Penentuan derajat kepentingan relatif dari setiap alternatif keputusan, dan
5. Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan
12
Formulasi penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan menurut Marimin
(2004), adalah :
Total nilai ( ) = (RK ij)Keterangan:TNi = Total nilai alternatif Ke-RK ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat
dinyatakan dengan skala ordinal (1,2,3,4,5)TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobotm = jumlah kriteria keputusann = jumlah pilihan keputusan
2.5 Analisis Multikriteria dan Metode Pembobotan
Pada proses pengambilan keputusan dibutuhkan adanya kriteria sebelum
memutuskan suatu alternatif pilihan. Kriteria digunakan sebagai alat ukur untuk
mengukur tingkat pencapaian tujuan, karena kriteria menunjukkan definisi dari
suatu masalah dalam bentuk konkrit. Menurut Malczewski (1999), kriteria adalah
standar penentuan atau aturan-aturan dasar yang mana alternatif keputusan-
keputusan diurutkan menurut keinginan kriteria itu sendiri. Analisis multikriteria
adalah seperangkat proses yang digunakan untuk menganalisis masalah keputusan
yang kompleks dimana ketidakpastian dan kriteria yang saling berlawanan
dilibatkan sebagai dasar terhadap keputusan-keputusan alternatif dievaluasi.
Menurut Malczewski (1999), terdapat beberapa cara pembobotan, yaitu dengan
metode ranking, rating, pairwise comparison, dan trade-off analysis.
13
2.6 Aspek-aspek Studi Kelayakan
Studi kelayakan dewasa ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat umum
khususnya yang bergerak dalam bidang usaha. Bermacam-macam peluang dan
kesempatan yang ada pada kegiatan usaha telah menuntut penilaian yang cermat
dan menyeluruh mengenai peluang/kesempatan tersebut apakah memiliki prospek
kedepan yang baik atau memberikan manfaat jika diusahakan. Kegiatan-kegiatan
dalam rangka menilai, meniliti sejauh mana dampak yang akan dihasilkan atas
suatu investasi inilah yang dinamakan studi kelayakan. Menurut Ibrahim (2009),
studi kelayakan atau yang lebih dikenal dengan feasibility study merupakan bahan
pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak
dari suatu gagasan usaha/proyek yang direncanakan. Pengertian layak adalah
penilaian terhadap manfaat yang dapat diterima baik dari sisi finansial benefit
maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam
arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam pengertian financial
benefit, dimana hal ini semua dikembalikan kepada tujuan dilaksanakananya
usaha ini. Analisis aspek-aspek yang digunakan dalam studi kelayakan antaralain :
2.6.1 Aspek Pasar dan Pemasaran
Menurut Subagyo (2008), dalam melakukan penelitian terhadap aspek pasar dan
pemasaran perlu diadakan penelitian terhadap beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu permintaan, penawaran, proyeksi permintaan dan penawaran,
proyeksi penjualan, produk (barang/jasa), segmentasi pasar, strategi dan
implementasi pemasaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar
tingkat penyerapan pasar, sehingga tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat
14
menurunkan harga. Tingkat harga juga harus diperbandingkan dengan barang-
barang sejenis, sehingga konsumen mampu membeli produk yang dihasikan.
2.6.2 Aspek Teknis Produksi dan Teknologis
Tujuan aspek teknis ialah (a) agar perusahaan dapat menentukan lokasi yang
tepat, baik untuk lokasi pabrik, gudang, maupun kantor, (b) menentukan layout
yang sesuai dengan proses produksi yang dipilih, sehingga dapat memberikan
efisiensi, (c) menentukan teknologi yang paling tepat dalam menjalankan
produksi, (d) menentukan metode persediaan yang paling baik untuk dijalankan
sesuai dengan bidang usahanya, (e) menentukan kualitas tenaga kerja yang
dibutuhkan sekarang dan dimasa yang akan datang (Kasmir dan Jakfar, 2007).
