supel - kedalaman bilik anterior selama hemodialisis

Upload: vithaatetaa

Post on 07-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FISIOLOGI

TRANSCRIPT

KEDALAMAN BILIK ANTERIOR SELAMA HEMODIALISISLatar Belakang:Perburukan glaukoma kronik atau glaukoma akut kadang-kadang terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) karena kedalaman bilik anterior berubah selama terapi ini.

Tujuan:Untuk mengevaluasi kedalaman dan panjang aksial bilik anterior pada pasien selama sesi HD.Metode:Total 67 mata dari 35 pasien terdaftar secara prospektif. Panjang aksial dan kedalaman bilik anterior diukur menggunakan biometrik ultrasonik, dan pengukuran ini dievaluasi pada 3 waktu berbeda selama sesi HD. Berat badan dan tekanan darah pre- dan post-HD juga diukur.

Hasil:Tidak ada perbedaan panjang aksial antara 3 pengukuran (P = 0,241). Kami menemukan penurunan kedalaman bilik anterior secara signifikan (P = 0,002) selama sesi HD.Kesimpulan:Hasil kami mendukung ide bahwa ada perubahan kedalaman bilik anterior pada sesi HD.

PENDAHULUAN

Glaukoma biasanya terjadi pada pasien penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) dan menjalani hemodialisis (HD). Diabetes melitus dan usia merupakan faktor mayor pada populasi ini.

Perburukan glaukoma kronik atau glaukoma akut selama sesi HD kadang-kadang ditemukan. Glaukoma sudut tertutup primer merupakan kombinasi dari faktor anatomi segmen anterior dan keadaan fisiologi yang buruk. Sekarang ini, penyakit itu diartikan sebagai suatu sumbatan sudut terkait kerusakan/disfungsi trabecular meshwork (secara khas adanya peningkatan tekanan intraokular (TIO) atau adanya sinekia anterior perifer) dan tanda struktural dan/atau fungsional dari neuropati optik glaukomatous. Meskipun jarang daripada bentuk kronik, bentuk sudut tertutup subakut dan akut dapat menjadi gejala pertama. Faktor resiko yang dilaporkan terkait anatomi untuk glaukoma sudut tertutup primer adalah panjang aksial, kedangkala bilik anterior, diameter kornea yang kecil, kurvatura curam dan tebal, lensa secara relatif ada di anterior.

Salah satu gambaran biometrik penting untuk sudut tertutup adalah kedangkalan bilik anterior. Kedalaman bilik anterior bergantung pada posisi permukaan lensa anterior dan ditentukan oleh ketebalan dan posisi lensa di dalam mata. Seiring penuaan, lensa biasanya bertumbuh, dengan peningkatan jumlah serat lensa, menghasilkan peningkatan ketebalan lensa dan kurvatura anterior, sehingga bilik anterior menjadi lebih dangkal akibat adanya peningkatan ketebalan lensa anterior. Pada pasien glaukoma, dengan sudut yang sempit, atau mata dengan gangguan aliran akuous, kemungkinan peningkatan TIO akut selama HD dapat lebih sering daripada mata yang normal.

Diskusi tentang apakah HD merangsang perubahan TIO pada mata non-glaukoma telah ada sejak dekade ke-6 abad terakhir, dan perubahan ini telah buktikan berbahaya bagi pasien-pasien glaukoma yang menjalani terapi HD.

Tercatat di Unit Emergensi Oftalmologi Universitas Pemerintah Sao Paolo bahwa beberapa kasus glaukoma sudut tertutup akut terjadi setelah terapi HD. Fakta ini mengakibatkan perlunya observasi oftalmologik pada pasien-pasien yang menjalani terapi HD. Dalam penelitian ini, kami memiliki tujuan mencari perubahan panjang aksial dan kedalaman bilik anterior pada pasien-pasien selama terapi HD.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian cross-sectional ini taat pada prinsip dari Deklarasi Helsinki dan diakui oleh Institutional Review Board Universitas Pemerintah Sao Paolo. Selain itu, surat persetujuan tertulis diperoleh seluruh partisipan.Pasien

Kami secara prospektif mendaftarkan 67 mata dari 35 pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang diobati dengan terapi HD di RS Ginjal dan Hipertensi Universitas Pemerintah Sao Paolo, Brazil. Pasien HD menjalani terapi dialisis selama kurang lebih 3 bulan dan didialisis 3 kali per minggu selama 3-5 jam per sesi. Semua pasien memiliki fistel arteriovenosus dan menggunakan polysulfone hollow-fiber dialyzer, dan dialisat bikarbonat digunakan untuk semua pasien pada sesi dialisis. Metodologi yang sama digunakan dalam penelitian kami yang terdahulu.

