survei landas kontinen indonesia menggunakan teknologi survei seismik
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
1/10
1
TEKNOLOGI SURVEI SEISMIK UNTUK PENENTUAN
LANDAS KONTINEN DI PERAIRAN BARAT LAUT ACEH
Oleh :
Teguh Fayakun Alif, ST1, Dr-Ing.Khafid
1,Afif Widaryanto,ST
2
1Staf Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK)BAKOSURTANAL
2Staf UPT Baruna Jaya - BPPT
Email : [email protected] , [email protected]
Abstrak
Berdasarkan ketentuan oleh United Nation Convention on the Of the Sea (UNCLOS) tahun
1982, Negara Indonesia sebagai negara Kepulauan mempunyai kesempatan untuk menarik batas
terluar Landas Kontinen di luar garis 200 mil laut dari garis pangkal. Untuk dapat mengklaim
wilayah di luar garis 200 mil laut ini diperlukan informasi berupa data ketebalan sedimen yang
didapat dari intrepretasi profil sedimen yang didapat melalui survey seismik multichannel.
Sesuai dengan prosedural yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia wajib menyerahkan data
ketebalan sedimen pada saat melakukan submisi kepada the Commisison on the limits of
Continen Shelf (CLCS).
Maka dalam paper ini akan menjelaskan tentang survei seismik dengan menggunakan wahana,
kapal Baruna Jaya II yang tujuannya mendapatkan profil seismik untuk mengukur ketebalan
sedimen dalam rangka klaim landas kontinen indonesia. Sebagai studi kasus penerapan
teknologi survei sesimik ini telah dilakukan di Perairan Barat Laut Aceh.
Kata kunci : Landas kontinen, survei seismik multichannel, data ketebalan sedimen, profilseismik
1. Pendahuluan
Sebagai negara kepulauan, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi Hukum
Laut Internasional, UNCLOS (United Nations Covention on the Law of the Sea) sejak
diterbitkannya Undang-undang no. 17 tahun 1985. Dengan diakuinya Indonesia sebagai
negara kepulauan yang utuh sesuai pada Bab IV UNCLOS 1982, tentang Prinsip-prinsip
dan ketentuan Hukum Internasional yang melandasi suatu negara kepulauan dipandang
sebagai sesuatu kesatuan wilayah negara yang utuh. Konvensi Hukum Laut
International (UNCLOS) 1982 memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk
melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut
dari garis pangkal, dari jarak 200 mil laut yang telah ditetapkan. Penambahan batas
landas kontinen hingga 350 mil laut dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan
seperti yang tertera dalam aturan tersebut. Sehubungan dengan konvensi ini,
Pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan pengumpulan data dan
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
2/10
2
pengkajian terhadap kemungkinan untuk dapat melakukan submisi (submission)
ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut.
1.1 Dasar Hukum
Adapun dasar hukum untuk penentuan batas terluar landas kontinen adalah pasal 76,UNCLOS 1982,berikut adalah beberapa ayat yang pata dijadikan pedoman dasar,yaitu :
1. Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di
bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut
teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga
pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis
pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam pinggiran luar tepi
kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
4. (a) Untuk maksud konvensi ini, Negara pantai akan menetapkan pinggiran
luar tepian kontinen dalam hal tepian kontinen tersebut lebih lebar dari 200 mil
laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur atau dengan:
(i). Suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk
pada titik-titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan adalah
paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dan kaki
lereng kontinen; atau
(ii) suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk
pada titik-titik tetap yang terletak tidak lebih dari 60 mil laut dari
kaki lereng kontinen.
(b) Dalam hal tidak terdapatnya bukti yang bertentangan, kaki lerengkontinen harus ditetapkan sebagai titik perubahan maksimum dalam
tanjakan pada kakinya.
5. Titik-titik tetap yang merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut,
yang ditarik sesuai dengan ayat 4(a)(i) dan (ii), atau tidak akan boleh melebihi
350 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur atau tidak boleh
melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu
suatu garis yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
7. Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinennya dimana landas
kontinen itu melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorialdengan cara menarik garis-garis lurus yang tidak melebihi 60 mil laut
panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik tetap, yang ditetapkan dengan
koordinat lintang bujur.
