system partikel dan pusat massa

21
A. SISTEM PARTIKEL DAN PUSAT MASSA Hukum kekekalan energi mekanik berkaitan dengan momentum linear, momentum anguler dan energi terapan diberbagai system. Jika sebuah system berisi sejumlah N partikel, dengan symbol bilangan 1,2……N. massa partikel ini adalah m 1 , m 2 ,……m N dan letaknya pada jarak r 1 , r 2 , ……….r N dari titik asal O. kecepatan partikel adalah r 2 1 , r 2 2 ………..r 2 N (a 1 , a 2 ,……a N ). untuk beberapa system partikel, pusat massa terletak pada jarak R(X,Y,Z) dari titik asal dan didapat hubungan. (m 1 , m 2 ,……m N )R =m 1 r 1 +m 2 r 2 +…….+m N r N atau k=1 N m k R= k=1 N m k r k Oleh karena itu : R = m kr k m k = m kr k M (1) Dalam hal ini M =m k merupakan jumlah dari keseluruhan massa dalam system tersebut dan penjumlahan Σ dari k = 1 ke k = N. berdasarkan komponen tersebut dapat dituliskan : X = 1 M m k x k, Y= 1 m m k y k, Z= 1 M m k z k (2)

Upload: dewifa9703

Post on 26-Jun-2015

796 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: System Partikel Dan Pusat Massa

A. SISTEM PARTIKEL DAN PUSAT MASSA

Hukum kekekalan energi mekanik berkaitan dengan momentum linear,

momentum anguler dan energi terapan diberbagai system. Jika sebuah system

berisi sejumlah N partikel, dengan symbol bilangan 1,2……N. massa partikel ini

adalah m1, m2,……mN dan letaknya pada jarak r1, r2,……….rN dari titik asal O.

kecepatan partikel adalah r21, r2

2………..r2N(a1, a2,……aN). untuk beberapa system

partikel, pusat massa terletak pada jarak R(X,Y,Z) dari titik asal dan didapat

hubungan.

(m1, m2,……mN)R =m1r1 +m2r2+…….+mN rN atau

∑k =1

N

mk R=∑k=1

N

mk r k

Oleh karena itu :

R = ∑ mk rk

∑ mk

= ∑ mk rk

M

(1)

Dalam hal ini M =∑ mk merupakan jumlah dari keseluruhan massa dalam

system tersebut dan penjumlahan Σ dari k = 1 ke k = N. berdasarkan komponen

tersebut dapat dituliskan :

X = 1M ∑ mk xk , Y = 1

m∑ mk yk , Z= 1M ∑mk zk

(2)

Kecepatan v=R pada pusat massa dapat diperoleh dengan differensi

persamaan (1) terhadap t oleh karena itu,

v=R= 1M ∑mk rk (3)

Komponen-komponen kecepatan pusat massa dapat ditulis :

vx=x1M ∑mk xk , v y= y= 1

M ∑mk yk , vz= z= 1M ∑ mk zk A=π r2

(4)

Percepatan a didapat dengan mendefferensialkan lagi, yakni :

Page 2: System Partikel Dan Pusat Massa

ax= x= 1M ∑mk xk , a y= y= 1

M ∑mk yk , az=1M ∑ mk zk (5)

B. KEKEKALAN MOMENTUM LINEAR

Untuk sebuah partikel tunggal bermassa m bergerak dengan kecepatan v dan

momentum linear p, hukum II Newton menyatakan :

F=d pdt

(6)

Teorema momentum untuk system partikel :

“ Kekekalan momentum linear : perubahan rata-rata pada momentum linear

adalah sama dengan gaya terapan luar total. Jadi bila jumlah semua gaya terapan

luar sama dengan nol, maka momentum linear total p dari system ini adalah

konstan.”

p = konstan, jika F = 0 (7)

Pusat koordinasi massa

p=∑k=1

N

mk r=M R (8)

“Pusat massa pada sistem partikel bergerak seperti halnya partikel tunggal

bersama m (sistem massa total )bekerja pada gaya tunggal F sama dengan jumlah

semua gaya luar yang bekerja pada sistem.”

Dua buah pendekatan differensial :

1. Hukum II newton

2. Prinsip dari kerja nyatanya

F ki =¿

(9)

merupakan gaya dorong pada partikel menuju partikel . Sesuai dengan

hukum III newton.

