studi pengaruh salinitas terhadap proses degradasi...
TRANSCRIPT
1
STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP PROSES DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO
STUDY ON THE EFFECT OF SALINITY TO BIODEGRADATION PROCESS AT BENOWO FINAL DISPOSAL SITE
Lailatul Azizah1) dan IDAA. Warmadewanthi 2)
1 Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur
2Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111-Jawa Timur
Abstrak
TPA Benowo merupakan satu-satunya TPA yang menampung seluruh sampah Kota Surabaya yang berlokasi di dekat
laut, oleh karena itu air tanahnya bersalinitas tinggi. Penyiraman EM4 yang diencerkan dengan air tanah dan konsep
resirkulasi lindi yang dilakukan menyebabkan lindi yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah memiliki salinitas
yang tinggi. Konsentrasi klorida berpengaruh pada lindi effluen yang dihasilkan tiap reaktor. Hasil pengukuran pada
parameter penelitian menunjukkan konsentrasi klorida pada lindi effluen lebih tinggi terjadi pada debit penambahan 20
mL/menit sebesar 19885,8 mg/L. Proses degradasi sampah dan pembentukan gas menunjukkan efek negatif terhadap
salinitas. Proses degradasi pada sampah bersalinitas tinggi terjadi sangat lambat, dengan penurunan volume sampah
paling kecil sebesar 9200 cm3 yang terjadi pada debit 20 mL/menit. Efek negatif penurunan volume sampah berdampak
pada produksi gas, dimana selama 4 minggu, produksi gas paling sedikit adalah sebesar 5,25 mL pada penambahan
debit 20 mL/menit, sedangkan pada reaktor kontrol pembentukan gas mencapai 59,4 mL. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi beban klorida yang ditambahkan pada sampah, maka akan semakin berpengaruh negatif pada proses
degradasi.
Kata Kunci : Degradasi, gas, klorida, lindi, sampah
Abstract
Benowo Landfill is the only landfill that retrieve the entire city’s waste of Surabaya s located near the sea. EM4 which
added in waste diluted with ground water and leachate recirculation concept by causing leachate generated from waste
decomposition process has a high salinity. Chloride concentration affects the leachate effluent produced each
reactor. Results showed the parameter measurement at the concentration of chloride in the leachate higher effluent
discharge occurred on the addition of 20 mL / min of 19885.8 mg / L.The process of waste degradation and gas
formation indicated negative effects of salinity. The process of degradation at high salinity waste occurs very slowly,
with a small decrease in the volume of waste most of 9200 cm3 which occurred at discharge 20 mL / min. The negative
effects of waste volume reduction have an impact on gas production, where for four weeks, at least gas production
amounted to 5.25 mL by adding discharge 20 mL / min, while the control reactor reached 59.4 mL of gas formation
This shows that the higher burden of chloride is added to the waste, the more negative effect on thdegradation process.
PENDAHULUAN
TPA Benowo, merupakan satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah Kota Surabaya yang
menampung sampah dengan jumlah timbulan mencapai 5655 ton/hari (Savitri, 2007). Sampah yang
berada di dalam TPA tersebut selanjutnya mengalami dekomposisi organik, yatu penguraian bahan-
bahan organik menjadi struktur yang lebih sederhana. Pada TPA, yang sering terjadi adalah
ekomposisi secara anaerobic. Hal ini terjadi karena karena faktor kompaksi yang besar. Hasil
samping proses dekomposisi adalah lindi dan gas, dimana lindi harus diolah agar tidak mencemari
lingkungan.
Berdasarkan letaknya, lokasi TPA Benowo berdekatan dengan laut, yang menyebabkan air
tanah TPA Benowo memiliki salinitas yang tinggi. Sedangkan yang terjadi saat ini adalah TPA
Benowo melakukan penyiraman EM4 yang diencerkan dengan air tanahnya ke tumpukan sampah
dengan tujuan mengurangi bau, mempercepat proses degradasi sampah dan mencegah pertumbuhan
lalat. Selain itu dilakukan pula penyiraman lindi ke tumpukan sampah dengan tujuan menambah
kadar air sampah dan jumlah mikroorganisme, agar proses dekomposisi dapat berlangsung dengan
cepat. Namun, efek penambahan EM4 dan lindi ke tumpukan sampah berpengaruh pada konsentrasi
klorida sampah dan lindi yang dihasilkan. Hasil analisis lindi yang dilakukan secara periodik di
TPA Benowo menunjukkan konsentrasi klorida sebesar 22.200 mg/ (Sari, 2010).
Kadar klorida yang tinggi berpengaruh buruk terhadap proses biologis, terutama saat removal
bahan-bahan organik, nitrogen, dan fosfor. Tahap nitrifikasi juga dapat menurun efisiensinya
sampai setengah atau sepertiga dari peningkatan klorida. Klorida lebih berpengaruh besar pada
bakteri Nitrobacter yang berperan untuk mengubah nitrit menjadi nitrat, daripada pada
3
Nitrosomonas, yang mengkonversi amonia menjadi nitrit. Dari penelitian yang pernah dilakukan,
saat kadar klorida mencapai 10.000 mg/L, Efisiensi denitrifikasi menurun tajam dan kekeruhan
limbah meningkat. Efisiensi removal fosfat juga menurun saat konsentrasi klorida mencapai 1500
mg/L, bahkan kandungan fosfat dapat meningkat saat konsentrasi klorida 2500-5000 mg/L, dan
ammonia akan dipengaruhi secara negatif pada konsentrasi 5000 mg/L (Hong et al, 2008).
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2010. Lokasi penelitian adalah TPA
Benowo, yang merupakan satu-satunya TPA di Surabaya.
Parameter penelitian yaitu pH, PV, dan konsentrasi klorida diukur dalam laboratorium. Analisa
klorida dilakukan dengan metode Argentometri Mohr, sedangkan parameter PV diukur dengan
metode titrasi permanganat.
Alat dan Bahan
Sampel lindi dan sampah diambil dari TPA yang selanjutnya dipindahkan ke reaktor penelitian,
yang terdiri atas kotak penampung sampah dari bahan fiber bervolume 200 L, wadah lindi influen
dengan volume 10 L, penampung lindi efluen, dan dilengkapi dengan reaktor penangkap gas
berupa gelas ukur, selang, dan larutan NaOH 2%.
