surviving sepsis campaign - guideline 2012
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Surviving Sepsis Campaign merupakan pedoman internasional yang digunakan dalam
manajemen sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat dan syok septik adalah masalah
pelayanan kesehatan yang terutama, menyerang jutaan orang di seluruh dunia, membunuh
satu dari empat (bahkan lebih), dan peningkatan kejadian. Sepsis adalah suatu keadaan
sistemik, dimana terdapat respon pejamu terhadap infeksi yang dapat menyebabkan
terjadinya sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder oleh pajanan infeksi) dan syok septik
(sepsis berat ditambah hipotensi yang tidak teratasi dengan pemberian resusitasi cairan).
Rekomendasi dalam guideline Surviving Sepsis Campaign dimaksudkan untuk
memberikan bimbingan kepada klinisi dalam merawat pasien dengan sepsis berat atau syok
septik. Rekomendasi dari pedoman ini tidak dapat menggantikan kemampuan dalam
pengambilan oleh seorang klinisi – ketika dia mendapati keadaan pasien yang bervariasi
dalam manifestasi klinisnya. Sebagian besar rekomendasri dalam pedoman ini sesuai untuk
pasien dengan sepsis berat di perawatan ICU dan non-ICU.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Sepsis
Sepsis didefinisikan sebagai suatu keadaan infeksi bersama dengan manifestasi
sistemik dari infeksi. Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah dengan disfungsi
2
organ akibat sepsis atau hipoperfusi jaringan. Syok septik didefinisikan sebagai hipotensi
yang diinduksi sepsis yang menetap meskipun resusitasi cairan yang diberikan sudah adekuat.
Hipoperfusi jaringan yang diinduksi infeksi didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi
infeksi, peningkatan laktat, atau oliguria. Hipotensi yang diinduksi oleh sepsis didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik (SBP) <90 mmHg atau tekanan arteri rata – rata (MAP)
<70mmHg atau penurunan SBP> 40 mmHg atau kurang dari dua standar deviasi di bawah
normal untuk usia tanpa adanya penyebab lain dari hipotensi.
2.2. Rekomendasi Grading
Sistem Grading yang digunakan adalah the Grading of Recommendations Assessment,
Development and Evaluation (GRADE) untuk memandu penilaian kualitas bukti dengan
penilaian tinggi/high (A) hingga sangat rendah/very low (D) dan untuk menentukan kekuatan
rekomendasi. Sistem ini mengklasifikasikan kualitas evidens yang tinggi/high (grade A),
sedang/moderate (kelas B), rendah/low (kelas C), atau sangat rendah/very low (kelas D).
Percobaan acak dimulai sebagai evidens berkualitas tinggi tetapi dapat diturunkan karena
keterbatasan dalam pelaksanaan, inkonsistensi, atau ketidaktepatan hasil, indirectness
evidens, dan pelaporan yang mungkin bias. Penentuan dari kuat atau lemah dianggap secara
klinis lebih besar kepentingannya daripada perbedaan dalam tingkat kualitas bukti. Komite
kemudian menilai apakah efek yang diinginkan lebih besar daripada efek yang tidak
diinginkan, dan kekuatan rekomendasi mencerminkan tingkat kepercayaan dari kelompok
tersebut dalam memberikan penilaian. Dengan demikian, rekomendasi yang kuat dalam
mendukung intervensi mencerminkan pendapat panel bahwa efek yang diinginkan terhadap
rekomendasi (Hasil yang menguntungkan dalam bidang kesehatan, beban yang lebih rendah
pada staf dan pasien, dan penghematan biaya) jelas akan lebih besar daripada efek yang tidak
diinginkan (merugikan bagi kesehatan; beban lebih besar pada staf dan pasien, dan biaya
yang lebih besar).
TABEL 1. KRITERIA DIAGNOSIS SEPSIS
Variabel General
Demam ( > 38,3° C)
Hipotermia (temperatur < 36° C)
3
Heart Rate > 90/ menit atau lebih besar 2 kali dari nilai normal dalam kategori umur
Takipnea
Status mental yang berubah
Edema yang signifikan atau balans cairan yang positif (> 20 ml/kg dalam 24 jam)
Hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa adanya kehadiran
Diabetes
Variabe Inflamatori
Leukositosis (hitungan sel darah putih > 12.000 / μL)
Leukopenia (hitungan sel darah putih < 4.000 / μL)
Hitungan sel darah putih dalam batas normal dengan bentuk imatur > 10%
Protein Plasma-C reaktif 2x lebih besar dari nilai normal
Prokalsitonin plasma 2x lebih besar dari nilai normal
Variabel Hemodinamik
Hipotensi arterial (tekanan darah sistolik < 90mmHg, tekanan rata-rata arteri < 70 mmHg,
atau tekanan darah sistolik menurun > 40 mmHg pada orang dewasa atau kurang dari dua kali
dibawah nilai normal pada kriteria umur
Variabel Disfungsi Organ
Hipoksemia arterial (PaO2 /Fio2 < 300)
Oliguria akut (pengeluaran urin < 0,5 mL/ kg/ jam selama paling tidak 2 jam setelah
pemberian resusitasi cairan yang adekuat)
Peningkatan Kreatinin > 0,5 mg/ dL atau 44,2 μmol/ L
Koagulasi yang abnormal ( INR > 1,5 atau aPTT > 60 s)
Ileus ( ketiadaan bunyi bowel)
Trombositopenia (hitungan platelet < 100.000 /μL)
Hiperbilirubinemia (bilirubin total dalam plasma > 4 mg/dL atau 70 μmol/ L)
Variabel Perfusi Jaringan
Hiperlaktatemia ( > 1 mmol/L)
Penurunan pengisian kapiler / mottling
WBC = white blood cell; SBP = systolic blood pressure; MAP = mean arterial pressure; INR = international
normalized ratio; aPTT = activated partial thromboplastin Time.
Kriteria diagnosis sepsis pada populasi pediatric adalah tanda dan gejala inflamasi ditambah dengan infeksi dengan
hiper atau hipotermia (suhu rektal >38,5 ° atau < 35°C), takikardia (mungkin tidak ada pada pasien dengan
4
hipotermi), dan setidaknya terdapat satu dari indikasi fungsi organ yang berubah: perubahan status mental,
hipoksemia, peningkatan laktat dalam serum, atau denyut nadi pols yang bounding.
Diadaptasi dari Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis
Definitions Conference. Crit Care Med 2003; 31: 1250–1256.
TABEL 2. SEPSIS BERAT
Definisi sepsis berat + sepsis yang diinduksi oleh hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ (atau salah
satu dari daftar berikut yang dikarenakan infeksi)
Sepsis yang diinduksi hipotensi
Nilai laktat diatas nilai normal secara laboratorium
Pengeluaran urin < 0,5 mL/kg/jam setelah lebih dari 2 jam pemberian resusitasi cairan yang adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan ketiadaan pneumonia sebagai sumber infeksi
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia sebagai sumber infeksi
Kreatinin >2,0 mg/dL (176,8 μmol/L)
Bilirubin > 2mg/dL (34,2 μmol/L)
Platelet < 100.000 μL
Koagulopati (international normalized ratio > 1,5)
Diadaptasi dari Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis
Definitions Conference. Crit Care Med 2003; 31: 1250–1256
TABEL 3. Penentuan dari Kualitas Evidens
Metodologi underlying
A (tinggi) RCTs
B (sedang) Downgraded RCTs atau studi observasional yang sedang di upgrade
C (rendah) Observasional dengan hasil yang baik dengan RCTs yang terkontrol
D (sangat rendah) Downgraded studi terkontrol atau pendapat para ahli yang didasarkan oleh
evidens lain
Faktor yang dapat menurunkan kekuatan evidens
1. Kualitas yang buruk dari perencanaan dan implementasi dari RCTs yang tersedia, dengan
kemungkinan terjadinya prasangka yang tinggi
2. Hasil akhir yang tidak konsisten, termasuk masalah dalam analisis subgroup
3. Evidens yang tidak langsung (populasi yang berbeda, intervensi, kontrol, hasil akhir, kesimpulan
5
4. Ketidaktepatan dari hasil
5. Kemungkinan tinggi terjadinya prasangka
Faktor utama yang dapat meningkatkan kekuatan evidens
1. Memberikan pengaruh yang besar (evidens langsung, resiko relatif >2 tanpa adanya pembaur yang
tidak masuk akal
2. Meberikan pengaruh yang sangat besar dengan risiko relatif >5 dan tidak ada keraguan dalam
validitas ( dengan 2 level )
3. Gradient dari respon terhadap dosis
RCT = randomized controlled trial
TABEL 4. Faktor yang Menentukan Kuat dan Lemahnya Rekomendasi
Hal – hal yang harus dipertimbangkan Proses Rekomendasi
Evidens yang tinggi atau sedang ( apakah
kualitas dari evidens tinggi atau sedang ?)