Fki =−Fk

i (10)

Page 3: System Partikel Dan Pusat Massa

Kerja yang dilakukan oleh gaya internal Fki

pada suatu simpangan sesungguhnya

δ r untuk partikel ke k th adalah

δW k=Fki⋅δ r (11)

Kerja total yang dilakukan oleh seluruh gaya internal adalah :

δW=∑k=1

N

δW k=∑k=1

N

(Fki⋅δ r )=δ r [∑k=1

N

Fki ]

(12)

C. KEKEKALAN MOMENTUM SUDUT

Momentum sudut dari partikel tunggal didefenisikan pada bentuk perkalian

silang yaitu :

L=r×p=r×m r=r×m v (13)

Pada sistem partikel N, momentum sudut total L dapat dituliskan sebagai

jumlah vector :

L=∑k=1

N

(rk×pk )=∑k=1

N

(rk×mk r¿ )=0

(14)

Gaya total yang bekerja pada partikel k, diperoleh :

d Ldt

=∑¿

N

¿¿¿¿¿¿¿=∑k=1

N

rk×Fke+∑

¿

N

¿¿¿¿¿

(15)

Dalam hal ini Fke

merupakan gaya luar total yang bekerja pada partikel k, dan

Fkli

sebagai gaya dalam yang bekrja pada partikel k thmenuju partikel lth . Suku

kedua pada ruas kanan sama dengan nol, dalam hal ini :

∑¿

N

¿N

=(rk×Fkli )×(rl×F lk

i )¿¿

(16)

Oleh karena Fkli =−F lk

i, maka persamaan

Page 4: System Partikel Dan Pusat Massa

∑¿

N

¿N

=(rk×Fkli )×(rl×F lk

i )¿=(rk−rl×Flki =r kl×Fkl

i )¿ (17)

D. KEKEKALAN ENERGI

Gaya keluar Fke

tergantung pada posisi r k dari partikel k, sedangkan gaya

dalam Fki

tergantung pada posisi relatif dari partilkel –partikel relative lain

terhadap partikel k,yakni rkl=(r k−rl ) dan sebagainya. Jika gaya

Fk memenuhi

kondisi :

∇×Fk=curl⋅Fk=0 (18)

Sehingga

Fkx=−dVd xk

⋅Fky=−dVd yk

, Fkz=−dVdzk , dengan k=1,2 ,. .. . N (19)

Gerak partikel k thdinyatakan sebagai :

mk rk

¿⋅¿=mk

v¿

=Fk

¿ (20)

Yang merupakan hukum kekekalan energi.

Jika gaya luar tidak gayut pada posisi, maka gaya dalam dapat diturunkan dari

suatu fungsi potensial, sehingga

ddt

( K+V i )=∑k=1

N

Fke⋅rl

¿

(21)

Oleh Vigayut pada posisi relative pasangan partikel, maka

V kli =V kl

i (r kl )=V kli (rk−rl ) (22)

Dapat diperoleh bahwa :

Page 5: System Partikel Dan Pusat Massa

Fki =−i

dV i

dxk

− jdV i

dyk

−kdV i

dzk (23)

E. GERAK SISTEM DENGAN VARIABEL MASSA : ROKET DAN

SABUK-BERJALAN DAN SABUK BERJALAN

Kecepatan gas merupakan u terhadap roket, sedangkan kecepatan u+v

terhadap sistem koordinat tertentu pada interval waktu antara t dan t+dt,

sejumlah pembuangan gas adalah |dm|=-dm, sedangkan massa roket adalah

m+dm dan kecepatan v+d v

Momentum sistem pada saat t yakni

p(t)=mv (24)

Dan momentum sistem pada saat t + dt adalah

p (t+dt )=proket (t+dt )+ pgas (t+dt )

=(m+dm ) (v+d v )+(−dm) (v+u ) (25)

u adalah kecepatan dari gas yang keluar :

md vdt

=udmdt

+F (26)

Kecepatan akhir v , tergantung pada dua factor,

1. Besar nilai u , v kecepatan dari gas yang dikeluarkan dan

2. Besar m0 /m , dala hal ini m0 merupakan massa awal roket dan bahan bakar,

sedang m sebagai massa akhir saat semua bahan bakar telah digunakan.

