tasyri mas daulah umayyah

36
WEBSITE PENDUKUNG http://beritaterkini- update.blogspot.com http:// trendshairstylesformen.blogspot.com http://beritaterkini- update.blogspot.com/2014/08/diet- dengan-cara-minum-air-putih.html http://beritaterkini- update.blogspot.com/2014/07/cara- menginstall-wordpress-untuk- bisnisOnline-Paid-To-Review.html http:// trendshairstylesformen.blogspot.com/ 2014/08/very-best-male-haircuts-for- men-withPear-Formed-Facial-Looks.html 1

Upload: jefri-hilda

Post on 02-Apr-2016

269 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

document tarik tasryi' pada masa daulah umayyah for detail visit http://trendshairstylesformen.blogspot.com/2014/08/very-best-male-haircuts-for-men-withPear-Formed-Facial-Looks.html http://beritaterkini-update.blogspot.com/2014/08/diet-dengan-cara-minum-air-putih.html

TRANSCRIPT

Page 2: Tasyri mas daulah umayyah

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ajaran Islam yang kristalnya berupa al qur’an dan as

Sunnah diyakini pemeluknya dapat mengantisipasi

segala kemungkinan yang timbul pada suatu zaman.

Islam itu satu, tapi realitas mengatakan bahwa Islam itu

beragam. Misalnya, ada komunitas yang menampilkan

Islam dengan pemerintahan kerajaan, adapula yang

senang pemerintahan republik, bahkan ada juga yang

ingin kembali menggunakan sistem kekhalifahan. Ada

yang sangat terikat dengan teks al Qur’an dan al Hadits

dalam memahami hukum Islam, ada pula yang longgar

melihat konteks nash tersebut.

Hukum Islam dari masa ke masa mulai zaman

Rasulullah SAW sampai periode sekarang telah

mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Lihat

saja, pada masa Rasul, dalam menyelesaikan masalah

hukum, para umat bisa langsung menanyakannya kepada

beliau dan dalam menjawabnya beliau langsung

mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Setelah beliau

wafat, selain menggunakan al Qur’an dan al Hadits

2

Page 3: Tasyri mas daulah umayyah

sebagai dasar penyelesaian masalah hukum, juga

berijma’ jika tidak menemukannya dalam kedua sumber

tersebut. Pada masa tabi’in, kesepakatan dari sahabat

dalam masalah hukum juga menjadi salah satu sumber

hukum dalam menjawab persoalan umat. Begitu juga

masa tabi’it tabi’in ijma’ yang terjadi pada kurun waktu

sebelumnya menjadi pertimbangan dan dasar hukum

dalam member solusi atas problem-problem baru yang

muncul.

Pada bahasan kali ini, penulis akan mencoba membahas

keadaan dan perkembangan hukum Islam pada masa

tabi’in khususnya pada masa dinasti umayyah yang

mempunyai masa pemerintahan lebih kurang 91 tahun.

Mengenai sumber-sumber hukum serta pemikiran-

pemikiran yang timbul dari sekte-sekte yang timbul pada

masa ini dan yang terkait di dalamnya.

3

Page 4: Tasyri mas daulah umayyah

B. RUMUSAN MASALAH

Agar pembahasan tidak melebar terlalu jauh, maka pada

makalah ini penulis akan membatasi bahasan sebagai

berikut:

a. Kondisi hukum islam dan perkembangannya pada masa

tabi’in / dinasti Umayyah

b. Sumber-sumber Islam pada waktu itu

c. Pengaruh ahlul Hadits dan ahlur Ra’y, dan

d. Pemikiran hukum Islam Khawarij, Syi’ah dan Jumhur

4

Page 5: Tasyri mas daulah umayyah

C. PEMBAHASAN

1.             Kondisi hukum Islam dan

perkembangannya pada masa tabi’in / dinasti

Umayyah

Klasifikasi perkembangan hukum islam (fiqh) pada era

tabi’in sebenarnya masih membingungkan banyak

pengamat. Kebingungan itu dapat dipahami dengan

munculnya pergolakan-pergolakan yang muncul berasal

pada masa kekhalifahan Utsman dan Ali dan akhirnya

memuncak pada pemerintahan daulah Umayyah yang

melahirkan agitasi teologis cukup tajam. Pergolakan-

pergolakan tersebut justru membawa pengaruh besar

terhadap perkembangan hukum Islam sendiri, sehingga

mengantarkan pada era kodifikasi dan munculnya para

imam madzhab[1].

