studi pengaruh salinitas terhadap proses degradasi...

27
1 STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP PROSES DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO STUDY ON THE EFFECT OF SALINITY TO BIODEGRADATION PROCESS AT BENOWO FINAL DISPOSAL SITE Lailatul Azizah 1) dan IDAA. Warmadewanthi 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur 2 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur Abstrak TPA Benowo merupakan satu-satunya TPA yang menampung seluruh sampah Kota Surabaya yang berlokasi di dekat laut, oleh karena itu air tanahnya bersalinitas tinggi. Penyiraman EM 4 yang diencerkan dengan air tanah dan konsep resirkulasi lindi yang dilakukan menyebabkan lindi yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah memiliki salinitas yang tinggi. Konsentrasi klorida berpengaruh pada lindi effluen yang dihasilkan tiap reaktor. Hasil pengukuran pada parameter penelitian menunjukkan konsentrasi klorida pada lindi effluen lebih tinggi terjadi pada debit penambahan 20 mL/menit sebesar 19885,8 mg/L. Proses degradasi sampah dan pembentukan gas menunjukkan efek negatif terhadap salinitas. Proses degradasi pada sampah bersalinitas tinggi terjadi sangat lambat, dengan penurunan volume sampah paling kecil sebesar 9200 cm 3 yang terjadi pada debit 20 mL/menit. Efek negatif penurunan volume sampah berdampak pada produksi gas, dimana selama 4 minggu, produksi gas paling sedikit adalah sebesar 5,25 mL pada penambahan debit 20 mL/menit, sedangkan pada reaktor kontrol pembentukan gas mencapai 59,4 mL. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban klorida yang ditambahkan pada sampah, maka akan semakin berpengaruh negatif pada proses degradasi. Kata Kunci : Degradasi, gas, klorida, lindi, sampah Abstract Benowo Landfill is the only landfill that retrieve the entire city’s waste of Surabaya s located near the sea. EM 4 which added in waste diluted with ground water and leachate recirculation concept by causing leachate generated from waste decomposition process has a high salinity. Chloride concentration affects the leachate effluent produced each reactor. Results showed the parameter measurement at the concentration of chloride in the leachate higher effluent discharge occurred on the addition of 20 mL / min of 19885.8 mg / L.The process of waste degradation and gas formation indicated negative effects of salinity. The process of degradation at high salinity waste occurs very slowly,

Upload: trinhtram

Post on 02-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP PROSES DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO

STUDY ON THE EFFECT OF SALINITY TO BIODEGRADATION PROCESS AT BENOWO FINAL DISPOSAL SITE

Lailatul Azizah1) dan IDAA. Warmadewanthi 2)

1 Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur

2Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur

Abstrak

TPA Benowo merupakan satu-satunya TPA yang menampung seluruh sampah Kota Surabaya yang berlokasi di dekat

laut, oleh karena itu air tanahnya bersalinitas tinggi. Penyiraman EM4 yang diencerkan dengan air tanah dan konsep

resirkulasi lindi yang dilakukan menyebabkan lindi yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah memiliki salinitas

yang tinggi. Konsentrasi klorida berpengaruh pada lindi effluen yang dihasilkan tiap reaktor. Hasil pengukuran pada

parameter penelitian menunjukkan konsentrasi klorida pada lindi effluen lebih tinggi terjadi pada debit penambahan 20

mL/menit sebesar 19885,8 mg/L. Proses degradasi sampah dan pembentukan gas menunjukkan efek negatif terhadap

salinitas. Proses degradasi pada sampah bersalinitas tinggi terjadi sangat lambat, dengan penurunan volume sampah

paling kecil sebesar 9200 cm3 yang terjadi pada debit 20 mL/menit. Efek negatif penurunan volume sampah berdampak

pada produksi gas, dimana selama 4 minggu, produksi gas paling sedikit adalah sebesar 5,25 mL pada penambahan

debit 20 mL/menit, sedangkan pada reaktor kontrol pembentukan gas mencapai 59,4 mL. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi beban klorida yang ditambahkan pada sampah, maka akan semakin berpengaruh negatif pada proses

degradasi.

Kata Kunci : Degradasi, gas, klorida, lindi, sampah

Abstract

Benowo Landfill is the only landfill that retrieve the entire city’s waste of Surabaya s located near the sea. EM4 which

added in waste diluted with ground water and leachate recirculation concept by causing leachate generated from waste

decomposition process has a high salinity. Chloride concentration affects the leachate effluent produced each

reactor. Results showed the parameter measurement at the concentration of chloride in the leachate higher effluent

discharge occurred on the addition of 20 mL / min of 19885.8 mg / L.The process of waste degradation and gas

formation indicated negative effects of salinity. The process of degradation at high salinity waste occurs very slowly,

with a small decrease in the volume of waste most of 9200 cm3 which occurred at discharge 20 mL / min. The negative

effects of waste volume reduction have an impact on gas production, where for four weeks, at least gas production

amounted to 5.25 mL by adding discharge 20 mL / min, while the control reactor reached 59.4 mL of gas formation

This shows that the higher burden of chloride is added to the waste, the more negative effect on thdegradation process.

PENDAHULUAN

TPA Benowo, merupakan satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah Kota Surabaya yang

menampung sampah dengan jumlah timbulan mencapai 5655 ton/hari (Savitri, 2007). Sampah yang

berada di dalam TPA tersebut selanjutnya mengalami dekomposisi organik, yatu penguraian bahan-

bahan organik menjadi struktur yang lebih sederhana. Pada TPA, yang sering terjadi adalah

ekomposisi secara anaerobic. Hal ini terjadi karena karena faktor kompaksi yang besar. Hasil

samping proses dekomposisi adalah lindi dan gas, dimana lindi harus diolah agar tidak mencemari

lingkungan.

Berdasarkan letaknya, lokasi TPA Benowo berdekatan dengan laut, yang menyebabkan air

tanah TPA Benowo memiliki salinitas yang tinggi. Sedangkan yang terjadi saat ini adalah TPA

Benowo melakukan penyiraman EM4 yang diencerkan dengan air tanahnya ke tumpukan sampah

dengan tujuan mengurangi bau, mempercepat proses degradasi sampah dan mencegah pertumbuhan

lalat. Selain itu dilakukan pula penyiraman lindi ke tumpukan sampah dengan tujuan menambah

kadar air sampah dan jumlah mikroorganisme, agar proses dekomposisi dapat berlangsung dengan

cepat. Namun, efek penambahan EM4 dan lindi ke tumpukan sampah berpengaruh pada konsentrasi

klorida sampah dan lindi yang dihasilkan. Hasil analisis lindi yang dilakukan secara periodik di

TPA Benowo menunjukkan konsentrasi klorida sebesar 22.200 mg/ (Sari, 2010).