Untuk posisi roket dekat permukaan bumi. Maka gaya gravitasi tak dapat

diabaikan sehingga disubstitusi F=m g dalam persamaan didapat

md vdt

=udmdt

+m g (27)

Page 6: System Partikel Dan Pusat Massa

Dan hasil integrasinya,

∫0

1

d v=u∫m0

m1m

dm+g∫0

1

dt

v=v0−u lnm0

m+g⋅t

(28)

Pada saat t = 0 dan besar kecepatan v0=0

, dan u berlawanan dengan v , maka

persamaan (56) menjadi (bentuk saklar)

v=u⋅ln(m0

m )−g⋅t (29)

Momentum toal pada sistem , sabuk dan pasir pada sabuk yakni

P= (m+M ) v (30)

Karena M dan v konstan, sedangkan m berubah maka

F=d pdt

=vdmdt (31)

Dalam hal ini F merupakan gaya digunakan pada sabuk-sabuk berjalan. Daya

yang disuplai oleh gaya agar sabu-berjalan dapat melaju v yakni :

Daya = P = F . v = v2 dm

dt= d

dtmv2=2

ddt ( 1

2mv2)

atau

=2

ddt ( 1

2(m+M ) v2)=2

dKdt (32)

Ketika pasir mengenai sabuk berjalan maka harus dipercepat dari kelajuan nol

sampai kelajuan sabuk berjalan menempuh jarak tertentu. Pada pengamat yang

berada pada sabuk ,pasir yang jatuh kebawah harus bergerak horizontal dengan

kelajuan v pada arah berlawanan dengan sabuk.

F.TUMBUKAN LENTING DAN HUKUM KEKEKALAN

Page 7: System Partikel Dan Pusat Massa

Tumbukan antar partikel dapat dibedakan menjadi tumbukan elastic yang

berlaku kekekalan momentum linear dan energy kinetic, dan tumbukan elastic

yang hanya berlaku kekekalan momentum linear namun kekekalan energy

kinetiknya tak berlaku.

Untuk tumbukan lenting :pi=p f , dan K i= K f (33)

Untuk tumpukan tak lenting :pi=p f , dan K i≠ K f (34)

Sebuah benda bermassa m1 bergerak dengan kecepatan v1i , dan mengenai

sebuah partikel lain bermassa m2 pada keadaan diam yang keduanya berada di

sepanjang sumbu x. Setelah tumbukan, massa m1 bergerak dengan kecepatan v1f

membentuk sudut θ dengan sumbu x, dan massa m2 bergerak dengan kecepatan

v2f , membentuk sudut ϕ dengan sumbu x.

Untuk kasus (a) θ = 0, tumbukan satu dimensi yang merupakan tumbukan

tepat pusat massa

v1 f

v1i

=1 atauv if

v1 i

=m1−m2

m1+m2 (35)

Tidak terjadi bertumbukan

v2f = 0, jika

v if

v1i

=1 (36)

Pada kasus (b) m1> m2, maka

Page 8: System Partikel Dan Pusat Massa

cos2θ≥m

12−m22

m12 (37)

Dan untuk θ = θm

cos2 θ =m

12−m22

m1

2

=1 −m

22

m12

, 0 ≤ θm ≤π2

(38)

Sudut hamburan θ harus lebih kecil daripada θm , jika θ > θm dan π

2≤θ≤θ

,

nilai dibawah tanda akar mejadi negatif. Dalam hal ini θm merupakan sudut

maksimum = θ maks,

θ≤θmaks , dan 0<θ< π2

untuk kasus (c) m1<m2, dalam hal ini tak ada batasan nilai sudut hamburan, suatu

keadaan sudut θ lebih besar dari

π2 maka dihasilkan hamburan balik. Jika θ =0

dan φ =0 maka akan didapatkan seperti kasus pertama (a) yakni,

v1

v2

=m1−m2

m1+m2 dan

v2 f

v1i

=m1−m2

m1+m2 (39)

Untuk tumbukan pusat massa maka

m1

m2

=2k 1i

k2 f

−1±[( 2 k1 i

k2 f

−1)−1]12

(40)

Kasus (d) m1= m2, cos θ dan sin θ , didapat :

v1i cosθ =v1f +v2f . cos (θ+φ ) (41)

Karena m1 =m2, persamaan (39) menjadi

v 1i =v1 f . cos (θ ) (42)

