survey cemaran bakteri salmonella sp., …digilib.unila.ac.id/28242/3/skripsi tanpa bab...

48
SURVEY CEMARAN BAKTERI Salmonella sp., Escherichia Coli DAN Staphylococcus Aureus PADA OTAK OTAK IKAN DI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG ( Skripsi ) Oleh HARDIANTI FITRIANI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Upload: lexuyen

Post on 27-Aug-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SURVEY CEMARAN BAKTERI Salmonella sp., Escherichia Coli DAN

Staphylococcus Aureus PADA OTAK OTAK IKAN DI PASAR TRADISIONAL DI

BANDAR LAMPUNG

( Skripsi )

Oleh

HARDIANTI FITRIANI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

ABSTRACT

SURVEY OF Salmonella sp., Escherichia coli, AND Sthapylococcus aureus

BACTERIA CONTAMINATION IN ‘OTAK-OTAK IKAN’ AT TRADITIONAL

MARKET IN BANDAR LAMPUNG

By

HARDIANTI FITRIANI

‘Otak-otak ikan’ is a favorite food that contain high protein in Indonesia. The aim

of this research was to find out the level of contamination of Salmonella sp.,

Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria to ‘otak otak ikan’ that be

from traditional market. This research was done was survey on ‘Otak otak ikan’

sample randomly from traditional markets, then done preparation and dilution, test

of Escherichia coli, qualitative test Salmonela sp, and quantitative test

Staphylococcus aureus contaminant. The experiment was arranged in descriptive

research and three repetitions. The result of the research was that the highest level

of Escherichia coli was at Tani market ( 1.54 x 102 koloni/ ml), Gudang Lelang

market ( 0.3 x 101 koloni/ml), ‘otak-otak ikan’ that contained bacterium of

Salmonella were from Tamin, Tani and Rajabasa. The market that contain the

highest level of Stahpylococcus aureus were Tugu is (1,07 x 102

koloni/ml) and

Gudang Lelang market is 1,12 x 102.

Keyword: ‘otak-otak ikan’, Salmonella sp., Escherichia coli, Staphylococcus

aureus patogen bacteria.

ABSTRAK

SURVEY CEMARAN BAKTERI Salmonella sp., Escherichia Coli DAN

Staphylococcus Aureus PADA OTAK OTAK IKAN DI PASAR

TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

HARDIANTI FITRIANI

Otak-otak ikan merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia.

Makanan ini banyak dijajakan di pasar tradisional dan kontak langsung dengan

udara hal tersebut sangat potensial terjadi cemaran bakteri. Tujuan dilakukannya

penelitian ini yaitu penelitian ini untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri

Salmonella sp., Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada otak-otak ikan

di pasar tradisional. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif, diambil 1 sampel

yang berbeda dari 6 pasar yang berbeda, didapatkan 6 sampel yang diuji tingkat

cemaran bakteri Escherichia coli, Salmonella sp., dan Sthapylococcus aureus.

Hasil penelitian ini didapatkan jika kandungan Escherichia coli tertinggi terdapat

di pasar Tani yaitu sebesar 1,54 x 102

terendah terdapat di pasar Gudang Lelang

yaitu sebesar 0,3 x 101. Otak-otak ikan yang mengandung bakteri Salmonella

adalah bakteri yang berasal dari pasar Tamin, Tani dan rajabasa. Sedangkan pasar

yang memiliki kandungan Stahpylococcus aureus tertinggi yaitu otak-otak yang

berasal dari pasar Tugu adalah 1,07 x 102

koloni/ml dan Gudang Lelang sebesar

1,12 x 102.

Kata kunci: Otak-otak ikan, cemaran bakteri Salmonella sp, Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus.

SURVEY CEMARAN BAKTERI Salmonella sp., Escherichia Coli DAN

Staphylococcus Aureus PADA OTAK OTAK IKAN DI PASAR

TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

HARDIANTI FITRIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 01 April 1992 merupakan anak

pertama dari pasangan bapak Jauhari S.H. dan ibu Aprinawati. Penulis memiliki

Tiga orang adik yang sangat disayangi yaitu Muhammad Qadapi,S.H., Mutiara

Jaurina, dan Samsudin.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Muslimin

Kotabumi pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di

SD Negeri 2 Kotabumi Tengah hingga tahun 2004. Selesai menempuh

pendidikan sekolah dasar penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri 01Kotabumi dan diselesaikan pada tahun 2007, kemudian Penulis

melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Kotabumi

dan dinyatakan lulus tahun 2010, Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Ujian Masuk Lokal (UML).

Pada bulan Januari - Maret 2012, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Desa Karang Rejo, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus.

Pada bulan Agustus 2016, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di

Industri Rumah Tangga ASA CIPTO ROSO Bandar Lampung.

khususnya di pengemasan dan pemasaran dan menyelesaikan laporan PU yang

berjudul “Mempelajari Pengemasan dan Pemasaran Keripik Buah Segar di IRT

ASA CIPTO ROSO Bandar Lampung.”

Pada Desember 2016 hingga Januari 2017 , penulis melaksanakan penelitian di

Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dengan judul “ Survey Cemaran

Bakteri Escherichia coli, Salmonella sp.,dan staphylococcus aureus pada otak-

otak ikan di Pasar Tradisional di Bandar Lampung.”.

SANWACANA

Bismillaahhirrahmaanirrahiim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,

dan dorongan baik itu langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pelaksanaan

perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Dr. Dewi Sartika, S.T.P.,M.Si., selaku pembimbing pertama skripsi

Akademik yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam

pelaksanaan perkuliahan, saran, nasihat dan kritikan dalam penyusunan

skripsi.

4. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan pengarahan, saran, nasihat dan kritikan dalam penyusunan

skripsi.

5. Ir. Samsul Rizal, M.Si., selaku penguji yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Kedua Orang Tua Tercinta dan adik-adikku (Muhammad Qadapi, S.H.,

Mutiara Jaurina dan Samsudin) yang telah memberikan dukungan, motivasi,

dan yang selalu menyertai penulis dalam doanya untuk melaksanakan dan

menyelesaikan skripsi.

Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat

memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 18 Agustus 2017

HARDIANTI FITRIANI

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah .............................................................. 1

1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2

1.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 2

1.4. Hipotesis ............................................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6

2.1. Ikan ..................................................................................................... 6

2.2. Otak-Otak ikan ................................................................................... 7

2.3. Cemaran mikroorganisme ................................................................... 9

2.3.1 Staphylococcus aureus .............................................................. 10

2.3.2 Escherichia coli ......................................................................... 12

2.3.3. Salmonela sp ............................................................................. 14

2.4. Penyakit Akibat Kontaminasi Mikroba ............................................... 16

III. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 22

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 22

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 22

3.3. Metode Penelitian................................................................................ 23

3.4. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 23

ii

3.4.1 Preparasi dan pengenceran ....................................................... 24

3.4.2. Uji kuantitatif Escherichia coli ............................................... 24

3.4.3. Uji Kualitatif Salmonela sp ................................................... 25

3.4.4. Uji kuantitatif Sthapylococus aureus ..................................... 26

3.5.Pengamatan ........................................................................................ 27

3.5.1 Pengujian pH ............................................................................. 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 28

4.1 Uji kuantitatif Escherichia coli ............................................................ 28

4.2 Uji kualitatif Salmonela sp .................................................................. 32

4.3 Uji kuantitatif Sthaphylococus aureus ................................................. 34

4.4 Pengujian pH ....................................................................................... 35

V. KESIMPULAN ......................................................................................... 37

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 37

5.2 Saran ..................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38

LAMPIRAN

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi kimia daging ikan ............................................................ ............ 7

2. Syarat mutu otak-otak ikan berdasarkan SNI 7757-2013 .................. ............. 8

3. Hasil uji kualitatif Escherichia coli ................................................... ...... 28

4. Hasil uji kualitatif Salmonella sp ....................................................... ...... 33

5. Hasil perhitungan bakteri Sthaphylococcus aureus ........................... ...... 34

6. pH terukur pada otak-otak ikan ......................................................... .... 35

7. Hasil pengamatan Escherichia coli ulangan 1 ................................... .... 42

8. Hasil pengamatan Escherichia coli ulangan 2 ................................... ...... 42

9. Hasil pengamatan Escherichia coli ulangan 3. ................................. ...... 43

10. Hasil pengamatan Salmonella sp. ..................................................... ...... 43

11. Hasil pengamatan S. aureus ulangan 1 .............................................. ...... 44

12. Hasil pengamatan S. aureus ulangan 2. ............................................ ...... 44

13. Hasil pengamatan S. aureus ulangan 3 .............................................. ...... 45

14. Hasil perhitungan pH ......................................................................... ...... 45

iv

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Staphylococcus aureus. .................................................................................. 11

2. Escherichia Coli . .......................................................................................... 13

3. Salmonella sp . ............................................................................................... 15

4. Diagram alir identifikasi Escherichia coli ...................................................... 25

5. Diagram alir uji kualitatif Salmonella sp ........................................................ 26

6. Diagram alir Staphylococcus aureus .............................................................. 27

7. Sampel otak-otak dan lokasi pengambilan sampel di 6 pasar di Bandar

Lampung.........................................................................................................31

8. Pengenceran sampel 10-1

............................................................................... 46

9. Pembelian sampel di pasar Tamin.................................................................. 46

10. Pembelian sampel dipasar tani Kemiling ...................................................... 47

11. Botol Buffer peptone water yang digunakan ................................................ 47

12. Media VRBA ................................................................................................ 48

13. sampel yang telah di sterilisasi ..................................................................... 48

14. pH meter yang digunakan untuk mengukur pH ............................................ 49

15. Penampakan hasil isoasi E. coli .................................................................... 49

16. Penimbangan media ...................................................................................... 50

17. Isolasi bakteri ................................................................................................ 51

v

v

18. sterilisasi alat ................................................................................................ 52

19. Penampakan isolan ........................................................................................ 53

20. Pengambilan sampel otak-otak dipasar Koga ............................................... 53

21. Staphylococcus agar ..................................................................................... 54

22. Pengambilan sampel otak-otak dipasar Tugu ............................................... 55

23. Pengambilan sampel otak-otak dipasar tempel Rajabasa ............................. 55

24. Pengambilan sampel otak-otak dipasar Gudang lelang ............................... 56

25. Bakteri Salmonella sp pada media agar XLD ............................................... 56

26. Bakteri staphylococcus aureus pada media agar staphylococcus 110 .......... 57

27. Bakteri Escherichia coli pada media agar VRB ........................................... 57

28. Sampel Otak-Otak.........................................................................................58

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otak-otak merupakan salah satu makanan hasil olahan berbahan dasar ikan. Ikan

memiliki kandungan seperti omega 3, omega 6, serta kelengkapan komposisi

asam amino (Pandit, 2008). Astawan (2004) menyatakan jika dibandingkan

dengan bahan makanan lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang

lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu perbandingan

mutu ikan sebanding dengan mutu daging dan tentunya memiliki peranan baik di

dalam tubuh manusia.

Namun penanganan hasil olahan yang tidak tepat mengakibatkan makanan hasil

olahan ikan ini mudah dicemari bakteri patogen seperti Escherchia coli,

Staphylococus aureus, dan Salmonella sp.. Kontaminasi mikroba pada bahan

otak-otak dapat berasal dari tempat penyimpanan, air, udara yang tidak higienis

sebelum sampai kepada konsumen (Mukartini et al., 1995). Cemaran bakteri

tersebut dapat terjadi pada saat proses pengolahan, penyajian serta dapat juga

terjadi saat penjual sedang menjajakan otak-otak ikan. Salah satu tempat potensi

penjualan otak-otak ikan adalah pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan

tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi, dalam hal

2

mana organisasi pasar yang ada masih sangat sederhana, tingkat efisiensi dan

spesialisasi yang rendah, lingkungan fisik yang kotor dan pola bangunan yang

sempit (Agustiar, dalam Fitri, 1999).