Kadar klorida yang tinggi berpengaruh buruk terhadap proses biologis, terutama saat removal

bahan-bahan organik, nitrogen, dan fosfor. Tahap nitrifikasi juga dapat menurun efisiensinya

sampai setengah atau sepertiga dari peningkatan klorida. Klorida lebih berpengaruh besar pada

bakteri Nitrobacter yang berperan untuk mengubah nitrit menjadi nitrat, daripada pada

3

Nitrosomonas, yang mengkonversi amonia menjadi nitrit. Dari penelitian yang pernah dilakukan,

saat kadar klorida mencapai 10.000 mg/L, Efisiensi denitrifikasi menurun tajam dan kekeruhan

limbah meningkat. Efisiensi removal fosfat juga menurun saat konsentrasi klorida mencapai 1500

mg/L, bahkan kandungan fosfat dapat meningkat saat konsentrasi klorida 2500-5000 mg/L, dan

ammonia akan dipengaruhi secara negatif pada konsentrasi 5000 mg/L (Hong et al, 2008).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2010. Lokasi penelitian adalah TPA

Benowo, yang merupakan satu-satunya TPA di Surabaya.

Parameter penelitian yaitu pH, PV, dan konsentrasi klorida diukur dalam laboratorium. Analisa

klorida dilakukan dengan metode Argentometri Mohr, sedangkan parameter PV diukur dengan

metode titrasi permanganat.

Alat dan Bahan

Sampel lindi dan sampah diambil dari TPA yang selanjutnya dipindahkan ke reaktor penelitian,

yang terdiri atas kotak penampung sampah dari bahan fiber bervolume 200 L, wadah lindi influen

dengan volume 10 L, penampung lindi efluen, dan dilengkapi dengan reaktor penangkap gas

berupa gelas ukur, selang, dan larutan NaOH 2%.

Penentuan Variabel

Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah debit dan konsentrasi klorida. Untuk debit, dipilih

sebesar 15 mL/menit dan 20 mL/menit. Sedangkan untuk konsentrasi klorida dipakai 3 variasi, yaitu

sebesar 200 mg/L, 2000 mg/L, dan 22.500 mg/L. Pemilihan konsentrasi klorida dilakukan atas dasar

konsentrasi klorida rata-rata TPA Benowo pada musim hujan dan kemarau.

Penentuan Parameter

Analisa pH dilakukan dengan pHmeter setap hari. Analisa klorida dilakukan dengan metode

Argentometrik Mohr, dengan indikator K2CrO4 dan titran AgNO3 (APHA,1998). Sedangkan analisa

PV dilakukan menggunakan titrasi permanganat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampah TPA Benowo

Sampah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari satu-satunya tempat pembuangan

akhir di Kota Surabaya, yaitu TPA Benowo. Sebelum sampah diperlakukan sesuai dengan prosedur

penelitian, dilakukan penelitian pendahuluan yang meliputi proximate dan ultimate analysis untuk

mengetahui karakteristik sampah. Hasil analisa tersebut, hasilnya adalah karakteristik sampah TPA

Benowo yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Karakteristik Sampah TPA Benowo

Analisis Parameter Satuan Nilai

Proximate Kelembaban % 33,92

Ultimate

Volatile solid % 24,75

C % 37,36

H % 5

O % 29,26

N % 2,04

S % 0,31

Sumber: (hasil analisa laboratorium,2010)

Berdasarkan karakeristik sampah diatas, perbandingan kandungan C:H:O:N:S adalah

18,5:2,5:14,5:1:0,2. Reaksi anaerobik yang terjadi pada sampah dengan komposisi tersebut adalah:

31C22H34O13N + 7H2O → 3CH4 + 27CO2 + 1NH3

5

Reaksi diatas menerangkan secara teoritis pembentukan gas yang terjadi pada proses dekomposisi

anaerobik di TPA, yang didominasi oleh karbondioksida dan metan yang dapat mencapai 45-60%

dari komposisi gas (Tchoubanoglous et al, 1993).

Karakteristik Lindi TPA Benowo

Lindi yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari bak ekualisasi pada unit pengolahan lindi

TPA Benowo. Pada penelitian pendahuluan, dilakukan analisa terhadap sampel lindi untuk

beberapa parameter, seperti yang tercantum dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Karakteristik Lindi TPA Benowo

Parameter Satuan Nilai

BOD mg/L 900

COD mg/L 2000

Klorida mg/L 3500

N mg/L 1204,76

P mg/L 2,88

Sumber: (hasil analisa laboratorium,2010)

Berdasarkan variasi terhadap variable konsentrasi klorida dalam lindi pada penelitian ini,

terdapat 3 macam konsentrasi klorida dalam lindi penyiram yaitu sebesar 200 mg/L, 2000 mg/L,

dan 22500 mg/L. karena konsentrasi klorida didalam sampel lindi sudah mencapai 3500 mg/L,

diperlukan metode pengenceran untuk memperoleh variasi konsentrasi yang digunakan dalam

penelitian ini masing-masing sebesar 200 mg/L dan 2000 mg/L. Sedangkan untuk membuat lindi

dengan konsentrasi klorida sebesar 22.500 mg/L, ditambahkan larutan kalium klorida (KCl).

Dalam melakukan pengenceran terdapat hal yag diperhatikan yaitu turunnya kandungan bahan-

bahan organik akibat pengenceran tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan penolong untuk

mengembalikan kandungan bahan organik seperti semula dengan penambahan glukosa, NH4OH,

dan K2HPO4. Glukosa digunakan unuk menaikkan nilai BOD, NH4OH digunakan untuk menaikkan

unsur N, sedangkan K2HPO4 dipakai untuk menambah unsur P dalam air lindi.

