teknologi benih
TRANSCRIPT
TUGASPENELITIAN TINDAKAN KELAS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliahPenelitian Tindakan Kelas
Oleh :
Dea RahmatA4111952
P. Studi :
Teknik Produksi Benih
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2012
A. Teknologi Benih
Teknologi Benih adalah Ilmu pengetahuan yang membahas mengenai cara
memperbaiki sifat–sifat genetik dan fisik benih. Kegiatan dalam teknologi benih
tersebut terbagi atas beberapa katagori. Kegiatan tersebut bertujuan mencari benih
yang baik. Diantara kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1 Pengembangan varietas
2 Penilaian dan pelepasan verietas
3 Produksi benih
4 Pengelolaan/proses pembenihan
5 Penyimpanan
6 Pengujian dan sertifikasi
B. Karakteristik Teknologi Benih
Teknologi benih ialah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk
dapatmemeperbaiki sifat-sifat genetic dan fisik dari benih, yang mencakup
kegiatan-kegiatanseperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan
varietas, produksi benih, pengolahan, penyimpanan, pengujian serta sertifikasi
benih.
Benih ialah simbol dari suatu permulaan, inti dari kehidupan di alam
semestadan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari
kehidupantanaman. Benih di sini ialah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan
pertanaman.Sehingga masalah teknologi benih berada dalam ruang lingkup
agronomi. Agronomisendiri diartikan sebagai suatu gugus ilmu pertanian yang
mempelajari pengelolaanlapang produksi dengan segenap unsur alam (iklim,
tanah, air), tanaman, hewan, danmanusia untuk mencapai produksi tanaman
secara maksimal.
Dalam konsep agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih
harusmampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana
teknologiyang maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak sedikit baik
dari segi biayamaupun waktu yang berharga akibat penggunaan benih yang
bermutu rendah. Olehkarena itu, meskipun pertumbuhan dan produksi tanaman
sangat dipengaruhi olehkeadaan iklim dan cara bercocok tanam, tetapi harus
diingat pentingnya pemilihan mutu benih yang akan digunakan. Berarti benih
dengan mutu tinggi sangat diperlukan karenamerupakan salah satu sarana untuk
dapat menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimal.
C. Penyebab Rendahnya Hasil Belajar
Penyebab rendahnya hasil belajar peserta diklat tersebut rendahnya motivasi
dan aktivasi belajar siswa dalam belajar khususnya pembelajaran teknologi benih.
Di lihat dari adanya siswa yang mengobrol saat pembelaharan berlangsung, selain
tu terdapat siswa yang tiduran dan bermalasan saat pembelajaran berlangsung.
Siswa terlihat tidak antusias mengikuti pembelajaran teknologi benih hal ini
ditandai dengan prilaku siswa seperti tidak memperhatikan penjelasan guru.siswa
tidak melakukan interaksi belajar dengan siswa lain, dengan guru maupun dengan
bahan ajarnya.
D. Model Pembelajaran Teknologi Benih
1. Training Model: Desain, Demonstrasi, Praktek / Latihan Dan Umpan Balik
a. Orientasi Model
Pada akhir tahun 1950an empat aliran pemikiran bergabung untuk
menemukan pendekatan penyelesaian permasalahan pengorganisasian
pendidikan dan pelatihan. Keempat cabang pemikiran itu adalah psikologi
pelatihan (training psychology), psikologi sibernetika (cybernetic
psychology), analisis sistem (systems analysis) dan psikologi tingkah laku
(behavioral psychology).
Psikologi pelatihan menekankan pada analisis tugas dan desain
hubungan komponen komponen pelatihan; psikologi sibernetika focus
pada dinamika umpan balik dan self regulation, pengembangan system
menekankan pada analisa terhadap system dan behavioris menekankan
pada demonstrasi dan prakteknya.
