tanaman transgenik bagi ketahanan pangan dalam konteks

16
PAS Study Week, Vatican City, 15-19 Mei 2009 Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks Pembangunan Sebuah studi mingguan berjudul ‘Tanaman Transgenik bagi Ketahanan Pangan dalam Konteks Pengembangan’ dilakukan dengan dukungan dari Pontifical Academy of Sciences yang bermarkas di Casina Pio IV di Vatican dari 15 sampai 19 Mei 2009. Selama pertemuan tersebut, kami mensurvei kemajuan-kemajuan terkini dalam pemahaman ilmiah dari varietas-varietas terbaru tanaman rekayasa genetika, dan juga kondisi sosial dimana teknologi rekayasa genetika dapat dibuat tersedia untuk perbaikan pertanian secara umum dan terutama bagi keuntungan yang miskin dan rentan. Semangat para peserta diinspirasi oleh pendekatan yang sama terhadap teknologi yang diungkapkan Benedict XVI dalam Ensiklik baru, yang utamanya bahwa ‘Teknologi merupakan sisi obyektif dari tindakan manusia (1) 1 yang asal dan dasar pemikiran ditemukan dalam elemen subyektif: pekerja sendiri. Untuk alasan ini, teknologi bukanlah semata-mata teknologi. Teknologi mengungkapkan manusia dan aspirasinya terhadap perkembangan, mengekspresikan perhatian yang mendorongnya secara bertahap untuk mengatasi keterbatasan materi. ‘Teknologi, dalam pengertian ini, merupakan suatu tanggapan atas perintah Tuhan untuk mengusahakan dan memelihara tanah (Gen 2:15) bahwa ia telah menitipkan kepada manusia, dan harus berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara manusia dan lingkungan, sebuah perjanjian yang harus mencerminkan cinta kreatif Tuhan’. (2) Kesimpulan Ilmiah Penting Kami menegaskan kembali kesimpulan-kesimpulan penting dari Studi Dokumen mengenai Penggunaan “Tanaman Pangan Rekayasa Genetika” untuk Memerangi Kelaparan di Dunia’, yang dikeluarkan di akhir Sesi Pleno Peringatan ‘Sains dan Masa Depan Umat Manusia’, 10-13 November 2000. Berikut ini yang dirangkum dan diperbarui: 1. Lebih dari 1 miliar populasi dunia dari 6,8 miliar orang kini kekurangan makan, sebuah kondisi yang benar-benar membutuhkan pengembangan sistem pertanian dan teknologi baru. 2. Perkiraan penambahan 2 2,5 miliar orang untuk mencapai perkiraan total 9 miliar orang pada tahun 2050 menambah desakan atas permasalahan ini.

Upload: truongtruc

Post on 31-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

PAS Study Week, Vatican City, 15-19 Mei 2009

Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan

Pangan Dalam Konteks Pembangunan

Sebuah studi mingguan berjudul ‘Tanaman Transgenik bagi Ketahanan Pangan dalam Konteks Pengembangan’

dilakukan dengan dukungan dari Pontifical Academy of Sciences yang bermarkas di Casina Pio IV di Vatican

dari 15 sampai 19 Mei 2009. Selama pertemuan tersebut, kami mensurvei kemajuan-kemajuan terkini dalam

pemahaman ilmiah dari varietas-varietas terbaru tanaman rekayasa genetika, dan juga kondisi sosial dimana

teknologi rekayasa genetika dapat dibuat tersedia untuk perbaikan pertanian secara umum dan terutama bagi

keuntungan yang miskin dan rentan. Semangat para peserta diinspirasi oleh pendekatan yang sama terhadap

teknologi yang diungkapkan

Benedict XVI dalam Ensiklik baru, yang utamanya bahwa ‘Teknologi merupakan sisi obyektif dari tindakan

manusia (1) 1 yang asal dan dasar pemikiran ditemukan dalam elemen subyektif: pekerja sendiri. Untuk alasan

ini, teknologi bukanlah semata-mata teknologi. Teknologi mengungkapkan manusia dan aspirasinya terhadap

perkembangan, mengekspresikan perhatian yang mendorongnya secara bertahap untuk mengatasi

keterbatasan materi. ‘Teknologi, dalam pengertian ini, merupakan suatu tanggapan atas perintah Tuhan untuk

mengusahakan dan memelihara tanah (Gen 2:15) bahwa ia telah menitipkan kepada manusia, dan harus

berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara manusia dan lingkungan, sebuah perjanjian yang harus

mencerminkan cinta kreatif Tuhan’. (2)

Kesimpulan Ilmiah Penting

Kami menegaskan kembali kesimpulan-kesimpulan penting dari Studi Dokumen mengenai Penggunaan

“Tanaman Pangan Rekayasa Genetika” untuk Memerangi Kelaparan di Dunia’, yang dikeluarkan di akhir Sesi

Pleno Peringatan ‘Sains dan Masa Depan Umat Manusia’, 10-13 November 2000. Berikut ini yang dirangkum

dan diperbarui:

1. Lebih dari 1 miliar populasi dunia dari 6,8 miliar orang kini kekurangan makan, sebuah kondisi yang

benar-benar membutuhkan pengembangan sistem pertanian dan teknologi baru.

2. Perkiraan penambahan 2 – 2,5 miliar orang untuk mencapai perkiraan total 9 miliar orang pada tahun

2050 menambah desakan atas permasalahan ini.

Page 2: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

3. Konsekuensi yang diperkirakan akibat perubahan iklim dan penurunan yang terkait ketersediaan air

bagi pertanian juga akan mempengaruhi kemampuan kita untuk memberi makan populasi dunia yang

terus berkembang.

4. Pertanian, seperti yang saat ini dipraktekkan tidak berkelanjutan, dibuktikan dengan kehilangan

besar-besaran lapisan tanah atas dan tingginya aplikasi pestisida yang tak dapat diterima di sebagian

besar belahan dunia.

5. Aplikasi rekayasa genetika dan teknik molekuler modern lainnya yang tepat dalam pertanian

berkontribusi terhadap penyelesaian beberapa tantangan ini.

6. Tidak ada yang hakiki mengenai penggunaan teknologi rekayasa genetika untuk perbaikan tanaman

yang akan mengakibatkan tanaman itu sendiri atau produk makanan yang dihasilkan tidak aman.

7. Komunitas ilmiah seharusnya bertanggungjawab atas riset dan pengembangan yang mengarah pada

kemajuan dalam produktivitas pertanian, dan juga harus berupaya keras untuk melihat bahwa

keuntungan terkait kemajuan-kemajuan semacam itu bertambah demi kepentingan orang miskin

serta mereka yang berada di negara maju yang saat ini menikmati standar hidup yang relatif tinggi.

8. Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan akses bagi para petani di negara berkembang ke

varietas tanaman unggul rekayasa genetika yang diadaptasi ke kondisi lokal mereka.

9. Riset pengembangan tanaman unggul seperti itu perlu menaruh perhatian khusus atas kebutuhan

lokal dan varietas tanaman dan untuk kemampuan tiap-tiap negara mengadaptasi tradisinya, warisan

sosial serta praktek-praktek administratif demi mencapai keberhasilan introduksi tanaman rekayasa

genetika.

Bukti Lebih lanjut

Dikarenakan persiapan dari dokumen studi sebelumnya, bukti yang ditujukan bagi standar tinggi dari peer

review ilmiah yang cermat, dan sejumlah besar pengalaman di dunia nyata, telah mengumpulkan mengenai

pengembangan, aplikasi dan pengaruh dari teknologi rekayasa genetika. Sepanjang studi mingguan kami

meninjau bukti ini dan sampai pada kesimpulan sebagai berikut:

1. Teknologi rekayasa genetika yang digunakan dengan tepat dan bertanggungjawab, dalam banyak

situasi dapat memberikan kontribusi penting bagi produktivitas pertanian melalui perbaikan tanaman,

meliputi peningkatan hasil tanaman dan kualitas nutrisi, dan peningkatan ketahanan terhadap hama

serta perbaikan toleransi terhadap kekeringan dan bentuk lain dari stres lingkungan. Perbaikan-

perbaikan ini diperlukan diseluruh dunia guna membantu meningkatkan keberlanjutan dan

produktivitas pertanian.

2. Perbaikan genetika dari tanaman budidaya dan ornamental tersebut menghadirkan sebuah teknik

panjang dan berkelanjutan yang dapat diprediksi dan lebih tepat. Seperti yang disimpulkan National

Page 3: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Research Council Amerika dalam sebuah laporan di tahun 1989: ‘Sebagaimana metode molekuler

lebih spesifik, para pengguna metode-metode ini akan lebih yakin mengenai sifat yang mereka

masukkan kedalam tanaman dan oleh karenanya kurang bertanggungjawab untuk menghasilkan efek

yang tidak diinginkan dibandingkan metode lainnya dari pemuliaan tanaman’.

3. Keuntungan telah memberi arti penting di negara-negara seperti Amerika, Argentina, India, Cina dan

Brazil, dimana tanaman rekayasa genetika ditanam secara luas.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

4. Produk rekayasa genetika (PRG) juga dapat sangat berarti bagi para petani sumberdaya miskin dan

para anggota yang rentan dari komunitas pertanian miskin, terutama wanita dan anak-anak. Kapas

dan jagung rekayasa genetika tahan serangga, khususnya, telah sangat mengurangi penggunaan

pestisida (dan oleh karenanya meningkatkan keamanan pertanian) serta berkontribusi penting untuk

hasil yang lebih tinggi, pendapatan rumah tangga lebih tinggi dan angka kemiskinan lebih rendah (dan

juga keracunan lebih rendah dengan pestisida kimia) dalam sektor pertanian khusus di beberapa

negara berkembang, termasuk India, Cina, Afrika Selatan dan Filipina.

5. Introduksi ketahanan herbisida yang ramah lingkungan dan tidak mahal pada tanaman jagung,

kedelai, kanola dan tanaman lainnya merupakan sifat rekayasa genetika yang digunakan secara luas.

Hal itu telah meningkatkan hasil per hektar, menggantikan penyiangan manual dan telah

memfasilitasi input lebih rendah menghasilkan teknik pengolahan minimum (tanpa pengolahan) yang

telah menurunkan laju erosi tanah. Teknologi ini dapat secara khusus bermanfaat bagi para petani di

negara berkembang yang, untuk alasan usia atau penyakit, tidak dapat berhubungan dengan

pengendalian gulma manual tradisional.

Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses yang terlibat dalam pemuliaan tanaman. Semua

organisme hidup terdiri dari sel dimana terkandung gen didalamnya, yang memberikan mereka karakteristik yang

berbeda. Susunan gen lengkap (genotipe) disandi dalam DNA dan disebut sebagai genom; ini merupakan informasi

hereditas yang diwariskan tetua ke keturunannya. Semua pemuliaan tanaman dan tentu saja semua evolusi, melibatkan

perubahan genetika atau modifikasi yang diikuti oleh seleksi karakteristik menguntungkan diantara keturunannya.

Sebagian besar perubahan ke fenotipe tanaman atau sifat yang dapat diamati (seperti struktur fisiknya, perkembangan,

kekayaan biokimia dan nutrisinya) dihasilkan dari perubahan genotipenya. Pemuliaan tanaman secara konvensional

memanfaatkan pengubahan gen acak diantara spesies yang sangat dekat dan kompatibel secara seksual, seringkali

dengan konsekuensi tak terduga dan selalu dengan detail perubahan genetika yang belum terjelajahi. Pada pertengahan

abad kedua puluh hal ini dilengkapi oleh pemuliaan mutagenesis, perlakuan benih acak atau keseluruhan tanaman

dengan bahan kimia mutagenik atau radiasi energi tinggi dengan harapan menghasilkan perbaikan fenotipe; ini juga

memunculkan konsekuensi genetika yang tak terduga dan belum diselidiki dimana pemulia tanaman menyeleksi sifat-

sifat yang menguntungkan. Baru-baru ini, beberapa teknik telah dikembangkan yang memperbolehkan transfer gen-gen

spesifik, teridentifikasi dan terkarakteristik dengan baik, atau kelompok kecil gen-gen yang memberikan sifat-sifat

tertentu, disertai oleh sebuah analisis tepat dari hasil fenotipe dan genotipe: kategori terakhir ini disebut ‘transgenesis’

(dikarenakan gen-gen ditransfer dari donor ke resipien) atau ‘rekayasa genetika’ (disingkat menjadi RG dalam laporan

ini), namun, dalam kenyataannya, istilah ini diberikan bagi semua prosedur pemuliaan.

Page 4: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

6. Teknologi rekayasa genetika dapat memerangi defisiensi nutrisi melalui modifikasi yang menyediakan

mikro nutrisi penting. Sebagai contoh, studi ‘Golden Rice’ biofortifikasi yang mengandung vitamin A

telah menunjukkan bahwa standar diet harian yang mengandung padi biofortifikasi ini akan cukup

untuk mencegah defisiensi vitamin.

7. Aplikasi teknologi RG untuk ketahanan serangga telah mengawali suatu penurunan dalam

penggunaan insektisida kimia, mengurangi biaya dari beberapa input pertanian serta memperbaiki

kesehatan para pekerja pertanian. Hubungan ini utamanya penting di wilayah seperti negara-negara

Eropa, dimana aplikasi insektisida lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, yang dapat

membahayakan ekosistem secara umum dan kesehatan manusia.

