surimi_catarina vidya paramitha_13.70.0145_kloter c_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Surimi dapat diartikan sebagai produk semi processed protein ikan yang bisa digunakan untuk pembuatan produk makanan seperti sosis, bakso, nugget.TRANSCRIPT
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Catarina Vidya Paramitha
NIM : 13.70.0145
Kelompok C2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,
timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,
plastik bening, dan milimeter blok.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,
polifosfat, dan es batu.
2.1. Metode
1
Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
2
Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.
Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.
Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.
Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%
(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).
3
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan menggunakan presser.
4
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luas atas−Luasbawah
mg H2O= Luas area basah−8,00,0948
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Kel. Perlakuan Hardness WHC SensorisKekenyalan Aroma
C1 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% 137,22 gF 293598,53 +++ +++
C2 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 132,55 gF 267004,22 + +
C3 sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 214,65 gF 311814,35 ++ +
C4 sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 126,59 gF 277084,60 ++ ++
C5 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 159,03 gF 254345,99 + +++
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai hardness dan WHC berbanding lurus.
Apabila nilai hardness yang dihasilkan besar maka nilai WHC juga akan besar, begitu
pula sebaliknya. Hasil yang menyimpang didapatkan pada kelompok C3, dengan nilai
hardness yang paling tinggi yaitu 214,65 gF diikuti dengan nilai WHC paling tinggi
yaitu 3111814,35. Kualitas sensori yang didapatkan pada tiap kelompok beragam dan
berbeda-beda tiap kelompok.
5
3. PEMBAHASAN
Ikan adalah sumber bahan pangan yang memiliki nilai mutu tinggi karena kandungan
protein di dalamnya yang dibutuhkan oleh manusia. Namun kekurangan dari ikan
adalah bahan yang mudah busuk atau rusak (high perishable food). Bakteri akan
menguraikan ikan secara cepat bila ikan sudah mati, dan harus cepat diolah supaya tidak
menyebabkan kebusukan atau kerusakan. Untuk mengatasi permasalahan karena
cepatnya ikan mengalami kerusakan, maka perlunya suatu cara pengawetan dan
pengolahan. Salah satunya caranya adalah dengan membuat produk olahan ikan menjadi
produk setengah jadi, yang disebut surimi (Liptan, 2000).
Surimi dapat diartikan sebagai produk semi processed protein ikan yang bisa digunakan
untuk pembuatan produk makanan seperti sosis, bakso, nugget (Miyauchi, 1970).
Surimi adalah hasil konsentrat protein myofibral dari daging ikan dan sudah dalam
bentuk setengah jadi. Sifat dari surimi adalah mampu membentuk gel yang elastis dan
kuat dengan perlakuan panas. Sifat lain dari surimi adalah sebagai bahan pengikat dan
bahan pengemulsi (Ramirez et al., 2002). Pada surimi beku ada dua jenis sebagai
pembedanya, yaitu surimi mu-en (surimi tanpa penambahan garam) dan surimi ka-en
(surimi yang ditambahkan garam). Ada juga surimi na-na, yaitu surimi yang masih
mentah yang tidak dibekukan (Suzuki, 1981). Ikan-ikan yang dapat dijadikan produk
surimi adalah ikan yang mempunyai daging putih, tidak mempunyai bau lumpur dan
tidak begitu amis. Produk surimi dapat dikatakan berkualitas baik apabila memiliki
kemampuan pembentukan gel yang maksimal (Peranginangin et al., 1999).
Dalam jurnal Nopianti et al. (2011) juga dijelaskan ikan yang digunakan dalam produk
surimi janganlah spesies ikan yang mempunyai daging ikan gelap, karena mengandung
lemak dan mioglobin yang tinggi. Kandungan lemak dan mioglobin yang tinggi ini akan
berdampak pada produk akhir. Pada ikan yang mempunyai daging yang gelap
kemampuan untuk pembentukan gel akan menurun seiring dengan penyimpanan.
Biasanya untuk mengatasi masalah tersebut, ditambahkan alkaline untuk menaikkan pH
dan efisiensi perpindahan protein sarkoplasma, lipid dan pigmen.