8. Keterangan mengenai batas-batas landas kontinen di luar 200 mil laut dari garis
pangkal darimana laut teritorial diukur harus disampaikan oleh Negara pantai
kepada Komisi Batas-batas Landas Kontinen (CLCS) yang didirikan
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
3/10
3
berdasarkan lampiran II atas dasar perwakilan geografis yang adil. Komisi ini
harus membuat rekomendasi kepada Negara pantai mengenai masalah yang
bertalian dengan penetapan batas luar landas kontinen mereka. Batas-batas
landas kontinen yang ditetapkan oleh suatu Negara pantai berdasarkan
rekomendasi-rekomendasi ini adalah tuntas dan mengikat.
Gambar 1. Area landas kontinen
1.2 Area Survei
Berdasarkan ketentuan UNCLOS, pasal 76 pada tahun 2010 ini, Bakosurtanal
mempunyai agenda untuk melakukan survei seismik di perairan barat aceh untuk
memverifikasi data survei sesimik yang pernah dilakukan pada tahun 2006 dengan
menggunakan kapal riset Sonne Germany. Maka dilakukan survei seismik pada tanggal
20 januari 18 februari 2010, dengan menggunakan kapal riset Baruna Jaya II yang
dikelola BPPT.
Gambar 2. Area lintasan survey seismik
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
4/10
4
1.2 Wahana dan Peralatan
1.2.1 Wahana
Survei dilaksanakan dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya II (gambar 3),
yang dikelola oleh Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK) BPPT yang dilengkapi
dengan peralatan seismik refleksi multichannel dan single beam echosounder untuk
pengukuran bathimetri.
Gambar 3. Kapal Riset Baruna Jaya II yang dikelola BTSK-BPPT dilengkapi seismik refleksi
multichannel (240 channels).
Berikut merupakan informasi dan data fisik Kapal Riset Baruna Jaya VIII, adalah
sebagai berikut:
Nama Kapal : KR Baruna Jaya II Negara : Indonesia
Konstruksi :Hull Carbon Steel (Marine Use)
Superstructure Marine Aluminium
LOA : 60.00 m
Maximum Draft : 4.00 m + 0.5 m
Cruise Speed Max : 10 knot
1.2.2 Peralatan
Pada kapal Baruna Jaya II, komponen peralatan survei seismik terdiri dari 3 sistem,
yaitu :
Navigasi sistem : terdiri dari GPS F- 185, navigasi software Hydro-pro, seismik
navigasi software Triger Fish, dan RTK GPS (Real Time Kinematik) sistem
untuk memonitor tailbuoy sistem pada kabel streamer.
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
5/10
5
Source sistem : terdiri dari 4 bagian, yakni Kompresor, Distribusi Udara (Air
Distribution), Pelepas Energi (Gun) dan Pengontrol pelepasan energi (Gun
Controller).
Recording sistem : terdiri dari Workstation (SUNMicrosystem Sun Blade 2500),
Seal Launcher untuk memonitor dan control pada saat seismik recording.Komponen recording yaitu Sercel 408XL (kapasitas 960 channel), Bird
controller Geospace, dan hydrophone streamer 120 Channel (1500 m).