8. Teknologi RG dapat menekan praktek pengolahan tanah mekanis yang berbahaya, memakan energi,

meningkatkan keragaman biologi dan melindungi lingkungan, sebagian dengan mengurangi pelepasan

CO2, gas rumah kaca antropogenik yang paling penting, kedalam lingkungan.

9. Prediksi dampak perubahan iklim memperkuat kebutuhan pemanfaatan rekayasa genetika dibarengi

dengan teknik-teknik pemuliaan lainnya secara layak dan sadar, sehingga sifat-sifat seperti toleransi

kekeringan dan banjir dapat dimasukkan kedalam tanaman pangan utama di semua wilayah

secepatnya.

10. Teknologi RG telah meningkatkan hasil tanaman para petani miskin dan ada bukti peningkatan

pendapatan dan kesempatan kerja sehingga tidak akan terjadi sebaliknya.

11. Mahalnya pengawasan regulasi teknologi RG harus dapat dipertahankan secara ilmiah dan berbasis

risiko. Hal ini berarti bahwa regulasi harus berdasar pada sifat-sifat utama dari varietas tanaman baru

bukan berarti teknologi yang digunakan untuk menghasilkannya.

12. Pengkajian risiko harus mempertimbangkan tidak hanya potensi risiko dari penggunaan suatu jenis

varietas tanaman baru, tapi juga alternatif risiko jika varietas khusus itu tidak tersedia.

13. Upaya sektor publik penting saat ini sedang berlangsung demi menghasilkan varietas atau galur

unggul rekayasa singkong, ubi jalar, padi, jagung, pisang, sorghum dan tanaman tropis utama lainnya

yang akan bermanfaat langsung bagi orang miskin. Usaha-usaha ini perlu benar-benar didorong.

14. Besarnya tantangan yang dihadapi dunia miskin dan kekurangan nutrisi harus ditangani sebagai hal

yang mendesak. Defisiensi nutrisi tiap tahun menyebabkan penyakit dan kematian yang dapat

dicegah. Tingginya harga pangan saat ini diseluruh dunia telah mengungkap kerentanan orang miskin

terhadap persaingan untuk mendapatkan sumberdaya. Dalam konteks ini, manfaat yang dihasilkan

hilang selamanya.

15. Dengan penemuan ilmiah ini, ada sebuah desakan moral untuk memanfaatkan teknologi RG yang

tersedia pada skala yang lebih luas bagi populasi miskin dan rentan yang menginginkannya dan

mengenai hal itu akan memungkinkan mereka meningkatkan standar hidupnya, memperbaiki

kesehatannya serta melindungi lingkungannya

Page 5: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Secara umum, aplikasi teknologi RG telah menunjukkan arti pentingnya bagi perbaikan produktivitas

pertanian diseluruh dunia, tapi itu hanya satu bagian dari apa yang harus menjadi strategi multifaset.

Seperti yang telah diamati oleh Bapa Suci Benedict XVI: ‘akan sangat bermanfaat untuk

mempertimbangkan peluang-peluang baru yang terbuka melalui penggunaan teknik pertanian tradisional

yang tepat dan inovatif, selalu beranggapan bahwa hal-hal ini telah dipertimbangkan, setelah cukup

pengujian, menjadi layak, menghormati lingkungan dan memperhatikan kebutuhan mereka yang paling

kekurangan’. (3) Namun demikian, kami mengakui bahwa tidak semua perkembangan teknologi RG akan

merealisasikan janjinya, sebagaimana yang terjadi dengan teknologi manapun. Kita harus terus

mengevaluasi potensi kontribusi dari semua teknologi yang tepat, yang bersama dengan pemuliaan

tanaman konvensional dan strategi tambahan lainnya harus digunakan untuk memperbaiki ketahanan

pangan dan mengurangi kemiskinan untuk generasi mendatang. (4) Banyak diantaranya yang dapat

digunakan secara sinergis dengan teknologi-teknologi RG. Strategi yang meliputi retensi lapisan tanah atas

(topsoil) lewat tanpa pengolahan dan praktek konservasi lainnya, aplikasi pupuk yang tepat,

perkembangan jenis baru pupuk dan agrokimia yang ramah lingkungan, konservasi air, manajemen hama

terpadu, konservasi keragaman genetika, adopsi jenis baru tanaman dimana perbaikan tanaman yang ada

(terutama ‘orphan crops’ (5) untuk penggunaan lebih luas melalui investasi dan kemitraan publik-swasta.

Faktor lainnya dari kepentingan utama untuk meningkatkan keamanan pangan atau yang khususnya

penting bagi negara-negara miskin meliputi perbaikan dalam infrastruktur (transportasi, suplai listrik dan

fasilitas penyimpanan), pengembangan kemampuan dengan cara memberikan anjuran yang adil dan

berpengetahuan bagi para petani mengenai pemilihan benih melalui penyuluhan lokal, pengembangan

sistem keuangan dan asuransi yang adil serta lisensi kepemilikan teknologi. Namun, kesadaran bahwa

tidak ada solusi tunggal bagi permasalahan kemiskinan dan diskriminasi melawan orang miskin di banyak

wilayah tidak harus mencegah kita memanfaatkan varietas tanaman RG dimana mereka dapat

memberikan kontribusi yang tepat bagi keseluruhan solusi.

Debat Publik Lebih Luas

Teknologi RG telah menimbulkan ketertarikan dan debat masyarakat umum di seluruh dunia mengenai

kontribusi sains dalam menangani banyak tantangan di bidang kesehatan dan pangan yang dihadapi

masyarakat dalam abad pertama kedua puluh. Debat menyangkut kekuatan dan potensi peran serta berbagai

penggunaan yang dapat diterapkan diterima, tetapi diskusi tersebut harus didasarkan pada peer-review atau

sebaliknya informasi yang dapat diuji kebenarannya jika sains dan teknologi dengan tepat dievaluasi, diatur

dan disebarkan bagi kepentingan umat manusia. Tidak melakukan apapun bukanlah suatu opsi, begitu juga

dengan sains dan teknologi yang dapat diaktifkan atau dinonaktifkan seperti keran untuk memberikan solusi

bagi permasalahan yang timbul: Kalau ada, tugas sains adalah untuk meramalkan kemungkinan kerusakan agar

terhindar darinya dan mengamankan yang terbaik sebisa mungkin. Dalam konteks ini, ada enam wilayah

tindakan yang membutuhkan perhatian: pemahaman publik akan sains; kedudukan hak kekayaan intelektual,

peranan sektor publik; peranan masyarakat sipil; kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, dan

masyarakat sipil; serta pengawasan regulasi tepat yang dapat dipertimbangkan dan hemat biaya.