Psikologi Pelatihan. Cabang pemikiran pertama yang merupakan
hasil riset tentang situasi pelatihan yang kompleks yang dikembangkan
sebagai reaksi atas sedikitnya teori tentang itu. Psikologi pelatihan focus
pada aktivitas dimana orang menampilkan fungsi fungsi yang perlu
dikerjakan dengan ketepatan tinggi dan unujuk kerjanya harus benar benar
tepat karena menentukan keselamatan diri sendiri maupun tim. Banyak
pelatihan dikembangkan dalam merespon kebutuhan kemiliteran seperti
pelatihan untuk anggota kru penyelam atau bomber. Waktu pelatihan
untuk ketrampilan ini biasanya singkat dan sangat memerlukan koordinasi
tingkat tinggi antar anggota. Kesalahan salah satu anggota bisa
membahayakan diri sendiri, anggota yang lain atau bahkan bisa
menyebabkan gagalnya suatu operasi militer.
Para psikolog menemukan bahwa diperlukan pengetahuan yang lebih
kompleks daripada stimulus-respon-reinforcement untuk pelatihan yang
komplek semacam itu. Maka lahirlah satu cabang psikologi yang
kemudian disebut psikologi pelatihan.
Psikologi pelatihan berkonsentrasi pada pengkonsepan tujuan dan hal
yang harus dilakukan (tugas) saat unjuk kerja, memerinci tugas tugas
menjadi komponen komponennya, mengembangkan komponen komponen
pelatihan untuk memastikan tercapainya masing masing sub komponen
dan mengatur keseluruhan situasi pembelajaran menjadi suatu urutan yang
memastikan akan adanya transfer dari suatu komponen ke komponen lain
dan bahwa pembelajaran yang menjadi prasyarat akan dicapai sebelum
pembelajaran yang lebih sulit. Seperti psikologi tingkah laku, psikologi
pelatihan juga menaruh perhatiannya pada perincian dan pengurutan/pe-
rangkaian tingkah laku dan juga membentuk perilaku untuk prestasi atau
unjuk kerja terbaik. Psikologi pelatihan juga mementingkan
reinforcement dan umpan balik tetapi kontribusi utamanya adalah pada
desain pembelajaran.
Psikologi sibernetika. Adalah cabang pemikiran yang dikembangkan
selama perang dunia kedua dan sangat dekat dengan riset pelatihan yang
bisa juga dianggap sebagai cabangnya, yang didasarkan pada
konseptualisasi manusia secara teknis. Manusia seperti mesin elektronik,
system sibernetika, yang menggunakan proses sensory terhadap umpan
balik untuk mengontrol dan memodifikasi tingkah lakunya sendiri.
Ahli psikologi sibernetika sering kali menggunakan peralatan sebagai
simulator untuk mempelajari tingkah laku manusia dan sebagai bagian
dari system pelatihan.
Karena manusia dipahami sebagai “system yang bisa mengoreksi diri
sendiri”, maka manusia memerlukan informasi tentang kemampuannya.
Informasi diperlukan bukan hanya tentang hasil tetapi juga sampai dimana
level kecakapannya. Desainer pembelajarannya (pelatih) ingi memberikan
umpan balik secepatnya dan agar peserta bisa mengetahui letak
kesalahannya. Umpan balik yang tidak akurat atau menyesatkan dapat
membuat hasilnya buruk. Dan umpan balik yang segera diberikan
dianggap lebih efektif dibandingkan yang tidak langsung.
Desain system. Cabang pemikiran ketiga yang sangat dekat dengan
psikologi pelatihan dan psikologi sibernetika adalah pengembangan
system. Makin bertambahnya ahli psikologi perencana pelatihan,
kemiliteran, perindustrian dan pendidikan dan desainer peralatannya
menimbulkan kesadaran bahwa setiap tingkah laku orang menjalankan
salah satu bagian system yang terorganisasi.
Sistem ini tidak hanya terdiri dari manusia ‘yang bertingkah laku’
tetapi juga sebagai bagian dari system organisasi, bersama dengan mesin
dan system komunikasi membentuk organisasi, cara cara personel
disebarkan dan jenis jenis pelatihan yang digunakan. Desainer sekarang
enggan mengembangkan peralatan tanpa mengkonseptualisasikannya
sebagai bagian dari system manusia-mesin - melihat bagaimana
kecocokan dengan mesin yang lain, dengan manusia sebagai operatornya
dan dengan komunikasinya.
