swhda
DESCRIPTION
gfjfsTRANSCRIPT
fdfdhgfdhdf
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Abstrak: Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit
kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel .Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya radang
kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama
dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. Kedua
penyakit yang membentuk CPOD adalah: bronkhitis kronis, dan efisema paru-paru.
Kata kunci:radang kronik,gas beracun,bronchitis kronik,emfisema paru-paru
Pendahuluan
Kebiasaan merokok pada akhir-akhir ini merupakan hal yang makin marak di
kalangan masyarakat.Terdapat berbagai penyakit berbahaya yang disebabkan oleh konsumsi
rokok baik yang dirasakan dalam jangka waktu awal maupun jangka lama.Salah satu
penyakit yang mungkin terjadi adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit
1
Abstract: Chronic Obstructive Pulmonary Disease commonly known as COPD is a chronic disease characterized by limitation of airflow in the airway that is not fully reversible. Disorders are progressive (rapid and severe) is due to the occurrence of chronic inflammation due to exposure to toxic particles or gases occurring in the a fairly long period of time with the main symptoms of shortness of breath, cough, and sputum production and activity limitations. Both diseases are formed CPOD: chronic bronchitis, and lung efisema.
Keywords: Chronic inflammation, toxic gases, chronic bronchitis, pulmonary emphysema
Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel.1 Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena
terjadinya radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan
keterbatasan aktifitas. Kedua penyakit yang membentuk CPOD adalah: bronkhitis kronis,
dan efisema paru-paru.Terdapat berbagai factor predisposisi, gejala ,dan patofisiologi
maupun penatalaksanaan untuk tiap penyakit.
Isi
Skenario 4
Seorang laki-laki 57 tahun dating dengan keluhan sesak nafas yang memberat
dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu.Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk
berdahak warna putih tanpa disertai demam .Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa
kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika
beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk.Pasien memiliki riwayat
merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus /hari.
PF : TD : 120/70 mmHg ,N :100x/menit ,RR : 30x/menit,Suhu : 36oc
KU :tampak sakit sedang ,kesadaran compos mentis
Kepala : mata konjungtivitis anemis - ,sclera ikterik -, mulut :sianosis,leher : tidak teraba
perbesaran KGB,JVP 5-2 cm H2O,tiroid tidak teraba membesar
Thorak :pulmo : inspeksi simetris dalam keadaan statis dinamis,retraksi intercostalis
(+),palpasi taktil fremitus simetris,perkusi sonor pada kedua lapang paru,auskultasi SN
vesikuler,whezzing +,ronki basah minimal +,cor : BJ I-II murni regular ,mur-mur (-) ,gallop
(-),abdomen : perut datar ,nyeri tekan -,BU (+) normal
Ekstremitas :sianosis ringan jari-jari tangan,clubbing finger - ,akral hangat ,perfusi < 3
detik,oedem –
Laboratorium :Hb 16g/dL ,Leukosit 6500 ,trombosit 300.000
2
Pembahasan
Anamnesis
Dalam ilmu kedokteran,wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.Wawancara
yang baik dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis tertentu.Anamnesis yang baik
disertai empati untuk membuka komunikasi antara dokter dan pasien.Anamnesis dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu autoanamnesis (langsung dengan pasien) dan
alloanamnesis(diwakilkan bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk di
wawancarai).Dalam kasus ini termasuk alloanamnesis karena ibunya yang diwawancarai.
Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain :
1. Identitas pasien
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan
bahwa pasien yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud.2
Dalam kasus ini identitas yang didapat laki-laki 57 tahun.
2. Keluhan Utama ( Presenting Symptom)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa pasien tersebut
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus
disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.2 Keluhan
utama yang didapat adalah sesak napas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam
lalu.
3. Keluhan penyerta
Keluhan penyerta menggambarkan keluhan lain yang di derita pasien selain keluhan
utamanya tersebut
Keluhan penyerta sejak 3 hari lalu mengeluh batuk berdahak warna putih.
4. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhatan utama sampai pasien datang
berobat. 3
Pada kasus keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun
terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan
terutama bila dirinya sedang demam dan batuk.
3
5. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Pada kasus keluhan seperti
ini sebenarnya sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa
nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang
demam dan batuk.
6. Riwayat kesehatan
Berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan ( berat badan
tinggi badan), riwayat makanan dan imunisasi
7. Riwayat keluarga,
8. Riwayat Pribadi
Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Pada anak-anak perlu
juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis makanan, kuantitas dan
kualitasnya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok,
minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba).2
Pada kasus pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2
bungkus /hari.
Pada gangguan system pernapasan terdapat beberapa hal yang dikeluhkan:
BATUK
Batuk yang berkepanjangan disertai napas berbunyi ,dan kadang-kadang biasa
sampai sinkope akibat adanya peninggian tekanan intratorakal yang menetap
sehingga menyebabkan gangguan aliran balik vena dan penurunan curah
jantung.
Batuk akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor pada laring umunya bersifat
keras, membentak dan nyeri serta dapat disertai dengan suara parau dan
stridor.
Batuk yang disertai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan
umumnya didapatkan pada bronkiektasis.
Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada seorang perokok
merupakan keluhan khas bronkitis kronik.
4
Batuk pada malam hari yang menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat
asma.
Berdahak
Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:
1. Serous : -Jernih dan encer,pada edema paru akut.
-Berbusa,kemerahan,pada alveolar cell cancer.
2. Mukoid : -Putih keabu-abuan,pada bronkitis kronik.
-Putih kental,pada asma.
3. Purulen : -Kuning, pada pneumonia,
-Kehijauan, pada bronkiektasis,abses paru.
4. Rusty (Blood-stained) : Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna
karat, pada Pneumococcal pneumonia dan edema paru.Seperti pada
bronkiaektasis.
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:
Jumlah.
Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh khas
untuk bronkiektasis.
Warna.
Sputum yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa
infeksi) bisa juga ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan.
Sputum kekuningan bisa didapatkan pada infeksi saluran napas bawah
akut (karena adanya neotrofil aktif), dan juga pada asma (karena
mengandung eosinofil).
Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada
bronkiektasis dan dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan
atas yang mukoid, lapisan tengah yang encer dan lapisan bawah yang
5
purulen Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena adanya sel-
sel neutrofil yang liris serta produk hasil katabolismenya akibat adanya
enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidase. Pada pneumococcal
pneumonia stadium awal dapat ditemukan sputum yang berwarna coklat
kemerahan akibat adanya inflamasi perenkim paru yang melalui fase
hepatisasi merah.
Rusty (Blood-stained sputum) menujukkan adanya hemoglobin/sel
eritrosit. Sputum yang berbusa dengan bercak darah yang difus dapat
terjadi pada edema paru akut.
