swhda

53
fdfdhgfdhdf Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Abstrak: Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel .Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. Kedua penyakit yang membentuk CPOD adalah: bronkhitis kronis, dan efisema paru-paru. Kata kunci:radang kronik,gas beracun,bronchitis kronik,emfisema paru- paru 1 Abstract: Chronic Obstructive Pulmonary Disease commonly known as COPD is a chronic disease characterized by limitation of airflow in the airway that is not fully reversible. Disorders are progressive (rapid and severe) is due to the occurrence of chronic inflammation due to exposure to toxic particles or gases occurring in the a fairly long period of time with the main symptoms of shortness of breath, cough, and sputum production and activity limitations. Both diseases are formed CPOD: chronic bronchitis, and lung efisema. Keywords: Chronic inflammation, toxic gases, chronic bronchitis, pulmonary

Upload: vtina177220

Post on 23-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gfjfs

TRANSCRIPT

Page 1: swhda

fdfdhgfdhdf

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Abstrak: Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversibel .Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya radang

kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama

dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. Kedua

penyakit yang membentuk CPOD adalah: bronkhitis kronis, dan efisema paru-paru.

Kata kunci:radang kronik,gas beracun,bronchitis kronik,emfisema paru-paru

Pendahuluan

Kebiasaan merokok pada akhir-akhir ini merupakan hal yang makin marak di

kalangan masyarakat.Terdapat berbagai penyakit berbahaya yang disebabkan oleh konsumsi

rokok baik yang dirasakan dalam jangka waktu awal maupun jangka lama.Salah satu

penyakit yang mungkin terjadi adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit

1

Abstract: Chronic Obstructive Pulmonary Disease commonly known as COPD is a chronic disease characterized by limitation of airflow in the airway that is not fully reversible. Disorders are progressive (rapid and severe) is due to the occurrence of chronic inflammation due to exposure to toxic particles or gases occurring in the a fairly long period of time with the main symptoms of shortness of breath, cough, and sputum production and activity limitations. Both diseases are formed CPOD: chronic bronchitis, and lung efisema.

Keywords: Chronic inflammation, toxic gases, chronic bronchitis, pulmonary emphysema

Page 2: swhda

Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang

ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversibel.1 Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena

terjadinya radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun

waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan

keterbatasan aktifitas. Kedua penyakit yang membentuk CPOD adalah: bronkhitis kronis,

dan efisema paru-paru.Terdapat berbagai factor predisposisi, gejala ,dan patofisiologi

maupun penatalaksanaan untuk tiap penyakit.

Isi

Skenario 4

Seorang laki-laki 57 tahun dating dengan keluhan sesak nafas yang memberat

dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu.Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk

berdahak warna putih tanpa disertai demam .Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa

kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika

beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk.Pasien memiliki riwayat

merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus /hari.

PF : TD : 120/70 mmHg ,N :100x/menit ,RR : 30x/menit,Suhu : 36oc

KU :tampak sakit sedang ,kesadaran compos mentis

Kepala : mata konjungtivitis anemis - ,sclera ikterik -, mulut :sianosis,leher : tidak teraba

perbesaran KGB,JVP 5-2 cm H2O,tiroid tidak teraba membesar

Thorak :pulmo : inspeksi simetris dalam keadaan statis dinamis,retraksi intercostalis

(+),palpasi taktil fremitus simetris,perkusi sonor pada kedua lapang paru,auskultasi SN

vesikuler,whezzing +,ronki basah minimal +,cor : BJ I-II murni regular ,mur-mur (-) ,gallop

(-),abdomen : perut datar ,nyeri tekan -,BU (+) normal

Ekstremitas :sianosis ringan jari-jari tangan,clubbing finger - ,akral hangat ,perfusi < 3

detik,oedem –

Laboratorium :Hb 16g/dL ,Leukosit 6500 ,trombosit 300.000

2

Page 3: swhda

Pembahasan

Anamnesis

Dalam ilmu kedokteran,wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.Wawancara

yang baik dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis tertentu.Anamnesis yang baik

disertai empati untuk membuka komunikasi antara dokter dan pasien.Anamnesis dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu autoanamnesis (langsung dengan pasien) dan

alloanamnesis(diwakilkan bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk di

wawancarai).Dalam kasus ini termasuk alloanamnesis karena ibunya yang diwawancarai.

Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang

diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain :

1. Identitas pasien

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama

orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan

bahwa pasien yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud.2

Dalam kasus ini identitas yang didapat laki-laki 57 tahun.

2. Keluhan Utama ( Presenting Symptom)

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa pasien tersebut

pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus

disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.2 Keluhan

utama yang didapat adalah sesak napas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam

lalu.

3. Keluhan penyerta

Keluhan penyerta menggambarkan keluhan lain yang di derita pasien selain keluhan

utamanya tersebut

Keluhan penyerta sejak 3 hari lalu mengeluh batuk berdahak warna putih.

4. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas

keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhatan utama sampai pasien datang

berobat. 3

Pada kasus keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun

terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan

terutama bila dirinya sedang demam dan batuk.

3

Page 4: swhda

5. Riwayat penyakit dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara

penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Pada kasus keluhan seperti

ini sebenarnya sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa

nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang

demam dan batuk.

6. Riwayat kesehatan

Berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan ( berat badan

tinggi badan), riwayat makanan dan imunisasi

7. Riwayat keluarga,

8. Riwayat Pribadi

Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Pada anak-anak perlu

juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis makanan, kuantitas dan

kualitasnya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok,

minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba).2

Pada kasus pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2

bungkus /hari.

Pada gangguan system pernapasan terdapat beberapa hal yang dikeluhkan:

BATUK

Batuk yang berkepanjangan disertai napas berbunyi ,dan kadang-kadang biasa

sampai sinkope akibat adanya peninggian tekanan intratorakal yang menetap

sehingga menyebabkan gangguan aliran balik vena dan penurunan curah

jantung.

Batuk akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor pada laring umunya bersifat

keras, membentak dan nyeri serta dapat disertai dengan suara parau dan

stridor.

Batuk yang disertai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan

umumnya didapatkan pada bronkiektasis.

Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada seorang perokok

merupakan keluhan khas bronkitis kronik.

4

Page 5: swhda

Batuk pada malam hari yang menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat

asma.

Berdahak

Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:

1. Serous : -Jernih dan encer,pada edema paru akut.

-Berbusa,kemerahan,pada alveolar cell cancer.

2. Mukoid : -Putih keabu-abuan,pada bronkitis kronik.

-Putih kental,pada asma.

3. Purulen : -Kuning, pada pneumonia,

-Kehijauan, pada bronkiektasis,abses paru.

4. Rusty (Blood-stained) : Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna

karat, pada Pneumococcal pneumonia dan edema paru.Seperti pada

bronkiaektasis.

Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:

Jumlah.

Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh khas

untuk bronkiektasis.

Warna.

Sputum yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa

infeksi) bisa juga ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan.

Sputum kekuningan bisa didapatkan pada infeksi saluran napas bawah

akut (karena adanya neotrofil aktif), dan juga pada asma (karena

mengandung eosinofil).

Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada

bronkiektasis dan dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan

atas yang mukoid, lapisan tengah yang encer dan lapisan bawah yang

5

Page 6: swhda

purulen Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena adanya sel-

sel neutrofil yang liris serta produk hasil katabolismenya akibat adanya

enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidase. Pada pneumococcal

pneumonia stadium awal dapat ditemukan sputum yang berwarna coklat

kemerahan akibat adanya inflamasi perenkim paru yang melalui fase

hepatisasi merah.

Rusty (Blood-stained sputum) menujukkan adanya hemoglobin/sel

eritrosit. Sputum yang berbusa dengan bercak darah yang difus dapat

terjadi pada edema paru akut.

Bau Sputum. Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh

kuman-kuman anaerob dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi

sekunder, abses paru dan empiema.

Solid material. Pada asma dan allergic bronchopulmonary aspergillosis dapat

terjadi akumulasi sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini

dibatukkan keluar akan tampak struktur yang menyerupai cacing yang

merupakan cetakan bronkus.

Batuk darah

Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluarkan pada

saat batuk Yang berasal dari saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat

bervariasi jumlahnya mulai dari blood-streaked sputum hingga batuk darah

masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat terjadi pada bronkiektasis

terinfeksi. Batuk darah masif yang potensial fatal sering didapatkan pada

bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.

SESAK NAPAS

Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada

perasaan tidak nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya saat bernapas yang

tidak sebanding dengan tingkat aktifitas. Rasa sesak napas ini kadang-kadang

diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk mendapatkan udara segar, rasa

terengah-engah atau kelelahan.

6

Page 7: swhda

Saat anamnesis mengenai sesak napas harus ditanyakan mengenai awal mulai

keluhan, lamanya, progesifitas, variabilitas, derajat beratnya, fakto-faktor yang

meperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah

sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin memberat dalam waktu

beberapa menit (misalnya akibat pneumotoraks ventil, emboli paru masif, asma,

aspirasi benda asing), atau terjadi secara bertahap dan semakin berat secara

progresif dalam waktu beberapa jam atau hari (akibat pneumonia, asma, PPOK

eksaserbasi akut) atau memberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun

(akibat efusi pleura, PPOK, TB paru )

Keadaan atau aktifitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu diketahui,

karena dapat memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Sesak saat

berbaring (ortopnea) seringkali didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kiri

dan pasien dengan kelelahan otot pernapasan akibat keterlibatan diafragma. Sesak

yang membuat pasien terbangun pada malam hari merupakan gejala khas gejala

asma dan gagal jantung kiri. Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan

atau pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya asma akibat kerja.

Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital (TTV)

o Nadi

Dewasa          : 70-80 x/mnt

Catatan :

Takikardia (Nadi di atas normal)     : Lebih dari 100 x/mnt

Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/mnt

o Tekanan Darah

Remaja                 : 90-110/66 mmHg

Dewasa muda         : 110-125/60-70 mmHg

Dewasa tua            : 130-150/80-90 mmHg

Catatan :

Hipotensi                     : Kurang dari 90/60 mmHg

Normal                         : 90-120/60-80 mmHg

7

Page 8: swhda

o Suhu Tubuh

Normal  : 36,6oC - 37,2 oC

o Pernapasan / Respirasi

Dewasa         : 16-20 x/mnt

Catatan :

Takipnea             : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)

TD : 120/70 mmHg ,N :100x/menit ,RR : 30x/menit,Suhu : 36oc

2. Pemeriksaan Fisis Paru

a. Menentukan Lokasi Kelainan Dinding Dada.

b. Tehnik Pemeriksaan

Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi

berbaring telentang, sedangkan pemeriksaan. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa

sehingga seluruh dada dapat diperiksa. Pada perempuan pada saat memeriksa dada

dan paru belakang maka bagian depan ditutup. 3

Pemeriksaan thorax meliputi:

1. Inspeksi

Kelainan dinding dada Tekanan vena jugularis (-) dan retraksi otot-otot

interkostal (tanda hoover)

Tekanan vena jugularis atau Jugular venous pressure (JVP) dalam bahasa

Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek).

Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter

yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra

yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior).JVP yang

meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung

8

Page 9: swhda

kanan,keadaan berbaring di sepanjang permukaan musculus

sternocleidomastoideus).

Pasien dengan obstruksi aliran udara yang berat mungkin juga menunjukkan

penggunaan otot bantu pernapasan, duduk dalam karakteristik "tripod" posisi untuk

memudahkan menggerakkan sternokleidomastoid, sisi tak sama panjang, dan otot

interkostal retraksi . Pasien dapat mengembangkan sianosis, terlihat di bibir dan

kuku tempat tidur.

Pasien dengan dominan

emfisema secara klasik disebut sebagai “Pink Puffers " referensi ke

kurangnya sianosis, penggunaan otot aksesori, dan mengerutkan bibir-

bernapas. Pasien tersebut juga memiliki penurunan dramatis dalam suara nafas

seluruh dada. Pasien dengan sindrom klinis kronis

bronkitis secara klasik berlabel "Blue Bloaters" referensi ke cairan

retensi dan lebih ditandai sianosis(Gambar 1).4

Gambar 1. dan Blue Bloaters Pada PPOK

Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang

lebih besar dari antero-posterior. Kelainan dada yang bisa didapatkan :

9

Page 10: swhda

Dada emfisema/barrel-shape (dada mengembung, diameter anteroposterior lebih

besar, tulang punggung melengkung), terdapat pada pasien bronkitis kronis,

PPOK(Gambar 2).

Gambar 2.Barrel Chest

Jenis pernapasan.--> Abdominal, misalnya pasien PPOK,karena paru kolaps

2. Palpasi

Palpasi dalam keadaan statis (Pemeriksaan KGB,Pemeriksaan untuk menetukan

posisi mediastinum (pemeriksaan trakea dan apeks jantung),Pemeriksaan kelainan

dinding dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi.

Palpasi dalam keadaan dinamis.

- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus

sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal.

Pengembangan paru bagian atas dilakukan dengan mengamati kedua

klavikula.

- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukakan denga cara

meletakakan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian

pasien diminta menyebutkan angka 77, sehingga getaran suara yang

ditimbulkan akan lebih jelas. Rasakan dengan teliti getaran suara yang

ditimbulkan, pemriksaan ini disebut dengan fremitus taktil. Hasil fremitus ini

10

Page 11: swhda

dilaporkan sebagai normal, melemah atau mengeras. Fremitus yang melemah

dilaporkan pada penyakit empiema,ppok, hidrotoraks, atelektasis.

3. Perkusi . Kenali bunyi normal paru yaitu sonor ketika diketuk. Jika muncul bunyi

yang lebih keras, lebih rendah dan berdurasi lebih lama daripada sonor (disebut juga

hipersonor) maka bisa curiga adanya keadaan yang abnormal pada paru. Pada ppok

perkusi dada hipersonor,peranjakan hati mengecil,batas paru hati lebih rendah

(inspirasi menurun),pekak jantung berkurang.3

4. Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi meliputi pemeriksaan suara napas pokok. Suara napas pokok

yang normal terdiri dari :

Vesikular : suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah, dimana

fase inspirasi langsung didikiti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda.