Efek pH

pH Lindi Pada Reaktor dengan Penambahan Debit 15 ml/menit

Sebelum penambahan lindi dilakukan pada tumpukan sampah, pH dari lindi yang digunakan

sebagai penyiram dianalisa terlebih dahulu. Berdasarkan hasil analisa tersebut, ditemukan besarnya

pH dalam lindi yang digunakan sebagai penyiram sampah yaitu sebesar 6,38.

pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena pH akan

mempengaruhi proses degradasi sampah. pH yang cukup tinggi (8-9) akan membantu stabilisasi

proses dekomposisi, karena kondisi asam akan menganggu proses degradasi sampah. Salah satu

alasan pemakaian reagen NH4OH sebagai penambah nutrient N adalah hal tersebut, sehingga dapat

menjadi buffer saat dekomposisi sampah berlangsung.

Selama penelitian ini dilakukan selama 4 minggu, terjadi penampakan yang berbeda terhadap

nilai pH pada keempat reaktor. Hasil yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Grafik Efek pH Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit

5 10 15 20 25 305.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0

9.5

10.0

pH

hari ke-

Effluen R1 Effluen R2 Effluen R3 Effluen R4 Influen R2 Influen R3 Influen R4

7

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat perbandingan antara pH di influen dan efluen pada

tiap reaktor. pH influen pada reaktor 4 relatif berada pada kondisi netral berkisar antara 6,72 - 7,56.

Sedangkan pH pada kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi yaitu raktor 2 dan 3

relatif lebih tinggi. Pada reaktor 2 pH influen berkisar antara 9,66 – 9,87. Sedangkan pada reaktor 3

pH influen berada pada nilai 8,53 – 8,57.

Perbedaaan nilai pH pada lindi influen dipengaruhi oleh efek penambahan bahan kimia, yaitu

NH4OH kedalam lindi untuk mengembalikan kandungan ammonia seperti semula setelah lindi

mengalami pengenceran. Karena NH4OH bersifat basa, maka hal ini membuat pH menjadi naik.

NH4OH dipilih untuk menjadi bahan tambahan karena dengan sifat basanya, sehingga diharapkan

mampu menjadi buffer dalam proses dekomposisi sampah. Hal berbeda terjadi ada reaktor 4 yang

memiliki pH influen relatif netral. Lindi penyiram pada reaktor 4 merupakan lindi dengan

konsentrasi klorida terbesar diantara kedua reaktor lainnya yang mencapai 22.500 mg/L. Dalam

prakteknya, lindi influen untuk reaktor 4 tidak mengalami pengenceran, hanya penambahan KCl

saja, sehingga tidak memepengaruhi pH lindi.

pH lindi pada efluen tidak stabil selama penelitian 4 minggu berlangsung. Pada pendelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Saleem Alkaabi dan Paul J. Van Geel (2009) menyebutkan bahwa

pada kondisi salinitas tinggi, pH lindi akan turun.

Pada penelitian ini, reaktor 1, sebagai reaktor kontrol, pH benilai cenderung netral dengan

menunjukkan angka 7,1 sedangkan untuk reaktor 2, 3, dan 4 menunjukkan pH yang lebih rendah

sebesar 6,48; 6,15; 6,42. Penurunan pH yang signifikan dari pH awal pada ketiga reaktor tersebut

disebabkan olek aktifitas mikoorganisme pengurai sampah yang menghasilkan asam-asam organik

(Alkaabi et al., 2007). Sedangkan pada reaktor 1, pada minggu keempat pH sudah naik kembali

setelah sebelumnya turun mencapai 6,32. Dari hasil ini menunjukkan bahwa, tahap dekomposisi

pada reaktor 1 berlangsung lebih cepat daripada ketiga reaktor yang mengalami penyiraman lindi.

Untuk ketiga reaktor dengan penambahan lindi, pH pada akhir penelitian berada pada nilai

yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi klorida tidak

terlalu berpengaruh secara signifikan pada pH.

pH Lindi Pada Outlet Reaktor Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Pada tahap ini, lindi disiramkan ke reaktor berisi sampah dengan debit 20 ml/menit selama 8

jam per harinya. Penambahan debit akan berpengaruh terhadap beban klorida dalam sampah. Hasil

analisa pH pada tahap ini dapat dilihat di Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Efek pH Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa lindi influen memiliki pH yang tinggi karena

efek penambahan NH4OH yang bersifat basa. Namun hal ini tidak terjadi pada lindi dengan

konsentrasi klorida sebesar 22.500 mg/L karena tidak terjadi penambahan bahan lain selain KCL

untuk menambah konsentrasi kloridanya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penyiraman debit 15

mg/L, karena lindi penyiram mendapat perlakuan yang sama.

Kondisi pH efluen pun tak jauh berbeda dengan penambahan lindi sebesar 15 ml/menit .

Reaktor 1 relatif stabil pada pH netral, sedangkan ketiga reaktor lainnya menunjukkan nilai yang

5 10 15 20 25 305

6

7

8

9

10

pH

Hari ke-

Effluen 1 Effluen 2 Effluen 3 Effluen 4 Influen 2 Influen 3 Influen 4

9

lebih rendah pada minggu keempat. Reaktor 2 menunjukkan pH sebesar 6,98 pada minggu keempat,

sedangkan reaktor 3 dan 4 menunjukkan pH beturut-turut sebesar 6,79 dan 6,71.

Konsentrasi Klorida Pada Lindi dan Sampah

Konsentrasi Klorida Lindi dan Sampah Pada Debit Penambahan 15 ml/menit

Konsentrasi klorida berpengaruh pada kondisi salinitas lindi TPA Benowo. Konsentrasi klorida

yang tinggi akan berdampak buruk pada reaksi biologis ( Hong et al, 2007). Kondisi ini akan

meningkatkan salinitas lingkungan dan menyebabkan mikroorganisme tidak tahan terhadap kondisi

tersebut. Pada lindi yang diambil dari TPA Benowo konsentrasi klorida mencapai 3500 mg/L,

sehingga dilakukan pengenceran hingga mencapai konsentrasi yang akan dipakai di penelitian.

Sedangkan untuk memperoleh konsentrasi klorida yang sangat tinggi yaitu 22.500 mg/L,

ditambahkan larutan KCl.

Konsentrasi lindi yang ditambahkan pada tahap pertama adalah sebesar 15 ml/menit selama 8

jam di tiap reaktornya, kecuali reaktor kontrol yang dioperasikan tanpa adanya penambahan lindi.

Selanjutnya, lindi dianalisa setiap 3 hari sekali. Hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut

ini.

