tanaman obat kalteng

12
1 PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KALIMANTAN TENGAH Ronny Yuniar Galingging dan Andy Bhermana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah ABSTRAK Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk salah satu kawasan banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Beberapa tanaman obat yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sejak puluhan tahun lamanya untuk pengobatan antara lain Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu dan Paku Ate. Upaya penyelamatan untuk melestarikan keberadaan jenis tanaman obat ini, dapat dilakukan melalui kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan data dan informasi biofisik lingkungan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan suatu konsep pewilayahan plasma nutfah tanaman obat. Konsep pewilayahan ini bertujuan untuk menentukan kawasan-kawasan konservasi sekaligus potensi pengembangan areal untuk tanaman obat. Berdasarkan pendekatan sistem lahan dengan aplikasi teknologi sistem informasi geografis (SIG) untuk hasil eksplorasi terhadap 5 jenis tanaman obat terpilih yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di bagian sebelah tengah dan Utara wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan pada tipologi lahan basah di bagian selatan, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan pada lahan-lahan bergambut sementara untuk tanaman Bawang Hantu dapat diarahkan pada lahan-lahan rawa. Untuk jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial sepanjang jalur aliran sungai. Kata kunci: pewilayahan, plasma nutfah, tanaman obat, Kalimantan Tengah. ABSTRACT Central Kalimantan with area of 15.380.410 Ha has biodiversity for germplasm including medicinal plants. Among plants, there are several well known plant that have been widely used by local community for medicine since along time ago namely, Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu, and Paku Ate. Efforts to preserve the existence of medicinal plants can be conducted through exploration activity in order to obtain the information of biophysical environment for these plants. Both data and information can then be used as basic consideration to develop the concept of zonation for medicinal plants. The purpose of zonation concept is to determine conservation areas as well as development area for germplasm of medicinal plants. As a result of exploration for 5 selected medicinal plants in Central Kalimantan, based on land system approach with geographic information system (GIS) technology, Sambung Urat and Pasan Siri can be

Upload: afrohmanshur

Post on 23-Jun-2015

518 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tanaman obat kalteng

1

PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KALIMANTAN TENGAH

Ronny Yuniar Galingging dan Andy Bhermana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah

ABSTRAK

Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk salah satu kawasan banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Beberapa tanaman obat yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sejak puluhan tahun lamanya untuk pengobatan antara lain Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu dan Paku Ate. Upaya penyelamatan untuk melestarikan keberadaan jenis tanaman obat ini, dapat dilakukan melalui kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan data dan informasi biofisik lingkungan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan suatu konsep pewilayahan plasma nutfah tanaman obat. Konsep pewilayahan ini bertujuan untuk menentukan kawasan-kawasan konservasi sekaligus potensi pengembangan areal untuk tanaman obat. Berdasarkan pendekatan sistem lahan dengan aplikasi teknologi sistem informasi geografis (SIG) untuk hasil eksplorasi terhadap 5 jenis tanaman obat terpilih yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di bagian sebelah tengah dan Utara wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan pada tipologi lahan basah di bagian selatan, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan pada lahan-lahan bergambut sementara untuk tanaman Bawang Hantu dapat diarahkan pada lahan-lahan rawa. Untuk jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial sepanjang jalur aliran sungai. Kata kunci: pewilayahan, plasma nutfah, tanaman obat, Kalimantan Tengah.

ABSTRACT

Central Kalimantan with area of 15.380.410 Ha has biodiversity for germplasm including medicinal plants. Among plants, there are several well known plant that have been widely used by local community for medicine since along time ago namely, Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu, and Paku Ate. Efforts to preserve the existence of medicinal plants can be conducted through exploration activity in order to obtain the information of biophysical environment for these plants. Both data and information can then be used as basic consideration to develop the concept of zonation for medicinal plants. The purpose of zonation concept is to determine conservation areas as well as development area for germplasm of medicinal plants. As a result of exploration for 5 selected medicinal plants in Central Kalimantan, based on land system approach with geographic information system (GIS) technology, Sambung Urat and Pasan Siri can be

Page 2: tanaman obat kalteng

2

developed in dry land areas in the central to northern part of Central Kalimantan. While in wet land areas in the southern part, the land can be cultivated for Akar Kuning, especially in peat land and Bawang Hantu in swamp land. For Paku Ate, this plant can be developed in both of land typology. For dry land, the plant can be growth in sandy land, while for wetland, it can be growth in alluvial land alongside the river streams. Keyword : zonation, germplasm, medicinal plant, Central Kalimantan.

PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati untuk tumbuhan yang terdapat di Indonesia,

menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah

mencapai 38.000 jenis. Habitat alami dari jenis-jenis tumbuhan dengan varietas

lokal tersebut pada umumnya terdapat pada ekosistem hutan termasuk di dalamnya

plasma nutfah tanaman obat yang sebagian besar merupakan tumbuhan yang

berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah melaporkan bahwa wilayah

Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai beragam jenis tanaman obat

dengan jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis (EISAI,

1995).

Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk

salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati

(biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Penduduk lokal di wilayah ini

secara turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal

ini sebagai obat tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik berupa pembukaan areal

untuk tujuan pengembangan wilayah perkebunan, pertanian dan pemukiman

maupun fenomena alam berupa kebakaran hutan secara langsung mengancam

keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tanaman obat.

Secara umum tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan

tempat-tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas

hutan yang mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tanaman

obat ini banyak diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat

akibat alih fungsi hutan; b) daya regenerasi yang lambat pada beberapa jenis

tanaman terutama untuk jenis tumbuhan tahunan (perennial crop); dan c) kurangnya

perhatian terhadap upaya pelestarian antara lain melalui usaha budidaya tanaman

Page 3: tanaman obat kalteng

3

obat terutama untuk jenis-jenis yang tergolong langka (Djauhariya dan Sukarman,

2002). Lebih lanjut menurut Wilson (1988), faktor penyebab berkurangnya

keanekaragaman hayati adalah akibat peningkatan jumlah populasi manusia yang

berdampak pada kerusakan lingkungan terutama di daerah tropis.

Tulisan ini membahas mengenai pewilayahan secara geografis untuk

beberapa jenis tanaman terpilih berdasarkan hasil kajian eksplorasi plasma nutfah

tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Hasilnya diharapkan

dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan suatu konsep

perencanaan pengembangan wilayah khususnya untuk kawasan-kawasan

konservasi untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat.

EKSPLORASI DAN INVENTARISASI PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT DI KALIMANTAN TENGAH

Diperkirakan masih terdapat sejumlah besar jenis tanaman obat yang belum

ditemukan dan dibudidayakan di wilayah Kalimantan Tengah. Beberapa jenis

tanaman tersebut dapat di kategorikan sebagai jenis yang baru (species nova),

catatan baru (new record), dan lokasi yang baru (new spot) (Hartini dan

Puspitaningtyas (2005).

Kegiatan eksplorasi merupakan tahap awal dalam upaya melestarikan

plasma nutfah bertujuan untuk menginventarisasi data dan informasi keberadaan

tanaman langka. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi daerah asal atau

lokasi penemuan, jenis dan karakterisasi secara ex-situ, manfaat dan khasiatnya

sebagai obat termasuk peluang untuk budidaya dan perbanyakan. Materi yang

diinventarisasi untuk selanjutnya dikarakterisasi baik secara kualitatif dan kuantitatif

dengan mengacu standarisasi pada descriptor list atau pedoman yang berasal dari

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Bogor) (Wilis et al., 2005).

Beradasarkan hasil eksplorasi, dari sekian banyak jenis tanaman yang

dikoleksi, terdapat 5 jenis tanaman terpilih yang merupakan tanaman obat yang

sudah turun temurun digunakan oleh masyarakat lokal yang sudah merasakan

manfaatnya sebagai obat. Kelima jenis tanaman tersebut adalah (1). Sambung Urat

(Tinospora crispa (L) Miers); (2). Pasan Siri (Cymbopogon citrates (DC)); (3). Akar

Kuning (Areangelisia flava (L) Merr); (4). Bawang Hantu (Eleutherine palmifolia (L)

Page 4: tanaman obat kalteng

4

Merr); dan (5). Paku Ate (Angiopteris evecta (Forst) Hoffm) (Galingging, 2007; Wilis

et al., 2005).

