tata guna lahan & pertanahan
TRANSCRIPT
Mata Kuliah : Tata Guna Lahan & PeranahanDosen : Esli. Takumansang, ST.MT
“TATA GUNA LAHAN-SISTEM TRANSPORTASI SEBAGAI SUBSISTEM DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
YANG BERKELANJUTAN”
O L E H :
SARINA TOGUBU
(090215039)
PROG. STUDY PERENCANAAN WILAYAH & KOTAJURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNVERSITAS SAM RATULANGGIMANADO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas “Tata Guna Lahan-
Sistem Transportasi Sebagai Subsistem Dalam Perencanaan Pembangunan Yang
Berkelanjutan”. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses
pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikannya dengan baik. Sebagai tugas yang di
berikan oleh dosen Esli. Takumansang, ST.MT, untuk meningkatkan pengetahuan dan
keahlian bagi para mahasiswa. Juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman
mahasiswa yang juga sudah memberikan tribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan tugas ini.
Tugas ini diharapkan mampu membantu penulis dalam memperdalam mata kuliah
Tata Guna Lahan & Pertanahan dalam kegiatan belajar. Selain itu, tugas ini diharapkan agar
dapat menjadi bacaan para pembaca agar menjadi warga negara yang baik dan bertanggung
jawab karena tugas ini disajikan mengarah pada Sistem Transportasi Sebagai Subsistem
Dalam Perencanaan Pembangunan Yang Berkelanjutan.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudah berkenan
membaca tugas ini dengan tulus ikhlas. Seperti kata pepatah, “takan ada gading yang retak”
maka penulis sadari masih banyak kekurangan yang ada dalam tugas ini, penulis akan
mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari orang – orang yang ahli di bidangnya,
karena itu semoga artikel ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca. Amin
Manado, 28 Juni 2013
Penulis
i
DAFAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar ISI ii
A. Istilah Wilayah, Daerah dan Kota 1
B. Pengertian Tata Guna Tanah 2
C. Interaksi Desa – Kota 3
D. Aspek Pola Tata Guna Lahan (Land use) 6
E. Urbanisasi dan Permasalahannya 9
F. Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Guna Lahan 10
G. Pendekatan Sistem Jaringan 11
H. Pendekatan Sistem Pergerakan 12
I. Transportasi dan Dampak Lingkungan 13
J. Studi Kasus Permasalahan Transportasi akibat perubahan guna lahan di Jakarta 14
K. Kesimpulan 15
Daftar Pustaka 16
ii
A. Istilah Wilayah, Daerah dan Kota
Istilah Tata Kota dan Daerah menunjuk kepada keadaan suatu kota atau daerah yang
telah hadir sebagaimana adanya, padat bangunan, padat lalu lintas, padat penduduknya atau
sebaliknya, dsb. Pengertian “Ruang” (space) menunjuk kepada “rongga” berdimensi tiga;
yang dimaksud ialah rongga atau wadah berbagai kegiatan manusia di permukaan tanah, di
atas dan dibawahnya, dan dengan demikian terkait pengertian atau makna “fisik”. Maka
secara umum definisi “rencana tata ruang” tersebut dapat dikatan yakni suatu upaya memberi
wujud fisik berdasarkan pembangunan ekonomi dan sosial. Rencana fisik ini mengutamakan
upaya secara realistic menciptakan lingkungan yang mengandung kulitas hidup, seraya
memperhitungkan potensi atau kemungkinan-kemungkinan sumber daya secara efisien.
Dengan demikian lahan dan penggunaan lahan mempunyai arti penting dalam Tata
Ruang dan memiliki nilai ekonomi dan sosial yang harus diperhitungkan. Undang - undnag
penataan ruang No. 26 Tahun 2007, menentukan bahwa penataan ruang terdiri atas 3
kegiatan yaitu Perencanaan Ruang Dilanjutkan Dengan Pemanfaatan Ruang dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang.penataan ruang secara geografis menjangkau 4 (empat)
tingkatan, yaitu tingkat Nasional, Wilayah atau Daerah, Kota dan Desa.
Pengertian istilah “wilayah” dan “daerah” dapat dikatakan yakni “wilayah” atau “daerah”
merupakan suatu luasan geografis yang dibatasi oleh kebutuhan fisik dan atau ekonomi dan
atau sosial dan atau administrasi (kepemerintahan) dan atau beberapa kebutuhan tersebut dan
atau keempat-empatnya sekaligus.