Page 6: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Pemahaman Publik Tentang Sains

Peserta dalam pertemuan kita menginginkan perhatian berulang kali untuk kesalahpahaman luas mengenai

teknologi RG yang meliputi baik diskusi publik maupun regulasi administratif. Sebagai contoh, yang sering

diabaikan dalam debat publik adalah bahwa semua bentuk pemuliaan tanaman yang melibatkan modifikasi

genetika dan bahwa beberapa contoh yang disebut pemuliaan ‘konvensional’ – sebagai contoh mutagenesis

yang diinduksi dengan radiasi – memiliki hasil yang secara intrinsik lebih sulit diprediksi dibandingkan aplikasi

teknologi RG.

Seluruh peserta dalam Study Week berkomitmen untuk memainkan bagiannya dalam kontribusi terhadap

dialog dan debat publik sedemikian sehingga akan diberi informasi dan dicerahkan. Merupakan sebuah

kewajiban bagi para ilmuwan agar mendengar, menjelaskan ilmu pengetahuan mereka, dan menyingkap

teknologi, serta membuat kesimpulan yang tersedia secara luas. Kami mendesak pihak yang menentang atau

yang skeptis mengenai penggunaan varietas tanaman RG dan aplikasi genetika modern umumnya untuk

mengevaluasi dengan hati-hati ilmu pengetahuan yang terlibat dan kerugian yang disebabkan dengan

penangguhan teknologi ini dari mereka yang paling membutuhkannya.

Kepentingan umum dapat dilayani hanya jika debat publik diletakkan atas dasar standar tertinggi dari bukti-

bukti ilmiah dan pertukaran opini masyarakat.

Kedudukan Hak Kekayaan Intelektual

Hak kepemilikian memainkan sebuah peranan penting dalam perkembangan teknologi manapun, termasuk

di bidang medis dan bioteknologi pertanian, seperti yang dilakukannya dalam semua aspek masyarakat

modern. Kami sadar bahwa praktek terbaik dari sektor komersial telah memberikan kontribusi penting

terhadap sasaran pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Namun, sejalan dengan pelajaran

sosial Gereja, yang mengindikasikan sebagai sebuah hak utama tujuan universal dari kepentingan dunia bagi

seluruh umat manusia, (6) kami mendesak baik pihak swasta maupun publik agar mengakui bahwa klaim sah

hak milik mereka sebisa mungkin harus sering diarahkan, diatas norma-norma masyarakat sipil yang ada, demi

tujuan universal ini dan tidak mengijinkan pengayaan tidak adil atau eksploitasi masyarakat miskin dan rentan.

Kemitraan publik-swasta berangsur-angsur semakin penting dalam mendorong pengembangan dan

distribusi varietas unggul tanaman yang secara teratur dikonsumsi oleh masyarakat miskin di negara

berkembang. Proyek kemanusiaan ‘Golden Rice’ tersebut memberikan contoh kerjasama semacam itu yang

sangat baik, dimana paten yang dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta memperoleh lisensi dengan

mudah, tanpa biaya, kepada perusahaan publik yang mengembangkan varietas-varietas tersebut yang kini

akan disebarkan dalam lahan-lahan petani demi keuntungan masyarakat yang menjadi bagiannya. Sejumlah

contoh yang serupa sedang dalam pengembangan; kemajuan seperti itu sangat sesuai dengan keyakinan

bahwa semua umat manusia memiliki klaim atas buah-buahan di muka bumi. Ketika sektor swasta

Page 7: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

menunjukkan kesediaan untuk membuat teknologi yang dimilikinya tersedia bagi kepentingan masyarakat

miskin, hal tersebut layak kita beri ucapan selamat, dan kita mendorongnya agar terus berlanjut mengikuti

standar etika tertinggi di bidang ini.

Untuk hal itu, ketika kita mempertimbangkan hubungan antara bisnis dan etika, setiap perusahaan swasta,

dan terutama multinasional, juga seharusnya tidak membatasi diri semata-mata hanya untuk keuntungan

ekonomi. Diatas semuanya itu harus menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan, budaya dan pendidikan. Untuk

alasan ini, Caritas in veritate menyambut baik perkembangan terkini menuju suatu ‘ekonomi sipil’ dan

‘ekonomi persekutuan’, yakni sebuah realitas komposit yang tidak mengecilkan keuntungan namun

memandangnya sebagai suatu alat demi mencapai tujuan sosial dan kemanusiaan. Memang ensiklikal ini

menyatakan bahwa ‘bentuk institusional dari usaha yang sangat plural memunculkan sebuah pasar yang tak

hanya lebih beradab namun juga lebih kompetitif’. (7 ) Cerminan ini utamanya berlaku menyangkut kualitas

dan kuantitas ketersediaan pangan bagi sebuah populasi.

Peranan Sektor Publik

Perkembangan varietas tanaman baru yang memungkinkan Revolusi Hijau di abad keduapuluh sebagian

besar dicapai oleh laboratorium riset sektor publik di sejumlah negara

Meskipun sektor publik tidak lagi memiliki monopoli dalam pengembangannya, tapi peranannya masih sangat

penting dan masih sangat signifikan. Secara khusus, mereka dapat memanfaatkan dana yang telah diperoleh

dari pendanaan nasional dan lembaga donor untuk mempromosikan riset yang relevan dengan kebutuhan

tanaman bagi kelompok masyarakat yang rentan dan miskin. Sektor publik memiliki peran penting dalam

membuat ketersediaan hasil-hasil penelitian secara luas, dan dapat berinovasi dengan cara-cara yang sangat

sulit bagi sektor swasta, di mana pengembangan varietas untuk komersialisasi tanaman merupakan tujuan

utamanya. Jika kerjasama antara sektor publik dan swasta telah terbukti bermanfaat dalam pengembangan

berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kepentingan manusia terutama di bidang kesehatan,

maka bidang pertanian juga harus dikembangkan dan tidak boleh dikecualikan. Sayangnya, kita harus

menyadari bahwa dalam hal perbaikan tanaman dengan pendekatan bioteknologi modern, sebuah regulasi

yang tidak ilmiah dan berlebihan secara bersamaan membumbungkan biaya R&D tanpa adanya peningkatan

keamanan, dan membuat institusi-institusi sektor publik sulit mengaplikasikan karena alasan keuangan.