2.6.3 Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia
Konsep dasar manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengalokasikan sumber daya
sehingga mempunyai nilai tambah. Dalam kaitannya dengan rencana pendirian
sebuah proyek, aspek manajemen perlu dikaji agar proyek yang didirikan dan di
operasikan nantinya dapat berjalan dengan lancar. Aspek manajemen yang dikaji
mencakup manajemen saat proyek nantinya dioperasikan.
2.6.4 Aspek Finansial
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan tujuan
menilai kelayakan suatu usaha untuk dijalankan atau tidak dijalankan dengan
melihat dari beberapa kriteria kelayakan. Beberapa kriteria investasi yang
15
digunakan untuk menentukan diterima atau tidaknya sesuatu usulan usaha
menurut Kasmir dan Jakfar (2007), adalah sebagai berikut :
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara benefit (penerimaan) dengan
cost (pengeluaran) yang telah di present value kan. Kriteria ini mengatakan
bahwa proyek akan dipilih apabila NPV > 0. Dengan demikian, jika suatu
proyek mempunyai NPV < 0, maka tidak akan dipilih atau tidak layak untuk
dijalankan. Jika NPV = 0, artinya proyek tersebut mengembalikan persis
sebesar social opportunity cost faktor produksi modal.
b. Internal Rate Of Return (IRR)
Internal Rate Of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menggambarkan
bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah di present value kan sama
dengan nol. Dengan demikian, IRR menunjukkan kemampuan suatu proyek
untuk menghasilkan returns, atau tingkat keuntungan yang dapat dicapainya.
Kadang- kadang IRR menggunakan pedoman tingkat bunga (i) yang berlaku,
walaupun sebetulnya bukan (i), tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya (i)
tersebut. Kriteria investasi IRR memberikan pedoman bahwa proyek akan
dipilih apabila IRR > social Discount Rate. Begitu pula sebaiknya, jika
diperoleh IRR < Social Discount Rate, maka proyek sebaiknya tidak layak.
16
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (B/C) adalah perbandingan antara benefit bersih dari
tahun-tahun yang telah di present value kan (pembilang/sifat +) dengan biaya
bersih dalam tahun dimana Bt – Ct, (penyebut/bersifat –) yang telah di present
value kan, yaitu biaya kotor > benefit kotor. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui berapa besarnya keuntungan dibandingkan dengan pengeluaran
selama umur ekonomis proyek. Proyek dinyatakan layak dilaksanakan jika
nilai B/C Ratio lebih besar atau sama dengan satu, dan merugi dan tidak layak
dilakukan jika nilai B/C Ratio lebih kecil dari satu.
d. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) adalah metode yang digunakan untuk menghitung lama
periode yang diperlukan untuk mengembalikan investasi dari aliran kas masuk
(proceeds) tahunan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Semakin
cepat dalam pengembalian biaya investasi pada proyek, maka semakin baik
proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal. Apabila proceeds
setiap tahunnya jumlahnya sama , maka Payback Period (PP) dari suatu
investasi dihitung dengan cara membagi investasi dengan proceeds tahunan.
e. Break Even Point (BEP)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana usaha yang
dilakukan bisa memberikan keuntungan atau pada tingkat tidak rugi dan tidak
untung. Estimasi ini digunakan dalam kaitannya antara pendapatan dan biaya.
17
2.6.5 Analisis Sensitivitas
Pada bidang pertanian, bisnis bersifat sensitif dan berubah-ubah akibat empat
masalah utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan
usaha, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi (Gittinger 1986).
Parameter harga jual produk, jumlah penjualan dan biaya dalam analisis finansial
diasumsikan tetap setiap tahunnya (cateris paribus). Namun dalam keadaan nyata,
parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu, maka analisis
sensitivitas perlu dilakukan. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat
sampai berapa persen penuruan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat
mengakibatkan perubahan dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi
tidak layak. Pada analisis sensitivitas dicari beberapa nilai pengganti pada
komponen biaya dan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria
minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.