Setiap pasar tradisional memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda, ada

pasar tradisonal yang telah tersusun rapih sehingga tidak terlihat tumpukan

sampah serta tidak tercium aroma yang tidak sedap, namun terdapat pasar

tradisional yang terlihat sampah dimana-mana, tanah becek serta terdapat banyak

lalat yang berterbangan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pencemar potensial

bagi makanan termasuk otak-otak ikan. Oleh karena itu penelitian ini perlu

dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi cemaran bakteri patogen

(Escerichia coli, Salmonella s.p dan Sthapylococcus sureus) pada otak-otak ikan

yang beredar di pasar tradisional di kota Bandar Lampung.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri Salmonella sp.,

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada otak-otak ikan di pasar

tradisional.

1.3 Kerangka Pemikiran

Otak-otak adalah salah satu makanan yang sangat digemari oleh masyarakat.

Rasanya yang gurih, pedas dan harganya yang terjangkau menjadi daya tarik

3

tersendiri bagi masyarakat. Otak-otak merupakan makanan hasil olahan dari ikan

yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Ikan merupakan bahan

pangan yang mudah mengalami pembusukan karena cemaran mikroba patogen

(Suruawiria, 2005). Sumber kontaminasi bakteri pada daging dapat berasal dari

sumber pencemaran mikroba seperti tanah, air, udara, debu saluran pernapasan

dan saluran pencernaan manusia dan hewan (Sari, 2012). Selain itu kontaminasi

dapat berasal dari faktor sumber daya manusia seperti kebersihan pekerja, alat dan

wadah, air yang digunakan untuk mencuci karkas dan mencuci tangan yang

digunakan secara berulang dimana air yang digunakan telah terkontaminasi

mikroba (Nugroho, 2005).

Jawetz et al. (2005) menyatakan jika Staphylococcus aureus memiliki dampak

patogen atau pembawa racun jika mengontaminasi makanan. Keracunan makanan

dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Bakteri

lainnya yaitu Escherichia coli dapat menjadi bakteri patogen apabila berada diluar

saluran pencernaan yang dapat menyebabkan penyakit diare serta penyakit mirip

shigelosis yang menyerang sel ephitelial mukosa usus. Selain itu, kontaminasi

bakteri patogen Salmonella sp dapat menyebabkan beberapa infeksi. Pada pasien

dengan penyakit sel sabit, Salmonella sp. dapat menyebabkan osteomielitis, yaitu

infeksi tulang yang ditandai dengan demam dan rasa nyeri ketika bergerak

(Jawetz, 2001).

Syarifah (2008) menyatakan bahwa kontaminasi mikroorganisme pada bahan

makanan dapat menyebabkan beberapa penyakit diantaranya tifus, kolera, disentri,

atau TBC. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya perut akibat makanan

4

disebabkan oleh makan yang terlalu banyak, alergi, kekurangan zat gizi,

keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun,

toksin-toksin yang dihasilkan oleh bakteri, mengkomsumsi pangan yang

mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme.

Tahun 1998-1999 di Banyuwangi dengan meninggalnya 7 bayi yang baru lahir

dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Hal ini terjadi karena cemaran bakteri

patogen Salmonella. Salmonella dapat dibunuh dengan pemanasan (sterilisasi

yang paling sederhana). Tetapi ada juga diantaranya yang masih hidup.

Salmonella dapat bertahan hidup berjam-jam lamanya, misalnya pada karet keras

dapat bertahan hingga 199 Jam sedangkan di karet lunak dapat mencapai 192 Jam.

Menurut Harsojo et al. (2000), sanitasi makanan olahan di Jakarta dan

Tanggerang menunjukkan bahwa makanan olahan ikan berupa nugget ikan,

otak-otak ikan, dan siomay ikan mengandung bakteri aerob Escherchia coli dan

Staphylococcus aureus melebihi ambang batas yang ditetapkan Standar Nasional

Indonesia (SNI). Ambang batas SNI adalah batas maksimum kandungan asing

(selain kandungan dalam bahan pangan) yang terdapat dalam makanan tersebut

seperti cemaran bakteri, kandungan logam, kandungan bahan kimia serta

kandungan lainnya yang bukan berasal dari bahan pangan. Menurut SNI 7257

(2013), cemaran maksimal bakteri Escherichia coli, Salmonella sp., dan

Staphylococcus aureus pada makanan berturut-turut adalah < 3 APM/g, negatif

25 g dan 1,0 x 102 koloni/g.

Yunita (2015) menyatakan bahwa kandungan mikroba patogen pada pangan

jajanan anak sekolah terutama otak-otak dan bakso ikan di Bogor memiliki

5

peluang sakit yang disebabkan Escherichia Coli yaitu sebesar 0,00103 atau 1

kasus per 972 sajian, sedangkan peluang sakit karena Staphylococcus Aureus

adalah 0,00180/1 kasus persajian 554 sajian.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu diduga terdapat cemaran

bakteri Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus aureus pada otak-otak

ikan yang dijual dibeberapa pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam

zat, selain harganya yang relatif lebih murah, absorbsi protein ikan lebih tinggi

dibandingkan sumber hewani lainnya seperti daging sapi dan ayam, karena daging

ikan memiliki serat-serat yang lebih pendek dari pada serat-serat protein daging

sapi atau ayam. Selain itu jenis ikan sangat beragam setiap jenis memiliki

kelebihannya masing-masing, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan

omega 6 dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008). Menurut

Budiarso (1998) ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik mutu gizinya

dikarenakan mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100 gram

ikan segar. Sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar protein

40 gram dalam setiap 100 gram ikan kering.

Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein yang tinggi, yang sangat

diperlukan oleh tubuh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung

asam amino dengan pola yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat

dalam tubuh manusia (Suhartini dan Hidayat, 2005). Berdasarkan hasil penelitian,

komposisi kimia daging ikan disajikan dalam Tabel 1.

7

Tabel 1. Komposisi kimia daging ikan

Komposisi Jumlah kandungan (%)

Air 73,4-77

Protein 14,3-20

Lemak 0,1-0,2

Karbohidrat 0,2-0,5

Vitamin dan mineral Sisanya

Sumber. Hafiluddin et al (2012).