Penentuan Variabel
Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah debit dan konsentrasi klorida. Untuk debit, dipilih
sebesar 15 mL/menit dan 20 mL/menit. Sedangkan untuk konsentrasi klorida dipakai 3 variasi, yaitu
sebesar 200 mg/L, 2000 mg/L, dan 22.500 mg/L. Pemilihan konsentrasi klorida dilakukan atas dasar
konsentrasi klorida rata-rata TPA Benowo pada musim hujan dan kemarau.
Penentuan Parameter
Analisa pH dilakukan dengan pHmeter setap hari. Analisa klorida dilakukan dengan metode
Argentometrik Mohr, dengan indikator K2CrO4 dan titran AgNO3 (APHA,1998). Sedangkan analisa
PV dilakukan menggunakan titrasi permanganat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampah TPA Benowo
Sampah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari satu-satunya tempat pembuangan
akhir di Kota Surabaya, yaitu TPA Benowo. Sebelum sampah diperlakukan sesuai dengan prosedur
penelitian, dilakukan penelitian pendahuluan yang meliputi proximate dan ultimate analysis untuk
mengetahui karakteristik sampah. Hasil analisa tersebut, hasilnya adalah karakteristik sampah TPA
Benowo yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Karakteristik Sampah TPA Benowo
Analisis Parameter Satuan Nilai
Proximate Kelembaban % 33,92
Ultimate
Volatile solid % 24,75
C % 37,36
H % 5
O % 29,26
N % 2,04
S % 0,31
Sumber: (hasil analisa laboratorium,2010)
Berdasarkan karakeristik sampah diatas, perbandingan kandungan C:H:O:N:S adalah
18,5:2,5:14,5:1:0,2. Reaksi anaerobik yang terjadi pada sampah dengan komposisi tersebut adalah:
31C22H34O13N + 7H2O → 3CH4 + 27CO2 + 1NH3
5
Reaksi diatas menerangkan secara teoritis pembentukan gas yang terjadi pada proses dekomposisi
anaerobik di TPA, yang didominasi oleh karbondioksida dan metan yang dapat mencapai 45-60%
dari komposisi gas (Tchoubanoglous et al, 1993).
Karakteristik Lindi TPA Benowo
Lindi yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari bak ekualisasi pada unit pengolahan lindi
TPA Benowo. Pada penelitian pendahuluan, dilakukan analisa terhadap sampel lindi untuk
beberapa parameter, seperti yang tercantum dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Karakteristik Lindi TPA Benowo
Parameter Satuan Nilai
BOD mg/L 900
COD mg/L 2000
Klorida mg/L 3500
N mg/L 1204,76
P mg/L 2,88
Sumber: (hasil analisa laboratorium,2010)
Berdasarkan variasi terhadap variable konsentrasi klorida dalam lindi pada penelitian ini,
terdapat 3 macam konsentrasi klorida dalam lindi penyiram yaitu sebesar 200 mg/L, 2000 mg/L,
dan 22500 mg/L. karena konsentrasi klorida didalam sampel lindi sudah mencapai 3500 mg/L,
diperlukan metode pengenceran untuk memperoleh variasi konsentrasi yang digunakan dalam
penelitian ini masing-masing sebesar 200 mg/L dan 2000 mg/L. Sedangkan untuk membuat lindi
dengan konsentrasi klorida sebesar 22.500 mg/L, ditambahkan larutan kalium klorida (KCl).
Dalam melakukan pengenceran terdapat hal yag diperhatikan yaitu turunnya kandungan bahan-
bahan organik akibat pengenceran tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan penolong untuk
mengembalikan kandungan bahan organik seperti semula dengan penambahan glukosa, NH4OH,
dan K2HPO4. Glukosa digunakan unuk menaikkan nilai BOD, NH4OH digunakan untuk menaikkan
unsur N, sedangkan K2HPO4 dipakai untuk menambah unsur P dalam air lindi.
Efek pH
pH Lindi Pada Reaktor dengan Penambahan Debit 15 ml/menit
Sebelum penambahan lindi dilakukan pada tumpukan sampah, pH dari lindi yang digunakan
sebagai penyiram dianalisa terlebih dahulu. Berdasarkan hasil analisa tersebut, ditemukan besarnya
pH dalam lindi yang digunakan sebagai penyiram sampah yaitu sebesar 6,38.
pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena pH akan
mempengaruhi proses degradasi sampah. pH yang cukup tinggi (8-9) akan membantu stabilisasi
proses dekomposisi, karena kondisi asam akan menganggu proses degradasi sampah. Salah satu
alasan pemakaian reagen NH4OH sebagai penambah nutrient N adalah hal tersebut, sehingga dapat
menjadi buffer saat dekomposisi sampah berlangsung.
Selama penelitian ini dilakukan selama 4 minggu, terjadi penampakan yang berbeda terhadap
nilai pH pada keempat reaktor. Hasil yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Grafik Efek pH Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit
5 10 15 20 25 305.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
10.0
pH
hari ke-
Effluen R1 Effluen R2 Effluen R3 Effluen R4 Influen R2 Influen R3 Influen R4
7
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat perbandingan antara pH di influen dan efluen pada
tiap reaktor. pH influen pada reaktor 4 relatif berada pada kondisi netral berkisar antara 6,72 - 7,56.
Sedangkan pH pada kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi yaitu raktor 2 dan 3
relatif lebih tinggi. Pada reaktor 2 pH influen berkisar antara 9,66 – 9,87. Sedangkan pada reaktor 3
pH influen berada pada nilai 8,53 – 8,57.
Perbedaaan nilai pH pada lindi influen dipengaruhi oleh efek penambahan bahan kimia, yaitu
NH4OH kedalam lindi untuk mengembalikan kandungan ammonia seperti semula setelah lindi
mengalami pengenceran. Karena NH4OH bersifat basa, maka hal ini membuat pH menjadi naik.