Peran Masyarakat Sipil

Pemerintah, masyarakat terpelajar, LSM, badan amal, organisasi agama dan masyarakat sipil semua dapat

berperan dalam mempromosikan dialog dan pemahaman publik yang luas mengenai manfaat-manfaat yang

dapat diberikan ilmu pengetahuan, serta bekerja untuk meningkatkan semua aspek kehidupan bagi yang

kurang beruntung.

Mereka harus membantu melindungi orang miskin dari eksploitasi dengan segala tujuannya, mereka juga

Page 8: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa masyarakat tersebut tidak terhindarkan dari akses manfaat

ilmu pengetahuan modern, sehingga dapat mencegah mereka dari kemiskinan, kesehatan yang buruk, dan

rawan pangan.

Kerjasama antara Pemerintah, Organisasi Internasional dan Masyarakat

Sipil

Sebagaimana yang telah diamati sebelumnya, teknologi Rekayasa Genetika (RG) telah membuat kontribusi

yang signifikan dalam perbaikan tanaman dan peningkatan ketahanan pangan. Aplikasi teknologi yang sesuai

dikombinasikan dengan pendekatan molekuler lain pada pemuliaan tanaman menawarkan

potensi lebih besar dalam meningkatkan kontribusi komoditas tanaman pangan utama dan di negara

berkembang sering disebut sebagai tanaman orphan. Penggunaan metode ilmiah yang terpercaya tersebut

dapat dianggap sebagai sebuah Global Public Good.

Karena tingginya biaya riset dan pengembangan pada penggunaan pendekatan baru perbaikan tanaman

tersebut, ditambah dengan biaya-biaya regulasi yang besar dalam membawa sifat-sifat baru ke pasar, maka

teknologi ini kebanyakan hanya diterapkan oleh perusahaan multinasional untuk komoditas tanaman dengan

volume produksi besar dan ditanam di negara maju. Pemuliaan tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat

yang menggunakan pendekatan rekayasa genetika telah dibatasi dengan dua alasan utama:

1. Melibatkan biaya yang sangat tinggi dan kurangnya investasi oleh pemerintah pusat. Hal ini

mengakibatkan kegagalan dalam penerapan pendekatan untuk perbaikan dan adaptasi

pengembangan tanaman lokal, termasuk tanaman penting yang disebut juga tanaman orphan seperti

sorgum, singkong, pisang raja, dll, yang tidak diperdagangkan secara internasional dan tidak

dibenarkan berinvestasi secara komersial oleh perusahaan-perusahaan multinasional;

2. Peraturan yang bersifat berlebihan dan tidak perlu pada teknologi rekayasa genetika, sehingga jika

dibandingkan dengan semua peraturan lain di bidang pertanian, maka peraturan tersebut

membuatnya menjadi terlalu mahal untuk diterapkan pada tanaman 'minor' sehingga tidak dapat

menawarkan kepada pengembang keuntungan yang sepadan dengan investasi dan resikonya. Ini

tentu saja tidak berlaku semata-mata untuk sektor swasta, tapi semua investasi, baik swasta maupun

publik harus dilihat dari kemungkinan untung rugi investasinya. Oleh karena itu, sektor publik maupun

sektor swasta supaya dapat menahan diri dari pegembangan produk-produk yang penggunaannya

terbatas dibandingkan dengan pengembangan tanaman komoditas utama sebagai hasil dari

kebutuhan investasi, masalah regulasi dan ketidakpastian pengiriman.

Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, lembaga bantuan dan

kegiatan amal di daerah ini. Potensi manfaat dari kerjasama tersebut sudah terlihat ketika perusahaan-

perusahaan multinasional telah menunjukkan kesediaannya untuk berunding dengan kemitraan publik swasta

dan menyumbangkan secara gratis sebuah teknologi yang relevan dan bisa dipatenkan untuk digunakan dalam

perbaikan tanaman. Dalam kasus 'Golden Rice', cara ini telah menghasilkan transfer teknologi ke banyak

Page 9: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

negara di Asia. Contoh lain termasuk jagung tahan kekeringan di Afrika, sayuran dan polong-polongan tahan

serangga di India dan Afrika, dan lusinan proyek tambahan di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Mendefinisikan Pendekatan yang Tepat dalam Pengawasan Regulasi

Realisasi manfaat dari setiap teknologi baru memerlukan suatu pendekatan yang tepat dalam regulasi.

Peraturan yang terlalu ketat yang dikembangkan oleh negara-negara kaya dan hanya terfokus secara eksklusif

pada risiko-resiko hipotetis tanaman RG merupakan diskriminasi terhadap negara-negara berkembang dan

miskin, serta terhadap produsen dan pengecer yang lebih kecil dan lebih miskin.

Ini telah menempatkan orang-orang miskin di dunia pada sebuah kerugian yang tidak dapat diterima. Kerugian

ini berasal dari ketidakmampuan menggunakan teknologi produksi yang lebih tepat dan dapat diprediksi dan

bersifat permanen, dalam arti bahwa biaya kesempatan investasi yang hilang, yaitu produk dan hasil penelitian

dan pengembangan (dan manfaat-manfaatnya) tidak dapat dipulihkan lagi.

Evaluasi varietas tanaman baru dan yang ditingkatkan harus didasarkan pada ciri-ciri varietas tanaman dan

bukan pada teknologi yang digunakan dalam menghasilkannya: varietas ini harus dinilai pada kejelasan

karakteristik yang sebenarnya. Ini akan memfasilitasi eksploitasi potensi teknologi untuk kemanfaatan kita

bersama yaitu dengan menghasilkan varietas baru baik tanaman utama maupun tanaman lokal dengan ciri

yang ditingkatkan. Secara empatik, ini bukan soal penggunaan isu kemiskinan sebagai tempat bereksperimen,

tetapi untuk memastikan bahwa masyarakat miskin memiliki akses terhadap teknologi yang telah terbukti

aman, diterima secara luas dan bermanfaat di sebagian besar dunia maju dan berkembang. Kita tidak mungkin

menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih beresiko (dan akibat risiko dari makanan dan

pertanian) dari apa yang kita lihat sebagai hal yang bisa diterima dalam sisa kehidupan kita sehari-hari.

Bahaya hipotetis yang berkaitan dengan tanaman rekayasa genetika ini tidak berbeda dari yang berkaitan

dengan contoh-contoh penerapan teknologi genetika pada organisme lain (misalnya, yang digunakan dalam

bioteknologi medis atau bioteknologi enzim yang disempurnakan yang digunakan dalam pengolahan keju atau

bir). Resiko jangka pendek yang timbul dari kehadiran produk-produk beracun atau yang menyebabkan alergi

dapat dipelajari dan dikecualikan dari varietas tanaman baru, sebuah prosedur pencegahan yang lebih baik

dari yang biasa terdapat pada varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia konvensional.

