studi komprehensif jamur aspergillus spp. dan …digilib.unila.ac.id/59388/3/3. tesis full tanpa bab...
TRANSCRIPT
STUDI KOMPREHENSIF JAMUR Aspergillus spp. DAN Talaromyces spp.YANG DIISOLASI DARI RIZOSFER TANAMAN BUDIDAYA DI
PROVINSI LAMPUNG
(Tesis)
Oleh
IKA RACHMA PANGESTI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
ABSTRACT
STUDY COMPREHENSIVE Aspergillus spp. AND Talaromyces spp.ISOLATED FROM RHIZOSPHERE OF CULTIVATED PLANTS IN
LAMPUNG PROVINCE
By
IKA RACHMA PANGESTI
This study was aimed to reveal the identity of Aspergillus spp. and Talaromyces
spp. and their ability as antagonist, phosphate solubilizing fungi, chitin degrading
fungi, Plant Growth Promoting Fungi (PGPF) and their aflatoxin production. Four
isolates of Aspergillus spp. and six isolates of Talaromyces spp. were used in this
study. Those all isolates were obtained from three different plants rhizosphere,
namely pineapple (AS1, AS2, AS3, AS4, AS5), corn (AS6, AS7, AS8, AS9), and
chili (AS11). Identification (morphological characteristics and molecular
technique), antagonist test against Phytophthora palmivora, investigation on
ability as phosphate solubilizing fungi or chitin degrading fungi as well as
aflatoxin production were conducted at Agricultural Biotecnology, Faculty of
Agriculture, University of Lampung. The ability as PGPF was tested using
cucumber plant as indicator plant at green house of Faculty of Agriculture. The
data collected in this study were identity of the isolates, percentage of inhibition
against P. palmivora, clear (halo) zone area around the colony which was grown
on pikovskaya and chitin agar media. As for their ability as Plant Growth
Promoting Fungi (PGPF), some parameters were observed namely plant height,
wet weight of shoot and root, dry weight of shoot and root, greenish leaves and
percentage of shoot N and P content and fluorescence of the colony grown on
CAM media visualized under UV. Based on the morphological characteristics, it
was confirmed that all the isolates were in the group of Aspergillus and
Talaromyces. Sequence analysis result of ITS region (ITS1-ITS4) revealed that 4
isolates (AS1, AS6, AS7, and AS9) were placed in the group of Aspergillus
oryzae and 6 isolates (AS2, AS3, AS4, AS5, AS8, and AS11) were palced in to
group of Talaromyces sayulitensis. Isolate AS1, AS4, AS5, AS8, and AS11 has
capability as antagonist of P. palmivora, phosphate solubilizing fungi, chitin
degrading fungi, and PGPF. All the isolates doesn’t have ability to product
aflatoxin.
Keywords: Antagonist, Aspergillus oryzae, Plant Growth Promoting Fungi,Talaromyces sayulitensis.
ABSTRAK
STUDI KOMPREHENSIF JAMUR Aspergillus spp. DAN Talaromyces spp.YANG DIISOLASI DARI RHIZOSFER TANAMAN BUDIDAYA
DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
IKA RACHMA PANGESTI
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.
dan kemampuannya sebagai antagonis, pelarut fosfat, pendegradasi kitin, Plant
Growth Promoting Fungi (PGPF), dan produksi aflatoksin. Empat isolat
Aspergillus spp. dan enam isolat Talaromyces spp. diisolasi dari rizosfer tanaman
nanas (AS1, AS2, AS3, AS4, AS5), tanaman jagung (AS6, AS7, AS8, AS9), dan
tanaman cabai (AS11). Identifikasi (karakter morfologi dan teknik molecular), uji
antagonis terhadap Phytophthora palmivora, kemampuan jamur sebagai pelarut
fosfat dan pendegradasi kitin, serta produksi aflatoksin jamur dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian (LBFP), Universitas Lampung.
Kemampuan jamur diuji sebagai PGPF menggunakan tanaman mentimun sebagai
tanaman indikator dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian. Data yang diamati
meliputi identitas semua isolat, persentasi penghambatan P. palmivora, zona
bening yang tumbuh di media pikovskaya dan kitin agar. Serta kemampuan jamur
sebagai Plant Growth Promoting Fungi (PGPF), parameter yang diamati
diantaranya tinggi tanaman, bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan
akar, kehijauan daun dan penyerapan N dan P pada tajuk dan sinar fluorescence
pada koloni yang ditumbuhkan di media CAM divisualisasi di bawah sinar UV.
Berdasarkan karakteristik morfologinya, dikonfirmasi bahwa semua isolat masuk
dalam jamur Aspergillus dan Talaromyces. Analisis sekuensing menggunakan ITS
region menunjukkan bahwa 4 isolat (AS1, AS6, AS7, dan AS9) masuk ke dalam
spesies Aspergillus oryzae dan 6 isolat (AS2, AS3, AS4, AS5, AS8, dan AS11)
masuk ke dalam spesies Talaromyces sayulitensis. Isolat AS1, AS4, AS5, AS8,
dan AS11 memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P. palmivora, pelarut
fosfat, pendegradasi kitin, serta sebagai PGPF. Semua isolat tidak memiliki
kemampuan untuk memproduksi aflatoksin.
Kata Kunci: Antagonis, Aspergillus oryzae, Plant Growth Promoting Fungi,Talaromyces sayulitensis.
STUDI KOMPREHENSIF JAMUR Aspergillus spp. DAN Talaromyces spp.YANG DIISOLASI DARI RIZOSFER TANAMAN BUDIDAYA DI
PROVINSI LAMPUNG
Oleh
IKA RACHMA PANGESTI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Pascasarjana Magister AgronomiFakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJAN MAGISTER AGRONOMIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putri tunggal dari pasangan Bapak Rachman Ardhy dan Ibu
Tamiyati. Penulis dilahirkan di Gadingrejo pada 05 Mei 1993. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 7 Gadingrejo pada tahun 2005.
Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMP N 1 Gadingrejo dan
lulus pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1
Gadingrejo dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
ke jenjang perkuliahan dan berhasil terdaftar sebagai Mahasiswi Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian
Mandiri (UM).
Penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Program Studi Magister Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2017 melalui jalur Seleksi Masuk
Perguruan Tinggi Negeri Program Pascasarjana Universitas Lampung. Penulis
melaksanakan penelitian pada tahun 2017 pada bulan November hingga Februari
2019. Penelitian tersebut berjudul “Studi Komprehensif Jamur Aspergillus spp.
dan Talaromyces spp. yang Diisolasi dari Rizosfer Tanaman Budidaya di Provinsi
Lampung”.
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT., karya ilmiahini didedikasikan untuk :
Keluarga penulis,
Bapak Rachman Ardhy dan Ibu Tamiyati
Seluruh Insan Akademis dan Almamater tercinta,Universitas Lampung
`
“Research is to see what everybody else has seen, and tothink what nobody else has thought”
(Albert Szent Gyorgyi)
“Bukan, bukan puncaklah yang kita taklukan melainkan dirisendiri. Sebuah gunung keangkuhan yang tiap detik kita
bakar dengan api egoisme”(J.S. Khairen)
“Saya bukannya pintar, boleh dikatakan hanya bertahan lebih
lama menghadapi masalah”
(Albert Einstein)
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT. yang telah memberikan
segala rahmat Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Di dalam proses penulisan tesis ini penulis telah menerima bantuan dan
bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banua, M. S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung;
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung;
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik dan selaku
ketua Program Studi Magister Agronomi atas saran dan pengarahan kepada
penulis selama berada di Perguruan Tinggi Universitas Lampung;
4. Bapak Dr. Radix Suharjo, S.P., M. Agr., selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan, bimbingan, motivasi, serta saran kepada penulis selama
penelitian dan penulisan tesis hingga selesai;
5. Ibu Dr. Yuyun Fitriana, S.P., M.P., selaku Pembimbing Kedua atas segala
saran, bimbingan, motivasi serta kesabaran yang telah diberikan selama
penelitian dan penulisan tesis;
6. Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., selaku Dosen Penguji I atas saran, kritik,
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
7. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Dosen Penguji II atas saran,
kritik, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini;
8. Kedua orangtua penulis : Bapak A. Rachman Ardhi dan Ibu Tamiyati yang
telah memberikan doa, perhatian, dan harapan, serta dukungan untuk penulis;
9. Sahabat terkasih penulis : Chanapat Tungtirawat atas motivasi, dukungan,
serta saran kepada penulis.
10. Rekan- rekan penulis : Eko Andrianto, S.P., M.Agr., Fransiska Dina, S.P.,
Bihikmi Semenguk, S.P., Erika Merdiyana, S.P., Rizki Amalia, S.P., Catur
Putra Satgada, S.P., Dwi Yanti, S.P., Rio Aji Sindapati, S.P., Rian A. Nata,
S.P., Lina Nur, S.P., Yohan Yogaswara, S.P., Siti Jarlina, S.P., M.Si., Rully
Pebriansyah, S.P., Lita Theresia Pasaribu, S.P., Diah Ayu, S.P., Mei Sri
Handayani, S.P., Lily Agustini, S.P., Febe Atalia, S.P., Santia Putri, S.P., Hani
Listyani, Hani Anggraini Oktaviany, S.P., Ma’ruf Kurniawan, Indah Dwi
Saputri, dan Devita Oqi Wulandara, S.P., atas motivasi, saran, kritik, dan
bantuannya kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis penulis.
11. Rekan-rekan Magister Agronomi penulis : Yeyen Ilmiasari, S.P., Ruly Yosita,
S.P., Rizki Aprilia, S.P., Resti Puspa Kartika, S.P.,M.Si., Ardhi Kusuma, S.P.,
Muhammad Faris Azhar, Michelia Desetyani, S.Tr.P., dan Annisa Fitri, S.P.,
atas doa dan bantuannya kepada penulis selama penelitian.
12. Adik-adik penelitian di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Penelitian :
Ridho Asmara, S.P., Firnando, S.P., Anis Puji Andayani, Rahma Meuly
Annisa, Mia Murniati, Tari Yati, Ikhwan Dwikesuma, Anggi Winanda Sari,
Dwi Marsenta Yulianti, Imam Al Muarif, Usi Enggar Amalia, Viki Ari
Saputri, dan Zakiah Selviani atas bantuan serta kerjasamanya selama
melaksanakan penelitian.