Wilayah merupakan kesatuan geografis yang direncanakan berdasarkan berbagai potensi
atau permasalahan (terutama yang dominan) yang terkandung di dalamnya, atau dengan kata
lain berdasarkan tujuan pemecahan permasalahan tersebut misalnya dikenal “wilayah
budaya”, “wilayah terbelakang”, “wilayah transmigrasi”. “wilayah industry”, “wilayah aliran
sungai”, dsb.
Beberapa istilah lain yang sering dipakai dan perlu diketahui, ialah :
Kota (city, town): (City merupakan kota yang cukup besar, dan Town dipakai dalam arti
kota kecil) adalah daerah terentu yang berpenduduk dalam jumlah relatif besar dengan
kepadatan relatif tinggi (dibanding dengan daerah luar kota), dengan mata pencaharian
yang dominan bukanpertanian; gaya hidup perkotaan cenderungindividualistik, rasional,
dan daerah kota perencanaan tahap awal, maka lingkup geografisnya mencakup apa yang
1
disebut Daerah Perkotaan, yaitu Daerah Kota berikut daerah sekitarnya yang terkena
pengaruh kehidupan kota.
Daerah (region) adalah menunjuk kepada wilayah administrative yang lebih luas
dibanding dengan kota. Daerah ini dapat berupa Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten,
Daerah Kecamatan, atau Daerah Desa. Daerah juga yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek fungsional. Contoh, bagian dari daerah aliran sungai yang gundul
harus segera dihijaukan kembali.
Wilayah adalah suatu daerah geografis yang mempunyai luas tertentu tanpa dengan/ada
batas administratif; batas ini ditentukan berdasar pertimbangan tujuan rencana tata ruang
yang bersangkutan, misalnya wilayah pengembangan kepariwisataan, pengembangan
wilayah sungai, wilayah pengembangan perekonomian daerah belakang, dsb.
B. Pengertian Tata Guna Tanah
Yang dimaksud dengan tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan tanah
(tata = pengaturan). Dalam tata guna tanah dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan
permukaan bumi di saratan, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan.
Dalam tata guna tanah terdapat istilah-istilah : penggunaan, aguna (tidak digunakan),
wyaguna (penggunaan yang salah) atau alpaguna, dan tunaguna (penggunaan yang kerang
benar). Yang harus dipelajari dalam tata guna tanah ialah tanah dengan unsur alam lain,
yaitu : tubuh tanah (soil), air, iklim, dan sebagainya. Juga kegiatan manusia penting untuk
dipelajari, baik dalam kehidupan social, maupun dalam kehidupan ekonomi. Jadi dalam tata
guna tanah itu diperlukan sumber daya alam lainnya dan sumber daya manusia.
Tata guna tanah terdiri dari : (1) Tata guna, yang berarti penataan atau pengatuan
penggunaan; hal ini merupakan sumber daya manusia. (2) Tanah, yang berarti ruang
(permukaan tanah serta lapisan bantuan di bawahnya dan lapisan udarah di atasnya), yang
merupakan sumber daya alam lain, seperti: air, iklim, tubuh, tanah, hewan, vegetasi, mineral,
dan sebagainya. Jadi dalam tata guna tanah itu diperhitungkan factor geografi budaya (factor
geografi social) dan factor geografi alam serta relasinya.
Tata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) berarti aturan; peraturan dan
susunan; cara susunan; atau sistem. Lahan menurut Jayadinata (2002) berarti tanah yang
sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya (perorangan atau lembaga). Lebih
2
spesifik lagi, lahan (land) berarti tempat tertentu di permukaan bumi yang mempunyai batas
batas tertentu. Sedangkan tanah (soil) berarti bahan atau material di permukaan atau di bawah
permukaan yang menyusun dan membentuk lahan di permukaan bumi. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tata guna lahan adalah rangkaian
kegiatan penataan, pengaturan, peruntukan, penggunaan tanah secara berencana untuk
kegiatan manusia berdasarkan aturan dan sistem yang berlaku.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor PP No. 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan
tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. pemanfaatan tanah adalah
kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya.
Penatagunaan tanah bertujuan untuk: a) Mengatur penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); b) Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW; c) Mewujudkan
tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk
pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah; d) Menjamin kepastian hukum
untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan.
Guna lahan berdekatan dapat saling menunjang dan guna lahan tertentu berlokasi lebih
tepat (misal: perdagangan di pusat kota, sedangkan permukiman di sekitarnya agar belanja
sama dekatnya dari semua asal perjalanan). Pengaturan sebaran guna lahan sedemikian rupa
sehingga mempunyai pengaruh (beban) terbaik bagi transportasi.