Sebagai konsekuensi evolusioner jangka panjang, maka evolusi molekular di alam terjadi pada skala rendah

yang disebabkan oleh variasi genetik yang muncul secara spontan, hal ini jelas menunjukkan bahwa rekayasa

modifikasi genetik kedalam suatu genom hanya dapat mengikuti dan mempelajari strategi evolusi biologis

alami yang sangat baik. Modifikasi yang layak hanya dimungkinkan dalam langkah-langkah kecil. Hal ini dapat

dipahami dengan perumpamaan bahwa genom tanaman itu seperti kamus besar dari beberapa ratus buku,

sedangkan modifikasi genetik menggunakan teknik-teknik genetik modern yang hanya mempengaruhi satu

atau beberapa gen dari sekitar 26.000 gen dalam genom tanaman rata-rata.

Page 10: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Oleh karena itu, kemungkinan risiko evolusioner dari peristiwa rekayasa genetika tidak mungkin lebih besar

daripada resiko pada proses alami evolusi biologis atau penerapan kimia mutagenesis, baik yang bertanggung

jawab terhadap perubahan tingkat karakteristik genetik secara luas maupun sempit. Catatan statistik

menunjukkan bahwa efek yang tidak diinginkan seperti perubahan genetik adalah sangat langka, dan dalam

kasus pemuliaan konvensional, hal ini terseleksi secara berdampingan.

Didasarkan pada perkembangan pemahaman ilmiah sejak adopsi Protokol Cartagena mengenai Keamanan

Hayati tahun 2000, maka sekarang saatnya untuk menilai kembali sebuah protokol yang didasarkan pada

pemahaman kebutuhan peraturan dan manfaat yang berbasis ilmu pengetahuan.

Agama, Alasan Ilmiah dan Etika

Bagi orang beriman, titik permulaan visi bagi orang Kristen adalah menjunjung asal mula keilahian manusia,

karena diatas semua itu ada ruh, yang menjelaskan bahwa Tuhan memberikan hak asasi manusia untuk

mengatur seluruh makhluk hidup di bumi melalui pekerjaan di mana mereka mendedikasikan kekuatan tubuh

mereka dibimbing oleh cahaya ruh. Dengan cara ini manusia menjadi pelayan Allah dengan mengembangkan

dan memodifikasi alam dengan mengaplikasikan teknologi pangan yang lebih baik. (8)

Jadi, bagaimanapun membatasi tindakan manusia itu bisa dalam kosmos yang tak terbatas, sehingga mereka

tetap berpartisipasi dalam kuasa Allah dan mampu membangun dunia mereka, ini untuk mengatakan bahwa

suatu lingkungan cocok bagi kehidupan jasmani dan rohani, penghidupan dan kesejahteraan mereka. Dengan

demikian, bentuk-bentuk manusia baru dari intervensi di alam raya tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang

bertentangan dengan hukum alam dimana Allah telah memberikan Penciptaan.

Memang, seperti Paulus VI katakan di Akademi Ilmu Kepausan pada tahun 1975, (9) di satu pihak, para

ilmuwan harus jujur mempertimbangkan pertanyaan tentang masa depan umat manusia duniawi dan, sebagai

orang yang bertanggung jawab, membantu untuk mempersiapkan itu, mempertahankannya demi

penghidupan dan kesejahteraan, dan menghilangkan risiko. Oleh karena itu, kita harus menyatakan solidaritas

terhadap generasi sekarang dan generasi masa depan sebagai bentuk cinta dan amal Kristen. Di sisi lain, para

ilmuwan juga harus dijiwai oleh keyakinan bahwa alam mempunyai sumber penghidupan rahasia yang mana

kecerdasan manusia memungkinkan untuk menemukan dan memanfaatkannya dalam rangka mencapai suatu

tingkat perkembangan yang ada di dalam rencana Sang Pencipta.

Dengan demikian, intervensi ilmiah harus dilihat sebagai perkembangan fisik atau kodrat tanaman/hewan

untuk kepentingan hidup manusia, dengan kata lain bahwa "banyak hal yang telah ditambahkan di atas hukum

alam baik oleh hukum Tuhan dan hukum manusia yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,” (10).

Page 11: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Rekomendasi

1. Peningkatan penyediaan informasi yang dapat dipercaya kepada para regulator, para petani dan

produsen di seluruh dunia sehingga mereka akan mampu membuat keputusan yang didasarkan

pada informasi up to date (terbaru) dan berdasarkan pengetahuan yang menyangkut semua

aspek manajemen pertanian untuk produktifitas dan keberlanjutan.

2. Standarisasi - dan rasionalisasi - prinsip-prinsip yang terlibat dalam evaluasi dan persetujuan

varietas tanaman baru (baik yang dihasilkan secara konvensional, pemuliaan dengan bantuan

penanda (marker), atau teknologi RE/Rekayasa Genetika) secara universal sehingga bersifat

ilmiah, berbasis risiko, dapat diprediksi dan transparan. Sangat penting bahwa ruang lingkup dari

apa yang menjadi subyek dalam peninjauan kasus demi kasus adalah sama pentingnya dengan

tinjauan yang sebenarnya, tetapi juga harus ilmiah dan berbasis risiko.

3. Mengevaluasi kembali penerapan prinsip kehati-hatian untuk pertanian, pembingkaian kembali

secara praktis dan ilmiah dan membuat persyaratan peraturan dan prosedur yang sebanding

dengan risiko, serta mempertimbangkan risiko yang berkaitan dengan kurangnya tindakan. Ini

harus diingat bahwa kehati-hatian (phronesis atau prudentia) adalah kebijaksanaan praktis yang

harus dijadikan sebagai dasar tindakan. (11) Meskipun kebijaksanaan praktis atau pencegahan

kebutuhan kehati-hatian ini dalam rangka untuk memiliki sebuah pemahaman yang baik guna

menghindari kejahatan, namun sebenarnya komponen utama kehati-hatian bukanlah

pencegahan, tetapi prediksi. Ini berarti bahwa fitur utama kehati-hatian bukan menahan diri dari

tindakan dalam rangka menghindari kerugian tetapi menggunakan prediksi ilmiah sebagai dasar

untuk bertindak. (12) Jadi, Paus Benedict XVI, dalam kesempatan pidatonya pada rapat pleno

Akademi Ilmu Kepausan tahun 2006 tentang 'Keterprediksian dalam Ilmu', menekankan bahwa

kemungkinan membuat prediksi adalah salah satu alasan utama untuk mendapatkan

kehormatan bahwa ilmu pengetahuan disukai oleh masyarakat kontemporer dan bahwa

penciptaan metode ilmiah telah memberikan kemampuan ilmu pengetahuan untuk meramalkan

fenomena dan mempelajari perkembangannya, dan dengan demikian penjagaan habitat manusia

akan tetap terkendali. “Memang kita bisa mengatakan”, Paus Benediktus menegaskan, "bahwa

kegiatan memprediksi, mengendalikan dan mengatur alam, yang menjadikan ilmu pengetahuan

hari ini lebih praktis daripada di masa lalu, dan itu semua merupakan bagian dari rencana Sang

Pencipta ', (13).