Keuntungan normal terjadi apabila usaha yang akan dijalankan mentoleransi
peningkatan harga atau penurunan input dan penurunan harga atau jumlah output
(Gittinger,1986).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di wilayah Provinsi Lampung, dan dinas-dinas
yang berkaitan dengan penelitian yaitu Dinas Perindustrian, Dinas Perkebunan,
Bappeda Provinsi Lampung, serta Universitas Lampung. Pengambilan data
dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat tulis, lembar
kuesioner, dan komputer. Bahan yang digunakan adalah berbagai sumber pustaka
terkait analisis yang dilakukan.
3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan wawancara dengan
para pakar yang berkaitan dengan pendirian agroindustri barang jadi karet. Para
pakar tersebut berasal dari Dinas Perindustrian, Dinas Perkebunan, Bappeda
Provinsi Lampung, serta akademisi dari Universitas Lampung. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data tersebut
bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran, dan keterangan sehingga data
19
tersebut dapat dipergunakan untuk pemecahan masalah dan pertimbangan
pengambilan keputusan.
3.3.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian yang dilakukan merupakan data yang didapatkan
secara langsung baik di lapang maupun melalui wawancara. Data primer yang
dikumpulkan meliputi data potensi bahan baku, data permintaan dan pemasaran,
harga produk, peralatan dan spesifikasinya, serta data peralatan dan umur alat.
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan berkaitan dengan kajian
pengembangan agroindustri. Sumber data sekunder diperoleh melalui laporan,
artikel, jurnal, data statistik instansi pemerintah, balai penelitian, dan sebagainya.
3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) penentuan produk prospektif, (2)
penentuan lokasi agroindustri, dan (3) analisis kelayakan pendirian agroindustri.
Skema tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema tahapan penelitianSumber : Dewi yang dimodifikasi (2011)
Metode perbandingan eksponensial
Metode perbandingan eksponensial
Aspek pasar Aspek teknis dan teknologi Aspek manajemen Aspek finansial Analisis sensitivitas
M
e
t
o
d
e
Pemilihan produkprospektif potensial
Penentuan lokasiagroindustri
Analisis kelayakanpendirian agroindustri
20
3.4.1 Pemilihan Produk Prospektif
Pada pemilihan produk prospektif, tahap pertama yang dilakukan adalah diskusi
dengan para pakar untuk mendapatkan alternatif produk prospektif dan kriteria-
kriteria dalam pemilihan produk prospektif. Tahap kedua adalah menentukan
bobot skor masing-masing kriteria dengan menggunakan metode perbandingan
berpasangan (Pairwise Comparison) dan skor alternatif produk dengan metode
perbandingan eksponensial (MPE). Hasil dari pengolahan data tersebut adalah
urutan prioritas produk prospektif berdasarkan kriteria-kriteria kualitatif. Diagram
alir proses penentuan produk prospektif disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses penentuan produk prospektifSumber : Dewi yang dimodifikasi (2011)
Mulai
Studi kepustakaan
Penyebaran kuesioner penentuanbobot kriteria dan alternatif
Studi pustaka dan diskusi
Perhitungan rata-rata geometrik
Teknik Metode PerbandinganEksponensial (MPE)
Penyusunan alternatif produkprospektif
Penentuan kriteria keputusan yangpenting untuk dievaluasi
Penilaian bobot kriteria dan alternatif
Penggabungan penilaian para pakar
Pengolahan data hasil kuesioner
Urutan prioritas produk prospektif
Selesai
21
Langkah selanjutnya setelah alternatif produk, kriteria penilaian, dan bobot
penilaian didapatkan, maka kuesioner dapat diajukan kepada para pakar untuk
mendapatkan penilaian. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan
skala penilaian ordinal (1,2,3,4,5). Matrik keputusan penilaian alternatif produk
potensial dapat disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Matrik keputusan penilaian alternatif produk potensial
Kriteria BobotNilai Alternatif Produk
Produk 1 Produk 2 . . Produk ke- n
1
2
.
