studi laju infiltrasi dengan menggunakan model horton dan
TRANSCRIPT
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: [email protected]
Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan
Model Horton dan Model Kostiakov Pada
Beberapa Tata Guna Lahan Indra Wahyu Setiawan1*, Donny Harisuseno1, Sri Wahyuni1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA
*Korespondensi Email: [email protected]
Abstract: The Lesti watershed area has land use problems that cause
changes in infiltration in various land uses. This change can cause new
problems. In this case, research is carried out on each land use including
vegetation land, agricultural land, residential land and open land using a
Double Ring Infilrometer with each point being measured twice. The
results of the infiltration rate measurement show that residential land has a
very fast infiltration rate, while open land has a slow infiltration rate. The
models used in the infiltration analysis are the Horton Model and the
Kostiakov Model. After analyzing using this model, the highest infiltration
rate was found in the Horton model of 10.954 mm/minute on residential
land and the lowest infiltration rate of 0.518 mm/minute on open land,
while the Kostiakov model obtained the highest infiltration rate of 9.767
mm/minute on land. settlements and the lowest infiltration rate is 0.563
mm/minute on open land. Based on the results of the validation test using
the relative error test, correlation and determination, RMSE, MAE, NSE,
the result of the selected model is the Horton Model.
Keywords: Horton Models, Infiltration Rate , Kostiakov Models, Land
Use
Abstrak: Wilayah DAS lesti memiliki permasalahan tata guna lahan yang
menyebakan terjadinya perubahan infiltrasi pada berbagai tata guna lahan.
Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat menyebabkan
permasalahan baru. Dalam hal ini maka dilakukan penelitian pada setiap
tata guna lahan meliputi lahan vegetasi, lahan pertanian, lahan pemukiman
dan lahan terbuka dengan menggunakan alat Double Ring Infilrometer
dengan masing-masing titik dilakukan dua kali pengukuran. Hasil
pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa lahan pemukiman memiliki
laju infiltrasi sangat cepat, sedangkan lahan terbuka memiliki laju infiltrasi
lambat. Model yang digunakan dalam analisa infiltrasi yaitu Model Horton
dan Model Kostiakov. Setelah dilakukan analisis menggunakan model
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
92
tersebut didapatkan hasil laju infiltrasi tertinggi pada Model Horton sebesar
10,954 mm/menit pada lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah
sebesar 0,518 mm/menit pada lahan terbuka, sedangkan pada Model
Kostiakov didapatkan laju infiltrasi tertinggi sebesar 9,767 mm/menit pada
lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah sebesar 0,563 mm/menit pada
lahan terbuka. Berdasarkan hasil uji validasi menggunakan uji kesalahan
relatif, korelasi dan determinasi, RMSE, MAE,NSE didapatkan hasil
model terpilih yaitu Model Horton.
Kata Kunci: Laju Infiltrasi, Model Horton, Model Kostiakov,Tata Guna
Lahan
1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sungai yang bermata air langsung dari
Gunung Semeru yang melewati Kabupaten Malang dan akan bergabung dengan DAS
Brantas. DAS Lesti mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup
seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya
di wilayah sekitar. Dalam siklus hidrologi, air adalah komponen yang sangat penting,
tersedianya air didalam tanah tidak terlepas dari siklus hidrologi dimana siklus tersebut
tidak terlepas oleh laju infiltrasi [1]. Secara sederhana infiltrasi dipahami sebagai proses
masuknya air kedalam tanah secara vertikal dan seringkali dihubungkan dengan
pengelolaan limpasan terutama di wilayah perkotaan [2]. Proses dimana air masuk kedalam
tanah melalui permukaan atas tanah disebut infiltrasi dan kecepatan masuk kedalam tanah
disebut laju infiltrasi [3].
Dalam bidang sumberdaya air dan konservasi tanah, infiltrasi merupakan suatu
komponen yang sangat penting karena pada dasarnya konservasi tanah adalah pengaturan
suatu hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi serta pengaliran aliran
permukaan [4]. Laju infiltrasi dapat ditentukan oleh besarnya suatu kapasitas infiltrasi dan
laju penyediaan air (intensitas hujan) dimana selama intensitas hujan lebih kecil dari
kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi yang terjadi sama dengan intensitas hujan [5]. Jika
intensitas hujannya lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka yang terjadi adalah genangan
diatas permukaan atau jadi aliran permukaan [6]. Dengan begitu laju infiltrasi dapat
berubah-ubah sesuai dengan intensitas hujan yang terjadi. Infiltrasi yang terjadi pada suatu
tempat juga dapat berubah-ubah dikarenakan salah satu faktornya ditentukan oleh tipe tata
guna lahan [7].