Secara umum para tabi’in pada masa ini mengikuti

manhaj (metode, kaidah istidlal) sahabat dalam mencari

hukum. Mereka merujuk pada al Qur’an dan al Hadits

dan apabila tidak mendapatkan dari keduanya, merreka

merujuk pada ijtihad sahabat dan baru setelah itu mereka

5

Page 6: Tasyri mas daulah umayyah

sendiri berijtiahad sesuai dengan kaidah-kaidah ijtihad

para sahabat.

1.1. Penggunaan Rasio

Ada kecendrungan baru dari beberapa ahli hukum Islam

(fuqoha) untuk memandang hukum sebagai

pertimbangan rasionalitas. Mereka tidak saja banyak

menggunakan rasio dalam memahami hukum dan

menyikapi persoalan yang muncul, tetapi juga

memprediksikan suatu peristiwa yang belum terjadi dan

memberi hukumnya.

Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Ibrahim bin yazid

an Nakha’I,seorang ahli fiqh irak guru Hammad bin

Sulaiman yang banyak mewariskan pemikiran fiqh

rasionalis kepada Abu Hanifah.

Aliran ini tidaklah berjalan mulus, tetapi banyak

mendapatkan tanggapan dan tantangan. Reaksi paling

keras berasal dari ulama Hijaz (Madinah) yang

menganggap aliran ini telah menyeleweng dari manhaj

sahabat, bahkan berpaling dari ajaran Rasulullah SAW.

Dengan munculnya aliran ini, dianggap telah membuka

pintu untuk memasuki suatu krisis pemahaman

6

Page 7: Tasyri mas daulah umayyah

keagamaan sebagaimana yang telah menimpa orang-

orang Yahudi dan Nasrani. Ibnu Syihab Zuhri, seorang

ahli Hadits pada waktu itu pernah

mengatakan, “sesungguhnya orang-orang Yahudi dan

Nasrani kehilangan ilmu yang mereka miliki ketika

mulai disibukkan dengan pendapat rasio dan

pemikiran”[2].

Sufyan bin Uyainah, Ayyub Sahtayani, Abu Umar,

Auza’I dan Sya’bi adalah ulama terkemuka yang paling

vokal menolak gagasan Ibrahim. “Pendapat mereka itu

sebenarnya lebih patut dibuang di toilet”, kata

Sya’bi[3].

Namun tidak berarti fragmentasi fiqhiyyah pada periode

ini memasung perkembangan fiqh. Sebab, meskipun

muncul beberapa reaksi agak keras, namun apresiasi

terhadap gagasan Ibrahim dan ulama Irak, pro maupun

kontra, sangat terasa.

Dalam beberapa pertemuan dan dialog yang mereka

adakan untuk mendiskusikan berbagai persoalan yang

muncul dan di munculkan, di irak dan Hijaz dapat

ditangkap beberapa isyarat yang memungkinkan kedua

belah pihak saling melengkapi, saling mengisi antara

7

Page 8: Tasyri mas daulah umayyah

satu dengan lainnya. Ulama Hijaz yang kaya akan Hadits

dan fatwa-fatwa sahabat dipaksa menjawab persoalan

yang belum timbul pada masa Nabi SAW dan sahabat.

Demikianlah kebiasaan ulama Irak memprediksikan

suatu peristiwa yang belum muncul itu menuntut ulama

Hijaz untuk menggali tujuan moral, illah dan hikmah

yang menjadi tujuan disyariatkan suatu hukum.