Bandar Lampung, September 2019
Ika Rachma Pangesti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. . v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... . xv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... . 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................. . 3
1.3 Kerangka Pemikiran .............................................................. . 3
1.4 Hipotesis ............................................................................... . 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi............................................................................... . 8
2.1.1 Identifikasi Morfologi .................................................... . 8
2.1.2 Identifikasi Molekuler ................................................... . 8
2.2 Jamur Aspergillus sp. ............................................................. . 9
2.3 Jamur Talaromyces sp. ........................................................... . 10
2.4 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagaiAntagonis…………… ............................................................ . 10
2.5 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagaiPelarut Fosfat…………… ...................................................... . 11
2.6 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagaiPendegradasi Kitin .................................................................. . 12
ii
2.7 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagaiPlant Growth Promoting Fungi (PGPF) ................................ . 12
2.8 Jamur Penghasil Aflatoksin..................................................... . 13
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................ . 14
3.2 Bahan dan Alat………………………………………………. 14
3.3 Pelaksanaan Penelitian........................................................... .. 15
3.4 Identifikasi Jamur Aspergillus spp. dan Talarmyces spp. SecaraMorfologi dan Molekuler...................................................... .. 16
3.4.1 Identifikasi Jamur Secara Morfologi (Makroskopis danMikroskopis) .... ............................................................. 16
3.4.2 Identifikasi Molekuler .................................................... 17
3.4.2.1 Pemanenan Spora Jamur...................... .............. 17
3.4.2.2 Ekstraksi DNA Jamur ........................................ 17
3.4.2.3 Amplifikasi DNA dengan PCR.......................... 18
3.4.2.4 Elektroforesis dan Visualisasi Hasil PCR.......... 18
3.4.2.5 Sekuensing dan Analisis Hasil PCR .................. 19
3.5 Pengujian Antagonis Jamur Aspergillus spp. danTalaromyces spp. terhadap jamur Phytophthora palmivorapada Tiga Media yang Berbeda (PDA, SDA, CMA)............... 19
3.5.1 Pembuatan Media Tumbuh ............................................. 20
3.5.2 Pelaksanaan Percobaan................................................... 20
3.6 Pengujian Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.sebagai Pelarut Fosfat ............................................................... 22
3.6.1 Pembuatan Media Water Agar (WA) .............................. 22
3.6.2 Pembuatan Media Pikovskaya ......................................... 23
3.6.3 Pengamatan ...................................................................... 23
iii
3.7 Pengujian Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.sebagai Pendegradasi Kitin....................................................... 24
3.7.1 Pembuatan Koloidal Kitin ............................................... 24
3.7.2 Media Kitin Agar............................................................. 25
3.7.3 Pengamatan...................................................................... 25
3.8 Pengujian Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. SebagaiPlant Growth Promoting Fungi (PGPF) ................................... 26
3.8.1 Pembuatan Media Beras .................................................. 26
3.8.2 Persiapan Benih Timun dan Media Tanam...................... 26
3.8.3 Aplikasi Jamur pada Media Tanam ................................. 27
3.9 Pengujian Produksi Aflatoksin dari Jamur Aspergillus spp. danTalaromyces spp. dengan Media Coconut AgarMedium (CAM)......................................................................... 27
3.10 Analisis Data ............................................................................ 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian. ......................................................................... 29
4.1.1 Morfologi Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.yang Ditumbuhkan pada Media PSA(Potato Sucrose Agar).................................................... 29
4.1.1.1 Jamur Aspergillus spp. ........................................ 29
4.1.1.2 Jamur Talaromyces spp. ..................................... 31
4.1.2 Identitas Molekuler Jamur Aspergillus spp. danTalaromyces spp. ............................................................ 33
4.1.3 Pengujian Antagonis Aspergillus oryzae dan Talaromycessayulitensis dengan Phytophthora palmivora ................ 36
4.1.3.1 Daya Hambat Aspergillus oryzae terhadapPhytophthora palmivora ..................................... 36
4.1.3.2 Daya Hambat Talaromyces sayulitensis terhadapPhytophthora palmivora .................................... 38
iv
4.1.4 Pengujian Aspergillus oryzae dan Talaromycessayulitensis sebagai Jamur Pelarut Fosfat...................... 41
4.1.4.1 Zona Bening yang Terbentuk oleh Aspergillusoryzae ............................................................... 42
4.1.4.2 Zona Bening yang Terbentuk oleh Talaromycessayulitensis ........................................................ 44
4.1.5 Pengujian Aspergillus oryzae dan Talaromycessayulitensis sebagai Jamur Pendegradasi Kitin.............. 47
4.1.5.1 Jamur Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin................................................................... 47
4.1.5.2 Jamur Talaromyces sayulitensis sebagaiPendegradasi Kitin ............................................ 49
4.1.6 Pengujian Jamur Aspergillus oryzae dan Talaromycessayulitensis sebagai Plant Growth Promoting
Fungi (PGPF) .................................................................. 52
4.1.6.1 Jamur Aspergillus oryzae sebagai Plant GrowthPromoting Fungi (PGPF).................................... 52
4.1.6.2 Jamur Talaromyces sayulitensis sebagai PlantGrowth Promoting Fungi (PGPF).. ................... 54
4.1.7 Analisis Kandungan Fosfat (P) dan Nitrogen (N) .......... 57
4.1.8 Analisis Produksi Aflatoksin pada Aspergillus oryzaedan Talaromyces sayulitensis......................................... 58
4.2 Pembahasan ............................................................................... 59
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan.................................................................... ............ 69
5.2 Saran.................................................................... ...................... 70
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 71
LAMPIRAN......................................................................................... 78
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Antagonis Aspergillus oryzae dan Phytophthora palmivora pada mediaPDA, SDA, dan CMA.............................................................................. 36
2. Antagonis Talaromyces sayulitensis dan Phytophthora palmivora padaMedia PDA, SDA, dan CMA................................................................... 38
3. Kemampuan Jamur Melarutkan Fosfat .................................................... 42
4. Luasan Zona Bening Jamur Aspergillus oryzae pada media ................... 42
5. Indeks Pelarut Fosfat Jamur Aspergillus oryzae ...................................... 43
6. Luasan Zona Bening Jamur Talaromyces sayulitensis pada media ......... 45
7. Indeks Pelarut Fosfat Jamur Talaromyces sayulitensis............................ 45
8. Kemampuan Jamur dalam Mendegradasi Kitin....................................... 47
9. Jamur Aspergillus oryzae sebagai Pendegradasi Kitin ............................ 48
10. Jamur Talaromyces sayulitensis sebagai Pendegradasi Kitin .................. 50
11. Rerata Tinggi tanaman, Jumlah Daun, Kehijauan Daun Uji Aspergillusoryzae sebagai Plant Growth Promoting Fungi....................................... 52
12. Rerata Bobot Basah, Bobot Kering, dan Panjang Akar pada UjiAspergillus oryzae sebagai Plant Growth Promoting Fungi ................... 54
13. Rerata Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Kehijauan Daun Uji Talaromycessayulitensis sebagai Plant Growth Promoting Fungi............................... 55
14. Rerata Bobot Basah, Bobot Kering, dan Panjang Akar pada UjiTalaromyces sayulitensis sebagai Plant Growth Promoting Fungi ......... 56
15. Analisis Pengaruh Aspergillus oryzae terhadap serapan unsur Ndan P pada Tajuk...................................................................................... 57
vi
16. Analisis Pengaruh Talaromyces sayulitensis terhadap serapan unsur Ndan P pada Tajuk...................................................................................... 58
17. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaPDA.......................................................................................................... 79
18. Analisis Ragam Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaPDA.......................................................................................................... 79
19. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaPDA.......................................................................................................... 79
20. Analisis Ragam Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaPDA.......................................................................................................... 80
21. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaSDA.......................................................................................................... 80
22. Analisis Ragam Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaSDA.......................................................................................................... 80
23. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaSDA.......................................................................................................... 81
24. Analisis Ragam Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaSDA.......................................................................................................... 81
25. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaCMA......................................................................................................... 81
26. Analisis Ragam Uji Antagonis Aspergillus oryzae pada mediaCMA......................................................................................................... 81
27. Pengamatan Hasil Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaCMA......................................................................................................... 82
28. Analisis Ragam Uji Antagonis Talaromyces sayulitensis pada mediaCMA......................................................................................................... 82
29. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 3 HSI ............................................................................................... 82
30. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 3 HSI ............................................................................................... 82
31. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 3 HSI ............................................................................................... 83
vii
32. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 3 HSI ............................................................................................... 83
33. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 4 HSI ............................................................................................... 83
34. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 4 HSI ............................................................................................... 83
35. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 4 HSI ............................................................................................... 84
36. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 4 HSI ............................................................................................... 84
37. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 5 HSI ............................................................................................... 84
38. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 5 HSI ............................................................................................... 84
39. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 5 HSI ............................................................................................... 85
40. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 5 HSI ............................................................................................... 85
41. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 6 HSI ............................................................................................... 85
42. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 6 HSI ............................................................................................... 85
43. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 6 HSI ............................................................................................... 86
44. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 6 HSI ............................................................................................... 86
45. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 7 HSI ............................................................................................... 86
46. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai Pelarut FosfatPada 7 HSI ............................................................................................... 86
47. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 7 HSI ............................................................................................... 87
viii
48. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai Pelarut FosfatPada 7 HSI ............................................................................................... 87
49. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 3HSI ....................................................................................... 87
50. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 3HSI ....................................................................................... 87
51. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 3HSI ....................................................................................... 88
52. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 3HSI ....................................................................................... 88
53. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 4HSI ....................................................................................... 88
54. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 4HSI ....................................................................................... 88
55. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 4HSI ....................................................................................... 89
56. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 4HSI ....................................................................................... 89
57. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 5HSI ....................................................................................... 89
58. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 5HSI ....................................................................................... 89
59. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 5HSI ....................................................................................... 90
60. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 5HSI ....................................................................................... 90
61. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 6HSI ....................................................................................... 90
62. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 6HSI ....................................................................................... 90
63. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 6HSI ....................................................................................... 91
ix
64. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 6HSI ....................................................................................... 91
65. Hasil Pengamatan Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 7HSI ....................................................................................... 91
66. Analisis Ragam Uji Aspergillus oryzae sebagai PendegradasiKitin pada 7HSI ....................................................................................... 91
67. Hasil Pengamatan Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 7HSI ....................................................................................... 92
68. Analisis Ragam Uji Talaromyces sayulitensis sebagai PendegradasiKitin pada 7HSI ....................................................................................... 92
69. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (A. oryzae) pada 21 HSI ................. 92
70. Analisis Ragam Tinggi Tanaman (A. oryzae) pada 21 HSI ..................... 92
71. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (T. sayulitensis) pada 21 HSI.......... 93
72. Analisis Ragam Tinggi Tanaman (T.sayulitensis) pada 21 HSI .............. 93
73. Hasil Pengamatan Jumlah Daun (A. oryzae) pada 21 HSI....................... 93
74. Analisis Ragam Jumlah Daun (A. oryzae) pada 21 HSI .......................... 93
75. Hasil Pengamatan Jumlah Daun (T. sayulitensis) pada 21 HSI ............... 94
76. Analisis Ragam Jumlah Daun (T. sayulitensis) pada 21 HSI .................. 94
77. Hasil Pengamatan Kehijauan Daun (A. oryzae) pada 21 HSI.................. 94
78. Analisis Ragam Kehijauan Daun (A. oryzae) pada 21 HSI ..................... 94
79. Hasil Pengamatan Kehijauan Daun (T. sayulitensis) pada 21 HSI .......... 95
80. Analisis Ragam Kehijauan Daun (T. sayulitensis) pada 21 HSI.............. 95
81. Hasil Pengamatan Panjang Akar (A. oryzae) pada 21 HSI ...................... 95
82. Analisis Ragam Panjang Akar (A. oryzae) pada 21 HSI.......................... 95
83. Hasil Pengamatan Panjang Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI .............. 96
84. Analisis Ragam Panjang Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI.................. 96
85. Hasil Pengamatan Bobot Basah Tajuk (A. oryzae) pada 21 HSI ............. 96
x
86. Analisis Ragam Bobot Basah Tajuk (A. oryzae) pada 21 HSI................. 96
87. Hasil Pengamatan Bobot Basah Tajuk (T. sayulitensis) pada 21 HSI ..... 97
88. Analisis Ragam Bobot Basah Tajuk (T. sayulitensis) pada 21 HSI......... 97
89. Hasil Pengamatan Bobot Basah Akar (A. oryzae) pada 21 HSI .............. 97
90. Analisis Ragam Bobot Basah Akar (A. oryzae) pada 21 HSI .................. 97
91. Hasil Pengamatan Bobot Basah Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI....... 98
92. Analisis Ragam Bobot Basah Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI .......... 98
93. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk (A. oryzae) pada 21 HSI............ 98
94. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk (A. oryzae) pada 21 HSI ............... 98
95. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk (T. sayulitensis) pada 21 HSI.... 99
96. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk (T. sayulitensis) pada 21 HSI ....... 99
97. Hasil Pengamatan Bobot Kering Akar (A. oryzae) pada 21 HSI ............. 99
98. Analisis Ragam Bobot Kering Akar (A. oryzae) pada 21 HSI................. 100
99. Hasil Pengamatan Bobot Kering Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI ..... 100
100. Analisis Ragam Bobot Kering Akar (T. sayulitensis) pada 21 HSI....... 100
101. Hasil Pengamatan Serapan N (A. oryzae) pada 21 HSI ......................... 101
102. Analisis Ragam Serapan N (A. oryzae) pada 21 HSI............................. 101
103. Hasil Pengamatan Serapan N (T. sayulitensis) pada 21 HSI ................. 101
104. Analisis Ragam Serapan N (T. sayulitensis) pada 21 HSI ..................... 101
105. Hasil Pengamatan Serapan P (A. oryzae) pada 21 HSI.......................... 102
106. Analisis Ragam Serapan P (A. oryzae) pada 21 HSI ............................. 102
107. Hasil Pengamatan Serapan P (T. sayulitensis) pada 21 HSI .................. 102
108. Analisis Ragam Serapan P (T. sayulitensis) pada 21 HSI...................... 102
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model Dual Kultur ............................................................................. 21
2. Morfologi Makroskopis dan Mikroskopis Aspergillus spp.,di Media PSA .................................................................................... 30
3. Morfologi Makroskopis dan Mikroskopis Talaromyces spp.,di Media PSA ................................................................................... 32
4. Hasil Visualisasi Pita DNA ............................................................... 34
5. Pohon Filogeni Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. ................... 35
6. Aspergillus oryzae Menghambat Phytophthora palmivora ............... 37
7. Grafik Aspergillus oryzae Menghambat Phytophthora palmivora.... 38
8. Grafik Talaromyces sayulitensis Menghambat Phytophthorapalmivora ........................................................................................... 40
9. Talaromyces sayulitensis Menghambat Phytophthorapalmivora ........................................................................................... 41
10. Kemampuan Aspergillus oryzae Membentuk Zona Bening di MediaPicovskaya ......................................................................................... 44
11. Kemampuan Talaromyces sayulitensis Membentuk Zona Bening diMedia Picovskaya .............................................................................. 46
12. Kemampuan Aspergillus oryzae Membentuk Zona Bening di MediaKitin Agar .......................................................................................... 49
13. Kemampuan Talaromyces sayulitensis Membentuk Zona Bening diMedia Kitin Agar .............................................................................. 51
xii
14. Perbandingan Pertumbuhan Kontrol dan Aspergillus oryzae ............ 53
15. Perbandingan Pertumbuhan Kontrol dan Talaromyces sayulitensis .. 56
16. Pengamatan Produksi Aflatoksin Jamur ............................................ 59
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspergillus merupakan jamur yang termasuk dalam kelas Ascomycetes yang
dapat ditemukan di alam serta berperan sebagai saprofit pada tumbuh-tumbuhan
yang membusuk (Hasanah, 2017). Aspergillus merupakan nama genus yang
berasal dari jamur yang hanya diproduksi dengan cara seksual (Bennett, 2010).
Aspergillus memiliki banyak spesies antara lain A. niger, A. flavus, A. fumigatus,
dan A. oryzae. Jamur Aspergillus banyak dilaporkan sebagai penghasil aflatoksin.
Aflatoksin merupakan mikotoksin dengan toksisitas tinggi dan merupakan
penyebab bahan karsinogenik (Fente dkk., 2001). Beberapa spesies penghasil
aflatoksin yaitu A. flavus, A. parasiticus, A. nomius, A. niger, A. wentii, dan A.
melkus (Handajani & Purwoko, 2008). Namun, beberapa isolat Aspergillus belum
diketahui sebagai penghasil aflatoksin. Selain penghasil aflatoksin, Aspergillus
juga banyak dikembangkan oleh peneliti sebagai salah satu alternatif agensia
hayati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman (Putri, 2018).
Jamur Talaromyces dapat ditemukan dengan mudah di beberapa habitat seperti
tanah dan kompos. Walaupun penelitian tentang jamur Talaromyces belum
banyak dilakukan terutama perannya sebagai agensia pengendali hama dan
2
penyakit tanaman, namun Talaromyces telah dilaporkan oleh King (1997) mampu
berperan sebagai jamur antagonis dan banyak digunakan untuk aktivitas industri
dan dunia medis. Talaromyces mempunyai beberapa spesies antara lain T.
apiculatus, T. atroroseus, T. helicus, T. islandicus, dan T. variabillis. Talaromyces
awalnya memiliki kekerabatan dengan genus Penicilium, namun Benjamin (1955)
membedakan Talaromyces ke dalam genus Biverticillium.
Saat ini, Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian (LBPFP)
Universitas Lampung mempunyai koleksi 10 isolat yang diduga sebagai
Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. Isolat-isolat tersebut diisolasi dari rizosfer
tanaman nanas, jagung, dan cabai. Semua isolat telah dilaporkan mampu
menginfeksi hama pengisap buah kakao (Helopeltis spp.) (Merdiana, 2017).
Namun, belum diketahui informasi mengenai identitas dan kemampuannya
sebagai antagonis patogen Phytophthora palmivora, pelarut fosfat, pendegradasi
kitin, dan Plant Growth Promoting Fungi (PGPF) serta produksi aflatoksin. Oleh
karena itu perlu dilakukannya identifikasi jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces
spp. secara morfologi berdasarkan Watanabe (2002) dan Domsch dkk. (1993) dan
molekuler dengan menggunakan teknik PCR. Selain itu, jamur Aspergillus spp.
dan Talaromyces spp. diuji kemampuannya sebagai antagonis terhadap jamur
patogen Phytophthora palmivora, pelarut fosfat, pendegradasi kitin, pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman mentimun, dan produksi aflatoksin.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui identitas 10 isolat termasuk ke dalam jamur Aspergillus spp. dan
Talaromyces spp. secara morfologi dan molekuler.
2. Mengetahui kemampuan Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai
antagonis jamur patogen Phytophthora palmivora, pelarut fosfat,
pendegradasi kitin, dan Plant Growth Promoting Fungi (PGPF).
3. Mengetahui pengaruh media tumbuh terhadap kemampuan antagonis
Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.
4. Mengetahui kemampuan jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. dalam
memproduksi aflatoksin.
1.3 Kerangka Pemikiran
Benjamin (1955) memperkenalkan genus Talaromyces pada telemorfik spesies
Penicillium dengan T. vermiculatus sebagai tipe generiknya. Genus ini ditandai
dengan askokarp yang lunak dengan dinding klestote dan tipe askomata warna
kuning. Subgenus dari Penicillium yaitu Biverticilium dialihkan ke dalam
Talaromyces. Berdasarkan faktor morfologi dan ekologi serta hubungan anamorf-
teleomorf, mungkin menjadi spekulasi awal bahwa genus Biverticillium harus
dipisahkan dari Penicillium sebagai bagian yang terpisah. Talaromyces memiliki
ciri askomata dengan tekstur longgar terdiri dari hifa miselia, ovate (butiran)
menjadi globoseasci berada di rantai pendek atau terbentuk secara tunggal.
4
Secara umum teknik identifikasi jamur dilakukan berdasarkan karakteristik
morfologi. Saat ini teknik identifikasi sudah berkembang pada tingkatan
molekuler berdasarkan sekuen asam-basa gen atau daerah tertentu seperti ITS,
BenA, CaM, dan RPB2 (Joshi & Deshpande, 2010). Kombinasi hasil identifikasi
molekuler dan karakteristik morfologi akan memberikan hasil yang lebih akurat.
Aspergillus dan Talaromyces merupakan jamur yang mudah dan banyak
ditemukan di habitat tanah dan kompos. Jamur ini mudah untuk di eksplorasi serta
mudah untuk diperbanyak pada media tumbuh. Banyak peneliti melakukan
penelitian dengan menggunakan kedua jamur ini sebagai agensia hayati dalam
mengendalikan hama dan penyakit tanaman serta meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Aspergillus merupakan jamur yang awalnya dikenal sebagai patogen.