.
m RKnm
Sumber : Marimin, 2004
3.4.2 Penentuan Lokasi Agroindustri
Pada penentuan lokasi pendirian agroindustri, tahap pertama yang dilakukan
adalah diskusi dengan para pakar untuk mendapatkan alternatif lokasi dan kriteria-
kriteria dalam pemilihan lokasi agroindustri. Tahap kedua adalah menentukan
skor masing-masing kriteria dengan menggunakan metode perbandingan
berpasangan (Pairwise Comparison) dan skor alternatif lokasi dengan metode
perbandingan eksponensial (MPE). Hasil dari pengolahan data tersebut adalah
urutan prioritas produk prospektif berdasarkan kriteria-kriteria kualitatif. Diagram
alir proses penentuan lokasi pendirian agroindustri disajikan pada Gambar 4.
22
Gambar 4. Diagram alir proses penentuan lokasi industriSumber : Dewi yang dimodifikasi (2011)
Langkah selanjutnya setelah alternatif lokasi, kriteria penilaian, dan bobot
penilaian didapatkan, maka kuesioner dapat diajukan kepada para pakar untuk
mendapatkan penilaian. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan
skala penilaian ordinal (1,2,3,4,5). Matrik keputusan penilaian alternatif lokasi
disajikan pada Tabel 4.
Mulai
Studi kepustakaan
Penyebaran kuesioner penentuanbobot kriteria dan alternatif
Studi pustaka dan diskusi
Perhitungan rata-rata geometrik
Teknik Metode PerbandinganEksponensial (MPE)
Penyusunan lokasi agroindustri
Penentuan kriteria keputusan yangpenting untuk dievaluasi
Penilaian bobot kriteria dan alternatif
Penggabungan penilaian para pakar
Pengolahan data hasil kuesioner
Urutan prioritas lokasi agroindustri
Selesai
23
Tabel 4. Matrik keputusan penilaian alternatif lokasi agroindustri
Kriteria BobotNilai Alternatif Lokasi
Lokasi 1 Lokasi 2 . . Lokasi ke- n
1
2
.
.
m RKnm
Sumber : Marimin, 2004
Pembobotan kriteria dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan
(Pairwise Comparison) (Saaty, 1993). Pembobotan kriteria digunakan untuk
penentuan skor bobot pada pemilihan alternatif produk dan alternatif lokasi.
Metode ini mempunyai konsep menentukan bobot relatif antara dua kriteria
berdasarkan skala nilai bobot 1-9 yang dikembangkan oleh Saaty. Langkah
pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan
berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria
yang di berikan. Metode perbandingan berpasangan menggunakan bentuk matriks
yang bersifat sederhana, berkedudukan kuat yang menawarkan kerangka untuk
memeriksa konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan membuat semua
perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara
keseluruhan untuk merubah pertimbangan (Saaty, 1993). Proses untuk memulai
perbandingan berpasangan dimulai dari level paling atas hirarki untuk memilih
kriteria, kemudian dari level dibawahnya diambil elemen-elemen yang akan
dibandingkan, misal A1, A2, A3, A4, A5. Susunan elemen-elemen pada matrik
seperti yang disajikan pada Tabel 5.
24
Tabel 5. Matrik perbandingan alternatif berpasangan
Pilihan Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif . Alternatif . Alternatif n
Alternatif 1 1
Alternatif 2 1
Alternatif . 1
Alternatif . 1
Alternatif n 1
Sumber : Saaty, 1993
Cara untuk mengisi matrik perbandingan berpasangan yaitu dengan menggunakan
bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap
elemen lainnya. Skala ini mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk
pertimbangan dalam perbandingan berpasangan elemen pada setiap level hirarki
terhadap suatu kreteria dilevel yang lebih tinggi. Jika suatu elemen dibandingkan
dengan elemen yang sama, maka diberi nilai 1. Jika A dibanding B mendapatkan
nilai tertentu, maka B dibanding A merupakan kebalikkannya. Penjabaran skala
banding pada metode perbandingan berpasangan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Skala banding secara berpasangan (Pairwise Comparison), Saaty 1993
Nilai Definisi Penjelasan1 Kriteria A sama penting
dengan BDua elemen sama besar pada sifat tsb.