Bau Sputum. Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh
kuman-kuman anaerob dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi
sekunder, abses paru dan empiema.
Solid material. Pada asma dan allergic bronchopulmonary aspergillosis dapat
terjadi akumulasi sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini
dibatukkan keluar akan tampak struktur yang menyerupai cacing yang
merupakan cetakan bronkus.
Batuk darah
Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluarkan pada
saat batuk Yang berasal dari saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat
bervariasi jumlahnya mulai dari blood-streaked sputum hingga batuk darah
masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat terjadi pada bronkiektasis
terinfeksi. Batuk darah masif yang potensial fatal sering didapatkan pada
bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.
SESAK NAPAS
Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada
perasaan tidak nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya saat bernapas yang
tidak sebanding dengan tingkat aktifitas. Rasa sesak napas ini kadang-kadang
diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk mendapatkan udara segar, rasa
terengah-engah atau kelelahan.
6
Saat anamnesis mengenai sesak napas harus ditanyakan mengenai awal mulai
keluhan, lamanya, progesifitas, variabilitas, derajat beratnya, fakto-faktor yang
meperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah
sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin memberat dalam waktu
beberapa menit (misalnya akibat pneumotoraks ventil, emboli paru masif, asma,
aspirasi benda asing), atau terjadi secara bertahap dan semakin berat secara
progresif dalam waktu beberapa jam atau hari (akibat pneumonia, asma, PPOK
eksaserbasi akut) atau memberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun
(akibat efusi pleura, PPOK, TB paru )
Keadaan atau aktifitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu diketahui,
karena dapat memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Sesak saat
berbaring (ortopnea) seringkali didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kiri
dan pasien dengan kelelahan otot pernapasan akibat keterlibatan diafragma. Sesak
yang membuat pasien terbangun pada malam hari merupakan gejala khas gejala
asma dan gagal jantung kiri. Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan
atau pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya asma akibat kerja.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital (TTV)
o Nadi
Dewasa : 70-80 x/mnt
Catatan :
Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari 100 x/mnt
Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/mnt
o Tekanan Darah
Remaja : 90-110/66 mmHg
Dewasa muda : 110-125/60-70 mmHg
Dewasa tua : 130-150/80-90 mmHg
Catatan :
Hipotensi : Kurang dari 90/60 mmHg
Normal : 90-120/60-80 mmHg
7
o Suhu Tubuh
Normal : 36,6oC - 37,2 oC
o Pernapasan / Respirasi
Dewasa : 16-20 x/mnt
Catatan :
Takipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)
TD : 120/70 mmHg ,N :100x/menit ,RR : 30x/menit,Suhu : 36oc
2. Pemeriksaan Fisis Paru
a. Menentukan Lokasi Kelainan Dinding Dada.
b. Tehnik Pemeriksaan
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi
berbaring telentang, sedangkan pemeriksaan. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa
sehingga seluruh dada dapat diperiksa. Pada perempuan pada saat memeriksa dada
dan paru belakang maka bagian depan ditutup. 3
Pemeriksaan thorax meliputi:
1. Inspeksi
Kelainan dinding dada Tekanan vena jugularis (-) dan retraksi otot-otot
interkostal (tanda hoover)
Tekanan vena jugularis atau Jugular venous pressure (JVP) dalam bahasa
Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek).
Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter
yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra
yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior).JVP yang
meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung
8
kanan,keadaan berbaring di sepanjang permukaan musculus
sternocleidomastoideus).
Pasien dengan obstruksi aliran udara yang berat mungkin juga menunjukkan
penggunaan otot bantu pernapasan, duduk dalam karakteristik "tripod" posisi untuk
memudahkan menggerakkan sternokleidomastoid, sisi tak sama panjang, dan otot
interkostal retraksi . Pasien dapat mengembangkan sianosis, terlihat di bibir dan
kuku tempat tidur.
Pasien dengan dominan
emfisema secara klasik disebut sebagai “Pink Puffers " referensi ke
kurangnya sianosis, penggunaan otot aksesori, dan mengerutkan bibir-
bernapas. Pasien tersebut juga memiliki penurunan dramatis dalam suara nafas
seluruh dada. Pasien dengan sindrom klinis kronis
bronkitis secara klasik berlabel "Blue Bloaters" referensi ke cairan
retensi dan lebih ditandai sianosis(Gambar 1).4
Gambar 1. dan Blue Bloaters Pada PPOK
Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang
lebih besar dari antero-posterior. Kelainan dada yang bisa didapatkan :
9
Dada emfisema/barrel-shape (dada mengembung, diameter anteroposterior lebih
besar, tulang punggung melengkung), terdapat pada pasien bronkitis kronis,
PPOK(Gambar 2).
Gambar 2.Barrel Chest
Jenis pernapasan.--> Abdominal, misalnya pasien PPOK,karena paru kolaps
2. Palpasi
Palpasi dalam keadaan statis (Pemeriksaan KGB,Pemeriksaan untuk menetukan
posisi mediastinum (pemeriksaan trakea dan apeks jantung),Pemeriksaan kelainan
dinding dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi.
Palpasi dalam keadaan dinamis.
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus
sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal.
Pengembangan paru bagian atas dilakukan dengan mengamati kedua
klavikula.
- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukakan denga cara
meletakakan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian
pasien diminta menyebutkan angka 77, sehingga getaran suara yang
ditimbulkan akan lebih jelas. Rasakan dengan teliti getaran suara yang
ditimbulkan, pemriksaan ini disebut dengan fremitus taktil. Hasil fremitus ini
10
dilaporkan sebagai normal, melemah atau mengeras. Fremitus yang melemah
dilaporkan pada penyakit empiema,ppok, hidrotoraks, atelektasis.
3. Perkusi . Kenali bunyi normal paru yaitu sonor ketika diketuk. Jika muncul bunyi
yang lebih keras, lebih rendah dan berdurasi lebih lama daripada sonor (disebut juga
hipersonor) maka bisa curiga adanya keadaan yang abnormal pada paru. Pada ppok
perkusi dada hipersonor,peranjakan hati mengecil,batas paru hati lebih rendah
(inspirasi menurun),pekak jantung berkurang.3
4. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi meliputi pemeriksaan suara napas pokok. Suara napas pokok
yang normal terdiri dari :
Vesikular : suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah, dimana
fase inspirasi langsung didikiti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda.
Bronkovesikular : suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang
sedang, dimana fase ekpirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir
menyamai fase inspirasi.
Bronkial : suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase
ekspirasi menjadi lebih panjang daripada fase inspirasi dan diantaranya
diselingi jeda.
Trakeal : suara napas keras dan kasar, dapat didengarkan di daerah trakea.
Amforik : suara napas yang didaatkan bila terdapat kavitas besar yang
letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus.
