switching cost 2

Upload: chintya-dvhiogichy-agadita

Post on 06-Jan-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

switching cost adalah

TRANSCRIPT

Switching cost

Switching costPengertian Switching CostSwitching cost dapat didefinisikan sebagai biaya yang timbul dari perpindahan dari satu layanan provider ke provider lain (Chada dan Kapoor, 2009). Burnham, et al. (2003) medifinisikan switching cost sebagai one-time costs yang dipersepsikan atau di asosiasikan pelanggan dengan proses beralih dari penyedia layanan jasa/produk yang satu ke penyedia layanan jasa/produk lain.Biaya switching cost tidak hanya sebatas biaya ekonomis, namun bisa meliputi berbagai macam biaya. Fornel (1992) mengungkapkan biaya yang dapat timbul dari switching cost di dalamnya termasuk biaya pencarian, biaya transaksi, biaya belajar, diskon pelanggan loyal, kebiasaan pelanggan, biaya emosional, usaha kognitif, resiko finansial, resiko sosial, dan resiko psikologis.Adapun motivasi pelanggan dalam beralih produk/jasa seperti yang di ungkapkan Van Trijp, et al (1996), dimana motif-motif tersebut dikelompokan menjadi motif internal dan motif eksternal. Dimana motivasi internal adalah mencerminkan true variety-seeking behavior yaitu perilaku beralih merek yang dilakukan demi mencari variasi semata dan disebabkan faktor-faktor intrinsik, seperti rasa ingin tahu, kebutuhan akan perubahan untuk mengatasi kebosanan atas suatu merek. Sedangkan motivasi eksternal adalah merefleksikan derived varied behavior yang dipicu nilai fungsional atauinstrumental merek suatu produk alternative dan faktor eksternal lainnya (misal: situasi out-of-stock). Seperti yang di contohkan pada tabel di halaman berikutnya :Motivasi Konsumen untuk Beralih Merek Tipe Motivasi Merek 1. Motivasi Intrinsik Sekedar ingin mencoba produk baru. Hanya ingin mencoba sesuatu yang lain untuksekedar berubah.2. Motivasi Ekstrinsik Membeli di toko yang berbeda dengan tokob tempat biasanya bereblanja. Merek yang biasa dibeli sedang habis (out-of-stock). Merek baru direkomendasikan orang lain. Membeli merek baru untuk tamu (orang lain). Tidak menyukai merek yang telah digunakan. Merek baru dikemas secara berbeda. Merek baru merupakan tipe produk yang berbeda. Merek yang digunakan sebelumnya terlalu mahal. Merek baru lebih murah. Merek baru sedang didiskon. Kembali ke merek yang dulu biasa dibeli.Sumber: Van Trijip, et al. dalam Tjiptono (2005).Jenis Switching CostPatterson & Smith (2003) mengemukakan dalam pemasaran jasa terdapat beberapa jenis biaya beralih yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk beralih ke yang lain. Yaitu:a. Continuity costs yang meliputi beberapa hal-hal berikut ini. Kehilangan perlakuan khusus, seperti manfaat khusus, perlakuan special, perhatian istimewa dan sejenisnya. Persepsi terhadap resiko atau ketidak pastian berkaitan dengan tingkat kinerja penyedia jasa yang baru.b. Learning Costs (setup costs) yang meliputi beberapa hal-hal berikut: Biaya pencarian (search costs) meliputi waktu, tenaga dan dana yang dibutuhkan untuk mencari dan mendapatkan penyedia jasa alternatif yang handal. Daya tarik alternative (attractiveness of alternatives) yaitu estimasi pelanggan terhadap kemungkinan kepuasa yang didapatkan dari relasi alternative. Maksudnya apabila pelanggan mempersepsikan bahwa penyedia jasa alternative tidak lebih atraktif dibandingkan penyedia jasasaat ini, maka kemungkinan besar pelanggan tersebut tidak akan bergantipemasok, bahkan sekalipun ia tidak puas terhadap penyedia jasa saat ini. Keharusan untuk menjelaskan ulang preferensi dan kondisi pelanggankepada penyedia jasa baru. Dengan kata lain, pelanggan harus mengedukasi penyedia jasa baru agar bisa memahami dengan jelas keinginan, kondisi maupun preferensi unik pelanggan bersangkutan.c. Sunk Costs, yaitu persepsi konsumen terhadap waktu dan usaha emosional yang telah susah payah dicurahkan untuk membangun dan mempertahankan relasi yang akrab dengan penyedia jasa. Termasuk psychoological discomfort karena memutuskan hubungan interpersonal yang sudah baik dengan karyawan atau penyedia jasa tertentu.Sementara itu, tipologi biaya beralih yang dikemukakan oleh Burnham, etal. (2003). Meliputi tipe-tipe berikut:a. Procedural switching cost (information switching cost), meliputi biaya resiko ekonomis, biaya evaluasi, setup cost dan biaya belajar. Pada prinsipnya, tipe biaya ini menyangkut waktu dan usaha yang dicurahkan. Biaya resiko ekonomis, yakni biaya-biaya yang berkenaan dengan ketidakpastian dan kemungkinan hasil negatif, karena menggnkaan penyedia jasa baru yang tidak teralalu dipahami konsumen.Ketidakpastian tersebut bisa berupa resiko kinerja, resiko financial maupun resiko kenyamanan (convenience risk). Biaya evaluasi meliputi biaya waktu dan tenaga yang berkaitan dengan usaha pencarian dan analisis yang diperlukan untuk membuat keputusan beralih penyedia jasa. Set-up costsmerupakan biaya waktu dan tenaga yang berkaitan dengan proses memulai relasi dengan penyedia jasa baru atau menginstalasi produk baru sebelum bisa digunakan kali pertama. Biaya belajar adalah biaya waktu dan tenaga yang dikeluatkan untuk mendapatkan keterampilan atau know-how baru agar dapat memanfaatkan produk atau jasa baru secara efektif.b. Financial Switching Costs, (Contractual switching costs), terdiri atas benefit lost costs dan monetary loss costs. Secara garis besar, tipe biaya ini menyangkut kehilangan sumber daya yang secara finansial bisa dihitung. Benefit Loss Costsadalah biaya-biaya yang berkenaan dengan hubungan kontraktual yang bisa menciptakan manfaat-manfaat ekonomis untuk tetap setia pada penyedia jasa bersangkutan. Monetary Loss Costsadalah onetime financial outlays yang dikeluarkan untuk beralih penyedia jasa, di luar biaya-biaya untuk membeli produk baru.c. Relationnal switching costs, berupa personal relationship loss costs dan brand relationship loss cost. Pada prinsipnya, tipe biaya ini berkenaan dengan ketidaknyamanan psikologis atau emosional karena kehilangan identitas dan pemutusan hubungan. Personal relationship loss costs, merupakan biaya psikologis berkenaan dengan pemutusan ikatan identifikasi yang telah dibina dengan staff yang biasanya berinteraksi dengan pelanggan. Brand relationship loss costs, merupakan biaya psikologis berkaitan dengan pemutusan ikatan identifikasi yang telah dibina dengan merek atau perusahaan tertentu.Switching cost adalah salah satu kategori dalam switching barriers yang muncul dari sebuah analisis (Colgate dan Lang, 2001). Switching cost telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi dalam mempertahankan hubungan (Colgate dan Lang, 2001). Penting untuk mengetahui bahwa strategi switching cost adalah strategi yang digunakan untuk mengunci atau istilahnya lock-in pelanggan sehingga mencegah pelanggan tersebut berpindah ke provider atau penyedia layanan lain. Switching cost juga dapat menciptakan ketergantungan konsumen terhadap suatu provider (Morgan dan Hunt, 1994).