4. Mengevaluasi Protokol Cartagena, yaitu sebuah perjanjian internasional yang mengatur

perdagangan internasional mengenai varietas tanaman Rekayasa Genetika, dimana protokol ini

dikembangkan pada saat ilmu tanaman Rekayasa Genetika belum banyak diketahui, yang

bertujuan untuk memastikan bahwa hal ini sejalan dengan pemahaman ilmiah saat ini.

5. Teknik-teknik Rekayasa Genetika yang bersifat bebas, paling modern, tepat dan dapat diramalkan

untuk perbaikan genetik, sifat berlebihan, peraturan yang tidak ilmiah, dan mengijinkan aplikasi

Page 12: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

mereka untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas nutrisi tanaman (dan juga produksi vaksin

dan obat-obatan lainnya) di seluruh dunia.

6. Mempromosikan potensi teknologi untuk membantu petani kecil melalui pendanaan penelitian

yang memadai, peningkatan kapasitas dan pelatihan melalui kebijakan publik yang tepat.

7. Mendorong adopsi secara luas praktek pertanian yang produktif dan berkelanjutan dan

pelayanan penyuluhan yang terutama penting untuk meningkatkan kehidupan orang miskin dan

yang membutuhkan di seluruh dunia.

8. Dalam rangka untuk memastikan bahwa kesesuaian Rekayasa Genetika dan pemuliaan dengan

bantuan penanda itu digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman yang relevan dalam

kondisi rawan pangan, negara-negara miskin, di mana teknologi ini dapat diharapkan memiliki

dampak yang penting untuk meningkatkan ketahanan pangan,maka kami mendesak kepada

pemerintah, badan bantuan internasional dan amal meningkatkan pendanaan di daerah ini.

Mengingat urgensinya,organisasi internasional seperti FAO, CGIAR, UNDP atau UNESCO memiliki

tanggung jawab moral untuk menjamin keamanan pangan saat ini dan masa depan terhadap

populasi dunia. Mereka harus menggunakan semua usaha mereka untuk menengahi

pembentukan hubungan kerjasama publik-swasta untuk memastikan eksploitasi bebas biaya dari

teknologi ini untuk kepentingan bersama di negara berkembang di mana mereka akan

mempunyai dampak paling besar (14).

Latar Belakang

Penelitian PAS Study Week dari tanggal 15-19 Mei 2009 ini diselenggarakan atas nama Akademi ilmu

Kepausan, oleh anggota akademi Profesor Ingo Potrykus, dengan dukungan dari anggota akademi Profesor

Werner Arber, dan Profesor Peter Raven. Penyelenggara tahu bahwa sejak tahun 2000, ketika awal-Dokumen

Kajian diterbitkan oleh Akademi yang sama tentang '"Modifikasi Genetik Tanaman Pangan" untuk Memerangi

Kelaparan di Dunia', banyak bukti dan pengalaman telah terkumpul mengenai tanaman rekayasa genetika.

Tujuan dari Study Week adalah untuk mengevaluasi manfaat dan resiko rekayasa genetika dan praktek-praktek

pertanian lainnya berdasarkan pengetahuan ilmiah saat ini dan potensinya untuk diterapkan guna

meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan manusia di seluruh dunia dalam konteks pembangunan

berkelanjutan. Para peserta juga menyadari ajaran sosial Gereja tentang bioteknologi dan menerima perintah

moral untuk berfokus pada aplikasi Rekayasa Genetika yang bertanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip

keadilan sosial.

Page 13: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Partisipasi hanya dengan undangan dan peserta dipilih berdasarkan kompetensi ilmiah mereka di bidang

keahlian masing-masing dan keterlibatan mereka untuk keketatan ilmiah dan keadilan sosial. Penyelenggara

harus membuat seleksi peserta, dan pilihan mereka didasarkan pada kebutuhan untuk mensukseskan tujuan

utama pertemuan, dengan meninjau pengalamannya sampai saat ini. Walaupun ada perbedaan pendapat,

sudut pandang dan penekanan di antara para peserta, semua sepakat pada prinsip-prinsip luas yang

terkandung dalam pernyataan ini.

Para peserta Study Week dan kompetensi keilmuan mereka di urutkan

dibawah ini sesuai dengan abjad

Anggota dari Akademi Ilmu Keuskupan:

Prof. em. Werner Arber • Switzerland, University of Basel: Microbiology, Evolution.

Prof. Nicola Cabibbo † • Rome, President Pontifical Academy of Sciences: Physics.

H.Em. Georges Cardinal Cottier, Vatican City: Theology.

Prof. em. Ingo Potrykus • Switzerland, Swiss Federal Institute of Technology: Plant Biology, Agricultural

Biotechnology.

Prof. em. Peter H. Raven • USA, President Missouri Botanical Garden: Botany, Ecology.

H.Em. Msgr. Marcelo Sánchez Sorondo • Vatican, Chancellor Pontifical Academy of Sciences: Philosophy.

Prof. Rafael Vicuña • Chile, Pontifical Catholic University of Chile: Microbiology, Molecular Genetics.

Ilmuwan dari Luar:

Prof. em. Klaus Ammann • Switzerland, University of Berne, Botany, Vegetation Ecology.

Prof. Kym Anderson • Australia, The University of Adelaide, CEPR and World Bank: Agricultural Development

Economics, International Economics.

Dr. iur. Andrew Apel • USA, Raymond, Editor in Chief of GMObelus: Law.

Prof. Roger Beachy • USA, Donald Danforth Plant Science Center, now now NIVA, National Institute of Food

and Agriculture, Washington DC.: Plant Pathology, Agricultural Biotechnology.

Prof. Peter Beyer • Germany, Albert-Ludwig University, Freiburg: Biochemistry, Metabolic Pathways.

Page 14: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Prof. Joachim von Braun • USA, Director General, International Food Policy Research Institute, now now

University of Bonn, Center for Development Research (ZEF),: Agricultural and Development Economics.

Prof. Dr. Moisés Burachik • Argentina, General Coordinator of the Biotechnology Department: Agricultural

Biotechnology, Biosafety.

Prof. Bruce Chassy • USA, University of Illinois at Urbana-Champaign: Biochemistry, Food Safety.