Suara napas tambahan terdiri dari :
Ronki basah : suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan
biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan
dalam saluran napas.Ronki basah dibagi menjadi ronki kasar ,halus, dan
sedang.Pada pasien ppok yang terjadi adalah ronki kasar saat inspirasi dan
ekspirasi.ini dapat terjadi karena penigkatan produksi mucus ,disertai ganguan
fungsi ekskalator mukosili,menyebabkan penumpukan sekresi mucus.
11
Ronki kering : suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi
yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang
menyempit, misalnya adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki
kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada
pasien asma,ppok.Hal ini dapat tejadi karena penyempitan persisten saluran
napas dan penyumbatab oleh mucus dapat mnyebabkan mengi local/diffuse.2
Pada fase awal PPOK, pasien biasanya mengalami pemeriksaan fisik yang sepenuhnya
normal. Saat ini perokok mungkin memiliki tanda-tanda merokok aktif, termasuk bau
asap rokok atau pewarnaan nikotin pada kuku.
Karakteristik Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:
-Pasien mungkin mengalami obesitas
-Sering batuk dan dahak yang khas
-Pasien mungkin memiliki tanda-tanda gagal jantung kanan (yaitu, cor pulmonale), seperti
edema dan sianosis
Karakteristik Emfisema adalah sebagai berikut:
- Pasien biasanya memiliki sedikit atau tidak ada batuk atau dahak
- Pernapasan dapat dibantu oleh bibir mengerucut dan penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan; pasien mungkin mengadopsi posisi tripod duduk.5
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pada pasien bronchitis kronik terdapat VEP 1/FEV 1 (jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik,karena ekspirasi memanjang), dan KV (kapasitas vital = Kapasitas vital paru-paru adalah volume udara maksimal yang bisa dihembuskan atau dikeluarkan seseorang setelah menghirup udara maksimum)
yang menurun .
VR(Volume residu: volume udara yang masih tinggal di dalam paru-paru setelah
melakukan respirasi maksimum) yang bertambah dan KTP yang normal.
12
Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP 1 ,KV dan KAEM (Kecepatan Arus Ekspirasi Maksimal),kenaikan KRF (Kapasitas residu fungsional = volume gas yang tersisa dalam paru pada saat akhir expirasi normal tanpa paksaan). dan VR ,sedangkan KTP (Kapasitas total paru = jumlah total udara yang ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital ditambah volume residual)bertambah /normal.Kelainan diatas lebih jelas pada stadium lanjut
Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di sistem
pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-
hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas akan
meningkatkan kerja pernapasan juga terdapat penurunan elastisitas parenkim paru,
bertambahnya kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus.
Akibatnya terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru
Pada emfisema paru kapasitas diffuse menurun karena permukaan alveoli untuk
diffuse berkurang ,dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kapasitas difuss untuk
CO (DLCO).
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos dada pada bronchitis kronik
Bronkitis kronik menurut Faser dan Pare lebih dari 50% pasien bronchitis
kronik memiliki foto dada normal.Tetapi secara radiologis ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan :
- Tubular shadow atau tram lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel ,keluar dari hilus menuju apeks paru .Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal (Gambar 3)
- Corak paru yang bertambah .
Gambar 3.Tubular Shadow
13
Foto dada pada emfisema paru
Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki, antara lain oleh
Thurlbeck dkk. Dan ternyata lebih khas dari pada bronkitis kronik. Terdapat 2
bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu :
a. Gambaran defisiensi arteri (Gambar 4)
Terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bulae. Menurut Fraser
& Pare lebih sering didapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
- Overinflasi
Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-
kadang malah konkaf. Pada pemeriksaan sinar tembus, gerakannya
berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah (trapped air), yaitu
jarak antara sternum dan pinggir depan aorta asendens. Juga sternum
lebih melengkung, penambahan kifosis, tulang iga lebih mendatar dan
melebar.
- Oligoemia
Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke
distal. Mungkin disebabkan karena darah yang mengalir ke bagian
bawah paru yang emfisema sangat berkurang, karena darah dialirkan
ke bagian atas paru.
- Bulae
Sering terdapat pada penderita emfisema paru.
14
Gambar 4.Gambaran Emfisema Paru
b. Corakan paru yang bertambah (increased marking pattern)
Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrolobular,
dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.6
Gambaran radiografi membantu dalam mengklasifikasi PPOK.
Ternyata, kurangnya parenkim atau hiperlusen memberi kesan adanya
emfisema. Meningkatnya volume paru dan diafragma datar memberi kesan
hiperinflasi tapi ttidak memberikan informasi mengenai kronisitas.
Computed tomography (CT) scan merupakan uji definitif membuktikan
ada atau tidaknya emfisema (Gambar 5).1
Gambar 5.CT Scan Emfisema Paru
3. Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh
penderita emfisema paru sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi
hemoglobin penderita hampir mencukupi. Sebaliknya, penderita bronkitis kronik
tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik. Saturasi
hemoglobin menurun, dan timbul sianosis. Terjadi juga vasokonstruksi pembuluh
darah paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia.Pada pasien yang berumur lebih dari 55 tahun
polisitemia menyebabkakn jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kana timbul lebih cepat.6
15
4. Serum Kimia
Pasien dengan COPD cenderung mempertahankan natrium.Pada PPOK kadar p
CO2 tinggi sehingga terjadi asidosis respiratorik.Dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H- dan retensi bikarbonat.5
5. Kultur sputum
Campuran organisme sering terlihat dengan pewarnaan Gram (lihat Sputum
Culture). Patogen yang paling sering dibudidayakan selama eksaserbasi adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.Moraxella catarrhalis
juga merupakan organisme yang umum, dan Pseudomonas aeruginosa dapat
dilihat pada pasien dengan obstruksi parah.5
Diagnosis
Working diagnosis : Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Differential Diagnosis :Bronkiektasis,Asma bronkiale,aspergilosis
Etiologi
Penyakit paru obstruksi kronik merupakan penyakit obstruksi jalan napas karena
bronchitis kronik atau emfisema.Obsttruksi tersebut umumnya bersifat progresif ,bisa
disertai hiperaktifitas bronkus,dan sebagian bersifat reversible. PPOK meliputi emfisema,
kondisi didefinisikan anatomis ditandai oleh kerusakan dan
pembesaran alveoli paru-paru; bronkitis kronis, yang didefinisikan secara klinis
Kondisi dengan batuk kronis dan berdahak; dan penyakit saluran napas kecil,
suatu kondisi di mana bronkiolus kecil yang menyempit. PPOK hadir
hanya jika obstruksi aliran udara kronis terjadi; bronkitis kronis tanpa
obstruksi aliran udara kronis tidak termasuk dalam PPOK.1
Bronkitis kronik dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang
pasien .Kadang-kadang salah satu lebih dominan,dan keduanya dalam keadaan lanjut
dapat menimbulkan PPOK.6
16
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.Gejala yang sama dapat terjadi pada
bronkiektasis,dan asma bronchial.Asma juga sullit dibedakan dengan bronchitis
kronik .Bronkitis kronik dapat dibagi menjadi :
-simple chronic bronchitis :sputum bersifat mukoid
-chronic /recurrent mucopurulent bronchitis :sputum mukopurulen(sputum penderita
mengandung pus yang mungkin disebabkan oleh infeksi sekunder)
-chronic obstructive bronchitis : disertai obstruksi salupran pernapasan yang timbul
apabila terpajan zat iritan /infeksi saluran napas akut.