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jika kandungan kimia yang terdapat pada

ikan sangat baik, oleh karenanya ikan dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan produk baru seperti otak-otak ikan. Selain dapat menambah daya tarik

terhadap pengonsumsian daging ikan hal tersebut dapat digunakan untuk

menambah lama masa penyimpanan daging ikan, karena daging ikan yang segar

mudah teroksidasi dan mengalami pembusukan.

2.2. Otak-Otak Ikan

Otak-otak ikan merupakan makanan yang terbuat dari daging ikan, yang

dihaluskan serta dibumbui. Tahap selanjutnya daging ikan halus yang telah

dibumbui dicampur dengan bahan lain seperti santan, sagu, dan daun bawang,

yang kemudian dibungkus, digoreng, dikukus atau dipanggang. Salah satu ciri

khas dari otak-otak yaitu daun pisang sebagai pembungkus, karena itu lah aroma

otak-otak menjadi semakin enak dan lezat (Hartato, 2009). Berikut ini pada tabel

2 disajikan persyaratan mutu dan keamanan otak-otak ikan.

8

Tabel 2. Syarat mutu otak-otak ikan berdasarkan SNI 7757-2013

No Parameter Uji Satuan Persyaratan

1 Sensori - Min 7 (Skor 3-9)

2 Kimia - -

2.1 Kadar air % Maks 60,0

2.2 Kadar Abu % Maks 2,0

2.3 Kadar Protein % Maks 5,0

2.4 Kadar Lemak % Maks 16,0

3 Cemaran Mikroba - -

3.1 ALT Koloni/g Maks 5x 104

3.2 Escherichia coli APM/g <3

3.3 Salmonella - Negatif / 25 g

3.4 Vibrio cholera - Negatif / 25 g

3.5 Staphyococcus aureus Koloni/g Maks 1,0 x 102

4 Cemaran logam - -

4.1 Cadmium (Cd) Mg/kg Maks 0,1

4.2 Mekuri (Hg) Mg/kg Maks 0,5

4.3 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,3

4.4 Arsen (As) Mg/kg Maks 1,0

4.5 Timah (Sn) Mg/kg Maks 40,0

5 Cemaran Fisik - -

5.1 Filth - -

Sumber SNI: 7757-2013

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas otak-otak yaitu sebagai berikut:

1. Bahan dasar

Semakin baik bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan,

maka akan semakin baik kualitas otak-otak ikan. Hal ini dikarenakan bahan

dasar akan menjadi bahan utama pembuatan otak-otak ikan sehingga semakin

9

bagus bahan dasar atau utamanya maka akan semakin baik kualitas otak-otak

yang dihasilkan.

2. Kadar air

Semakin tinggi kadar air yang dinyatakan dalam (%) maka akan semakin

buruk kualitas otak-otak yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan otak-otak yang

memiliki kadar air yang tinggi akan mengakibatkan otak-otak tidak dapat

disimpan dalam waktu yang lama, serta mudah terjadi kerusakan akibat

bakteri.

3. Kadar protein

Kadar protein menurun karena banyaknya jumlah protein yang berbentuk

globular dalam otak-otak. Protein berbentuk globular ini lebih mudah

terdenaturasi saat proses pemanasan dibandingkan protein yang berbentuk

fibriler (Pandisurya, 1983). Menurut Farahita et al. (2012) menyatakan

bahwa perusakan protein menjadi ikatan peptida yang pendek dan asam

amino yang selanjutnya menjadi senyawa amin dan ammonia yang

memberikan bau tajam dan cita rasa yang khas.

2.3. Cemaran Mikroorganisme

Mikroorganisme atau mikroba merupakan salah satu jasad renik yang

berhubungan dengan bahan pangan. Cemaran mikroba dapat berdampak positif

ataupun negatif terhadap bahan pangan tersebut, ada mikroba yang mendukung

atau menambah nilai guna dari bahan pangan ada juga yang menjadi toksik atau

racun jika bahan pangan dikonsumsi manusia. Pada makanan seperti otak-otak

ikan biasanya mikroba pembusuk atau patogenlah yang berkembang biak,

10

sehingga hal tersebut akan berdampak negatif atau merugikan bagi kita yang akan

mengonsumsi otak-otak ikan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroba yaitu sebagai berikut:

1. Karakteristik bahan pangan yang meliputi aktivitas air (Aw), nilai pH (keasaman),

dan kandungan zat gizi. Aktivitas air menunjukkan jumlah air yang terdapat

dalam bahan pangan yang digunakan dalam pertumbuhan mikroba. Mikroba

memiliki kebutuhan air minimum yang berbeda-beda, di bawah kondisi minimal

mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang biak.

2. Kondisi lingkungan yang terdiri dari suhu, keberadaan oksigen, dan kelembaban.

Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada kondisi pH netral, kebanyakan mikroba

tidak tumbuh pada pH asam, selain itu mikroba membutuhkan nutrisi seperti

protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan lain-lain dalam pertumbuhannya.

Mikroba pembusuk atau pathogen yang biasa hidup pada otak-otak ikan yaitu

Escherichia Coli, Salmonela sp., dan Staphylococcuc aureus. Jenis mikroba ini

memiliki sifat negatif yaitu menghasilkan toksin atau racun yang akan merugikan

bagi yang akan mengonsumsinya, hal tersebut dimungkinkan karena bahan dasar

pembuatan otak-otak ikan adalah ikan segar yang mudah sekali dicemari oleh

mikroorganisme pembusuk.

2.3.1. Staphylococcus aureus

Domain : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

11

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 1. Staphylococcus aureus (Jawetz et al., 2005)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat anaerob

fakultatif, tidak menghasilkan sporadan tidak motil, biasanya tumbuh berpasangan

dan berkelompok, dengan diameter 0,9-1,3 mikro meter. Staphylococcus aureus

merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada

saluran pernapasan atas kulit. Keberadaan bakteri ini biasanya jarang

mengakibatkan penyakit, karena mikroflora ini hanya sebagai karier. Infeksi

serius akan terjadi resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon,

adanya penyakit, luka atau penggunaan steroid atau obat lain yang mempengaruhi

imunitas sehingga terjadi pelemahan inang (Jawetz et al., 2005).