Gambar 3 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15

ml/menit

1 4 7 10 13 16 19 220

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

20000

Klo

rida

(mg/

L)

hari ke-

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada minggu pertama konsentrasi klorida lindi yang

keluar dari outlet reaktor semakin hari semakin berkurang, pada reaktor 1 menunjukkan konsentrasi

klorida pada akhir penelitian adalah sebesar 49,98 mg/L, sedangkan reaktor kedua sebesar 145,95

mg/L. Hal yang sama juga terjadi pada reaktor 3 dan 4 yang masing-masing menunjukkan

konsentrasi akhir sebesar 1519,53 mg/L dan 19381,49 mg/L.

Bila dicermati, lindi yang keluar dari reaktor 2,3, dan 4 memiliki konsentrasi lebih rendah

daripada lindi yang masuk ke masing-masing reaktor. Hal ini dikarenakan sebagian klorida terserap

oleh sampah. Sedangkan pada reaktor kontrol konsentrasi klorida turun karena klorida terus

berkurang akibat produksi lindi secara terus-menerus. Pebandingan presentase klorida yang masuk

ke lindi pada tiap reaktor berbeda presentasenya. Pada reaktor 1, presentase klorida yang keluar dari

sampah dan masuk ke lindi sebesar 28,86 %. Untuk reaktor 2,3, dan 4, presentase klorida yang

keluar adalah sebesar 51%, 77%, dan 77,7%.

Kandungan klorida pada sampah berpengaruh terhadap kehidupan bakteri pengurai sampah,

karena bakteri-bakteri tersebut memiliki batas kemampuan untuk bertahan hidup pada salinitas

tertentu.

Pada penelitian ini, sebelum sampah diberi perlakuan sesuai dengan prosedur, dilakukan analisa

terhadap konsentrasi klorida dalam sampah. Dari analisa yang telah dilakukan, didapatkan nilai

klorida sampah TPA Benowo yang diambil secara acak sebesar 309,9 mg/L. Hal ini membuktikan

bahwa sampah TPA Benowo bersifat saline dengan perbandingan konsentrasi klorida minimal

dalam air laut yang rata-rata mencapai 250 mg/L ( Lubis et al, 2007).

Pada penambahan lindi sebanyak 15 ml/menit selama 8 jam, konsentrasi klorida dalam sampah

ditunjukkan pada Gambar 4

11

.

Gambar 4 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit

Grafik tersebut menunjukkan konsentrasi klorida pada ketiga reaktor yang mengalami kenaikan.

Reaktor 2 pada minggu keempat menunjukkan nilai konsentrasi sebesar 339,92 mg/L, sedangkan

pada reaktor 3 dan 4 masing-masing sebesar 843,77 mg/L dan 3384,49 mg/L. Sedangkan pada

reaktor kontrol, klorida dalam sampah menalami penurunan konsentrasi menjadi sebesar 149,95

mg/L diminggu keempat.

Ketiga reaktor mengalami kenaikan konsentrasi klorida pada sampah dikarenakan aktivitas

sampah yang menyerap klorida dari lindi yang telah disiramkan, ditambah dengan klorida yang

terdapat dalam sampah sendiri. Sedangkan pada reaktor kontrol, konsentrasi klorida sampah

mengalami penurunan karena sebagian klorida terlarut dalam lindi yang terbentuk.`Kenaikan

konsentrasi klorida tersebut disebabkan oleh field capacity sampah, yaitu kemampuan sampah

untuk menyerap bahan-bahan organik ataupun anorganik (Tchoubanouglous et al., 1993)

Dari hasil penelitian ini, konsentrasi klorida yang tertahan dalam sampah pada reaktor 1

adalah sebesar sebesar 71,32%, sedangkan pada reaktor 2,3,4 yang mengalami penyiraman lindi

adalah sebesar 48,6%, 22,2 % dan 22,1%.

Berdasarkan hasil tersebut, reaktor 1 merupakan reaktor yang menahan klorida paling besar

dalam sampahnya. Hal ini dikarenakan tidak ada penyiraman lindi. Untuk ketiga reaktor lainnya,

klorida yang tertahan dalam sampah lebih kecil daripada yang terlarut dalam lindi.

4 10 16 220

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

Klo

rida

(mg/

L)

hari ke-

Mass Balance

Perhitungan mass balance digunakan untuk mengetahui presentase klorida yang larut dalam lindi

dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap reaktor untuk

penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit.

Tabel 3 Presentase Konsentrasi Klorida pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah

1 16,1 % 83,4% 2 28,6% 66,79% 3 34,8% 65,17% 4 14,8% 84,9%

Sumber: hasil perhitungan, 2010

Berdasarkan tabel diatas, sampah dalam reaktor 4 yang mengalami penyiraman lindi dengan

konsentrasi klorida sebesar 225000 mg/L mengandung klorida paling banyak sebesar 84,9%. Pada

tahap penyiraman lindi dengan debit 15 ml/menit ini, konsentrasi klorida lebih banyak terserap oleh

sampah daripada terlarut dalam lindi.

Sampah pada reaktor 4 memiliki kemampuan untuk menyerap klorida paling sedikit diantara

kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi. Hal ini disebabkan karena konsentrasi

klorida dalam sampah reaktor 4 terlalu tinggi, sehingga terjadi kondisi jenuh yang mempengaruhi

lemahnya penyerapan klorida oleh sampah.

Konsentrasi Klorida Lindi dan Sampah Pada Debit Penambahan 20 ml/menit

Peningkatan debit penyiraman lindi pada sampah berpengaruh pada jumlah klorida yang

terlarut dalam lindi. Dari hasil analisis, konsentrasi klorida pada lindi semakin tinggi bila

dibandingkan dengan penambahan debit 20 ml/menit. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Berdasarkan grafik tersebut dapat diamati konsentrasi klorida yang terlarut dalam lindi,

sehingga lindi efluen memiliki salinitas tinggi. Pada reaktor 1 yang berfungsi sebagai reaktor

kontrol, konsentrasi klorida pada minggu keempat sebesar 45,79 mg/L. Angka tersebut mengalami

13

penurunan selama 4 minggu, sebesar 22,69 mg/L, dimana pada minggu pertama besar konsentrasi

adalah 68,48 mg/L.

Ketiga reaktor lainnya, yang mendapat perlakuan penyiraman lindi, juga mengalami penurunan

konsentrasi klorida. Reaktor 4 memiliki konsentrasi klorida pada lindi sebesar 19885,8 mg/L pada

minggu keempat. Sedangkan besar konsentrasi pada lindi efluen reaktor 2 mencapai 194,61 mg/L,

sedangkan untuk reaktor 3 sebesar 2023,8 mg/L.