NH4OH dipilih untuk menjadi bahan tambahan karena dengan sifat basanya, sehingga diharapkan
mampu menjadi buffer dalam proses dekomposisi sampah. Hal berbeda terjadi ada reaktor 4 yang
memiliki pH influen relatif netral. Lindi penyiram pada reaktor 4 merupakan lindi dengan
konsentrasi klorida terbesar diantara kedua reaktor lainnya yang mencapai 22.500 mg/L. Dalam
prakteknya, lindi influen untuk reaktor 4 tidak mengalami pengenceran, hanya penambahan KCl
saja, sehingga tidak memepengaruhi pH lindi.
pH lindi pada efluen tidak stabil selama penelitian 4 minggu berlangsung. Pada pendelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Saleem Alkaabi dan Paul J. Van Geel (2009) menyebutkan bahwa
pada kondisi salinitas tinggi, pH lindi akan turun.
Pada penelitian ini, reaktor 1, sebagai reaktor kontrol, pH benilai cenderung netral dengan
menunjukkan angka 7,1 sedangkan untuk reaktor 2, 3, dan 4 menunjukkan pH yang lebih rendah
sebesar 6,48; 6,15; 6,42. Penurunan pH yang signifikan dari pH awal pada ketiga reaktor tersebut
disebabkan olek aktifitas mikoorganisme pengurai sampah yang menghasilkan asam-asam organik
(Alkaabi et al., 2007). Sedangkan pada reaktor 1, pada minggu keempat pH sudah naik kembali
setelah sebelumnya turun mencapai 6,32. Dari hasil ini menunjukkan bahwa, tahap dekomposisi
pada reaktor 1 berlangsung lebih cepat daripada ketiga reaktor yang mengalami penyiraman lindi.
Untuk ketiga reaktor dengan penambahan lindi, pH pada akhir penelitian berada pada nilai
yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi klorida tidak
terlalu berpengaruh secara signifikan pada pH.
pH Lindi Pada Outlet Reaktor Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Pada tahap ini, lindi disiramkan ke reaktor berisi sampah dengan debit 20 ml/menit selama 8
jam per harinya. Penambahan debit akan berpengaruh terhadap beban klorida dalam sampah. Hasil
analisa pH pada tahap ini dapat dilihat di Gambar 2.
Gambar 2 Grafik Efek pH Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa lindi influen memiliki pH yang tinggi karena
efek penambahan NH4OH yang bersifat basa. Namun hal ini tidak terjadi pada lindi dengan
konsentrasi klorida sebesar 22.500 mg/L karena tidak terjadi penambahan bahan lain selain KCL
untuk menambah konsentrasi kloridanya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penyiraman debit 15
mg/L, karena lindi penyiram mendapat perlakuan yang sama.
Kondisi pH efluen pun tak jauh berbeda dengan penambahan lindi sebesar 15 ml/menit .
Reaktor 1 relatif stabil pada pH netral, sedangkan ketiga reaktor lainnya menunjukkan nilai yang
5 10 15 20 25 305
6
7
8
9
10
pH
Hari ke-
Effluen 1 Effluen 2 Effluen 3 Effluen 4 Influen 2 Influen 3 Influen 4
9
lebih rendah pada minggu keempat. Reaktor 2 menunjukkan pH sebesar 6,98 pada minggu keempat,
sedangkan reaktor 3 dan 4 menunjukkan pH beturut-turut sebesar 6,79 dan 6,71.
Konsentrasi Klorida Pada Lindi dan Sampah
Konsentrasi Klorida Lindi dan Sampah Pada Debit Penambahan 15 ml/menit
Konsentrasi klorida berpengaruh pada kondisi salinitas lindi TPA Benowo. Konsentrasi klorida
yang tinggi akan berdampak buruk pada reaksi biologis ( Hong et al, 2007). Kondisi ini akan
meningkatkan salinitas lingkungan dan menyebabkan mikroorganisme tidak tahan terhadap kondisi
tersebut. Pada lindi yang diambil dari TPA Benowo konsentrasi klorida mencapai 3500 mg/L,
sehingga dilakukan pengenceran hingga mencapai konsentrasi yang akan dipakai di penelitian.
Sedangkan untuk memperoleh konsentrasi klorida yang sangat tinggi yaitu 22.500 mg/L,
ditambahkan larutan KCl.
Konsentrasi lindi yang ditambahkan pada tahap pertama adalah sebesar 15 ml/menit selama 8
jam di tiap reaktornya, kecuali reaktor kontrol yang dioperasikan tanpa adanya penambahan lindi.
Selanjutnya, lindi dianalisa setiap 3 hari sekali. Hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut
ini.
Gambar 3 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15
ml/menit
1 4 7 10 13 16 19 220
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
20000
Klo
rida
(mg/
L)
hari ke-
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada minggu pertama konsentrasi klorida lindi yang
keluar dari outlet reaktor semakin hari semakin berkurang, pada reaktor 1 menunjukkan konsentrasi
klorida pada akhir penelitian adalah sebesar 49,98 mg/L, sedangkan reaktor kedua sebesar 145,95
mg/L. Hal yang sama juga terjadi pada reaktor 3 dan 4 yang masing-masing menunjukkan
konsentrasi akhir sebesar 1519,53 mg/L dan 19381,49 mg/L.
Bila dicermati, lindi yang keluar dari reaktor 2,3, dan 4 memiliki konsentrasi lebih rendah
daripada lindi yang masuk ke masing-masing reaktor. Hal ini dikarenakan sebagian klorida terserap
oleh sampah. Sedangkan pada reaktor kontrol konsentrasi klorida turun karena klorida terus
berkurang akibat produksi lindi secara terus-menerus. Pebandingan presentase klorida yang masuk
ke lindi pada tiap reaktor berbeda presentasenya. Pada reaktor 1, presentase klorida yang keluar dari
sampah dan masuk ke lindi sebesar 28,86 %. Untuk reaktor 2,3, dan 4, presentase klorida yang
keluar adalah sebesar 51%, 77%, dan 77,7%.
Kandungan klorida pada sampah berpengaruh terhadap kehidupan bakteri pengurai sampah,
karena bakteri-bakteri tersebut memiliki batas kemampuan untuk bertahan hidup pada salinitas
tertentu.