Emfisema paru adalah suatu definisi anatomik, yaitu perubahan anatomik, yaitu
suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal
saluran udara sebelah distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.6
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan emfisema
paru:
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Terdapat
hubungan erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspansi paksa) 1
detik. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan. Juga dapat
menyebabkan bronkokonstriksi akut.
Menurut Crofton dan Douglas, merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel
rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.6 Studi longitudinal berikutnya
menunjukkan penurunan FEV1 yang cepat dalam hubungan dose-respons terhadap
intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai jumlah batang pertahun (rata-
rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lamanya merokok
dalam tahun). Hubungan dose-respons ini diantara menurunnya fungsi paru dan
intensitas merokok terhadap tingginya prevalensi PPOK dengan bertambahnya usia.
Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang
apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya
>600.6Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita
17
PPOK. Secara histrois, tingginya perokok di kalangan laki-laki adalah penjelasan
yang paling mungkin untuk prevalensi PPOK yang lebih tinggi di kalangan laki-
laki, namun, prevalensi PPOK di kalangan perempuan meningkat sebagai
kesenjangan jenis kelamin dalam angka perokok yang telah berkurang dalam 50
tahun terakhir. Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi
ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama
dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain.1
2. Infeksi
Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih
berat. Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis kronik
hampir selalu menyebabkan kerusakan paru bawah dan makin bertambah.
Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di
atas, tetapi bila ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi. Eksaserbasi akut pada
bronkitits sering ditimbulkan oleh polusi sulfur dioksida (SO2) yang
tinggi ,sedangkan nitrogen dioksida (NO2 ) dapat menyebabkan obstruksi saluran
napas kecil (bronkiolitis).6
Beberapa pajanan di tmepat kerja, meliputi tambang batu bara, tambang emas,
dan tekstil katun, yang telah dinyatakan sebagai faktor resiko obstruksi aliran
udaran kronis. Namun meskipun bukan perokok di tempat kerja menimbulkan
penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor resiko PPOK, sedangkan
ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja yang terpajan cadmium
(asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara signifikan menurun,
konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema. Meskipun beberapa debu
dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK, efek ini secara substansi
nampak kurang penting daripada efek merokok.1
4. Keturunan
18
Faktor genetic tersebut antara lain atopi yang ditandai dengan aadanya
eosinofilia /peningkatan kadar IgE ,hiperresponsifitas bronkus,riwayat penyakit
obstruksi saluran napas,dan penderita dengan defisiensi alfa-1-anti tripsin yang
merupakan suatu protein Defisiensi alfa-1-anti tripsin adalah suatu kelainan yang
diturunkan secara autosom resesif. Yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita dengan gen S atau Z.. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru,
karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Orang yang memiliki AAT
< 35% tidak mampu memberikan perlindungan yang adekuat dan dapat terjadi
kerusakan parenkim paru.
Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok.
5. Hipotesis Elastase-anti elastase
Di dalam paruterdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara
keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastic paru. Struktur paru
akan berubah dan timbullah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah
pancreas, sel-sel PMN, dan makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage-
PAM). Rangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi virus
menyebabkan elastase virus bertambah banyak. Aktivitas system antielastase, yaitu
system enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi
menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbangan antara
elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan
kemudian emfisema.
6. Lingkungan kerja
Bronkitis kronik lebih banyak terjadi pada pekerja yang terpajan zat inorganik,
debu organik atau gas yang berbahaya. Beberapa pajanan di tmepat kerja, meliputi
tambang batu bara, tambang emas, dan tekstil katun, yang telah dinyatakan sebagai
faktor resiko obstruksi aliran udaran kronis. Namun meskipun bukan perokok di
tempat kerja menimbulkan penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor
resiko PPOK, sedangkan ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja
19
yang terpajan cadmium (asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara
signifikan menurun, konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema.
Meskipun beberapa debu dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK,
efek ini secara substansi nampak kurang penting daripada efek merokok.1
7. Faktor Sosial Ekonomi
Bronkitis kronik lebih banyak didapat pada golongan ekonimi bawah karena
pola merokok dan sering terpajan factor resiko lain.Kematian pada penderita
bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah.
Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.6
Epidemiologi
- Laki-laki > wanita (perokok)
- 20% laki-laki -> bronchitis kronik
- 15% bukan perokok -> batuk kronik
- 33% perokok dengan pipa cerutu -> batuk kronik
- 40-50% perokok sigaret 1 bungkus /hari -> batuk kronik
- 70-80% perokok sigaret 2/> bungkus /hari -> batuk kronik
- Prevalensi PPOK d salah satu RS Jakarta 26%,selanjutnya Tb paru
Patofisiologi
Bronkitis kronik
Pada bronchitis kronik ,terdapat sejumlah kelinan patologis saluran napas ,meskipun tidak
ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini.Gambaran klinis bronchitis kronik dapat
dikatakan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas.Gambaran patologi
utama adalah peradangan saluran napas,terutama saluran napas yang halus ,dan hipertrofi
kelenjar mukosa saluran napas besar ,disertai peningkatan sekresi mucus .Mukosa saluran
napas biasanya disebuki oleh sel radang ,termasuk leukosit,polimorfonukleus dan
limfosit.Peradangan mukosa dapat secra substansi mempersempit lumen bronkus.Akibat
peradangan kronik ,lapisan normal epitel kolumnar berlapis semu bersilia sering diganti
oleh metaplasia skuamosa .Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal,fungsi
pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali.Hipetrofi
20
dan hyperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolok ,dengan
kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebelan dinding bronkus .Hipersekresi
mucus menyertai hyperplasia kelenjar mukosa,yang semakin mempersempit
lumen.Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai ,dan hiperensponsivitas dapat
dijumpai terhadap rangsangan bronkokonstriktor non spesifik (histamine dan
metakolin).Bronkiolus sering disebukin sel radang dan mengalami distorsi ,disertai
fibrosis peribronkus.Penyumbatan oleh mucus dan obstruksi lumen saluran napas halus
sering ditemukan .Tanpa adanya proses lain yang menimpa ,misalnya
pneumonia ,parenkim paru untuk pertukaran gas,yang terdiri atas unit-unit respiratorik
terminal ,umumnya tidak mngalami kerusakan .Hasil kombinasi proses-proses diatas
adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran
napas .Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronchitis kronik
berpengaruh besar pada ventilasi dan pertukaran gas.Obstruksi dengan waktu eks[irasi
memanjang menimbulkan hiperinflasi.Prubahan hubungan ventilasi-perfusi mngenai
daerah dengan rasie V/Q yang tinggi dan rendah.Yang terakhir ini bertanggung jawab
mengakibatkan hipoksemia .Pada orang tanpa riwaya ekresi saluran napas.t bronchitis
kronik rata-rata rasio adalah 0,44+/- 0,09,sedangkan pada bronchitis kronik rata-rata rasio
adalah 0,52+/- 0,08 .7 Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet (Gambar
6).