C. Interaksi Desa – Kota
Pengertian Desa
Desa itu adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia
dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan
di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social, ekonomi, politik
dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur-unsur tersebut dan juga dalam
hubungannya dengan daerah-daerah lain.
3
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo (1953:2), dinyatakan bahwa: “desa ialah suatu
kesatuan hokum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa
mengadakan pemerintahan sendiri. Unsur-unsur desa adalah :
a. Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif da yang tidak, beserta
penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan
lingkungan geografis setempat.
b. Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan persebaran
dan mata pencarharian penduduk desa setempat.
c. Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan
warga desa. Jadi, menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural
society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan.
Pengertian Kota
Kota merupakan salah satu tempat kehidupan manusia yang dapat dikatakan
paling kompleks, karena perkembangannya dipengaruhi oleh aktivitas pengguna
perkotaan yang menyesuaikan perkembangan zaman dan tuntutan hidup.
Di dalam istilah ‘kota’ secara arsitektural masih banyak aspek yang perlu
diperhatikan, dan masing-masing aspek berbeda dari satu tempat dengan tempat
yang lainnya. Kota adalah pertemuan semua kepentingan manusia dalam sebuah
kolase ruang besar, sehingga kota dapat dikatakan sebagai sebuah organisme, yang
merupakan sebuah pusat industry, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, atau
mencakup semua kegiatan tersebut. Dengan demikian, terlihat bahwa koa-kota
cenderung menjadi besar bila dasar ekonominya luas. Kota-kota kecil biasanya
merupakan satelit-satelit yang bergantung pada kota besar untuk mempertahankan
kehidupan ekonominya.
Penggolongan ini yang sifatnya nonnumeric adalah penggolongan menurut
fungsi, antara lain : kota-kota sebagai pusat produksi perdagangan, pusat
pemerintahan, pusat kebudayaan, pusat kesehatan, dan pusat rekreasi.
Kota pusat produksi, biasanya terletak dikelilingi oleh daerah-daerah penghasil
bumi atau hhasil tambang, sehingga dapat terjadi dua macam kota, yaitu kota-kota
4
penghasil bahan mentah dan kota-kota yang mengubah bahan mentah tersebut
menjadi barang-barang jadi.
Kota pusat perdagangan, sebenarnya menjadi sifat umum dari kota-kota tetapi
tidak semua kota didominasi oleh kegiatan perdagangan. Ada yang hanya
merupakan penyalur kebutuhan sehari-hari warga kota, ada yang merupakan
perantara bagi perdagangan nasional ataupun internasional yang sering disebut
dengan ‘enterpot’.
Kota pusat pemerintahan, ini pada umumnya banyak dijumpai pada zaman
revolusi industri. Banyak kota-kota pada waktu itu berfungsi sebagai pusat-pusat
politik atau pusat-pusat pemerintahan, misalnya saja di asia seperti Bangkok, Saigon
dan Rangoon; di Eropa antara lain London, Paris, Berlin; di Timur Tengah Teheran,
Bagdad, Kairo, dan Istambul.
Kota pusat kebudayaan yag terkenal di Indonesia antara lain adalah Yogyakarta,
Surakarta, dan beberpa kota di Bali, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan
sebagainnya. Selain sebagai daerah-daerah yang memiliki seni dan budaya, banyak
kota-kota di Indonesia menjadi tempat rekreasi atau pusat-pusat wisata.
Kota-kota pusat kesehatan, biasanya terdapat di daerah pengunungan yang
memiliki udara yang bersih dan suhu yang sejuk. Kota-kota seperti ini pada musim
tertentu banyak yang menarik wisatawan dalam dan wisatawan luar negeri.
(Bintarto, 1977:17-18).
Struktur Kota
Struktur penduduk kota dari segi umur menunjukkan bahwa mereka lebih
banyak tergolong dalam umur produktif. Perkembangan yang terjadi di dalam kota
terutama dalam inti kotanya menyebabkan daerah tersebut menjadi pusat kerja
penduduk yang masih berumur produktif baik di bidang perdagangan maupun
pendidikan dan sebagainya.
Struktur kota dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk atau
warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota di bidang non
agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian,
pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari
segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari sesuatu kota, misalnya
5
saja : kota yang dibangun adalah kota industry, maka dapat dikatakan bahwa struktur
penduduk kota tersebut dari segi ini akan mengarah atau cenderung ke jenis-jenis
kegiatan industri, tetapi meskipun demikian jarang sekali sesuatu kota dagang, kota
pemerintahan, kota kebudayaan, dan sebagainya. Dalam keadaan tersebut struktur
penduduk kota dari segi mata pencaharian akan mengalami berbagai variasi.