Semakin tinggi kualitas evidens, maka akan menjadi
rekomendasi yang semakin kuat untuk dipertahankan
kepastian terhadap keseimbanan dari
keuntungan dan kerugian (apakah ada
kepastian ?)
Semakin besar perbedaan diantara konsekuensi yang
diinginkan dengan yang tidak diinginkan dan kepastian
terhadap perbedaan tersebut, maka akan semakin menjadi
rekomendasi yang kuat. Semakin kecil keuntungan dan
semakin rendah tingkat kepastian dari keuntungan yang
akan didapat, maka akan menjadi rekomendasi yang
semakin lemah.
Kepastian mengenai nilai yang sama
(apakah hal ini adalah kepastian atau
kesamaan ?)
Semakin tinggi kepastian dan kesamaan dalam suatu nilai
dan preferensi, maka akan menjadi rekomendasi yang
semakin kuat.
Implikasi sumber (apakah sumber sesuai
dengan keuntungan yang diharapkan ?)
Semakin rendah biaya yang dikeluarkan dalam intervensi
dibandingkan dengan alternative atau biaya lain yang
berhubungan dengn pengambilan keputusan – misalnya,
penggunaan sumber yang lebih sedikit – akan menjadi
6
rekomendasi yang semakin kuat
2.3. Pengelolaan Sepsis Berat : Resusitasi Awal dan Masalah Infeksi
2.3.1. Resusitasi Awal
1. Direkomendasikan, resusitasi kuantitatif pasien dengan sepsis yang diinduksi oleh
hipoperfusi jaringan (didefinisikan dalam dokumen ini sebagai hipotensi yang
menetap setelah resusitasi cairan awal atau konsentrasi laktat darah ≥ 4mmol/L ).
Protokol ini harus dimulai sesegera mungkin setelah hipoperfusi dipastikan dan tidak
boleh ditunda menunggu masuk ICU. Selama 6 jam resusitasi, tujuan resusitasi awal
sepsis yang diinduksi hipoperfusi harus mencakup semua hal berikut sebagai bagian
dari protokol pengobatan ( grade 1C ) :
a. CVP 8-12 mm Hg
b. MAP ≥ 65 mm Hg
c. Produksi urine ≥ 0,5 mL / kg / jam
d. Saturasi osigenasi vena cava superior ( ScvO2 ) atau saturasi oksigen vena
campuran ( SvO2 ) 70 % atau 65 % , masing-masing.
2. Disarankan, agar menargetkan resusitasi untuk menormalkan laktat pada pasien
dengan kadar laktat sebagai penanda hipoperfusi jaringan ( grade 2C ).
Pemikiran. Secara acak, terkontrol, studi tunggal yang terpusat, resusitasi awal yang
kuantitatif meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien gawat darurat yang mengalami
syok septik. Target resusitasi dari hasil fisiologis yang ingin dicapai dapat dilihat dalam
rekomendasi 1 (di atas) untuk 6 jam pertama dihubungkan dengan 15,9% reduksi absolut
dalam 28 hari tingkat mortalitas. Strategi ini, disebut terapi tujuan – yang diarahkan sedini
mungkin, dievaluasi dalam percobaan multicenter dari 314 pasien dengan sepsis berat di
delapan pusat di Cina. Percobaan ini melaporkan penurunan absolut 17,7 % angka kematian
dalam 28-hari ( tingkat kelangsungan hidup , 75,2 % vs 57,5 % , p = 0,001 ). Sejumlah besar
studi observasional lain yang menggunakan bentuk yang sama resusitasi awal kuantitatif
pada populasi pasien sebanding telah menunjukkan penurunan angka kematian yang
signifikan dibandingkan dengan kontrol riwayat sebelumnya. Tahap III kegiatan SSC,
program peningkatan kinerja internasional , menunjukkan bahwa kematian pasien sepsis
7
memperlihatkan hipotensi dan laktat ≥ 4 mmol/L adalah 46,1 % , mirip dengan mortalitas
46,6 % ditemukan dalam percobaan pertama yang disebutkan di atas . Sebagai bagian dari
program peningkatan kinerja , beberapa rumah sakit telah menurunkan ambang laktat untuk
memicu resusitasi kuantitatif pada pasien dengan sepsis berat , tetapi ambang ini belum
mengalami percobaan acak .
2.3.2. Skrining untuk Sepsis dan Peningkatan Kinerja
1. Kami menyarankan skrining rutin terhadap pasien yang berpotensi terinfeksi serius
untuk sepsis berat untuk meningkatkan identifikasi awal sepsis dan memungkinkan
pelaksanaan terapi sepsis lebih awal ( grade 1C )
Pemikiran. Identifikasi awal sepsis dan pelaksanaan terapi awal berbasis bukti telah
didokumentasikan untuk meningkatkan hasil dan menurunkan angka kematian sepsis terkait .
Menghemat waktu untuk diagnosis sepsis berat dianggap komponen penting dari mengurangi
angka kematian dari beberapa disfungsi organ terkait sepsis. Kurangnya pengenalan awal
merupakan kendala utama untuk inisiasi sepsis. Alat skrining sepsis telah dikembangkan
untuk memantau pasien ICU, dan pelaksanaannya telah dikaitkan dengan penurunan
mortalitas terkait sepsis.
2. Upaya perbaikan kinerja pada sepsis berat harus digunakan untuk meningkatkan hasil
akhir terhadap pasien ( UG ).
Pemikiran. Upaya perbaikan kinerja pada sepsis telah dikaitkan dengan hasil pasien
yang mengalami perbaikan. Peningkatan dalam perawatan melalui peningkatan kepatuhan
dengan indikator kualitas sepsis adalah tujuan dari program peningkatan kinerja sepsis berat.
Manajemen sepsis membutuhkan tim yang multidisiplin (dokter, perawat, farmasi,
pernapasan, ahli diet, dan administrasi ) dan kolaborasi multispesialis (obat, operasi, dan
obat-obatan darurat) untuk memaksimalkan kesempatan untuk berhasil dalam penanganan.
Evaluasi terhadap proses memerlukan edukasi yang konsisten, pengembangan protokol dan
implementasi, pengumpulan data, pengukuran indikator, dan umpan balik untuk
memfasilitasi peningkatan kinerja yang berkesinambungan. Sesi edukasi berkelanjutan
memberikan umpan balik mengenai kepatuhan indikator dan dapat membantu
mengidentifikasi area untuk upaya tambahan menuju perbaikan. Selain upaya pendidikan
kedokteran berkelanjutan tradisional untuk memperkenalkan pedoman dalam praktek klinis,
8
upaya penerjemahan pengetahuan baru-baru ini diperkenalkan sebagai sarana untuk
mempromosikan penggunaan bukti berkualitas tinggi dalam mengubah perilaku .
2.3.3. Diagnosis
1. Direkomendasikan untuk mendapatkan kultur yang sesuai sebelum terapi antimikroba
dimulai jika kultur tersebut tidak menyebabkan penundaan yang signifikan
(>45menit) di awal penatalaksanaan antimikroba (grade 1C). Untuk mengoptimalkan
identifikasi organisme penyebab , kami menyarankan untuk mendapatkan setidaknya
dua set kultur darah (baik aerobik dan anaerobik) sebelum terapi antimikroba, dengan
setidaknya satu ditarik perkutan dan satu ditarik melalui setiap perangkat akses
vaskular , kecuali perangkat baru-baru ini (< 48 jam) dimasukkan. Kultur darah ini
dapat ditarik pada saat yang sama jika mereka diperoleh dari akses yang berbeda .
Kultur dari area lain (sebaiknya kuantitatif jika perlu), seperti urin, cairan
serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan tubuh lain yang mungkin menjadi
sumber infeksi, juga harus diperoleh sebelum terapi antimikroba jika hal itu tidak
menyebabkan penundaan yang signifikan dalam perencanaan pemberian antibiotik
(grade 1C).