Berdasarkan data dari sistem informasi dan data (SSIDA) BBWS Brantas kondisi sub
DAS Lesti telah banyak mengalami kerusakan dan penurunan alih fungsi. Pada tahun 2003
sampai 2013 telah banyak terjadi perubahan tata guna lahan menyebabkan terjadinya erosi
oleh aliran permukaan kemungkinan dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan yang
ada di wilayah DAS Lesti.
Laju infiltrasi di lapangan dapat diukur dengan mengukur curah hujan dan aliran
permukaan atau menghitung menggunakan analisis hidrograf. Mengingat dengan cara
analisis hidrograf memerlukan biaya yang cukup besar maka penetapan infiltasi sering
dilakukan menggunakan alat infiltromter yaitu Single Ring Infiltrometer atau Double Ring
Infiltrometer. Alat Double Ring Infiltrometer sering digunakan karena ditujukan untuk
mengurangi pengaruh rembesan secara lateral [8].
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
93
Besarnya laju infiltrasi dapat ditentukan dengan berbagai macam model persamaaan
yang sudah dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Model yang sering kali digunakan yaitu
Model Horton karena model tersebut cocok digunakan pada segala kondisi tata guna lahan
dan model tersebut merupakan model empiris yang bergantung pada waktu [9]. Pada
penelitian ini menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov, kedua model tersebut
dipilih karena merupakan model persamaan empiris dan model tersebut cocok digunakan
pada daerah tropis sehingga cocok digunakan di Indonesia yang memiliki kondisi tropis.
Tujuan penelitian ini untuk menentukan persamaan model yang lebih baik serta model yang
mendekati kondisi dilapangan dengan berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Lesti
Kabupaten Malang.
2. Bahan dan Metode
2.1. Bahan
2.1.1. Wilayah Studi
Lokasi DAS Lesti ini berada pada wilayah administrasi Kabupaten malang Provinsi
Jawa timur, Secara astronomis terletak pada 112°42’58” - 112°02’50” Bujur Timur (BT)
dan 8°02’50” - 8°12’10” Lintang Selatan (LS). Penelitian ini dilakukan pada 8 titik
pengukuran meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wajak, Kecamatan Poncokusumo
dan Kecamatan Dampit.
Daftar Koordinat lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar koordinat lokasi penelitian
NO Titik Pengukuran Titik Koordinat
1 TITIK 1 (Pemukiman) 8°4’7.319” S, 112°48’29.264” E
2 TITIK 2 (Pertanian) 8°4’7.1” S, 112°49’16.3” E
3 TITIK 3 (Lahan Terbuka) 8°16'41.12"S, 112°47'34.53"E
4 TITIK 4 (Pertanian) 8°8’10.59” S, 112°44’29.616” E
5 TITIK 5 (Pemukiman) 8°10’58.80” S, 112°45’47.48” E
6 TITIK 6 (Vegetasi) 8°11'19.5"S 112°47'51.2"E
7 TITIK 7 (Lahan Terbuka) 8°12'4.56"S 112°46'47.56"E
8 TITIK 8 (Vegetasi) 8°16'47.99"S 112°47'47.09"E
Lokasi pengukuran meliputi berbagai tata guna lahan diantaranya lahan pemukiman,
lahan pertanian, lahan vegetasi dan lahan terbuka dengan masing-masing dilakukan dua
kali pengukuran.
2.1.2. Data yang dibutuhkan
Pengumpulan data merupakan langkah awal yang dilakukan dalam melakukan
penelitian infiltrasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dimana
data sekunder yaitu peta tata guna lahan yang digunakan untuk menentukan lokasi
pengukuran. Data tersebut didapatkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 2014.
Sedangkan data primer yaitu pengukuran di lapangan menggunakan alat Double Ring
Infiltrometer yang berupa hasil pengukuran di lapangan. Serta alat bantu yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu perangkat lunak Microsoft Excel yang berfungsi untuk
menganalisa dan mencari hasil persamaan Horton dan Kostiakov.