D. Aspek Pola Tata Guna Lahan (Land use)
Konsolidasi Tanah di Wilayah Perkotaan
Tujuan konsolidasi tanah adalah mengembangkan kota secara lebih terkontrol
dan meningkatkan cara pengembangan kota dengan lebih adil dan bernilai sosial.
Konsolidasi tanah perkotaan meliputi aturan-aturan berikut:
a. Pemetaan kembali secara wajib (compulsory reparcelation) atau disebut juga
penyesuaian kembali, yaitu pengaturan bentuk dan luas (petak) yang disesuaikan
dengan lokasi dan rencana local.
b. Penjualan tanah bertahap (interim) secara wajib (compulsory interim purchase).
Pemerintah membeli tanah dari pemilik, dan setelah diadakan pengaturan petak,
tanah itu dijual kembali kepada orang/badan yang membutuhkan.
c. Konsolidasi tanah pertanian dan kehutanan bagi pengembangan kota. Tanah
pertanian atau tanah kehutanan, dengan persetujuan pemiliknya, dijual dan
digunakan bagi fungsi perkotaan.
Kemudian dalam segi ekonomi, konsolidasi tanah dapat merupakan alat pembantu
dalam:
a. Meringankan pembiayaan pemerintah dalam pengembangan kota;
b. Usaha untuk tidak mengeluarkan biaya dalam mematangkan tanah secara khusus
bagi pemilik tanah;
c. Memberikan kemungkinan kepada penduduk kota dari berbagai lapisan, untuk
dapat membangun menurut kemampuan masing-masing;
d. Meningkatkan frekuensi kegiatan perekonomian rakyat, karena tersedianya jalan
dan prasarana perangkutan;
e. Mengumpulkan dana pembangunan dan meningkatkan ‘modal’ pemerintah dalam
bentuk tanah, serta membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah;
f. Memudahkan tata usaha pajak tanah bagi Bapeda;
6
g. Memudahkan pemerintah melakukan investasi maupun menghadapi investor
swasta atau investor asing dalam penyediaan lokasi industry;
h. Menghambat terjadinya spekulasi tanah di wilayah yang akan dikembangkan oleh
golongan orang yang perekonomiannya kuat, melalui pengendalian penyedian
tanah menurut luas, lokasi kualitas, harga serta waktu, yang sesuai dengan
pentahapan perencanaan kota.
Pengendalian Penggunaan Lahan
Cara-cara pengendalian penggunaan lahan pada suatu kota sebagai berikut:
a. Peraturan bangunan, melalui penetapan persyaratan atas dasar keamanan dan
kesehatan, berpengaruh terhadap biaya pembangunan, dan selanjutnya akan
memengaruhi jenis dan lokasi bangunan baru maupun maupun bangunan yang
mengalami perubahan model.
b. Pembagian kewajiban, yaitu penentuan perbaikan yang harus dilakukan dan
dibiayai oleh pelaku pembagian, dan perlengkapan yang harus dipasang oleh
pelaku pembagian, dan perlengkapan yang harus dipasang oleh pemerintah kota,
ditentukan pada proses pemberian persetujuan.
c. Upaya-upaya terus dilakukan oleh para perencana kota untuk mengurangi
overzoning pemintakan yang lebih tinggi dari persyaratan yang semestinya).
Dwonzoning (pemintakan yang lebih rendah dari persyaratan yang semestinya),
merupakan suatu keberhasilan ketika rencana induk kota telah diterima oleh
dewan kota dan mendapatkan dukungan secara politis.
d. Klasifikasi kawasan merupakan bentuk pemintakan yang tertuah dan paling
banyak diterapkan. Pementakan ini membagi komunitas kedalam beberapa
wilayah atau distrik dengan pemintakan atas dasar kategori penggunaan lahan
tertentu yaitu meliputi: pertanian, permukiman, komersial, parker, dan industri.
e. Di dalam pemintakan klasifikasi kawasan, kategori utama mungkin bersifat
kumulatif atau eksklusif. Sifat kumulatif diartikan bahwa mintakat yang memiliki
kedudukan yang “lebih rendah”, memiliki dampak negatif paling kecil terhadap
lahan-lahan di sekitarnya, dapat masuk ke kawasan dengan mintakat “yang lebih
tinggi”.