Dalam sejarah perkembangan farmasi, tanaman obat merupakan sumber

senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat. Hingga saat ini sumber alam nabati

masih tetap merupakan sumber bahan kimia, baik sebagai senyawa isolat murni

yang langsung dipakai seperti alkaloida, morfin dan papaverin maupun tidak

langsung dipakai sebagai bahan dasar setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa

bioaktif turunan yang lebih baik sehingga lebih potensial dan aman dipakai seperti

molekul artemisinin (Galingging, 2009).

Hasil karakterisasi dan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa habitus dari

jenis-jenis tanaman ini adalah pohon, herba, dan perdu, sedangkan hasil pengujian

kandungan biofarmaka sebagai obat menunjukkan bahwa secara umum jenis

tanaman ini memiliki kandungan fitokimia yang meliputi Alkaloid, Glikosida,

Flavonoid, Fenolik, Steroid dan Tanin. Kandungan fitokimia yang terdapat pada ke

lima jenis tanaman ini merupakan bahan-bahan alami untuk pengobatan

(Galingging, 2007). Tabel 1 menunjukkan hasil uji fitokimia sedangkan Tabel 2

menjelaskan manfaat untuk pengobatan dari ke lima jenis tanaman hasil eksplorasi.

Tabel 1. Hasil uji fitokimia beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi Jenis

Fitokimia

Tanaman Obat

Sambung Urat Pasan Siri Akar Kuning Bawang Hantu Paku Ate

Alkaloid ++++ ++++ +++ ++++ ++++

Saponin _ _ _ _ ++

Glikosida +++ ++ ++ ++ ++

Flavonoid _ + + ++ _

Fenolik _ _ _ ++ _

Steroid ++++ ++++ ++++ ++++ ++++

Tanin _ _ +++ ++ +

Keterangan: - = negative; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali

Sumber: Galingging (2007)

Page 5: tanaman obat kalteng

5

Tabel 2. Manfaat dan khasiat beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi Pertelaan Tanaman Obat

Sambung Urat Pasan Siri Akar Kuning Bawang Hantu Paku Ate Nama Latin Tinospora

crispa (L) Miers Cymbopogon citrates (DC.)

Areangelesia flava (L.) merr.

Eleutherine palmifolia(L.) merr.

Angiopteris evecta (forst.) hoffon

Asal (Kabupaten)

Murung raya Barito utara Kotawaringin Barat

Barito selatan Kotawaringin Timur

Habitus Pohon Herba Perdu Herba Perdu Cara Perbanyakan

Setek Anakan Setek dan biji Umbi setek

Bagian yang dimanfaatkan

Umbi Daun Akar Umbi pelepah

Manfaat Obat reumatik dan keseleo

Obat luka Obat penyakit kuning, lever dan bisul

Obat kanker dan setelah melahirkan

Obat kanker payudara

Sumber: Galingging (2007)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH

Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah informasi

yang berkaitan dengan lokasi tertentu. Sedangkan dalam arti luas, sistem informasi

geografis (SIG) merupakan suatu perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan,

mentransformasi, dan menyajikan ulang data spasial dari aspek-aspek permukaan

bumi (Burrough, 1986). Aplikasi SIG digunakan untuk memvisualisasikan data dan

informasi dalam format spasial berupa peta lokasi kawasan ditemukannya plasma

nutfah tanaman obat hasil eksplorasi. SIG juga dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan identifikasi karakeristik wilayah dan biofisik lingkungan melalui teknik

overlay data GPS terhadap peta informasi sumberdaya lahan.

Lokasi survey dan eksplorasi dilakukan di beberapa lokasi yang dianggap

dapat mewakili keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah yaitu di kabupaten

Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Utara, Barito Selatan, dan Murung

Raya. Perangkat berbasis SIG yaitu Global Positioning System (GPS) digunakan

untuk menginformasikan letak koordinat bumi dari lokasi penemuan dan penyebaran

beberapa tanaman yang dieksplorasi. Hasil eksplorasi dan pengamatan lapangan

terhadap ke lima jenis tanaman tertuang dalam Gambar 1.