6
7
Kualitas dari surimi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis ikan yang
digunakan, proses pencucian, proses adanya penambahan BTP (bahan tambahan
pangan), dan metode pembekuan yang diberikan. Faktor biologis pada ikan juga akan
mempengaruhi produk surimi yang dihasilkan, seperti fase bertelur, musim dan ukuran
dari ikan (Mitchell, 1985). Saat ikan yang ditangkap pada fase bertelur, musim panas
dan mempunyai ukuran yang kecil akan menyebabkan mudahnya mengalami denaturasi
protein dibanding ikan yang ditangkap saat fase tidak bertelur, musim semi dan
ukurannya besar (Suzuki, 1981). Proses pembersihan dan pencucian dilakukan secara
berulang-ulang. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan komponen bau, lemak, darah
dan pigmen dan setelah itu dikondisikan pada suhu -10ºC sampai -20ºC (Andini, 2006).
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum surimi adalah ikan bawal difillet, diambil
daging putihnya saja sebanyak 100 gram dan dipisahkan bagian kepala, sirip, ekor,
sisik, isi perut dan kulit. Selanjutnya daging ikan digiling sampai halus, dan saat
penggilingan bisa ditambahkan es batu untuk menjaga agar suhu tetap rendah.
Kemudian daging ikan yang sudah halus dicuci dengan air es sebanyak tiga kali dan
disaring menggunakan kertas saring. Lalu dilakukan perlakuan yang berbeda-beda antar
kelompok. Kelompok 1 & 2 ditambahkan sukrosa 2,5%; kelompok 3,4,5 ditambakan
sukrosa 5%. Lalu ditambah garam sebanyak 2,5% untuk semua kelompok. Selanjutnya
ditambahkan polifosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok 1; 0,3% untuk kelompok 2 dan
3; 0,5% untuk kelompok 4 dan 5. Setelah itu dimasukkan ke dalam wadah dan
dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Hari selanjutnya surimi yang sudah beku
dithawing pada refrigerator dan diukur hardness, WHC serta kualitas sensorinya yang
meliputi kekenyalan dan aroma.
Pengukuran WHC dapat dihitung menggunakan rumus :
Luas Atas(La)=13
a(h0+4 h1+2h2+4h3+….+hn)
Luas Bawah(Lb)=13
a(h0+4h1+2 h2+4 h3+….+hn)
Luas AreaBasah=La−Lb
Mg H 2 O= luasarea basah−8,00,0948
8
Pada awal dilakukan pemisahan antara fillet daging dan bagian kepala, sirip, ekor, sisik,
isi perut dan kulit. Hal ini disebabkan kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan kulit karena
pada bagian-bagian tersebut mengandung banyak lemak dan enzim protease, dan
merupakan sumber bakteri yang dapat menurunkan mutu ikan. Apabila mutu ikan turun
maka akan berdampak pada pembentukan gel surimi yang akan mengalami penurunan
juga (Dahar, 2003). Suzuki (1981) juga menambahkan isi perut pada ikan akan
mempengaruhi penampakan produk dan akan membuat warna surimi dan produk olahan
dari surimi akan menjadi lebih gelap. Nopianti et al. (2011) juga menambahkan
treatment pencucian merupakan kunci dari produk akhir surimi. Pencucian tidak hanya
untuk menghilangkan lemak dan material-material undesirable (seperti darah, pigmen)
namun untuk menaikkan konsentrasi pada protein miofibril yang akan berdampak pada
pembentukan gel pada surimi.
Proses penggilingan ikan dilakukan dengan ditambahkan es batu. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya denaturasi protein karena panas yang dihasilkan akibat
penggilingan. Pembersihan dengan es batu dan penyaringan memiliki dilakukan untuk
meningkatkan kekuatan gel surimi dan juga untuk menghilangkan kandungan lemak dan
protein yang tidak dibutuhkan. Selain itu untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme,
khususnya mikroorganisme proteolitik seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.
(Peppler dan Perlman, 1979).
Selanjutnya adalah proses penambahan bahan tambahan pangan. Tujuan dari
penambahan ini adalah untuk menjaga produk surimi supaya tidak mengalami
kerusakan. Bahan-bahan yang ditambahkan diantaranya adalah sukrosa, garam.