Pemikiran. Meskipun pengambilan sampel tidak harus menunda pemberian agen
antimikroba tepat waktu pada pasien dengan sepsis berat (misalnya, pungsi lumbal pada
dugaan meningitis ), mendapatkan kultur yang sesuai sebelum pemberian antimikroba sangat
penting untuk mengkonfirmasi infeksi dan patogen yang bertanggung jawab, dan untuk
memungkinkan de-eskalasi terapi antimikroba setelah didapatkan hasil mengenai profil
kerentanan. Sampel dapat didinginkan atau dibekukan jika proses tidak dapat dilakukan
segera. Karena sterilisasi kultur darah dapat terjadi dalam beberapa jam setelah dosis
antimikroba pertama, maka untuk memperoleh kultur sebelum terapi adalah penting jika
organisme penyebab adalah untuk identifikasi. Dua atau lebih kultur darah dianjurkan. Pada
pasien dengan kateter (selama lebih dari 48 jam), setidaknya satu kultur darah harus diambil
melalui setiap perangkat akses vaskular (jika memungkinkan, terutama untuk perangkat
pembuluh darah dengan tanda-tanda peradangan, disfungsi kateter, atau indikator
pembentukan trombus). Mendapatkan kultur darah perifer dan melalui perangkat akses
vaskular merupakan strategi penting. Jika organisme yang sama pulih dari kedua kultur,
kemungkinan bahwa organisme tersebutlah yang menyebabkan sepsis berat akan semakin
meyakinkan. .
9
Selain itu, jika volume setara darah diambil untuk kultur dan perangkat akses vaskular
adalah positif jauh lebih awal daripada kultur darah perifer (yaitu, lebih dari 2 jam
sebelumnya), data mendukung konsep bahwa perangkat akses vaskular adalah sumber
infeksi. Kultur kuantitatif kateter dan darah perifer juga mungkin berguna untuk menentukan
apakah kateter merupakan sumber infeksi. Volume darah diambil dengan tabung kultur harus
≥ 10 mL.
Kultur kuantitatif (atau semikuantitatif) dari sekresi saluran pernapasan sering
direkomendasikan untuk diagnosis ventilator-associated pneumonia, tetapi nilai diagnostik
nya masih belum jelas.
2. Disarankan penggunaan uji 1,3 β - d - glukan (grade 2B ) , tes antibodi mannan dan
anti -Mannan (grade 2C ) ketika kandidiasis invasif menjadi diferensial diagnosis
infeksi.
Pemikiran. Diagnosis infeksi jamur sistemik (biasanya candidiasis ) pada pasien
yang sakit dapat mengancam , dan metodologi diagnostik cepat seperti antigen dan tes deteksi
antibodi , dapat membantu dalam mendeteksi kandidiasis pada pasien ICU . Tes ini
disarankan telah menunjukkan hasil yang positif secara signifikan lebih awal daripada
metode kultur standar, namun reaksi positif palsu dapat terjadi dengan kolonisasi saja , dan
10
utilitas diagnostik mereka dalam mengelola infeksi jamur di ICU masih membutuhkan studi
tambahan.
3. Direkomendasikan, studi pencitraan dilakukan segera dalam upaya untuk
mengkonfirmasi potensi sumber infeksi. Potensi sumber infeksi harus seperti sampel
yang diidentifikasi dan dengan mempertimbangkan risiko pasien untuk transportasi
dan prosedur invasif. Pemeriksaan samping tempat tidur, seperti USG , dapat lebih
memudahkan pasien (UG ) .
Pemikiran. Studi diagnostik dapat mengidentifikasi sumber infeksi yang memerlukan
penghapusan benda asing atau drainase untuk memaksimalkan kemungkinan respon yang
memuaskan terhadap terapi . Bahkan di fasilitas kesehatan yang paling terorganisir dan staf ,
namun, transportasi pasien bisa berbahaya, karena dapat menempatkan pasien dalam
perangkat pencitraan luar -unit yang sulit untuk mengakses dan memantau karena itu
menyeimbangkan risiko dan manfaat wajib dalam pengaturan tersebut .
2.3.4. Terapi Antimikroba
1. Pemberian antimikroba intravena efektif dalam satu jam pertama semenjak syok
septik ditetapkan (grade 1B) dan sepsis berat tanpa syok septik (grade 1C ) harus
menjadi tujuan terapi .
2. a. Direkomendasikan, terapi empirik anti infeksi awal termasuk satu atau lebih obat
yang memiliki aktivitas terhadap semua kemungkinan patogen ( bakteri dan / atau
jamur atau virus ) dan yang menembus dalam konsentrasi yang memadai ke dalam
jaringan dianggap menjadi sumber sepsis (grade 1B) .
Pemikiran. Pilihan terapi empiris antimikroba tergantung pada isu-isu kompleks yang
berkaitan dengan riwayat pasien, termasuk intoleransi obat, penerimaan terbaru antibiotik
(sebelumnya 3 bulan), penyakit yang mendasari, sindrom klinis, dan pola kerentanan patogen
dalam masyarakat dan rumah sakit, dan bahwa sebelumnya telah didokumentasikan
menginfeksi pasien. Patogen paling umum yang menyebabkan syok septik pada pasien rawat
inap adalah bakteri Gram - positif, diikuti oleh mikroorganisme bakteri Gram - negatif dan
campuran. Candidiasis, sindrom syok toksik, dan berbagai patogen jarang pada pasien
tertentu. Berbagai macam patogen terutama ada potensi untuk pasien mengalami neutropenia.
Penggunaan agen anti infeksi yang baru-baru saja digunakan, umumnya harus dihindari .
Ketika memilih terapi empiris, dokter harus menyadari virulensi dan perkembangan
11
prevalensi oksasilin ( methicillin ) - resistant Staphylococcus aureus , dan ketahanan terhadap
spektrum luas beta - laktam dan carbapenem antara basil Gram - negatif dalam beberapa
komunitas dan pengaturan kesehatan . Dalam daerah di mana prevalensi organisme resisten
terhadap obat tersebut sangat penting , terapi empirik dapat memberikan hasil yang cukup
memuaskan.
Dokter juga harus mempertimbangkan kemungkinan candidemia ketika memilih
terapi awal . Bila dianggap diperlukan , pemilihan terapi antijamur empiris (misalnya,
echinocandin , triazoles seperti flukonazol , atau formulasi amfoterisin B ) harus disesuaikan
dengan pola lokal dari spesies Candida paling umum dan setiap paparan baru untuk obat
antijamur. Infectious Diseases Society of America baru-baru ini ( IDSA ) merekomendasikan
pedoman penggunaan flukonazol atau echinocandin . Penggunaan empiris dari echinocandin
lebih disukai pada kebanyakan pasien dengan penyakit parah, terutama pada pasien yang baru
saja diobati dengan agen antijamur , atau jika Candida glabrata merupakan infeksi yang
dicurigai dari data kultur sebelumnya. Pengetahuan tentang pola resistensi lokal untuk agen
antijamur harus membimbing pemilihan obat sampai hasil uji kepekaan jamur , jika ada,
dilakukan. Faktor risiko untuk candidemia , seperti imunosupresi atau neutropenic , terapi
antibiotik sebelum intens, atau kolonisasi pada beberapa situs , juga harus dipertimbangkan
ketika memilih terapi awal . Karena pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki
sedikit margin untuk kesalahan dalam pilihan terapi , seleksi awal terapi antimikroba harus
cukup luas untuk mencakup semua kemungkinan patogen . Pilihan antibiotik harus dipandu
oleh pola prevalensi lokal bakteri patogen dan data kerentanan . Banyak sekali terjadi
kegagalan untuk memulai terapi yang tepat (yaitu , terapi dengan aktivitas terhadap patogen
yang kemudian diidentifikasi sebagai agen penyebab) berkorelasi dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik . Paparan terakhir
terhadap antimikroba (dalam 3 bulan terakhir) harus dipertimbangkan dalam pilihan
antibakteri rejimen empiris. Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan terapi
spektrum luas sampai organisme penyebab dan kerentanan antimikroba diperoleh. Meskipun
pembatasan global antibiotik merupakan strategi penting untuk mengurangi perkembangan
resistensi antimikroba dan untuk mengurangi biaya , bukan merupakan strategi yang tepat
dalam terapi awal untuk populasi pasien. Namun, segera setelah patogen penyebab telah
diidentifikasi, de-eskalasi harus dilakukan dengan memilih agen antimikroba yang paling
tepat yang meliputi patogen dan aman dan hemat biaya. Kolaborasi dengan program
kepengurusan antimikroba, di mana mereka ada, didorong untuk memastikan pilihan yang
12
tepat dan ketersediaan cepat antimikroba yang efektif untuk mengobati pasien sepsis . Semua
pasien harus menerima dosis muatan penuh setiap agen . Pasien dengan sepsis sering
memiliki fungsi ginjal atau hati abnormal, atau mungkin memiliki distribusi volume
abnormal akibat resusitasi cairan agresif , membutuhkan penyesuaian dosis. Pemantauan obat
konsentrasi serum dapat berguna dalam pengaturan ICU untuk obat-obatan yang dapat diukur
segera . Keahlian yang signifikan diperlukan untuk memastikan bahwa konsentrasi serum
memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan toksisitas.