12

Hal ini mengakibatkan Staphylococcus aureus memiliki dampak patogen atau

pembawa racun jika mengontaminasi makanan. Keracunan makanan dapat

disebabkan kontaminasi enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Gejala

keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan

banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan

keracunan adalah 10 mg/g makanan. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan

yaitu mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan et

al.,1994; Jawetz et al., 1995).

Pengobatan infeksi Staphylococcus aureus dilakukan dengan pemberian

antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses

maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik sangat baik untuk menangani

furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan

pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti fenisilin, metisilin,

sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin dan ripamfisin (Ryan et

al.,1994; Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995).

2.3.2. Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli adalah gram negatif, anaerobik fakultatif dan tidak

membentuk spora, sel-sel biasanya berbentuk batang kira-kira 2 µm, diameter

0,5 µm dan volume sel 0,6-0,7 µm. Bakteri Escherichia coli dapat hidup pada

berbagai substrat, menggunakan fermentasi dalam kondisi anaerobik,

menghasilkan asam, suskinat, etanol, asetat, dan karbondioksida. Klasifikasi

Escherichia coli adalah sebagai berikut (Smith-Keary, 1988):

13

Domain : Bacteria

Filum : Protoebacteria

Kelas : Gamma Protoebacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Gambar 2. Escherichia coli (Brooks et al., 2005)

Menurut Brooks et al. (2005), Escherichia coli merupakan mikroflora alami yang

terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur

Escherichia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah

enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), enterotoxigenic Escherichia coli

(ETEC), enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), enteroinasive Escherichia

coli (EIEC), dan enteroaggregative Escherichia coli (EAEC). Galur Escherichia

coli tersebutlah yang dapat menyebabkan penyakit diare serta penyakit yang mirip

shigelosis yang menyerang sel epithelial mukosa usus. Selain galur tersebut

14

Echerichia coli dapat menjadi bakteri pathogen apabila berada di luar saluran

pencernaan (Jawetz, 2001). Bakteri Echerichia coli merupakan jasad indikator

dalam substrat air dan bahan makanan, yang mampu memfermentasikan laktosa

pada temperatur 37oC dengan membentuk asam dan gas, mereduksi nitrat

menjadi nitrit, bersifat katalase positif, dan oksidase negatif (Ferdiaz, 1992).

Metabolisme Escherichia coli respirasi dan fermentasi, namun pertumbuhan

bakteri ini dapat dikatakan paling sedikit, pertumbuhan yang banyak terjadi pada

kondisi anaerob. Pertumbuhan bakteri Escherichia coli optimal pada suhu 37oC

pada media yang memiliki kandungan pepton sebesar 1% yang digunakan sebagai

sumber karbon dan nitrogen. Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa dan

memproduksi indol yang berfungsi untuk mengidentifiksi bakteri yang terdapat

atau mengontaminasi makanan dan air Escherichia coli dapat bertahan hidup

hingga suhu 60oC pada waktu 15 menit atau pada suhu 55

oC pada waktu 60 menit

(Ganiswarna, 1995).

2.3.3. Salmonella sp.

Salmonella sp. adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang lurus, tidak

berspora, bergerak dengan flagel peritik berukuran 2-4 µm x 0,5-0,8 µm.

Salmonella sp. Tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawetz et al., 2005),

hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan

kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memproduksi hydrogen sulfide

(H2S) pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak

cembung jernih, lembut, pada media BAP tidak meyebabkan hemolisis (WHO,

2003). Salmonella sp. dapat tumbuh pada aktivitas air yang rendah (Aw≤ 0,93)

15

yang responnya tergantung strain dan jenis pangan yang dihinggapinya.

Taksonomi Salmonella sp. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Camma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella sp.

Gambar 3. Salmonella sp. (Irianto, 2006)

Salmonella sp. tahan hidup pada es dalam waktu yang cukup lama, bakteri ini

tahan terhadap bahan kimia tertentu (seperti hijau brilian, sodium tetrahionat,

sodium deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri lain, namun

berguna pada isolasi Salmonela sp. pada sampel feses. Berdasarkan menurut

Irianto (2006), klasifikasi kuman pada Salmonella sp. sangat kompleks terhadap

reaksi biokimianya yang diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu diantaranya:

16

1. S. Typhy

2. S. enteritidis

3. S. cholerasuis

Jawetz (2005) serotipenya di klasifikasikan menjadi 4 serotipe yaitu:

1. S. paratyphi A (Serotipe groub A)

2. S. paratyphi B (Serotipe groub B)

3. S. paratyphi C (Serotipe groub C)

4. S. paratyphi D (Serotipe groub D)

S. Thypy, S. Paratyphi A, B, C dan D merupakan penyebab infeksi utama pada

manusia, bakteri ini selalu masuk jalan oral, biasanya dengan cara kontaminasi

makanan dan minuman yang nantinya akan dimakan oleh manusia. Bakteri yang

masuk di lambung akan dimusnahkan oleh usus lambung namun sebagian yang

lolos akan hidup dan menjadi parasit di usus halus dan besar manusia. Faktor

yang mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap Salmonella sp. adalah keasaman

lambung, flora normal dalam usus dan ketahanan usus lokal (Jawetz, 2005).

2.4. Penyakit akibat kontaminasi mikroba

Sebagian besar penyakit pada manusia disebabkan oleh makanan yang tercemar

bakteri patogen, seperti penyakit tipus, disentri, botulisme, dan hepatitis A

(Winarno, 1997). Penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan sering

menimbulkan masalah serta memiliki dampak yang cukup berbahaya terhadap

17

kesehatan manusia antara lain adalah antraks, salmonellosis, brucellosis,

tuberkulosis, klostridiosis, Escherichia coli, kolibasilosis, dan Staphylococcus

aureus (Supar, 2005). Penyakit karena makanan dapat berpengaruh buruk

terhadap kemampuan tubuh untuk mencerna, menyerap, atau mendayagunakan zat

gizi, selain itu juga dapat menginduksi perubahan metabolik akut dan kronis.

Menurut FAO/WHO (1992) terdapat ratusan juta manusia di dunia menderita

menular maupun tidak menular karena pangan yang tercemar (Afrianti, 2008;

Novitasari, 2014).

Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen, dan adanya zat penghambat.