Konsentrasi garam yang ditambahkan adalah 2,5%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Shimizu & Toyohara (1992) yaitu konsentrasi garam yang digunakan dalam pembuatan
produk surimi adalah 2-3%. Lan et al. (2005) juga menambahkan bahwa proses
pembentukan pada gel protein sarkoplasma dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu
proses pencucian dan penambahan garam. Beberapa fungsi penambahan garam dalam
produk surimi ini adalah untuk menambah cita rasa asin, dapat memperpanjang umur
simpan produk surimi karena adanya air yang keluar, serta untuk menghilangkan darah,
lendir dan kotoran-kotoran lain dari daging (Wibowo, 2004). Lalu ditambahkan
9
polifosfat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan gel sehingga tidak terjadi
proses denaturasi protein (Miyauchi, 1970). Kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan
dibekukan di dalam freezer selama 24 jam. Proses pembekuan ini memiliki tujuan untuk
mempertahankan mutu dari produk surimi agar tidak mudah busuk atau kualitasnya
menurun (Lee, 1984). Proses selanjutnya adalah di thawing dan diukur WHC.
2.1. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Sukrosa dan Garam terhadap Nilai WHC
Pada praktikum dilakukan pemberian tingkat konsentrasi sukrosa yang berbeda tiap
kelompoknya, yaitu 2,5% (kelompok 1 dan 2), 5% (kelompok 3, 4 dan 5) dan garam
yang digunakan adalah konsentrasi 2,5% untuk semua kelompok. Sukrosa merupakan
jenis bahan cryoprotectant. Cryoprotectant sendiri memiliki fungsi untuk menghambat
proses denaturasi protein selama proses pembekuan dan penyimpanan beku. Hal ini
dikarenakan cryoprotectant mampu menginaktivasi kondensasi, yaitu caranya mengikat
molekul air oleh ikatan hidrogen. Dalam hal ini sukrosa memiliki peran untuk
meningkatkan kemampuan air sebagai pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul
air dari protein dan menstabilkan protein (Zhou et al., 2006). Wiguna (2005) juga
menambahkan apabila konsentrasi cryoprotectant yang digunakan (sukrosa) semakin
besar maka kemampuan untuk mengikat air (water holding capacity) pada produk
surimi akan mengalami peningkatan pula. Dari hasil yang sudah didapatkan, kelompok
C3 dengan konsnetrasi sukrosa 5% memiliki nilai yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok lain. Perbedaan dari kelompok yang juga menggunakan sukrosa 5%
sangatlah berbeda jauh. Hal-hal yang bisa menjadi penyebabnya adalah pengepresan
yang dilakukan kekuatannya tidak seragam pada masing-masing kelompok.
Kemungkinan yang lain adalah pengukuran yang menggunakan milimeter block yang
kurang akurat.
Menurut jurnal Nopianti et al. (2011) menyatakan bahwa hal yang terpenting dalam
karakteristik produk berbasis surimi adalah gel. Kekuatan gel akan menurun seiring
dengan lamanya penyimpanana pada suhu rendah. Oleh karena itu masalah tersebut,
produk surimi perlu ditambahkan cryoprotectant. Yang bisa ditambahkan sebagai
cyoprotectant misalnya adalah gula dan gula alkohol. Cyoprotectant dapat berfungsi
10
sebagai untuk mempertahankan protein miofibril selama penyimpanan suhu rendah
yang cukup lama. Namun kelemahan dari penambahan cyoprotetcant adalah dapat
menembahan tingkat kemanisan yang akan terkandung di dalam produk surimi. Hal ini
juga didukung dalam jurnal Dey & Dora (2011) yang menyatakan bahwa cyoprotectant
akan meminimalkan efek negatif selama penyimpanan suhu rendah dalam fisiokimia,
biokimia dan parameter dalam sensori.
Garam yang ditambabahkan pada praktikum ini juga memiliki fungsi yaitu mampu
menurunkan jumlah air pada adonan daging giling dari surimi serta dapat memacu
pembentukan gel sehingga menyebabkan elastis dan fleksibel. Menurut Shimizu et al.