Berikut merupakan titik sebaran lokasi pengukuran berdasarkan tata guna lahan:
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
94
Gambar 1: Lokasi studi pengukuran DAS Lesti
Pada gambar 1 terdapat 8 titik sebaran lokasi pengukuran yang berada pada lokasi
DAS Lesti dengan rincian lahan pemukiman pada titik 1 dan titik 5, lahan pertanian pada
titik 2 dan titik 4, lahan terbuka titik 3 dan titik 7, lahan terbuka vegetasi titik 6 dan titik 8.
2.2. Metode
Gambar 2: Tahapan penelitian
Pengerjaan studi ini dilakukan dengan tahapan dan alur-alur yang runtut yang dapat
dilihat pada gambar 2 diatas. Setelah data sekunder dan data primer didapatkan kemudian
dilakukan analisa berdasarkan tata guna lahan untuk melihat hubungan antara laju infiltrasi
pengukuran dengan kondisi tata guna lahan. Setelah hasil didapatkan dilakukan analisa
menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov kemudian hasil dari analisa model
tersebut didapatkan dilakukan Uji Validasi menggunakan Uji Kesalahan Realtif, Uji
Korelasi dan Determinasi, uji Root Mean Square Error (RMSE), Uji Mean Absolute Error
(MAE) dan Uji Nash Sutchliffe Efficiency untuk mendapatkan model terpilih yang
mendekati kondisi di lapangan.
Pengumpulan
Data :
- Tata guna
lahan
- Pengukuran
dengan Double
Ring
Infiltrometer
Analisis Laju
Infiltrasi :
1. Model Horton
2. Model
Kostiakov
Uji Validasi :
- Kesalahan
Relatif
- Korelasi dan
Determinasi
- RMSE
- MAE
- NSE
Model
Terpilih
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
95
2.3. Persamaan
2.3.1. Model Horton
Model Horton merupakan salah satu model yang terkenal dan terbaik dalam bidang
hidrologi. Model ini sejak pertama kali ditemukan diangap tepat dan dapat mewakili proses
infiltrasi sehingga banyak digunakan dalam penelitian dan kajian hidrologi. Horton pada
awalnya digunakan untuk perhitungan aliran permukaan kemudian dikembangkan
sehingga dalam rumus Horton dapat digunakan untuk perhitungan aliran permukaan [10].
Model Horton ini lebih digunakan dalam mencari nilai laju infiltrasi pada limpasan
permukaan. Infiltrasi Model Horton menggunakan pendekatan empiris yang merupakan
dari fungsi waktu.
Ft = fc + ( fo – fc ) x e-Kt Pers. 1
Dengan:
Ft = laju infiltrasi atau kapasitas infiltrasi pada waktu (t)
fc = laju infiltrasi konstan
fo = laju infiltrasi awal
e = 2,71828
t = waktu
2.3.2. Model Kostiakov
Model Kostiakov mengekspresikan suatu laju infiltrasi komulatif sebagai fungsi
pangkat terhadap waktu (t) dengan hasil persamaan sebagai berikut [11].
Fp = atb Pers. 2
Dengan:
Fp = Laju infiltrasi komulatif
a = Parameter Kostiakov (a > 0)
b = Parameter Kostiakov (0 < b < 1)
t = waktu
Turunan waktu dari Fp adalah laju infiltrasi, fp yang diekspresikan persamaan berikut:
fp = (ab)t (b-1) Pers. 3
Dengan:
fp = Laju infiltrasi
Karakteristik dari Model Kostiakov yakni nilai awal dari laju infiltrasi tak terhingga
dan semakin meningkatnya waktu sampai laju infiltrasi mendekati nol. Model Kostiakov
ini ideal untuk mengekspresikan aliran horizontal (dimana efek dari gravitasi yang
mendekati nol) dan kurang ideal untuk aliran yang vertikal. Model Kostiakov banyak di
gunakan pada daerah yang memiliki tanah jenis berlempung dan seringkali di gunakan pada
lahan persawahan. Nilai persamaan kostiakov dapat dicari dengan memplot hubungan laju
infiltrasi komulatif dan waktu pada kertas grafik sehingga parameter nilai a dan nilai b
dapat diketahui. Model ini banyak digunakan oleh peneliti untuk mempelajari proses
infiltrasi dalam tanah di daerah tropis [12].