7
f. Pemintakan eksklusif, merupakan lahan yang terbatas bagi golongan tertentu, yaitu
orang-orang kaya.
g. Pemintakan kelompok (cluster zoning) memungkinkan lahan yang lebih luas untuk
memusatkan pembangunan hanya pada bagian kecil suatu persil.
h. Performance zoning atau pemintakan menurut kinerja, pertama kali diusulkan
sebagai suatu cara pemberian izin bagi beberapa kegiatan untuk menepati lokasi di
manapun dalam suatu komunitasm sejauh kegiatan tersebut memenuhi
serangkaian standar kinerja yang memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak
menimbulkan dampak negative ke persil di dekatnya.
i. Managed growth zoning atau pemintakan atas dasar pertumbuhan terarah
menyangkut rencana induk yang dimiliki komunitas, program peningkatan
prasarana, peraturan pemintakan, dan implementasi dengan cara-cara khusus.
j. Menurutnya nilai tanah, akan meningkatkan kerawanan tanah terhadap kerusakan,
dan konflik funsional diperkirakan akan terjadi apabila kategori-kategori
penggunaan lahan yang berbeda diletakkan secara berdekatan satu sama lain,
mengilhami konsep guna lahan campuran (mixed land use) antara permukiman,
komersial, bahkan penggunaan lahan untuk industri ringan.
k. Pajak tanah mempengaruhi guna lahan dapat digunaka untuk mengedalikan atau
merangsang pembangunan. Pajak yang dikenakan terlalu rendah pada lahan
kosong akan berakibat pada spekulasi tanah bahwa pada masa yang akan dating
nilainya akan meningkat, atau dapat bertahan pada fungsinya saat ini apabila
dikembangkan.
l. Garis pantai dianggap penting, baik secara geografis, politis dan ekonomis.untuk
alas an yang berbeda dan dalam cara-cara yang berbeda, daerah pantai mempunyai
daya tarik bagi kegiatan rekreasi, permukiman, komersial, dan industri. Oleh
karenanya berbagai sarana dan prasarana harus dibangun di sepanjang garis
pantai.
8
E. Urbanisasi dan Permasalahannya
Pemekaran Fisik Kota
Kota-kota yang sudah maju, kota tidak hanya luas secara mendatar tetapi juga
menegak. Gedung-gedung bertingkat merupakan ciri-ciri khas untuk kota yang
modern.
Masalah-masalah yang ditimbulkan sebagai akibat pemekaran kota adalah
masalah perumahan, masalah sampah, masalah dibidang kelalulintasan, masalah
kekurangan gedung sekolah, masalah terdesaknya daerah persawahan di perbatasan
luar kota dan masalah administratif pemerintahan. Masalah-masalah yang banyak ini
kemudian mendesak para perencana dan pengatur kota untuk segera dapat mengatasi
masalah-masalah tersebut. Masalah yang bersifat fisis ini ternyata juga bersangkutan-
paut dengan masalah sosial ekonomi.
Untuk mengatasi berbagai masalah yang diakibatkan pemekaran kota peranan
aparatur kota sangat menentukan keberhasilan program-program pembangunannya.
Pemekaran kota mempunyai arah yang berbeda-beda tergantung pada kondisi kota
dan kondisi sekitarnya. Daerah perbukitan, lautan dan rintangan-rintangan alam
lainnya dapat menghentikan laju pemekaran kota. daerah-daerah ini dianggap sebagai.
“daerah lemah”.
Daerah lemah pemekaran ini merupakan tempat-tempat dimana proses
pemakaran kota tidak dapat berkembang atau boleh dikatakan berhenti. Daerah-daerah
yang memiliki potensi ekonomi yang baik akan merupakan daerah yang mempunyai
daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota.
Daerah-daerah yang dapat dikatakan sebagai “daerah kuat” pemekaran ini
merupakan
(1) Daya tarik luar kota adalah pada daerah-daerah dimana kegiatan ekonomi banyak
menonjol, yaitu di sekitar pelabuhan impor-ekspor dan sekitar hinterland yang
subur.
(2) Pusat-pusat kota lain yang mempunyai fungsi sebagai kota industry dan dagang
mempunyai daya tarik dibidang usaha. Disamping itu juga daerah-daerah di
sekitar daerah atau pusat-pusat rekreasi tidak kalah pula dalam hal ini menarik
penduduk kota luar.
