teknologi benih

23
TUGAS PENELITIAN TINDAKAN KELAS Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas Oleh : Dea Rahmat A4111952 P. Studi : Teknik Produksi Benih PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI

Upload: dheeea-ziebokz-thea

Post on 24-Jul-2015

97 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teknologi Benih

TUGASPENELITIAN TINDAKAN KELAS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliahPenelitian Tindakan Kelas

Oleh :

Dea RahmatA4111952

P. Studi :

Teknik Produksi Benih

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU TERINTEGRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2012

Page 2: Teknologi Benih

A. Teknologi Benih

Teknologi Benih adalah Ilmu pengetahuan yang membahas mengenai cara

memperbaiki sifat–sifat genetik dan fisik benih. Kegiatan dalam teknologi benih

tersebut terbagi atas beberapa katagori. Kegiatan tersebut bertujuan mencari benih

yang baik. Diantara kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1 Pengembangan varietas

2 Penilaian dan pelepasan verietas

3 Produksi benih

4 Pengelolaan/proses pembenihan

5 Penyimpanan

6 Pengujian dan sertifikasi

B. Karakteristik Teknologi Benih

Teknologi benih ialah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk

dapatmemeperbaiki sifat-sifat genetic dan fisik dari benih, yang mencakup

kegiatan-kegiatanseperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan

varietas, produksi benih, pengolahan, penyimpanan, pengujian serta sertifikasi

benih.

Benih ialah simbol dari suatu permulaan, inti dari kehidupan di alam

semestadan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari

kehidupantanaman. Benih di sini ialah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan

pertanaman.Sehingga masalah teknologi benih berada dalam ruang lingkup

agronomi. Agronomisendiri diartikan sebagai suatu gugus ilmu pertanian yang

mempelajari pengelolaanlapang produksi dengan segenap unsur alam (iklim,

tanah, air), tanaman, hewan, danmanusia untuk mencapai produksi tanaman

secara maksimal.

Dalam konsep agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih

harusmampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana

teknologiyang maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak sedikit baik

Page 3: Teknologi Benih

dari segi biayamaupun waktu yang berharga akibat penggunaan benih yang

bermutu rendah. Olehkarena itu, meskipun pertumbuhan dan produksi tanaman

sangat dipengaruhi olehkeadaan iklim dan cara bercocok tanam, tetapi harus

diingat pentingnya pemilihan mutu benih yang akan digunakan. Berarti benih

dengan mutu tinggi sangat diperlukan karenamerupakan salah satu sarana untuk

dapat menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimal.

C. Penyebab Rendahnya Hasil Belajar

Penyebab rendahnya hasil belajar peserta diklat tersebut rendahnya motivasi

dan aktivasi belajar siswa dalam belajar khususnya pembelajaran teknologi benih.

Di lihat dari adanya siswa yang mengobrol saat pembelaharan berlangsung, selain

tu terdapat siswa yang tiduran dan bermalasan saat pembelajaran berlangsung.

Siswa terlihat tidak antusias mengikuti pembelajaran teknologi benih hal ini

ditandai dengan prilaku siswa seperti tidak memperhatikan penjelasan guru.siswa

tidak melakukan interaksi belajar dengan siswa lain, dengan guru maupun dengan

bahan ajarnya.

D. Model Pembelajaran Teknologi Benih

1. Training Model: Desain, Demonstrasi, Praktek / Latihan Dan Umpan Balik

a. Orientasi Model

Pada akhir tahun 1950an empat aliran pemikiran bergabung untuk

menemukan pendekatan penyelesaian permasalahan pengorganisasian

pendidikan dan pelatihan.  Keempat cabang pemikiran itu adalah psikologi

pelatihan (training psychology), psikologi sibernetika (cybernetic

psychology), analisis sistem (systems analysis) dan psikologi tingkah laku

(behavioral psychology).

Psikologi pelatihan menekankan pada analisis tugas dan desain

hubungan komponen komponen pelatihan; psikologi sibernetika focus

pada dinamika umpan balik dan self regulation, pengembangan system

Page 4: Teknologi Benih

menekankan pada analisa terhadap system dan behavioris menekankan

pada demonstrasi dan prakteknya.