Sebaliknya ulama Irak juga sering kali mencabut

pendapatkan yang diketahui, setelah melalui berdialog

dengan ulama HIjaz, bertentangan dengan sunnah Nabi

SAW[4].

Pada perkembangan berikutnya terjadilah pembaharuan,

pluralisme dan heterogenitas pemikiran baik di Irak

ataupun Hijaz sendiri yang sangat membantu

memperkaya tsarwah fiqhiyyah.

1.2. Meluasnya Ruang Ikhtilaf

Konsekuensi lain dari kontroversialisme pemahaman

fiqh tadi adalah meluasnya ruang ikhtilaf pada periode

ini. Dr. Thaha Jabir dalam bukunya”Adabul Ikhtilaf Fil

Islam” menyebutkan bahwa benih-benih meluasnya

ikhtilaf itu sebanarnya telah tumbuh pada masa

8

Page 9: Tasyri mas daulah umayyah

pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Utsman adalah

khalifah pertama yang mengizinkan para sahabat untuk

meninggalkan madinah dan menyebar ke berbagai

daerah. Lebih dari 300 sahabat pergi ke Basrah dan

kufah, sebagian lagi ke Mesir dan syam[5].

Penyebaran sahabat ke berbagai daerah tersebut punya

pengaruh tersendiri terhadap perkembangan fiqh, paling

tidak perluasan ikhlilaf di kalangan tabi’in. itu dapat

dipahami karena masing-masing daerah memiliki

perbedaan situasi, kebiasaan dan kebudayaan, disamping

perbedaan kapasitas pemahaman para ahli fikih dalam

mengantisipasi masalah-masalah yang muncul.

Dalam batas-batas tertentu, karena perbedaan teori,

formulasi, keadaan dan kondisi masyarakat, mereka

sering berbeda dalam satu masalah yang sama. Namun

persoalannya tidak sampai di situ, pergolakan-pergolakn

politik sejak terbunuhnya Utsman, pindahnya markas

kakhalifahan ke Kufah kemudian ke Syam dan berbagai

konfrontasi yang banyak memakan korban jiwa, juga

faktor yang harus disebut dari meluasnya ikhtilaf pada

periode ini. Ikhtilaf ini semakin melebar sekaligus

meruncing ketika konfrontasi politik antara Ali dan

9

Page 10: Tasyri mas daulah umayyah

Muawiyyah dan penyelewengan daulah Umayyah

menimbulkan berbagai aliran dan sekte. Pada saat itu

muncul aliran Syi’ah, Khawarij, Jahmiyyah, Mu’tazilah

dan lain sebagainya.

2.         Sumber-sumber hukum Islam

Sumber-sumber tasyri’ pada masa ini ada empat, yaitu

Al Qur’an, As Sunnah, Al ijma’ dan Al Ijtihad dengan

jalan Al Qiyas atau dengan salah satu metode untuk

Istimbat hukum. Seorang mufti bila dimintai fatwa

terhadap suatu permasalahan dan dia menemukan nash

dalam Al Qur’an atau As Sunnnah yang menunjukan

hukum atas persoalan tersebut, maka ia akan berpegang

terhadap nash tersebut dan tidak akan menggunakan

dasar yang lain. Bila dalam suatu kasus, dia tidak

menemukan nash untuk mengatasinya tetapi mendapati

ijma’ dari para mujtahid salaf mengenai kasus tersebut,

maka ia pun memeganginya untuk memberikan hukum.

Sedang bila dia tidak menemukan nash tentang kasus itu

dan tidak menemukan ijma’ dari hukum yang dimaksud,

maka ia pun berijtihad dan mengistimbatkan hukum

dengan jalan yang telah ditunjukan oleh syara’[6].

10

Page 11: Tasyri mas daulah umayyah

3.         Pengaruh ahlul Hadits dan ahlur Ra’y

Dalam catatan sejarah, pusat kekuasaan politik Islam

berpindah-pindah. Madinah di masa Nabi SAW. dan

Khulafa al Rasyidun, Damaskus dimasa dinasti

Umayyah, dan Baghdad dimasa dinasti Abbasiyyah.