Page 6: tanaman obat kalteng

6

Gambar 1. Data Lokasi Penemuan Beberapa Jenis Tanaman Obat Hasil Eksplorasi

Secara umum, hampir semua jenis tanaman yang telah dieksplorasi berasal

dari kawasan-kawasan yang berada tidak jauh dari jalur aliran sungai-sungai besar

yang terdapat di wilayah Kalimantan. Dibagian selatan wilayah Kalimantan Tengah,

jenis tanaman obat Akar Kuning ditemukan di kabupaten Kotawaringin Barat di

sekitar sungai Lamandau dan Arut. (di daerah Pangkalan Bun, Pasir Panjang,

Sungai Sintuk, Pesalat dan Taman Nasional Tanjung Puting). Jenis Paku Ate

ditemukan di Kotawaringin Timur di sekitar sungai Mentaya dan Cempaga (daerah

Page 7: tanaman obat kalteng

7

Sampit, Bagendang Hilir, Ketapang, Pundu dan Cempaga). Di bagian timur yaitu

pada daerah aliran sungai (DAS) Barito, jenis tanaman obat Bawang Hantu dijumpai

di kabupaten Barito Selatan (Buntok dan Sanggu) sedangkan di Barito Utara (Muara

Teweh) ditemukan jenis tanaman Pasan Siri. Yang terakhir adalah Sambung Urat,

ditemukan di Murung Raya (Puruk Cahu).

KONDISI UMUM BIOFISIK LINGKUNGAN LOKASI EKSPLORASI Lebih lanjut, aplikasi SIG digunakan untuk mengidentifikasi kondisi biofisik

lingkungan dari keberadaan tanaman obat yang dijumpai pada lokasi-lokasi

ekplorasi. Teknik overlay digunakan untuk menumpang tepat data GPS dari

lapangan terhadap peta informasi sumberdaya lahan.

Pendekatan sistem lahan dan satuan lahan digunakan untuk mengetahui

kondisi dan karakteristik lingkungan. Konsep sistem lahan didasarkan pada prinsip

ekologi dengan menganggap adanya hubungan yang erat antara tipe batuan,

hidroklimat, landform, tanah, dan vegetasi (Christian and Stewart, 1968). Sedangkan

konsep satuan lahan digunakan untk melengkapi pemahaman suatu permukaan

lahan yang merupakan gabungan dari faktor-faktor bahan induk, proses geomorfik,

waktu dan iklim (Howard and Mitchell, 1980).

Pemilihan lokasi eksplorasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang

dianggap dapat mewakili keragaman kondisi biofisik lingkungan yang ada di wilayah

Kalimantan Tengah. Terdapat 2 tipologi lahan sebagai faktor pembeda utama yang

eksis di wilayah ini masing-masing yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan-lahan

kering yang pada umunya tersebar di bagian tengah dan utara dengan luas

mencapai 11.668.300 Ha atau 77% dari luas total wilayah Kalimantan Tengah

merupakan tanah-tanah tua yang telah mengalami pencucian yang tinggi serta

diperberat dengan ketiadaan bahan pembaharu yang mengakibatkan rendahnya

tingkat kesuburan tanah. Penciri lain dari tipologi lahan kering adalah peka terhadap

erosi dan bersifat masam (Bhermana et al., 2009). Keragaman jenis vegetasi dapat

dihubungkan dengan tipe tanah. Lebih lanjut menurut Mackinon et al (2000), tipe

hutan di kawasan ini merupakan Dipterocarpaceae yaitu hutan basah tropis pada

iklim yang panas dan basah.

Page 8: tanaman obat kalteng

8

Sementara itu untuk tipologi lahan basah pada umumnya tersebar di wilayah

bagian selatan dengan luas 3.576.800 Ha (24%). Kawasan ini secara umum banyak

didominasi oleh lahan gambut dan rawa pasang surut dengan ciri khasnya yaitu

kemasaman tanah yang tinggi dengan beragam ketebalan gambut pada lahan-lahan

gambut (Bhermana et al., 2009). Tipe hutan di kawasan ini mencakup hutan rawa

gambut, hutan rawa air tawar, hutan kerangas dan hutan bakau (Mackinon et al.,

2000).