Namun dalam perkembangannya, Aspergillus dimanfaatkan untuk penelitian di
bidang bioteknologi.
Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. telah dilaporkan berperan menghambat
pertumbuhan jamur patogen pada media tumbuh atau disebut sebagai antagonis.
Wulandari dkk. (2016) melaporkan bahwa jamur A. niger mampu menghambat
pertumbuhan P. palmivora sebesar 63,65%. Berdasarkan hasil penelitian Octriana
(2011), diketahui jamur Aspergillus sp. dapat tumbuh cepat dan mampu
berkompetisi memperebutkan ruang dan makanan serta menghambat pertumbuhan
jamur patogen Phytium sp. pada media tumbuh. Susanna dkk. (2018)
menyebutkan Talaromyces pinophilus mampu menghambat pertumbuhan
Lasiodiplodia theobromae yang menyebabkan penyakit mati meranggas pada
5
tanaman pala. Rata-rata daya penghambatannya mencapai 66%. Kemampuan T.
pinophilus menghambat pertumbuhan karena adanya senyawa yang bersifat anti
cendawan. Senyawa tersebut dapat berdifusi dengan baik ke dalam media PDA
sehingga menghambat pertumbuhan koloni patogen. Naraghi dkk. (2010)
menyebutkan bahwa Talaromyces flavus mampu menghambat pertumbuhan layu
Verticillium pada tanaman timun sebesar 55,44% di media PDA.
Beberapa Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. juga dilaporkan berperan sebagai
pelarut fosfat. Jamur ini mempunyai kemampuan melarutkan senyawa-senyawa P
yang sukar larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman dengan cara
menghasilkan asam-asam organik sehingga ketersediaan P menjadi lebih cepat
dan dapat digunakan sebagai pupuk hayati atau biofertilizer (Artha dkk., 2013).
Fatmala dkk. (2015) juga melaporkan bahwa Aspergillus sp. mampu melarutkan
fosfat di media pikovskaya dengan membentuk zona bening. Indeks pelarut fosfat
dari Aspergillus sp. sebesar 1,14 pada 7 hsi. Islam dkk. (2019) menyebutkan
Talaromyces pinophilus membentuk zona bening di media pikovskaya dan
memiliki indeks pelarut fosfat sebesar 1,72.
Kemampuan jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai pendegradasi
kitin telah dilaporkan sebelumnya. Aida & Taghreed (2014) melaporkan bahwa
A. terrus memiliki kemampuan untuk mendegradasi dinding sel jamur. Chuan
dkk. (2005) menyebutkan bahwa Talaromyces flavus memiliki memampuan
dalam mendegradasi kitin dan mengendalikan jamur patogen seperti Verticillium
dahliae, Sclerotinia sclerotiorum dan Rhizoctonia solani. Selain itu, T. emersonii
6
juga mampu mendegradasi kitin ketika ditumbuhkan dalam media uji yaitu kitin
agar (McCormack dkk., 1991).
Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. mempunyai kemampuan sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman yang dikenal dengan sebutan Plant Growth Promoting
Fungi (PGPF). Pandya dkk. (2018) melaporkan bahwa Aspergillus sp. yang
diinokulasikan ketanaman mampu memacu pertumbuhan tanaman buncis dan
gandum, meningkatkan indeks perkecambahan, panjang akar dan tunas
dibandingkan dengan kontrol. Yamagiwa dkk. (2011) melaporkan bahwa
Talaromyces sp. dapat berperan sebagai PGPF pada tanaman Brassica campestris
L. var. perviridis dan resisten terhadap patogen Colletotrichum higginsianum.
Selain sifat Aspergillus spp. yang menguntungkan, beberapa strain seperti A.
flavus dan A. parasiticus yang mampu memproduksi aflatoksin. Aflatoksin
merupakan golongan racun yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Jenis-jenis
aflatoksin yang dapat diproduksi pada jamur Aspergillus yaitu Aflatoksin B1
(AFB1), aflatoksin B2 (AFB2), aflatoksin G1 (AFG1), dan aflatoksin G2 (AFG2).
Nama-nama ini diberikan berdasarkan atas warna fluoresensi yang ditimbulkan
pada medium agar diamati di bawah sinar ultraviolet, seperti biru (blue atau B),
atau hijau (green atau G). Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan yang paling toksik
berpotensi merangsang kanker (Yenny, 2006).Walaupun sifatnya toksik tetapi
aflatoksin bermanfaat sebagai objek kajian dalam bidang medis dan pertanian.
Pada bidang medis, aflatoksin punya keterkaitan dalam menyebabkan
karsinogenik dan hepatotoksik. Sedangkan dalam bidang pertanian, aflatoksin
7
menjadi objek untuk menciptakan produk-produk rekayasa genetika yang dapat
mereduksi aflatoksin. Manusia dan tikus memiliki enzim (glutathione S-
transferase, atau GST) untuk memetabolisme aflatoksin, seperti aflatoksin B1
(AFB1) (Wild & Tuner, 2002).
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, didapat hipotesis
sebagai berikut :
1. Mendapatkan identitas 10 isolat termasuk ke dalam jamur Aspergillus spp. dan
Talaromyces spp. secara morfologi dan molekuler.
2. Terdapat isolat yang memiliki kemampuan sebagai antagonis, pelarut fosfat,
pendegradasi kitin, dan kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman.
3. Kemampuan antagonis Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. akan berbeda
apabila ditumbuhkan pada media yang berbeda.
4. Terdapat isolat jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. yang dapat
memproduksi aflatoksin.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi
2.1.1 Identifikasi Morfologi
Identifikasi jamur berfungsi untuk mengelompokkan jamur berdasarkan
perbedaan dan persamaan morfologinya. Identifikasi secara makroskopis meliputi
pengamatan terhadap warna dan bentuk koloni jamur. Sedangkan identifikasi
secara mikroskopis meliputi bentuk hifa, konidia, dan spora jamur (Sandy dkk.,
2015). Identifikasi morfologi dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi
Watanabe dkk. (2002) dan Domsch dkk. (1993).
2.1.2 Identifikasi Molekuler
Susunan taksonomi morfospesies tidak dapat menggambarkan filogeni sehingga
diperlukan pendekatan identifikasi alternatif menggunakan identifikasi molekuler
dengan teknik PCR. Polimerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik in vitro
yang digunakan untuk melakukan replikasi atau amplifikasi bagian spesifik dari
berjuta lipatan DNA hanya dalam beberapa jam. Metode PCR ini pada awalnya
9
sangat lambat, mahal, dan tidak presisi, namun seiring perkembangannya PCR
memiliki berbagai keunggulan sehingga banyak digunakan terutama di bidang
biologi molekuler. Prinsip kerja PCR membutuhkan beberapa substansi sebagai
bahan baku, yaitu primer, DNA target atau DNA sampel, enzim polimerase,
kation divalen seperti magnesium klorida, dan buffer (Prayoga & Wardani, 2015).
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan penting yaitu denaturasi, annaeling, dan
ekstensi (Yusuf, 2010).
2.2 Jamur Aspergillus spp.
Aspergillus merupakan jamur saprofit yang dapat dijumpai di dalam tanah, bahan
organik, maupun anorganik. Aspergillus memiliki struktur berbentuk seperti
bantalan spora (Gibbons & Rokas, 2013). Konidia aseksual Aspergillus bersifat
hidrofobik dan mudah terbawa di udara (Bhabhra & Askew, 2005). Karakter
konidiofor Aspergillus yaitu memiliki garis aseptat terminating pada vesikel,
dimana sel-sel konidiogenus dibentuk dari karakter morfologi utama untuk
membatasi taksa (Samson, 1994). Genus Aspergillus dicirikan dari konidiofor
tegak dan pada ujungnya terdapat vesikel yang tertutup oleh fialid dan metula
yang kemudian tumbuh bersamaan sehingga menghasilkan rangkaian konidia
(Domsch dkk., 1993).
10
2.3 Jamur Talaromyces spp.
Pada awalnya spesies dari Penicillium yang memproduksi tahap seksual telah
diklasifikasikan dalam Eupenicillium dan Talaromyces. Setelah itu, secara resmi
spesies Penicillium subgenus Biverticillium diklasifikasikan dalam Talaromyces.
Genus Talaromyces (Trichocomaceae) merupakan genus penting karena beberapa
spesies mengandung enzim yang berlaku dalam sintesis sakarida dan aplikasinya
dalam pengendalian hama biokontrol (Zhai dkk., 2016).
2.4 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagai Antagonis
Pengendalian hayati relatif lebih murah, mudah, dan ramah lingkungan, sehingga
menjadi alternatif dalam pengendalian. Pengendalian hayati dapat menggunakan
agen biologi seperti jamur Aspergillus spp. Kumar & Garampalli (2014)
melaporkan terdapat isolat Aspergillus sp. mampu menghambat jamur Fusarium
oxysporum. Dari semua isolat, A. niger menghambat 80,33%, isolat A. flavus dan
A. tamarii menghambat 77,03% pertumbuhan patogen dibandingkan dengan
kontrol. Hal serupa juga dilaporkan oleh Melo dkk. (2006) yang menyatakan
bahwa Aspergillus terreus menunjukkan aktivitas antagonis dalam menghambat
jamur patogen tanaman Sclerotinia sclerotiorum. Dethoup dkk. (2017)
melaporkan bahwa T. tratensis mampu mengendalikan pertumbuhan Bipolaris
oryzae pada media Potato Dextrose Agar (PDA) sebesar 46%. Kisaakye dkk.
(2014) melaporkan Talaromyces sp. dapat mengendalikan nematoda Pratylenchus
zeae pada padi gogo di Kenya. T. flavus juga dilaporkan dapat mengendalikan
11
pertumbuhan Verticillium dahliae, Sclerotium rolfsii, dan Rhizoctonia solani
(Madi, 1997).