9
(3) Pemekaran kota berjalan ke segala arah. Kota-kota semacam ini cepat menjadi
kota besar atau metropolitan. Di sana-sini juga dapat timbul kota-kota sateli, tentu
saja tidak hanya kondisi fisis yang berpengaruh dalam hal ini, tetapi keuangan
Negara dan modal penduduk sangat menentukan cepat lambatnya proses
pemekaran. (Bintarto, 1977:68-69).
Sumber penyebab pencemaran lingkungan hidup kota ternyata tidak dapat lepas
dari akibt adanya perkembanga kota dan kemajuan teknologi. Aktivitas manusia
dengan teknologi sederhana, tradisional ataupun teknologi jenis yang maju telah
banyak menggoyahkan lingkungan dalam arti negatif, karena kurangnya kesadaran
dan kurangnya perhitungan manusia dalam memanfaatkan teknologi tersebut.
F. Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Guna Lahan
Faktor kependudukan
a. Tingginya aktifitas perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah
penduduk;
b. Perkembangan jumlah penduduk tidak saja dipengaruhi oleh natural growth, akan
tetapi arus masuk (pergerakan penduduk) in migration
c. Pertumbuhan penduduk yang tinggi sangat berpengaruh pada spasial perkotaan.
Faktor kegiatan penduduk
kegiatan-kegiatan penduduk seperti ekonomi, industry, perkantoran yang
esensinya menggunakan lahan sangatlah mempengaruhi tata guna lahan.
Pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan, umumnya terbentuk polarisasi yaitu
munculnya kutub-kutub pertumbuhan, atau meningkatnya daerah lain akibat dari aktifitas
yang berbeda dalam sebuah kota sehingga pergerakan penduduk di dasari kebutuhan akan
pekerjaan, tempat tinggal, fasilitas, dll.
Jika manfaat lahan di setiap daerah untuk suatu kota telah diketahui, maka ini
memungkinkan kita untuk memperkirakan lalu lintas yang dihasilkan (Blunden dan Black,
1984 dalam Khisty dan Lall, 2003: 74). Dari hal tersebut maka kita dapat mengetahui sejauh
mana tingkat kebutuhan akan jasa transportasi yang merupakkan masukan yang berguna
untuk merencanakan sampai tingkat mana fasilitas-fasilitas transportasi akan disediakan.
10
Keterkaitan guna lahan dengan arus lalu lintas (Menhein, 1979 dalam Miro, 2004: 45)
adalah sebagai berikut:
Arus lalu lintas ditentukan menurut pola tata guna lahannya dan tingkat pelayanan
system transportasinya.
Kalau arus lalu lintas dalam jangka waktu yang lebih lama (panjang) semakin
bertambah, hampir pasti bahwa pola tata guna lahan dan tingkat pelayanan
transportasinya mengalami perubahan.
Pengaturan tata guna lahan di kota-kota saat ini memang menjadi suatu permasalahan
yang sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan yang
sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula.
G. Pendekatan Sistem Jaringan
Jaringan transportasi adalah jaringan prasarana trasnportasi (lintasan jalan, lintasan
penyeberangan, lintasan transportasi laut, lintasan rel) dan simpul sarana transportasi
(terminal, pelabuhan, bandara). Dalam hal ini akan dibahas mengenai system transportasi
darat, sistem jaringan (prasarana) meliputi jalan dan terminal.
Jaringan jalan merupakan suatu kesatuan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam
suatu hubungan hirarki. System jaringan jalan dengan peranan pelayanan, jasa distribusi
untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan simpul jasa distribusi disebut
jaringan jalan primer, dan system jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk
masyarakat di dalam kota membentuk system jaringan jalan sekunder.
Transport jalan raya seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan dan
perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh mengikuti maupun
mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sector dan bidang kehidupan tersebut.
Dalam hubungan ini transportasi khususnya transportasi jalan raya, menjalankan dua fungsi,
yaitu sebagai unsur penting yang melayani kegiatan-kegiatan yang sudah/sedang berjalan (the
servicing function) dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan (the
promoting function). (Kamaluddin, 2003: 53).
Dalam angkutan jalan raya, system jaringan jalan dan kendaraan bermotor tidak dapat
dipisahkan. Dimana dalam pembangunan jaringan jalan harus memperhatikan jumlah
11
kendaraan yang akan melewatinya. Permasalahan yang muncul, kondisi system transportasi
yang memburuk akibat meningkatnya motorisasi yang diperparah akibat lebih tingginya
kenaikan jumlah kendaraan bermotor dibanding kecepatan pembangunan jalan. Hal ini
menggambarkan bahwa system penyediaan dan system permintaan terdapat ketimpangan
sehingga system transportasi tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Salah satu contoh dari
permasalahan yang ditimbulkannya yaitu dapat menimbulkan kemacetan diakibatkan
kapasitas jaringan jalan tidak sesuai dengan kendaraan yang ada.