Switching cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen karena berpindah ke penyedia layanan yang lain yang tidak akan dialami jika konsumen tetap setia dengan penyedia layanan saat ini (Lee, Lee, dan Feick, 2001). Dwyer dan Tanner (1999) juga mengklasifikasikan switching cost sebagai hilangnya nilai investasi ditambah denda-denda keuangan dan biaya lain yang berhubungan dengan pencarian, evaluasi, serta biaya ketika menggunakan layanan dari provider lain. Switching cost juga dapat berkaitan dengan perceived risk, yaitu yang didefinisikan sebagai persepsi pelanggan akan ketidakpastian dan konsekuensi yang merugikan karena membeli produk atau jasa lain. Switching cost tampaknya menjadi alasan penting untuk tidak beralih ke penyedia layanan lain.

Dengan menciptakan atau memanfaatkan switching cost, perusahaan dapat menurunkan persaingan harga, membangun keunggulan kompetitif, dan mendapatkan keuntungan yang luar biasa sebagai sebuah investasi (Klemperer,1995). Cara memenangkan persaingan pasar dengan switching cost bukan dimaksudkan untuk mengunci pelanggan saja tapi juga untuk menciptakan pemikiran strategis serta melihat potensi ke depan. Sering terdapat masalah dalam pengelolaan switching cost, yaitu ketika perusahaan sendiri menjadi terkuncikarena kesuksesannya saat ini, mengakibatkan keengganan atau ketidakmampuan untuk mengantisipasi perubahan atau melakukan inovasi.

Klemperer (1995) menunjukkan bahwa terdapat beberapa kategori switching cost, yaitu previous investments, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan pelanggan untuk merek produk atau provider saat ini. Tipe yang kedua adalah potential investments, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari investasi yang akan ikeluarkan ketika beralih ke merek produk atau provider lain. Tipe yang terakhir adalah opportunity costs, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari suatu biaya kesempatan yang hilang ketika pelanggan meninggalkan merek produk atau provider saat ini.