Dengan pikiran yang sehat, desainer merencanakan untuk membuat
mesin yang bisa dioperasikan oleh banyak orang. Pendekatan system
membuat desain dengan melihat semua komponen, memadukan sumber
yang tersedia dengan kebutuhan.
Intisari dari analisis system adalah membuat model yang
menggambarkan keseluruhan organisasi. Dalam perencanaan system yang
pertama dibuat adalah indentifikasi system secara keseluruhan, sub system
dan fungsinya, kemudian menyusun detail system, termasuk spesifikasi
jenis manusia-mesin tertentu untuk bisa berfungsi dalam system yang
lebih besar..
Sebagai contoh , pelajar yang mencoba melewati ujian kecakapan
sekolah menengah yang mengindikasikan kompetensi “kecapakan dasar” ,
saat staf administrasi dan guru memberikan soal sesuai kenyataan
dilapangan sering kali siswa tidak mampu, mereka tidak mampu membaca
peta jalan raya, mengisi form pajak, atau membuat perencanaan
transportasi menggunakan jadwal penerbangan pesawat. Jika situasi
pembelajaran bersifat khas seharusnya digabungkan antara prinsip prinsip
psikologi pelatihan dan desain system dalam perencanaannya,
permasalahan transfer tidak akan menjadi besar. Kebanyakan pendidik
(para guru, penyusun kurikulum, penulis buku) berpikir tentang
pemerolehan materi pelajaran daripada tugas tugas fungsional dan
hasilnya terlihat dengan rendahnya hasil ujian kompetensi.
Psikologi tingkah laku. Cabang pemikiran keempat yang meneliti
permasalahan pada pelatihan adalah teknik teknik modeling psikologi
tingkah laku. Ciri ciri penting modeling adalah peserta pelatihan
menampilkan demonstrasi baik secara langsung atau simbolis satu tingkah
laku baru dan prakteknya dengan petunjuk dari instruktur. Meskipun
penelitian menunjukkan bahwa observasi sangat berguna untuk
mengembangkan tingkah laku baru, yang paling efektif adalah modeling
(demonstrasi) dengan informasi dan praktek.
Modelling biasa digunakan untuk mempermudah pembentukan
tingkah laku , mengurangi ketakutan dan kegelisahan, juga bisa untuk
melatih tingkah laku baru seperti pengembangan bahasa dan kecakapan
kecakapan psikomotor. Penarikan diri, isolasi dan tingkah laku
hiperagresive juga menggunakan modeling untuk terapinya.
Prosedur yang dihubungkan dengan modeling didasarkan pada prinsip
prinsip dari teori behavior seperti reinforcement dan perkiraan berturut
turut. Rimm dan Masters mengidentifikasi empat factor yang efektif
dalam modeling yaitu: 1) Peserta mengobservasi ada tidaknya yang
konsekuensi menakutkan. 2) Mereka memperoleh pengetahuan teknis dan
informasi selama demonstrasi. 3) Kecakapan kecakapan itu diperbaiki
selama fase latihan. Pada fase ini kegelisahan atau ketakutan berkurang
dan kepercayaan diri meningkat. 4) Dukungan dari instruktur membantu
peserta.
Modeling adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi tingkah
laku pada saat memberikan perlakuan (treatment) pada masalah masalah
tingkah laku seperti ketakutan atau fobia. Juga terbukti berhasil untuk
terapi pengembangan kemampuan bicara dan tingkah laku social pada
anak autis. Terbukti, bidang bidang lain menggunakan prosedur
demonstrasi dan praktek selama bertahun tahun dalam pelatihan, tetapi
sedikit yang melakukan seempiris dan sepenuhnya seperti behavioris
(penganut aliran behavioristik).
b. Tujuan dan asumsi
Meskipun empat bidang yang dibahas diatas memiliki spesifikasi
tetapi keempatnya memiliki filosofi umum yang sama. Keempatnya
terutama menaruh perhatian pada tujuan pelatihan dan desain pelatihan
daripada aspek filosofis konsepsi psikologis manusia atau masyarakat.