Gambar 6.Patologi Bronkitis Kronik
Emfisema paru
Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah
distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Menurut American
Thoracic Society (1962), dibagi atas :
21
1. Paracicatricial : terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding
alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru.
2. Lobular : pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus di asinus /
lobulus sekunder.
Dibagi lagi menurut tempat proses, yaitu :
1. Sentrolobular : kerusakan terjadi di daerah sentral asinus. Daerah dis-talnya
tetap normal.Banyak pada pasien pria perokok,di lobus atas paru dan menyertai
pasien bronchitis kronis
2. Panlobular : kerusakan terjadi di seluruh asinus.Terdapat pada pasien
defisiensi AAT dan sering mnyertai bronchitis kronik,timbul di lobus bawah .
3. Tidak dapat ditentukan : kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak
dapat ditentukan dari mana mulainya.6
Proses patologis utama pada emfisema dianggap sebagai proses perusakan
berkelanjutan yang terjadi akibat ketidak seimbangan jejas oksidan dan aktivitas
proteolitik lokal akibat defisiensi inhibitor protease. Berbagai oksidan, baik yang
endogen maupun eksogen dapat mengahambat fungsi protektif normal inhibitor
protease sehingga terjadi destruksi jaringan yang progresif.
Berbeda dari bronkitis kronis, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama
mengenai saluran napas tetapi parenkim paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya
adalah hasil dari kerusakan unti-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan
kapiler alveolus serta yang sangat penting, struktur-struktur penunjang paru, termasuk
jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru kehilangan
daya recoil elastis dan mengalami peningkatan complience. Tanpa recoil elastis yang
normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat
topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala
obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.
Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif unit-unit
respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari bronkiolus terminal.
Peradangan saluran napas, jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat terlihat
hiperplasia kelenjar mukossa di saluran napas penghubung yang besar. Interstisium
unit-unit respiratorik mengandung beberapa sel radang, tetapi temuan utama adalah
hilangnya dinding alveolus dan membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus
22
juga lenyap, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia
progresif, terutama saat berolahraga.
Kerusakan alveolus tidak merata di semua kasus emfisema. Berbagai varian
anatomis telah dilaporkan berdasarkan pola kerusakan unit respiratorik terminal. Pada
emfisema sentriasinar, kerusakan berpusat di tengah unit respiratorik terminal, dengan
bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris yang relatif tidak terkena. Pola ini
sering berkaitan dengan kebiasaan merokok. Emfisema panasinar adalah kerusakan
unit-unit respiratorik terminal secara umum disertai pelebaran ruang udara difus. Pola
ini biasanya, meskipun tidak khas, dijumpai pada defisiensi inhibitor alfa1-protease.
Penting diperhatikan bahwa perbedaan antara kedua pola ini umumnya bersifat
patologis; tidak terdapat perbedaan bermakna dalam gambaran klinis. Pola emfisema
lain yang penting secara klinis adalah emfisema bulosa. Bula adalah konfluensi luas
ruang-ruang udara yang terjadi akibat kerusakan lokal yang lebih besar atau
peregangan progresif unit-unit paru(Gambar 7)7
Gambar 7.Patofisiologi Emfisema Paru
Pada emfisema paru, penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas
paru-paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara
tekanan yang menarik jaringan paru keluar, yaitu yang disebabkan tekanan intra
pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke
dalam, yaitu elastisitas paru. Bila timbul keseimbangan antara kedua tekanan tersebut,
volume paru yang terbentuk disebut sebagai KRF (kapasitas residu fungsional) atau
FRC (functional residual capacity) yang normal. Bila elastisitas paru berkurang,
timbul keseimbangan baru dan menghasilkan KRF baru pula, yang lebih besar.
23
Volume residu (VR) atau residual volume (RV) dan KTP (kapasitas total paru)
bertambah pula, tetapi KV (kapasitas vital) menurun.
Pada orang normal, sewaktu terjadi ekspirasai maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru
akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronkitis kronik, saluran-saluran
pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya
saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat
terjadi alveoli dengan ventilasi kurang / tidak ada., akan tetapi perfusi baik. Sehingga
penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli, tidak sama dan merata.
Atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di
alveoli (V / Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh
lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan
polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal, yang dalam jangka lama dapat menimbulkan
kor pulmonal.6
Gejala Klinis
Bronkitis kronik dan emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi
sedikit demi sedikit bertahun-tahun. Biasanya, mulai pada seorang penderita perokok
berumur 15–25 tahun. Pada umur 25–35 tahun, kemam-puan kerja beratnya mulai
menurun dan mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru mulai
pula berubah, antara lain kenaikan closing volume. Umur 35–45 tahun, timbul batuk
yang produktif dan VEP1 (volume ekspansi paksa 1 detik) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second) menurun. Sesak nafas, hipoksemia dan perubahan pada
pemeriksaan spirometri sudah ada pada umur 45–55 tahun. Sering berulang-ulang
mendapat infeksi saluran pernafasan bagian atas sehingga sering pula atau sama sekali
tidak dapat bekerja. Umur 55–65 tahun sudah ada kor pulmonal, yang dapat
menyebabkan kegagalan pernafasan dan meninggal dunia.6
Pasien dengan bronchitis kronik dominan biasanya mempunyai riwayat batuk-
batuk dengan sputum yang produktif yang sering dikatakan karena merokok,sehingga
tidak dianggap sebagai keluhan .Makin lama batuk makin sering,berlangsung lama
24
dan makin berat ,timbul siang maupun malam ,sehingga sulit tidur.Bila timbul infeksi
saluran napas,batuk-batuk bertambah hebat dan berkurang bila infeksi treatasi.