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
96
2.3.3. Uji Validasi
Uji validasi merupakan suatu uji untuk menegetahui suatu besar simpangan atau
gambaran tentang tidak kepastian suatu data dari data model dengan data lapangan untuk
mempresdiksi hidrologi [7].
1. Kesalahan Relatif
Uji kesalahan relatif ini digunakan untuk mengukur suatu prosentasi simpangan dari
hasil model dengan hasil pengukuran dilapangan.
KR= ∑ (Yi - Yi )i = 1
∑ Yi x 100% Pers. 4
Dengan:
Yi = Data perkiraan (data hasil model)
Yi = Data observasi (data pengukuran)
2. Korelasi dan Determinasi
Korelasi merupakan suatu bentuk analisa statistik yang menunjukkan kuatnya suatu
hubungan antara dua varialbel atau lebih. Model yang terbaik yaitu yang mendapatkan nilai
tertinggi atau mendekati nilai 1. Sedangkan koefisien determinasi (R2) merupakan bentuk
kuadrat dari koefisien korelasi yang menunjukkan tingkat kekuatan variabel X dalam
menjelaskan variabel Y.
𝑟𝑥𝑦=n (∑ XY) − (∑ X)( ∑ Y)
√[n(∑ X2) − (∑ X)2
][n(∑ Y2) − (∑ Y)2
]
Pers. 5
Dengan:
𝑟𝑥𝑦 = Nilai Koefisien Korelasi
∑ X = Jumlah pengukuran variabel X (jumlah lapangan) ∑ 𝑌 = Jumlah model variabel Y (jumlah Model )
∑ 𝑋𝑌 = Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y
(∑ 𝑋2) = Jumlah kuadrat dari pengukuran variabel X
(∑ 𝑋)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah pengukuran variabel X
(∑ 𝑌2) = Jumlah kuadrat dari model variabel Y
(∑ 𝑌)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah model variabel Y
n = Jumlah sampel
3. Root Mean Square Error (RMSE)
Uji RMSE merupakan suatu uji seleksi yang berdasarkan nilai error dari hasil estimasi.
nilai ini yang nantinya akan digunakan untuk menentukan suatu model mana yang terbaik.
RMSE= √∑ (Yi - 𝑌��)
2ni=1
n Pers. 6
Dengan:
Yi = Data pengukuran lapangan
Yi = Data model perhitungan
n = Jumlah data
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
97
4. Mean Absolute Error (MAE)
Uji MAE merupakan suatu uji yang menghitung rata-rata error dari keseluruhan data
sehingga nilai error tersebut dapat dihasilkan simpangan data dari model. Kesalahan suatu
nilai absolut merupakan nilai dari selisih hasil pemodelan dengan nilai pengukuran. Suatu
nilai yang mendekati nol maka nilai model mendekati hasil pengukuran.
MAE= ∑ |Si - Oi|n
i=1
n Pers. 7
Dengan:
S = Intensitas pemodelan
O = Intensitas pengamatan
n = Jumlah data
5. Nash-Sutchliffe Efficiency Error (NSE)
Menurut Indarto (2012), Koefisien Nash menunjukkan tingkat ketelitian dari korelasi
antara data yang terukur dan terhitung. Suatu model yang akurat akan menghasilkan nilai
koefisien Nash Mendekati 1(0<N<1). Uji Nash Sutchliffe Efficiency bertujuan untuk
mengevaluasi kesahihan pada model dengan menggunakan kriteria yang disajikan pada
Tabel 2.
NSE = ∑ (X-Y)²n
i=1
∑ (X-X)²ni=1
Pers. 8
Dengan:
X = Data pengukuran lapangan
Y = Data model perhitungan
X = Rerata dari X
Tabel 2: Kriteria Nilai Nash Sutcliffe Efficiency (NSE)
Nilai NSE Interpretasi
NSE > 0,75 Baik
0,36 < NSE <0,75 Memenuhi
NSE < 0,36 Tidak memenuhi
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Analisa Hasil Pengukuran
Dalam pengukuran menggunakan alat Double Ring Infiltrometer dengan spesifikasi
ring dalam memiliki diameter sebesar 30 cm dan tinggi ring 30 cm. Sedangkan ring luar
memiliki diameter sebesar 60 cm dan tinggi ring sebesar 30 cm. Pengukuran ini dilakukan
pada beberapa lahan antara lain lahan pemukiman, lahan pertanian, lahan terbuaka dan
lahan vegetasi. Nilai besar laju infiltrasi mengalami pengurangan seiring berjalanya waktu
pembacaan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ring dalam dan ring luar mengalami
resapan kedalam tanah secara lateral dikarena adanya suatu gaya gravitasi. Sehingga
didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut.