3 A sedikit lebih penting dari B Pengalaman dan pertimbangan sedikitmenyokong satu elemen atas elemen lainnya
5 A jelas lebih penting dari B Pengalaman dan pertimbangan kuatmenyokong satu elemen atas elemen lainnya
7 A sangat jelas lebih pentingdari B
Satu elemen dengan kuat disokong dandominannya telah terlihat dalam praktik
9 Mutlak lebih penting dari B Bukti yang menyokong elemen yang satuatas yang lain memiliki tingkat penegasantertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara di antara duapertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan antara duapertimbangan
25
Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menghasilkan bobot dan
prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.
= ⎝⎜⎛ 1 …1 …1 ⋯⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮⋯ 1 ⎠⎟
⎞Matriks diatas diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan
menentukan nilai eigen (eigenvector). Prosedur mendapatkan nilai eigen adalah :
1. Mengkuadratkan matriks
2. Menghitung jumlah nilai dari tiap baris, kemudian dilakukan normalisasi
3. Proses perhitungan dihentikan bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut tidak terlalu besar (sampai empat desimal).
4. Mengukur konsistensi
3.4.3 Analisis Kelayakan Usaha
A. Aspek Pasar
Analisis kelayakan usaha berdasarkan aspek pasar meliputi pengkajian usaha
yang meliputi analisis permintaan, tingkat konsumsi, analisis strategi
pemasaran dan penetapan harga.
B. Aspek Teknis Produksi dan Teknologi
Aspek ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek yaitu penentuan
kapasitas produksi, jenis teknologi yang paling tepat untuk digunakan,
penggunaan peralatan dan mesin, serta tata letak pabrik yang baik.
26
Pengumpulan data yang diperlukan adalah tentang teknologi proses yang
sudah ada, tabulasi kebutuhan mesin dan peralatan beserta energi yang
dikonsumsi. Data-data tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan
kapasitas pabrik, mesin-mesin yang akan digunakan, neraca massa, tata letak
pabrik, kebutuhan luas pabrik, dan layout pabrik. Diagram alir analisis aspek
teknis dan teknologi disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir proses analisis aspek teknis dan teknologiSumber : Widyanti dkk.yang dimodifikasi (2011)
C. Aspek Manajemen dan Sumberdaya Manusia
Analisis manajemen operasi meliputi analisis penentuan terhadap bentuk
usaha yang dipergunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan, persyaratan-
Mulai
Data tentang teknologi proses yangtelah ada
Pemilihan teknologi proses, mesin, dan peralatanyang paling optimal
Penentuan kapasitas dan penyusunan neraca massa
Menentukan kebutuhan luasan pabrik, kantor, sertafasilitas pendukung
Selesai
Penyusunan Layout
27
persyaratan yang diperlukan agar dapat menjalankan pekerjaan tersebut
dengan baik, dan bagaimana struktur organisasi yang dipergunakan. Jumlah
tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas industri. Diagram alir
untuk analisis aspek manajemen disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir proses analisis aspek manajemenSumber : Widyanti dkk.yang dimodifikasi (2011)
D. Aspek Finansial
Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan perhitungan finansial melalui
kriteria-kriteria kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (B/C), dan Pay Back period (PP).
Mulai
- Tujuan perusahaan- Data perkiraan investasi yang diperlukan
dari penggunaan mesin dan bahan baku- Data kapasitas produksi- Teknologi proses yang digunakan
Bentuk usaha yang dipilih
Membuat kebutuhan tenaga kerja danspesifikasi pekerjaan
Membentuk struktur organisasi
Selesai
28
1. Net Present Value (NPV)
Menurut Waluyo (2010), Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara
nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih yang akan
datang. Suatu kegiatan proyek dapat dipilih bila NPV adalah sebagai berikut
Keterangan:Bt = keuntungan pada tehun ke-tCt = biaya pada tahun ke-tN = umur ekonomis dari proyeki = suku bunga yang berlaku
Jika NPV ≥ 0 maka proyek layak untuk dijalankan, sebaliknya jika NPV < 0
maka proyek tidak layak untuk dijalankan.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Waluyo (2010), Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai faktor
diskonto (i) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu :
Keterangan:NPV(+) = NPV bernilai positifNPV(-) = NPV bernilai negatifi(+) = suku bunga yang membuat NPV positifi(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku,
maka NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ i, maka proyek layak untuk
dijalankan, begitupula sebaliknya.