Psikologi Pelatihan.  Cabang pemikiran pertama yang merupakan

hasil riset tentang situasi pelatihan yang kompleks yang dikembangkan

sebagai reaksi atas sedikitnya teori tentang itu. Psikologi pelatihan focus

pada aktivitas dimana orang menampilkan fungsi fungsi yang perlu

dikerjakan dengan ketepatan tinggi dan unujuk kerjanya harus benar benar

tepat karena menentukan keselamatan diri sendiri maupun tim.  Banyak

pelatihan dikembangkan dalam merespon kebutuhan kemiliteran seperti

pelatihan untuk anggota kru penyelam atau bomber.  Waktu pelatihan

untuk ketrampilan ini biasanya singkat dan sangat memerlukan koordinasi

tingkat tinggi antar anggota.  Kesalahan salah satu anggota bisa

membahayakan diri sendiri, anggota yang lain atau bahkan bisa

menyebabkan gagalnya suatu operasi militer.

Para psikolog menemukan bahwa diperlukan pengetahuan yang lebih

kompleks daripada stimulus-respon-reinforcement untuk pelatihan yang

komplek semacam itu. Maka lahirlah satu cabang psikologi yang

kemudian disebut psikologi pelatihan.

Psikologi pelatihan berkonsentrasi pada pengkonsepan tujuan dan hal

yang harus dilakukan (tugas) saat unjuk kerja, memerinci tugas tugas

menjadi komponen komponennya, mengembangkan komponen komponen

pelatihan untuk memastikan tercapainya masing masing sub komponen

dan mengatur keseluruhan situasi pembelajaran menjadi suatu urutan yang

memastikan akan adanya transfer dari suatu komponen ke komponen lain

dan bahwa pembelajaran yang menjadi prasyarat akan dicapai sebelum

pembelajaran yang lebih sulit.  Seperti psikologi tingkah laku, psikologi

pelatihan juga menaruh perhatiannya pada perincian dan pengurutan/pe-

rangkaian tingkah laku dan juga membentuk perilaku untuk prestasi atau

unjuk kerja terbaik.  Psikologi pelatihan juga mementingkan

Page 5: Teknologi Benih

reinforcement dan umpan balik tetapi kontribusi utamanya adalah pada

desain pembelajaran.

Psikologi sibernetika.  Adalah cabang pemikiran yang dikembangkan

selama perang dunia kedua dan sangat dekat dengan riset pelatihan yang

bisa juga dianggap sebagai cabangnya, yang didasarkan pada

konseptualisasi manusia secara teknis.  Manusia seperti mesin elektronik,

system sibernetika, yang menggunakan proses sensory terhadap umpan

balik untuk mengontrol dan memodifikasi tingkah lakunya sendiri.

Ahli psikologi sibernetika sering kali menggunakan peralatan sebagai

simulator untuk mempelajari tingkah laku manusia dan sebagai bagian

dari system pelatihan.

Karena manusia dipahami sebagai “system yang bisa mengoreksi diri

sendiri”, maka manusia memerlukan informasi tentang kemampuannya. 

Informasi diperlukan bukan hanya tentang hasil tetapi juga sampai dimana

level kecakapannya. Desainer pembelajarannya (pelatih) ingi memberikan

umpan balik secepatnya dan  agar peserta bisa mengetahui letak

kesalahannya. Umpan balik yang tidak akurat atau menyesatkan  dapat

membuat hasilnya buruk. Dan umpan balik yang segera diberikan

dianggap lebih efektif dibandingkan yang tidak langsung.

Desain system.  Cabang pemikiran ketiga yang sangat dekat dengan

psikologi pelatihan dan psikologi sibernetika adalah pengembangan

system. Makin bertambahnya ahli psikologi perencana pelatihan,

kemiliteran, perindustrian dan pendidikan dan desainer peralatannya

menimbulkan kesadaran bahwa setiap tingkah laku orang  menjalankan

salah satu bagian system yang terorganisasi.

Sistem ini tidak hanya terdiri dari manusia ‘yang bertingkah laku’

tetapi juga sebagai bagian dari system organisasi, bersama dengan mesin

dan system komunikasi membentuk organisasi, cara cara personel

disebarkan dan jenis jenis pelatihan yang digunakan. Desainer sekarang

Page 6: Teknologi Benih

enggan mengembangkan peralatan tanpa mengkonseptualisasikannya

sebagai bagian dari system manusia-mesin - melihat bagaimana

kecocokan dengan mesin yang lain, dengan manusia sebagai operatornya

dan dengan komunikasinya.