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
98
Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Pengukuran
No. Waktu
(menit)
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Start 0 - - - - - - - -
1 1 5 5 5 7 12 10 2 10
2 2 3 4 3 7 9 5 1 9
3 3 3 3 3 6 9 5 1 7
4 4 2 3 3 6 8 5 1 6
5 5 2 3 3 6 8 5 1 6
6 6 2 3 3 6 7 5 0,5 5
7 7 2 1 3 6 7 4 0,5 5
8 8 2 2 3 6 7 4 0,5 4
9 9 2 2 3 5 5 4 0,5 4
10 10 2 2 3 5 7 4 0,5 4
11 12 2 2 2,5 5 6 4 0,5 4
12 14 2 2 2,5 5 5 4 0,5 3,5
13 16 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5
14 18 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5
15 20 2 2 2 4 5 4 0,5 3
16 22 2 2 2 4 5 4 0,5 3
17 24 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5
18 26 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5
19 28 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5
20 30 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5
21 35 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5
Tabel 3 menunjukkan hasil dari pengukuran laju infiltrasi dan didapatkan bahwa titik
5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi sebesar 12 mm/menit sedangkan pada titik 7
memiliki nilai laju infiltrasi terendah sebesar 0,5 mm/menit .
Gambar 3: Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi
Pada gambar 3 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman
pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 12 mm/menit dan nilai fc sebesar
0
2
4
6
8
10
12
14
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Laj
u I
nfi
ltra
si (
mm
/men
it)
Waktu (menit)Titik 1 Pemukiman Titik 2 PertanianTitik 3 Lahan Terbuka Titik 4 PertanianTitik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
99
5 mm/menit. Pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0 sebesar 5
mm/menit dan nilai fc sebesar 2 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi memiliki nilai f0
sebesar 10 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,5 mm/menit sedangkan nilai laju infiltrasi
terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 2 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,5
mm/menit.
3.2. Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Tata Guna Lahan
Hasil pengukuran laju infiltrasi diklasifikasikan berdasarkan tata guna lahan. Pada
penelitian ini menekankan laju infiltrasi konstan atau fc, dimana nilai fc memiliki nilai
pengaruh besar dalam limpasan permukaan dan nilai fc digunakan untuk menentukan nilai
kelas laju infiltrasi.
Tabel 4: Klasifikasi Kelas Laju Infiltrasi
Titik Pengukuran Laju Infiltrasi mm/jam kelas
Titik 1 Pemukiman 120 Sedang cepat
Titik 2 Pertanian 120 Sedang cepat
Titik 3 Lahan Terbuka 120 Sedang cepat
Titik 4 Pertanian 240 Sangat Cepat
Titik 5 Pemukiman 300 Sangat Cepat
Titik 6 Vegetasi 240 Sangat Cepat
Titik 7 Lahan Terbuka 30 lambat
Titik 8 Vegetasi 150 Cepat
Pada tabel 4 disajikan hasil kelas laju infiltrasi berdasarkan tataguna lahan dan
didapatkan hasi hipotesa sebagai berikut:
1. Lahan pemukiman merupakan lahan dengan pola laju infiltrasi tertinggi (kelas sangat
cepat) dibandingkan dengan laju infiltrasi pada titik lainnya. Pada titik 5 laju infiltrasi
bukan hanya dipengaruhi oleh tataguna lahan akan tetapi juga dipengaruhi dengan
kondisi tanah yang berpori (pengamatan lapangan) serta memiliki karakteristik tanah
berpasir. Sedangkan pada titik 1 laju infiltrasi (kelas sedang cepat) dikarena
dipengaruhi oleh kondisi tanah yang berpori yang cukup padat (pengamatan
lapangan) dibandingkan dengan lahan pemukiman lainya serta memiliki karakteristik
tanah berpasir. Sehingga berdasarkan teori berbanding terbalik dikarena faktor
tersebut (hasil pengamatan).