Pada penelitian ini, sebelum sampah diberi perlakuan sesuai dengan prosedur, dilakukan analisa
terhadap konsentrasi klorida dalam sampah. Dari analisa yang telah dilakukan, didapatkan nilai
klorida sampah TPA Benowo yang diambil secara acak sebesar 309,9 mg/L. Hal ini membuktikan
bahwa sampah TPA Benowo bersifat saline dengan perbandingan konsentrasi klorida minimal
dalam air laut yang rata-rata mencapai 250 mg/L ( Lubis et al, 2007).
Pada penambahan lindi sebanyak 15 ml/menit selama 8 jam, konsentrasi klorida dalam sampah
ditunjukkan pada Gambar 4
11
.
Gambar 4 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit
Grafik tersebut menunjukkan konsentrasi klorida pada ketiga reaktor yang mengalami kenaikan.
Reaktor 2 pada minggu keempat menunjukkan nilai konsentrasi sebesar 339,92 mg/L, sedangkan
pada reaktor 3 dan 4 masing-masing sebesar 843,77 mg/L dan 3384,49 mg/L. Sedangkan pada
reaktor kontrol, klorida dalam sampah menalami penurunan konsentrasi menjadi sebesar 149,95
mg/L diminggu keempat.
Ketiga reaktor mengalami kenaikan konsentrasi klorida pada sampah dikarenakan aktivitas
sampah yang menyerap klorida dari lindi yang telah disiramkan, ditambah dengan klorida yang
terdapat dalam sampah sendiri. Sedangkan pada reaktor kontrol, konsentrasi klorida sampah
mengalami penurunan karena sebagian klorida terlarut dalam lindi yang terbentuk.`Kenaikan
konsentrasi klorida tersebut disebabkan oleh field capacity sampah, yaitu kemampuan sampah
untuk menyerap bahan-bahan organik ataupun anorganik (Tchoubanouglous et al., 1993)
Dari hasil penelitian ini, konsentrasi klorida yang tertahan dalam sampah pada reaktor 1
adalah sebesar sebesar 71,32%, sedangkan pada reaktor 2,3,4 yang mengalami penyiraman lindi
adalah sebesar 48,6%, 22,2 % dan 22,1%.
Berdasarkan hasil tersebut, reaktor 1 merupakan reaktor yang menahan klorida paling besar
dalam sampahnya. Hal ini dikarenakan tidak ada penyiraman lindi. Untuk ketiga reaktor lainnya,
klorida yang tertahan dalam sampah lebih kecil daripada yang terlarut dalam lindi.
4 10 16 220
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
Klo
rida
(mg/
L)
hari ke-
Mass Balance
Perhitungan mass balance digunakan untuk mengetahui presentase klorida yang larut dalam lindi
dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap reaktor untuk
penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit.
Tabel 3 Presentase Konsentrasi Klorida pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah
1 16,1 % 83,4% 2 28,6% 66,79% 3 34,8% 65,17% 4 14,8% 84,9%
Sumber: hasil perhitungan, 2010
Berdasarkan tabel diatas, sampah dalam reaktor 4 yang mengalami penyiraman lindi dengan
konsentrasi klorida sebesar 225000 mg/L mengandung klorida paling banyak sebesar 84,9%. Pada
tahap penyiraman lindi dengan debit 15 ml/menit ini, konsentrasi klorida lebih banyak terserap oleh
sampah daripada terlarut dalam lindi.
Sampah pada reaktor 4 memiliki kemampuan untuk menyerap klorida paling sedikit diantara
kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
klorida dalam sampah reaktor 4 terlalu tinggi, sehingga terjadi kondisi jenuh yang mempengaruhi
lemahnya penyerapan klorida oleh sampah.
Konsentrasi Klorida Lindi dan Sampah Pada Debit Penambahan 20 ml/menit
Peningkatan debit penyiraman lindi pada sampah berpengaruh pada jumlah klorida yang
terlarut dalam lindi. Dari hasil analisis, konsentrasi klorida pada lindi semakin tinggi bila
dibandingkan dengan penambahan debit 20 ml/menit. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Berdasarkan grafik tersebut dapat diamati konsentrasi klorida yang terlarut dalam lindi,
sehingga lindi efluen memiliki salinitas tinggi. Pada reaktor 1 yang berfungsi sebagai reaktor
kontrol, konsentrasi klorida pada minggu keempat sebesar 45,79 mg/L. Angka tersebut mengalami
13
penurunan selama 4 minggu, sebesar 22,69 mg/L, dimana pada minggu pertama besar konsentrasi
adalah 68,48 mg/L.
Ketiga reaktor lainnya, yang mendapat perlakuan penyiraman lindi, juga mengalami penurunan
konsentrasi klorida. Reaktor 4 memiliki konsentrasi klorida pada lindi sebesar 19885,8 mg/L pada
minggu keempat. Sedangkan besar konsentrasi pada lindi efluen reaktor 2 mencapai 194,61 mg/L,
sedangkan untuk reaktor 3 sebesar 2023,8 mg/L.
Gambar 5 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Reaktor 4 merupakan reaktor yang menunjukkan penurunan konsentrasi klorida paling
signifikan yaitu sebesar 2605,4 mg/L selama 4 minggu. Sedangkan untuk reaktor 2 dan 3
mengalami penurunan sebesar 178,61 mg/L dan 642 mg/L selama 4 minggu.
Berdasarkan hasil analisa, lindi efluen pada reaktor 4 mengalami penurunan konsentrasi klorida
sebesar 9,3%. Sedangkan lindi efluen pada reaktor 1,2, dan 3 mengalami penurunan sebesar
11,5%;47,8%;24,08 %. Konsentrasi klorida pada lindi menurun karena sebagian dari klorida
terserap ke sampah. Presentase penyerapan lindi oleh sampah paling besar terjadi pada reaktor 2,
yaitu reaktor dengan penambahan lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 200 mg/L yang
mengalami presentase penurunan konsentrasi klorida sebesar 47,8%. Penurunan klorida lindi terjadi
karena adanya sifat field capacity sampah. Kemampuan sampah untuk menyerap bahan-bahan
5 10 15 20 25
0
1000
2000
19000
20000
21000
22000
23000 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)
klor
ida
(m/L
)
hari ke-
organik maupun anorganik ini berpengaruh besar terhadap besarnya konsentrasi klorida di lindi
efluen maupun sampah.