(1994) penambahan garam pada pembuatan surimi adalah 2-3% garam. Pada
konsentrasi tersebut protein miofibril dapat larut, dan menyebabkan adonan surimi
menjadi elastis dan fleksibel.
2.2. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Polifsofat pada Kualitas Sensori Surimi
Polifosfat ditambahkan pada pembuatan surimi memiliki tujuan meningkatkan sifat
elastisitas dan kelembutan surimi. Polifosfat bukanlah golongan dalam senyawa
cryoprotectant, namun dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity) oleh
karena itu sering ditambahkan pada proses pembuatan surimi (Tan et al., 1988).
Banyaknya polifosfat yang ditambahkan juga akan mempengaruhi tekstur surimi dan
menjadi lebih lembut dan lebih kenyal (Toyoda et al., 1992).
Hasil yang didapatkan sebenarnya sudah sesuai dengan teori yang ada, namun pada
kelompok C3 memiliki nilai perbedaan yang cukup jauh dengan kelompok lain. Hal ini
bisa saja disebabkan oleh pengukuran pada milimeter block kurang sesuai atau tidak
tepat. Penyebab lainnya adalah kekuatan pengepresan yang berbeda-beda pada tiap
kelompok, sehingga menghasilkan bentuk yang berbeda-beda pula antar kelompok.
2.3. Penilaian Sensoris
Pada pengujian sesnsoris, digunakan 2 parameter yaitu kekenyalan dan aroma.
Parameter tingkat kekenyalan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat kekuatan gel
dan elastisitas gel yang dihasilkan. Selain itu elastisitas sangat dipengaruhi oleh
11
banyaknya air serta pengulangan yang dilakukan saat tahap pencucian, jumlah
banyaknya gula dan garam yang ditambahkan dan proses pembekuan yang diberikan
(Benjakul et al., 2004). Dalam parameter aroma, didapatkan hasil yang berbeda-beda
dari tiap kelompok. Perbedaan dari hasil ini bisa disebabkan tiap kelompok saat
melakukan proses pencucian menggunakan air dalam jumlah yang berbeda, sehingga
tidak dapat menghilangkan aroma yang tidak optimal. Penyebab lainnya bisa
dikarenakan panelis yang kurang terlalu ahli saat melakukan uji sensori, karena setiap
persepsi orang berbeda-beda. Jurnal penelitian Ali & Elisabeth (2009) juga
menambahkan bahwa parameter reologi juga merupakan parameter yang penting dalam
penerimaan konsumen terhadap produk surimi.
2.4. Jurnal
Hamzah et al. (2015) menyatakan bahwa hal yang penting dalam pembuatan surimi
adalah proses pencucian. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi
pengulasana pencucian dengan penambahan garam, maka akan menaikkan kekuatan
dalam pembentukan gel pada surimi. Hal ini dikarenakan pencucian dapat menurunkan
kandungan protein sarkoplasma dan menaikkan protein garam yang terlarut. Jurnal
tersebut juga menyatakan pencucian setelah empat kali akan menurunkan kekuatan gel.
Jurnal Ali & Habib (2013) menyatakan produk surimi bisa ditambahkan dengan kitosan.
Penambahan kitosan bertujuan untuk menaikkan kekuatan gel pada produk. Selain itu
juga bisa mempengaruhi tekstur yang dihasilkan pada produk akhir. Kitosan
ditambahkan akan menaikkan viskositas, WHC, kekuatan gel dan membuat lebih putih
pada surimi.
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk semi processed protein ikan bisa dimanfaatkan untuk
pembuatan produk makanan selanjutnya.
Produk surimi yang berkualitas baik jika memiliki kemampuan pembentukan gel yang
maksimal.
Lebih baik menggunakan ikan berdaging putih dibanding daging hitam untuk pembuatan
surimi.
Proses pencucian daging meurpakan proses kunci dalam pembuatan surimi.
Jenis cryoprotectant ada sukrosa, sorbitol, maltodekstrin.