2.5 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagai Jamur Pelarut Fosfat
Mikroorganisme merupakan komponen yang penting dalam tanah dan secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi kesehatan tanah. Mikroorganisme
pelarut fosfat bisa diisolasi menggunakan pengenceran berseri atau teknik
pembiakan pada media pikovskaya dari tanah non rhizosphere dan rhizosphere,
rhizoplant, dan juga dari lingkungan lainnya. Setelah diinkubasi organisme yang
mengandung pelarut fosfat dideteksi membentuk lingkaran bening yang jelas
disekitar koloni (Khan dkk., 2007). Jamur pelarut fosfat berperan penting dalam
ketersediaan mikroorganisme fosfor tanah dalam tanaman. Jamur yang dapat
melarutkan fosfat diantaranya Aspegillus, Penicillium spp., dan Fusarium (Elias
dkk., 2016). Hutagaol dkk. (2017) melaporkan isolat Aspergillus sp. A5 memiliki
indeks pelarut fosfat sebesar 1,25 dan menghasilkan diameter zona bening sebesar
27 mm. Monica dkk. (2014) melaporkan bahwa Talaromyces flavus berperan
dalam melarutkan fosfat dan dapat bersimbiosis dengan tanaman gandum.
2.6 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. Jamur Pendegradasi Kitin
Kitinase merupakan glikolis hidrolase yang mengkatalis degradasi kitin yaitu
senyawa polimer N-asetilglukosamin yang membentuk ikatan linier β-1.4.
12
Aspergillus nidulans mampu berperan sebagai pendegradasi kitin pada media
yang mengandung koloidal kitin (Alfonso dkk., 1995). Rahim & Elyousr (2018)
melaporkan Talaromyces pinophilus memiliki kemampuan dalam mendegradasi
dinding sel pada patogen. Selain Aspergillus dan Talaromyces, Aeromonas
schubertii adalah bakteri yang potensial mempunyai aktivitas kitinolitik yang
ditumbuhkan dalam kultur yang mengandung 0,2% koloidal kitin dari kepiting
sebagai sumber karbon (Herdyastuti dkk., 2009). Elad dkk. (1982) juga
menyebutkan bahwa jamur Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan
untuk mendegradasi kitin. Kitinase disekresikan oleh T. harzianum ketika kitin
berfungsi sebagai sumber karbon tunggal.
2.7 Jamur Aspergillus sp. dan Talaromyces sp. sebagai Plant GrowthPromoting Fungi (PGPF)
PGPF dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan memproduksi hormon
pertumbuhan yang merangsang pertumbuhan tanaman. Beberapa jamur seperti
Trichoderma spp., Gliocladium spp., Rhizoctonia spp., dan Penicillium spp. dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman di lapangan (Shivana dkk., 1994).
Silitonga (2018) menyebutkan bahwa Aspergillus terrus dan Talaromyces
pinophilus mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai. A. terrus mampu
meningkatkan tinggi tanaman sebesar 104,08 cm, bobot kering tajuk sebesar 7,45
g, bobot kering akar sebesar 1,25 g serta serapan P sebesar 21,39 mg/tanaman.
Sedangkan T. pinophilus meningkatkan tinggi tanaman kedelai sebesar 109,52
cm, bobot kering tajuk sebesar 7,94 g, bobot kering akar sebesar 1,38 g, serta
13
serapan P sebesar 20,65 mg/tanaman. Menurut Hyakumachi (1994), total
keterjadian frekuensi PGPF berasal dari isolasi rerumputan, gandum, jagung dan
terong yaitu 46%, 47%, 37,9% dan 10%. Mekanisme dalam plant growth
promotion dikaitkan pada produksi hormon tanaman dan penekanan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh produksi antibiotik atau siderophores. Sejauh ini
Trichoderma harzianum, T. koningii, nonpatogenik Rhizoctonia solani, telah
dilaporkan sebagai PGPF.
2.8 Jamur Penghasil Aflatoksin
Aflatoksin adalah suatu metabolit sekunder yang terbentuk setelah fase logaritmik
pertumbuhan kapang A. flavus dan A. parasiticus. Resiko kesehatan yang
ditimbulkan jika konsumen mengkonsumsi produk yang telah terkontaminasi A.
flavus. Pada proses pengolahan makanan tradisional belum dapat menghilangkan
cemaran aflatoksin sampai batas aman. Aflatoksin terdiri dari 4 komponen induk
yaitu, aflatoksin B1 (AFB1), aflatoksin B2 (AFB2), aflatoksin G1 (AFG1) dan
aflatoksin G2 (AFG2) (Mehan dkk., 1991; Lunggani, 2007).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai Februari 2019.
Pengujian pertumbuhan jamur, pengujian pelarut fosfat, pendegradasi kitinolitik,
kandungan aflatoksin, pengujian antagonis, identifikasi secara morfologi, dan
identifikasi molekuler jamur dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pengujian Plant Growth Promoting
Fungi (PGPF) pada tanaman timun dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Analisis unsur N dan P tajuk tanaman dilakukan
di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan diantaranya isolat jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces
spp. yang berjumlah 10 isolat berasal dari koleksi Laboratorium Bioteknologi
Pertanian Fakultas Pertanian (LBPFP) Universitas Lampung. Isolat AS1, AS2,
AS3, AS4, dan AS5 berasal dari rhizosfer tanaman nanas di daerah Lampung
Tengah (2015). Isolat AS6, AS7, AS8,dan AS9 berasal rhizosfer tanaman jagung
15
di daerah Pesawaran (2016), sedangkan AS11 berasal dari rhizosfer tanaman cabai
di daerah yang belum diketahui (2017). Phytophthora palmivora diisolasi dari
buah kakao yang terinfeksi busuk buah, beras putih, media Potato Sucrose Agar
(PSA), media Potato Dextrose Agar (PDA) HIMEDIA®, media Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) HIMEDIA®, media Corn Meal Agar (CMA) HIMEDIA®,
media Water Agar (WA), media pikovskaya, koloidal kitin, media kitin agar,
media Coconut Agar Medium (CAM), agar, kentang, asam laktat, akuades, benih
mentimun, alkohol 70%, tisu, Cetyltrimetyl ammonium bromide (CTAB),
agarose, Primer ITS 1 dan ITS 4, MyTaq™ Red Mix, buffer ekstraksi,
isopropanol 60%, buffer TE (Tris-EDTA), TBE (Tris-borat EDTA),
Phenol:Chlorofom:Isoamylalcohol (P:C:I), Chlorofom :Isoamylalcohol (C:I),
etidium bromide (ETBr), loading dye, marker DNA leader, polibag ukuran 1 kg ,
alumunium foil, wrapping, label, plastik tahan panas, karet gelang, dan tanah
steril.
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri plastik 9 cm,
Laminar Air Flow (LAF), autoclave, bor gabus 4 mm, jarum ose, mikroskop,
mikropipet, kamera, penggaris, meteran, alat tulis, bunsen, erlenmeyer, nampan,
microwave, microsentrifuge, UPS, mesin PCR, alat elektroforesis, dan DigiDoc.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari enam sub percobaan. Pertama identifikasi jamur
Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. secara morfologi dan molekuler dengan
16
teknik PCR. Kedua pengujian antagonis antara jamur Aspergillus spp. dan
Talaromyces spp. dengan jamur Phytophthora palmivora di media PDA, SDA,
dan CMA. Ketiga pengujian jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai
pelarut fosfat pada media pikovskaya. Keempat pengujian jamur Aspergillus spp.
dan Talaromyces spp. sebagai pendegradasi kitin jamur pada media kitin agar.
Kelima pengujian produksi aflatoksin dengan media CAM. Keenam pengujian
jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai PGPF dengan tanaman
timun sebagai tanaman indikator.
3.4 Identifikasi Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. SecaraMorfologi dan Molekuler
3.4. 1 Identifikasi Jamur Secara Morfologi (Makroskopis dan Mikroskopis)
Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. diidentifikasi secara makroskopis
dengan mengamati bentuk koloni dan warna jamur yang tumbuh di media PSA
umur 7 hsi (hari setelah inokulasi). Morfologi Aspergillus spp. dan Talaromyces
spp. diidentifikasi dengan mikroskop majemuk menggunakan perbesaran 400x.
Identifikasi bentuk spora dan konidiofor jamur merujuk pada buku identifikasi
berdasarkan morfologi (Watanabe dkk., 2002; Domsch dkk., 1993).
17
3.4.2 Identifikasi Molekuler
3.4.2.1 Pemanenan Spora Jamur
Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. umur 30 hsi dipanen dengan 10 ml
air steril lalu dituang ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian suspensi disentrifuse
dengan kecepatan 14.000 rpm, selama 10 menit, dan suhu 20oC dengan tujuan
mendapatkan endapan. Langkah selanjutnya, suspensi ditambahkan alkohol dingin
sebanyak 1 ml lalu disentrifuse dengan kecepatan yang sama. Setelah itu
supernatan dibuang dan endapan ditambahkan buffer ekstraksi sebanyak 1 ml.
Selanjutnya endapan dituang di atas mortar, ditutup rapat dengan alumunium foil,
serta endapan diinkubasi di freezer selama 1 hari.
3.4.2.2 Ekstraksi DNA Jamur
Endapan spora jamur ditumbuk dengan mortar sampai mencair kemudian
dimasukkan ke dalam tabung ependorf sebanyak 0,5 ml dan endapan ditambah
larutan CTAB 2% sebanyak 400 µl. Suspensi dihomogenkan dan direbus dalam
water bath pada suhu 65oC selama 1 jam. Setelah itu, endapan ditambahkan P:C:I
(25:4:1) sebanyak 500 µl, kemudian disentrifuse dengan pengaturan yang sama.
Larutan diambil 600 µl dipindahkan ke tabung ependorf baru dan ditambah C:I
sebanyak 600 µl kemudian disentrifuse dengan pengaturan yang sama. Suspensi
di atas diambil sebanyak 400 µl dipindahkan ke tabung ependorf baru dan
suspensi ditambahkan isopropanol sebanyak 400 µl, kemudian diinkubasi selama
18
20 menit pada suhu -20oC di dalam freezer. Setelah itu, suspensi disentrifuse
dengan pengaturan yang sama. Selanjutnya supernatan dibuang dan ditambahkan
alkohol dingin 70% sebanyak 500 µl dan suspensi disentrifuse dengan pengaturan
yang sama. Supernatan dibuang dan endapan diinkubasi selama 1 hari. Setelah itu,
endapan ditambahkan 50 µl buffer TE untuk selanjutnya ketahap amplifikasi
DNA dengan PCR.