Penguasa dinasti Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz,

kelihatannya kurang memperhatikan perkembangan

pemikiran keagamaan. Mereka lebih memusatkan

perhatian di bidang politik. Sehingga ketika itu

pemikiran politik dan pemikiran keagamaan berjalan

sendiri-sendiri. Penguasa dinasti Abbasiyyah melihat

sikap semacam itu tidaklah tepat. Karena mereka

berupaya agar pemikiran keagamaan dikembangkan

bersamaan dengan perkembangan politik dan filsafat.

Para imam madzhab yang tidak mau terlibat dalam

urusan pemerintahan akan dihukum[7].

Dimasa Kulafa al Rasyidun, penguasa adalah juga alim,

menyatu dalam diri khalifah ilmu agama dan kekuasaan.

Penguasa dinasti umayyah kecuali Umar bin Abdul

aziz dan penguasa dinasti Abbasiyyah tidak tahu banyak

tentang syari’at Islam dan metode-metode berijtihad.

11

Page 12: Tasyri mas daulah umayyah

Urusan agama diserahkan kepada ulama, sedangkan

urusan pemerintahan dan politik dipegang oleh khalifah.

Setelah Islam berdialog dengan masyarakat luar Arab

lebih jauh, peranan akal menjadi penting dalam

menjembatani kesenjangan teks keagamaan dengan

persoalan baru. Dalam perkebangan selanjutnya, dalam

pemikiran hukum Islam dikenal kelompok “ahlur Ra’y”,

kelompok yang berani menggunakan akal, yang

berkembang di Irak, dan kelompok “ahlul Hadits”,

kelompok yang terikat sekali dengan teks harfiyah Al

qur’an dan Al Hadits, yang berkembang di Hijaz.

Keduanya ini muncul bukan karena rekasa pemerintah,

tetapi muncul dari ketulusan hati mereka untuk

memberlakukan syari’at Allah SWT di muka bumi.

Perkembangan pemikiran ini berada di luar kontrol

pemerintahan, karena seperti disebutkan di muka bahwa

para penguasa pemerintahan bukanlah orang-orang yang

menguasai pengetahuan Agama[8].

3.1. Ahlul Hadits

Dalam masyarakat Islam terdapat kelompok yang

metode pemahamannya terhadap ajaran wahyu amat

12

Page 13: Tasyri mas daulah umayyah

terikat oleh informasi dari Nabi SAW. Dengan kata lain

ajaran islam itu diperoleh dari al Qur’an dan petunjuk

dari Nabi SAW saja, bukan yang lain. Disamping disebut

as Sunnah, petunjuk dari Nabi SAW juga disebut al

Hadits. Karena itu kelompok ini disebut ahlul Hadits.

Mulanya aliran ini timbul di Hijaz, utamanya di

Madinah. Karrena penduduk hijaz lebih banyak

mengetahui hadits dan tradisi Rasul disbanding dengan

penduduk di luar Hijaz. Di Madinah sebagai ibukota

Islam, beredar Hadits Nabi SAW yang jauh lebih banyak

dan lengkap disbanding dengan daerah lain mana pun.

Semua persoalan hukum dan dan budaya sudah terjawab

oleh teks wahyu (al Qur’an dan al Hadits). Sehingga

pada masa itu Hijaz dikenal sebagai pusat Hadits[9].

Pada masa khulafa al Rasyidun, sumber hukum Islam

adalah apa yang diriwayatkan oleh Nabi (al Qur’an dan

al Hadits). Di masa tabi’in, sumber itu ditambah dengan

fatwa sahabat. Ketika dalam menentukan suatu hukum,

tidak ditemukan keduanya, maka ijtihad atau tidak

memberikan fatwa adalah jalannya. Mereka membenci

ra’y serta menghindari fatwa dan istimbat kecuali bila

terpaksa dan tidak ada kesempatan untuk mengelak.