2b . Rejimen antimikroba harus dinilai ulang setiap hari untuk potensi de - eskalasi untuk
mencegah perkembangan resistensi , untuk mengurangi toksisitas , dan untuk mengurangi
biaya (grade 1B).
Pemikiran. Setelah patogen penyebab telah diidentifikasi , agen antimikroba yang
paling tepat yang meliputi patogen dan aman dan hemat biaya harus dipilih . Pada
kesempatan lanjut, penggunaan kombinasi spesifik dari antimikroba mungkin diindikasikan
bahkan setelah uji kerentanan tersedia (misalnya , Pseudomonas spp hanya rentan terhadap
aminoglikosida, Enterococcal endokarditis, Acinetobacter spp infeksi hanya rentan terhadap
polymyxins). Keputusan pada pilihan antibiotik definitif harus didasarkan pada jenis
patogen , karakteristik pasien , dan rejimen pengobatan rumah sakit disukai .
Mempersempit cakupan spektrum antimikroba dan mengurangi durasi terapi
antimikroba akan mengurangi kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan
superinfeksi dengan patogen lain atau organisme yang resisten , seperti Candida spesies ,
Clostridium difficile , atau vankomisin - tahan Enterococcus faecium . Namun, keinginan
untuk meminimalkan superinfeksi dan komplikasi lain tidak harus didahulukan atas
pemberian terapi yang memadai untuk menyembuhkan infeksi yang menyebabkan sepsis
berat atau syok septik.
3. Disarankan penggunaan prokalsitonin tingkat rendah atau biomarker yang serupa untuk
membantu dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada pasien yang mengalami septik ,
tetapi tidak memiliki bukti selanjutnya mengalami infeksi ( grade 2C ) .
Pemikiran. Saran ini didasarkan pada literatur dominan yang diterbitkan berkaitan
dengan penggunaan procalcitonin sebagai alat untuk menghentikan antimikroba yang tidak
perlu . Namun, pengalaman klinis dengan strategi ini terbatas dan potensi bahaya masih
menjadi perhatian. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa praktek ini mengurangi prevalensi
13
resistensi antimikroba atau risiko diare terkait antibiotik dari C. difficile. Satu studi baru-baru
ini gagal untuk menunjukkan manfaat pengukuran prokalsitonin harian terhadap terapi
antibiotik awal atau kelangsungan hidup .
4a . Terapi empirik harus berusaha untuk memberikan aktivitas antimikroba terhadap
kemungkinan patogen berdasarkan kehadiran penyakit setiap pasien dan pola lokal infeksi .
Kami menyarankan terapi empiris kombinasi terhadap pasien neutropenia dengan sepsis berat
(grade 2B) dan untuk pasien yang sulit diobati , bakteri patogen -MDR seperti Acinetobacter
dan Pseudomonas spp . ( grade 2B ). Untuk pasien dengan infeksi berat terkait dengan
kegagalan pernapasan dan syok septik , terapi kombinasi dengan spektrum panjang beta -
laktam dan baik aminoglikosida atau fluorokuinolon disarankan untuk P. aruginosa
bacteremia (grade 2B ) . Demikian pula, kombinasi yang lebih kompleks beta- laktam dan
makrolida disarankan untuk pasien dengan syok septik dari bacteremic infeksi Streptococcus
pneumoniae ( grade 2B ) .
4b . Disarankan bahwa terapi kombinasi , bila digunakan secara empiris pada pasien dengan
sepsis berat , tidak boleh diberikan selama lebih dari 3 sampai 5 hari . De - eskalasi terhadap
terapi agen tunggal yang paling tepat harus dilakukan sesegera profil kerentanan
teridentifikasi (grade 2B) . Pengecualian terhadap monoterapi aminoglikosida, yang harus
dihindari pada umumnya , khususnya untuk sepsis P.aeruginosa, dan bentuk-bentuk tertentu
dari endokarditis, di mana program berkepanjangan kombinasi antibiotik dijamin .
Pemikiran. Suatu analisis, meta-analisis, dan meta-analisis regresi, bersama dengan
studi observasional tambahan, telah menunjukkan bahwa terapi kombinasi menghasilkan
hasil klinis unggul dalam sakit parah, pasien sepsis dengan risiko kematian tinggi. Mengingat
meningkatnya frekuensi resistensi terhadap agen antimikroba di banyak bagian dunia,
cakupan spektrum luas biasanya dibutuhkan dalam penggunaan awal kombinasi agen
antimikroba. Kombinasi terapi yang digunakan dalam konteks ini berkonotasi setidaknya dua
kelas antibiotik yang berbeda (biasanya agen beta-laktam dengan macrolide, fluoroquinolone,
atau aminoglikosida untuk pasien tertentu). Sebuah uji coba terkontrol menyarankan,
bagaimanapun, bahwa ketika menggunakan carbapenem sebagai terapi empiris pada populasi
berisiko rendah terhadap infeksi mikroorganisme resisten, penambahan fluorokuinolon tidak
meningkatkan hasil akhir pasien. Sejumlah studi observasional lainnya baru-baru ini dan
beberapa percobaan prospektif mendukung terapi kombinasi awal untuk pasien dengan
14
patogen tertentu (misalnya , sepsis pneumokokus, resisten patogen Gram - negatif), tetapi
percobaan klinis acak tidak tersedia untuk mendukung kombinasi lebih dari monoterapi
selain pada pasien sepsis yang berisiko tinggi kematian. Dalam beberapa skenario klinis,
terapi kombinasi secara biologis masuk akal dan cenderung berguna secara klinis bahkan jika
bukti belum menunjukkan peningkatan hasil klinis. Terapi kombinasi untuk Pseudomonas
aeruginosa atau resisten patogen Gram-negatif lainnya, menunggu hasil kerentanan,
meningkatkan kemungkinan bahwa setidaknya satu obat yang efektif terhadap strain yang
positif dan mempengaruhi hasil.
5 . Disarankan bahwa durasi terapi biasanya menjadi 7 sampai 10 hari jika ada indikasi klinis,
pemberian yang lama mungkin tepat pada pasien yang memiliki respon klinis lambat, fokus
infeksi, bakteremia dengan S. aureus, beberapa infeksi jamur dan virus, atau kurangnya
imunologi , termasuk neutropenia ( grade 2C ) .
Pemikiran. Meskipun faktor pasien dapat mempengaruhi lamanya terapi antibiotik ,
secara umum, durasi 7-10 hari ( tanpa adanya masalah kontrol sumber ) yang memadai .
Dengan demikian , keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan terapi antimikroba harus
dibuat atas dasar pertimbangan dokter dan informasi klinis. Dokter harus menyadari kultur
darah yang negatif dalam persentase yang signifikan dari kasus sepsis berat atau syok septik ,
meskipun banyak dari kasus-kasus ini sangat mungkin disebabkan oleh bakteri atau jamur.
6 . Disarankan bahwa terapi antivirus akan dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis
berat atau syok septik yang berasal dari virus ( grade 2C ) .
7 . Direkomendasikan bahwa agen antimikroba tidak dapat digunakan pada pasien dengan
keadaan inflamasi parah yang memungkinkan untuk menjadi penyebab tidak menular ( UG ) .
Pemikiran. Ketika ditemukan ketidakhadiran infeksi, terapi antimikroba harus
dihentikan segera untuk meminimalkan kemungkinan bahwa pasien akan terinfeksi dengan
patogen yang tahan terhadap antimikroba atau akan mengembangkan efek samping obat-
terkait. Meskipun penting untuk menghentikan antibiotik yang tidak perlu sedini mungkin,
dokter harus menyadari bahwa kultur darah akan negatif di lebih dari 50 % kasus sepsis berat
atau syok septik jika pasien yang menerima terapi antimikroba empiris, namun banyak kasus
sangat mungkin disebabkan oleh bakteri atau jamur. Dengan demikian, keputusan untuk
15
melanjutkan , mempersempit, atau menghentikan terapi antimikroba harus dibuat atas dasar
pertimbangan dokter dan informasi klinis.