Gambar 5 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Reaktor 4 merupakan reaktor yang menunjukkan penurunan konsentrasi klorida paling

signifikan yaitu sebesar 2605,4 mg/L selama 4 minggu. Sedangkan untuk reaktor 2 dan 3

mengalami penurunan sebesar 178,61 mg/L dan 642 mg/L selama 4 minggu.

Berdasarkan hasil analisa, lindi efluen pada reaktor 4 mengalami penurunan konsentrasi klorida

sebesar 9,3%. Sedangkan lindi efluen pada reaktor 1,2, dan 3 mengalami penurunan sebesar

11,5%;47,8%;24,08 %. Konsentrasi klorida pada lindi menurun karena sebagian dari klorida

terserap ke sampah. Presentase penyerapan lindi oleh sampah paling besar terjadi pada reaktor 2,

yaitu reaktor dengan penambahan lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 200 mg/L yang

mengalami presentase penurunan konsentrasi klorida sebesar 47,8%. Penurunan klorida lindi terjadi

karena adanya sifat field capacity sampah. Kemampuan sampah untuk menyerap bahan-bahan

5 10 15 20 25

0

1000

2000

19000

20000

21000

22000

23000 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)

klor

ida

(m/L

)

hari ke-

organik maupun anorganik ini berpengaruh besar terhadap besarnya konsentrasi klorida di lindi

efluen maupun sampah.

Sesuai grafik tersebut, konsentrasi klorida dalam sampah meningkat seiring dengan

meningkatnya konsentrasi klorida pada lindi influen. Pada ketiga reaktor yang mendapat perlakuan

penyiraman lindi, sampah dalam reaktor keempat memiliki konsentrasi klorida paling tinggi

mencapai 3398,95 mg/L pada minggu keempat. Sedangkan untuk kedua reaktor lainnya, yaitu

reaktor 2 dan 3 konsentrasi klorida dalam sampahnya masing-masing sebesar 359,98 mg/L

dan749,77 mg/L. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui kenaikan konsentrasi klorida dalam

sampah pada masing-masing reaktor beturut-turut sebesar 59,99 mg/L, 159,95mg/L, 499,85mg/L,

dan 2499,23 mg/L.

Bila dibandingkan dengan debit 15 ml/menit, konsentrasi klorida pada sampah dengan

penambahan debit 20 ml/menit ini jauh lebih tinggi. Pada pemberian debit 20 ml/menit, konsentrasi

klorida dalam sampah mencapai 2 kali lipat dibandingkan dengan debit 15 ml/menit. Hal ini

membuktikan, semakin tinggi konsentrasi klorida yang ditambahkan pada lindi penyiram, maka

akan semakin besar pula klorida yang terserap dalam sampah.

Gambar 6 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

5 10 15 20 250

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)

Klo

rida

(mg/

L)

hari ke-

15

Mass Balance Perhitungan mass balance digunakan untuk mengetahui presentase klorida yang larut dalam

lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap reaktor untuk

penambahan lindi dengan debit 20 ml/menit.

Tabel 4 Presentase Konsentrasi Klorida pada Sampah dan Lindi

Reaktor Sampah Lindi 1 18,8% 80,1% 2 60,11% 32,5% 3 61,9% 37,03% 4 83,4% 14,59%

Sumber: hasil perhitungan, 2010 Berdasarkan tabel tersebut, presentase klorida yang terkandung dalam sampah paling besar

terjadi pada reaktor 4, yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 22500

ml/menit, adalah sebesar 83,4%.

Hasil ini menampakkan hal yang sama dengan penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit,

dimana reaktor 4 merupakan reaktor yang sampahnya mengandung konsentrasi klorida paling besar.

Hasil analisis pada kedua variasi debit ini menunjukkan bahwa sampah didalam reaktor 4 yang

disiram lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 22500 mg/l memiliki kemampuan menyerap

klorida lebih rendah dibanding kedua reaktor lainya.

Secara umum, efek penyiraman lindi dengan debit yang lebih besar menyebabkan penyerapan

klorida oleh sampah semakin besar pula. kecuali pada reaktor 4 karena dipengaruhi oleh fakor

kejenuhan sampah terhadap konsentarsi klorida, sehingga kemampuan sampah untuk menyerap

klorida menurun.

Permanganat Value (PV) Pada Lindi dan Sampah

Permanganat Value Lindi dan Sampah Pada Penambahan Debit 15 ml/menit

Permanganate value pada lindi diukur untuk mengetahui besarnya bahan organik yang terdapat

dalam sampel. Analisa dilakukan pada sampel lindi yang diambil dari TPA benowo, sebelum

dilakukan variasi konsentrasi klorida dalam lindi. Hasil dari analisa pendahuluan yang dilakukan,

didapatkan nilai PV dalam lindi TPA Benowo sebesar 1621,7 mg/L.

Pada penambahan debit lindi sebesar 15 ml/menit, nilai PV yang berada pada lindi yang keluar

dari sampah akan berkurang secara bertahap dalam 4 minggu, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Grafik Nilai PV Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit

Bila dilihat dari grafik tersebut, nilai PV pada keempat reaktor mengalami penurunan selama 4

minggu. Namun yang paling menunjukkan penurunan yang signifikan adalah reaktor 1 dan 2 yang

memiliki nilai PV masing-masing 1027 mg/L dan 1106 mg/L pada minggu keempat. Sedangkan

reaktor 3 dan 4 mengalami penurunan PV yang lebih kecil dengan nilai masing-masing 1406,2

mg/L dan 1502 mg/L.

Analisa ini menunjukkan bahwa kandungan PV pada lindi terus menurun selama 4 minggu

dengan presentase penurunan pada reaktor 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 5,85%, 5,5%,

2,58%, dan 2,8%.

1 4 7 10 13 16 19 22

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

1900

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

PV

lind

i oul

et (

mg/

L)

hari ke-

17

Pengukuran permanganat value pada sampah dilakukan 3 hari sekali. Sampel sampah yang

diambil ditambahkan air panas dan diletakkan di stirrer selama 1 jam. Selanjutnya, dilaukan analisa

menggunakan metode pengukuran PV seperti yang dilakukan pada lindi.