Keberadaan mikroba di dalam pangan tidak selamanya menguntungkan, tetapi

juga dapat mendatangkan kerugian. Misalnya jika kehadiran mikroba tersebut

mengubah bau, rasa, dan warna yang tidak dikehendaki, menurunkan berat atau

volume, menurunkan nilai gizi/nutrisi, mengubah bentuk dan susunan senyawa

serta menghasilkan toksin yang membahayakan di dalam pangan (Supardi dan

Sukamto, 1999; Novitasari, 2014).

Pangan yang memiliki kandungan mikroba tertentu dapat menimbulkan penyakit

bila dikonsumsi. Menurut penyebabnya, penyakit yang ditimbulkan oleh makanan

dapat digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu keracunan dan infeksi

mikroba. Keracunan dapat terjadi karena tertelannya suatu racun baik organik atau

anorganik yang mungkin terdapat secara alamiah pada bahan pangan, serta

tertelannya toksin yang merupakan hasil metabolisme sel-sel mikroba tertentu.

18

Gejala keracunan karena toksin tersebut disebut intoksikasi. Sedangkan

tertelannya atau masuknya mikroba ke dalam tubuh, kemudian menembus sistem

pertahanan tubuh dan hidup serta berkembang biak di dalam tubuh disebut infeksi

(Supardi dan Sukamto, 1999 ; Novitasari, 2014). Foodborne disease adalah suatu

penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan dan penyerapan makanan yang

mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Mikroba yang menimbulkan penyakit

dapat berasal dari makanan produk ternak yang terinfeksi atau tanaman yang

terkontaminasi (Bahri, 2001). Makanan yang terkontaminasi selama pengolahan

dapat menjadi media penularan penyakit. Penularan penyakit ini bersifat infeksi,

yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang hidup dan berkembang

biak pada tempat terjadinya peradangan.

Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima

kelompok, yaitu: yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit,

dan penyebab bukan kuman. Sedangkan Karla dan Blaker membagi menjadi tiga

kelompok, yaitu: penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.

Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan

kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga

adalah penyebab yang bukan mikroorganisme (Susana, 2003). Mikroba masuk ke

dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan, yang kemudian dicerna dan

diserap oleh tubuh. Dalam kondisi yang sesuai, mikroba patogen akan

berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan gejala

penyakit. Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang

tertelan. Gejala keracunan pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai

2-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Namun, waktunya bisa

19

lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih pendek, tergantung pada cemaran

pada pangan. Gejala yang mungkin timbul antara lain mual dan muntah, kram

perut, diare (dapat disertai darah), demam dan menggigil, rasa lemah dan lelah,

serta sakit kepala (BPOM RI, 2013).

Penyakit akibat keracunan makanan tercatat tergolong tinggi. Badan POM pada

tahun 2004 melaporkan selama tahun 2003 telah terjadi 43 kasus keracunan

makanan dan jumlah itu meningkat pada tahun 2004 menjadi 62 kasus yang

tercatat dari Januari hingga September 2004 (Widagdo, 2003). Badan POM telah

mencatat kasus keracunan makanan pada tahun 2007 sebanyak 162 kasus

diseluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 28 kasus diantaranya disebabkan oleh

mikroba pathogen (BPOM, 2007). Salah satu mikroba patogen yang

menyebabkan keracunan makanan adalah Salmonella sp. Penyakit yang

ditimbulkan bakteri ini disebut Salmonellosis. Salmonellosis pada manusia ada

dua macam yaitu demam tifoid dan non tifoid. Demam tifoid merupakan masalah

umum dan masalah kesehatan yang utama di negara berkembang termasuk

Indonesia. Penyakit ini bersifat endemis hampir di semua kota besar di wilayah

Indonesia. Diperkirakan demam tifoid terjadi sebanyak 60.000 hingga 1.300.000

kasus dengan sedikitnya 20.000 kematian per tahun (Ariyanti, 2003). Foodborne

disease yang disebabkan oleh salmonella dapat menyebabkan kematian pada

manusia, media pencemarannya dapat berasal dari air pencuci yang telah

terkontaminasi. Bakteri Salmonella sp. dapat ditularkan dari hewan yang

menderita salmonellosis atau karier ke manusia, melalui bahan pangan telur,

20

daging, susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh

ekskresi hewan atau penderita. Ekskresi ini terutama adalah keluaran dari saluran

pencernaan berupa feses hewan (Ariyanti, 2003). Mikroorganisme lainnya yang

dapat menyebabkan foodborne disease antara lain Compylobacter, E. coli, dan

Listeria. Gejala umum foodborne disease adalah perut mual diikuti

muntah-muntah, diare, demam, kejang-kejang, dan gejala lainnya. Memperbaiki

sanitasi terutama lingkungan, merupakan salah satu solusi terbaik dalam

mengantisipasi cemaran mikroba. Sanitasi yang buruk yang menyebabkan air

tercemar tinja yang mengandung kuman penyakit, menyebabkan terjadinya

waterborne disease. Angka kejadian waterborne disease dan food. Daging mentah

secara alami terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme, diantaranya

Lactobacillus, Enterococcus, Microoccus, Staphyloccus, Pseudomonas,

Acinobacter, Anthrobacter, Cyanobacterim, Brochotrix, Listeria,

Enterobacteriaceae serta kapang dan khamir (Rose, 1982). Food Borne Disease

biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen penyakit yang

masuk kedalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi (WHO,

2005).

Kontaminasi mikroba pada produk pangan dapat mencerminkan kondisi sanitasi

pengolahan produk pangan tersebut. Kelompok mikroba koliform merupakan

salah satu jenis mikroba yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Bakteri

indikator merupakan bakteri yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi

mikrobiologi dari suatu bahan pangan, seperti adanya kontaminasi fekal, bakteri

patogen atau pembusuk, maupun kondisi sanitasi pada pengolahan, produksi

21

maupun penyimpanan makanan. Menurut Surjana (2001) dan Wicaksono (2007),

produk-produk olahan daging akan memiliki masa simpan relatif lama bila

mempunyai pH di bawah 5.0 atau di bawah 0.91. Bakteri koliform didefinisikan

sebagai semua bakteri basili gram negatif baik aerobik maupun aerobik fakultatif,

tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa menghasilkan gas pada

suhu 35°C selama 48 jam (Banwart, 1989; Wicaksono, 2007). Bakteri koliform

dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) koliform fekal, misalnya

Escherichia coli, dan (2) koliform non-fekal, misalnya Enterobacter aerogenes.

Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun

manusia, sedangkan E. aerogenes ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman

yang 34 telah mati. Oleh karena itu, koliform digunakan sebagai bakteri indikator

adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi, misalnya terhadap air, susu, dan

makanan lainnya (Wicaksono, 2007).

22

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dilaboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada

bulan Desember 2016 hingga januari 2017.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri, buret, autoklaf,

coloni counter, incubator, mortar/blender, batang gelas melengkung, tabung

reaksi, Erlenmeyer, micro pipet dan alat-alat pendukung lainnya.

Bahan baku yang digunakan yaitu otak-otak ikan yang dapatkan dari pasar

tradisional di Bandar Lampung yaitu Pasar Tamin, Pasar Tugu, Gudang Lelang,

pasar Tani Kemiling, Pasar Tempel Rajabasa dan pasar Koga. Bahan lain yang

diperlukan yaitu alkohol, spiritus, media XLD, media Staphylococcus agar,

Buffered Pepton Water (BPW), media VRBA (Violet red bird) agar, dan lain-lain.

23

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tiga kali ulangan dan

pengamatan yang dilakukan meliputi uji kuantitatif Escherichia coli,uji kualitatif

Salmonella sp., dan uji kuantitatif Staphyloccous aureus dan uji pH.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratifikasi yaitu mengelompokkan

lokasi pengambilan sampel berdasarkan perbedaan antara sampel satu dengan

yang lain. Pasar Tradisional yang ada di Bandar Lampung adalah 13 Pasar

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel maka diambillah 6 pasar secara acak

mewakili pasar tradisional di Bandar Lampung tempat pengambilan sampel

dilakukan di pasar Tamin, pasar Tugu, Gudang Lelang, pasar Tani Kemiling,

pasar Tempel Rajabasa dan pasar Koga. Dari masing-masing pasar diambil dua

pasar secara acak sebagai tempat pengambilan sampel. Sehingga lokasi

pengambilan sampel berjumlah 6 pasar dari masing-masing pasar diambil

sebanyak satu buah sampel dari masing-masing produk otak-otak ikan. Setelah

mendapat 6 sampel akan diuji lanjut di laboratorium. Masing-masing sampel di

uji nilai pH, uji kuantitatif Escherichia coli, uji kualitatif Salmonella sp., dan uji

kuantitatif Staphylococcus aureus.

24

3.4.1 Preparasi dan Pengenceran

Pengujian sampel dilakukan dengan 2 seri pengenceran yaitu 10-1

dan 10-2

.

Pengenceran awal dilakukan dengan mencampurkan 5 g sampel yang telah

dihaluskan kedalam 45 ml Buffered Pepton Water (BPW) lalu dihomogenkan

didapatkanlah pengenceran 10-1

, demikian juga untuk pengenceran 10-2

, dilakukan

dengan diambil sebanyak 1 ml larutan pengenceran 10

-1 lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi 9 ml BPW (Fardiaz, 1993).

3.4.2 Uji Kuantitatif Escherichia coli

Identifikasi dan perhitungan Escherichia coli dilakukan dengan menggunakan

metode cawan tuang dengan menggunakan metode selektif Violet Red Bile Agar

(VRB). Uji kuantitatif dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel yang telah

dihomogenkan kemudian dituangkan pada cawan petri steril dan dituangkan

media Violet Red Bile Agar steril sebanyak 15 ml. selanjutnya diinkubasi pada

suhu 37oC selama 24 jam, sehingga didapatkan koloni berwarna merah tua

(merah ungu). Berikut ini merupakan prosedur identifikasi Escherichia coli yang

disajikan pada Gambar 4 adalah sebagai berikut:

25

Gambar 4. Diagram alir identifikasi Escherichia coli (Ferdiaz, 1992).

3.4.3 Uji kualitatif Salmonela sp.

Uji Kualitatif salmonela sp., dilakukan dengan menggunakan metode tuang (pour

plate) dengan medium XLD. Identifikasi dilakukan dengan mengambil sampel

yang telah dihomogenkan kemudian dituangkan pada cawan petri steril, dan

dituangkan media XLD steril sebanyak 15 ml dan diikubasi pada suhu 37oC

selama 24 jam, sehingga didapatkan koloni berwarna merah bintik hitam di

tengah. Berikut ini diagram alir identifikasi Salmonella sp. disajikan pada

Gambar 5 :

Dituangkan ke dalam cawan petri

Ditambahkan masing-masing 15 ml VRBA agar steril

Inkubasi (24 jam dan suhu 37oC)

Total koloni berwarna

merah tua (merah ungu)

Sampel (1ml) hasil pengenceran

26

Gambar 5. Diagram alir uji kualitatif Salmonella sp. (Donell 1990 )

3.4.4 Uji Kuantitatif Staphylococcus Aureus

Uji kuantitatif Staphylococcus aureus., dilakukan dengan menggunakan metode

cawan hitung dengan medium Staphylococcus agar. Identifikasi dilakukan dengan

cara mengambil 1 ml sampel yang telah dihomogenkan kemudian dituangkan

pada cawan petri steril, dan dituangkan media Staphylococcus agar steril sebanyak

15 ml dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, sehingga didapatkan koloni

berwarna abu-abu. Berikut ini diagram alir uji kuantitatif Staphylococcus aureus,

disajikan pada Gambar 6.

Dimasukan ke dalam cawan

Tambahkan 15 ml XLD steril

Inkubasi selama 24 jam (suhu 37oC)

Koloni (Merah bintik

hitam ditengah)

Sampel (1 ml)

27

Gambar 6. Diagram alir Staphylococcus aureus (Ferdiaz, 1992).

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pengujian pH

Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan cara

memasukkan pH meter ke dalam sampel uji yang telah diencerkan dengan

aquades.