2.3.5. Kontrol Sumber
1. Direkomendasikan bahwa diagnosis anatomi infeksi tertentu yang memerlukan
pertimbangan untuk kontrol sumber ( misalnya, necrotizing infeksi jaringan lunak ,
peritonitis, kolangiti , infark usu ) dicari dan didiagnosis atau dikecualikan secepat
mungkin, dan intervensi bisa diambil untuk kontrol sumber dalam pertama 12 jam
setelah diagnosis dibuat , jika memungkinkan (grade 1C) .
2. Disarankan bahwa ketika terinfeksi peripancreatic nekrosis diidentifikasi sebagai
sumber potensial infeksi , intervensi definitif terbaik ditunda sampai batas yang
memadai jaringan yang layak dan nonviable telah terjadi ( grade 2B ) .
3. Ketika kontrol sumber pada pasien septis berat diperlukan, intervensi yang efektif
terkait dengan gangguan terhadap fisiologis setidaknya harus digunakan ( misalnya ,
perkutan daripada drainase bedah terhadap abses ) ( UG ) .
4. Jika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis berat atau syok
septik, mereka harus dihapus segera setelah akses vaskular lainnya telah ditetapkan
(UG).
2.3.6. Pencegahan Infeksi
1a . Disarankan dekontaminasi oral selektif dan dekontaminasi pencernaan selektif harus
diperkenalkan dan diselidiki sebagai metode untuk mengurangi kejadian pneumonia-terkait
penggunaan ventilator, ini tindakan pengendalian infeksi yang kemudian dapat dilembagakan
dalam pengaturan perawatan kesehatan dan wilayah di mana metodologi ini ditemukan
efektif (grade 2B).
1b. Disarankan klorheksidin glukonat oral digunakan sebagai bentuk dekontaminasi
oropharyngeal untuk mengurangi risiko pneumonia- terkait ventilator pada pasien ICU
dengan sepsis berat (grade 2B).
2.4. Pengelolaan Sepsis Berat : Bantuan Hemodinamik dan Terapi Adjuvan
16
2.4.1. Terapi Cairan dari Sepsis Berat
1. Direkomendasikan kristaloid digunakan sebagai cairan awal pilihan dalam resusitasi
sepsis berat dan syok septik (grade 1B) .
2. Direkomendasikan penggunaan hidroksietil ( HES ) untuk resusitasi cairan sepsis
berat dan syok septik (grade 1B ).
3. Disarankan penggunaan albumin dalam resusitasi cairan dari sepsis berat dan syok
septik ketika pasien memerlukan sejumlah besar kristaloid (grade 2C ) .
Pemikiran. Tidak adanya manfaat yang jelas setelah pemberian larutan koloid
dibandingkan dengan kristaloid, bersama-sama dengan biaya yang terkait dengan larutan
koloid , mendukung rekomendasi bermutu tinggi untuk penggunaan larutan kristaloid dalam
resusitasi awal pasien dengan sepsis berat dan syok septik .
4. Direkomendasikan pemberian cairan awal pada pasien dengan sepsis yang diinduksi
hipoperfusi jaringan dengan kecurigaan hipovolemia untuk mencapai minimal 30
mL / kg kristaloid ( sebagian ini mungkin setara albumin ) . Penatalaksanaan yang
cepat dan jumlah yang lebih besar cairan mungkin diperlukan pada beberapa pasien
(grade 1C ).
5. Kami merekomendasikan pemberian cairan dilanjutkan asalkan ada perbaikan
hemodinamik baik berdasarkan dinamis (mis, perubahan tekanan nadi, variasi stroke
volum) atau statis (mis, tekanan arteri, denyut jantung) variabel ( UG ) .
2.4.2. Vasopresor
1. Direkomendasikan bahwa terapi vasopressor awalnya menargetkan MAP 65mmHg (
grade1C ).
Pemikiran. Terapi vasopresor diperlukan untuk mempertahankan hidup dan
mempertahankan perfusi dalam menghadapi hipotensi yang mengancam jiwa , bahkan ketika
hipovolemia belum terselesaikan. MAP yang dibawah ambang batas , autoregulasi vaskular
di tempat tidur bisa hilang , dan perfusi dapat menjadi linear tergantung pada tekanan.
Dengan demikian, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi vasopressor untuk mencapai
tekanan perfusi minimal dan mempertahankan aliran yang memadai. Titrasi norepinefrin ke
MAP serendah 65 mm Hg telah ditunjukkan untuk mempertahankan perfusi jaringan.
Perhatikan bahwa definisi konsensus hipotensi sepsis yang diinduksi untuk penggunaan MAP
17
dalam diagnosis sepsis berat berbeda (MAP < 70 mm Hg ) dari target berbasis bukti dari 65
mm Hg yang digunakan dalam rekomendasi ini . Dalam kasus apapun , MAP harus optimal
karena mungkin lebih tinggi pada pasien dengan aterosklerosis dan / atau hipertensi
sebelumnya dibandingkan pada pasien muda tanpa komorbiditas kardiovaskuler . Misalnya,
MAP dari 65 mm Hg mungkin terlalu rendah pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol
parah, dalam muda , pasien yang sebelumnya normotensif. Resusitasi cairan yang cukup
merupakan aspek fundamental dari manajemen hemodinamik pasien dengan syok septik dan
idealnya harus dicapai sebelum vasopresor dan inotropik yang digunakan, namun
menggunakan vasopressor awal sebagai langkah darurat pada pasien dengan syok berat
sering diperlukan.
2. Direkomendasikan norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama (grade 1B) .
3. Disarankan epinefrin (ditambah dan berpotensi menggantikan norepinefrin) ketika
agen tambahan diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah yang memadai
(grade 2B)
4. Vasopresin 0,03 unit / menit dapat ditambahkan ke norepinefrin ( NE ) dengan
maksud baik meningkatkan atau menurunkan MAP NE dosis ( UG )
5. Vasopresin dosis rendah tidak dianjurkan sebagai vasopressor awal tunggal untuk
pengobatan sepsis yang diinduksi hipotensi dan dosis vasopressin lebih tinggi dari
0,03-0,04 unit / menit harus disediakan untuk terapi penyelamatan ( kegagalan untuk
mencapai MAP memadai dengan agen vasopressor lainnya ) ( UG ) .
6. Disarankan dopamin sebagai agen vasopressor alternatif untuk norepinefrin hanya
pada pasien yang sangat dipilih (misalnya, pasien dengan risiko rendah takiaritmia
dan bradikardi absolut atau relatif) ( grade 2C ) .
7. Fenilefrin tidak dianjurkan dalam pengobatan syok septik kecuali dalam keadaan di
mana ( a) norepinefrin berhubungan dengan aritmia yang serius , ( b ) curah jantung
dikenal tinggi dan tekanan darah masih rendah atau ( c ) sebagai terapi penyelamatan
bila dikombinasikan inotrope / obat vasopresor dan vasopresin dosis rendah telah
gagal untuk mencapai target MAP ( grade 1C )
8. Direkomendasikan bahwa dopamin dosis rendah tidak dapat digunakan untuk
perlindungan ginjal (grade 1A ) .
Pemikiran. Sebuah uji coba secara acak dan meta-analisis membandingkan dopamine
dosis rendah dengan plasebo dan tidak ditemukan perbedaan baik dalam hasil utama (puncak
serum kreatinin, perlu untuk penggantian ginjal, urin, waktu untuk pemulihan fungsi ginjal
18
normal ). Dengan demikian, data yang tersedia tidak mendukung pemberian dosis rendah
dopamin semata-mata untuk mempertahankan fungsi ginjal .
9. Direkomendasikan bahwa semua pasien yang membutuhkan vasopressor memiliki
kateter arteri ditempatkan sesegera mungkin jika sumber daya tersedia ( UG ) .
Pemikiran . Pada tahap syok, estimasi tekanan darah menggunakan manset umumnya
tidak akurat, penggunaan kanula arteri memberikan pengukuran yang lebih tepat dan
direproduksi dari tekanan arter . Pipa ini juga memungkinkan analisis terus menerus sehingga
keputusan mengenai terapi dapat didasarkan pada informasi tekanan darah segera dan
direproduksi .
2.4.3. Terapi Inotropik
1. Direkomendasikan bahwa uji coba infus dobutamin hingga 20 mg/kg/menit diberikan
atau ditambahkan ke vasopressor (jika digunakan) dengan keadaan : a) disfungsi
miokard, seperti yang disarankan oleh peningkatan tekanan pengisian jantung dan
cardiac output rendah, atau b) tanda-tanda hipoperfusi berkelanjutan, meskipun
mencapai volume intravaskular yang memadai dan MAP yang memadai (grade1C).