H. Pendekatan Sistem Pergerakan
Transportasi yang baik yaitu transportasi yang dapat memberikan kenyamanan, biaya
murah dan efesiensi waktu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
flow/jaringan transportasi untuk mengurangi masalah yang muncul yaitu dengan melakukan
intervensi pada sarana transportasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberlakukan
system angkutan massal, dimana dengan hal tersebut kita dapat mengurangi system
pergerakan pada jalan raya, juga sebagai suatu langkah antisipasi dalam peningkatan
kepadatan lalu lintas.
Sebaran geografis antara tata guna tanah (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi
dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan pola lalu
lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan transportasi akan
mempunyai efek feedback atau timbal balik terhadap lokasi tata guna tanah yang baru dan
perlunya peningkatan prasarana.
Ada 2 masalah dalam meminimalkan pergerakan akibat land use yaitu
a. Bangkitan lalulintas, Bangkitan lalu lintas tergantung dari land use sebuah daerah
(permukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dll) mempunyai karakteristik
bangkitan lalu lintas maupun pergerakan yang berbeda-beda. Beberapa tipe antara
lain :
Tipe land use yang menghasilkan lalu lintas yang berbeda dengan land use
lainnya
Land use yang berbeda menghasilkan tipe lalu lintas yang berbeda (pejalan
kaki, truk, mobil)
Land use yang berbeda menghasilkan lalu lintas pada waktu yang berbeda.
12
b. Jarak yang terlalu jauh yang mengakibatkan land use yang jauh jaraknya bakal
ditinggalkan dan akan beralih fungsi, sehingga alih fungsi ini akan menimbulkan
masalah baru.
Dalam hal ini perlunya dalam rencana tata guna lahan memperhatikan zona-zona
pembagian berdasarkan aktivitas penduduk yang saling berkaitan juga dalam rencana kota
distribusi penduduk juga harus diperhatikan agar distribsi ruang dan distribusi .
I. Transportasi dan Dampak Lingkungan
Kemacetan, polusi, konservasi energy dan penurunan kesehatan masyarakat adalah
beberapa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pergerakan kendaraan bermotor.
Kemacetan lalu lintas tidak hanya mengurangi efisiensi pengoperasian transportasi, tetapi
juga membuang waktu dan energy, menimbulkan polusi yang berlebihan, membahayakan
kesehatan masyarakat dan mempengaruhi ekonomi masyarakat.
Kemacetan lalu lintas juga dapat membahayakan kesehatan.Konsentrasi Karbon
monoksida yang tinggi pada jalan yang padat akan menghalangi aliran oksigen untuk para
pengemudi, sehingga akan mempengaruhi kinerja pengemudi. Hal ini akan berakibat pada
menipisnya lapisan ozon yang selanjutnya mengakibatkan sesak napas, batuk, sakit kepala,
penyakit paru-paru, penyakit jantung,dan kanker. Tingkah laku agresif dan reaksi psikologis
juga berhubungan dengan kondisi kemacetan lalu lintas
Dari tinjauan masalah transportasi dan dampaknya pada lingkungan, maka dapat
dilihat kontribusi yang sangat besar dari masalah transportasi terhadap kenyamanan dan
kelestarian lingkungan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu pola
pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi /memenuhi kebutuhan generasi penduduk
masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan dating untuk mencukupi
/memenuhi kebutuhannya. (World Comission on Environment and Development/WCED
(1987) dalam Yunus, 2005:141). Untuk mengatasi permasalahan ini sedikitnya terdapat tiga
konsep yang dapat diberikan. Konsep yang pertama adalah usaha untuk mengurangi jumlah
kendaraan bermotor yang ada, hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan sarana transportasi
massal yang nyaman, sehingga dapat menjadi alternative terbaik bagi masyarakat dan dapat
mengurangi jumlah kendaraan pribadi. Konsep kedua adalah perbaikan mutu gas buangan
dari kendaraan bermotor, baik dari segi desain, perawatan maupun pemakaian bahan bakar
13
yang seminimal mungkin dapat memberikan pencemaran terhadap lingkungan. Konsep yang
ke tiga adalah usaha mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan sehingga pemborosan energy
dan pencemaran lingkungan dapat dikurangi.