Bronkovesikular : suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang

sedang, dimana fase ekpirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir

menyamai fase inspirasi.

Bronkial : suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase

ekspirasi menjadi lebih panjang daripada fase inspirasi dan diantaranya

diselingi jeda.

Trakeal : suara napas keras dan kasar, dapat didengarkan di daerah trakea.

Amforik : suara napas yang didaatkan bila terdapat kavitas besar yang

letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus.

Suara napas tambahan terdiri dari :

Ronki basah : suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan

biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan

dalam saluran napas.Ronki basah dibagi menjadi ronki kasar ,halus, dan

sedang.Pada pasien ppok yang terjadi adalah ronki kasar saat inspirasi dan

ekspirasi.ini dapat terjadi karena penigkatan produksi mucus ,disertai ganguan

fungsi ekskalator mukosili,menyebabkan penumpukan sekresi mucus.

11

Page 12: swhda

Ronki kering : suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi

yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang

menyempit, misalnya adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki

kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada

pasien asma,ppok.Hal ini dapat tejadi karena penyempitan persisten saluran

napas dan penyumbatab oleh mucus dapat mnyebabkan mengi local/diffuse.2

Pada fase awal PPOK, pasien biasanya mengalami pemeriksaan fisik yang sepenuhnya

normal. Saat ini perokok mungkin memiliki tanda-tanda merokok aktif, termasuk bau

asap rokok atau pewarnaan nikotin pada kuku.

Karakteristik Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:

     -Pasien mungkin mengalami obesitas

     -Sering batuk dan dahak yang khas

     -Pasien mungkin memiliki tanda-tanda gagal jantung kanan (yaitu, cor pulmonale), seperti

edema dan sianosis

Karakteristik Emfisema adalah sebagai berikut:

   - Pasien biasanya memiliki sedikit atau tidak ada batuk atau dahak

    - Pernapasan dapat dibantu oleh bibir mengerucut dan penggunaan otot-otot pernafasan

tambahan; pasien mungkin mengadopsi posisi tripod duduk.5

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pada pasien bronchitis kronik terdapat VEP 1/FEV 1 (jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik,karena ekspirasi memanjang), dan KV (kapasitas vital = Kapasitas vital paru-paru adalah volume udara maksimal yang bisa dihembuskan atau dikeluarkan seseorang setelah menghirup udara maksimum)

yang menurun .

VR(Volume residu: volume udara yang masih tinggal di dalam paru-paru setelah

melakukan respirasi maksimum) yang bertambah dan KTP yang normal.

12

Page 13: swhda

Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP 1 ,KV dan KAEM (Kecepatan Arus Ekspirasi Maksimal),kenaikan KRF (Kapasitas residu fungsional = volume gas yang tersisa dalam paru pada saat akhir expirasi normal tanpa paksaan). dan VR ,sedangkan KTP (Kapasitas total paru = jumlah total udara yang ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital ditambah volume residual)bertambah /normal.Kelainan diatas lebih jelas pada stadium lanjut

Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di sistem

pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-

hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas akan

meningkatkan kerja pernapasan juga terdapat penurunan elastisitas parenkim paru,

bertambahnya kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus.

Akibatnya terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru

Pada emfisema paru kapasitas diffuse menurun karena permukaan alveoli untuk

diffuse berkurang ,dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kapasitas difuss untuk

CO (DLCO).

2. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos dada pada bronchitis kronik

Bronkitis kronik menurut Faser dan Pare lebih dari 50% pasien bronchitis

kronik memiliki foto dada normal.Tetapi secara radiologis ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan :

- Tubular shadow atau tram lines terlihat bayangan garis-garis yang

parallel ,keluar dari hilus menuju apeks paru .Bayangan tersebut adalah

bayangan bronkus yang menebal (Gambar 3)

- Corak paru yang bertambah .

Gambar 3.Tubular Shadow

13

Page 14: swhda

Foto dada pada emfisema paru

Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki, antara lain oleh

Thurlbeck dkk. Dan ternyata lebih khas dari pada bronkitis kronik. Terdapat 2

bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu :

a. Gambaran defisiensi arteri (Gambar 4)

Terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bulae. Menurut Fraser

& Pare lebih sering didapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

- Overinflasi

Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-

kadang malah konkaf. Pada pemeriksaan sinar tembus, gerakannya

berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah (trapped air), yaitu

jarak antara sternum dan pinggir depan aorta asendens. Juga sternum

lebih melengkung, penambahan kifosis, tulang iga lebih mendatar dan

melebar.

- Oligoemia

Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke

distal. Mungkin disebabkan karena darah yang mengalir ke bagian

bawah paru yang emfisema sangat berkurang, karena darah dialirkan

ke bagian atas paru.

- Bulae

Sering terdapat pada penderita emfisema paru.

14

Page 15: swhda

Gambar 4.Gambaran Emfisema Paru

b. Corakan paru yang bertambah (increased marking pattern)

Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrolobular,

dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.6

Gambaran radiografi membantu dalam mengklasifikasi PPOK.

Ternyata, kurangnya parenkim atau hiperlusen memberi kesan adanya

emfisema. Meningkatnya volume paru dan diafragma datar memberi kesan

hiperinflasi tapi ttidak memberikan informasi mengenai kronisitas.

Computed tomography (CT) scan merupakan uji definitif membuktikan

ada atau tidaknya emfisema (Gambar 5).1

Gambar 5.CT Scan Emfisema Paru

3. Analisis Gas Darah

Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh

penderita emfisema paru sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi

hemoglobin penderita hampir mencukupi. Sebaliknya, penderita bronkitis kronik

tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik. Saturasi

hemoglobin menurun, dan timbul sianosis. Terjadi juga vasokonstruksi pembuluh

darah paru dan penambahan eritropoesis.

Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga

menimbulkan polisitemia.Pada pasien yang berumur lebih dari 55 tahun

polisitemia menyebabkakn jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kana timbul lebih cepat.6

15

Page 16: swhda

4. Serum Kimia

Pasien dengan COPD cenderung mempertahankan natrium.Pada PPOK kadar p

CO2 tinggi sehingga terjadi asidosis respiratorik.Dan ginjal melakukan

kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H- dan retensi bikarbonat.5

5. Kultur sputum

Campuran organisme sering terlihat dengan pewarnaan Gram (lihat Sputum

Culture). Patogen yang paling sering dibudidayakan selama eksaserbasi adalah

Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.Moraxella catarrhalis

juga merupakan organisme yang umum, dan Pseudomonas aeruginosa dapat

dilihat pada pasien dengan obstruksi parah.5

Diagnosis

Working diagnosis : Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Differential Diagnosis :Bronkiektasis,Asma bronkiale,aspergilosis