Dengan pikiran yang sehat, desainer merencanakan untuk membuat

mesin yang bisa dioperasikan oleh banyak orang.  Pendekatan system

membuat desain dengan melihat semua komponen, memadukan sumber

yang tersedia dengan kebutuhan.

Intisari dari analisis system adalah membuat model yang

menggambarkan keseluruhan organisasi. Dalam perencanaan system yang

pertama dibuat adalah indentifikasi system secara keseluruhan, sub system

dan fungsinya, kemudian menyusun detail system, termasuk spesifikasi

jenis manusia-mesin tertentu untuk bisa berfungsi dalam system yang

lebih besar..

Sebagai contoh , pelajar yang mencoba melewati ujian kecakapan

sekolah menengah yang mengindikasikan kompetensi “kecapakan dasar” ,

saat staf administrasi dan guru memberikan soal sesuai kenyataan

dilapangan sering kali siswa tidak mampu, mereka tidak mampu membaca

peta jalan raya, mengisi form pajak, atau membuat perencanaan

transportasi menggunakan jadwal penerbangan pesawat.  Jika situasi

pembelajaran bersifat khas seharusnya digabungkan antara prinsip prinsip

psikologi pelatihan dan desain system dalam perencanaannya,

permasalahan transfer tidak akan menjadi besar.  Kebanyakan pendidik

(para guru, penyusun kurikulum, penulis buku) berpikir tentang

pemerolehan materi pelajaran daripada tugas tugas fungsional dan

hasilnya terlihat dengan rendahnya hasil ujian kompetensi.

Psikologi tingkah laku.  Cabang pemikiran keempat yang meneliti

permasalahan pada pelatihan adalah teknik teknik modeling psikologi

tingkah laku.  Ciri ciri penting modeling adalah peserta pelatihan 

Page 7: Teknologi Benih

menampilkan demonstrasi baik secara langsung atau simbolis satu tingkah

laku baru dan prakteknya dengan petunjuk dari instruktur. Meskipun

penelitian menunjukkan bahwa observasi sangat berguna untuk

mengembangkan tingkah laku baru, yang paling efektif adalah modeling

(demonstrasi) dengan informasi dan praktek.

Modelling biasa digunakan  untuk mempermudah pembentukan

tingkah laku ,  mengurangi ketakutan dan kegelisahan, juga bisa untuk

melatih tingkah laku baru seperti pengembangan bahasa dan kecakapan

kecakapan psikomotor.  Penarikan diri, isolasi dan tingkah laku

hiperagresive juga menggunakan modeling untuk terapinya.

Prosedur yang dihubungkan dengan modeling didasarkan pada prinsip

prinsip dari teori behavior seperti reinforcement dan  perkiraan berturut

turut.  Rimm dan Masters mengidentifikasi empat factor yang efektif

dalam modeling yaitu: 1) Peserta mengobservasi ada tidaknya yang

konsekuensi menakutkan. 2) Mereka memperoleh pengetahuan teknis dan

informasi selama demonstrasi. 3) Kecakapan kecakapan itu diperbaiki

selama fase latihan. Pada fase ini kegelisahan atau ketakutan berkurang

dan kepercayaan diri meningkat. 4) Dukungan dari instruktur membantu

peserta.

Modeling adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi tingkah

laku pada saat memberikan perlakuan (treatment) pada masalah masalah

tingkah laku seperti ketakutan atau fobia.  Juga terbukti berhasil untuk

terapi pengembangan kemampuan bicara dan tingkah laku social pada

anak autis.  Terbukti, bidang bidang lain menggunakan prosedur

demonstrasi dan praktek selama bertahun tahun dalam pelatihan, tetapi

sedikit yang  melakukan  seempiris dan sepenuhnya seperti behavioris

(penganut aliran behavioristik).

Page 8: Teknologi Benih

b. Tujuan dan asumsi

Meskipun empat bidang yang dibahas diatas memiliki spesifikasi

tetapi keempatnya memiliki filosofi umum yang sama. Keempatnya

terutama menaruh perhatian pada tujuan pelatihan dan desain pelatihan

daripada aspek filosofis konsepsi psikologis manusia atau masyarakat. 