Berdasarkan analisa laboratorium yang dilakukan, PV dalam sampah ditiap-tiap reaktor

mengalami kenaikan secara terus menerus selama 4 minggu. Hasil tersebut dapat dilihat pada

Gambar 8 sebagai berikut.

Gambar 8 Grafik Nilai PV Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit

Berdasarkan grafik tersebut, dapat diamati bahwa PV dalam sampah yang disiram lindi

mengalami kenaikan terus-menerus. Sedangkan pada reaktor 1, PV mengalami penurunan karena

adanya proses dekomposisi. Naiknya PV pada reaktor yang disiram lindi ini menunjukkan bahwa

mikroorganisme pengurai sampah terus berkurang seiring dengan naiknya konsentrasi klorida

dalam sampah akibat penyiraman lindi dengan konsentrasi klorida yang tinggi.

Hasil yang didapat dari analisis menunjukkan nilai PV pada sampah di reaktor 1 di minggu

keempat adalah 489,8 mg/L. sedangkan untuk reaktor dengan penyiraman lindi yaitu reaktor 2, 3,

dan 4 masing-masing memiliki nilai PV sebesar 333,8 mg/L, 4029 mg/L, dan 4281,8 mg/L.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa PV dalam sampah terus naik karena dimungkinkan

mikroorganisme tidak mampu mendegradasi sampah dalam kondisi salinitas tinggi. Presentase

1 4 7 10 13 16 19 22

100200300400500600700800

3000310032003300340035003600370038003900400041004200430044004500

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

PV

(m

g/L)

hari ke-

kenaikan rata-rata PV pada reaktor 1, 2, 3, dan 4 masing- masing sebesar 3,3 %, 4,9%, 7,9%, dan

11,2%.

Mass Balance

Perhitungan mass balance PV digunakan untuk mengetahui presentase bahan organik yang larut

dalam lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap

reaktor untuk penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit.

Tabel 5 Presentase PV pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah

1 55,08% 44,9% 2 75,08% 24,9% 3 74,12% 25,8% 4 74,04% 25,9%

Sumber: hasil perhitungan, 2010

Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai PV dalam sampah di reaktor 2 memiliki perbandingan

presentase paling besar daripada kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi. Namun,

selisih dari ketiganya tidak terlalu besar. Reaktor 2 merupakan reaktor yang disiram lindi dengan

konsentrasi klorida dalam lindi influen sebesar 200 mg/L. Sedangkan reaktor kontrol mengalami

penurunan nilai PV pada sampahnya hingga kandungan pada akhir penelitiannya mencapai 44,9%.

Hal ini terjadi karena proses degradasi pada reaktor kontrol berjalan cukup baik, sehingga nilai PV

yang tersisa sebesar 44,9%. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, semakin besar

konsentrasi klorida yang ditambahkan, semakin besar pula PV lindi yang dihasilkan dan

penyerapan PV oleh sampah semaki kecil. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang mulai mati

dalam kondisi salinitas tinggi, sehingga penyerapan PV oleh sampah semakin rendah.

Permanganat Value Lindi dan Sampah Pada Penambahan Debit 20 ml/menit

Nilai PV pada penambahan debit 20 ml/menit menghasilkan trend yang tidak jauh berbeda

dengan penambahan debit 15 ml/menit. Selengkapnya, dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

19

Gambar 9 Grafik Nilai PV Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Berdasarkan grafik tersebut, trend penurunan PV yang terjadi sama halnya dengan yang terjadi

pada penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit. Hanya saja, nilainya lebih besar karena beban

klorida yang diberikan pada tahap ini lebih besar. Beban klorida meningkat seiring dengan

meningkatnya debit lindi penyiram.

Dari keempat reaktor dalam penelitian ini, semuanya menunjukkan penurunan nilai PV. Reaktor

kontrol pada penelitian ini menunjukkan penurunan pV sebesar 30,4 %. Sedangkan untuk ketiga

reaktor dengan penambahan lindi, presentase penurunan masing-masing 44%, 66%, dan 73%.

Trend kenaikan nilai PV di sampah pada penambahan debit sebesar 20 ml/menit ini terjadi cukup

signifikan. Nilai PV dalam sampah naik secara berkala sebagai akibat dari aktifitas penyerapan

bahan organik oleh sampah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai PV pada sampah dan

penurunan nilai PV yang terjadi pada lindi. Hasil selengkapnya, dapat dilihat pada Gambar 10.

Hasil analisis nilai PV yang dilakukan menghasilakn trens seperti grafik diatas. Peningkatan PV

yang terjadi secara terus-menerus selama 4 minggu masa penelitian. pada reaktor control, nilai PV

di akhir minggu keempat adalah sebesar 553 mg/L. sedangakan untuk ketiga reaktor lainnya yaitu

2,3, dan 4 beturut-turut memiliki nilai PV sebesar 4445,1 mg/L, 5372 mg/L, 5701,9 mg/L.

5 10 15 20 25800

900

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

1900

2000

2100

2200

2300

PV

(m

g/L)

hari ke-

Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)

Gambar 10 Grafik Nilai PV Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi klorida yang

ditambahkan akan menghambat aktifitas bakteri dalam proses dekomposisi sampah. Hal ini terlihat

dengan masih besarnya nilai PV pada ketiga reaktor yang mengalami perlakuan penyiraman lindi.

Mass Balance

Perhitungan mass balance PV digunakan untuk mengetahui presentase bahan organik yang larut

dalam lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap

reaktor untuk penambahan lindi dengan debit 20 ml/menit.

Tabel 6 Presentase PV pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah

1 38,99% 41,64% 2 81,23% 18,76% 3 78,16% 21,83% 4 75,27% 24,72%

Sumber: hasil perhitungan, 2010

Berdasarkan tabel diatas, reaktor 2 yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi lindi

penyiram sebesar 200 mg/L lindinya memiliki presentase bahan organik lebih besar daripada kedua

reaktor lain yang mengalami penyiraman lindi. Penyerapan zat organik ini menyebabkan nilai PV

5 10 15 20 25500

4500

5000

5500

Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)

PV

(m

g/L)

hari ke-

21

pada lindi menjadi turun. Sedangkan reaktor kontrol menunjukkan nilai PV pada sampah hanya

tersisa 41,64%.