Sesuai grafik tersebut, konsentrasi klorida dalam sampah meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi klorida pada lindi influen. Pada ketiga reaktor yang mendapat perlakuan
penyiraman lindi, sampah dalam reaktor keempat memiliki konsentrasi klorida paling tinggi
mencapai 3398,95 mg/L pada minggu keempat. Sedangkan untuk kedua reaktor lainnya, yaitu
reaktor 2 dan 3 konsentrasi klorida dalam sampahnya masing-masing sebesar 359,98 mg/L
dan749,77 mg/L. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui kenaikan konsentrasi klorida dalam
sampah pada masing-masing reaktor beturut-turut sebesar 59,99 mg/L, 159,95mg/L, 499,85mg/L,
dan 2499,23 mg/L.
Bila dibandingkan dengan debit 15 ml/menit, konsentrasi klorida pada sampah dengan
penambahan debit 20 ml/menit ini jauh lebih tinggi. Pada pemberian debit 20 ml/menit, konsentrasi
klorida dalam sampah mencapai 2 kali lipat dibandingkan dengan debit 15 ml/menit. Hal ini
membuktikan, semakin tinggi konsentrasi klorida yang ditambahkan pada lindi penyiram, maka
akan semakin besar pula klorida yang terserap dalam sampah.
Gambar 6 Grafik Konsentrasi Klorida Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
5 10 15 20 250
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)
Klo
rida
(mg/
L)
hari ke-
15
Mass Balance Perhitungan mass balance digunakan untuk mengetahui presentase klorida yang larut dalam
lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap reaktor untuk
penambahan lindi dengan debit 20 ml/menit.
Tabel 4 Presentase Konsentrasi Klorida pada Sampah dan Lindi
Reaktor Sampah Lindi 1 18,8% 80,1% 2 60,11% 32,5% 3 61,9% 37,03% 4 83,4% 14,59%
Sumber: hasil perhitungan, 2010 Berdasarkan tabel tersebut, presentase klorida yang terkandung dalam sampah paling besar
terjadi pada reaktor 4, yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 22500
ml/menit, adalah sebesar 83,4%.
Hasil ini menampakkan hal yang sama dengan penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit,
dimana reaktor 4 merupakan reaktor yang sampahnya mengandung konsentrasi klorida paling besar.
Hasil analisis pada kedua variasi debit ini menunjukkan bahwa sampah didalam reaktor 4 yang
disiram lindi dengan konsentrasi klorida sebesar 22500 mg/l memiliki kemampuan menyerap
klorida lebih rendah dibanding kedua reaktor lainya.
Secara umum, efek penyiraman lindi dengan debit yang lebih besar menyebabkan penyerapan
klorida oleh sampah semakin besar pula. kecuali pada reaktor 4 karena dipengaruhi oleh fakor
kejenuhan sampah terhadap konsentarsi klorida, sehingga kemampuan sampah untuk menyerap
klorida menurun.
Permanganat Value (PV) Pada Lindi dan Sampah
Permanganat Value Lindi dan Sampah Pada Penambahan Debit 15 ml/menit
Permanganate value pada lindi diukur untuk mengetahui besarnya bahan organik yang terdapat
dalam sampel. Analisa dilakukan pada sampel lindi yang diambil dari TPA benowo, sebelum
dilakukan variasi konsentrasi klorida dalam lindi. Hasil dari analisa pendahuluan yang dilakukan,
didapatkan nilai PV dalam lindi TPA Benowo sebesar 1621,7 mg/L.
Pada penambahan debit lindi sebesar 15 ml/menit, nilai PV yang berada pada lindi yang keluar
dari sampah akan berkurang secara bertahap dalam 4 minggu, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Grafik Nilai PV Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit
Bila dilihat dari grafik tersebut, nilai PV pada keempat reaktor mengalami penurunan selama 4
minggu. Namun yang paling menunjukkan penurunan yang signifikan adalah reaktor 1 dan 2 yang
memiliki nilai PV masing-masing 1027 mg/L dan 1106 mg/L pada minggu keempat. Sedangkan
reaktor 3 dan 4 mengalami penurunan PV yang lebih kecil dengan nilai masing-masing 1406,2
mg/L dan 1502 mg/L.
Analisa ini menunjukkan bahwa kandungan PV pada lindi terus menurun selama 4 minggu
dengan presentase penurunan pada reaktor 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 5,85%, 5,5%,
2,58%, dan 2,8%.
1 4 7 10 13 16 19 22
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
PV
lind
i oul
et (
mg/
L)
hari ke-
17
Pengukuran permanganat value pada sampah dilakukan 3 hari sekali. Sampel sampah yang
diambil ditambahkan air panas dan diletakkan di stirrer selama 1 jam. Selanjutnya, dilaukan analisa
menggunakan metode pengukuran PV seperti yang dilakukan pada lindi.
Berdasarkan analisa laboratorium yang dilakukan, PV dalam sampah ditiap-tiap reaktor
mengalami kenaikan secara terus menerus selama 4 minggu. Hasil tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8 sebagai berikut.
Gambar 8 Grafik Nilai PV Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit
Berdasarkan grafik tersebut, dapat diamati bahwa PV dalam sampah yang disiram lindi
mengalami kenaikan terus-menerus. Sedangkan pada reaktor 1, PV mengalami penurunan karena
adanya proses dekomposisi. Naiknya PV pada reaktor yang disiram lindi ini menunjukkan bahwa
mikroorganisme pengurai sampah terus berkurang seiring dengan naiknya konsentrasi klorida
dalam sampah akibat penyiraman lindi dengan konsentrasi klorida yang tinggi.