Ahli psikologi sibernetika, psikologi tingkah laku, psikologi pelatihan dan

desain system bekerja untuk mempelajari desain pelatihan dan tingkah

laku manusia saat pelatihan.  Mereka menanyakan, Apakah tujuan yang

hendak dicapai? Sifat dasar dari program pelatihan adalah berasal dari

analisa tujuan dan usaha membuat kondisi pelatihan yang akan

membentuk ‘ketrampilan’ peserta menjadi seperti yang diinginkan.

Kelompok desainer pembelajaran ini umumnya ingin memecahkan

masalah masalah pelatihan yang luas cakupannya mulai dari kecakapan

psikomotor, kecakapan memecahkan masalah yang kompleks dan bahkan

kadang  terapi dan pelatihan interpersonal.  Oleh karena itu model

modelnya diaplikasikan secara luas pada pendidikan dan pelatihan.

c. Sintaks (urutan kegiatan)

Model Pengajaran Training  menurut Joyce dan Weil (1980) memiliki

lima fase yaitu klarifikasi tujuan, penjelasan teori, demonstrasi unjuk kerja

yang benar, praktek simulasi dengan feed dan transfer training.

Fase pertama klarifikasi, dimulai dengan pernyataan tujuan, hal ini

penting karena tujuan harus spesifik dan jelas dipahami siswa. Fase kedua,

penjelasan teori, setelah tujuan disampaikan maka dibutuhkan penjelasan

teoritis tentang mengapa tujuan itu diperlukan dan unjuk kerja apa yang

harus dicapai. Fase ketiga demonstrasi, pada fase ini ditunjukkan

gambaran , model tingkah laku , film, video atau demonstrasi secara

langsung unjuk kerja yang tepat.  Fase keempat praktek simulasi, siswa

atau peserta training akan mengerjakan tugas dari tiap tiap elemen

Page 9: Teknologi Benih

prosedur dan diberikan feedback sebagai control ketepatan unjuk kerja

yang ditampilkan.  Fase kelima, transfer pada kondisi yang

sesungguhnya.  Pada awalnya transfer diawali dengan control dari guru

atau pelatih tetapi kemudian siswa atau peserta akan mengoreksi

tindaknnya sendiri dan secara bertahap kecakapannya meningkat.

d. Sistem social

Para pebelajar memiliki pilihan yang berbeda dalam pelatihan. Ada

yang menyukai dikontrol dan ada yang tidak.  Pebelajar yang tidak suka

dikontrol akan sulit belajar apabila pelatih terlalu mengontrolnya. Mereka

memerlukan otonomi yang lebih besar untuk menyelesaikan tugasnya dan

akan memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri. Tetapi pebelajar yang

lain mungkin memerlukan umpan balik dari luar untuk bisa belajar.

Sistem sosial yang optimal untuk aplikasi training model   memadukan 

tujuan dan pola pelatihan yang cocok untuk bermacam macam tipe

pebelajar.

e. Prinsip prinsip reaksi

Pelatih, guru atau tutor menggunakan training model memberikan

umpan balik sesuai tingkat kemampuan peserta. Baik pelatih maupun

“system analisis tingkat kemampuan peserta pelatihan”  memberikan

umpan balik tentang rangkaian pembelajaran yang harus dilakukan hingga

benar benar mampu.  Hal yang sangat penting adalah bahwa umpan balik

yang diberikan cukup akurat, lengkap dan detail untuk peserta pelatihan

memahami kemampuannya. Idealnya pelatih atau system memberikan

cara bagi peserta untuk mengoreksi dirinya sendiri. Prinsip prinsip ini

mengacu pada teori bahwa manusia merupakan system yang mampu

mengoreksi informasi bagi dirinya sendiri, jika diberika umpan balik

Page 10: Teknologi Benih

tentang sifat  dan akibat unjuk kerjanya, mereka akan mengoreksi dirinya

sendiri.

f. Sistem pendukung

Guru atau pelatih yang baik, bekerja sendiri, dapat menyediakan

berbagai unsure yang diperlukan untuk system pelatihan secara sederhana

dengan memberikan “arena (kesempatan)” untuk latihan kecakapan yang

sedang diajarkan. Misalnya guru bahasa Inggris mengajarkan bahwa untuk

penyusunan essay diperlukan  pensil, kertas dan siswa yang aktif.