Masukkan ke dalam cawan petri steril

Ditambahkan 15 ml Stpahylococcus agar

Homogenkan, dan inkubasi (suhu 37

oC selama 24 jam)

Koloni berwarna abu-abu

Sampel (1 ml)

28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa cemaran Escherichia

coli tertinggi terdapat pada otak-otak ikan yang berasal dari pasar Tani sebesar

1,54 x 102 dan terendah adalah otak-otak yang berasal dari pasar Gudang Lelang

0,3 x 101. Cemaran Salmonella sp. terdapat pada otak-otak ikan yang berasal dari

pasar Tamin, pasar Tani dan pasar Rajabasa. Sedangkan cemaran Sthapylococcus

aureus terendah terdapat otak-otak ikan yang berasal dari pasar Tani yaitu sebesar

1,43 x 101 dan yang tertinggi berasal dari Gudang Lelang yaitu sebesar 1,12 x 10

2.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pemberitahuan kepada para produsen otak-otak atau industri

rumah tangga mengenai sanitasi dan hygiene yang baik pada saat pengolahan dan

penyajian otak-otak. Sehingga tidak tercemar oleh bakteri yang berbahaya bagi

kesehatan.

29

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, I.M. 2015. Deteksi Salmonella sp. Pada Daging Sapi di Pasar Tradisional

dan Pasar Modern di Kota Makassar. (Skripsi). Fakultas Kedokteran.

Universitas Hasanuddin. Makassar.72 Hlm.

Astawan, M. 2004. Manfaat Ikan Bagi Jantung dan Wajah. http://www.dkp.go.id.

Diakses tanggal 8 September 2016

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2007. Peraturan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011

Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam

Makanan. Jakarta: Badan POM RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011

Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam

Makanan. Jakarta: Badan POM RI.

Bahri, S. 2001. Mewaspadai Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan, Pakan, dan

Produk Peternakan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Pertanian 20(2): 55 -64Hlm.

Brooks, G.F.et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa. Jakarta: salemba

medika. 317-27Hlm.

Budiarso. 1998. Rakus Ikan Menyehatkan. http://www.gizi.net. Diakses tanggal

10 September 2016

Donnel,JM., 1990. Principles Of Radiation Chemistry Edward Arnold

Publisher, LTD.London.128Hlm.

Farahita, Y., dkk. 2012. Karakteristik Kimia Carviar Nilem Dalam Peremdaman

Campuran Larutan Asam Asetat Dengan Larutan Garam Selama

Penyimpanan Suhu Dingin (5-100C). Jurnal Perikanan dan Kelautan.

3(4):165-170

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan, Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian

Bogor. Bogor

30

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktora Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fardiaz, S.1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Edisi I/1. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. 271-288 dan 800-810.

Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta.

Hafiluddin, Z. 2012. Kandungan Gizi dan Logam Berat Ikan Belanak (Mugil sp.)

Di Sekitar Perairan Socah. Jurnal Kelautan. 5:2 (1907-9931)

Harsojo, S. 2000. Sanitasi Makanan Olahan di Jakarta dan Tanggerang. Seminar

Nasional. Peternakan dan Veteriner, Bogor.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme. Jilid 1. Cv Yrama

Widya. Bandung.

Jawetz, et al. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (alih bahasa: nugroho

dan R. F. Maulany). Jakarta. Kedokteran EGC

Jawetz, E. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba medika. Jakarta.

Jawetz, M., dan Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika.

Jakarta

Marliena, L. 2016. Uji Bakteriologis dan Organoleptik Daging Ayam (Gallus

domesticus) di Pasar Tradisional dan Pasar Modern Kota Bandar Lampung.

(skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung .

Mukartini, S.,et al. 1995. Microbiological Status of Beef Carcass Meat in

Indonesia. Food Safety 15:291-303

Nugroho, W. S. 2005. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus

Bakteri Jahat yang Sering Disepelekan. Staff Pengajar Bagian Kesehatan

Masyarakat Veteriner FKH UGM. Yogyakarta.

Pandit,S. 2008. Optimalkan Distribusi Hasil Perikanan.http://www.balipost.co.id.

Diakses tanggal 8 September 2016

Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung Terhadap

Mutu Bakso. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purnawijayanti, 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan

Makanan. Kasinius,Yogyakarta

31

Rose, A.H. 1982. Fermented Food. Academic Press. USA.

Ryan, K. J.et al. 1994. Medical Microbiology an Introduction to Infectious

Diseases. 3rded. Connecticut:Appleton and lange

Sari, P. 2012. Pengawetan Suhu Rendah Pada Daging dan Ikan. Universitas

Diponegoro. Semarang

Saparinto, D. 2008. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta

Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.

Universitas Sumatra Utara Digital Library. Medan

SNI. 2013. Otak-otak ikan SNI 7757-2013. Http://16438_SNI7757-2013_otak-

otak ikan_web.pdf. Diakses tanggal 20 September 2016.

Sa’idah. F. 2011. Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi di Pasar

Swalayan dan Pasar Tradisional. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner

(BPPV) Regional V. http://ditjennak.deptan.go.id. Banjarbaru.

Smith, K. P. F. 1988.Genetic elements in Escherichia coli. London: Macmillan

Molecularbiology series.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobilogi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta

Suhartini dan Hidayat. N. 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agri Sarana.

Surabaya.

Supar dan T. Ariyanti. 2005. Keamanan Pangan Produk Peternakan Ditinjau dari

Aspek Prapanen: Permasalahan dan Solusi. Prosiding Lokakarya Nasional

Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor. 14 September 2005. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 27 -29.

Surjana, W.2001. Pengawetan Bakso Daging Sapi dengan Bahan Aditif Kimia

pada Penyimpanan Suhu Kamar. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarifah. 2008. Mikroba Pangan Pada Makanan dan Sumber Pencemarnya.

www.pkm-abiner.com. Diakses tanggal 2 November 2016

Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.

Edisi revisi. Jakarta. Binarupa aksara..

Wicaksono, D.A. 2007. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium

Metabisulfit dan Mix Pengawet Terhadap Umur Simpan Bakso Daging Sapi

pada Suhu Ruang. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

32

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Yunita, N. 2015. Identifikasi dan Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada

Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor (skripsi). Institut Pertanian Bogor .

Bogor.