Etiologi

Penyakit paru obstruksi kronik merupakan penyakit obstruksi jalan napas karena

bronchitis kronik atau emfisema.Obsttruksi tersebut umumnya bersifat progresif ,bisa

disertai hiperaktifitas bronkus,dan sebagian bersifat reversible. PPOK meliputi emfisema,

kondisi didefinisikan anatomis ditandai oleh kerusakan dan

pembesaran alveoli paru-paru; bronkitis kronis, yang didefinisikan secara klinis

Kondisi dengan batuk kronis dan berdahak; dan penyakit saluran napas kecil,

suatu kondisi di mana bronkiolus kecil yang menyempit. PPOK hadir

hanya jika obstruksi aliran udara kronis terjadi; bronkitis kronis tanpa

obstruksi aliran udara kronis tidak termasuk dalam PPOK.1

Bronkitis kronik dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang

pasien .Kadang-kadang salah satu lebih dominan,dan keduanya dalam keadaan lanjut

dapat menimbulkan PPOK.6

16

Page 17: swhda

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling

sedikit selama 2 tahun berturut-turut.Gejala yang sama dapat terjadi pada

bronkiektasis,dan asma bronchial.Asma juga sullit dibedakan dengan bronchitis

kronik .Bronkitis kronik dapat dibagi menjadi :

-simple chronic bronchitis :sputum bersifat mukoid

-chronic /recurrent mucopurulent bronchitis :sputum mukopurulen(sputum penderita

mengandung pus yang mungkin disebabkan oleh infeksi sekunder)

-chronic obstructive bronchitis : disertai obstruksi salupran pernapasan yang timbul

apabila terpajan zat iritan /infeksi saluran napas akut.

Emfisema paru adalah suatu definisi anatomik, yaitu perubahan anatomik, yaitu

suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal

saluran udara sebelah distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.6

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan emfisema

paru:

1. Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control, rokok

adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Terdapat

hubungan erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspansi paksa) 1

detik. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus

bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan. Juga dapat

menyebabkan bronkokonstriksi akut.

Menurut Crofton dan Douglas, merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel

rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.6 Studi longitudinal berikutnya

menunjukkan penurunan FEV1 yang cepat dalam hubungan dose-respons terhadap

intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai jumlah batang pertahun (rata-

rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lamanya merokok

dalam tahun). Hubungan dose-respons ini diantara menurunnya fungsi paru dan

intensitas merokok terhadap tingginya prevalensi PPOK dengan bertambahnya usia.

Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang

apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya

>600.6Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita

17

Page 18: swhda

PPOK. Secara histrois, tingginya perokok di kalangan laki-laki adalah penjelasan

yang paling mungkin untuk prevalensi PPOK yang lebih tinggi di kalangan laki-

laki, namun, prevalensi PPOK di kalangan perempuan meningkat sebagai

kesenjangan jenis kelamin dalam angka perokok yang telah berkurang dalam 50

tahun terakhir. Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi

ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama

dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain.1

2. Infeksi

Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih

berat. Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis kronik

hampir selalu menyebabkan kerusakan paru bawah dan makin bertambah.

Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,

yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenzae dan

Streptococcus pneumoniae.

3. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di

atas, tetapi bila ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi. Eksaserbasi akut pada

bronkitits sering ditimbulkan oleh polusi sulfur dioksida (SO2) yang

tinggi ,sedangkan nitrogen dioksida (NO2 ) dapat menyebabkan obstruksi saluran

napas kecil (bronkiolitis).6

Beberapa pajanan di tmepat kerja, meliputi tambang batu bara, tambang emas,

dan tekstil katun, yang telah dinyatakan sebagai faktor resiko obstruksi aliran

udaran kronis. Namun meskipun bukan perokok di tempat kerja menimbulkan

penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor resiko PPOK, sedangkan

ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja yang terpajan cadmium

(asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara signifikan menurun,

konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema. Meskipun beberapa debu

dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK, efek ini secara substansi

nampak kurang penting daripada efek merokok.1

4. Keturunan

18

Page 19: swhda

Faktor genetic tersebut antara lain atopi yang ditandai dengan aadanya

eosinofilia /peningkatan kadar IgE ,hiperresponsifitas bronkus,riwayat penyakit

obstruksi saluran napas,dan penderita dengan defisiensi alfa-1-anti tripsin yang

merupakan suatu protein Defisiensi alfa-1-anti tripsin adalah suatu kelainan yang

diturunkan secara autosom resesif. Yang sering menderita emfisema paru adalah

penderita dengan gen S atau Z.. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang

sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru,

karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Orang yang memiliki AAT

< 35% tidak mampu memberikan perlindungan yang adekuat dan dapat terjadi

kerusakan parenkim paru.

Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok.

5. Hipotesis Elastase-anti elastase

Di dalam paruterdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan

antielastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara

keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastic paru. Struktur paru

akan berubah dan timbullah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah

pancreas, sel-sel PMN, dan makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage-

PAM). Rangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi virus

menyebabkan elastase virus bertambah banyak. Aktivitas system antielastase, yaitu

system enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi

menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbangan antara

elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan

kemudian emfisema.

6. Lingkungan kerja

Bronkitis kronik lebih banyak terjadi pada pekerja yang terpajan zat inorganik,

debu organik atau gas yang berbahaya. Beberapa pajanan di tmepat kerja, meliputi

tambang batu bara, tambang emas, dan tekstil katun, yang telah dinyatakan sebagai

faktor resiko obstruksi aliran udaran kronis. Namun meskipun bukan perokok di

tempat kerja menimbulkan penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor

resiko PPOK, sedangkan ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja

19

Page 20: swhda

yang terpajan cadmium (asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara

signifikan menurun, konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema.

Meskipun beberapa debu dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK,

efek ini secara substansi nampak kurang penting daripada efek merokok.1

7. Faktor Sosial Ekonomi

Bronkitis kronik lebih banyak didapat pada golongan ekonimi bawah karena

pola merokok dan sering terpajan factor resiko lain.Kematian pada penderita

bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah.

Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.6

Epidemiologi

- Laki-laki > wanita (perokok)

- 20% laki-laki -> bronchitis kronik

- 15% bukan perokok -> batuk kronik

- 33% perokok dengan pipa cerutu -> batuk kronik

- 40-50% perokok sigaret 1 bungkus /hari -> batuk kronik

- 70-80% perokok sigaret 2/> bungkus /hari -> batuk kronik

- Prevalensi PPOK d salah satu RS Jakarta 26%,selanjutnya Tb paru

Patofisiologi

Bronkitis kronik

Pada bronchitis kronik ,terdapat sejumlah kelinan patologis saluran napas ,meskipun tidak

ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini.Gambaran klinis bronchitis kronik dapat

dikatakan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas.Gambaran patologi

utama adalah peradangan saluran napas,terutama saluran napas yang halus ,dan hipertrofi

kelenjar mukosa saluran napas besar ,disertai peningkatan sekresi mucus .Mukosa saluran

napas biasanya disebuki oleh sel radang ,termasuk leukosit,polimorfonukleus dan

limfosit.Peradangan mukosa dapat secra substansi mempersempit lumen bronkus.Akibat

peradangan kronik ,lapisan normal epitel kolumnar berlapis semu bersilia sering diganti

oleh metaplasia skuamosa .Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal,fungsi

pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali.Hipetrofi

20

Page 21: swhda

dan hyperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolok ,dengan

kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebelan dinding bronkus .Hipersekresi

mucus menyertai hyperplasia kelenjar mukosa,yang semakin mempersempit

lumen.Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai ,dan hiperensponsivitas dapat

dijumpai terhadap rangsangan bronkokonstriktor non spesifik (histamine dan

metakolin).Bronkiolus sering disebukin sel radang dan mengalami distorsi ,disertai

fibrosis peribronkus.Penyumbatan oleh mucus dan obstruksi lumen saluran napas halus

sering ditemukan .Tanpa adanya proses lain yang menimpa ,misalnya

pneumonia ,parenkim paru untuk pertukaran gas,yang terdiri atas unit-unit respiratorik

terminal ,umumnya tidak mngalami kerusakan .Hasil kombinasi proses-proses diatas

adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran

napas .Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronchitis kronik

berpengaruh besar pada ventilasi dan pertukaran gas.Obstruksi dengan waktu eks[irasi

memanjang menimbulkan hiperinflasi.Prubahan hubungan ventilasi-perfusi mngenai

daerah dengan rasie V/Q yang tinggi dan rendah.Yang terakhir ini bertanggung jawab

mengakibatkan hipoksemia .Pada orang tanpa riwaya ekresi saluran napas.t bronchitis

kronik rata-rata rasio adalah 0,44+/- 0,09,sedangkan pada bronchitis kronik rata-rata rasio

adalah 0,52+/- 0,08 .7 Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet (Gambar

6).

Gambar 6.Patologi Bronkitis Kronik

Emfisema paru

Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah

distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Menurut American

Thoracic Society (1962), dibagi atas :

21

Page 22: swhda

1. Paracicatricial : terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding

alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru.

2. Lobular : pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus di asinus /

lobulus sekunder.

Dibagi lagi menurut tempat proses, yaitu :

1. Sentrolobular : kerusakan terjadi di daerah sentral asinus. Daerah dis-talnya

tetap normal.Banyak pada pasien pria perokok,di lobus atas paru dan menyertai

pasien bronchitis kronis

2. Panlobular : kerusakan terjadi di seluruh asinus.Terdapat pada pasien

defisiensi AAT dan sering mnyertai bronchitis kronik,timbul di lobus bawah .

3. Tidak dapat ditentukan : kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak

dapat ditentukan dari mana mulainya.6

Proses patologis utama pada emfisema dianggap sebagai proses perusakan

berkelanjutan yang terjadi akibat ketidak seimbangan jejas oksidan dan aktivitas

proteolitik lokal akibat defisiensi inhibitor protease. Berbagai oksidan, baik yang

endogen maupun eksogen dapat mengahambat fungsi protektif normal inhibitor

protease sehingga terjadi destruksi jaringan yang progresif.

Berbeda dari bronkitis kronis, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama

mengenai saluran napas tetapi parenkim paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya

adalah hasil dari kerusakan unti-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan

kapiler alveolus serta yang sangat penting, struktur-struktur penunjang paru, termasuk

jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru kehilangan

daya recoil elastis dan mengalami peningkatan complience. Tanpa recoil elastis yang

normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat

topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala

obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.

Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif unit-unit

respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari bronkiolus terminal.

Peradangan saluran napas, jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat terlihat

hiperplasia kelenjar mukossa di saluran napas penghubung yang besar. Interstisium

unit-unit respiratorik mengandung beberapa sel radang, tetapi temuan utama adalah

hilangnya dinding alveolus dan membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus

22

Page 23: swhda

juga lenyap, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia

progresif, terutama saat berolahraga.

Kerusakan alveolus tidak merata di semua kasus emfisema. Berbagai varian

anatomis telah dilaporkan berdasarkan pola kerusakan unit respiratorik terminal. Pada

emfisema sentriasinar, kerusakan berpusat di tengah unit respiratorik terminal, dengan

bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris yang relatif tidak terkena. Pola ini

sering berkaitan dengan kebiasaan merokok. Emfisema panasinar adalah kerusakan

unit-unit respiratorik terminal secara umum disertai pelebaran ruang udara difus. Pola

ini biasanya, meskipun tidak khas, dijumpai pada defisiensi inhibitor alfa1-protease.

Penting diperhatikan bahwa perbedaan antara kedua pola ini umumnya bersifat

patologis; tidak terdapat perbedaan bermakna dalam gambaran klinis. Pola emfisema

lain yang penting secara klinis adalah emfisema bulosa. Bula adalah konfluensi luas

ruang-ruang udara yang terjadi akibat kerusakan lokal yang lebih besar atau

peregangan progresif unit-unit paru(Gambar 7)7

Gambar 7.Patofisiologi Emfisema Paru

Pada emfisema paru, penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas

paru-paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara

tekanan yang menarik jaringan paru keluar, yaitu yang disebabkan tekanan intra

pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke

dalam, yaitu elastisitas paru. Bila timbul keseimbangan antara kedua tekanan tersebut,

volume paru yang terbentuk disebut sebagai KRF (kapasitas residu fungsional) atau

FRC (functional residual capacity) yang normal. Bila elastisitas paru berkurang,

timbul keseimbangan baru dan menghasilkan KRF baru pula, yang lebih besar.

23

Page 24: swhda

Volume residu (VR) atau residual volume (RV) dan KTP (kapasitas total paru)

bertambah pula, tetapi KV (kapasitas vital) menurun.

Pada orang normal, sewaktu terjadi ekspirasai maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru

akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronkitis kronik, saluran-saluran

pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya

saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan

ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat

terjadi alveoli dengan ventilasi kurang / tidak ada., akan tetapi perfusi baik. Sehingga

penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli, tidak sama dan merata.

Atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di

alveoli (V / Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh

lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal, yang dalam jangka lama dapat menimbulkan

kor pulmonal.6

Gejala Klinis

Bronkitis kronik dan emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi

sedikit demi sedikit bertahun-tahun. Biasanya, mulai pada seorang penderita perokok

berumur 15–25 tahun. Pada umur 25–35 tahun, kemam-puan kerja beratnya mulai

menurun dan mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru mulai

pula berubah, antara lain kenaikan closing volume. Umur 35–45 tahun, timbul batuk

yang produktif dan VEP1 (volume ekspansi paksa 1 detik) atau FEV1 (forced

expiratory volume 1 second) menurun. Sesak nafas, hipoksemia dan perubahan pada

pemeriksaan spirometri sudah ada pada umur 45–55 tahun. Sering berulang-ulang

mendapat infeksi saluran pernafasan bagian atas sehingga sering pula atau sama sekali

tidak dapat bekerja. Umur 55–65 tahun sudah ada kor pulmonal, yang dapat

menyebabkan kegagalan pernafasan dan meninggal dunia.6

Pasien dengan bronchitis kronik dominan biasanya mempunyai riwayat batuk-

batuk dengan sputum yang produktif yang sering dikatakan karena merokok,sehingga

tidak dianggap sebagai keluhan .Makin lama batuk makin sering,berlangsung lama

24

Page 25: swhda

dan makin berat ,timbul siang maupun malam ,sehingga sulit tidur.Bila timbul infeksi

saluran napas,batuk-batuk bertambah hebat dan berkurang bila infeksi treatasi.