2. Lahan vegetasi memiliki pola laju infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman (kelas
cepat sampai sangat cepat) pada saat pengukuran terdapat tanaman besar serta
kemiringan yang curam (pengamatan lapangan) yang mengakibatkan laju infiltrasi
yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta kondisi tanah disekitar pengukuran
cukup lunak serta memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.
3. Lahan pertanian memiliki pola laju infiltrasi sedang cepat yang diakibatkan oleh
faktor tanaman dan kondisi tanah yang porus disekitar pengukuran (pengamatan
lapangan) sehingga laju infiltrasi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta
memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.
4. Lahan terbuka memiliki pola laju infiltrasi lambat yang pada saat pengukuran hanya
terdapat tanaman-tanaman kecil dan juga kondisi tanah yang cukup padat
(pengamatan lapangan) sehingga pori-pori tanah. Serta pada titik 3 memiliki
karakteristik tanah lempung berdebu (pengamatan lapangan) dan pada titik 7
memiliki karakteristik tanah lempung (pengamatan lapangan) hal ini merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan laju infiltrasi yang terjadi rendah.
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
100
3.3. Analisa Laju Infiltrasi Model
3.3.1. Model Horton
Horton merupakan hasil pengamatan dari suatu nilai f0 sebagai nilai baku dan secara
eksponen merupakan hasil menurun sampai mengalami kondisi konstan fc. Pada Horton
ini menekankan nilai K dimana setelah didapatkan parameter tersebut dapat dimasukkan
dalam persamaan. Agar didapatkan hasil persamaan Horton maka diperlukan nilai
parameter yaitu nilai m dan nilai koefisien Horton (k) sehingga dapat dimasukkan dalam
persamaan dan didapatkan hasil. Nilai parameter didapatkan dari memplot grafik hubungan
antara waktu dengan (log f-fc) pada kertas grafik sehingga didapatkan nilai tersebut.
Tabel 5: Rekapitulasi Persamaan Horton
Titik Pengukuran Persamaan Horton
Titik 1 Pemukiman f = 2 + 3.e-0,7329t
Titik 2 Pertanian f = 2 + 3.e-0,3046t
Titik 3 Lahan Terbuka f = 2 + 3.e-0,1096t
Titik 4 Pertanian f = 4 + 3.e-0,1199t
Titik 5 Pemukiman f = 5 + 7.e-0,1619t
Titik 6 Vegetasi f = 4 + 6.e-0,5977t
Titik 7 Lahan Terbuka f = 0,5 + 1,5.e-0,4397t
Titik 8 Vegetasi f = 2,5 + 7,5.e-0,1297t
Pada tabel 5 disajikan hasil persamaan model Horton pada berbagai tata guna lahan.
Hasil persamaan akan digunakan untuk menentukan laju infiltrasi Model Horton.
Gambar 4. Hasil Analisa Model Horton
Pada gambar 4 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman
pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 10,954 mm/menit dan nilai fc
sebesar 5,104 mm/menit. pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0
sebesar 4,212 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,042 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi
0
2
4
6
8
10
12
14
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Laj
u I
nfi
ltra
si (
mm
/men
it)
Waktu (menit)
Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka
Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi
Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
101
memiliki nilai f0 sebesar 9,088 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,580 mm/menit sedangkan
nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 1,466 mm/menit dan nilai
fc sebesar 0,518 mm/menit.
3.3.2. Model Kostiakov
Model kostiakov menghasilkan sebuah parameter. Agar mendapatkan hasil persamaan
Kostiakov maka diperlukan parameter yaitu nilai a dan nilai b sehingga setelah didapakan
parameter tersebut dapat dimasukkan dalam persamaan Kostiakov. Nilai parameter
didapatkan dari memplot grafik hubungan laju infiltrasi komulatif dengan waktu pada
kertas grafik.