J. Studi Kasus Permasalahan Transportasi akibat perubahan guna lahan di Jakarta
Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia, sebagai ibukota Negara, posisi Jakarta
memegang posisi sangat penting dalam hal; politik, ekonomi, dan perdagangan. Tidak salah,
kalau akhirnya Jakarta diserbu oleh pendatang (urban) yang berdatangan dari berbagai
wilayah di Indonesia. berdasarkan catatan resmi catatan sipil, tahun 2007, jumlah penduduk
Jakarta adalah 7.706.392 jiwa, sedangkan berdasarkan perkiraan, pada siang hari, penduduk
Jakarta bisa mencapai 12 juta jiwa. Yang menjadi persoalan dimana lahan yang tersedia tidak
bertambah akan tetapi jumlah penduduknya semakin hari semakin meningkat, dengan kata
lain maka kebutuhan akan lahan pun semakin meningkat.
Pengaturan tata guna lahan di Jakarta ini memang menjadi suatu permasalahan yang
sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan yang
sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula. Pengaturan ini sudah
diarahkan, baik dalam Jakarta 1965-1985 Master Plan, maupun Jakarta 1985-2005 Structure
Plan, namun implementasi-nya masih seringkali berubah dan tidak sesuai karena adanya
berbagai kebutuhan dan kendala.
Sebagai contoh adalah kasus di Kuningan, pada awalnya wilayah ini dalam Jakarta
Struktur Plan 2005 diarahkan untuk pengembangan kawasan campuran, dengan sebagian
besar untuk pemukiman kelas atas yang disediakan untuk para diplomat serta perkantoran.
Tetapi sekarang kawasan ini tumbuh menjadi kawasan perkantoran kelas satu termasuk
kantor-kantor komersial. Hal ini terjadi karena lokasi tersebut yang sangat strategis
dibandingkan lokasi lain.
Dari aspek accessibility kawasan ini mudah dicapai dari segala arah, tetapi pelayanan
transportasi tidak cukup baik. Jalur lalu lintas sangat padat terutama pada jam-jamsibuk.
Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna lahan di kawasan ini dirumuskan kembali
dengan konsep superblock system dan high rise building. Sebagai dampaknya kebutuhan
transportasi meningkat pesat sedangkan sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan dan
kepadatan lalu lintas tidak dapat dihindarkan.
14
Dengan luas area 325 ha dan lebih dari setengah juta pekerja, maka kawasan ini
sangat memerlukan alat dan sarana transportasi baru. Namun dalam realitanya, walau terjadi
perubahan fungsi kegiatan (tata guna lahan), kebijaksanaan transportasi masih mengacu pada
Jakarta Struktur Plan 2005, yang jelas-jelas sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
perkembangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan penggunaan lahan
belum didukung dengan kebijaksanaan pengembangan transportasi.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata guna lahan yang baik
belum tentu dapat mendukung pemecahan masalah transportasi, Karena masih ditentukan
oleh implementasi-nya yang banyak dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang dianggap lebih
penting dan mendesak dari penataan guna lahan itu sendiri.
K. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya maka dapat saya simpulkan bahwa wilayah atau daerah
merupakan suatu luasan geografis yang dibatasi oleh kebutuhan fisik dan atau ekonomi dan
atau sosial dan atau administrasi (kepemerintahan) dan atau beberapa kebutuhan tersebut dan
atau keempat-empatnya sekaligus.
menurut Peraturan Pemerintah Nomor PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui
pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem
untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Sistem transportasi merupakan suatu sistem dalam pengembangan perkotaan.
Permasalahan system transportasi tersebut merupakan masalah yang kompleks yang
melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang terkait maka diperlukan pendekatan sistem
yang tepat pula yang mencakup aspek yang terkait. Sebagaimana interaksi tata guna lahan
dan sistem transportasi merupakan indikator yang mesti diperhatikan dalam melakukan
perencanaan sistem jaringan transportasi guna terciptanya pembangunan yang berkelanjutan
tanpa merusak ekologi yang ada.
15
Daftar Pustaka
Buku:
Adisasmitha, R., 2010. Pegembangunan Kawasan dan Tata Ruang: Graha Ilmu, Yogyakarta.
Mulyandari, H., 2010. Pengantar Arsitektur Kota: Penerbit Andi, Yogyakarta.
Tondobala, L., 2009. Pertanahan dan Tata Guna Lahan, Bahan Ajar, Manado.
Undang-undang, Peraturan Pemerintah.
Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 45. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2007. Undang - undnag No. 26 Tahun 2007 Penataan Ruang. .
Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 68. Sekretariat Negara. Jakarta.
16