Peralatan peralatan teknis berguna khususnya untuk kecakapan

psikomotor yang kompleks yang banyak dibidang atletik. Pelatih

sepakbola menggunakan film,  rintangan, simulasi sesudah gol secara

bersama yang mirip kondisi permainan yang sebenarnya   dan melatih

dengan menekankan satu kecakapan saja  pada satu waktu.  Semua itu

berguna.  Camp  tenis menyediakan berbagai film pendek yang

mendemonstrasikan pemain dalam kondisi yang bervariasi.

g. Aplikasi

Training Model bisa diaplikasikan untuk berbagai permasalahan

pendidikan.  Banyak guru menggunakan untuk ketrampilan dasar

membaca dan menulis.  Disamping itu juga untuk membantu dalam

permasalahan perilaku social dan menghilangkan rasa takut. Guru olah

raga dan pelatih kursus mengemudi adalah orang orang yang paling sering

menggunakan model ini. Aspek dari model ini kebanyakan berdasarkan

intuisi- saat kita bekerja dengan peserta pelatihan, kita melakukan

demonstrasi dan kemudian memberi petunjuk saat mereka berlatih. Untuk

tingkah laku (ketrampilan) yang sederhana, yang diperlukan hanya

demonstrasi dan pemberian petunjuk saat latihan.  Tantangan untuk

pendidik ketrampilan yang lebih kompleks tergantung pada

Page 11: Teknologi Benih

konseptualisasi yang masuk akal dan definisi tugas, pengurutan yang teliti

dan demonstrasi yang diikuti dengan pemberian petunjuk saat latihan,

pertama dibawah kondisi simulasi untuk memastikan tercapainya

kemampuan komponen komponen kecakapan dan integrasi kecakapan

kecakapan itu menjadi satu kesatuan yang coherent.

Training model bisa menggunakan mediasi instruktur ataupun dengan

mediasi bahan lain. Bahan ini didesain sesuai dengan prinsip prinsip

desain pembelajaran ( yaitu, konseptualisasi kemampuan akhir yang

diharapkan, memerincinya menjadi komponen komponen tugas dan

menyusunnya menjadi rangkaian tindakan untuk mencapai kelulusan,

memperjelas pelatihan dengan informasi  tugas dan sub sub tugas dan

memberikan informasi saat demonstrasi, petunjuk saat latihan, umpan

balik dan reinforcement.)  

Pembelajaran ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja

kadang dibutuhkan pemikiran yang melebihi kemampuan guru. Tetapi

apabila guru benar benar menguasai ketrampilan itu dengan baik tidak

sulit untuk membuat analisis tugas dan membuat urutannya.  Hunziker

mengembangkan langkah langkah pelatihan berenang untuk orang yang

takut air.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Training Model

Jika dilihat dari pembahasan teori training model, maka banyak sekali proses

pembelajaran di SPP yang menggunakan model pembelajaran ini.  Saat guru

reproduksi ternak mengajarkan Inseminasi Buatan, atau saat guru makanan ternak

mengajarkan pembuatan silase atau siapa saja yang mengajarkan ketrampilan

biasa menggunakan model pembelajaran ini.

Guru menjelaskan tujuan, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan teori 

tentang materi yang diajarkan. Setelah itu guru mendemonstrasikan langkah

langkah yang  benar. Kemudian siswa akan mencoba mempraktekkannya, baik

Page 12: Teknologi Benih

dalam simulasi maupun langsung dalam kondisi nyata. Pada saat siswa praktek,

guru mengoreksi tindakan siswa yang tidak sesuai prosedur yang benar

(memberikan umpan balik).

Biasanya simulasi dilakukan apabila latihan dengan kondisi nyata tidak

memungkinkan.  Alasannya bisa bervariasi, dari tingkat resiko hingga factor

biaya.

Dibawah ini dua contoh pembelajaran yang menggunakan training model

dengan metode yang disesuaikan dengan karakteristik materi ketrampilan.