2. Direkomendasikan penggunaan strategi untuk meningkatkan indeks jantung ke tingkat
supranormal yang telah ditentukan (grade 1B) .
Pemikiran. Dobutamine adalah pilihan inotrope pertama untuk pasien yang diukur
atau diduga cardiac output nya rendah dan MAP yang memadai. Pasien sepsis yang hipotensi
nya menetap setelah resusitasi cairan mungkin memiliki rendah, normal, atau meningkatkan
output jantung. Oleh karena itu, pengobatan dengan inotrope gabungan / vasopresor, seperti
norepinefrin atau epinefrin, dianjurkan jika cardiac output tidak diukur. Ketika kemampuan
yang ada untuk memantau curah jantung di samping tekanan darah, vasopresor, seperti
norepinefrin, dapat digunakan secara terpisah untuk menargetkan tingkat tertentu MAP dan
cardiac output. Uji klinis prospektif besar, yang termasuk pasien ICU sakit kritis yang
memiliki sepsis berat, gagal untuk menunjukkan manfaat dari peningkatan pengiriman
oksigen ke target supranormal dengan menggunakan dobutamin. Studi ini tidak secara khusus
menargetkan pasien dengan sepsis berat dan tidak menargetkan 6 jam pertama resusitasi. Jika
bukti hipoperfusi jaringan berlanjut meskipun volume intravaskular yang memadai dan MAP
yang memadai, alternatif lainnya adalah dengan menambahkan terapi inotropik.
19
Perbandingan Noreponefrin dan Dopamin pada Sepsis Berat
Norepinefrin dibandingkan dengan dopamine pada sepsis berat
Pasien atau populasi : Pasien dengn sepsis berat
Pengaturan : ruang rawat intensif
Intervensi : norepinefrin
Pembanding : dopamine
Sumber : Analysis performed by Djillali Annane for Surviving Sepsis Campaign using following publications: De
Backer D. N Engl J Med 2010; 362:779–789; Marik PE. JAMA 1994; 272:1354–1357; Mathur RDAC. Indian J
Crit Care Med 2007; 11:186–191; Martin C. Chest 1993; 103:1826–1831; Patel GP. Shock 2010; 33:375–380;
Ruokonen E. mCrit Care Medm1993; 21:1296–1303
Hasil Ilustrasi risiko perbandingan
(95% CI)
Efek
relatif
(95% CI)
Jumlah partisipan
(studi)
Kualitas dari
evidens
(GRADE)Asumsi risiko Risiko yang
sesuai
Dopamin Norepinefrin
Kematian
jangka-
pendek
530 per 1000 Populasi
studi
482 per 1000
(440 – 524 )
RR 0,91
(0,83 –
0,99)
2043
( 6 studi)
Sedang b,c
Efek samping
serius –
aritmia
supraventricul
ar
229 per 1000 Populasi
studi
82 per 1000
(34 – 195)
RR 0,47
(0,38 –
0,58)
1931
(2 studi)
Sedang b,c
Efek samping
serius
39 per 1000 Populasi
studi
15 per 1000
(8-27)
RR 0,35
(0,19 –
0,66)
1931
(2 studi)
Sedang b,c
2.4.4. Kortikosteroid
20
1. Disarankan untuk tidak menggunakan hidrokortison intravena untuk mengobati pasien
syok septik dewasa jika resusitasi cairan yang cukup dan terapi vasopressor dapat
mengembalikan stabilitas hemodinamik. Dalam hal ini apabila tidak tercapai,
disarankan hidrokortison intravena tunggal dengan dosis 200 mg per hari ( grade 2C ).
2. Disarankan tidak menggunakan tes stimulasi ACTH untuk mengidentifikasi orang
dewasa dengan syok septik yang harus menerima hidrokortison (grade 2B) .
Pemikiran. Dalam sebuah penelitian, pengamatan interaksi potensial antara
penggunaan steroid dan uji ACTH tidak signifikan secara statistik . Selanjutnya, tidak ada
bukti perbedaan ini diamati antara responden dan tidak menanggapi dalam percobaan
multicenter terbaru. Kadar kortisol acak mungkin masih berguna untuk insufisiensi adrenal
mutlak , namun untuk pasien syok septik yang menderita insufisiensi adrenal relatif (tidak
ada respon stres yang memadai), kadar kortisol acak belum terbukti berguna.
3. Disarankan bahwa dalam merawat pasien hidrokortison harus ditappering ketika
vasopressor tidak lagi diperlukan ( grade 2D ) .
4. Disarankan bahwa kortikosteroid tidak diberikan untuk pengobatan sepsis tanpa
adanya syok (grade 1D) .
Pemikiran. Steroid dapat diindikasikan dengan adanya riwayat terapi steroid atau
disfungsi adrenal, tapi apakah steroid dosis rendah memiliki potensi preventif dalam
mengurangi kejadian sepsis berat dan syok septik pada pasien kritis tidak bisa dijawab.
5. Ketika hidrokortison dosis rendah yang diberikan, disarankan menggunakan infus
kontinu daripada suntikan bolus berulang ( grade 2D ) .
Pemikiran. Beberapa penelitian secara acak pada penggunaan hidrokortison dosis
rendah pada pasien syok septik menunjukkan peningkatan signifikan hiperglikemia dan
hipernatremia sebagai efek samping.
2.5. Pengelolaan Sepsis Berat : Terapi Suportif Sepsis Berat
2.5.1. Administrasi Produk Darah
1. Setelah hipoperfusi jaringan telah diselesaikan dan tidak adanya keadaan khusus,
seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, atau penyakit arteri
koroner iskemik, direkomendasikan bahwa transfusi sel darah merah terjadi ketika
21
konsentrasi hemoglobin menurun hingga < 7,0 g / dL untuk menargetkan konsentrasi
hemoglobin 7,0-9,0 g / dL pada orang dewasa (grade 1B) .
Pemikiran. Meskipun konsentrasi hemoglobin yang optimal untuk pasien dengan
sepsis berat belum diselidiki secara spesifik, Persyaratan Transfusi dalam sidang Critical Care
menyarankan bahwa tingkat hemoglobin 7 sampai 9 g / dL, dibandingkan dengan 10 sampai
12 g/dL, tidak dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada orang dewasa yang sakit kritis.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat kematian 30 hari yang diamati antara
kelompok dengan infeksi berat dan syok septik ( 22,8 % dan 29,7 % , masing-masing; p =
0.36 ) , Meskipun kurang berlaku untuk pasien sepsis , hasil uji coba secara acak pada pasien
yang menjalani operasi jantung dengan cardiopulmonary bypass mendukung strategi transfusi
restriktif menggunakan ambang nilai hematokrit < 24 % ( hemoglobin ≈ 8 g / dL ) sebagai
setara dengan ambang transfusi hematokrit < 30 % ( hemoglobin ≈ 10 g / dL ). Transfusi sel
darah merah pada pasien sepsis meningkatkan pengiriman oksigen namun biasanya tidak
meningkatkan konsumsi oksigen.
2. Sebaiknya tidak menggunakan erythropoietin sebagai pengobatan tertentu anemia
yang berhubungan dengan sepsis berat (grade 1B) .
Pemikiran. Tidak ada informasi spesifik yang tersedia mengenai erythropoietin
digunakan pada pasien septik, tetapi uji klinis administrasi erythropoietin pada pasien kritis
menunjukkan beberapa penurunan kebutuhan transfusi sel darah merah dengan tidak
berpengaruh pada hasil klinis. Pengaruh erythropoietin pada sepsis berat dan syok septik
tidak akan diharapkan untuk menjadi lebih menguntungkan daripada dalam kondisi kritis
lainnya.
3. Disarankan bahwa fresh frozen plasma tidak dapat digunakan untuk memperbaiki
kelainan pembekuan tanpa adanya perdarahan atau prosedur invasif yang
direncanakan ( grade 2D ).
Pemikiran. Meskipun studi klinis belum menilai dampak transfusi fresh frozen
plasma pada hasil terhadap pasien sakit kritis, organisasi profesi telah merekomendasikan
penggunaannya untuk koagulopati ketika ditemukan adanya kekurangan faktor koagulasi
(peningkatan waktu protrombin, rasio normalisasi internasional, atau waktu tromboplastin
parsial) dan adanya perdarahan aktif atau prosedur sebelum bedah atau invasif. Selain itu,
transfusi fresh frozen plasma biasanya gagal untuk memperbaiki waktu protrombin pada
pasien non perdarahan dengan kelainan ringan. Tidak ada studi menunjukkan bahwa koreksi
lebih bermanfaat pada pasien dengan kelainan koagulasi parah tanpa perdarahan.