Ahli psikologi sibernetika, psikologi tingkah laku, psikologi pelatihan dan
desain system bekerja untuk mempelajari desain pelatihan dan tingkah
laku manusia saat pelatihan. Mereka menanyakan, Apakah tujuan yang
hendak dicapai? Sifat dasar dari program pelatihan adalah berasal dari
analisa tujuan dan usaha membuat kondisi pelatihan yang akan
membentuk ‘ketrampilan’ peserta menjadi seperti yang diinginkan.
Kelompok desainer pembelajaran ini umumnya ingin memecahkan
masalah masalah pelatihan yang luas cakupannya mulai dari kecakapan
psikomotor, kecakapan memecahkan masalah yang kompleks dan bahkan
kadang terapi dan pelatihan interpersonal. Oleh karena itu model
modelnya diaplikasikan secara luas pada pendidikan dan pelatihan.
c. Sintaks (urutan kegiatan)
Model Pengajaran Training menurut Joyce dan Weil (1980) memiliki
lima fase yaitu klarifikasi tujuan, penjelasan teori, demonstrasi unjuk kerja
yang benar, praktek simulasi dengan feed dan transfer training.
Fase pertama klarifikasi, dimulai dengan pernyataan tujuan, hal ini
penting karena tujuan harus spesifik dan jelas dipahami siswa. Fase kedua,
penjelasan teori, setelah tujuan disampaikan maka dibutuhkan penjelasan
teoritis tentang mengapa tujuan itu diperlukan dan unjuk kerja apa yang
harus dicapai. Fase ketiga demonstrasi, pada fase ini ditunjukkan
gambaran , model tingkah laku , film, video atau demonstrasi secara
langsung unjuk kerja yang tepat. Fase keempat praktek simulasi, siswa
atau peserta training akan mengerjakan tugas dari tiap tiap elemen
prosedur dan diberikan feedback sebagai control ketepatan unjuk kerja
yang ditampilkan. Fase kelima, transfer pada kondisi yang
sesungguhnya. Pada awalnya transfer diawali dengan control dari guru
atau pelatih tetapi kemudian siswa atau peserta akan mengoreksi
tindaknnya sendiri dan secara bertahap kecakapannya meningkat.
d. Sistem social
Para pebelajar memiliki pilihan yang berbeda dalam pelatihan. Ada
yang menyukai dikontrol dan ada yang tidak. Pebelajar yang tidak suka
dikontrol akan sulit belajar apabila pelatih terlalu mengontrolnya. Mereka
memerlukan otonomi yang lebih besar untuk menyelesaikan tugasnya dan
akan memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri. Tetapi pebelajar yang
lain mungkin memerlukan umpan balik dari luar untuk bisa belajar.
Sistem sosial yang optimal untuk aplikasi training model memadukan
tujuan dan pola pelatihan yang cocok untuk bermacam macam tipe
pebelajar.
e. Prinsip prinsip reaksi
Pelatih, guru atau tutor menggunakan training model memberikan
umpan balik sesuai tingkat kemampuan peserta. Baik pelatih maupun
“system analisis tingkat kemampuan peserta pelatihan” memberikan
umpan balik tentang rangkaian pembelajaran yang harus dilakukan hingga
benar benar mampu. Hal yang sangat penting adalah bahwa umpan balik
yang diberikan cukup akurat, lengkap dan detail untuk peserta pelatihan
memahami kemampuannya. Idealnya pelatih atau system memberikan
cara bagi peserta untuk mengoreksi dirinya sendiri. Prinsip prinsip ini
mengacu pada teori bahwa manusia merupakan system yang mampu
mengoreksi informasi bagi dirinya sendiri, jika diberika umpan balik
tentang sifat dan akibat unjuk kerjanya, mereka akan mengoreksi dirinya
sendiri.
f. Sistem pendukung
Guru atau pelatih yang baik, bekerja sendiri, dapat menyediakan
berbagai unsure yang diperlukan untuk system pelatihan secara sederhana
dengan memberikan “arena (kesempatan)” untuk latihan kecakapan yang
sedang diajarkan. Misalnya guru bahasa Inggris mengajarkan bahwa untuk
penyusunan essay diperlukan pensil, kertas dan siswa yang aktif.