Hasil yang didapat dari analisis menunjukkan nilai PV pada sampah di reaktor 1 di minggu
keempat adalah 489,8 mg/L. sedangkan untuk reaktor dengan penyiraman lindi yaitu reaktor 2, 3,
dan 4 masing-masing memiliki nilai PV sebesar 333,8 mg/L, 4029 mg/L, dan 4281,8 mg/L.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa PV dalam sampah terus naik karena dimungkinkan
mikroorganisme tidak mampu mendegradasi sampah dalam kondisi salinitas tinggi. Presentase
1 4 7 10 13 16 19 22
100200300400500600700800
3000310032003300340035003600370038003900400041004200430044004500
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
PV
(m
g/L)
hari ke-
kenaikan rata-rata PV pada reaktor 1, 2, 3, dan 4 masing- masing sebesar 3,3 %, 4,9%, 7,9%, dan
11,2%.
Mass Balance
Perhitungan mass balance PV digunakan untuk mengetahui presentase bahan organik yang larut
dalam lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap
reaktor untuk penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit.
Tabel 5 Presentase PV pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah
1 55,08% 44,9% 2 75,08% 24,9% 3 74,12% 25,8% 4 74,04% 25,9%
Sumber: hasil perhitungan, 2010
Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai PV dalam sampah di reaktor 2 memiliki perbandingan
presentase paling besar daripada kedua reaktor lainnya yang mengalami penyiraman lindi. Namun,
selisih dari ketiganya tidak terlalu besar. Reaktor 2 merupakan reaktor yang disiram lindi dengan
konsentrasi klorida dalam lindi influen sebesar 200 mg/L. Sedangkan reaktor kontrol mengalami
penurunan nilai PV pada sampahnya hingga kandungan pada akhir penelitiannya mencapai 44,9%.
Hal ini terjadi karena proses degradasi pada reaktor kontrol berjalan cukup baik, sehingga nilai PV
yang tersisa sebesar 44,9%. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, semakin besar
konsentrasi klorida yang ditambahkan, semakin besar pula PV lindi yang dihasilkan dan
penyerapan PV oleh sampah semaki kecil. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang mulai mati
dalam kondisi salinitas tinggi, sehingga penyerapan PV oleh sampah semakin rendah.
Permanganat Value Lindi dan Sampah Pada Penambahan Debit 20 ml/menit
Nilai PV pada penambahan debit 20 ml/menit menghasilkan trend yang tidak jauh berbeda
dengan penambahan debit 15 ml/menit. Selengkapnya, dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.
19
Gambar 9 Grafik Nilai PV Pada Lindi Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Berdasarkan grafik tersebut, trend penurunan PV yang terjadi sama halnya dengan yang terjadi
pada penambahan lindi dengan debit 15 ml/menit. Hanya saja, nilainya lebih besar karena beban
klorida yang diberikan pada tahap ini lebih besar. Beban klorida meningkat seiring dengan
meningkatnya debit lindi penyiram.
Dari keempat reaktor dalam penelitian ini, semuanya menunjukkan penurunan nilai PV. Reaktor
kontrol pada penelitian ini menunjukkan penurunan pV sebesar 30,4 %. Sedangkan untuk ketiga
reaktor dengan penambahan lindi, presentase penurunan masing-masing 44%, 66%, dan 73%.
Trend kenaikan nilai PV di sampah pada penambahan debit sebesar 20 ml/menit ini terjadi cukup
signifikan. Nilai PV dalam sampah naik secara berkala sebagai akibat dari aktifitas penyerapan
bahan organik oleh sampah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai PV pada sampah dan
penurunan nilai PV yang terjadi pada lindi. Hasil selengkapnya, dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil analisis nilai PV yang dilakukan menghasilakn trens seperti grafik diatas. Peningkatan PV
yang terjadi secara terus-menerus selama 4 minggu masa penelitian. pada reaktor control, nilai PV
di akhir minggu keempat adalah sebesar 553 mg/L. sedangakan untuk ketiga reaktor lainnya yaitu
2,3, dan 4 beturut-turut memiliki nilai PV sebesar 4445,1 mg/L, 5372 mg/L, 5701,9 mg/L.
5 10 15 20 25800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2100
2200
2300
PV
(m
g/L)
hari ke-
Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)
Gambar 10 Grafik Nilai PV Pada Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi klorida yang
ditambahkan akan menghambat aktifitas bakteri dalam proses dekomposisi sampah. Hal ini terlihat
dengan masih besarnya nilai PV pada ketiga reaktor yang mengalami perlakuan penyiraman lindi.
Mass Balance
Perhitungan mass balance PV digunakan untuk mengetahui presentase bahan organik yang larut
dalam lindi dan tertahan oleh sampah. Berikut ini adalah perhitungan mass balance pada tiap
reaktor untuk penambahan lindi dengan debit 20 ml/menit.
Tabel 6 Presentase PV pada Sampah dan Lindi Reaktor Lindi Sampah
1 38,99% 41,64% 2 81,23% 18,76% 3 78,16% 21,83% 4 75,27% 24,72%
Sumber: hasil perhitungan, 2010
Berdasarkan tabel diatas, reaktor 2 yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi lindi
penyiram sebesar 200 mg/L lindinya memiliki presentase bahan organik lebih besar daripada kedua
reaktor lain yang mengalami penyiraman lindi. Penyerapan zat organik ini menyebabkan nilai PV
5 10 15 20 25500
4500
5000
5500
Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 mg/L) Reaktor 4 (22500 mg/L)
PV
(m
g/L)
hari ke-
21
pada lindi menjadi turun. Sedangkan reaktor kontrol menunjukkan nilai PV pada sampah hanya
tersisa 41,64%.
Hasil analisa nilai PV yang terkandung dalam sampah untuk penambahan debit lindi sebesar 20
ml/menit ini bila dibandingkan dengan debit 15 ml/menit, jauh lebih besar. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi klorida pada lindi penyiram, semakin besar pula nilai PV yang
terdapat dalam sampah. Hal ini dipengaruhi oleh ketahanan hidup mikroorganisme dalam
lingkungan dengan salinitas tinggi. Dalam kondisi salinitas tinggi, mikroorganisme dalam sampah
akan mati, sehingga bahan-bahan organic yang terkandung dalam sampah tidak dapat teruraikan,
yang menyebabkan tingginya nilai PV pada sampah.
Degradasi Sampah
Pengamatan penurunan sampah dilakukan setiap hari, untuk mengetahui proses degradasi
sampah di dalam reaktor. Hal ini dapat dilihat dari perubahan volume sampah didalam reaktor.