Berdasarkan peta zona agroklimat (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,

1999), daerah penyebaran Sambung Urat, Akar Kuning, Bawang Hantu, dan Paku

Ate terdapat pada zona B1 yang memiliki jumlah bulan basah (BB) 7-9 bulan dan

bulan kering (BK) 0-1 bulan selama setahun. Sedangkan untuk jenis tanaman obat

Pasan Siri terdapat pada zona D2 dengan jumlah BB 3-4 bulan dan BK 2-3 bulan.

Data dan informasi biofisik lingkungan berdasarkan sistem lahan dan satuan lahan

untuk beberapa jenis tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah,

tersaji pada Tabel 3 berikut:

Page 9: tanaman obat kalteng

9

Tabel 3. Kondisi biofisiklingkungan dari beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi

Pertelaan Tanaman Obat Sambung Urat Pasan Siri Akar Kuning Bawang Hantu Paku Ate

Nama Latin Tinospora crispa (L) Miers

Cymbopogon citrates (DC.)

Areangelesia flava (L.) merr.

Eleutherine palmifolia(L.) merr.

Angiopteris evecta (forst.) hoffon

Asal (Kabupaten)

Murung raya Barito utara Kotawaringin Barat

Barito selatan Kotawaringin Timur

Tipologi lahan

Lahan kering Lahan kering Lahan basah Lahan basah Lahan basah Lahan Kering

Jenis tanah Tropudults Plinthudults

Tropudults Plinthudults

Tropohemists Tropaquents

Lahan basah: Tropofluvents Fluvaquents Tropaquents

Lahan basah: Tropaquepts Fluvaquents Lahan Kering: Tropudults Dystropepts

Landform Dataran berbukit

Dataran berbukit

Teras bergambut

Dataran tergenang, daerah meander sungai

Lahan basah: Dataran alluvial Lahan kering: Dataran bergelombang sedikit berpasir

Regim iIklim suhu

Isohypertermic (panas)

Isohypertermic (panas)

Isohypertermic (panas)

Isohypertermic (panas)

Isohypertermic (panas)

Regim iklim kelembaban

Udic (lembab)

Udic (lembab)

Udic (lembab)

Udic (lembab)

Udic (lembab)

PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT

Sistem lahan merupakan area yang memiliki pola yang berulang (recurring

pattern) dari topografi, tanah dan vegetasi dengan iklim yang relatif homogen

(Wiradisastra, 1996). Oleh karena itu sistem lahan bukan merupakan suatu yang

unik untuk satu tempat saja (spesifik lokasi) tetapi dapat dijumpai dimanapun

dengan karakteristik lingkungan yang sama (Suharta, 1997). Dengan demikian

sistem lahan yang sama ditemukan bila terdapat kombinasi yang sama dari

berbagai faktor ekologi atau lingkungan dijumpai. Hal ini untuk selanjutnya

dijadikan dasar dalam menentukan wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk

pengembangan plasma nutfah tanaman obat di wilayah Kalimantan Tengah.

Secara umum untuk jenis tanaman obat Sambung Urat dan Pasan Siri

memiliki kondisi biofisik yang serupa pada tipologi lahan kering dengan jenis tanah

Page 10: tanaman obat kalteng

10

dan bentuk wilayah yang serupa. Sebagai arahan pengembangan dan penentuan

kawasan konservasi untuk kedua jenis tanaman ini dapat mengacu pada Tabel 3.

Sedangkan untuk jenis Akar Kuning dan Bawang Hantu, wilayah penyebarannya

dapat diarahkan pada kawasan dengan tipologi lahan basah yaitu pada lahan-lahan

bergambut dan daerah rawa yang tergenang. Jenis terakhir yaitu Paku Ate dapat

dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan basah Paku Ate

dapat dikembangkan di daerah-daerah sepanjang jalur aliran sungai pada lahan

aluvial yang memiliki kondisi drainase yang buruk. Sedangkan pada lahan kering

tanaman ini dapat diarahkan pada lahan-lahan yang berkembang dari bahan induk

pasir.