13

Page 14: Tasyri mas daulah umayyah

Program utama mereka adalah meriwayatkan hadits Nabi

Muhammad SAW. di masa tabi’it tabi’in, sumber hukum

islam bertambah lagi, fatwa tabi’in, demikian seterusnya,

generasi mendatang menjadikan fatwa generasi

sebelumnya sebagai sumber hukum Islam.

Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dikenal masa

permulaan pembukuan Hadits. Kekhawatiran khalifah

akan semakin tidak terurusnya hadits-hadits Nabi SAW

dalam tulisan menggerakkan hatinya untuk

memerintahkan ulama Hadits, seperti Ibn Syihad al

Zuhri agar membukukan hadits. Prestasi penghimpuna

Hadits, semenjak dari asal himpun hingga pemilahan

hadits-hadits sahih dari yang tidak sahih, adalah

kebanggan tersendiri dalam menyelamatkan syari’at

Islam. Dalam menetapka hukum Islam mereka

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bila suatu masalah sudah disebut dalam al Qur’an maka

seorang ulama tidak boleh beranjak kepada yang lain.

2. Bila kandungan ayat al Qur’an itu menunjukan berbagai

kemungkinan maka mereka merujuk hadits yang

berbicara hal yang sama dalam ayat tersebut.

14

Page 15: Tasyri mas daulah umayyah

3. Bila ayat al Qur’an tidak menerangkannya, barulah

mereka mencari petunjuk dalam al Hadits, baik yang

telah masyhur dipakai oleh ulama sebelumnya atau yang

diriwayatkan oleh penduduk suatu daerah tertentu.

4. Bila hadits sudah ditemukan maka tidak boleh mengambil

keputusan hukum berdasarkan yurisprudensi/ pemikiran

mujtahid.

5. Bila hadits tersebut tidak ditemukan, keputusan diambil

berdasarkan pendapat umum (konsensus). Hasil

consensus harus dippatuhi. Bila masih juga terdapat

perbedaan pendapat dalam upaya consensus, maka

keputusan diambil dari pendapat ulama yang paling

wara’dan alim[10].

Dengan demikian, sebenarnya aliran ahlul hadits

bukanlah aliran yang sama sekali menghindari

penggunaan akal. Ketawadluan mereka malahirkan sikap

kehati-hatian, sangat mengakui kelemahan akal kendati

berkesan tidak berani menggunakan akal dan sangat

mengutamakan penggunaan ajaran wahyu.

3.2. Ahlur Ra’y

15

Page 16: Tasyri mas daulah umayyah

Istilah ahlur ra’y digunakan untuk menyebut kelompok

pemikir hukum Islam yang memberi porsi akal lebih

banyak dibanding dengan pemikir lainnya. Bila

kelompok lain dalam menjawab persoalan hukum

tampak terikat oleh teks nash (al Qur’an dan al Hadits)

maka kelompok ahlur ra’y tampak tidak terikat,

sebaliknya leluasa menggunakan pendapat akal.

Sebenarnya kelompok ini bukanlah berarti kelompok

yang meninggalkan hadits. Mereka juga menggunakan

hadits untuk menetapkan hukum. Hanya mereka dalam

melihat kasus penetapan hukum berpendapat bahwa nash

syar’I itu mempunyai tujuan tertentu. Serta nash syar’i

secara kumulatif bertujuan mendatangkan maslahat bagi

manusia. Karena banyaknya persoalan yang merreka

hadapi dan terbatasnya jumlah nash, maka mereka

berupaya memikirkan rahasia yang terkandung dibalik

nash yang dikenal dengan ta’lil al ahkam. Sedang

kelompok ahlul Hadits lebih memperhatikan penguasaan

hafalan nash dan mengamalkan sesuai dengan bunyi

nash tersebut. Pada beberapa hadits, seperti :

16

Page 17: Tasyri mas daulah umayyah

1 . Setiap 40 ekor kambing zakatnya adalah seekor

kambing.

2 . Zakat fitrah itu satu gantang kurma atau gandum.