Kriteria eksklusi mencakup iridotomi, diagnosis glaukoma atau penyakit oftamologi lain yang dapat menggangu parameter terevaluasi (miopia dan hiperopia tidak dieksklusikan), dan pasien dengan tes serologi positif untuk HIV, virus hepatitis B, atau virus hepatitis C. Pemeriksaan oftalmologi lengkap dilakukan. Semua pasien menjalani pengukuran ketajaman penglihatan dengan Snellen chart, pemeriksaan biomikroskopik menggunakan slit lamp, funduskopi, dan pengukuran TIO.

TIO diukur menggunakan Tono-Pen, suatu alat applanation elektronik portabel. Panjang aksial dan kedalaman bilik anterior diukur menggunakan biometri ultrasound dengan sistem infrared. Permukaan okular dianestesi dengan obat tetes mata yang mengandung 5 mg proksimetakain hidroklorida. Mata harus tetap pada posisi primer fokus pada titik yang berlawanan dengan pasien dan sebaris dengan pemeriksaan ultrasound supaya memperoleh tampilan kornea, lensa, dan retina. Sepuluh pengukuran diambil dari masing-masing mata, dan ketajaman dari setiap ekogram dan deviasi standarnya diukur. Ekogram yang tidak tepat dieksklusikan, dengan standar deviasi maksimum sebesar 0,10 mm.

TIO, panjang aksial, dan kedalaman bilik anterior diukur pada 3 waktu berbeda selama sesi HD: saat mulai HD, 2 jam setelah mulai HD, dan 4 jam setelah mulai HD. Tekanan arteri sistolik, tekanan arteri diastolik, dan berat badan juga diukur sebelum dan sesudah HD.Analisis Statistik

Variabel-variabel selanjutnya dinyatakan sebagai rata-rata standar deviasi (SD) atau sebagai suatu persentasi. Perbandingan antara tekanan arteri sistolik pada 3 waktu selama sesi HD dievaluasi menggunakan selisih analisis pengukuran berulang. Gambaran TIO dan biometrik pada 3 waktu dianalisis menggunakan generalized estimating equation models untuk memberi penjelasan ketergatungan antar mata dari pasien yang sama. SPSS versi 17 digunakan untuk analisis statistik. Semua probabilitas (nilai P) dipertimbangkan untuk menjadi signifikan secara statistik jika kurang dari 0,05.HASIL

Total 67 mata dari 35 pasien diteliti. Rata-rata usia pasien dalam penelitian ini adalah 49 17 tahun (65,7% pria dan 34,3% wanita). Penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir adalah glomerulonefritis, diabetes melitus, dan hipertensi (Tabel 1), rata-rata berat badan tercantum dalam Tabel 2 dan rata-rata tekanan arteri tercantum dalam Tabel 3. Rata-rata durasi terapi HD adalah 63 62 bulan (kisaran 1-288 bulan).

Signifikansi variasi kedalaman bilik anterior (3.16 0.06, P = 0.002) ditemukan, tetapi tidak menunjukkan signifikansi variasi panjang aksial (23.51 0.19, P = 0.241) selama proses HD (Gambar 1 dan 2, berturut-turut). Juga, selama HD, TIO tidak berubah secara signifikan (15.26 0.57, P = 0.93) (Gambar 3).Tabel 1. Etiologi penyakit ginjal stadium akhir (ESRD)

EtiologiJumlah partisipan

Glomerulonefritis kronik

Nefritis interstitial kronik

Diabetes Melitus

Hipertensi

Tidak diketahui13 (37%)

8 (23%)

8 (23%)

3 (8%)

3 (8%)

Tabel 2. Rata-rata berat badan selama HD

Tahap hemodialisisRata-rata BB (kg) (P