3.4.2.3 Amplifikasi DNA dengan PCR
Satu tabung tube PCR (200 µl) terdiri dari 12,5 µl Master Mix (Red Mix), 1 µl (10
µM) primer ITS 1 (5’TCC GTA GGT GAA CCT TGC GG 3’) dan ITS 4 (5’TCC
TCC GCT TAT TGA TAT GC 3’) (White dkk., 1990), 2 µl larutan ekstraksi
DNA jamur dan 8,5 µl akuades steril. Larutan tersebut diamplifikasi
menggunakan mesin CFX Connect Real-Time PCR. Tahap PCR dilakukan dengan
30 kali siklus tahap denaturasi, annaeling, dan elongasi dengan masing-masing
suhu 95oC, 44-48oC, dan 72oC selama 1 menit (Joshi & Deshpande, 2010).
3.4.2.4 Elektroforesis dan Visualisasi Hasil PCR
Tahap awal ditimbang gel agarose 0,5% sebanyak 0,1 g dan ditambahkan larutan
TBE sebanyak 20 ml ke dalam erlenmeyer 100 ml, kemudian larutan agar di
dalam erlenmeyer dipanaskan dengan oven selama 40 detik. Setelah itu
ditambahkan 1 µl ethidium bromide (ETBr 10 mg/ml) ke dalam erlenmeyer, lalu
19
larutan agar dituangkan pada cetakan sisir. Setelah gel agarose padat masukkan ke
dalam alat elektroforesis berisi larutan TBE. Sumur agar pertama dimasukkan 3 µl
Marker DNA leader. Selanjutnya, pada setiap sumur diberikan sebanyak 3 µl
ekstraksi DNA yang sudah dicampurkan dengan 1 µl loading dye sebagai
pemberat. Selanjutnya dilakukan elektroforesis dengan pengaturan tegangan 55
volt selama 60 menit. DNA ditunggu hingga mencapai baris sebelum baris ke 3
dari ujung lawan. Hasil dari elektroforesis divisualisasi dengan alat Digi-Doc-
Imaging System. Keberadaan profil DNA antar lokus gen akan terlihat berupa pita
terang.
3.4.2.5 Sekuensing dan Analisis Hasil PCR
Hasil amplifikasi DNA dikirim ke PT Genetika Science Jakarta untuk di
sekuensing. Kemudian hasil sekuensing dianalisis menggunakan program MEGA
6 (Tamura dkk., 2013).
3.5 Pengujian Antagonis Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.terhadap Jamur Phytophthora palmivora pada Tiga Media Berbeda(PDA, SDA, dan CMA)
Percobaan pengujian antagonis menggunakan jamur Aspergillus spp.,
Talaromyces spp., dan Phytophthora palmivora yang berumur 4 hsi serta media
tumbuh yang digunakan yaitu PDA, SDA, dan CMA. Perlakuan percobaan ini
yaitu jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. yang di tumbuhkan pada tiga
20
media berbeda yaitu PDA, SDA, dan CMA. Perlakuan kontrol dengan hanya
menumbuhkan jamur P. palmivora pada tiga media tersebut. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 4 (empat) kali. Percobaan ini dirancang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Variabel yang diamati yaitu menghitung
diameter penghambatan tumbuh dari jamur patogen tanaman (P. palmivora)
hingga 7 hsi.
3.5.1 Pembuatan Media Tumbuh
Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) dilakukan dengan cara
mencampurkan media PDA HIMEDIA® sebanyak 39 g, agar 2 g dan akuades 1 L.
Pada pembuatan media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dilakukan dengan cara
mencampurkan media SDA HIMEDIA® sebanyak 65 g, agar 2 g dan akuades 1 L.
Sedangkan pembuatan media CMA (Corn Medium Agar) dilakukan dengan cara
mencampurkan media CMA HIMEDIA® sebanyak 17 g, agar 2 g dan akuades 1
L. Semua media dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian ditutup rapat
menggunakan kertas alumunium foil, lalu dipanaskan hingga homogen.
3.5.2 Pelaksanaan Percobaan
Media-media yang telah dibuat kemudian diautoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1
atm selama 15 menit. Setelah media steril, saat suhu media ± 50°C dituang ke
dalam cawan petri dan ditunggu hingga media padat. Selanjutnya masing-masing
21
jamur Aspergillus spp., Talaromyces spp., dan Phytophthora palmivora yang
sebelumnya telah ditumbuhkan di media PSA umur 5 hsi diinokulasi ke tengah
media PDA, SDA, dan CMA dengan menggunakan bor gabus. Setelah itu, cawan
dirapatkan dengan plastik wrapping dan diinkubasi selama 4 hari.
Pertumbuhan jamur diukur dari umur 1 hsi hingga 7 hsi dengan mengukur
diameter jamur Phytophthora palmivora pada cawan kontrol dan perlakuan
(Gambar 1) (Dwiastuti dkk., 2015).
Gambar 1. Metode dual kultur; RI, R2 = Phytophthora palmivora, A =Aspergillus spp. atau Talaromyces spp.
Pengaruh antagonisme Aspergillus spp. atau Talaromyces spp. terhadap
Phytophthora palmivora dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut
(Dwiastuti dkk., 2015) :
PIGR% = D1 − D2D1 × 100%Keterangan :
PIRG = Percentage inhibition of radial growth (% hambat)D1 = Diameter pertumbuhan patogen tanpa antagonis (kontrol)D2 = Diameter pertumbuhan patogen dengan antagonis (dual kultur)
22
Persentase penghambatan terhadap P. palmivora diklasifikasikan dalam empat
tingkatan berdasarkan Zivkovic dkk. (2010) yaitu <30% = aktivitas penghambatan
rendah, 30-<50%= aktivitas penghambatan sedang, 50-<70%= aktivitas
penghambatan tinggi, ≥70%= aktivitas penghambatan sangat tinggi.
3.6 Pengujian Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai JamurPelarut Fosfat
Perlakuan pada percobaan ini yaitu jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.
yang ditumbuhkan di media pikovskaya. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5
(lima) kali. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Peubah yang diamati yaitu luas koloni jamur dan zona bening yang muncul pada
media.
3.6.1 Pembuatan Media Water Agar (WA)
WA dibuat dengan mencampurkan 500 ml akuades dan 10 g agar. Setelah itu,
media diautoklaf dengan suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah
media steril, saat suhu media ± 50°C dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu
hingga media padat. Setelah media padat, jamur diinokulasikan dengan cara
menaruh 1 bor gabus jamur di tengah media, lalu cawan dibalut dengan plastik
wrapping dan diinkubasi selama 4 hari.
23
3.6.2 Pembuatan Media Pikovskaya
Media ini dibuat dengan cara mencampurkan 31,3 g media pikovskaya, 1 L
akuades, dan 2 g agar ke dalam Erlenmeyer 1 L. Kemudian media dihomogenkan
dan selanjutnya diautoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 atm dan suhu
121oC. Setelah steril, saat suhu media ± 50°C dituang ke dalam cawan petri.
Setelah memadat, jamur diinokulasi di tengah media. Cawan dibalut dengan
plastik wrapping dan diinkubasi selama 7 hsi dengan mengukur luasan koloni dan
zona bening. Kemampuan jamur Aspergillus sebagai pelarut fosfat dilihat dari
luas zona bening di sekitar koloni pada media pikovskaya menjelaskan
kemampuannya dalam memproduksi asam organik yang berperan dalam
menentukan kemampuan pelarutan P (Puspitawati dkk., 2013).
3.6.3 Pengamatan
Pengamatan percobaan ini dilakukan dengan menghitung jumlah luasan koloni
jamur dan luasan zona bening menggunakan milimeter blok. Kotak kecil dalam
milimeter blok memiliki besaran 0,25 cm, sehingga nilai luasan koloni jamur dan
luasan zona bening masing-masing dikali dengan 0,25. Kemudian dihitung Indeks
Pelarut Fosfat untuk mengetahui besarnya kemampuan jamur dalam melarutkan
fosfat. Rumus indeks pelarut fosfat sebagai berikut :
24
=Indeks pelarut fosfat (IPF) berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh Ceci dkk.
(2018) yaitu (0,7>SI ≥1). Kategori 0-0,7= rendah, 0,7-1=sedang, dan ≥1= tinggi.
3.7 Pengujian Jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagaiPendegradasi Kitin
Perlakuan pada percobaan ini yaitu jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.
yang ditumbuhkan di media kitin agar. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5
(lima) kali. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Peubah yang diamati yaitu luas koloni jamur dan zona bening yang muncul pada
media. Pengujian kitinolitik dilakukan berdasarkan metode Souza dkk. (2009).
Terdapat dua bahan utama yang digunakan untuk pengujian ini yaitu koloidal kitin
dan media kitin agar.
3.7.1 Pembuatan Koloidal Kitin
Koloidal kitin dibuat dengan mencampurkan 6 g bubuk kitin (cangkang kepiting)
dalam HCl 60 ml. Setelah itu larutan dihomogenkan menggunakan magnet heat
stir selama 1 jam. Kemudian larutan disaring dengan glass wool serta
ditambahkan ethanol 200 ml. Selanjutnya larutan disaring menggunakan filter
paper dan dibilas dengan air steril hingga pH 7.0 (netral). Koloidal kitin yang
25
menempel pada filter paper digunakan sebagai koloidal kitin (12 g/L).
Selanjutnya koloidal kitin disimpan pada ruang gelap pada suhu 4°C.
3.7.2 Media Kitin Agar
Media kitin agar dibuat dengan mencampurkan 1 g (NH4)2SO4; 0,2 g KH2PO4;
1,6 g K2HPO4; 0,2 g MgSO4.7H2O; 0,1 g NaCl; 0,01 g FeSO4.7H20; 0,02 g
CaCl2.2H2O, dicampurkan dengan 2% agar (20 g), dan dilarutkan dengan 1000
ml akuades, serta ditambahkan 12 g koloidal kitin. Selanjutnya diautoklaf dengan
suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah steril, saat suhu media ±
50°C dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu hingga media memadat.
Selanjutnya jamur diisolasikan ke tengah media kitin dengan menggunakan bor
gabus. Cawan dirapatkan dengan plastik wrapping.
3.7.3 Pengamatan
Pada percobaan ini pengamatan dilakukan selama 7 hari dengan mengukur luasan
koloni dan zona bening menggunakan milimeter blok. Kotak kecil dalam
milimeter blok memiliki besaran 0,25 cm, sehingga nilai luasan koloni jamur dan
luasan zona bening masing-masing dikali dengan 0,25.