Upaya penyelamatan dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat perlu

ditindak lanjuti dengan upaya-upaya konservasi secara ex-situ maupun in-situ

dengan menentukan kawasan-kawasan konservasi dan kawasan pengembangan

untuk jenis-jenis tanaman langka tersebut.

KESIMPULAN 1. Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan untuk pendokumentasian data

dan informasi keberadaan plasma nutfah khususnya dalam format spasial untuk

kepentingan analisis geografis wilayah atau kewilayahan.

2. Sistem informasi geografis dapat dijadikan sebagai alat bantu (useful tool) dalam

hal penentuan rencana lokasi-lokasi kawasan konsevasi dan wilayah

pengembangan untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat.

3. Berdasarkan kondisi biofisik lingkungan dan habitat asalnya, jenis tanaman obat

Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di

bagian sebelah Utara wilayah Kalimantan Tengah.

4. Pada tipologi lahan basah, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan

pada lahan-lahan bergambut sedangkan untuk tanaman Bawang Hantu dapat

diarahkan pada lahan-lahan rawa.

5. Jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun

basah. Untuk lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan

berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial dengan kondisi

drainase yang buruk di sepanjang jalur aliran sungai.

Page 11: tanaman obat kalteng

11

DAFTAR PUSTAKA Bhermana, A.,. R.Massinai., Lumban. R., dan Marlon, S. 2009. Potensi

Pengembangan Wilayah Untuk Pertanian, Perkebunan, Hortikultura, dan Peternakan di Kalimantan Tengah. BPTP Kalimantan Tengah. 47 hal.

Burrough, P. A. 1986. Principle of Geographic Information System for Land

Resources Assessment. Clarendon Press. Oxford. 193 pages. Christian, C. S. and C. A. Stewart. 1968. Methodology of Integrated Surveys. In:

Aerial Surveys Integrated Studies. Proc. UNESCO Conference on Principles and Methods of Integrating Aerial Surveys of Natural Resources for Development. 21-25 September 1964, Toulouse, France: 233-280.

Djauhariya dan Sukarman. 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu

dan Kosmetika Alami. Buletin Plasma Nutfah 8 (2) : 12 – 13. EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia. Jakarta. 453 hal. Galingging, R. Y. 2009. Tanaman Obat Langka dari Kalimantan Tengah. Warta

Plasma Nutfah Indonesia No. 21 Tahun 2009 : 7 – 8. Galingging, R. Y. 2007. Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber

Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 10, No. 1: 76 – 83.

Hartini, S dan Puspitaningtyas, D. M. 2005. Flora Sumatra Utara Eksotik dan

Berpotensi. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI. 219 hal. Howard, J. A. and C. W. Mitchell. 1980. Phytogeomorphic Classification of The

Lanscape. Geoforum 11:85-106. Mackinon, K., G. Hatta., Halim, H., dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan. Seri

Ekologi Indonesia. Buku III. Prenhallindo. Jakarta. 806 hal. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1999. Peta Penyebaran Zona Agroklimat

Provinsi Kalimantan Tengah. Suharta, N. 2007. Sistem Lahan Barongtongkok di Kalimantan: Potensi, Kendala,

dan Pengembangannya Untuk Pertanian Lahan Kering. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 26 No 1:1-8.

Wilis, M., Krismawati, A., Galingging, R. Y., Sarwani, M., dan Siahaan, M. 2005.

Eksplorasi, Koleksi, dan Konservasi Plasma Nutfah Tanaman Obat dan Tanaman Hias Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. 94 hal.

Page 12: tanaman obat kalteng

12

Wilson, E. O. 1988. Biodiversity. National Academy Press. Washington D.C. Wiradisastra, U. S. 1996. Delineasi Agro Ecological Zone. Materi Pelatihan Apresiasi

metodologi Delineasi Zona Agroekologi. Bogor, 8-17 Januari 1996. 19 hal.