Pada pasien dengan emfisema paaru dominan biasanya mempunyai riwayat

sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sedikit sputum mukoid .Bila ad

infeksi sputum menjadi purulen /mukopurulen dan kental.Bila disertai hemoptisis

darus disingkirkan penyakit lain seperti tb,bronkiektasis/tumor.

Pada 2 penyakit tersebut ,bila muncul infeksi ,sesak aakn bertambah ,kadang-kadang

disertai tanda payah jantung kanan dan lama-lama timbul kor pulmonal.

Pada hipoksemia/hiperkapnia berat dapat timbul keluhan neurologis :

kesadaran menurun smpai koma ,sakit kepala,tremor.6

Berdasarkan GOLD, PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat

keparahannya, yaitu(Tabel 1):

Tabel 1.Kriteria GOLD Tingkat Keparahan PPOK

Penatalaksanaan

Pengelolaan bronkitis kronik dan emfisema paru, dapat dibagi atas:

1. Penyuluhan

Penyuluhan tentang bronkitis kronik dan emfisema paru pada para penderita

sangat penting. Harus diterangkan hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-

hal yang harus dihindari dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

2. Pencegahan

a. Rokok

Hubungan rokok dengan penyakit ini sudah jelas. Karena itu, merokok harus

dihentikan. Meskipun sukar, penyuluhan dan usaha yang tak kenal lelah harus

dilakukan.

25

Tabel 1. Kriteria GOLD Untuk Tingkat Keparahan PPOKStadium GOLD

Tingkat Keparahan

Gejala Spirometri

0 Beresiko Batuk kronis , produksi sputum NormalI Ringan Dengan atau tanpa batuk kronis atau

produksi sputumFEV1/FVC<0.7 dan FEV1≥80% terprediksi

IIA Sedang Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan 50%≤FEV1<80% terprediksi

III Berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan 30%≤FEV1<50% terprediksi

IV Sangat berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan FEV1<30% terprediksi atau FEV1<50% terprediksi dengan tanda gagal napas atau gagal jantung kanan

Sumber : Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254

Page 26: swhda

b. Menghindari lingkungan polusi

c. Vaksin

Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi. Terutama terhadap

influenza dan infeksi pneumokokus.

3. Pengelolaan sehari-hari

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan pernafasan, yang masih

mempunyai komponen yang reversibel meskipun sedikit. Dengan pengurangan

obstruksi sedikit saja, akan sangat membantu penderita.

Dapat dilakukan dengan :

a. Pemberian bronkodilator.

Make menganjurkan untuk mencoba pemberian bronkodilator pada setiap

penderita. Yang biasa diberikan adalah :

Golongan teofilin

Sejak dulu, obat golongan teofilin sering digunakan pada penderita

bronkitis kronik dan emfisema paru. Biasanya diberikan dengan dosis 10–

15 mg/kg BB per oral. Dalam pemberian obat ini, harus diperhatikan kadar

teofilin dalam darah karena metabolisme teofilin sangat bervariasi pada

setiap individu. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10–15

mg/L. penderita-penderita bronkitis kronik dan emfi-sema paru sering

sudah lanjut usia, apalagi bila disertai kelainan jantung, dapat

menyebabkan ekskresi teofilin lebih menurun.

Golongan Agonis B2

Sebaiknya diberikan secara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan

kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan

mempunyai efek bronkodilator lebih kuat. Efek samping utama adalah

tremor, tetapi menghilang dengan pemberian yang agak lama. Hati-hati

pula terhadap aritmia jantung (ekstra sistol ventrikel atau takikardia

ventrikel). Terbutalin, suatu agonis B2, selain efek bronkodilator, juga

mempunyai efek terhadap pengeluaran mukus, terutama bila diberikan

26

Page 27: swhda

secara aerosol. Beberapa sarjana menganjurkan pemberian obat anti

kolinergik, yaitu lprotropium bromid sebagai aerosol, dengan hasil baik.

b. Pemberian kortikosteroid.

Pada beberapa penderita, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi

obstruksi saluran pernafasan. Pada penelitian Mendella dkk, terdapat renspons

yang baik pada 8 dari 38 penderita. Karena itu, Hinshaw dan Murry

menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3–4 minggu.

Kalau tidak ada respons, baru dihentikan.

c. Mengurangi sekresi mukus.

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan pengobatan

yang utama dan penting pada pengelolaan bronkitis kronik dan emfisema paru.

Untuk itu, dapat dilakukan :

- Minum cukup.

Supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer. Menurut Snider, harus

minum sedemikian rupa sehingga urin tetap kuning pucat.

- Ekspektoran.

Yang sering digunakan, gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium

klorida.

- Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum.

- Mukolitik.

Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.

4. Fisioterapi dan rehabilitasi

Berguna untuk :

- Mengeluarkan mukus dari saluran pernafasan.

- Memperbaiki efisiensi ventilasi.

- Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis.

Postural drainage, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk mengeluarkan

mukus. Sebaiknya dilakukan tiap pagi karena mukus tertimbun pada malam hari.

Untuk memperbaiki efisiensi ventilasi, penderita dapat dilatih bernafas tipe

27

Page 28: swhda

abdominal dan bernafas dengan purse lips. Setiap kali terjadi eksaserbasi

penyakit, keadaan fisis penderita bronkitis kronik dan emfisema paru akan cepat

menurun. Di tambah pula penderita-penderita tersebut sering mengurangi

aktivitasnya sendiri, karena kurang kepercayaan terhadap diri sendiri.

Untuk merehabilitasi fisiknya, kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan

meninggikan toleransi latihan, dapat dilakukan latihan fisis yang teratur secara

bertingkat. Juga penderita dilatih untuk melakukan pekerjaan secara efisien

dengan energi sesedikit mungkin. Misalnya, bila istirahat lebih baik duduk

daripada berdiri. Atau dalam melakukan pekerjaan, lebih baik dengan pacing,

yaitu dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur.

5. Pemberian O2 jangka panjang

Pemberian O2 terus menerus dan jangka panjang telah terbukti berguna pada

penderita-penderita bronkitis kronik dan emfisema paru yang lanjut dengan

hipoksia kronik. Hipoksia kronik dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi

pulmonal, serta polisitemia, sehingga terjadi kor pulmonal. Pemberian O2 dalam

jangka panjang akan memperbaiki hal-hal di atas, disertai kenaikan toleransi

latihan.

Biasanya diberikan pada penderita hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau

waktu lama. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari, akan

mempunyai hasil lebih baik daripada pemberian 12 jam/hari.6

Komplikasi

- Eksaserbasi akut dan kegagalan pernapasan

Pada bronkitis kronik sering terjadi eksaserbasi akut. Pneumonia lebih jarang.