Switching cost biasanya tidak keluar langsung setelah berpindah provider, tapi biasanya pelanggan merasakaanya setelah beberapa lama mereka berpindah provider. Pelanggan menyatakan tidak layak untuk beralih provider, ketika pelanggan mungkin merasakan hambatan dalam berpindah provider seperti munculnya biaya pencarian, biaya transaksi, biaya untuk belajar, kehilangan diskon pelanggan setia, kebiasaan pelanggan, biaya emosional dan upaya kognitif, ditambah dengan risiko keuangan, sosial, dan psikologis dari pihak pembeli (Fornell 1992)

Sebagai alat utama untuk mengelola customer retention, kepuasan pelanggan mendapat perhatian utama dalam literatur pemasaran (Anderson dan Sullivan, 1993; Fornell, 1992). Perusahaan di seluruh dunia menganggap bahwa kepuasan pelanggan secara nyata mempengaruhi retensi pelanggan serta meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun, dalam beberapa literatur menyatakan bahwa switching cost juga berhubungan positif dengan customer retention. Selain meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan switching cost menjadi strategi umum untuk meningkatkan retensi pelanggan yang dapat mempengaruhi pelanggan untuk tidak beralih dan memilih penyedia layanan lain (Ranawera dan Prabhu, 2003).

Menurut Lee, Lee, dan Feick (2001), switching cost menjadi penting ketika terdapat banyak provider sebuah layanan di dalam pasar. Ketika terdapat provider yang sangat banyak, sedangkan switching cost rendah maka pelanggan yang tidak puas cenderung untuk beralih ke provider lain, sedang jika switching cost tinggi, maka pelanggan cenderung untuk tetap setia (Lee, Lee dan Feick, 2001). Pelanggan juga akan tetap setia kepada perusahaan jika pelanggan merasa menerima nilai yang lebih besar ketimbang perusahaan lainnya.

CONTOH KASUSSwitching costadalah biaya atau pengorbanan yang harus ditanggung oleh customer apabila customer memutuskan untuk berpindah ke supplier lain. Jenis-jenis biaya perpindahan antara lain exit fees, search costs, learning costs, cognitive effort, emotional costs, equipment costs, installation and start-up cost, financial risk, psychological risk, and social risk.Beberapa produk tidak akan menimbulkan switching cost bila customer memutusan untuk berpaling ke produk lain. Berpindah dari Coca Cola ke Pepsi Cola misalnya, tidak menimbulkan switching cost sama sekali atau kalaupun ada sangat kecil. Tetapi kalau berpindah dari menggunakan komputer berbasis Microsoft ke komputer yang berbasis Apple akan berakibat pengeluaran biaya untuk melatih karyawan dengan sistem baru dan juga software-software sebelumnya mungkin tidak dapat dipakai di sistem yang baru. Contoh yang kedua tersebut adalah contoh perpindahan supplier dengan switching cost besar.

Contoh lain, misalnya ada mahasiswa fakultas ekonomi Universitas A akan berpindah ke Universitas B. Perpindahan tersebut mungkin mengharuskan mahasiswa tersebut untuk mengambil mata kuliah tertentu yang sudah pernah diambil karena transfer kredit tidak bisa 100%. Padahal biaya-biaya yang sudah dibayar di universitas sebelumnya tidak bisa ditarik kembali. Jadi, keputusan berpindah universitas menimbulkan switching costs.

Beberapa perusahaan memiliki customer loyalty program agar customer-nya tidak berpindah ke supplier lain. Singapore Airline misalnya, memiliki program yang disebut frequent fliers, yaitu penumpang mendapat points setiap menggunakan Singapore Airline (SQ), dimana apabila points yang dimiliki oleh customer tersebut telah mencapai jumlah tertentu, dapat digunakan untuk mendapatkan tiket secara gratis, dan dapat untuk menaikkan status loyalitas pelanggan, yaitu silver, gold, ataupun platinum yang akan membedakan tingkat pelayanan (privilage) yang bisa didapatkan oleh customer tersebut. Maksud program frequent flier ini adalah agar customer tetap menggunakan SQ karena semakin sering menggunakan SQ akan mendapatkan privilage tertentu dan customer akan merasa merugi apabila berpindah ke airline lain. Jadi, SQ menciptakan program agar customer tidak berpindah ke airline lain karena bila berpindah akan menimbulkan switching cost yang signifikan.

Pasien yang berpindah ke dokter lain juga dapat menimbulkan switching cost yang signifikan karena dokter barunya mungkin meminta pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan pendahuluan lainnya karena data (riwayat sakit) pasien ada di dokter sebelumnya.Contoh lainnya adalah perpindahan pelanggan dari satu provider telepon seluler ke provider telepon seluler lainnya. Kita lihat sekarang bahwa semua provider telepon seluler melakukan perang tarif. Para pelanggan dihadapkan pada beberapa pilihan provider telepon seluler dengan tarif yang berbeda-beda. Pelanggan yang berpindah ke provider telepon seluler lain harus rela mengeluarkan biaya-biaya seperti membeli atau menyediakan beberapa perangkat telepon seluler tambahan/baru, mengirimkan sms atau menelepon para kerabat, teman, dan kolega untuk memberitahukan nomor barunya, membeli kartu perdana baru (starter pack), kehilangan sejumlah pulsa (pulsanya hangus), dan sebagainya. Semua biaya-biaya tersebut adalah biaya perpindahan (switching cost).