Page 9: System Partikel Dan Pusat Massa

G. TUMBUKAN TAK LENTING

Jika energy kinetic awal adalah Ki dan energy kinetic akhir adalah Kf, maka

energy disintegrasi (φ) dapat dinyatakan sebagai

φ = Kf -Ki (43)

jika φ>0 exoergic, tumbukan tak lenting jenis dua (44a)

φ<0 endoergic, tumbukan tak lenting jenis pertama (44b)

φ=0 tumbukan lenting (44c)

Ditinjau sebuah objek bermassa m1 bergerak dengan kecepatan v1 menabrak

sebuah objek lain yang diam bermassa m2 dan kemudian kedua objek menempel

setelah tumbukan dan kecepatannya v2.

v2=m1 v1

m1+m2

(45)

Dalam hal ini energy kinetk tidak kekal, sehingga

Q=K 1

−m2

m1+m2

(46)

Yang bernilai negative dan tumbukannya bersifat endoergenik. Jadi energy

minimumnya (energy ambang) dinyatakan dengan persamaan,

(K1)ambang = (1+m1

m2)|Q| (47)

Untuk reaksi endoergic K1 harus menjadi ≧ (K1) ambang.

H. SISTEM KOORDINAT PUSAT MASSA DUA BENDA

Suatu sistem berisi 2dua objek bermassa m1 dan m2 pada jarak r1 dan r2 dari titik

asal O. F1e dan F2

e merupakan gaya luar yang bekerja pada m1 dan m2, sedangkan

F12i adalah gaya dalam yang bekerja antara m1 dan m2, dan F21

i sebagai gaya dalam

yang bekerja antara m2 dan m1, sesuai dengan hokum III Newton

F21i = -F21

i (48)

Page 10: System Partikel Dan Pusat Massa

Sedangkan gaya luar total yang bekerja pada suatu system

F=F1e+F2

e (49)

Koordinat pusat massa R=m1 r1+m2r2

m1+m2

Total momentum linear system yakni

p=m1 r 1+m2 r2=M R

(50)

Total momentum sudut sistem yakni

L=m1 (r1 xr1 )+m2(r 2 xr2 )

(51)

I. TUMBUKAN DALAM SYSTEM KOORDINAT MASSA

Sebuah partikel bermassa m1 di x1 bergerak dengan kecepatan v1i, sementara

sebuah partikel bermassa m2 di x2 diam. pusat massa xc diberikan oleh :

(m1+m2)xc = m1x1 +m2x2 (52)

Kecepatan pusat massa diperoleh dari defferensial persamaan (50) yaitu

(m1 +m2)vc = m1x1+m2 x2 (53)

Dimana vc=dxc/dt, x1=v1 dan x2=0, sehingga kecepatan pusat massa vc terhadap

SKL diberikan oleh

vc=m1 v1i

m1+m2

= μm

v1 i (54)

Dimana μ adalah massa tereduksi. Misalkan tumbukan antara m1 dan m2 diamati

oleh pengamat yang berada dalam SKPM yang bergerak dengan kecepatan vc.

kecepatan m1 dan m2 terhadap SKPM v’1i dan v’2i(tanda aksen menunjukkan

bahwa besaran digambarkan dalam SKPM).

Page 11: System Partikel Dan Pusat Massa

v1i' =v1 i−v c=v1 i−

m1

m1+m2

v1 i=m2

m1+m2

v1 i=μ

m1

v1 i (55)

v2i' =v2 i−vc=

−m1

m1+m2

v1 i=−μm2

v1 i (56)

Momentum tiap partikel sebelum tumbukan dalam SKPM adalah

p1 i' =m1 v1 i

' =m1 m2

m1+m2

v1i (57)

p2 i' =m2 v2 i

' =−m1m2

m1+m2

v1 i (58)

Jadi momentum linear total dari system dalam SKPM sebelum tumbukan adalah

p1' =p1 i

' + p2 i' =

m1 m2

m1+m2

v1i−m1 m2

m1+m2

v1 i=0 (59)

Untuk tumbukan tak lenting v1 i≠ v 1 f

tanθL=sinθc

m1 v1 i

m2 v1 f

+cosθc (60)

Untuk tumbukan lenting, v1 i=v 1 f

tanθL=sinθc

(m1/m2 )+cosθc (61)

Ditinjau beberapa kasus khusus untuk tumbukan lenting:

Kasus (a) : Jika m1=m2, seperti dalam kasus tumbukan antara neutron dan

proton dapat di tuliskan sebagai:

tanθL=sinθc

1+cosθc=

2sin( θc2 )cos (θc

2)

2cos2( θc

2)

=tanc2

(62)

Sehingga

Page 12: System Partikel Dan Pusat Massa

θL=θc

2 (63)

Karena dalam SKPM θc dapat memiliki nilai antara 0 dan π, maka θL dapat

memiliki nilai maksimum π /2.