Perubahan volume terjadi karena adanya reaksi-reaksi kimia dan biologis yang terjadi dalam proses
degradasi sampah (Reinhart dan Townsend, 1998).
Pengamatan mengenai penurunan volume sampah di reaktor ini dapat dilihat di Gambar 11
(a) dan 11 (b) sebagai berikut.
(a) (b) Gambar 11 (a) Grafik Penurunan Volume Sampah Dengan Penambahan Debit 15 ml/menit Gambar 11 (b) Grafik Penurunan Volume Sampah Dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
5 10 15 20160000
165000
170000
175000
180000
185000
190000
195000
200000
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
Vol
umei
(cm
3)
hari ke-0 5 10 15 20 25
170000
175000
180000
185000
190000
195000
200000 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000mg/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
volu
me
sam
pah
(cm
3)
hari ke-
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat ketinggian sampah di dalam reaktor setelah 4
minggu. Reaktor 1, yang merupakan reaktor kontrol mengalami penurunan hingga 37000 cm3,
dimana memiliki volume awal sebesar 192700 cm3 dan volume akhir sebesar 163000 cm3.
Sedangkan reaktor 4 mengalami penurunan paling kecil yaitu 12600 cm3 dari volume awal 199200
cm3 dan volume akhir 187400 cm3 . Reaktor 2 dan 3 masing-masing mengalami penurunan setinggi
30600 cm dan 19600 cm3. Rata-rata penurunan sampah per hari akibat proses degradasi sampah
dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Sedangkan untuk debit 20 mL/menit, reaktor 1 menunjukkan penurunan sampah paling
tinggi dengan volume 174200 cm3 pada minggu keempat dari volume 199400 cm3. Hal ini berarti
reaktor 1 mengalami penurunan volume sampah setinggi 25800 cm3. Sedangkan tiga reaktor
lainnya, yaitu reaktor 2,3, dan 4 mengalami penurunan volume sampah beturut-turut sebesar 23000
cm3, 14700 cm3, dan 9200 cm3 selama 4 minggu. Reaktor 4 mengalami penurunan volume sampah
sebesar 9400 cm3 dengan volume awal 199400 cm3 menjadi 190600 cm3. Berdasarkan analisis
penurunan sampah tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi beban klorida, semakin kecil besar
penurunan sampah pada reaktor.
Pembentukan Gas
Proses dekomposisi secara anaerobik menghasilkan produk berupa lindi dan gas. Gas yang
disebut biogas, mengandung beberapa unsur gas, seperti Ammonia (NH3), karbondioksida (CO2),
hydrogen (H2), nitrogen (N2), metana (CH4), dan oksigen (O2). Dari semua gas-gas tersebut yang
mendominasi komposisi dari biogas adalah metan sebesar 45-60% dan karbondioksida sebesar 40-
60% (Tchoubanoglous et al, 1993). Produksi gas pada masing-masing reaktor dapat dilihat pada
Gambar 12 (a) dan 12 (b). Grafik 12 (a) menunjukkan produksi gas pada debit 15 mL/menit.
Produksi gas di reaktor 1 paling besar diantara ketiga reaktor lainnya, dengan produksi gas sebesar
23
60,6 ml. Sedangkan produksi gas untuk reaktor 2,3, dan 4 adalah sebesar 56,95 ml, 13,9 ml, dan 7
ml. Reaktor 4 merupakan reaktor dengan produksi gas paling kecil diantara 3 reaktor lainnya.
(a) (b) Gambar 12 (a) Grafik Pembentukan Gas Pada Sampah dengan Penambahan Debit 15 ml/menit Gambar 12 (b) Grafik Pembentukan Gas Pada Sampah dengan Penambahan Debit 20 ml/menit
Pembentukan gas pada debit 20 mL/menit, paling besar ditunjukkan pada reaktor kontrol
yang mencapai 59,4 ml. Sedangkan pembentukan gas yang paling kecil terdapat pada reaktor 4
sebesar 5,25 ml. Reaktor 2 dan 3 masing-masing memproduksi gas sebesar 42,7 ml dan 10,4 ml.
Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pada reaktor 2,3, dan 4 pembentukan gas
mulai berhenti sampai minggu keempat. Reaktor 2 tidak menghasilkan gas dimulai pada minggu
ketiga. Sedangkan reaktor 3 dan 4 mengalaminya dalam waktu yang lebih cepat yaitu pada minggu
pertama. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi klorida mengganggu dekomposisi sapah,
sehingga pembentukan gas terganggu. Bila dibandingkan dengan perhitungan produksi gas secara
teoritis, produksi gas pada reaktor kontrol hanya mencapai setangah dari nilai produksi teoritis
sebesar 102 mL..
Berdasarkan hasil analisis parameter yang telah dilakukan, reaktor yang mengalami
peyiraman lindi dengan debit 20 ml/menit memiliki efisiensi degradasi yang lebih kecil daripada
5 10 15 20
0
20
40
60
gas
(mL)
hari ke-
Reaktor 1 (kontrol) Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000 m/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
5 10 15 20 25
0
10
20
30
40
50
60 Reaktor 1 Reaktor 2 (200 mg/L) Reaktor 3 (2000mg/L) Reaktor 4 (22.500 mg/L)
prod
uksi
gas
(m
L)
hari ke-
penambahan debit 15 ml/menit. Selain itu, bahan organik pada reaktor dengan penambahan debit 20
ml/menit juga lebih besar daripada variasi debit 15 ml/menit.