Contoh ketrampilan 1:

Mata Pelajaran            : Teknologi benih semester 3

Standar kompetensi    : Pengolahan pasca panen

Kompetensi Dasar      : ekstrak benih cabe

Langkah langkah

Tahap persiapan guru sebelum jam belajar. Sama dengan penggunaan

model lain, pada penggunaan metode training model guru lebih memilih media

yang akan digunakan.  Untuk ketrampilan teknologi benih, media video dan

sekaligus alat dan bahan aslinya, merupakan alternative yang bisa dipilih. Untuk

pengolahan pasca panen, guru menyiapkan alat dan bahan berupa benih yang

yang mau di ekstrak, alat dan bahan yang akan digunakan untuk proses exstraksi

benih (sesuai anggaran).

Guru menentukan anggota kelompok (2-3 orang). Pembatasan anggota

memungkinkan siswa untuk bekerja sama tanpa mengurangi kesempatan

belajarnya (time on task).

Tahap tahap selama pembelajaran

1 Guru menjelaskan tujuan ekstraksi benih

2 Guru menjelaskan mengapa siswa belajar ekstraksi benih 3.     

3 Guru mendemonstrasikan ekstraksi benih:

Menggunakan video pembelajaran. Merupakan aternatif pertama karena

meskipun pembuatan awalnya memerlukan waktu dan biaya, tetapi sekali

Page 13: Teknologi Benih

dibuat bisa digunakan berulang kali. Untuk mengajar  langkah demi

langkah suatu proses, guru dapat  menunjukkan dengan waktu yang

sesungguhnya, tetapi dengan media  proses bisa dipercepat atau

diperlambat. Dalam hal ini, proses dipercepat untuk menghemat waktu.

Atau menyiapkan bahan, benih yang dudah di ekstrak. Guru menunjukkan

bahan yang diperlukan. Kemudian guru menunjukkan langkah langkahnya

dengan praktek. Karena proses pembuatannya cukup lama, maka guru

lebih dahulu menyiapkan bahan setengah jadi dan bahan jadi untuk

mempersingkat waktu. Siswa mengamati tindakan guru.

4 Siswa mempraktekkan ekstraksi benih dengan bimbingan guru (feed back).

Pemberian umpan balik untuk prosedur yang merupakan urutan aksi,

hendaknya menunjukkan secara tepat dalam hal aplikasi itu tidak betul  atau

secara tepat bagaimana cepatnya suatu prosedur yang betul diterapkan (Dahar,

1988).

Guru bisa menggabungkan langkah ketiga dan keempat. Guru

mempraktekkan langkah pertama. Siswa langsung mengikuti. Setelah langkah

pertama diselesaikan siswa, guru melanjutkan ke langkah kedua, dan

seterusnya sampai selesai.

Untuk ketrampilan ini bisa tanpa penggunaan langkah simulasi. 

Pertimbangannya adalah bahwa ketrampilan ini tidak beresiko dan pengadaan

bahan bahannya mudah.

Pembelajaran ekstraksi benih sampai pada tahap trampil untuk

melaksanakan prosedur, cocok menggunakan traning model.  Tetapi untuk

selanjutnya dimana siswa dikembangkan kreativitasnya dengan membuat

variasi ekstrak benih lain, model ini tidak sesuai. Pembelajaran bisa

dikembangkan dengan model lain yang memungkinkan siswa membuat

pilihan subtitusi bahan untuk pengembangan produk. Misalnya siswa bisa

dilibatkan dalam diskusi untuk menentukan : gimana proses yang paling

Page 14: Teknologi Benih

sesuai untuk subtitusi salah satu ekstrak benih, mencari alasan mengapa bahan

tersebut dipilih, siapa kira kira calon konsumennya, atau seberapa

pengaruhnya terhadap biaya produksi.

Sebagai assessment yang terbaik dilakukan dengan uji kompetensi. Siswa

melakukan ekstark benih dengan penilaian mulai dari langkah kerja dan

komposisi penggunaan bahan yang sesuai dengan saat pembelajaran

dilakukan.

Daftar Pustaka

Akbar, Sa’dun.  2011. Pembelajaran Nilai dan Karakter: Pendekatan dan Strategi Pembelajaran untuk Pengembangan dan Pembinaan karakter. Makalah seminar. Malang

Dahar, R.W.  1988. Teori Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Fleming, M. and W. H. Levie. 1978. Instructional Message Design. Principles from the Behavioral Sciences. Educational Technology Publications.  Englewood Cliffs, New Jersey 07632