Hasil analisa nilai PV yang terkandung dalam sampah untuk penambahan debit lindi sebesar 20

ml/menit ini bila dibandingkan dengan debit 15 ml/menit, jauh lebih besar. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar konsentrasi klorida pada lindi penyiram, semakin besar pula nilai PV yang

terdapat dalam sampah. Hal ini dipengaruhi oleh ketahanan hidup mikroorganisme dalam

lingkungan dengan salinitas tinggi. Dalam kondisi salinitas tinggi, mikroorganisme dalam sampah

akan mati, sehingga bahan-bahan organic yang terkandung dalam sampah tidak dapat teruraikan,

yang menyebabkan tingginya nilai PV pada sampah.

Degradasi Sampah

Pengamatan penurunan sampah dilakukan setiap hari, untuk mengetahui proses degradasi

sampah di dalam reaktor. Hal ini dapat dilihat dari perubahan volume sampah didalam reaktor.

Perubahan volume terjadi karena adanya reaksi-reaksi kimia dan biologis yang terjadi dalam proses

degradasi sampah (Reinhart dan Townsend, 1998).

Pengamatan mengenai penurunan volume sampah di reaktor ini dapat dilihat di Gambar 11

(a) dan 11 (b) sebagai berikut.

(a) (b) Gambar 11 (a) Grafik Penurunan Volume Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit Gambar 11 (b) Grafik Penurunan Volume Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

5 10 15 20160000

165000

170000

175000

180000

185000

190000

195000

200000

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

Vol

umei

(cm

3)

hari ke-0 5 10 15 20 25

170000

175000

180000

185000

190000

195000

200000 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000mg/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

volu

me

sam

pah

(cm

3)

hari ke-

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat ketinggian sampah di dalam reaktor setelah 4

minggu. Reaktor 1, yang merupakan reaktor kontrol mengalami penurunan hingga 37000 cm3,

dimana memiliki volume awal sebesar 192700 cm3 dan volume akhir sebesar 163000 cm3.

Sedangkan reaktor 4 mengalami penurunan paling kecil yaitu 12600 cm3 dari volume awal 199200

cm3 dan volume akhir 187400 cm3 . Reaktor 2 dan 3 masing-masing mengalami penurunan setinggi

30600 cm dan 19600 cm3. Rata-rata penurunan sampah per hari akibat proses degradasi sampah

dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Sedangkan untuk debit 20 mL/menit, reaktor 1 menunjukkan penurunan sampah paling

tinggi dengan volume 174200 cm3 pada minggu keempat dari volume 199400 cm3. Hal ini berarti

reaktor 1 mengalami penurunan volume sampah setinggi 25800 cm3. Sedangkan tiga reaktor

lainnya, yaitu reaktor 2,3, dan 4 mengalami penurunan volume sampah beturut-turut sebesar 23000

cm3, 14700 cm3, dan 9200 cm3 selama 4 minggu. Reaktor 4 mengalami penurunan volume sampah

sebesar 9400 cm3 dengan volume awal 199400 cm3 menjadi 190600 cm3. Berdasarkan analisis

penurunan sampah tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi beban klorida, semakin kecil besar

penurunan sampah pada reaktor.

Pembentukan Gas

Proses dekomposisi secara anaerobik menghasilkan produk berupa lindi dan gas. Gas yang

disebut biogas, mengandung beberapa unsur gas, seperti Ammonia (NH3), karbondioksida (CO2),

hydrogen (H2), nitrogen (N2), metana (CH4), dan oksigen (O2). Dari semua gas-gas tersebut yang

mendominasi komposisi dari biogas adalah metan sebesar 45-60% dan karbondioksida sebesar 40-

60% (Tchoubanoglous et al, 1993). Produksi gas pada masing-masing reaktor dapat dilihat pada

Gambar 12 (a) dan 12 (b). Grafik 12 (a) menunjukkan produksi gas pada debit 15 mL/menit.

Produksi gas di reaktor 1 paling besar diantara ketiga reaktor lainnya, dengan produksi gas sebesar

23

60,6 ml. Sedangkan produksi gas untuk reaktor 2,3, dan 4 adalah sebesar 56,95 ml, 13,9 ml, dan 7

ml. Reaktor 4 merupakan reaktor dengan produksi gas paling kecil diantara 3 reaktor lainnya.

(a) (b) Gambar 12 (a) Grafik Pembentukan Gas Pada Sampah dengan Penambahan Debit 15 ml/menit Gambar 12 (b) Grafik Pembentukan Gas Pada Sampah dengan Penambahan Debit 20 ml/menit

Pembentukan gas pada debit 20 mL/menit, paling besar ditunjukkan pada reaktor kontrol

yang mencapai 59,4 ml. Sedangkan pembentukan gas yang paling kecil terdapat pada reaktor 4

sebesar 5,25 ml. Reaktor 2 dan 3 masing-masing memproduksi gas sebesar 42,7 ml dan 10,4 ml.

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pada reaktor 2,3, dan 4 pembentukan gas

mulai berhenti sampai minggu keempat. Reaktor 2 tidak menghasilkan gas dimulai pada minggu

ketiga. Sedangkan reaktor 3 dan 4 mengalaminya dalam waktu yang lebih cepat yaitu pada minggu

pertama. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi klorida mengganggu dekomposisi sapah,

sehingga pembentukan gas terganggu. Bila dibandingkan dengan perhitungan produksi gas secara

teoritis, produksi gas pada reaktor kontrol hanya mencapai setangah dari nilai produksi teoritis

sebesar 102 mL..

Berdasarkan hasil analisis parameter yang telah dilakukan, reaktor yang mengalami

peyiraman lindi dengan debit 20 ml/menit memiliki efisiensi degradasi yang lebih kecil daripada

5 10 15 20

0

20

40

60

gas

(mL)

hari ke-

Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

5 10 15 20 25

0

10

20

30

40

50

60 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000mg/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)

prod

uksi

gas

(m

L)

hari ke-

penambahan debit 15 ml/menit. Selain itu, bahan organik pada reaktor dengan penambahan debit 20

ml/menit juga lebih besar daripada variasi debit 15 ml/menit.