22
4. Direkomendasikan untuk menghindari penggunaan antitrombin dalam pengobatan
sepsis berat dan syok septik (grade 1B)
Pemikiran. Sebuah fase III percobaan klinis dari antitrombin dosis tinggi tidak
menunjukkan efek menguntungkan pada 28 hari untuk mengurangi semua penyebab
kematian pada orang dewasa dengan sepsis berat dan syok septik. Antitrombin dosis tinggi
dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan bila diberikan dengan heparin.
5. Pada pasien dengan sepsis berat, kami sarankan bahwa trombosit diberikan profilaksis
bila jumlah ≤ 10.000 / mm3 ( 10 × 109/L ) tanpa adanya perdarahan jelas, juga ketika
jumlah ≤ 20.000 / mm3 ( 20 × 109/L ) jika pasien memiliki risiko yang signifikan
pendarahan. Jumlah trombosit yang lebih tinggi ( ≥ 50.000 / mm3 [ 50 × 109/L ] )
disarankan untuk perdarahan aktif , operasi, atau prosedur invasif ( grade 2D )
Pemikiran. Pedoman untuk transfusi trombosit yang berasal dari pendapat konsensus
dan pengalaman pada pasien dengan kemoterapi yang diinduksi trombositopenia .
Pasiendengan sepsis berat cenderung memiliki beberapa keterbatasan produksi trombosit
mirip dengan yang terdapat pada pasien kemoterapi yang diobati , tetapi mereka
jugacenderung mengalami peningkatan konsumsi trombosit. Rekomendasi memperhitungkan
etiologi trombositopenia, disfungsi trombosit, risiko perdarahan, dan adanya gangguan
bersamaan. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko perdarahan dan menunjukkan
perlunya jumlah trombosit yang lebih tinggi sering hadir pada pasien dengan sepsis berat .
Sepsis itu sendiri dianggap sebagai faktor risiko untuk perdarahan pada pasien dengan
kemoterapi yang diinduksi trombositopenia . Faktor-faktor lain dianggap meningkatkan risiko
perdarahan pada pasien dengan sepsis berat termasuk suhu lebih tinggi dari 38°C, perdarahan
minor terakhir, penurunan cepat dalam jumlah trombosit , dan kelainan koagulasi lainnya.
2.5.2. Imunoglobulin
Disarankan tidak menggunakan imunoglobulin intravena pada pasien dewasa dengan
sepsis berat atau syok septik (grade 2B)
2.5.3. Selenium
23
Sebaiknya tidak menggunakan selenium intravena untuk mengobati sepsis berat
(grade 2C).
Pemikiran. Sebuah RCT besar yang lebih baru mencoba untuk menentukan apakah
penambahan dosis yang relatif rendah suplemen selenium untuk nutrisi parenteral pada
pasien sakit kritis mengurangi infeksi dan hasil membaik. Suplementasi selenium tidak secara
signifikan mempengaruhi pengembangan infeksi baru (OR , 0,81 , 95 % CI , 0,57-1,15), dan
tingkat kematian 6 bulan tidak terpengaruh (OR , 0,89 , 95 % CI , 0,62-1,29). Selain itu, lama
tinggal, hari penggunaan antibiotik, dan modifikasi skor Sequential Organ Failure
Assessment tidak signifikan dipengaruhi oleh selenium.
2.5.4. Sejarah Rekomendasi Mengenai Penggunaan Recombinant Activated Protein C
Recombinant human Activated Protein C (rhAPC) telah disetujui untuk digunakan
pada pasien dewasa di sejumlah negara pada tahun 2001 menyusul kecakapan percobaan
(Recombinant Human Activated Protein C Worldwide Evaluation pada Sepsis berat), yang
terdaftar 1.690 pasien sepsis berat dan menunjukkan penurunan yang signifikan angka
kematian ( 24,7% ) dengan rhAPC dibandingkan dengan plasebo ( 30,8 % , p = 0,005 ) .
Pedoman SSC tahun 2004 yang direkomendasikan penggunaan rhAPC sesuai dengan
instruksi label produk yang dibutuhkan oleh AS dan Eropa berwenang dengan kualitas
evidens grade B.
Hasil uji coba PROWESS SHOCK ( 1.696 pasien ) yang dirilis pada akhir tahun 2011
, tidak menunjukkan manfaat rhAPC pada pasien dengan syok septik (mortalitas 26,4% untuk
rhAPC , 24,2 % plasebo ) dengan risiko relatif 1,09 dan nilai ap dari 0,31 ( 231 ) . Obat itu
ditarik dari pasar dan tidak lagi tersedia.
2.5.5. Ventilasi mekanis Sepsis yang diinduksi Sindrom Distress Pernapasan Akut
1. Direkomendasikan bahwa dokter menargetkan volume tidal 6 mL / kgBB pada pasien
dengan sepsis yang diinduksi sindrom gangguan pernapasan akut ( ARDS ) ( grade
1A vs 12 mL / kg )
24
2. Direkomendasikan bahwa tekanan dataran tinggi diukur pada pasien dengan ARDS
dan bahwa tujuan awal untuk batas atas tekanan dataran tinggi di paru-paru pasif
meningkat menjadi ≤ 30 cmH2O (grade 1B )
3. Direkomendasikan bahwa tekanan akhir ekspirasi positif (positive end-expiratory
pressure /PEEP) diterapkan untuk menghindari kolaps alveolar pada akhir ekspirasi
(atelectotrauma) (grade 1B)
4. Disarankan strategi yang didasarkan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang
lebih rendah dari PEEP untuk pasien dengan sepsis yang diinduksi ARDS sedang
sampai berat (grade 2C)
5. Diarankan perekrutan manuver pada pasien sepsis dengan hipoksemia refraktori parah
karena ARDS ( grade 2C )
6. Diarankan prone positioning pada pasien sepsis yang diinduksi ARDS dengan rasio
PaO2/FIO2 ≤ 100 mm Hg dalam fasilitas yang memiliki pengalaman seperti praktik-
praktik (grade 2B) .
7. Direkomendasikan bahwa pasien sepsis yang menggunakan ventilasi mekanik
dipertahankan dengan kepala tempat tidur ditinggikan antara 30 dan 45 derajat untuk
membatasi risiko aspirasi dan untuk mencegah perkembangan VAP ( grade 1B)
8. Disarankan bahwa masker ventilasi noninvasif (noninvasive mask ventilation/ NIV)
digunakan pada sebagian kecil pasien dengan sepsis yang diinduksi ARDS yang
manfaat NIV tersebut telah dipertimbangkan dan diperkirakan lebih besar daripada
risiko ( grade 2B )
9. Direkomendasikan bahwa pemberhentian protocol harus pada tempatnya dan bahwa
pasien sepsis berat dengan ventilasi mekanik menjalani uji pernapasan spontan secara
teratur untuk mengevaluasi kemampuan untuk menghentikan ventilasi mekanis ketika
mereka memenuhi kriteria sebagai berikut : a) arousable b) hemodinamik stabil
(tanpa agen vasopressor) c tidak ada kondisi baru yang berpotensi serius, d) ventilasi
rendah dan persyaratan tekanan ekspirasi akhir, dan e) persyaratan FIO2 rendah yang
dapat diberikan secara aman dengan masker atau kanula hidung. Jika uji pernapasan
spontan berhasil, ekstubasi harus dipertimbangkan (grade 1A )
10. Direkomendasikan penggunaan rutin kateter arteri pulmonari untuk pasien dengan
sepsis yang diinduksi ARDS (grade 1A ).