Kasus (b): Jika m2>m1,

tanθL ≈sinθccosθc

= tanθC (64)

Sehingga θL ≈ θC (65)

Kasus (c): Jika m1>m2,partikel yang menumbuk lebih berat dibandingkan partikel

sasaran. Dalam kasus ini, θL harus sangat kecil, tidak peduli berapa nilai θC . Hal

ini bersesuaian dengan persamaaan (90) yang menyatakan bahwa θL tidak dapat

lebih besar nilainya dibandingkan nilai maksimum θmaks.

J. GAYA TOLAK KUADRAT TERBALIK: HAMBURAN

RUTHERFORD

Lintasan dari hamburan seperti ini adalah hiperbolik. Partikel bermuatan

positif q, bermassa m 1 dan memiliki kecepatan vo bergerak menuju sebuah inti

sasaran yang bermuatan positif Q dan bermassa M yang diam. Gaya tolak kuadrat

terbalik antar kedua partikel adalah

F=kQq

r2=K

r2 (66)

Dimana k=8,99x 109 N M2 ¿C2 dan K= kQq bernilai positif sehingga F merupakan

gaya tolak.

Dengan K bernilai positif. Dari persamaan eksentrisitas e, yaitu

e=√1+ 2 E L2

m K2 (67)

Menyarankan agar e>1 sehingga lintasan partikel alpha yang datang berbentuk

hiperbolik. Sudut hamburan θ yangmerupakan sudut antara kedua a simptot

adalah

Page 13: System Partikel Dan Pusat Massa

tanθ2=tan( π

2−α)=cotα (68)

Dalam persamaan hiperbolik

r=a(e2−1)1−ecosθ

(69)

Untuk partikel yang berada di tak hingga r=r= , danθ=α , persamaan di atas

menjadi

tanθ2=√ m K2

2 E L2 (70)

Sudut hamburan θ dapat ditentukan secara eksperimen, ketika b membesar, θ

akan mengecil, atau semakin kecil parameter tumbukan, sudut hamburannya akan

membesar. Jumlah partikel alpha dN yang dihamburkan melelui sudut θ +dθ

sebanding dengan pusat hamburan n dan jumlah partikel yang datang N, yaitu

dN=nN dσ (71)

dimana dσ didefenisikan sebagai tampang lintang (cross section) untuk

hamburan melalui sudut θ dan θ +dθ dapat dibayangkan sebagai daerah efektif

yang mengelilingi tiap pusat hamburan dimana partikel yang dapat harus

menumbuk agar terhambur, sehingga daerah sensitive total untuk hamburan dalam

satuan daerah target adalah n dσ . Tampang lintang dalam hal ini adalah σ dan

sama dengan daerah piringan berjari-jari b, dengan pusat di F

σ =πb2 (72)

Sehingga

dσ = 2πbdb (73)

Page 14: System Partikel Dan Pusat Massa

b dan db dapat dinyatakan dalam θ dan dθ

b= K

2m v02

sinθ

sin2( θ2 ) (74)

Rhuterford menggunakan rumus tersebut untuk tersebut untuk menganalissa hasil

ekperimen hamburan partikel alfa (q= 2e) oleh inti target (Q=Ze) pada lempeng

tipis. Penyimpangan dari rumus hamburan Rhuterford terjadi jika energy kinetic K

dari partikel yang datang lebih besar daripada energy potensial minimum pada

jarak rmin. Rhuterford menyimpilkan bahwa jari-jari inti adalah 10-14m.

dσ=2 π ( kQq2 μ v0

2 ) sin θc

sin4( θc

2 )dθ

(75)

Pada kasus m1= m2 maka θc=2θL=2θ sehingga

dσ=2 π ( kQq2 μ v0

2 ) sin 2θsin4 (θ )

dθ (76)