1.2.2.1 Posisi dan Navigasi
Pada sistem navigasi dipergunakan beberapa macam peralatan, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan presisi, akurasi jalur kapal dalam kaitannya dengan posisi receiver GPS,
posisi recording source dan posisi shooting. Sistem navigasi ini mempunyai
koneksivitas dengan echosounder ELAC LAZ 407. Data kedalaman direkam setiap 25
meter dengan parameter geodesi sebagai berikut :
1. Ellipsoid : WGS 84
2. Sistem Proyeksi : Universal Transverse Mercator zone 46 N
Peralatan navigation dan positioning system yang digunakan pada survei seismik ini
adalah:
1. DGPS
Menggunakan differensial GPS sistem, dengan langsung menerima koreksi
posisi dari stasiun terdekat
Manufacturer: C&C Technologies
Model: C-Nav, ketelitan sampai sub-meter
Software: Star Util XP
Gambar 4. Sistem DGPS C-Nav
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
6/10
6
2. GPS Gyro
Untuk penentuan posisi dan arah heading kapal
Manufacturer: Hemisphere GPS
Model: Crescent VS100
Data Link: NMEA
SN: 0827-7611-0032
Gambar 5. GPS Gyro hemisphere
3. rGPS
Memberikan informasi posisi pelampung, air gun, dan tailbuoy
Manufacturer: Seamap
Model: Buoylink Ex GPS Tracking System, ketelitian sampai submeter
Location: Tailbuoy + Gun Floats
Software: RTKNav, Buoylink Ex Gate/Demultiplexer
Gambar 6. rGPS seamap pada tailbuoy
4. Gyro Compass
Untuk menentukan arah heading kapal Manufacturer: Raytheon Anschutz Gmbh
Model: Gyro Compass Standard 20
Data Link: NMEA
Minimum Distance to Magnetic Compass: 0.45 m
Steering: 0.30 m
SN: 110-222 0897
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
7/10
7
Gambar 7. Gyro Compass sistem
5. Singlebeam Echosounder
Memberikan informasi data kedalaman
Model: LAZ-4700/STG-721
Frequency: 12/200 kHz
Sound Velocity: 1500 m/s
Draft Corrected: 3.7 m
Gambar 8. Singlebeam EchosounderLAZ 721 dan STG721C
1.2.2.2 Source system
Source System terdiri dari 4 bagian, yakni kompressor, distribusi udara (Air
Distribution), pelepas energi (Gun) dan pengontrol pelepasan energi (Gun Controller).
Gambar 9. Source system pada kapal Baruna Jaya II
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
8/10
8
Unit Kompressor menghasilkan udara bertekanan tinggi, dimana udara bertekanan
tinggi ini dialirkan ke Gun melaluiAir Distribution Unit. Kemudian tekanan udara yang
mengalir masuk ke unit Gun. Pada survei seismik, umumnya tekanan yang dipakai
adalah 2000 psi, sedangkan volume udara yang dilepaskan melalui Gun ditentukan
berdasarkan jenis kebutuhan survei seismik
1.2.2.3 Digital Recording System
Peralatan In Sea adalah peralatan recording yang terletak di laut ketika dioperasikan.
Peralatan utama recording adalah kabel streamer. Streamer merupakan kabel dirancang
khusus sebagai sensor sinyal seismik yang dihasilkan oleh sistem source.
Gambar 10. Kabel Streamer dan tailbuoy
Peralatan yang berfungsi untuk mengatur kedalaman ALS. Peralatan ini dipasang di
dekat kumparan bird yang berada di dalam streamer.
Gambar 11.Birddan kegiatan pemasangan birdpada streamer
Hasil Survei Seismik
Dapat dilihat pada gambar 23, merupakan hasil rekaman shooting, yang kemudian
dilakukan proses near trace profile sehingga dapat dihasilkan data profil lapisan
sedimen.
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
9/10
9
Setelah didapatkan data hasil perekaman shooting line,maka dilakukan velocity analisis
Gambar 12. Software ProMAX GUI untuk melakukan proses Velocity analisis
Data akhir yang dihasilkan nantinya berupa hasil intrepretasi ketebalan sediment
Gambar 13.Near trace profile pada line GH
Gambar 14. Area klaim landas komtinen di sebelah barat Sumatra
-
7/24/2019 Survei Landas Kontinen Indonesia menggunakan Teknologi Survei Seismik
10/10
10
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil survei dan analisanya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
Dari hasil survei terdapat perubahan rencana klaim dari data survei seismiktahun 2006 dengan data terbaru survey seismik tahun 2010.
Menurut data survei tahun 2006 didapatkan daerah yang diklaim seluas 3365
Km2, sedangkan data survey tahun 2010 ini daerah yang dapat diklaim seluas
4257 Km2
Teknologi survei seismik untuk saat ini merupakan metode yang paling sesuai
dalam mendapatkan data ketebalan sedimen untuk penentuan batas landas
kontinen
Daftar Pustaka
IHO,(2002), IHO standards, for Hydrographic Surveys 4th
Edition, Special
Publication No 44.
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan-Bakosurtanal, (2006),
Laporan Survei Landas Kontinen Indonesia di sebelah barat perairan Aceh.
UNCLOS 1982, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut,
Departemen Luar Negeri, Direktorat Perjanjian Internasional, Jakarta 24November 1983.
Pemerintah Republik Indonesia, (2010), Continental Shelf Submission of
Indonesia