11. Direkomendasikan conservative fluid strategy untuk pasien dengan sepsis yang
diinduksi ARDS yang tidak memiliki bukti hipoperfusi jaringan ( grade 1C )
25
12. Bila tidak ada indikasi spesifik seperti bronkospasme, jangan menggunakan β2 -
agonis untuk pengobatan pasien dengan sepsis yang diinduksi ARDS (grade 1B)
2.5.6. Sedasi , Analgesia , dan blokade neuromuskular pada Sepsis
1. Disarankan minimalsisasi sedasi yang terus menerus atau intermiten pada pasien
sepsis dengan ventilasi mekanik, dan harus ada target titrasi yang spesifik pada
akhirnya ( grade 1B)
Pemikiran. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa membatasi penggunaan
sedasi pada pasien sakit kritis yang menggunakan ventilasi dapat mengurangi durasi
pemakaian ventilasi mekanis dan mengurangi lama tinggal di ICU dan rumah sakit. Kami
merekomendasikan bahwa NMBAs dihindari jika mungkin pada pasien septik tanpa ARDS
karena risiko berkepanjangan blokade neuromuskular setelah penghentian . Jika NMBAs
harus dipertahankan , baik bolus intermiten yang diperlukan atau kontinu infus dengan train-
of-four monitoring dari kedalaman blokade harus digunakan (grade 1C )
2. Disarankan penggunaan singkat dari NMBA ( ≤ 48 jam ) untuk pasien dengan awal ,
sepsis yang diinduksi ARDS dan PaO2/FiO2 < 150 mm Hg ( grade 2C )
Pemikiran. Meskipun NMBAs sering diberikan kepada pasien sakit kritis , peran
mereka di ICU tidak didefinisikan dengan baik. Tidak ada bukti bahwa blokade
neuromuskuler pada populasi pasien ini mengurangi mortalitas atau morbiditas utama. Selain
itu, tidak ada penelitian yang telah diterbitkan yang secara khusus membahas penggunaan
NMBAs pada pasien sepsis .
Indikasi yang paling umum untuk digunakan NMBA di ICU adalah untuk
memfasilitasi ventilasi mekanis. Ketika tepat digunakan, agen ini dapat meningkatkan
kemampuan dinding dada, mencegah pernapasan yang tidak sinkron, dan mengurangi
tekanan udara puncak. Kelumpuhan otot juga dapat mengurangi konsumsi oksigen dengan
mengurangi kerja pernapasan dan otot aliran darah pernapasan. Namun, percobaan klinis
acak terkontrol menggunakan plasebo pada pasien dengan sepsis berat menunjukkan bahwa
pemberian oksigen, konsumsi oksigen, dan pH intramucosal lambung tidak membaik selama
blokade neuromuskuler yang mendalam.
2.5.7. Kontrol Glukosa
1. Direkomendasikan protokol pendekatan manajemen glukosa darah pada pasien ICU
dengan sepsis berat, dimulai dari dosis insulin ketika kadar glukosa darah dua kali
26
berturut-turut adalah >180 mg/dL. Pendekatan ini harus menargetkan tingkat glukosa
darah ≤ 180mg/dL daripada target glukosa darah atas ≤ 110 mg/dL ( grade 1A )
2. Direkomendasikan nilai glukosa darah dipantau setiap 1 sampai 2 jam sampai nilai
glukosa dan tingkat infus insulin stabil, kemudian setiap 4 jam sesudahnya (grade 1C)
3. Direkomendasikan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dengan pengujian point-of-
care darah kapiler ditafsirkan dengan hati-hati, karena pengukuran tersebut mungkin
tidak secara akurat memperkirakan darah arteri atau nilai-nilai glukosa plasma ( UG )
2.5.8. Terapi Pengganti Ginjal
1. Disarankan bahwa terapi pengganti ginjal terus menerus dan hemodialisis intermiten
yang setara pada pasien dengan sepsis berat dan gagal ginjal akut karena mereka
mencapai tingkat kelangsungan hidup jangka pendek yang sama (grade 2B )
2. Disarankan penggunaan terapi terus menerus untuk memfasilitasi pengelolaan
keseimbangan cairan pada pasien sepsis hemodinamik tidak stabil ( grade 2D ) .
2.5.9. Terapi Bikarbonat
Di rekomendasikan penggunaan terapi natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki
hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopresor pada pasien dengan hipoperfusi
yang diinduksi laktat academia dengan pH ≥ 7.15 (grade 2B)
2.5.10. Profilaksis terhadap Deep Vein Thrombosis
1. Direkomendasikan bahwa pasien dengan sepsis berat menerima farmakoprofilaksis
harian terhadap tromboemboli vena (VTE) (grade 1B). Kami merekomendasikan
bahwa ini dicapai dengan pemberian harian secara subkutan low-molecular weight
heparin ( LMWH ) ( grade 1B dibandingkan unfractionated heparin [ UFH ] dua kali
sehari dan grade 2C vs UFH diberikan tiga kali sehari ) . Jika bersihan kreatinin < 30
ml / menit , kami sarankan menggunakan dalteparin (grade 1A ) atau bentuk lain dari
LMWH yang memiliki tingkat metabolisme ginjal yang rendah (grade 2C ) atau UFH
(grade 1A )
2. Disarankan bahwa pasien dengan sepsis berat dapat diobati dengan kombinasi terapi
farmakologis dan intermiten pneumatik perangkat kompresi bila memungkinkan
(grade 2C)
27
3. Direkomendasikan bahwa pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi untuk
penggunaan heparin (misalnya, trombositopenia, koagulopati parah, perdarahan aktif ,
perdarahan intraserebral baru) tidak menerima farmakoprofilaksis (grade 1B).
Sebaliknya kami sarankan mereka menerima pengobatan profilaksis mekanik , seperti
graduated compression stockings atau intermittent compression devices (grade 2C),
kecuali kontraindikasi. Ketika risiko menurun, disarankan mulai farmakoprofilaksis
(grade 2C)
Pemikiran. Pasien ICU beresiko untuk mengalami deep vein thrombosis ( DVT ).
Adalah logis bahwa pasien dengan sepsis berat akan berada pada risiko yang sama atau lebih
tinggi daripada populasi umum di ICU . Konsekuensi dari VTE dalam pengaturan sepsis
(peningkatan risiko emboli paru fatal pada pasien yang sudah hemodinamik dikompromikan)
sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu , pencegahan VTE sangat diperlukan, terutama jika
hal itu dapat dilakukan dengan aman dan efektif .
2.5.11. Profilaksis Stress Ulcer
1. Direkomendasikan profilaksis stress ulcer menggunakan H2blocker atau proton pump
inhibitor diberikan kepada pasien dengan sepsis berat / syok septik yang mengalami
faktor risiko perdarahan (grade 1B)
2. Ketika profilaksis stress ulcer digunakan , disarankan penggunaan inhibitor pompa
proton daripada antagonis reseptor H2 ( H2RA ) ( grade 2C )
3. Disarankan bahwa pasien tanpa faktor risiko seharusnya tidak menerima profilaksis
(grade 2B )
2.5.12. Nutrisi
1. Disarankan pemberian makanan secara oral maupun enteral (jika perlu), daripada
puasa lengkap atau penyediaan hanya glukosa intravena dalam 48 jam pertama setelah
diagnosis sepsis berat / syok septik ( grade2C )
2. Disarankan wajib menghindari makanan kalori penuh di minggu pertama, dan
disarankan makanan yang berkalori rendah (misalnya, hingga 500 kkal per hari)
(grade 2B)
3. Disarankan menggunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral daripada nutrisi
parenteral total (TPN) sendiri atau nutrisi parenteral dalam hubungannya dengan
28
makanan enteral dalam 7 hari pertama setelah diagnosis sepsis berat/syok septik
(grade 2B)
4. Disarankan menggunakan nutrisi tanpa suplementasi imunomodulasi spesifik pada
pasien dengan sepsis berat (grade 2C)
2.5.13. Menetapkan Tujuan Perawatan
1. Direkomendasikan bahwa tujuan perawatan dan prognosis didiskusikan dengan pasien
dan keluarga (grade 1B).
2. Direkomendasikan bahwa tujuan perawatan dimasukkan ke dalam perawatan dan
perencanaan perawatan akhir-hidu , memanfaatkan prinsip-prinsip perawatan paliatif
bila perlu (grade 1B) .
3. Disarankan bahwa tujuan perawatan ditangani sedini mungkin, namun selambat-
lambatnya dalam waktu 72 jam dari ICU (grade 2C)
2.6. Ringkasan dan Masa Depan Arah
Meskipun guideline ini statis , pengobatan optimal sepsis berat dan syok septik adalah
proses yang dinamis dan berkembang. Bukti tambahan yang telah muncul sejak penerbitan
pedoman tahun 2008 memungkinkan lebih banyak kepastian yang kita membuat rekomendasi
sepsis berat, namun, penelitian klinis lebih lanjut program pada sepsis adalah penting untuk
mengoptimalkan rekomendasi kedokteran berbasis bukti. Intervensi baru akan terbukti dan
intervensi yang telah ada sebelumnya mungkin perlu modifikasi. Publikasi ini merupakan
proses yang berkelanjutan. The Surviving Sepsis Campaign dan anggota komite konsensus
berkomitmen untuk memperbarui pedoman secara berkala sebagai intervensi baru yang telah
diuji dan hasilnya akan dipublikasikan.