Cryoprotectant berfungsi untuk mempertahankan protein miofibril selama penyimpanan
suhu rendah yang cukup lama.
Sukrosa digunakan untuk meningkatkan kemampuan air sebagai pengikat, mencegah
pertukaran molekul-molekul air dari protein dan menstabilkan protein.
Polifosfat digunakan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding capacity).
Polifosfat mempengaruhi tekstur surimi dan menjadi lebih lembut dan lebih kenyal
Garam memiliki fungsi untuk pembentukan gel pada surimi.
Faktor-faktor yang menentukan kualitas surimi adalah jenis ikan yang digunakan, proses
pencucian, penambahan BTP (bahan tambahan pangan), dan metode pembekuan yang
diberikan.
Semarang, 8 Oktober 2015
Praktikan Asisten dosen
Catarina Vidya Paramitha Yusdhika Bayu S.
13.70.0145
12
5. DAFTAR PUSTAKA
Ali, J. And Elisabeth, M. G. (2009). Rheological Characteristic and Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel. Food Biophysics.
Ali, J. And Habib, A. H. (2013). The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi. Food Processing & Technology. Iran
Amin, A. M. Hamzah, N. And Sarbon, N. M. (2015). Physical Properties of Cobia (Rachycentrom canadum) Surimi : Effect of Washing Cycle at Different Salt Concentrations. Journal Food Science Technology. India.
Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.
Dey, S. S. and Dora, K. C. (2011). Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on croaker (Johnius gangeticus) Surimi during Frozen Storage. Journal Food Science Technology. India.
Lan,H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.
Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal Food Techonology 38 (11) :69-80
Liptan (Lembar informasi pertanian). (2000). Pengolahan Ikan Nila Merah. LPTP Puntikayu Sumatera Selatan.
Mitchell C. 1985. Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20.
Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.
Nopianti, R. Nurul, H. and Noryanti, I. (2011). A Review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology.
Peppler, H.J.; D. Perlman. (1979). Microbial Technology: Fermentation Technology. Academic Press. New York.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999.Teknologi PengolahanSurimi.Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.
13
14
Ramirez JA, Garcia-Carreno FL, Morales OG, Sanchez A. 2002. Inhibition of modori-associated proteinases by legume seed extract in surimi production. Journal Food Science 67(2):578-581.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publishers Ltd.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.
Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luas atas−Luasbawah
mg H2O= Luas area basah−8,00,0948
Kelompok C1
Luas atas=13
∙37 (82+4 ∙ 181+2 ∙ 201+4 ∙ 194+143 )=35350,11
Luas bawah=13
∙ 37 (82+4 ∙37+2∙30+4 ∙44+143 )=7508,97
Luas area basah=35350,11−7508,97=27841,14
mg H2O=27841,14−8,00,0948
=293598,53
Kelompok C2
Luas atas=13
∙45 (119+4 ∙200+2 ∙208+4 ∙ 201+95 )=33510
Luas bawah=13
∙ 45 (119+4 ∙33+2 ∙26+4 ∙ 37+95 )=8190
Luas area basah=33510−8190=25320
mg H2O=25320−8,00,0948
=267004,22
Kelompok C3
Luas atas=13
∙48 (122+4 ∙ 218+2∙230+4 ∙ 207+120 )=38432
15
16
Luas bawah=13
∙ 48 (122+4 ∙34+2∙20+4 ∙34+120 )=8864
Luas area basah=38432−8864=29568
mg H2O=29568−8,00,0948
=311814,35
Kelompok C4
Luas atas=13
∙46 (90+4 ∙184+2∙201+4 ∙190+120 )=32315,64
Luas bawah=13
∙ 46 (90+4 ∙19+2 ∙8+4 ∙23+120 )=6040,02
Luas area basah=32315,64−6040,02=26275,62
mg H2O=26275,62−8,00,0948
=277084,60
Kelompok C5
Luas atas=13
∙45 (120+4 ∙ 198+2 ∙222+4 ∙217+112)=35040
Luas bawah=13
∙ 45 (120+4 ∙50+2∙44+4 ∙52+112)=10920
Luas area basah=35040−10920=24120
mg H2O=24120,00−8,00,0948
=254345,99
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal