tantangan kurikulum dan pembelajaran di abad 21
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa,
yang senantiasa memberikan hidayahnya kepada seluruh umat-Nya untuk tetap
berada dijalan-Nya . Dan atas berkah-Nya pulalah akhirnya penulisan makalah
yang berjudul “Tantangan Kurikulum dan Pembelajaran Abad 21” dapat
terselesaikan sebagaimana yang penulis harapkan.
Tak lupa pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terimakasih kepada
pihak - pihak yang telah membantu penulis dalam makalah ini, masukan yang
berupa ide - ide ataupun kritik dan saran dalam penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Dosen pembimbing Dr. Elly Susanti,S.Pd,M.Pd sebagai pembimbing yang telah
banyak membimbing dan memberi arahan kepada penulis kearah yang baik dalam
menulis.
2. Teman-teman yang telah meberikan ide-ide positif, semangat serta membantu
menyelesaikan makalah ini
3. Serta pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu–persatu dalam kata
pengantar ini.
Penulis sangat berharap penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
baik bagi penulis maupun pembaca yang membaca tulisan ini . Semoga tulisan ini
diridhai oleh Allah SWT .Penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan dan hanya Allah SWT yang Maha Sempurna . Jadi penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif agar dalam penulisan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya .
Palembang, 7 September 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
Table of ContentsKATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 Pendidikan Kecakapan Hidup............................................................................................3
2.1.1 Pengertian Kecakapan Hidup......................................................................................3
2.1.2 Macam-Macam Kecakapan Hidup..............................................................................3
2.1.4 Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup.......................................................................7
2.1.5 Tantagan Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup.................................................7
2.2 Kemapuan Melek Informasi...............................................................................................8
2.2.1 Pengertian Kemampuan Melek Informasi...................................................................8
2.2.2 Tantangan/Hambatan pada Kemampuan Melek Informasi..........................................9
2.3 Pendekatan Berbasis Student Center Learning...................................................................9
2.3.1 Pengertian Student Center Learning............................................................................9
2.3.2 Model-Model Pembelajaran Student Center Learning..............................................10
2.3.3 Tantatangan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Student Center Leraning.................14
2.4 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi..............................................................................14
BAB III PENUTUP.......................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................19
3.2 Saran................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20
ii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup
manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21
kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali
dibidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan peserta didik
dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad 21 ini. Sejumlah tantangan dan
peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di
era informasi ini.
Salah satu contoh kemajuan pada abad 21 ini yang memiliki pengaruh terhadap
proses pembelajaran ialah peserta didik diberi kesempatan dan dituntut untuk mampu
mengembangkan kecakapannya dalam melek informasi danpendidikan kecakapan
hidupnya sehingga peserta didik memiliki kemampuan dalam melek informasi yang
bertujuan untuk mengembangkan pola berpikir tingkat tinggi siswa.
Selain itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran
dimana kurikulum yang dikembangkan saat ini menuntut sekolah untuk merubah
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning)
menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered
learning).
Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan dimana peserta didik harus
memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya
adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis, kolaborasi,
dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik
apabila pendidik mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-
kegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan
masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi
harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.
1
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dikemukakan permasalahan yaitu:
1. Apa saja tantangan kurikulum dan pembelajaran di abad 21?
2. Apa itu pendidikan kecakapan hidup?
3. Apa itu keterampilan melek informasi?
4. Bagaimanakah pendekatan yang berbasis student center learning?
5. Bagaimanakah kemampuan berpikir yang mengarah kepada kemampuan berpikir
tingkat tinggi?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, makalah ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui tantangan kurikulum dan pembelajaran di abad 21.
2. Mengetahuimengenai pendidikan kecakapan hidup.
3. Mengetahuiketerampilan melek informasi.
4. Mengetahui pendekatan yang berbasis student center learning.
5. Mengetahui kemampuan berpikir yang mengarah kepada kemampuan berpikir tingkat
tinggi.
1.4. Manfaat Penelitian1. Menambah wawasan tantangan kurikulum dan pembelajaran di abad 21.
2. Meningkatkan rasa ingin tahu bagaimana tantangan kurikulum dan pembelajaran di
abad 21.
3. Sebagai referensi bagi penulis lain dalam membahas hal yang sama dan
mengembangkannya.
.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Kecakapan Hidup
2.1.1 Pengertian Kecakapan Hidup
Menurut Depdiknas (2003), kecakapan hidup (life skill) merupakan
kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem
hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara
proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu
mengatasinya. Adapun pengertian lainnya yaitu “kecakapan hidup merupakan
kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menjalani hidup dan kehidupannya
dalam statusnya sebagai mahkluk individu dalam konteks alam sekitar”
(Rudiyanto, 2003). Menurut Satori (2002), kecakapan hidup tidak semata-
mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus
memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti
membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah,
mengelola sumber-sumber daya, bekerja dalam tim atau kelompok, terus
belajar di tempat bekerja, mempergunakan teknologi dan lain sebagainya.
2.1.2 Macam-Macam Kecakapan Hidup
Departemen Pendidikan Nasional (2003) membagi kecakapan hidup
(life skill) menjadi dua macam yaitu :
1. Kecakapan Hidup Generik (General life skill, GLS)
Kecakapan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah
kecakapan untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan.Kecakapan
hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut dan
bersifat transferable, sehingga memungkinkan untuk mempelajari kecakapan
hidup lainnya. Kecakapan hidup generik terdiri dari :
a. Kecakapan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari:
1) Kecakapan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill)
Kecakapan mengenal diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan,
kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kecakapan
mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk
Tuhan, makhluk sosial, bagian dari lingkungan, serta menyadari dan
3
mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus meningkatkan
diri agar bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.Walaupun mengenal
diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk
mewujudkannya dalam perilaku keseharian. Mengenal diri akan mendorong
seseorang untuk beribadah sesuai agamanya, berlaku jujur, bekerja keras,
disiplin, terpercaya, toleran terhadap sesama, suka menolong serta memelihara
lingkungan.
2) Kecakapan Berpikir (Thinking Skill)
Kecakapan berpikir merupakan kecakapan menggunakan pikiran atau
rasio secara optimal. Kecakapan berpikir meliputi :
a) Kecakapan Menggali dan Menemukan Informasi (Information Searching)
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan keterampilan
dasar seperti membaca, menghitung, dan melakukan observasi.
b) Kecakapan Mengolah Informasi (Information Processing)
Informasi yang telah dikumpulkan harus diolah agar lebih
bermakna.Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut
menjadi suatu kesimpulan.Untuk memiliki kecakapan mengolah informasi
ini diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu,
membuat analogi sampai membuat analisis sesuai informasi yang diperoleh.
c) Kecakapan Mengambil Keputusan (Decision Making)
Setelah informasi diolah menjadi suatu kesimpulan, tahap berikutnya adalah
pengambilan keputusan.Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu
dituntut untuk membuat keputusan betapun kecilnya keputusan
tersebut.Karena itu siswa perlu belajar mengambil keputusan dan
menangani resiko dari pengambilan keputusan tersebut.
d) Kecakapan Memecahkan Masalsah (Creative Problem Solving Skill)
Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan
telah diolah.Siswa perlu belajar memecahkan masalah sesuai dengan tingkat
berpikirnya sejak dini.Selanjutnya untuk memecahkan masalah ini dituntut
kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir
sistem dan sebagainya.Karena itu pola-pola berpikir tersebut perlu
dikembangkan di sekolah, dan selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk
pemecahan masalah.
4
b. Kecakapan Sosial (Social Skill)
Kecakapan sosial disebut juga kecakapan antar-personal (inter-
personal skill), yang terdiri atas :
1) Kecakapan Berkomunikasi
Yang dimaksud berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi
komunikasi dengan empati. Menurut Depdiknas (2002) : empati, sikap
penuh pengertian,dan seni komunikasi dua arah perlu dikembangkan dalam
keterampilan berkomunikasi agar isi pesannya sampai dan disertai kesan
baik yang dapat menumbuhkan hubungan harmonis. Berkomunikasi dapat
melalui lisan atau tulisan.Untuk komunikasi lisan, kemampuan
mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu
dikembangkan.Berkomunikasi lisan dengan empati berarti kecakapan
memilih kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan
bicara.Kecakapan ini sangat penting dan perlu ditumbuhkan dalam
pendidikan.Berkomunikasi melalui tulisan juga merupakan hal yang sangat
penting dan sudah menjadi kebutuhan hidup. Kecakapan menuangkan
gagasan melalui tulisan yang mudah dipahami orang lain,merupakan salah
satu contoh dari kecakapan berkomunikasi tulisan
2) Kecakapan Bekerjasama(Collaboration Skill)
Sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari manusia akan
selalu memerlukan dan be
kerjasama dengan manusia lain. Kecakapan bekerjasama bukan sekedar
“bekerja bersama” tetapi kerjasama yang disertai dengan saling pengertian,
saling menghargai, dan saling membantu.Kecakapan ini dapat
dikembangkan dalam semua mata pelajaran, misalnya mengerjakan tugas
kelompok, karyawisata, maupun bentuk kegiatan lainnya.
5
2. Kecakapan Hidup Spesifik(Specific life skill, SLS)
Kecakapan hidup spesifik terkait dengan bidang pekerjaan
(occupational) atau bidang kejuruan (vocational) tertentu.Jadi kecakapan
hidup spesifik diperlukan seseorang untuk menghadapi masalah bidang
tertentu. Kecakapan hidup spesifik ini meliputi :
a. Kecakapan Akademik (Academic Skill)
Kecakapan akademik disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan
berpikir ilmiah dan merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir.
Kecakapan akademik sudah mengarah ke kegiatan yang bersifat akademik
atau keilmuan. Kecakapan ini penting bagi orang yang menekuni bidang
pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu
kecakapan ini harus mendapatkan penekanan
mulai jenjang SMA dan terlebih pada program akademik di universitas.
Kecakapan akademik ini meliputi antara lain kecakapan:
mengidentifikasi variabel,
menjelaskan hubungan variabel-variabel
merumuskan hipotesis
merancang dan melakukan percobaa
b. Kecakapan Vokasional/ Kejuruan (Vocational Skill)
Kecakapan vokasional disebut juga kecakapan kejuruan, yaitu kecakapan
yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
masyarakat. Kecakapan ini lebih cocok untuk siswa yang akan menekuni
pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor. Jadi
kecakapan ini lebih cocok bagi siswa SMK, kursus keterampilan atau
program diploma.
Kecakapan vokasional meliputi :
1) Kecakapan Vocasional Dasar (Basic Vocational Skill)
Yang termasuk kecakapan vokasional dasar antara lain:
kecakapan melakukan gerak dasar, menggunakan alat sederhana, atau
kecakapan membaca gambar.
2) Kecakapan Vocational Khusus (Occupational Skill)
Kecakapan ini memiliki prinsip dasar menghasilkan barang atau
jasa.Sebagai contoh, kecakapan memperbaiki mobil bagi yang menekuni
6
bidang otomotif dan meracik bumbu bagi yang menekuni bidang tata
boga.
2.1.3 Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup
Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan
pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi
peserta didik untuk menghadapi perannya di masa datang. Secara khusus
pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk:
1. mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi;
2. merancang pendidikan agar fungsional bagi kehidupan peserta didik
dalam menghadapi kehidupannya di masa datang;
3. memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis
luas, dan;
4. mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan
memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat,
sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah .
2.1.4 Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup
bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan
problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga
masyarakat, maupun sebagai warga negara. Jika hal itu dapat dicapai, maka
faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat
diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara
bertahap.
2.1.5 Tantagan Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup
Dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup, kita dihadapkan pada
beberapa tantangan dan hambatan yaitu:
1. Kurangnya perhatian guru pada siswa . Guru yang hanya menjelaskan
materi lalu memberi tugas tanpa memperhatikan kondisi fisik dan mental
siswa dalam mengikuti pelajaran tentunya tidak akan mengetahui yang
7
dimiliki siswa, sehingga guru itu tidak bisa memastikan bagaimana
kemampuan/kecakapan hidup yang dimiliki siswa. Hal ini akan
berdampak buruk bagi siswa karena ia akan semakin larut dalam
ketidaktahuannya, sehingga ia akan sulit menemukan pemecahan masalah
yang berkaitan dengan materi yang diajarkan guru.
2. Penggunaan media sosial yang berlebih. Penggunaan media sosial
memang sanagt menguntungkan terutama dari segi komunikasi dan
berbagi informasi akan tetapi penggunaannya yang berlebihan justru akan
membuat siswa malas berinteraksi langsung dengan dunia nyata dan
akibatnya siswa tidak terlalu pandai dan akan merasa kaku berkomunikasi
secara langsung pada masyarakat di sekitarnya.
3. Perasaan yang tertekan. Perasaan siswa yang tertekan misalnya
mengalami masalah keluarga di rumahnya, sering menjadi hinaan oleh
teman-temannya, ataupun rasa takut yang berlebih pada guru dan orang
tuanya cenderung akan menurunkan rasa percaya diri bagi siswa dan
akibatnya akan sulit mengembangkan kecakapan hidup pada siswa itu.
4. Kurangnya fasilitas dan dana. Untuk mengembangkan kecakapan hidup
bagi siswa, kegiatan ekstrakulikuler akan membuat mereka terjun
langsung dalam menghadapi suatu permasalahan. Namun, sering kali
sekolah tidak bisa memberikan fasilitas untuk mengembangkan kegiatan
ekstrakulikuler tersebut karena kurangnya dana yang dimiliki.
2.2 Kemapuan Melek Informasi
2.2.1 Pengertian Kemampuan Melek Informasi
Kemampuan melek informasi adalah kemampuan mengidentifikasi dan
memanfaatkan informasi secara benar.
Di era sekarang ini bukan hanya orang dewasa yang melek informasi,
anak usia sekolah pun mulai melek informasi. Sumber informasi yang
digunakan bisa didapat darimana saja.Salah satu sumber informasi diperoleh
dari perpustakaan.Saat ini sudah banyak perpustakaan yang menyediakan
sarana informasi yang tidak hanya berupa buku tetapi juga melalui internet.
Dari internet mereka dapat mengakses informasi yang merupakan alternatif
sarana pendukung literasi informasi. Akan tetapi orang yang datang ke
perpustakaan akan dihadapkan pada berbagai sumber informasi yang
8
bermacam kemasan dan bentuknya. Poin terpenting adalah bagaimana kita
dapat mengambil keputusan yang benar dan tepat untuk memilah sumber
informasi yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan sumbernya.
2.2.2 Tantangan/Hambatan pada Kemampuan Melek Informasi
Tidak semua orang memiliki kemampuan melek informasi, adapun
beberapa tantangan maupun hambatan yang menyebabkan seseorang kurang
memiliki kemampuan melek informasi antara lain:
1. Kurangnya pendidikan. Seseorang yang kurang berpendidikan akan sulit
memahami suatu informasi sehingga akan sulit baginya untuk membedakan
apakah informasi itu benar atau salah.
2. Pesatnya perkembangan informasi di berbagai media. Informasi yang
berkembang pesat dari berbagai media, sering kali membuat kita terhanyut dan
tak lagi memperdulikan apakah informasi itu baik atau tidak baik untuk
dicerna. Misalnya skandal para selebritis di infotainmet membuat seseorang
terhanyut dalam informasi itu dan bergosip dengan temannya tentang si
selebritis.
3. Kurang pandai dalam memanfaatkan teknologi. Seseorang yang kurang pandai
dalam memanfaatkan teknologi akan sulit mendapatkan informasi yang
diperlukannya dalam waktu yang singkat.
2.3 Pendekatan Berbasis Student Center Learning
2.3.1 Pengertian Student Center Learning
Pengertian student centered Learning (SCL) adalah proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan,
sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa
secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk
belajar. Aktifitas siswa menjadi penting ditekankan karena belajar itu pada
hakikatnya adalah proses yang aktif dimana siswa menggunakan pikirannya
untuk membangun pemahaman (construcivism approach).
Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta didik,
maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun
9
sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang
mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
2.3.2 Model-Model Pembelajaran Student Center Learning
Student-Centered Learning memiliki potensi untuk mendorong mahasiswa
belajar lebih aktif, mandiri, sesuai dengan irama belajarnya masing-masing,
sesuai dengan perkembangan usia peserta didik, irama belajar mahasiswa
tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan mempunyai tingkat kompetensi
yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL adalah sebagai berikut:
1. Small Group Discussion (SGD)
Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang melibatkan antara
kelompok mahasiswa dan kelompok mahasiswa atau kelompok
mahasiswa dan pengajar untuk menganalisa, menggali atau
memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat rancangan bahan diskusi
dan aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada
setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan mahasiswa (1) membentuk kelompok
(5 -10) mahasiswa, (2) memilih bahan diskusi, (3) mempresentasikan
paper dan mendiskusikannya di kelas.
2. Role-Play and Simulation
Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih mahasiswa tentang
suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau
peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang
sebenarnya. Jadi dengan model ini mahasiswa mempelajari sesuatu
(sistem) dengan menggunakan model.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang situasi atau kegiatan
yang mirip dengan sesungguhnya, bisa berupa; bermain peran, model, dan
komputer, (2) Membahas kinerja mahasiswa. Sedangkan mahasiswa (1)
mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan, (2)
memperaktekan atau mencoba berbagai model yang telah disiapkan
(komputer, prototife, dll).
10
3. Discovery Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian kepada
mahasiswa dengan tujuan supaya mahasiswa dapat mencari sendiri
jawabannya tampa bantuan pengajar.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan data atau metode
untuk menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa, (2)
memeriksa dan memberikan ulasan terhadap hasil belajar mahasiswa.
Sedangkan mahasiswa (1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun
informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru,
(2) Mempresentasikan secara verbal dan non verbal.
4. Self-Directed Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada mahasiswa, seperti
tugas membaca dan membuat ringkasan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) memotivasi dan memfasilitasi
mahasiswa, (2) memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik
kemajuan belajar mahasiswa. Sedangkan mahasiswa (1) merencanakan
kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar sendiri,
(2) inisiatif belajar dari mahasiswa sendiri.
5. Cooperative Learning
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif,
mahasiswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah
miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan
dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu
konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan
pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota
kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan,
11
gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab
hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi,
membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil
kelompok, dan pelaporan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang dan memonitor proses
belajar mahasiswa, (2) menyiapkan kasus atau masalah untuk diselesaikan
mahasiswa secara berkelompok. Sedangkan mahasiswa (1) membahas dan
menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan secara berkelompok (2)
melakukan koordinasi dalam kelompok.
6. Contextual Learning (CL)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan
sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan mahasiswa (daily life modeling), sehingga
akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar
muncul, dunia pikiran mahasiswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan dan mengalami, tidak
hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu,
contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community
(seluruh mahasiswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual,
minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi,
investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan),
constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-
aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut),
authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran,
penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha mahasiswa, penilaian portofolio,
penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai
cara).
12
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas untuk studi
mahasiswa terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang bersifat
teori dan mengkaitkan dengan situasi nyata atau kerja profesional.
Sedangkan mahasiswa (1) Melakukan studi lapapangan atau terjun di
dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori (2) membahas konsep
atau teori yang berkaitan dengan situasi nyata.
7. Problem Based Learning (PBL)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari
kehidupan aktual mahasiswa, untuk merangsang kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana
kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan
menyenangkan agar mahasiswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),
interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur,
sintesis, generalisasi, dan inkuiri.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merangsang tugas belajar dengan
berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2) Sebagai fasilitator
dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1) Belajar dengan menggali atau
mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan informasi tersebut
untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2)
Menganalisis strategi pemecahan masalah.
8. Collaborative Learning (CbL)
Metode ini memungkinkan mahasiswa untuk mencari dan menemukan
jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua
kemungkinan yang ada.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang tugas yang bersifat
open ended, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa
(1) Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan
konsensus kelompok sendiri (2) Bekerja sama dengan anggota
kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
13
9. Project Based Learning (PjBL)
Metode pembelajaran ini adalah memberikan tugas-tugas project yang
harus diselesaikan oleh mahasiswa dengan mencari sumber pustaka
sendiri.Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan tugas dan
melakukan proses pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator dan
motivator. Sedangkan mahasiswa (1) Mengerjakan tugas (berupa proyek)
yang telah dirancang secara sistematis (2) menun-jukkan kinerja dan
mempertanggungjawabkan hasil kerja di forum.
2.3.3 Tantatangan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Student Center Leraning
Tantangan dan hambatan yang paling besar dalam pelaksanaan
pendekatan berbasis student center learning adalah pelaksanaanya yang masih
banyak menggunakan pendekatan berbasis teacher center learning. Selain
pelaksanaannya, mental siswa yang belum siap juga bisa menjadi tantangan
dan hambatan yang cukup besar. Mental siswa yang belum siap ini
dikarenakan kurangnya motivasi dari guru dan kurangnya arahan dari guru
terhadap siswa sehingga pendekatan ini sering dianggap siswa cukup sulit
untuk dihadapi.
2.4 Kemampuan Berpikir Tingkat TinggiBerpikir adalah eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam
mencapai suatu tujuan.Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan
keputusan, perencanaan, pemecahanmasalah, tindakan, dan penilaian.
Menurut Ibrahim dan Nur (2004),berpikir memiliki beberapan pengertian antara lain:
1) berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi,
klasifikasi, dan penalaran;
2) berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) obyek nyata dan
kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemukan prinsip-
prinsip yang esensial tentang obyek dan kejadian itu;
3) berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan
berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama. Aderson & Krathwohl (dalam
Aksela, 2005) menyatakan bahwa tingkatan keterampilan berpikir dalam Taksonomi
Bloom terdiri dari enam tingkatan, yaitu pengetahuan (knowledge/recall), pemahaman
14
(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan
evaluasi (evaluation).
Ball & Garton (2005) dan Aksela (2005) menyatakan bahwa kompetensi berpikir
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kompetensi berpikir tingkat rendah (lower
order thingking/LOW) dan kompetensi berpikir tingkat tinggi (higher order
thingking/HOT). Kompetensi berpikir tingkat rendah meliputi mengingat, menghafal,
dan sedikit memahami sedangkan kompetensi berpikir tingkat tinggi adalah kegiatan
mental dalam memecahkan masalah dalam tingkat yang lebih tinggi dari tingkat berpikir
dasar.Agar mampu memecahkan masalah dengan baik dan berkualitas tinggi dituntut
kemampuan aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, generalisasi, membandingkan,
mendeduksi, mengklasifikasi informasi, menyimpulkan, dan mengambil keputusan.
Berpikir tingkat rendah lebih fokus pada pengumpulan, mengklasifikasi,
menyimpan, dan mengingat. Berpikir tingkat rendah tidak menghasilkan sesuatu yang
baru dan kreatif serta tidak memerlukan keterampilan berpikir yang lebih rumit. Aksela
(2005) menyatakan bahwa kompetensi berpikir tingkat rendah meliputi pengetahuan
(knowledge/recall), dan pemahaman (comprehension).
Arnyana (2007) mengemukakan kompetensi berpikir tingkat tinggi dapat
diajarkan di sekolah melalui proses pembelajaran. Lebih lanjut mereka mengemukakan
penekanan dalam proses pembelajaran adalah melatih kompetensi berpikir siswa dan
bukan pada materi pelajaran. Mengajarkan siswa untuk berpikir secara langsung
membuat siswa menjadi cerdas. Dalam kompetensi berpikir tingkat tinggi kegiatan
pembelajaran bersifat student centered karena siswa yang lebih banyak berperan di
dalam proses pembelajaran.
Anderson & Krathwohl (2001) menungkapkan bahwa kompetensi berpikir dapat
dikelompokkan menurut Taksonomi Bloom, seperti pada Tabel di bawah
Tabel Pengklasifikasian kompetensi berpikir menurut Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom Tingkatan Berpikir Tinjauan
Knowledge (C1)
Comprehension (C2)
Application (C3)
Analysis (C4)
Synthesis (C5)
Evaluation (C6)
Lower-order
Lower-order
Higher-order
Higher-order
Higher-order
Higher-order
Mengingat
Memahami
Menerapkan
Menganalisis
Menciptakan
Mengevaluasi
15
Masing-masing tingkatan dalam kompetensi berpikir tingkat tinggi adalah
sebagai berikut.
1) Tingkat Aplikasi (aplication level)
Tingkat aplikasi mencakup beberapa kemampuan, antara lain:
menggunakan informasi;
menggunakan metode, konsep, teori dalam permasalahan baru; dan
menyelesaikan masalah menggunakan pengetahuan dan kemampuan yang
diperlukan.
2) Tingkat Analisis (analysis level)
Tingkat analisis mencakup beberapa kemampuan, antara lain:
melihat polanya; mengorganisasi bagiannya;
mengenal pengertian yang tersembunyi; dan
mengidentifikasi komponen.
3) Tingkat Sintesis (synthesis level)
Tingkat sintesis mencakup beberapa kemampuan, antara lain:
mengeneralisasi fakta-fakta yang diberikan;
menghubungkan pengetahuan dai beberapa area;
memprediksi, menarik kesimpulan; dan
menggunakan ide lama untuk menciptakan hal yang baru.
4) Tingkat Evaluasi (evaluation level)
Tingkat evaluasi mencakup beberapa kemampuan, antara lain:
memberi penilaian terhadap teori;
membuat pilihan berdasarkan pertimbangan pemikiran;
memperivikasi nilai bukti;
mengenal kesubyektifan; dan
membandingkan dan membedakan antara gagasan.
Johnson (2002) menyatakan kompetensi berpikir tingkat tinggi dapat dibagi
menjadi kompetensi berpikir kritis dan kompetensi berpikir kreatif. Hubungan antara
16
berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari berpikir tingkat tinggi ditunjukkan seperti
Gambar di bawah
Pada Gambar di atas, reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level
retention atau recall (retensi atau memanggil). Reasoning meliputi basic thingking,
critical thingking, dan creative thingking.Kompetensi retention thinking merupakan
tingkatan berpikir yang paling rendah.Retention thinking yang merupakan berpikir
hafalan atau ingatan, apabila dikaitkan dengan tingkatan Taksonomi Bloom akan
menempati tingkatan paling bawah yaitu level hafalan (C1). Kompetensi basic thinking
merupakan tingkatan kedua.Dimana basic thinking merupakan pemahaman (berpikir
dasar).Jika dikaitkan dengan Taksonomi Bloom, maka basic thinking menempati
tingkatan kedua yaitu level pemahaman (C2).Critical thinking dan creative thinking yang
merupakan bagian dari high order thinking, apabila dikaitkan dengan Taksonomi Bloom
akan menempati tingkatan keempat sampai enam, yang meliputi: level aplikasi (C3),
level analisis (C4), level sintesis (C5), dan level evaluasi (C6).
Dalam dunia pendidikan ada 3 model seorang siswa dalam menerima suatu pelajaran;
1. I hear and i forget ( Saya mendengar dan saya akan lupa )
17
2. I see and i remember ( Saya meihat dan saya akan ingat )
3. I do and i understand ( Saya melakukan dan saya akan mengerti )
Jika pengajaran keterampilan berpikir kepada siswa belum sampai pada tahap siswa
dapat mengerti dan belajar menggunakannya, maka keterampilan berpikir tidak akan
banyak bermanfaat. Pembelajaran yang efektif dari suatu keterampilan memiliki empat
komponen, yaitu: identifikasi komponen-komponen prosedural, instruksi dan pemodelan
langsung, latihan terbimbing, dan latihan bebas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pembelajaran keterampilan berpikir adalah bahwa keterampilan tersebut harus
dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak.
Ada 3 tipe seorang guru dalam mengajar;
1. Guru biasa, yaitu yang selalu menjelaskan
2. Guru baik, yaitu yang mampu mendemonstrasikan dan
3. Guru hebat, adalah guru yang mampu menginspirasikan, yakni guru yang mampu
membawa siswanya untuk berpikir tingkat tinggi.
Pelajaran yang diajarkan dengan cara mengajak siswa untuk berfikir tingkat tinggi akan
lebih cepat dimengerti oleh siswa. Jadi untuk keberhasilan penguasaan suatu materi
pelajaran atau yang lain, usahakan dalam proses belajarnya selalu menggunakan cara-cara
yang membuat siswa untuk selalu berpikir tingkat tinggi.
Adang (1985), Suastra & Kariasa (2001) mengatakan bahwa untuk melatihkan
kompetensi berpikir tingkat tinggi, siswa hendaknya diberi kesempatan sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama proses belajar mengajar
berlangsung.
2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut.
3. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari temannya, guru atau dari buku
pelajaran.
4. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif
dan kritis.
5. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif dan kritis seperti juga untuk
hasil belajar yang berupa mengingat.
6. Memberikan jawaban yang tidak sama persis dengan yang ada dalam buku, namun
konsep atau prinsipnya benar.
18
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak sekali tantangan yanga harus dihadapi dalam dunia
pendidikan abad ke-21 ini antara lai tantangan dalam pendidikan
kecakpan hidup, kemampuan melek informasi, pendekatan berbasis
student center maupun kemampuan berpikir mengarah pada kemampuan
berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah. Hal
ini, menjadi tugas seorang pendidik untuk menghadapi dan berusaha
mengatasi hambatan dan tantangan tersebut.
3.2 Saran
Seorang pendidik harus lebih memperhatikan siswanya dan
memotivasi siswanya agar proses belajar mengajar berjlan dengan lancar
19
DAFTAR PUSTAKA
Amhari, A. (2014). Model Pembelajaran Teacher Center dan Student Center. Dipetik April
13, 2014, dari http://amdayhary.blogspot.co.id/2014/04/model-pembelajaran-teacher-
center-dan.html
Aziz, R. A. (2013). Proses Pembelajaran dan Student Center Learning (SCL). Dipetik Mei
17, 2013, dari https://rzabdulaziz.wordpress.com/2013/05/17/123/
Depdiknas. (t.thn.). Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Kimia. 2003.
Hasanah, U. M. (2012). Tujuan dan Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup. Dipetik Juli 06,
2012, dari Uula's blog:
https://manajemenkurikulumlifeskill.wordpress.com/2012/06/06/tujuan-dan-manfaat-
pendidikan-kecakapan-hidup/
Pujiastuti, S. (2013). Melek Informasi / Literasi Informasi (Information Literacy) . Dipetik
Mei 15, 2013, dari http://sudarnolmj.blogspot.co.id/2013/05/melek-informasi-literasi-
informasi.html
Rianawaty, Ida, 2011. Berpikir tingkat tinggi (higher order thinking/higher level
thinking). http://idarianawaty.blogspot.co.id/2011/08/berpikir-tingkat-tinggi-higher-
order.html. Diakses pada 5 September 2016
Ridiyanto, R. (2003). “KurikulumBerbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual
dan Kecakapan Hidup”. Journal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
Edisi Khusus.
Satori, D. (2002). Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di Sekolah. Journal
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sastradi ,Trisna , 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi.http://www.mediafunia.com /2016/07/kemampuan-berpikir-tingkat-
tinggi.html. Diakses pada 5 September 2016
Susiwi. (2007). Kecakapan Hidup (life skill) "hand out". Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
20
21
22