NPV = ∑ ( )
IRR = i(+) +( )( ) ( ) [i(-) - i(+)]
29
= ∑ (1 + )∑ (1 + )
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Ibrahim (2009), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan
perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif (+) dengan net
benefit yang telah discount negatif (-). Untuk menghitung indeks ini terlebih
dahulu dihitung selisih antara keuntungan dan biaya untuk setiap tahun - t.
Rumusnya adalah :
Keterangan:B = Penerimaan totalC = biaya totali = tingkat suku bungan = umur ekonomis dalam tahunt = 1,2, ..., n.
Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai net B/C lebih tinggi
daripada 1.
4. Payback Periode (PBP)
Menurut Waluyo (2010) payback periode (PBP) adalah perhitungan jangka
waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada
proyek, nilai tersebut berupa persentase maupun waktu (baik tahun maupun
bulan). Payback periode tersebut harus lebih kecil (<) dari nilai ekonomis
proyek. Rumus payback periode adalah sebagai berikut :
PBP =
30
5. Break Even Point (BEP)
Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) proyek adalah jumlah unit
yang harus dijual atau nilai minimal yang harus diperoleh dari sebuah gagasan
bisnis agar dapat mengembalikan semua investasi yang dikeluarkan. Formulasi
penentuan titik impas dengan teknik persamaan dapat dilakukan dengan dua
cara yakni sebagai berikut:
= −= 1 − /
6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apa yang terjadi pada kegiatan
suatu usaha jika mengalami perubahan-perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya dan manfaat dijalankannya suatu usaha tersebut. Perubahan
yang diamati dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai NVP, IRR, Net B/C
ratio dan Payback Period jika terjadi perubahan pada variabel alat analisis
(Kadariah, 2001). Adapun syarat suatu usaha mencapai nilai kriteria investasi
pada keadaan impas dimana suatu usaha dinyatakan tidak rugi dan tidak untung
apabila terjadi perubahan variabel tertentu dapat dilihat dari hasil perhitungan
kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap pemilihan pendirian agroindustri barang jadi karet
menghasilkan beberapa simpulan, yaitu:
1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE), agroindustri barang jadi karet yang layak dikembangkan
di Provinsi Lampung menurut pakar adalah kasur busa.
2. Berdasarkan analisis dengan menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE), lokasi pengembangan agroindustri yang potensial adalah
di wilayah Kabupaten Lampung Utara.
3. a. Berdasarkan aspek pasar potensi kasur busa dapat menggantikan kasur
sintetis.
b. Berdasarkan hasil penilaian aspek teknis tekonologi agroindustri kasur
busa dapat dikembangkan karena kebutuhan teknologi proses dapat
terpenuhi dan dapat menyerap bahan baku lateks kebun sebanyak 8.000 kg
per hari.
94
c. Aspek manajemen menunjukkan bahwa agroindustri kasur busa dapat
membuka lapangan tenaga kerja dengan kebutuhan sebanyak 55 orang
yang terdiri dari tenaga langsung dan tenaga tak langsung.
d. Berdasarkan aspek finansial, pendirian agroindustri kasur busa dinilai
layak dengan pertimbangan kriteria investasi yang dipersyaratkan
terpenuhi, yaitu:
IRR investasi lebih besar dari faktor diskonto bank yang besarnya
126,05%.
Payback Period (PP) tercapai pada 2,38 tahun.
NPV menunjukkan hasil nilai positif yaitu 46.289.240.091.
Net B/C menunjukkan nilai lebih besar dari 1 yaitu 14,46.