Peralatan peralatan teknis berguna khususnya untuk kecakapan
psikomotor yang kompleks yang banyak dibidang atletik. Pelatih
sepakbola menggunakan film, rintangan, simulasi sesudah gol secara
bersama yang mirip kondisi permainan yang sebenarnya dan melatih
dengan menekankan satu kecakapan saja pada satu waktu. Semua itu
berguna. Camp tenis menyediakan berbagai film pendek yang
mendemonstrasikan pemain dalam kondisi yang bervariasi.
g. Aplikasi
Training Model bisa diaplikasikan untuk berbagai permasalahan
pendidikan. Banyak guru menggunakan untuk ketrampilan dasar
membaca dan menulis. Disamping itu juga untuk membantu dalam
permasalahan perilaku social dan menghilangkan rasa takut. Guru olah
raga dan pelatih kursus mengemudi adalah orang orang yang paling sering
menggunakan model ini. Aspek dari model ini kebanyakan berdasarkan
intuisi- saat kita bekerja dengan peserta pelatihan, kita melakukan
demonstrasi dan kemudian memberi petunjuk saat mereka berlatih. Untuk
tingkah laku (ketrampilan) yang sederhana, yang diperlukan hanya
demonstrasi dan pemberian petunjuk saat latihan. Tantangan untuk
pendidik ketrampilan yang lebih kompleks tergantung pada
konseptualisasi yang masuk akal dan definisi tugas, pengurutan yang teliti
dan demonstrasi yang diikuti dengan pemberian petunjuk saat latihan,
pertama dibawah kondisi simulasi untuk memastikan tercapainya
kemampuan komponen komponen kecakapan dan integrasi kecakapan
kecakapan itu menjadi satu kesatuan yang coherent.
Training model bisa menggunakan mediasi instruktur ataupun dengan
mediasi bahan lain. Bahan ini didesain sesuai dengan prinsip prinsip
desain pembelajaran ( yaitu, konseptualisasi kemampuan akhir yang
diharapkan, memerincinya menjadi komponen komponen tugas dan
menyusunnya menjadi rangkaian tindakan untuk mencapai kelulusan,
memperjelas pelatihan dengan informasi tugas dan sub sub tugas dan
memberikan informasi saat demonstrasi, petunjuk saat latihan, umpan
balik dan reinforcement.)
Pembelajaran ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja
kadang dibutuhkan pemikiran yang melebihi kemampuan guru. Tetapi
apabila guru benar benar menguasai ketrampilan itu dengan baik tidak
sulit untuk membuat analisis tugas dan membuat urutannya. Hunziker
mengembangkan langkah langkah pelatihan berenang untuk orang yang
takut air.
E. Langkah-langkah Pembelajaran Training Model
Jika dilihat dari pembahasan teori training model, maka banyak sekali proses
pembelajaran di SPP yang menggunakan model pembelajaran ini. Saat guru
reproduksi ternak mengajarkan Inseminasi Buatan, atau saat guru makanan ternak
mengajarkan pembuatan silase atau siapa saja yang mengajarkan ketrampilan
biasa menggunakan model pembelajaran ini.
Guru menjelaskan tujuan, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan teori
tentang materi yang diajarkan. Setelah itu guru mendemonstrasikan langkah
langkah yang benar. Kemudian siswa akan mencoba mempraktekkannya, baik
dalam simulasi maupun langsung dalam kondisi nyata. Pada saat siswa praktek,
guru mengoreksi tindakan siswa yang tidak sesuai prosedur yang benar
(memberikan umpan balik).
Biasanya simulasi dilakukan apabila latihan dengan kondisi nyata tidak
memungkinkan. Alasannya bisa bervariasi, dari tingkat resiko hingga factor
biaya.
Dibawah ini dua contoh pembelajaran yang menggunakan training model
dengan metode yang disesuaikan dengan karakteristik materi ketrampilan.