Tabel 6: Rekapitulasi Persamaan Kostiakov
Titik Pengukuran Persamaan Kostiakov
Titik 1 Pemukiman fp = 5,0113 x 0,6884 x (t(0,6884-1))
Titik 2 Pertanian fp = 5,3307 x 0,7278 x (t(0,7278-1))
Titik 3 Lahan Terbuka fp = 5,3940 x 0,7083 x (t(0,7083-1))
Titik 4 Pertanian fp = 8,9423 x 0,7558 x (t(0,7558-1))
Titik 5 Pemukiman fp = 14,1370 x 0,6930 x (t(0,6930-1))
Titik 6 Vegetasi fp = 9,3842 x 0,7288 x (t(0,7288-1))
Titik 7 Lahan Terbuka fp = 1,9999 x 0,6422 x (t(0,6422-1))
Titik 8 Vegetasi fp = 13,5569 x 0,5867 x (t(0,5867-1))
Pada tabel 6 Nilai persamaan diperoleh dari memasukkan nilai parameter yang sudah
diketahui ke dalam persamaan kostiakov.
Gambar 5. Hasil Analisa Model Kostiakov
Pada gambar 5 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman
pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 9,797 mm/menit dan nilai fc
sebesar 3,603 mm/menit. sedangkan nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka
f0 sebesar 1,284 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,563 mm/menit.
0
2
4
6
8
10
12
14
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Laj
u I
nfi
ltra
si (
mm
/men
it)
Waktu (menit)
Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka
Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi
Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
102
3.4. Perbandingan Analisa Laju Infiltrasi
Perbandingan analisis laju infiltrasi model Horton dan model Philip pada masing-
masing tata guna lahan sebagai berikut.
Gambar 6: Hasil perbandingan analisa laju infiltrasi
Pada gambar 6 disajikan hasil perbandingan kurva grafik antara hasil pengukuran
dengan hasil analisis model pada masing-masing tata guna lahan. Pada lahan pertanian,
lahan pemukiman, lahan terbuka dan lahan vegetasi hasil kurva grafik model analisa
Horton memiliki kurva grafik yang lebih mendekati hasil pengukuran.
3.5. Validasi Model
Berikut merupakan hasil uji validasi dari model Horton dan model Kostiakov:
Tabel 7: Rekapitulasi validasi model infiltrasi
Titik
Validasi Data Model Infiltrasi
KR Korelasi Determinasi RMSE MAE NSE
H K H K H K H K H K H K
1 9,689 11,271 0,977 0,944 0,955 0,891 0,577 0,572 0,315 0,361 0,635 0,642
2 0,458 9,326 0,906 0,900 0,821 0,811 0,514 0,619 0,367 0,469 0,750 0,637
3 12,741 23,898 0,854 0,903 0,729 0,815 0,538 0,666 0,351 0,550 0,409 -0,023
4 2,458 21,585 0,958 0,920 0,918 0,846 0,385 1,175 0,313 1,101 0,864 -0,266
5 4,408 20,614 0,955 0,966 0,913 0,933 0,641 1,482 0,488 1,374 0,888 0,401
6 6,685 11,012 0,909 0,881 0,825 0,777 0,922 1,066 0,517 0,665 0,688 0,583
7 9,614 9,021 0,927 0,941 0,859 0,886 0,223 0,270 0,160 0,192 0,754 0,640
8 5,760 25,323 0,970 0,986 0,941 0,972 0,565 1,294 0,255 1,121 0,926 0,610
Model Terpilih = Model Horton
0
2
4
6
8
10
0 5 10 15 20 25 30 35
Laj
u I
nfi
ltra
si (
mm
/men
it)
Waktu (menit)
Lahan Pertanian
F Pengukuran F Kostiakov
0
2
4
6
8
10
12
14
0 5 10 15 20 25 30
Laj
u I
nfi
ltra
si (
mm
/men
it)
Waktu (menit)
Lahan Pemukiman
F Pengukuran F Kostiakov
0
1
2
3
0 2 4 6 8 10 12
Laj
u I
nfi
ltra
si
(mm
/menit
)
Waktu (menit)
Lahan Terbuka
F Pengukuran F Kostiakov
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25 30 35
Laj
u I
nfi
ltra
si
(mm
/menit
)
Waktu (menit)
Lahan Vegetasi
F Pengukuran F Kostiakov
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
103
Pada Tabel 7 disajikan hasil rekapitulasi validasi pada setiap titik anatara Model Horton
(H) dan Model Kostiakov (K) dengan hasil pengukuran menunjukkan hasil kesesuaian
model antara model perhitungan empiris dengan laju pengukuran. Model Horton
menunjukkan hasil model yang lebih baik dibandingkan dengan Model Kostiakov,
sehingga Model Horton lebih sesuai dan dapat diterapkan pada lokasi studi.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa pengukuran dan analisa perhitungan didapatkan hasil
kesimpulan. Laju infiltrasi tertinggi pada lahan pemukiman, lahan vegetasi memiliki laju
infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman, ketiga laju infiltrasi pertanian dan lahan
terbuka memiliki laju nfiltrasi terendah. Dari beberapa hasil pengukuran tersebut faktor
yang mempengaruhi infiltrasi bukan hanya tata guna lahan saja melainkan banyak faktor
antara lain klasifikasi tanah dan sifat fisik tanah, kemiringan sampai jenis tanaman
Model Horton dan model Kostiakov mendapakan hasil laju infiltrasi tertinggi pada
lahan pemukiman dan mendapatkan laju infiltrasi terendah pada lahan terbuka.Setelah
melewati tahap analisis model dilakukan analisa validasi dari hasil analisa model validasi
didapatkan hasil bahwa Model Horton meniliki laju infiltrasi terpilih atau lebih baik
dibandingkan dengan laju infiltrasi Model Kostiakov.