Prof. Nina Fedoroff • USA, The Pennsylvania State University: Molecular Biology, Biotechnology.

Prof. Dick Flavell • USA, CERES, Inc.: Agricultural Biotechnology, Genetics.

Prof. em. Jonathan Gressel • Israel, Weizmann Institute of Science: Plant Protection, Biosafety.

Prof. Ronald J. Herring • USA, Cornell University: Political Economy.

Prof. Drew Kershen • USA, University of Oklahoma: Agricultural Law, Biotechnological Law.

Prof. Anatole Krattiger • USA, Cornell University and Arizona State University, now Director, Global Challenges

Division, WIPO, Geneva, Switzerland: Intellectual Property Management.

Prof. em. Christopher Leaver • UK, University of Oxford: Plant Sciences, Plant Molecular Biology.

Prof. Stephen P. Long • USA, Energy Science Institute: Plant Biology, Crop Science, Ecology.

Prof. Cathie Martin • UK, John Innes Centre, Norwich: Plant Sciences, Cellular Regulation.

Prof. Marshall Martin • USA, Purdue University: Agricultural Economics, Technology Assessment.

Prof. Henry Miller • USA, Hoover Institution, Stanford University: Biosafety, Regulation.

Prof.em. Marc Baron van Montagu • Belgium, President European Federation of Biotechnology: Microbiology,

Agricultural Biotechnology.

Prof. Piero Morandini • Italy, University of Milan: Molecular Biology, Agricultural Biotechnology.

Prof. Martina Newell-McGloughlin • USA, University of California, Davis: Agricultural Biotechnology.

H.Em. Msgr. George Nkuo • Cameroon, Bishop of Kumbo: Theology.

Prof. Rob Paarlberg • USA, Wellesley College: Political Science.

Prof. Wayne Parrott • USA, University of Georgia: Agronomy, Agricultural Biotechnology.

Prof. Channapatna S. Prakash • USA, Tuskegee University: Genetics, Agricultural Biotechnology.

Prof. Matin Qaim • Germany, Georg-August University of Göttingen: Agricultural Economics, Development

Economics.

Page 15: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

Dr. Raghavendra Rao • India, Department of Biotechnology, Ministry of Science and Technology: Agriculture,

Plant Pathology.

Prof. Konstantin Skryabin • Russia, ‘Bioengineering’ Centre Russian Academy of Sciences: Molecular Biology,

Agricultural Biotechnology.

Prof. Monkumbu Sambasivan Swaminathan • India, Chairman, M.S. Swaminathan Research Foundation:

Agriculture, Sustainable Development.

Prof. Chiara Tonelli • Italy, University of Milan: Genetics, Cellular Regulation.

Prof. Albert Weale • UK, Nuffield Council on Bioethics and University of Essex, now University College of

London, Dept. of Political Sciences: Social & Political Sciences.

Prof. Robert Zeigler – Philippines, Director General International Rice Research Institute: Agronomy, Plant

Pathology.

Notes

1. Cf. John Paul II, Encyclical Letter Laborem exercens, 5: loc. cit., 586-589.

2. Caritas in veritate, § 69

3. Caritas in veritate, § 27.

4. ‘Ini adalah prinsip yang harus diingat dalam produksi pertanian itu sendiri, setiap kali ada pertanyaan

tentang kemajuannya melalui aplikasi bioteknologi, yang tidak dapat dievaluasi semata-mata atas dasar

kepentingan ekonomi langsung. Mereka harus diajukan terlebih dahulu untuk pemeriksaan ilmiah dan

etika yang ketat, guna mencegahnya menjadi bencana bagi kesehatan manusia dan masa depan bumi’

(John Paul II, menyampaikan pada Perayaan Agricultural World, 11 November 2000).

5. Orphan crops, yang juga disebut sebagai tanaman yang diabaikan atau hilang, adalah tanaman dengan

nilai ekonomi tinggi di negara-negara berkembang. Tanaman-tanaman ini meliputi tanaman sereal

(seperti millet dan tef), legum (cow pea, grass pea dan bambara Groundnut/kacang bogor), dan

tanaman berakar (singkong dan ubi jalar). Meskipun orphan crops penting bagi kehidupan jutaan petani

dengan sumberdaya miskin, riset mengenai tanaman ini tertinggal dibanding tanaman utama. Demi

mendorong produktivitas tanaman dan mencapai swasembada pangan di negara berkembang, riset

mengenai orphan crops perlu mendapat perhatian lebih.

6. Centesimus annus, § 6.

7. Caritas in veritate, § 46.

8. Tuhan telah berdaulat terhadap kuasa atas segala sesuatu: dan Dia, sesuai dengan pemeliharaan-Nya,

menggariskan hal-hal tertentu untuk kelangsungan tubuh manusia. Untuk alasan ini manusia memiliki

kuasa atas hal-hal yang alami, berkenaan kekuatan untuk memanfaatkannya. (Thomas Aquinas, Summa

Theologica, II-II, q. 66, a. 1 ad 1

9. Cf. Paul VI, Disampaikan dalam Sidang Pleno Akademi Ilmu Keuskupan pada tanggal 19 April 1975,

Papal Addresses, Vatican City 2003, p. 209.

10. St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, I-II, 94, a.5. Cf. loc. cit. ad 3.

Page 16: Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks

11. Kebijaksanaan (phronesis) adalah pencapaian kualitas kebenaran rasional, peduli dengan tindakan yang

berkaitan dengan hal-hal baik bagi manusia’ (Aristotle, Eth. Nic., VI, 5,1140 b 20, Eng. tr. J. Bywater). Cf.

also the rest of the chapter.

12. Prediksi adalah prinsip kehati-hatian.. Oleh karena itu, nama prudence (kehati-hatian) diambil dari

prediksi (takdir) sebagai bagian yang sangat prinsip’ (St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, II-II, q.

49, a. 6 ad 1).

13. Diambil dari Bapa Suci Benedict XVI pada sidang paripurna Akademi Ilmu Kepausan. Tersedia online di

http://www.vatican.va/holy-

father/benedict_xvi/speeches/2006/november/documents/hf_benxvi_spec_20061106_academy-

sciences_en.html

14. Cf. P. Dasgupta, ‘Sains sebagai sebuah Institusi: Menetapkan Prioritas dalam Kontek Sosial-Ekonomi

Baru’ pada Konferensi Ilmu Pengetahuan Dunia: Sains untuk Abad Dua Puluh Satu, Sebuah Komitmen

Baru (UNESCO, Paris, 2000).

Translators: Facilitation through Clive James from the ISAAA, translation organized with Clement Dionglay

Project Assistant Global Knowledge Center on Crop Biotechnology ISAAA SEAsiaCenter