Sejak lama diketahui bahwa H.infuenza dan S.pneumoniae sering didapatkan pada

pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronik. Pasien tampak sesak napas dengan

menggunakan otot-otot pernapasan tambahan, dengan takikardia, banyak keringat,

kadang kesadaran menurun, sputum menjadi kuning atau hijau. Bila ternyata tekanan

oksigen <50mmHg dikatakan terdapat kegagalan napas. Sering disertai tekanan

karbondioksida lebih dari 50mmHg dan pH kurang dari 7,35 sehingga timbul

28

Page 29: swhda

hipoksemia, hiperkarbia, dan asidemia. Terdapat obstruksi yang berat, tidak ada

keseimbangan antara perfusi dan ventilasi, disertai kelelahan otot.

Penegelolaannya sama saja yaitu oksigen yang terkendali serta menanggulangi infeksi

dan obstruksi saluran napas. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, tetrasiklin, dan

sefalosporin.

- Kor pulmonal

Adalah pembesaran ventrikel kanan yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan

dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernapasan. Tidak termasuk di dalamnya

kelainan jantung kanan akibat kelainan jantung kiri atau penyakit bawaan. Kor-

pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronis. Biasanya PPOK dapat

menyebabkan kor-pulmonal yang kronis, bisanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan

yang disebabkan oleh pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan

polisitemia. Dua faktor yang mempengaruhi arteri pulmonalis yaitu curah jantung dan

resistensi pembuluh darah paru. Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian

meningkat untuk menaikkan curah jantung ke batas normal. Besarnya peningkatan

tekanan arteri pulmonalis tergantung dari curah jantung dan vasokkonstriksi

pembuluh darah akibat hippoksia. Pada waktu timbul gagal jantung kanan, tekanan

akhir diastolik meningkat, sedangkan curah jantung normal pada waktu istirahat.

Tetapi pada waktu melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidk dapat meningkat

seperti pada keadaaan normal. Hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi miokard

akibat hipoksia mengakibatkan gagal jantung..6

Pencegahan

2 poin yang paling penting bagi pasien untuk memahami, menurut Institute for Clinical

Improvement Systems (ICSI) 2011 , Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit

Paru Obstruktif Kronik, adalah sebagai berikut :

    - Bahaya merokok dan peningkatan kualitas hidup dicapai dengan berhenti merokok

    - Kebutuhan untuk mencari perawatan medis awal selama eksaserbasi dan tidak

menunggu sampai mereka dalam kesusahan.5

Prognosis

29

Page 30: swhda

Prognosis untuk penderita PPOK buruk. Derajat kerusakan fungsi paru dalam hal ini

berperan sangat penting: rata-rata kelangsungan hidup pada pasien dengan FEV1 yang

parah yaitu yang kurang dari 1 L, kurang lebih 4 tahun. Tetapi, dengan adanya indeks

BODE (yang mencakup penilaian obstruksi sal napas (FEV1), BMI, dyspnea, dan

kapasitas dalam melakukan aktivitas), prediksi mengenai keberlangsungan hidup pasien

dan lamanya rawat inap menjadi lebih baik dibandingkan penilaian FEV1 saja (Tabel 2).8

Tabel 2.Indeks BODE

Differential Diagonis

- Bronkiektasis

Bronkiekatsis adalah pelebaran abnormal bronkus dan bronkiolus yang

disebabkan oleh infeksi menahun yang menimbulkan nekrosis. Penyakit ini biasanya

terjadi sebagai akibat kelainan infeksi atau obstruksi pada bronkus yang telah ada

sebelumnya. Dapat mengenai semua usia, bahkan lebih dari separuh penderita telah

mulai menderita penyakit ini sebelum berusia 20 tahun.

Etiologi & patogenesis

Pada bronkiektasis dapat ditemukan dua unsur penting yaitu infeksi dan dilatasi.

Tidak diketahui dengan pasti faktor manakah yang lebih dahulu menimbulkan

perubahan pada dinding bronkus. Ada pendapat yang menyatakan bahwa infeksilah

yang menimbulkan nekrosis sehingga menyebabkan dinding bronkus menjadi lemah

dan melebar.

30

Page 31: swhda

Pendapat lain menyatakan bahwa fungsi paru yang kurang baik menyebabkan dilatasi

karena kelemahan dinding bronkus. Selanjutnya terjadi infeksi sekunder dengan akibat

nekrosis dan dilatasi yang lebih lanjut .

Makroskopik

Kelainan biasanya dijumpai pada kedua lobus bawah paru-paru, terutama mengenai

bronkus yang letaknya vertikal. Biasanya bronkus yang terkena ialah bukan cabang

utama, melainkan cabang ketiga atau empat serta bronkiolus. Tiga bentuk pelebaran

bronkus antara lain berbentuk torak, kumparan, dan kantong (Gambar 8). Gambaran lain

yang dapat ditemukan ialah bronkus dan bronkiolus melebar sampai terlihat mencapai

permukaan pleura; ini khas pada bronkiektasis. Lumen terisi eksudat supuratif berwarna

kuning kehijauan dan kadang hemoragik. Mukosa bertukak, pada keadaan berat dapat

terjadi pelebaran kistik sehingga paru-paru menyerupai sarang lebah.

Gambar 8.Jenis Bronkiektasis

Mikroskopik: ditemukan proses radang pada dinding bronkus.

Adanya sebukan sel radang mendadak dan menahun, epitel permukaan terlepas,

adanya daerah nekrosis dan tukak. Lumen yang mengandung eksudat berisis sel radang,

sel epitel nekrotik, dan sel darah merah. Epitel yang masih utuh dapat mengalami

metaplasi skwamosa, nekrosis dapat mengenai otot polos dan serabut elastin sehingga

dinding bronkus lemah dan mudah terjadi dilatasi. Pada bentuk menahun dapat ditemukan

fibrosis.9

Gejala: batuk dengan sputum purulen, hemoptisis, infeksi paru berulang.

31

Page 32: swhda

Gambaran radiologis: film dada mungkin tidak menunjukkan kelainan. Bronkiektasis

sering terdapat di bagian basal paru dan sinar X dada dapt menampakkan gambaran

seperti bronkiektasis silindris dimana terlihat garis paralel yang menyebar dari hilus

menuju diafragma. Bronkiektasis kistik dimana dilatasi terminal dapat dievaluasi sebagai

bayangan kistik atau cincin, kadang disertai batas cairan. Konsolidasi pneumonik dan

perubahan fibrotik

CT resolusi tinggi dengan jelas memeperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding

bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama

penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan. Pada CT ada bronkus yang

terlihat di bagian tepi, bronkus yang memiliki diameter lebih besar dari cabang arteri

pulmonalis di dekatnya.10

- Asma bronchial

Asthma bronchiale ialah suatu penyakit yang ditandai oleh serangan

intermiten spasme bronchus disebabkan oleh rangsang alergik atau iritatif. Yang khas

ialah serangan spasme terjadi tiba-tiba paroxysmal diselingi periode bebas gejala.

Kadang serangan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu yang

dinamakan status ashmatics. Dapat juga spasme terus menerus tapi ringan

Etiologi:

1. Kira-kira separuh penderita alergi terhadap berbagai bahan yang dihisap atau

ditelan. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan percobaan kulit atau skin test.