Pada pasien dengan emfisema paaru dominan biasanya mempunyai riwayat
sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sedikit sputum mukoid .Bila ad
infeksi sputum menjadi purulen /mukopurulen dan kental.Bila disertai hemoptisis
darus disingkirkan penyakit lain seperti tb,bronkiektasis/tumor.
Pada 2 penyakit tersebut ,bila muncul infeksi ,sesak aakn bertambah ,kadang-kadang
disertai tanda payah jantung kanan dan lama-lama timbul kor pulmonal.
Pada hipoksemia/hiperkapnia berat dapat timbul keluhan neurologis :
kesadaran menurun smpai koma ,sakit kepala,tremor.6
Berdasarkan GOLD, PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu(Tabel 1):
Tabel 1.Kriteria GOLD Tingkat Keparahan PPOK
Penatalaksanaan
Pengelolaan bronkitis kronik dan emfisema paru, dapat dibagi atas:
1. Penyuluhan
Penyuluhan tentang bronkitis kronik dan emfisema paru pada para penderita
sangat penting. Harus diterangkan hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-
hal yang harus dihindari dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok
Hubungan rokok dengan penyakit ini sudah jelas. Karena itu, merokok harus
dihentikan. Meskipun sukar, penyuluhan dan usaha yang tak kenal lelah harus
dilakukan.
25
Tabel 1. Kriteria GOLD Untuk Tingkat Keparahan PPOKStadium GOLD
Tingkat Keparahan
Gejala Spirometri
0 Beresiko Batuk kronis , produksi sputum NormalI Ringan Dengan atau tanpa batuk kronis atau
produksi sputumFEV1/FVC<0.7 dan FEV1≥80% terprediksi
IIA Sedang Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan 50%≤FEV1<80% terprediksi
III Berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan 30%≤FEV1<50% terprediksi
IV Sangat berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan FEV1<30% terprediksi atau FEV1<50% terprediksi dengan tanda gagal napas atau gagal jantung kanan
Sumber : Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254
b. Menghindari lingkungan polusi
c. Vaksin
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi. Terutama terhadap
influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Pengelolaan sehari-hari
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan pernafasan, yang masih
mempunyai komponen yang reversibel meskipun sedikit. Dengan pengurangan
obstruksi sedikit saja, akan sangat membantu penderita.
Dapat dilakukan dengan :
a. Pemberian bronkodilator.
Make menganjurkan untuk mencoba pemberian bronkodilator pada setiap
penderita. Yang biasa diberikan adalah :
Golongan teofilin
Sejak dulu, obat golongan teofilin sering digunakan pada penderita
bronkitis kronik dan emfisema paru. Biasanya diberikan dengan dosis 10–
15 mg/kg BB per oral. Dalam pemberian obat ini, harus diperhatikan kadar
teofilin dalam darah karena metabolisme teofilin sangat bervariasi pada
setiap individu. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10–15
mg/L. penderita-penderita bronkitis kronik dan emfi-sema paru sering
sudah lanjut usia, apalagi bila disertai kelainan jantung, dapat
menyebabkan ekskresi teofilin lebih menurun.
Golongan Agonis B2
Sebaiknya diberikan secara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan
kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan
mempunyai efek bronkodilator lebih kuat. Efek samping utama adalah
tremor, tetapi menghilang dengan pemberian yang agak lama. Hati-hati
pula terhadap aritmia jantung (ekstra sistol ventrikel atau takikardia
ventrikel). Terbutalin, suatu agonis B2, selain efek bronkodilator, juga
mempunyai efek terhadap pengeluaran mukus, terutama bila diberikan
26
secara aerosol. Beberapa sarjana menganjurkan pemberian obat anti
kolinergik, yaitu lprotropium bromid sebagai aerosol, dengan hasil baik.
b. Pemberian kortikosteroid.
Pada beberapa penderita, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi
obstruksi saluran pernafasan. Pada penelitian Mendella dkk, terdapat renspons
yang baik pada 8 dari 38 penderita. Karena itu, Hinshaw dan Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3–4 minggu.
Kalau tidak ada respons, baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus.
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan pengobatan
yang utama dan penting pada pengelolaan bronkitis kronik dan emfisema paru.
Untuk itu, dapat dilakukan :
- Minum cukup.
Supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer. Menurut Snider, harus
minum sedemikian rupa sehingga urin tetap kuning pucat.
- Ekspektoran.
Yang sering digunakan, gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.
- Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum.
- Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan rehabilitasi
Berguna untuk :
- Mengeluarkan mukus dari saluran pernafasan.
- Memperbaiki efisiensi ventilasi.
- Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis.
Postural drainage, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk mengeluarkan
mukus. Sebaiknya dilakukan tiap pagi karena mukus tertimbun pada malam hari.
Untuk memperbaiki efisiensi ventilasi, penderita dapat dilatih bernafas tipe
27
abdominal dan bernafas dengan purse lips. Setiap kali terjadi eksaserbasi
penyakit, keadaan fisis penderita bronkitis kronik dan emfisema paru akan cepat
menurun. Di tambah pula penderita-penderita tersebut sering mengurangi
aktivitasnya sendiri, karena kurang kepercayaan terhadap diri sendiri.
Untuk merehabilitasi fisiknya, kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan
meninggikan toleransi latihan, dapat dilakukan latihan fisis yang teratur secara
bertingkat. Juga penderita dilatih untuk melakukan pekerjaan secara efisien
dengan energi sesedikit mungkin. Misalnya, bila istirahat lebih baik duduk
daripada berdiri. Atau dalam melakukan pekerjaan, lebih baik dengan pacing,
yaitu dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur.
5. Pemberian O2 jangka panjang
Pemberian O2 terus menerus dan jangka panjang telah terbukti berguna pada
penderita-penderita bronkitis kronik dan emfisema paru yang lanjut dengan
hipoksia kronik. Hipoksia kronik dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi
pulmonal, serta polisitemia, sehingga terjadi kor pulmonal. Pemberian O2 dalam
jangka panjang akan memperbaiki hal-hal di atas, disertai kenaikan toleransi
latihan.
Biasanya diberikan pada penderita hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau
waktu lama. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari, akan
mempunyai hasil lebih baik daripada pemberian 12 jam/hari.6
Komplikasi
- Eksaserbasi akut dan kegagalan pernapasan
Pada bronkitis kronik sering terjadi eksaserbasi akut. Pneumonia lebih jarang.
Sejak lama diketahui bahwa H.infuenza dan S.pneumoniae sering didapatkan pada
pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronik. Pasien tampak sesak napas dengan
menggunakan otot-otot pernapasan tambahan, dengan takikardia, banyak keringat,
kadang kesadaran menurun, sputum menjadi kuning atau hijau. Bila ternyata tekanan
oksigen <50mmHg dikatakan terdapat kegagalan napas. Sering disertai tekanan
karbondioksida lebih dari 50mmHg dan pH kurang dari 7,35 sehingga timbul
28
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidemia. Terdapat obstruksi yang berat, tidak ada
keseimbangan antara perfusi dan ventilasi, disertai kelelahan otot.
Penegelolaannya sama saja yaitu oksigen yang terkendali serta menanggulangi infeksi
dan obstruksi saluran napas. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, tetrasiklin, dan
sefalosporin.
- Kor pulmonal
Adalah pembesaran ventrikel kanan yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan
dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernapasan. Tidak termasuk di dalamnya
kelainan jantung kanan akibat kelainan jantung kiri atau penyakit bawaan. Kor-
pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronis. Biasanya PPOK dapat
menyebabkan kor-pulmonal yang kronis, bisanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan
yang disebabkan oleh pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan
polisitemia. Dua faktor yang mempengaruhi arteri pulmonalis yaitu curah jantung dan
resistensi pembuluh darah paru. Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian
meningkat untuk menaikkan curah jantung ke batas normal. Besarnya peningkatan
tekanan arteri pulmonalis tergantung dari curah jantung dan vasokkonstriksi
pembuluh darah akibat hippoksia. Pada waktu timbul gagal jantung kanan, tekanan
akhir diastolik meningkat, sedangkan curah jantung normal pada waktu istirahat.
Tetapi pada waktu melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidk dapat meningkat
seperti pada keadaaan normal. Hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi miokard
akibat hipoksia mengakibatkan gagal jantung..6
Pencegahan
2 poin yang paling penting bagi pasien untuk memahami, menurut Institute for Clinical
Improvement Systems (ICSI) 2011 , Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik, adalah sebagai berikut :
- Bahaya merokok dan peningkatan kualitas hidup dicapai dengan berhenti merokok
- Kebutuhan untuk mencari perawatan medis awal selama eksaserbasi dan tidak
menunggu sampai mereka dalam kesusahan.5
Prognosis
29
Prognosis untuk penderita PPOK buruk. Derajat kerusakan fungsi paru dalam hal ini
berperan sangat penting: rata-rata kelangsungan hidup pada pasien dengan FEV1 yang
parah yaitu yang kurang dari 1 L, kurang lebih 4 tahun. Tetapi, dengan adanya indeks
BODE (yang mencakup penilaian obstruksi sal napas (FEV1), BMI, dyspnea, dan
kapasitas dalam melakukan aktivitas), prediksi mengenai keberlangsungan hidup pasien
dan lamanya rawat inap menjadi lebih baik dibandingkan penilaian FEV1 saja (Tabel 2).8
Tabel 2.Indeks BODE
Differential Diagonis
- Bronkiektasis
Bronkiekatsis adalah pelebaran abnormal bronkus dan bronkiolus yang
disebabkan oleh infeksi menahun yang menimbulkan nekrosis. Penyakit ini biasanya
terjadi sebagai akibat kelainan infeksi atau obstruksi pada bronkus yang telah ada
sebelumnya. Dapat mengenai semua usia, bahkan lebih dari separuh penderita telah
mulai menderita penyakit ini sebelum berusia 20 tahun.
Etiologi & patogenesis
Pada bronkiektasis dapat ditemukan dua unsur penting yaitu infeksi dan dilatasi.
Tidak diketahui dengan pasti faktor manakah yang lebih dahulu menimbulkan
perubahan pada dinding bronkus. Ada pendapat yang menyatakan bahwa infeksilah
yang menimbulkan nekrosis sehingga menyebabkan dinding bronkus menjadi lemah
dan melebar.
30
Pendapat lain menyatakan bahwa fungsi paru yang kurang baik menyebabkan dilatasi
karena kelemahan dinding bronkus. Selanjutnya terjadi infeksi sekunder dengan akibat
nekrosis dan dilatasi yang lebih lanjut .
Makroskopik
Kelainan biasanya dijumpai pada kedua lobus bawah paru-paru, terutama mengenai
bronkus yang letaknya vertikal. Biasanya bronkus yang terkena ialah bukan cabang
utama, melainkan cabang ketiga atau empat serta bronkiolus. Tiga bentuk pelebaran
bronkus antara lain berbentuk torak, kumparan, dan kantong (Gambar 8). Gambaran lain
yang dapat ditemukan ialah bronkus dan bronkiolus melebar sampai terlihat mencapai
permukaan pleura; ini khas pada bronkiektasis. Lumen terisi eksudat supuratif berwarna
kuning kehijauan dan kadang hemoragik. Mukosa bertukak, pada keadaan berat dapat
terjadi pelebaran kistik sehingga paru-paru menyerupai sarang lebah.
Gambar 8.Jenis Bronkiektasis
Mikroskopik: ditemukan proses radang pada dinding bronkus.
Adanya sebukan sel radang mendadak dan menahun, epitel permukaan terlepas,
adanya daerah nekrosis dan tukak. Lumen yang mengandung eksudat berisis sel radang,
sel epitel nekrotik, dan sel darah merah. Epitel yang masih utuh dapat mengalami
metaplasi skwamosa, nekrosis dapat mengenai otot polos dan serabut elastin sehingga
dinding bronkus lemah dan mudah terjadi dilatasi. Pada bentuk menahun dapat ditemukan
fibrosis.9
Gejala: batuk dengan sputum purulen, hemoptisis, infeksi paru berulang.
31
Gambaran radiologis: film dada mungkin tidak menunjukkan kelainan. Bronkiektasis
sering terdapat di bagian basal paru dan sinar X dada dapt menampakkan gambaran
seperti bronkiektasis silindris dimana terlihat garis paralel yang menyebar dari hilus
menuju diafragma. Bronkiektasis kistik dimana dilatasi terminal dapat dievaluasi sebagai
bayangan kistik atau cincin, kadang disertai batas cairan. Konsolidasi pneumonik dan
perubahan fibrotik
CT resolusi tinggi dengan jelas memeperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding
bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama
penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan. Pada CT ada bronkus yang
terlihat di bagian tepi, bronkus yang memiliki diameter lebih besar dari cabang arteri
pulmonalis di dekatnya.10
- Asma bronchial
Asthma bronchiale ialah suatu penyakit yang ditandai oleh serangan
intermiten spasme bronchus disebabkan oleh rangsang alergik atau iritatif. Yang khas
ialah serangan spasme terjadi tiba-tiba paroxysmal diselingi periode bebas gejala.
Kadang serangan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu yang
dinamakan status ashmatics. Dapat juga spasme terus menerus tapi ringan
Etiologi:
1. Kira-kira separuh penderita alergi terhadap berbagai bahan yang dihisap atau
ditelan. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan percobaan kulit atau skin test.
Spasme bronchus dianggap reaksi alergi. Bentuk asthma semacam ini dinamai
ekstrinsik.