Pengamatan Terhadap Mikroorganisme

Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data sekunder untuk mengetahui jumlah koloni

mikroorganisme yang terdapat pada masing-masing sampel sampah dari tiap-tiap reaktor.

perhitungan koloni ini dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan ITS. Metode yang dilakukan

ialah dengan pewarnaan dan pembiakkan di media agar. Hasil analisa mikroorganisme ini, dapat

dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 7 Jumlah Koloni Mikroorganisme Reaktor Pengenceran Jumlah Koloni

1 10-15 3 x 10-15

2 10-13 6 x 10-13

3 10-12 5 x 10-12

4 10-10 22 x 10-10

Sumber: hasil analisis, 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa pengenceran dilakukan berbeda-beda pada tiap sampel dari

keempat reaktor. Reaktor pertama, yang merupakan reaktor kontrol, mengalami pengenceran

paling besar. Sedangkan reaktor keempat, yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi

klorida sebesar 22.500 mg/L mengalami pengenceran paling kecil. Pengenceran besar dilakukan

untuk dapat menangkap penampakkan mikrorganisme. Hal ini dilakukan karena koloni yang terjadi

jumlahnya besar, sehingga bila dilakukan pengenceran yang kecil kerapatannya masih tinggi dan

menyebabkan sulitnya dilakukan pengamatan. Sedangkan pengenceran yang kecil dilakukan karena

pada kondisi tersebut koloni mikroorganisme sudah dapat terlihat karena kerapatannya yang rendah

akibat dari sedikitnya jumlah koloni yang ada dalam sampel.

Berdasarkan data sekunder tersebut, dapat diketahui bahwa reaktor 4 memiliki jumlah koloni

mikroorganisme paling sedikit dibandingkan dengan ketiga reaktor lainnya. Hasil analisa

menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroorganisme berkurang seiring dengan naiknya konsentrasi

25

klorida. Hal ini menunjukkan, klorida yang tinggi menyebabkan mikroorganisme tidak dapat

berkembang dengan baik karena adanya plasmolisis pada dinding sel. Gangguan perkembangan

mikroorganisme ini akan mengganggu proses dekomposisi, sehingga menyebabkan proses

penurunan sampah terhambat. Berikut ini adalah gambar-gambar hasil analisis jumlah koloni

mikroorganisme dengan perbesaran 1000x, yang membuktikan bahwa klorida berefek negatif pada

tumbuhnya mikroorganisme dalam sampah.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1 (a) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor Kontrol Gambar 1 (b) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 2 yang Mengalami Penambahan Lindi

Dengan Konsentrasi Klorida 200 mg/L Gambar 1 (c) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 3 yang Mengalami Penambahan Lindi

Dengan Konsentrasi Klorida 2000 mg/L Gambar 1 (d) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 4 yang Mengalami Penambahan Lindi

Dengan Konsentrasi Klorida 22500 mg/L

Berdasarkan keempat gambar tersebut, dapat dibandingkan kondisi koloni mikroorganisme

pada tiap sampel. Mikrorganisme terdeteksi yang lebih dominan merupakan jenis gram negatif.

Sampel yang diambil dari reaktor kontrol memiliki rantai koloni yang panjang. Penampakan koloni

ini menurun, seiring dengan peningkatan konsentrasi klorida pada sampel. Hal ini dapat diamati

pada sampel yang diambil pada reaktor 2, dimana jumlah koloni lebih sedikit dan rantainya terlihat

putus-putus. Begitu pula yang terjadi pada sampel yang diambil dari reaktor 3 dan 4, dimana pada

kedua reaktor ini jumlah koloni mikroorganisme sangat kecil.

Hasil analisa tersebut membuktikan, konsentrasi klorida yang tinggi pada sampah memberi

pengaruh terhadap mikroorganisme yang bertugas mendegradasi sampah. Rantai koloni

mikroorganisme semakin pendek seiring dengan bertambahnya konsentrasi klorida.

KESIMPULAN

Salinitas berpengaruh terhadap proses degradasi pada sampah yang terlihat dari semakin tinggi

konsentrasi klorida dalam sampah, maka proses degradasi akan berjalan semakin lambat. Proses

degradasi paling lambat terjadi pada reaktor yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi

paling besar dan debit paling besar yaitu sebesar 9400 cm3. Penurunan volume yang kecil diikuti

dengan meningkatnya nilai PV pada sampah yang mengalami kenaikan sebesar 8,4% pada reaktor

yang sama. Kedua variabel tersebut mempengaruhi produksi gas yang dihasilkan dari proses

degradasi sampah, yang dalam hal ini hanya sebesar 5,25 mL, sedangkan perhitungan teoritis

menunjukkan produksi gas seharusnya adalah sebesar 102 mL. Ditinjau dari korelasinya,

konsentrasi klorida berhubungan erat dengan semua parameter yang diukur. Hubungan tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi klorida maka kualitas dari tiap-tiap parameter akan semakin

buruk.

27

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Natalina P. 2006. Studi Pengaruh Resirkulasi Lindi Terhadap Produksi Gas Pada Anaerobic

Bioreactor Landfill. Teknik Lingkungan. Institut Sepuluh Nopember, Surabaya

Alkaabi S., Paul J. Van Geel, Mostafa A. Warith. 2007. Effect of Saline Water and Sludge

Addition on Biodegradation of Municipal Solid Waste in Bioreactor Landfills. Waste

Management Research 2009; 27; 29. http://wmr.sagepub.com

Amaru K.,2005. Metana Sebagai Hasil dari Dekomposisi Bahan Organik di TPA dan Lindi Sebagai

Sumber Pencemar Air Tanah. http://kharistya.wordpress.com/category/environmental

Borglin, Hazen, Oldenburg, Zawilanski. 2004. Comparison of Aerobic and Anaerobic

Biotreatment of Municipal Solid Waste. Environmental Treatment System Inc. California

Gholamifard S., Robert Eymard, Christian Daquennoi. 2008. Modeling Anaerobic Bioreactor

Landfills in Methanogenic Phase: Long Term and Short Term Behaviors. Elsevier Water

Research Vol. 42

Hesti, Serafin E., 2006. Studi Pengaruh Penambahan Aerasi dan Resirkulasi Lindi Pada

Bioreaktor Landfill. Teknik Lingkungan. Institut Sepuluh Nopember, Surabaya

Hong, Chon Choi, Shek-Kiu Chan, Hojae Shim. 2008. Effect of Chloride on Biological Nutrient

Removal From Wastewater. Journal of Applied Science in Environmental Sanitation

Spillman. 2001. Landfill Gas. Hotsetter Umweltechnik. Switzerland

Tchobanoglous, G., Theissen, H., Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management. McGraw-

Hill International Edition. Singapore : McGraw-Hill, Inc.