Spasme bronchus dianggap reaksi alergi. Bentuk asthma semacam ini dinamai

ekstrinsik.

2. Bentuk intrinsik yang tidak menunjukkan skin test positif terhdap berbagai

alergen. Pada penderita ini sering ditemukan adanya infeksi persisten pada sinus

paranasalis, tonsil, atau saluran napas bagian atas.

3. Faktor herediter memegang peranan penting karena lebih dari sepiluh penderita

mempunyai sanak keluarga yang juga menderita berbagai bentuk penyakit alergik

4. Beberapa faktor yang lain dan dapat meragsang timbulnya serangan spasme ialah

tekanan emosionil, menghisap asap atau debu atau iritans lain dan keadaan terlalu

lelah.

Makroskopik

32

Page 33: swhda

Kelainan terpenting ditemukan pada bronchus dan bronchiolus. Dinding bronchus

lebih tebal daripada biasa dan di dalam lumen dapat terlihat kumpulan lendir yang

kental dan liat yang kadang dapat menyumbat lumen.

Mikroskopik

Selaput lendir sembab disertai sebukan sel radang eosinofil dan limfosit dan

kelenjar lendir hiperplastik, penebalan membrana basalis, hipertrofi otot polos, dalam

lumen terdapat sekret lendir basofilik.

Klinik

Serangan asthma ditandai oleh timbulnya kesukaran bernapas disertai napas yang

berbunyi. Pada saat serangan terjadi spasme otot dinding bronchus, lumen bronchus

menyempit, dan kesukaran mengeluarkan udara sehingga ekspirasi memanjang karena

udara tertahan oleh lendir yang liat. Serangan ini biasanya terjadi selama satu sampai

beberapa jam yang disusul oleh batuk yang lama dengan pengeluaran dahak yang

kental. Pada status ashmaticus dapat terjadi gangguan pertukaran udara paru-paru

sehingga dapat menimbulkan sianosis sampai meninggal. Pada umumnya penyakit ini

tidak letal, melainkan menimbulkan gangguan pada penderitaan dalam jangka waktu

yang lama. Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya eosinofil dalam darah

dan gambaran dahak yang khas.9

Pada asma, alergen hirup memprovokasi degranulasi sel mast peka dan aktivasi sel

epitel (EC) sementara pada PPOK, asap rokok dihirup mengaktifkan sel-sel epitel dan

makrofag. Setelah itu reaksi inflamasi terjadi mengakibatkan perekrutan eosinofil dan

sel CD4 + T untuk asma, neutrofil dan sel CD8 + T untuk PPOK. Setelah peradangan

kronis, perubahan jaringan seperti lendir hipersekresi, bronkokonstriksi muncul dalam

asma sementara fibrosis saluran napas kecil, kerusakan alveolar (emfisema) dan lendir

hipersekresi terjadi pada PPOK. Sebuah hyperresponsiveness saluran napas terkait

dengan kedua penyakit (Gambar 9)

33

Page 34: swhda

Gambar 9.Perbedaan Patofisiologi Asma dan PPOK

- Aspergilosis

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergilus. Di alam ini

banyak dijumpai spesies aspergilus berupa konidia atau spora yang berhamburan di

udara sehingga gampang dihirup melalui saluran napas. Yang paling sering

menimbulkan infeksi pada manusia adalah A.fumigatus, A.niger, A.flavus, A.clavatus,

dan A.nidulans. Jamur Aspergilus bukan jamur dimorfik, tumbuh di jaringan sebagai

hifa sama seperti dalam media laboratorium. Spora jamur terhirup dan kolonisasi di

permukaan mukosa. Jamur dapat menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem

imun baik lokal atau sistemik. Dengan demikian Aspergilus ini tidak dapat menembus

jaringan pada orang normal.

Allergic bronchopulmonary aspergilosis (ABPA) banyak dijumpai pada

pasien dengan asma. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya dimengerti.

Mungkin reaksi imunulogi tipe I dan III mempunyai peranan. Manifestasi klinis

ABPA sangat bervariasi, berupa bdan tidak enak, demam, sesak, sakit dada,

wheezing, dahak yang purulen dan batuk darah. Dan juga sudah ada 5 macam staging

ABPA yaitu akut, remisi, eksaserbasi berulang, asma dependen, dan fibrosis paru.

Pada staging akut, muncul demam, batuk, sesak, dan sulit mengelurakan

dahak, peninggian serum IgE dan eosinofilia, pada radiologis ditemukan infiltrat paru.

Pada saat remisi, tidak ada gejala, penurunan serum IgE dan eosinofil darah, pada

radiologis ada resolusi infiltrat darah. Pada saat eksaserbasi berulang timbul gejala

asma yang butuh kortikosteroid jangka panjang, peningkatan IgE, gambaran

radiologis berubah-ubah. Pada staging fibrosis paru, pasien memberikan gejala sesak

34

Page 35: swhda

napas dan manifestasi fibrosis paru. Faal paru menunjukkan adanya obstruksi dan atau

retriksi yang ireversibel. Peninggian IgE menunjukkan aktivitas yang lanjut, hasil

radiologis menunjukkan fibrosis paru dan diperlukan kortikosteroid jangka panjang. 6

Penutup

Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan

penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang

tidak sepenuhnya reversibel. Pada pasien ini terjadi karena terjadinya radang kronik akibat

pajanan rokok dalam kurun waktu yang cukup lama .Pada pasien ini PPOK yang diderita

adalah bronkitis kronik dikarenakan adanya sianosis dan batuk yang lebih

sering.Pentalaksanaan dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi rokok,pemberian

bronkodilatator,oksigen jangka panjang ,maupun fisioterapi.Apabila tidak ditangani lebih

baik dapat terjadi gagal jantung kanan dan gagal pernapasan.

Daftar Pustaka

1. Kasper,Hauser,Braunwald ,Longo,dkk.Harrison’s principles of internal medicine.Ed

XXVI.New York :McGraw-Hill Medical Publishing Division.p.1547-54.

2. Setiohady B. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Ed V. Jakarta: Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h 25-9,40-7.

3. Mansjoer A,Triyanti K,Savitri R.Kapita selekta kedokteran.Jilid I.Ed

III.Jakarta :Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI;2001.h.480-2

4. Patrick Davey.Medicine at a glance.Jakarta :Penerbit Erlangga;2006.h.181-3.

5. The Medscape Journal of Medicine. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2 Juni

2014. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview,5 Juli 2014

6. Soemantri ES ,Uyainah A.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Jakarta :Balai

Penerbit FKUI ;2003.h.853-88.

7. Mc Phee S J,Ganong WF.Patofisiologi penyakit :pengantar menuju kedokteran

klinis.Ed V. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010;h.252-61.

35

Page 36: swhda

8. Indeks BODE. Diunduh dari http://annals.org/article.aspx?articleid=739988.5 Juli

2014.

9. Robbins,Contran.Dasar Patologi penyakit.Ed 7.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran

EGC;2009.h

10. Patel P R.Lecture notes :Radiologi.Jakarta :Penerbit Erlangga;2006.h

36