Daftar Pustaka
[1] D. Harisuseno and M. Bisri, Limpasan Permukaan Secara Keruangan (Spatial
Runoff), Malang: UB Press, 2017.
[2] D. Harisuseno, M. Bisri and A. Yudono, "Runoff Modelling for Simulating
Inundation in Urban Area as a Result of Spatial Development Change", Journal of
Applied Environmental and Biological Sciences, Vol.2, No.1, pp. 22-27, 2020.
[3] F. Haghigi, M. Gorji, M. Shorafa, M.H. Mohammadi,”Evaluation Of Some
Infiltrastion Models and Hydrolic Parameters” Spanish Journal Of Agricultural
Research, Vol.8 No.1, 2010.
[4] U. Kurnia, F. Agus, A. Adimiharja and A.Danlah,Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya, Bogor: Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan
Pertanian, 2006.
[5] D. N. Khaerudin, Rispiningtati, A. Suharyanto and D. Harisuseno,"Infiltration Rate
for Rainfall and Runoff Proscess with Bulk Density Soil and Slope Variation in
Laboratory Experiment", Nature Environment and Pollution Technology, Vol.16,
No.1, pp. 219-224, 2017.
[6] D. Harisuseno and M. Bisri, "Inundation Controlling Practice in Urban Area: Case
Study in Residential Area of Malang, Indonesia," Journal of Water and Land
Development, no. 46 (VII-IX), pp. 112-120, 2020, doi:
10.24425/jwld.2020.134203.
[7] D. N. Khaerudin, D. Harisuseno and D. S. Krisnayanti, "Time of Concentration
for Drainage Design Characteristics", in Multi-Perspective Water for Sustainable
Setiawan, I.W. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 091-104
104
Development. Proceedings of the 21st International Association for Hydro-
Environment Engineering and Research (IAHR)-Asia Pacific Division (APD)
Congress, IAHR-APD 2018, Yogyakarta, Indonesia, September2-5, 2018. Pp59-
65.
[8] D. Indarwati, Suhardjono and D. Harisuseno,”Studi Analisis Spasial Infiltrasi Di
DAS Kali Bodo Kabupaten Malang” Jurnal Teknik Pengairan, no.1 vol.5 pp 61-
67.
[9] D. Harisuseno, D. N. Khaeruddin and R. Haribowo, "Time of Concentration Based
Infiltration under Different Soil Density, Water Content, and Slope during a Steady
Rainfall," Journal of Water and Land Development, no. 41 (IV-VI), pp. 61-68,
2019, doi: 10.2478/jwld-2019-0028
[10] D. Harisuseno and E. N. Cahya, "Determination of Soil Infiltration Rate Equation
Based on Soil Properties Using Multiple Linear Regression," Journal of Water and
Land Development, no. 47 (X-XII), pp. 77-88, 2020, doi:
10.24425/jwld.2020.135034.
[11] K. Subramanya, Engineering Hydrologi, New Delhi: Indian Institute Of
Technology Kanpur, 2008.
[12] J.S.C Mbagwu, Soil Physical Properties Influencing The Fitting Parameters in
Philip and Kostiakov Infiltration Model, Italy: international centre for Theorentical
Physic , 1994