Ulama ahlur ra’y memahami nash tersebut berdasarkan

tujuan tasyr’, bukan redaksinya. Sehingga pemilik 40

ekor kambing tidak harus mengeluarkan zakat berupa

seekor kambing, tetapi boleh mengeluarkan zakat berupa

apa saja yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat

minimal seharga satu ekor kambing. Begitu juga dengan

zakat fitrah. Bagi mereka zakat fitrah boleh dibayar

dengan kurma atau gandum atau apa saja yang senilai

dengannya. Jadi penyebutan “satu ekor kambing” pada

zakat ternak dan “segantang kurma atau gandum” pada

zakat fitrah adalah bukan tujuan tasyri’, tetapi contoh

sarana mewujudkan kesejahtraan umat manusia sebagai

tujuan tasyri’. Menurut ulama ahlul Hadits, pengeluaran

zakat hewan ternak berupa satu ekor kambing dan zakat

fitrah berupa segantang kurma atau gandum tidak perlu

diganti, takut tidak sah[11].

4.         Pemikiran hukum Islam Syi’ah, Khawarij,

dan Jumhur

17

Page 18: Tasyri mas daulah umayyah

Aliran-aliran ini tidak hanya dalam bidang teologis,

tetapi juga berpengaruh dalam sejarah perkembangan

Fiqh. Misalnya menurut Syi’ah, ijma’ dan qiyas bukan

sumber hukum dalam Islam. Sebab ijma’ berarti

kesepakatan semua mujtahid dari umat Muhammad

SAW. setelah kewafatannya dalam satu masa dan

tentang hukum syar’i. padahal mereka tidak mau

menerima pendapat selain dari orang Syi’ah sendiri.

Demikian qiyas, sebab hukum hanya dapat diambil dari

al Qur’an, as Sunnah dan para imam-imam mereka yang

ma’sum[12].

Diantara pendapat mereka tentang hukum islam adalah

sebagai berikut[13]:

1.         Nikah mut’ah adalah termasuk sysri’at Islam.

Tidak termasuk golongan mereka jika tidak

menghalalkannya.

2.             Wanita hanya dapat mewaris benda bergerak

dari mayyit.

3.             Waktu shalat hanya ada tiga, yaitu pertama,

Zhuhur dan Ashar (dikerjakan sekaligus pada waktu

18

Page 19: Tasyri mas daulah umayyah

salah satunya), kedua maghrib dan Isya’ (dikerjakan

sekaligus pada waktu salah satunya), ketiga shubuh.

Sedangkan khawarij berpendapat bahwa pemimpin itu

untuk umat dan umatlah yang berhak memilih dan

memberhentikannya. Diantara pendapat mereka adalah

bahwa perbuatan merupakan bagian dari iman, sehingga

iman saja tidak cukup kalau tidak diamalkan dalam

perbuatan[14].

Dalam babakan hukum Islam, kaum ini mempunyai

beberapa pendapat diantaranya:

1.         Tidak ada hukuman rajam bagi wanita pezina

mukhsan. Menurut mereka tidak ada dalil dalam al

Qur’an tentang hukman rajam tersebut.

2.             Boleh berwasiat untuk ahli waris dan menolak

hadits “tidak ada wasiat untuk ahli waris”. Sebab hadits

ini dipandang bertentangan dengan ayat al Qur’an

“diwajibkan atas kamu wasiat bagi kedua orang tua dan

sanak kerabat apabila kamu hendak meninggal”.

3.             Thaharah untuk ibadah shalat adalah suci lahir

batin. Kata-kata bohong, kotor, permusuhan dan lain-lain

19

Page 20: Tasyri mas daulah umayyah

merupakan prilaku kotor (ma’nawi) yang dapat merusah

thaharah.

Pada poin kedua, nampak perbedaan pendapat dengan

jumhur yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun

sebelum turunnya ayat-ayat mawaris. Dengan kata lain,

menurut jumhur ayat ini tidak berlaku sebagai legitimasi

wasiat untuk ahli waris[15].