Nilai BEP Rupiah sebesar Rp 10.861.616.126
e. Berdasarkan analisis sensitivitas, industri kasur busa masih layak untuk
dijalankan bila terjadi kenaikan harga beli bahan baku lateks kebun sampai
50% (tanpa diikuti kenaikan bahan pembantu ), namun bila terjadi
kenaikan harga bahan baku 10% dan bahan pembantu 12% industri
menjadi tidak layak karena NPV bernilai NPV minus, Net B/C kurang dari
satu dan IRR tidak memenuhi suku bunga bank.
DAFTAR PUSTAKA
Adril, A. R. 2012. Analisis Pola Pemasaran dan Struktur Pasar Serta TransmisiHarga Bahan Olahan Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan.Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang
Anonima. PT. Garuda Mas Lestari. Harga Bahan Kimia Industri.http://www.garudamaslestari.com/kimia-90071. Diakses tanggal 20 Maret2018.
Anonimb. PT. Indo Tambang Raya Megah Tbk. Penjualan Batubara.http://www.itmg.co.id/id/marketing/coal-sales. Diakses tanggal 20 Maret2018.
Anonimc. PT. Petronusa Timur Instrument. Harga Bahan Kimia.http://www.petronusa.co.id/bahankimia-86941. Diakses tanggal 20 Maret2018.
Arif. 2009. Mengenal Tanaman Karet. Diunduh darihttps://habibiezone.wordpress.com/2009/12/07/mengenal-tanamankaret/.Diakses pada 13 Agustus 2017.
Azizah, R.N. 2008. Deodorasi Limbah Lateks Pekat dan Dekolorisasi ZatPewarna Tekstil Secara Enzimatis dengan Formula Omphalia Sp. Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor
Blackley, D.C. 1966. High Polymer Latices : Their Science and TechnologyVolume 1. AppliedScience Publisher Ltd., London
Bachtiar, M. 2001. Analisis Tekno-Ekonomi Pengembangan Agroindustri KaretBusa Pada Perkebunan Karet Rakyat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Bogor
Badan Penelitian Teknologi Karet Bogor. 2002. Modul Kursus Teknologi BarangJadi Lateks. Bogor.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Utara. 2016. DataStatistik Pembangunan Kabupaten Lampung Utara 2015-2016. LampungUtara
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2018. Provinsi Lampung Dalam Angka
96
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara. 2016. Jumlah PendudukKabupaten Lampung Utara Menurut Kelompok Umur 2015
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara. 2016. Luas dan ProduksiTanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten LampungUtara 2012-2015
Badan Standarisasi Nasional. 1990. SNI 06-1845-1990 Syarat Ukuran Busa UntukKasur
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Dewi, A. P. 2011. Strategi Pemasaran Produk Agroindustri Kelapa BerorientasiEkspor. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor
Dewi, S. 2001. Mempelajari Pembuatan Kompon Lateks Dalam Pembuatan KaretBusa. Laporan Praktek Kerja Lapang SMAKBO di BPTK, Bogor.
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. SekretariatJenderal Kementerian Perindustrian. Jakarta
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Outlook Karet. Komoditas PertanianSubsektor Perkebunan. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Jakarta
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia KomoditasKaret 2015-2017. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian.Jakarta
Dunlopillo Latex. 2018. Daftar harga kasur lateks (Mattress). Diunduh darihttp://www.dunlopillo.co.id/our_products.php?cat=6. Diakses tanggal 20Maret 2018.
Direktori Perusahaan Industri Karet. 2018. http://kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=Karet&prov=18. Diakses tanggal 20 Maret 2018.
Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UIPress. Jakarta.
Hayami, Y., T, Kawagoe, Y. Morooka dan M. Siregar. 1987, AgriculturalMarketing and Processing in Upland Java A Perspective from A SundaVillage. CGPRT Centre. Bogor
Ibrahim, Y.H.M. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Penerbit RinekaCipta. Jakarta
Jain, S.C. 1996. International Marketing Management. The University ofConnecticut.
97
Kadariah, L., Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi,Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 180 hlm.
Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 2. Kencana. Jakarta.
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Edisi ketujuh. Jilid kedua. Terjemahan.UI Press. Jakarta. 190 hlm.
Kusnanta, T. dan S. Budiman. 1975. Petunjuk Pembuatan Karet Busa. BalaiPenelitian Perkebunan Bogor. Pedoman praktek 5/th 1975. Bogor
Litbang Deptan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet.http://litbang.deptan.go.id. Diakses pada 13 Agustus 2017.
Machfud dan Y. Agung. 1990. Tata Letak Industri Pangan. Pusat AntarUniversitas-IPB. IPB Press. Bogor
Malczewski, J. 1999. GIS and Multicriteria Decision Analysis. Toronto: JohnWiley and Sons
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.Grassindo. Jakarta. 197 hlm
Marsongko. 2013. Pembuatan Sarung Tangan dari Lateks Alam yangDivulkanisasi Radiasi dan Belerang. Jurnal Kimia Kemasan Vol. 35 Tahun2013, Hal. 131-140
Maspanger, D. R. 2007. Pembuatan Lateks Dadih Dengan Proses SentrifugasiPutaran Rendah dan Kualitas Barang Jadi Karetnya. Agritech 27 (3) :124–129.
Nurhayati, C., dan O. Andayani. 2012. Teknologi Pengolahan Lateks CairMenjadi Karet Busa. Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 23 No. 1Tahun 2012 : 12-20
Pujiastuti, L. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Vulkanisasi pada Pembuatan Kasurdari Serat Sabut Kelapa Berkaret. Skripsi Depsrtemen Teknologi IndustriPertanian. Institut Pertanian Bogor
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses HirarkiAnalitik untuk Pengambilan Keputusan Kompleks. PT. Pustaka BinamanPressindo. Jakarta.
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Karet. KomoditasPertanian Subsektor Perkebunan.
98
Setyorini, I., N. Sarengat, Prayitno, dan Sugiharto. 2016. Pengolahan Limbah CairIndustri Lateks Pekat dengan Berbagai Adsorben Lokal. Proshiding seminarNasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-5. 207-206
Solichin, M. dan A. Anwar, 2008. Penggunaan Asap Cair Dalam Pengolahan BlokSkim. J. Penel. Karet, 26 (1), 84-97.
Subagyo, A. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. PT Elex MediaKomputindo. Jakarta.
Suliyanto. 2010. Study Kelayakan Bisnis : Pendekatan Praktis. Penerbit Andi.Yogyakarta
Suparto, D., dan Y. Syamsu. 2008. Pengembangan Teknologi Tepat GunaPembuatan Barang Karet Berbasis Lateks Pravulkanisasi. Bogor : BadanPenelitian Teknologi Karet
Sutojo, S. 1983. Studi Kelayakan Proyek. PT. Pustaka Binaman Pressindo.Jakarta. 150 hlm.
Syakir, M., S. Damanik, M. Tasya, dan Siswanto. 2010. Budidaya dan PascapanenKaret. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Jakarta.
Triwijoso, S.U., 1989. Pedoman Teknis Pengawetan Lateks Hevea. BalaiPenelitian Perkebunan Bogor. Bogor
Triwijoso, S.U., dan Siswantoro, O. 1995. In House Trainning Pengolahan LateksPekat dan Karet Mentah. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor
Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Waloyo, M. 2010. Manajemen Perusahaan Industri. Penerbit Dian Samudra.Sidoarjo.
Widyanti, S. M., Ismono H., Hidayati S. 2011. Penentuan Agroindustri BerbasisJagung Terpilih di Provinsi Lampung. Jurnal Teknologi dan Industri HasilPertanian Vol. 16, No. 1
Wijana, S. 2012. Modul Perancangan Pabrik : Penentuan Lokasi Pabrik. ModulTeknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Yudopranoto, K. 2006. Perbandingan Populasi Tungau Debu Rumah Pada KasurKapuk dan Non Kapuk di Perumahan PJK Kelurahan Randusari SemarangSelatan Jawa Tengah. Universitas Diponegoro. Semarang
Zuhra, C. F. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Departemen Kimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.Medan