Pengamatan Terhadap Mikroorganisme
Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data sekunder untuk mengetahui jumlah koloni
mikroorganisme yang terdapat pada masing-masing sampel sampah dari tiap-tiap reaktor.
perhitungan koloni ini dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan ITS. Metode yang dilakukan
ialah dengan pewarnaan dan pembiakkan di media agar. Hasil analisa mikroorganisme ini, dapat
dilihat pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 7 Jumlah Koloni Mikroorganisme Reaktor Pengenceran Jumlah Koloni
1 10-15 3 x 10-15
2 10-13 6 x 10-13
3 10-12 5 x 10-12
4 10-10 22 x 10-10
Sumber: hasil analisis, 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa pengenceran dilakukan berbeda-beda pada tiap sampel dari
keempat reaktor. Reaktor pertama, yang merupakan reaktor kontrol, mengalami pengenceran
paling besar. Sedangkan reaktor keempat, yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi
klorida sebesar 22.500 mg/L mengalami pengenceran paling kecil. Pengenceran besar dilakukan
untuk dapat menangkap penampakkan mikrorganisme. Hal ini dilakukan karena koloni yang terjadi
jumlahnya besar, sehingga bila dilakukan pengenceran yang kecil kerapatannya masih tinggi dan
menyebabkan sulitnya dilakukan pengamatan. Sedangkan pengenceran yang kecil dilakukan karena
pada kondisi tersebut koloni mikroorganisme sudah dapat terlihat karena kerapatannya yang rendah
akibat dari sedikitnya jumlah koloni yang ada dalam sampel.
Berdasarkan data sekunder tersebut, dapat diketahui bahwa reaktor 4 memiliki jumlah koloni
mikroorganisme paling sedikit dibandingkan dengan ketiga reaktor lainnya. Hasil analisa
menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroorganisme berkurang seiring dengan naiknya konsentrasi
25
klorida. Hal ini menunjukkan, klorida yang tinggi menyebabkan mikroorganisme tidak dapat
berkembang dengan baik karena adanya plasmolisis pada dinding sel. Gangguan perkembangan
mikroorganisme ini akan mengganggu proses dekomposisi, sehingga menyebabkan proses
penurunan sampah terhambat. Berikut ini adalah gambar-gambar hasil analisis jumlah koloni
mikroorganisme dengan perbesaran 1000x, yang membuktikan bahwa klorida berefek negatif pada
tumbuhnya mikroorganisme dalam sampah.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1 (a) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor Kontrol Gambar 1 (b) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 2 yang Mengalami Penambahan Lindi
Dengan Konsentrasi Klorida 200 mg/L Gambar 1 (c) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 3 yang Mengalami Penambahan Lindi
Dengan Konsentrasi Klorida 2000 mg/L Gambar 1 (d) Koloni Mikroorganisme Pada Reaktor 4 yang Mengalami Penambahan Lindi
Dengan Konsentrasi Klorida 22500 mg/L
Berdasarkan keempat gambar tersebut, dapat dibandingkan kondisi koloni mikroorganisme
pada tiap sampel. Mikrorganisme terdeteksi yang lebih dominan merupakan jenis gram negatif.
Sampel yang diambil dari reaktor kontrol memiliki rantai koloni yang panjang. Penampakan koloni
ini menurun, seiring dengan peningkatan konsentrasi klorida pada sampel. Hal ini dapat diamati
pada sampel yang diambil pada reaktor 2, dimana jumlah koloni lebih sedikit dan rantainya terlihat
putus-putus. Begitu pula yang terjadi pada sampel yang diambil dari reaktor 3 dan 4, dimana pada
kedua reaktor ini jumlah koloni mikroorganisme sangat kecil.
Hasil analisa tersebut membuktikan, konsentrasi klorida yang tinggi pada sampah memberi
pengaruh terhadap mikroorganisme yang bertugas mendegradasi sampah. Rantai koloni
mikroorganisme semakin pendek seiring dengan bertambahnya konsentrasi klorida.
KESIMPULAN
Salinitas berpengaruh terhadap proses degradasi pada sampah yang terlihat dari semakin tinggi
konsentrasi klorida dalam sampah, maka proses degradasi akan berjalan semakin lambat. Proses
degradasi paling lambat terjadi pada reaktor yang mengalami penyiraman lindi dengan konsentrasi
paling besar dan debit paling besar yaitu sebesar 9400 cm3. Penurunan volume yang kecil diikuti
dengan meningkatnya nilai PV pada sampah yang mengalami kenaikan sebesar 8,4% pada reaktor
yang sama. Kedua variabel tersebut mempengaruhi produksi gas yang dihasilkan dari proses
degradasi sampah, yang dalam hal ini hanya sebesar 5,25 mL, sedangkan perhitungan teoritis
menunjukkan produksi gas seharusnya adalah sebesar 102 mL. Ditinjau dari korelasinya,
konsentrasi klorida berhubungan erat dengan semua parameter yang diukur. Hubungan tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi klorida maka kualitas dari tiap-tiap parameter akan semakin
buruk.
27
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Natalina P. 2006. Studi Pengaruh Resirkulasi Lindi Terhadap Produksi Gas Pada Anaerobic
Bioreactor Landfill. Teknik Lingkungan. Institut Sepuluh Nopember, Surabaya
Alkaabi S., Paul J. Van Geel, Mostafa A. Warith. 2007. Effect of Saline Water and Sludge
Addition on Biodegradation of Municipal Solid Waste in Bioreactor Landfills. Waste
Management Research 2009; 27; 29. http://wmr.sagepub.com
Amaru K.,2005. Metana Sebagai Hasil dari Dekomposisi Bahan Organik di TPA dan Lindi Sebagai
Sumber Pencemar Air Tanah. http://kharistya.wordpress.com/category/environmental
Borglin, Hazen, Oldenburg, Zawilanski. 2004. Comparison of Aerobic and Anaerobic
Biotreatment of Municipal Solid Waste. Environmental Treatment System Inc. California
Gholamifard S., Robert Eymard, Christian Daquennoi. 2008. Modeling Anaerobic Bioreactor
Landfills in Methanogenic Phase: Long Term and Short Term Behaviors. Elsevier Water
Research Vol. 42
Hesti, Serafin E., 2006. Studi Pengaruh Penambahan Aerasi dan Resirkulasi Lindi Pada
Bioreaktor Landfill. Teknik Lingkungan. Institut Sepuluh Nopember, Surabaya
Hong, Chon Choi, Shek-Kiu Chan, Hojae Shim. 2008. Effect of Chloride on Biological Nutrient
Removal From Wastewater. Journal of Applied Science in Environmental Sanitation
Spillman. 2001. Landfill Gas. Hotsetter Umweltechnik. Switzerland
Tchobanoglous, G., Theissen, H., Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management. McGraw-
Hill International Edition. Singapore : McGraw-Hill, Inc.