26
3.8 Pengujian Aspergillus spp. dan Talaromyces spp. sebagai Plant GrowthPromoting Fungi (PGPF)
Perlakuan pada percobaan ini yaitu jamur Aspergillus spp. dan Talaromyces spp.
yang diaplikasi di media tumbuh. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 (lima) kali.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang
diamati yaitu mengukur tinggi tanaman, jumlah daun, kehijauan daun, bobot
basah, bobot kering, panjang akar, serta serapan unsur N dan P pada tajuk
tanaman mentimun dari 1 hari hingga 21 hari setelah tanam (hst).
3.8.1 Pembuatan Media Beras
Beras yang digunakan sebanyak 100 g per plastik per isolat (5 ulangan x 10 isolat
jamur = 5000 g). Beras dikukus selama 15 menit. Kemudian beras diautoklaf
dengan suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah media steril dan
dingin, sebanyak 5 bor (diameter 0,5 cm) masing-masing isolat jamur diinokulasi
ke dalam media beras. Kemudian media beras diinkubasi selama 14 hari.
3.8.2 Persiapan Benih Timun dan Media Tanam
Sterilisasi media tanam dilakukan dengan menimbang kompos dan pasir masing-
masing 300 g (1:1), kemudian media tanam dicampurkan dalam plastik tahan
panas sehingga komposisinya menjadi 600 g. Setelah disterilisasi, media yang
27
sudah dalam keadaan dingin diletakkan ke dalam polibag. Benih mentimun
disemai dengan menggunakan kertas merang yang lembab selama 2 hari.
3.8.3 Aplikasi Jamur Pada Media Tanam
Isolat jamur diinokulasi ke dalam media tanam sebanyak 10 g (1,5 sdm) dan
diinkubasi selama 2 hari. Benih yang telah berkecambah kemudian ditanam dalam
1 polibag berisi 2 benih tanam. Kemudian dilakukan penyiraman dan pengamatan
hingga 21 hari setelah tanam (hst). Pada hari ke 21 hst dilakukan pengukuran
kehijauan daun, pemanenan tajuk serta akar tanaman yang selanjutnya dioven
selama 3 hari pada suhu 60oC.
3.9 Pengujian Produksi Aflatoksin dari Jamur Aspergillus spp. danTalaromyces spp. dengan Media Coconut Agar Medium (CAM)
Media CAM dibuat berdasarkan metode Lin dkk. (1976) yaitu 200 ml santan
kelapa dihomogenkan dengan 600 ml akuades dengan kadar pH netral (pH 7) dan
16 g agar. Kemudian media diautoklaf dengan suhu 121°C, tekanan 1 atm selama
15 menit. Kemudian saat suhu media ± 50°C dituang ke dalam cawan petri dan
ditunggu hingga media padat. Setelah media padat, jamur diinokulasikan dengan
cara menaruh 1 bor gabus jamur di tengah media. Cawan dirapatkan dengan
plastik wrapping dan diinkubasi selama 3 hari. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati isolat yang dapat memproduksi pigmentasi dan fluresens selama 3
hari.
28
3.10 Analisis Data
Hasil pengamatan dianalisis ragam (ANARA) dan jika terdapat perbedaan yang
nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α = 5%.
69
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Identitas jamur masuk ke dalam 2 kelompok spesies yaitu Aspergillus oryzae
(AS1, AS6, AS7, dan AS9) dan Talaromyces sayulitensis (AS2, AS3, AS4,
AS5, AS8, AS11).
2. Isolat AS1, AS4, AS5, AS8, dan AS11 mampu berperan sebagai antagonis
jamur patogen, pelarut fosfat, pendegradasi kitin, dan pemacu pertumbuhan
tanaman, sedangkan AS2 tidak mampu berperan sebagai pendegradasi kitin.
Isolat AS7 dan AS9 tidak mampu berperan sebagai pelarut fosfat. Isolat AS3
dan AS6 tidak mampu berperan sebagai Plant Growth Promoting Fungi
(PGPF).
3. Media tumbuh yang berbeda berpengaruh pada pertumbuhan dan kemampuan
antagonis Aspergillus oryzae dan Talaromyces sayulitensis terhadap
Phytophthora palmivora.
4. Semua isolat yang diuji tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi
aflatoksin.
70
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kemampuan isolat sebagai agensia
hayati untuk mengendalikan hama Helopeltis spp. dan penyakit tanaman
Phytophthora palmivora di lapang.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aida, M. F., & A. N. S. Taghreed. 2014. Production, Optimization,Characterization and Antifungal Activity of Chitinase Produced byAspergillus terrus. African Journal of Biotechnology. 13(14): 1567-1578.
Alexander, M. 1978. Introduction to Soil Microbiology. Willey Eastern Limited.New Delhi.
Alfonso, C., O.M.Neuro, F. Santamaria, & F. Reyes. 1995. Purification of a Heat-Stable Chitin Deacetylase from Aspergillus nidulans and Its Role in CellWall Degradation. Current Microbiology. 30:49-54.
Artha, P. J., H. Guchi, & P. Marbun. 2013. Efektivitas Aspergillus niger danPenicillium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan Fosfat dan PertumbuhanTanaman Jagung pada Tanah Andisol. Jurnal Online Agroteknologi 1(4):2337-6597.
Bannet J.W. & Klich, M. 2002. Mycotoxins. Clin Microbiol. 16: 497-516.
Benjamin, C. R. 1955. Ascocarps of Aspergillus and Penicillium. Mycologia.47(5): 669–687.
Bennett, J.W. 2010. An Overview of the Genus Aspergillus. Molecular Biologyand Genomics. Caister Academic Press. 1-11 pp.
Berlian, I., B. Setyawan, & H. Hadi. 2013. Mekanisme Antagonisme Trichodermaspp. terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Warta Perkaretan. 32(2):74-82.
Bettelheim & Landesberg. 2007. Laboratory experiments for general organic andbiochemistry. New Jersey.
Bhabhra, R. & D. S. Askew. 2005. Thermotolerance and Virulence of Aspergillusfumigatus: Role of the Fungal Nucleolus. Medical Mycology. 43(1): 87–93.
Ceci, A., F. Pinzari, F. Russo, O. Maggi, & A. M. Persiani. 2018. Saprotrophicsoil fungi to improve phosphorus solubilisation and release: In vitro abilitiesof several species. Ambio. 47(1): 30-40.
72
Chuan, L.I.D, S.Chen, & L.U. Jing. 2005. Purification and partial characterizationof two chitinases from the mycoparasitic fungu Talaromyces flavus.Mycopathologia. 159:223-229.
Dethoup, T., N. Kaewsalong, P. Songkumorn, & A. Jantasorn. 2017. PotentialApplication of a Marine-Derived Fungus, Talaromyces tratensis KUFA0091 against Rice Diseases. Biological Control. 11(8): 1-28.
Domsch, K.H., W. Gams, & T.H. Anderson. 1993. Compendium of Soil Fungi.Federal Republic of Germany, IHW Verlag. 859 pp.
Dwiastuti, M. E., Fajri, M.N., & Yunimar. 2015. Potensi Trichoderma spp.sebagai Agen Pengendali Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu padaTanaman Stroberi. Jurnal Hortikultura. 25(4): 331-339.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Elad, Y., I. Chet, & Y. Henis. 1982. Degradation of plant pathogenic fungi byTrichoderma hazrianum. Canada Journal of Microbiology. 28: 719-725.
Elias, F., D. Woyessa, & D. Muleta. 2016. Phosphate Solubilization Potential ofRhizosphere Fungi Isolated from Plants in Jimma Zone, Southwest Ethiopia.International Journal of Microbiology. 3: 1-11.
Estrella, A. H., & I. Chet. 1999. Chitinases in Biological Control. Switzerland.
Fatmala, V., M. Sembiring, & Jamilah. 2015. Eksplorasi dan Potensi JamurPelarut Fosfat pada Andisol Terkena Dampak Erupsi Gunung Sinabungdengan Beberapa Ketebalan Abu di Kecamatan Naman Teran KabupatenKaro. Jurnal Online Agroteknologi. 3(3):1164-1168.
Fente, C. A., J. J. Ordaz, B.I. Vazquez, C. M. Franco, & A. Cepeda. 2001. NewAdditive for Culture Media for Rapid Identification of Aflatoxin-ProducingAspergillus Strains. American Society for Microbiology. 67(10): 4858-4862.
Francisco, E. A., D. A. Mochi, A. C. B. Correia, & A. C. Monteiro. 2006.Influence of Culture Media in Viability Test of Conidia ofEntomopathogenic Fungi. Microbiologia Agropecuaria. 36(4): 1309-1312.
Gaur, A. C. 1990. Phosphate Solubilizing Microorganisms as Biofertilizer. OmegaScientific Publisher. New Delhi. 176 pp.
Gibbons, J.G & A. Rokas. 2013. The Function and Evolution of the Aspergillusgenom. Trends in Microbiology. 21(1): 14-20.
Handajani, N. S. & T. Purwoko. 2008. Aktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas(Alpinia galanga) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus spp. PenghasilAflatoksin dan Fusarium moniliforme. Biodiversitas. 9(3): 161-164.
73
Handoyo, D. & A. Rudiretna. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan PolymeraseChain Reaction (PCR). Unitas. 9(1).
Hasanah, U. 2017. Mengenal Aspergillosis, Infeksi Jamur Genus Aspergillus.Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera. 15(2):76-86.
Herdyastuti, N., T. J. Raharjo, Mudasir, & S. Matsjeh. 2009. Chitinase andChitinolytic Microogranism : Isolation, Characterization and Potential.Indonesian Journal of Chemistry. 9(1): 37-47.
Hutagaol, D., I. Hasrizart, & A. Sofian. Aplikasi Cendawan Pelarut FosfatIndigenous Tanah Sawah Meningkatkan Kesetersediaan dan Serapan P PadiSawah. Jurnal Agronomi Indonesia. 45(1):9-13.
Hyakumachi, M. 1994. Plant-Growth-Promoting Fungi from TurfgrassRhizosphere with Potential for Disease Suppression. The Japanese Societyof Soil Microbiology. 44: 53-68.
Islam, M.K., Sano, A., Majumder, M.S.I., Hossain, M.A., & Sakagami, J.I. 2019.Isolation and Molecular Characterization of Phosphate SolubilizingFilamentous Fungi from Subtropical Soil in Okinawa. Applied Ecology andEnvironmental Research. 17(4):9145-9157.
Joshi, M. & J.D. Deshpande. 2010. Polymerase Chain Reaction : Methods,Principles, and Application. International Journal of Biomedical Research.2(1): 81-97.