2. Bentuk intrinsik yang tidak menunjukkan skin test positif terhdap berbagai
alergen. Pada penderita ini sering ditemukan adanya infeksi persisten pada sinus
paranasalis, tonsil, atau saluran napas bagian atas.
3. Faktor herediter memegang peranan penting karena lebih dari sepiluh penderita
mempunyai sanak keluarga yang juga menderita berbagai bentuk penyakit alergik
4. Beberapa faktor yang lain dan dapat meragsang timbulnya serangan spasme ialah
tekanan emosionil, menghisap asap atau debu atau iritans lain dan keadaan terlalu
lelah.
Makroskopik
32
Kelainan terpenting ditemukan pada bronchus dan bronchiolus. Dinding bronchus
lebih tebal daripada biasa dan di dalam lumen dapat terlihat kumpulan lendir yang
kental dan liat yang kadang dapat menyumbat lumen.
Mikroskopik
Selaput lendir sembab disertai sebukan sel radang eosinofil dan limfosit dan
kelenjar lendir hiperplastik, penebalan membrana basalis, hipertrofi otot polos, dalam
lumen terdapat sekret lendir basofilik.
Klinik
Serangan asthma ditandai oleh timbulnya kesukaran bernapas disertai napas yang
berbunyi. Pada saat serangan terjadi spasme otot dinding bronchus, lumen bronchus
menyempit, dan kesukaran mengeluarkan udara sehingga ekspirasi memanjang karena
udara tertahan oleh lendir yang liat. Serangan ini biasanya terjadi selama satu sampai
beberapa jam yang disusul oleh batuk yang lama dengan pengeluaran dahak yang
kental. Pada status ashmaticus dapat terjadi gangguan pertukaran udara paru-paru
sehingga dapat menimbulkan sianosis sampai meninggal. Pada umumnya penyakit ini
tidak letal, melainkan menimbulkan gangguan pada penderitaan dalam jangka waktu
yang lama. Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya eosinofil dalam darah
dan gambaran dahak yang khas.9
Pada asma, alergen hirup memprovokasi degranulasi sel mast peka dan aktivasi sel
epitel (EC) sementara pada PPOK, asap rokok dihirup mengaktifkan sel-sel epitel dan
makrofag. Setelah itu reaksi inflamasi terjadi mengakibatkan perekrutan eosinofil dan
sel CD4 + T untuk asma, neutrofil dan sel CD8 + T untuk PPOK. Setelah peradangan
kronis, perubahan jaringan seperti lendir hipersekresi, bronkokonstriksi muncul dalam
asma sementara fibrosis saluran napas kecil, kerusakan alveolar (emfisema) dan lendir
hipersekresi terjadi pada PPOK. Sebuah hyperresponsiveness saluran napas terkait
dengan kedua penyakit (Gambar 9)
33
Gambar 9.Perbedaan Patofisiologi Asma dan PPOK
- Aspergilosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergilus. Di alam ini
banyak dijumpai spesies aspergilus berupa konidia atau spora yang berhamburan di
udara sehingga gampang dihirup melalui saluran napas. Yang paling sering
menimbulkan infeksi pada manusia adalah A.fumigatus, A.niger, A.flavus, A.clavatus,
dan A.nidulans. Jamur Aspergilus bukan jamur dimorfik, tumbuh di jaringan sebagai
hifa sama seperti dalam media laboratorium. Spora jamur terhirup dan kolonisasi di
permukaan mukosa. Jamur dapat menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem
imun baik lokal atau sistemik. Dengan demikian Aspergilus ini tidak dapat menembus
jaringan pada orang normal.
Allergic bronchopulmonary aspergilosis (ABPA) banyak dijumpai pada
pasien dengan asma. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya dimengerti.
Mungkin reaksi imunulogi tipe I dan III mempunyai peranan. Manifestasi klinis
ABPA sangat bervariasi, berupa bdan tidak enak, demam, sesak, sakit dada,
wheezing, dahak yang purulen dan batuk darah. Dan juga sudah ada 5 macam staging
ABPA yaitu akut, remisi, eksaserbasi berulang, asma dependen, dan fibrosis paru.
Pada staging akut, muncul demam, batuk, sesak, dan sulit mengelurakan
dahak, peninggian serum IgE dan eosinofilia, pada radiologis ditemukan infiltrat paru.
Pada saat remisi, tidak ada gejala, penurunan serum IgE dan eosinofil darah, pada
radiologis ada resolusi infiltrat darah. Pada saat eksaserbasi berulang timbul gejala
asma yang butuh kortikosteroid jangka panjang, peningkatan IgE, gambaran
radiologis berubah-ubah. Pada staging fibrosis paru, pasien memberikan gejala sesak
34
napas dan manifestasi fibrosis paru. Faal paru menunjukkan adanya obstruksi dan atau
retriksi yang ireversibel. Peninggian IgE menunjukkan aktivitas yang lanjut, hasil
radiologis menunjukkan fibrosis paru dan diperlukan kortikosteroid jangka panjang. 6
Penutup
Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversibel. Pada pasien ini terjadi karena terjadinya radang kronik akibat
pajanan rokok dalam kurun waktu yang cukup lama .Pada pasien ini PPOK yang diderita
adalah bronkitis kronik dikarenakan adanya sianosis dan batuk yang lebih
sering.Pentalaksanaan dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi rokok,pemberian
bronkodilatator,oksigen jangka panjang ,maupun fisioterapi.Apabila tidak ditangani lebih
baik dapat terjadi gagal jantung kanan dan gagal pernapasan.
Daftar Pustaka
1. Kasper,Hauser,Braunwald ,Longo,dkk.Harrison’s principles of internal medicine.Ed
XXVI.New York :McGraw-Hill Medical Publishing Division.p.1547-54.
2. Setiohady B. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Ed V. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h 25-9,40-7.
3. Mansjoer A,Triyanti K,Savitri R.Kapita selekta kedokteran.Jilid I.Ed
III.Jakarta :Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI;2001.h.480-2
4. Patrick Davey.Medicine at a glance.Jakarta :Penerbit Erlangga;2006.h.181-3.
5. The Medscape Journal of Medicine. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2 Juni
2014. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview,5 Juli 2014
6. Soemantri ES ,Uyainah A.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Jakarta :Balai
Penerbit FKUI ;2003.h.853-88.
7. Mc Phee S J,Ganong WF.Patofisiologi penyakit :pengantar menuju kedokteran
klinis.Ed V. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010;h.252-61.
35
8. Indeks BODE. Diunduh dari http://annals.org/article.aspx?articleid=739988.5 Juli
2014.
9. Robbins,Contran.Dasar Patologi penyakit.Ed 7.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.h
10. Patel P R.Lecture notes :Radiologi.Jakarta :Penerbit Erlangga;2006.h
36