D. KESIMPULAN

Dari uraian yang dapat penulis sampaikan diatas, dapat

disimpulkan bahwa secara umum pada era tabi’in

mereka lebih mengikuti manhaj (metode, kaidah istidlal)

sahabat dalam mencari hukum. Mereka merujuk pada al

Qur’an dan al Hadits dan apabila tidak mendapatkan dari

keduanya, mereka merujuk pada ijtihad sahabat dan baru

setelah itu mereka sendiri berijtiahad sesuai dengan

kaidah-kaidah ijtihad para sahabat.

Pada masa ini pula rasio (ra’y) mulai marak digunakan

dalam memahami hukum islam. Ini bermulai ketika

seorang Irak Ibrahim bin Yazid an Nakha’I yang hidup

pada waktu itu memandang sulit kiranya jika memahami

hukum Islam sesuai dengan teks harfiyah Qur’an dan

20

Page 21: Tasyri mas daulah umayyah

Sunnah. Karena Irak adalah daerah yang mempunyai

budaya, adat dan suasana kehidupan yang jauh berbeda

dengan HIjaz yang merupakan bumi Nabi dan

Hadits.Meski awalnya mendapatkan tentangan yang

cukup keras dari kaum Hijaz, tapi pada periode

berikutnya aliran ini akhirnya mendapatkan apresiasi

dari banyak kalangan.

Pada masa dinasti Umayyah, para penguasanya, kecuali

Umar bin Abdul Aziz, lebih memfokuskan pada bidang

politik serta masalah keagamaan diserahkan pada ulama

setempat. Makanya masa ini lebih terkesan Negara

adalah urusan penguasa dan Agama adalah urusan non

penguasa. Dalam istilah lain dikatakan zakat bukanlah

urusan pemerintah, tapi urusan agama. Zakat yang ada

ikut campur Negara dianggap tidak sah.

E.        PENUTUP

“Tiada gading yang tak retak”, mungkin itulah kata-kata

yang pas jika tulisan ini dibaca. Maka saran dan kritik

yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca.

Semoga manfaat dan berkah “always” tercurahkan

21

Page 22: Tasyri mas daulah umayyah

kepada siapapun yang telah meluangkan waktunya untuk

membaca tulisan ini. Amin.

22

Page 23: Tasyri mas daulah umayyah

F. DAFTAR PUSTAKA

A. Sirry ,Mun’im, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah

Pengantar,1995, Surabaya: Risalah Gusti.

Jabir Fayyadh, Thaha, ‘Ulwani, Adabul Ikhtilaf Fil

Islam,

Khallaf, Abdul Wahhab, Ikhtisar Sejarah Hukum

Islam, 1985, Yogyakarta: Dua Dimensi.

Qoyyim, Ibnul,al Jauziy, I’lamul Muqi’in, Jilid 1,

Zuhri, Muh, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, 1996,

Jakarta: PT RajaGrafindo persada.

[1] Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah

Pengantar, Risalah Gusti:Surabaya, hlm. 49.

[2] Ibnul Qoyyim al Jauziy, I’lamul Muqi’in, Jilid 1,

hlm. 74.

[3] Mun’im A. Sirry, op.cit. hlm.50.

[4] Mun’im A. Sirry, Ibid, hlm. 51

[5] Dr. Thaha Jabir Fayyadh ‘Ulwani, Adabul Ikhtilaf Fil

Islam, hlm.21.

23

Page 24: Tasyri mas daulah umayyah

[6] Abdul Wahhab Khallaf, Ikhtisar sejarah Hukum

Islam, hlm. 51.

[7] Dr. Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintatasan

Sejarah, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, hlm.65.

[8] Ibid, hlm.66.

[9] Ibid, hlm.67

[10] Ibid, hlm.68.

[11] Ibid, hlm.70.

[12] Mun’im A. Sirry, op.cit, hlm. 54

[13] Dr. Muh. Zuhri, Op.cit. hlm.62

[14] Op.Cit, hlm. 54

[15] Ibid, hlm. 57.

24