Keller, G. H & Mark M. M. 1989. DNA Probe. Macmilan. University Michgan
Khan, M. S., A. Zaidi, & P. A. Wani. 2007. Role of Phosphate-SolubilizingMicroorganisms in Sustainable Agriculture. Agronomy for SustainableDevelopment. 27: 29-43.
King, A. D. 1997. Heat resistance of Talaromyces flavus ascospores asdetermined by a two phase slug flow heat exchanger. International Journalof Food Microbiology. 35: 147- 15.
Kisaakye, J., N. N. Pilli, & G. Gheysen. 2014. Talaromyces sp. as a potential bio-control agent against Pratylenchus zeae infection of rice (Oryza sativa L.).[Thesis]. Ghent University.
Kumar, A., & R. K. Garampalli. 2014. Antagonistic Effect of RhizosphericAspergillus species Against Fusarium oxysporum F. sp. lycopersici.International Journal of Chemical and Analytical Science. 5(1): 39-42.
Lin. M. T. & J. C. Dianese. 1976. A Coconut Agar Medium for Rapid Detectionof Aflatoxin Production by Aspergillus sp. Phytopathology. 66: 1466-1469.
74
Lunggani, A. T. 2007. Kemampuan Bakteri Asam Laktat dalam MenghambatPertumbuhan dan Produksi Aflatoksin B2 Aspergilllus flavus. BIOMA.9(2): 45-51.
Madi, L., Katan, T., Katan, J., & Henis, Y. 1997. Biological control ofSclerotium rolfsii and Verticillium dahliae by Talaromyces flavus isMediated by Different Mechanisms. Phytopathology. 87: 1054-1060.
McCormack, J., T. J. Hackett, M. G. Tuohy, & M. P. Coughlan. 1991. ChitinaseProduction by Talaromyces emersonii. Biotecnology Letters. 13(9):667-682.
Mehan. V.K., D.McDonald, L.J. Haravu, & S. Jayanthi. 1991. The GroundnutAflatoxin Problem : Review and Literature Database. International CropsResearch Institute for the Semi-Arid Tropics. India.
Melo, I. S., J. L. Faull, & R. S. Nascimento. 2006. Antagonism of Aspergillusterreus to Sclerotinia sclerotiorum. Brazilian Journal of Microbiology. 37:417-419.
Merdiana, E. 2017. Pengaruh Media terhadap Sporulasi, Viabilitas, dan TingkatVirulensi Aspergillus spp. terhadap Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae).[Skripsi]. Universitas Lampung.
Mittal, V., O. Singh, H. Nayyer, J. Kaur, & R. Tewari. 2008. Stimulatory Effectof Phosphate-Solubilizing Fungal Strains (Aspergillus awamori andPenicillium citrinum) on The Yield of Chickpea (Cicer arietinum L. CV.GPF2). Soil Biol. Biochem. 40: 718-727.
Monica, I. F. D., P. J. S. Rubio, R.P.Cina, M. Recchi, A. M. Godeas, J. M.Scervino. Effects of the Phosphate-solubilizing fungus Talaromyces flavuson the Development and Efficiency of The Gigaspora rosea-Triticumaestivum symbiosis. Symbiosis. 64:25-32.
Muharni & H. Widjajanti. 2011. Skrining Bakteri Kitinolitik AntagonisTerhadap Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) dariRizosfir Tanaman Karet. J. Penelitian Sains. 14(1): 1-6.
Naraghi, L., A. Heydari, S. Rezaee, M. Razavi, & H.A.Azad. 2010. BiologicalControl of Verticillium wilt of Greenhouse Cucumber by Talaromycesflavus. Phytopathology Mediterr. 49:321-329.
Neuhaus, J.M. 1999. Plant chitinases (PR-3, PR-4, PR-8, PR-11). S. K. Datta &S. Muthukrishnan, editor. In : Pathogenesis-Related Proteins in Plant. CRCPress. Boca Raton. Pp. 77-105.
Octriana, L. 2011. Potensi Agen Hayati dalam Menghambat PertumbuhanPhytium sp. secara In Vitro. Buletin Plasma Nutfah. 17(2): 138-142.
Pandya, N. D., P. V. Desal, H.P. Jadhav, & R.Z. Sayyed. 2018. Plant growth
75
Promoting Potential of Aspergillus sp. NPF7, Isolated fromWheat Rhizosphere in South Gujarat, India. Environmental Sustainability.1(3):245-252.
Pitt J.I. & Hocking A.D. (1985). Interfaces among genera related to Aspergillusand Penicillium. Mycologia.77: 810–824.
Prayoga, W. & A. K. Wardani. 2015. Polymerase Chain Reaction untuk DeteksiSalmonella sp. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 483-488.
Prayogo, Y., W. Tengkano, & Marwoto, 2005. Prospek CendawanEntomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan dan AgenAntagonis Pada Tanaman Padi, Identifikasi dan Pembiakan massal. Jakarta.
Priambodo, R. 2011. Rekonstruksi Primer Polymerase Chain Reaction (PCR)Spesifik Untuk Gen Transferin Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).[Skripsi]. Universitas Indonesia.
Puspitawati, M. D., Sugiyanta, & I. Anas. 2013. Pemanfaatan Mikroba PelarutFosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Padi Sawah.Jurnal Agronomi Indonesia. 41(3): 188-195.
Putri, S. 2018. Potensi Jamur Aspergillus sp. sebagai Agensia PengendaliHelopeltis spp. (Hemiptera : Miridae) dan Phytophyhora palmivora(Peronosporales : Pythiaceae).[Skripsi]. Universitas Lampung.
Raharjo, B., A. Suprihadi, & D. K. Agustina. 2007. Pelarutan Fosfat Anorganikoleh Kultur Campur Jamur Pelarut Fosfat secara In Vitro. J. Sains &Matematika. 15(2): 45-54.
Rahim, I. R. A. & K.A.M.A.Elyousr. 2018. Talaromyces pinophilus strain AUN-1as a Novel Mycoparasite of Botrytis cinerea, the Pathogen of Onion Scapeand Umbel Blights. Microbiological Research. 1(9): 212-213.
Samson, R.A. 1994. Current Systematics of the Genus Aspergillus. K. A. Powell,A. Renwick, J. F. Peberdy, editor. In : The Genus Aspergillus. PlenumPress. New York. Pp. 261-273.
Sandy, Y.A., S. Djauhari, & A. W. Sektiono. 2015. Identifikasi Molekuler JamurAntagonis Trichoderma harzianum Diisolasi dari Tanah Pertanian diMalang, Jawa Timur. Jurnal HPT. 3(3):2338-4336.
Shivanna, M. B., M. S. Meera, & M. Hyakumachi. 1994. Role of RootColonization ability of Plant Growth Promoting Fungi in The Suppressionof take-all and Common Root Rot of Wheat. Crop Protection. 15(6): 197-504.
76
Silitonga, N. O. 2018. Aplikasi Jamur Pelarut Fosfat dan Berbagai Sumber PupukP Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Gycine max)Pada tanah Andisol. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor.Souza, C. P., E. M. B. Rosero, B. C. Almeida, G. G. Martins, L. S. Albertini, & I.
N. G. Rivera. 2009. Culture Medium for Isolating Chitinolytic Bacteriafrom Seawater and Plankton. World Journal of Microbiol Buotechnol. 25:2079-2082.
Suriawiria, U. 1986. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Susanna, M. S. Sinaga, S. Wiyono, & H. Triwidodo. Pemanfaatan CendawanAntagonis In Situ sebagai Agen Biokontrol Lasiodiplodia theobromaePenyebab Dieback pada Pala di Aceh Selatan. Jurnal Pertanian Tropik.5(3): 447-454.
Susi. 2002. Isolasi Kitinase dari Scleroderma columnare dan Trichodermaharzianum. Jurnal Ilmu Dasar. 3(1): 30-35.
Tamura, K., G. Stecher, D. Peterson, A. Filipski, & S. Kumar. 2013. MEGA6:Molecular Evolutionary Genetics Analysis version 6.0. Molecular Biologyand Evolution. 30: 2725-2729.
Verkuil, E.V. P., Alexvan B., & John P. H. 2008. Principles and technical aspectsof PCR amplification. Business Media. 332 hlm.
Visagie, C .M., Hirooka Y, & Tanney, J.B. 2014. Aspergillus, Penicillium andTalaromyces isolated from house dust samples collected around theworld. Studies in Mycology.78: 63–139.
Watanabe, T. 2002. Soil and Seed Fungi (Morphologies of Cultured Fungi andKey to Species). Boca Raton London New York Washington D.C. Pp.195.
Wild, C.P. & P.C. Turner. 2002. The Toxicology of Aflatoxins as a Basis forPublic Health Decisions. Journal of Mutagenesis. 17(6): 471-481.
White T.J., Bruns T., Lee S., & Taylor J. 1990. Amplification and DirectSequencing of Fungal Ribosomal RNA Genes for Phylogenetics. Innis M.A,Gelfand D.H, Sninsky J.J, & White T.J, editor. In: PCR Protocols: a guideto methods and applications. Academic Press. New York, USA. Pp. 315–322.
Wulandari, D.E., Asrul, & I. Lakani. 2016. Seleksi Jamur Antagonis Aspergillusniger dari Beberapa Lahan Perkebunan Kakao untuk MengendalikanPhytophthora palmivora. Jurnal Agroland. 23(3): 233-242.
77
Yamagiwa, Y., Y. Inagaki, Y. Ichinose, K. Toyoda, M. Hyakumachi, & T.Shiraishi. Talaromyces wortmannii FS2 emits β-caryphyllene, whichPromotes Plant Growth and Induces Resistance. Journal of Gen PlantPathologi. 77:336-341.
Yenny. 2006. Aflatoksin dan Aflatoksikosis pada Manusia. Universa Medicina.25(1): 41-51.
Yusuf, Z. K. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Universitas NegeriGorontalo.
Zhai, M. M., J. Li , C.X. Jiang, Y. P. Shi, D. L. Di, P. Crews, & Q. X. Wu. 2016.The Bioactive Secondary Metabolites from Talaromyces species. NaturalProduct Bioprospecting. 6(1): 1–24.
Zivkovic, S., S. Stojanovic, Z. Ivanovic, V. Gavrilovic, T. Popovic, & J. Balaz.2010. Screening of Antagonistic Activity of Microorganisms AgainstColletotrichum Acutatum and Colletotrichum Gloeosporioides. Arch. Biol.Sct. 62(3): 611-623.