Contoh ketrampilan 1:
Mata Pelajaran : Teknologi benih semester 3
Standar kompetensi : Pengolahan pasca panen
Kompetensi Dasar : ekstrak benih cabe
Langkah langkah
Tahap persiapan guru sebelum jam belajar. Sama dengan penggunaan
model lain, pada penggunaan metode training model guru lebih memilih media
yang akan digunakan. Untuk ketrampilan teknologi benih, media video dan
sekaligus alat dan bahan aslinya, merupakan alternative yang bisa dipilih. Untuk
pengolahan pasca panen, guru menyiapkan alat dan bahan berupa benih yang
yang mau di ekstrak, alat dan bahan yang akan digunakan untuk proses exstraksi
benih (sesuai anggaran).
Guru menentukan anggota kelompok (2-3 orang). Pembatasan anggota
memungkinkan siswa untuk bekerja sama tanpa mengurangi kesempatan
belajarnya (time on task).
Tahap tahap selama pembelajaran
1 Guru menjelaskan tujuan ekstraksi benih
2 Guru menjelaskan mengapa siswa belajar ekstraksi benih 3.
3 Guru mendemonstrasikan ekstraksi benih:
Menggunakan video pembelajaran. Merupakan aternatif pertama karena
meskipun pembuatan awalnya memerlukan waktu dan biaya, tetapi sekali
dibuat bisa digunakan berulang kali. Untuk mengajar langkah demi
langkah suatu proses, guru dapat menunjukkan dengan waktu yang
sesungguhnya, tetapi dengan media proses bisa dipercepat atau
diperlambat. Dalam hal ini, proses dipercepat untuk menghemat waktu.
Atau menyiapkan bahan, benih yang dudah di ekstrak. Guru menunjukkan
bahan yang diperlukan. Kemudian guru menunjukkan langkah langkahnya
dengan praktek. Karena proses pembuatannya cukup lama, maka guru
lebih dahulu menyiapkan bahan setengah jadi dan bahan jadi untuk
mempersingkat waktu. Siswa mengamati tindakan guru.
4 Siswa mempraktekkan ekstraksi benih dengan bimbingan guru (feed back).
Pemberian umpan balik untuk prosedur yang merupakan urutan aksi,
hendaknya menunjukkan secara tepat dalam hal aplikasi itu tidak betul atau
secara tepat bagaimana cepatnya suatu prosedur yang betul diterapkan (Dahar,
1988).
Guru bisa menggabungkan langkah ketiga dan keempat. Guru
mempraktekkan langkah pertama. Siswa langsung mengikuti. Setelah langkah
pertama diselesaikan siswa, guru melanjutkan ke langkah kedua, dan
seterusnya sampai selesai.
Untuk ketrampilan ini bisa tanpa penggunaan langkah simulasi.
Pertimbangannya adalah bahwa ketrampilan ini tidak beresiko dan pengadaan
bahan bahannya mudah.
Pembelajaran ekstraksi benih sampai pada tahap trampil untuk
melaksanakan prosedur, cocok menggunakan traning model. Tetapi untuk
selanjutnya dimana siswa dikembangkan kreativitasnya dengan membuat
variasi ekstrak benih lain, model ini tidak sesuai. Pembelajaran bisa
dikembangkan dengan model lain yang memungkinkan siswa membuat
pilihan subtitusi bahan untuk pengembangan produk. Misalnya siswa bisa
dilibatkan dalam diskusi untuk menentukan : gimana proses yang paling
sesuai untuk subtitusi salah satu ekstrak benih, mencari alasan mengapa bahan
tersebut dipilih, siapa kira kira calon konsumennya, atau seberapa
pengaruhnya terhadap biaya produksi.
Sebagai assessment yang terbaik dilakukan dengan uji kompetensi. Siswa
melakukan ekstark benih dengan penilaian mulai dari langkah kerja dan
komposisi penggunaan bahan yang sesuai dengan saat pembelajaran
dilakukan.
Daftar Pustaka
Akbar, Sa’dun. 2011. Pembelajaran Nilai dan Karakter: Pendekatan dan Strategi Pembelajaran untuk Pengembangan dan Pembinaan karakter. Makalah seminar. Malang
Dahar, R.W. 1988. Teori Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Fleming, M. and W. H. Levie. 1978. Instructional Message Design. Principles from the Behavioral Sciences. Educational Technology Publications. Englewood Cliffs, New Jersey 07632