teknologi produksi benih berkualitas pada...

8
iptek hortikultura 11 TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH BERKUALITAS PADA KRISAN MENGGUNAKAN TUNAS PUCUK SEBAGAI SUMBER EKSPLAN Krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat; Dendranthema grandiflora L.) merupakan tanaman hias yang sangat penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman ini telah dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan sentra produksi terbesar terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Total luas areal tanam krisan mencapai 10.871.199 m 2 dengan total produksi mencapai 427,2 juta tangkai dengan produktivitas mencapai 40,7 tangkai/m 2 (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2017abc). Nilai jual produk ini berkisar antara Rp 8.000,00 – 130.000,00 per ikat tergantung kualitas, jenis, dan asal usul bunga (Kartika 2017). Permintaan, nilai ekonomi, dan areal budidaya krisan terus meningkat dari tahun ke tahun dan kondisi ini tidak hanya menuntut penyediaan varietas unggul baru yang memenuhi preferensi dan kebutuhan konsumen, namun juga sangat membutuhkan ketersediaan benih berkualitas secara berkesinambungan dengan harga yang tetap terjangkau oleh petani, pengusaha, dan pengguna lainnya. Secara tradisional, krisan umumnya diperbanyak melalui penyetekan tunas dari tanaman induk yang telah disiapkan (Dwimahyani & Gandanegara 2001; Budiarto & Marwoto 2009; Istianingrum et al . 2013). Di tingkat petani, produksi stek untuk produksi bunga krisan umumnya dilakukan dari tanaman induk yang diindukkan lagi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pemanfaatan stek secara terus menerus hasil tanaman induk yang diindukkan lagi menyebabkan terjadinya degenerasi dan penurunan kualitas bunga potong yang dihasilkan (Muhit 2007; Budiarto & Marwoto 2010; Istianingrum et al. 2013). Meski biaya produksi untuk pembelian stek berakar yang cukup rendah, yaitu Rp100,00 per stek, namun kondisi bunga yang dominan tidak berkualitas menyebabkan nilai jual bunga yang dihasilkan juga rendah. Akibatnya pendapatan petani juga menurun cukup signifikan. Oleh karena itu teknologi produksi stek berkualitas yang menjamin ketersediaannya secara berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan agribisnis krisan di Indonesia. Di Indonesia, teknologi produksi stek krisan berkualitas melalui aplikasi kultur jaringan sudah dilaporkan. Pada umumnya nodus digunakan sebagai sumber eksplan pada tahap inisiasi tunas dan perbanyakan (Dwimahyani & Gandanegara 2001; Yusuf 2015; Shintiavira 2012; ). Medium yang digunakan adalah medium ½ atau Murashige dan Skoog (1962) penuh yang ditambah dengan hormon asam asetat-3- indol (IAA) pada konsentrasi 1 mg/l; 0,5 mg/l α-asam asetat naftalen (NAA) + 1,5 mg/l N6- benzylaminopurin (BAP); 0,5 mg/l asam butirat indol (IBA) + 1,5 mg/l BAP; 2 mg/l alar + 1 mg/l BAP; 5% air kelapa + 0,5 mg/l BAP; 1–3 mg/l BAP; 0,25–0,5 mg/l BAP (Basri 2008; Shintiavira 2012; Astutik 2010; Indriani 2014; Tilaar 2015; Lubis 2016). Pemanfaatan media inisiasi dan perbanyakan yang berbeda tersebut memberikan hasil yang bervariasi. Studi-studi tersebut umumnya belum mampu memberikan hasil yang maksimal dan tidak semua tahapan kultur in vitro dipelajari secara lengkap.

Upload: others

Post on 01-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • iptek hortikultura

    11

    TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH BERKUALITAS PADA KRISAN MENGGUNAKAN TUNAS PUCUK

    SEBAGAI SUMBER EKSPLAN

    Krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat; Dendranthema grandiflora L.) merupakan tanaman hias yang sangat penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman ini telah dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan sentra produksi terbesar terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Total luas areal tanam krisan mencapai 10.871.199 m2 dengan total produksi mencapai 427,2 juta tangkai dengan produktivitas mencapai 40,7 tangkai/m2 (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2017abc). Nilai jual produk ini berkisar antara Rp 8.000,00 – 130.000,00 per ikat tergantung kualitas, jenis, dan asal usul bunga (Kartika 2017). Permintaan, nilai ekonomi, dan areal budidaya krisan terus meningkat dari tahun ke tahun dan kondisi ini tidak hanya menuntut penyediaan varietas unggul baru yang memenuhi preferensi dan kebutuhan konsumen, namun juga sangat membutuhkan ketersediaan benih berkualitas secara berkesinambungan dengan harga yang tetap terjangkau oleh petani, pengusaha, dan pengguna lainnya.

    Secara tradisional, krisan umumnya diperbanyak melalui penyetekan tunas dari tanaman induk yang telah disiapkan (Dwimahyani & Gandanegara 2001; Budiarto & Marwoto 2009; Istianingrum et al. 2013). Di tingkat petani, produksi stek untuk produksi bunga krisan umumnya dilakukan dari tanaman induk yang diindukkan lagi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pemanfaatan stek secara terus menerus hasil tanaman induk yang diindukkan lagi menyebabkan terjadinya degenerasi dan

    penurunan kualitas bunga potong yang dihasilkan (Muhit 2007; Budiarto & Marwoto 2010; Istianingrum et al. 2013). Meski biaya produksi untuk pembelian stek berakar yang cukup rendah, yaitu Rp100,00 per stek, namun kondisi bunga yang dominan tidak berkualitas menyebabkan nilai jual bunga yang dihasilkan juga rendah. Akibatnya pendapatan petani juga menurun cukup signifikan. Oleh karena itu teknologi produksi stek berkualitas yang menjamin ketersediaannya secara berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan agribisnis krisan di Indonesia.

    Di Indonesia, teknologi produksi stek krisan berkualitas melalui aplikasi kultur jaringan sudah dilaporkan. Pada umumnya nodus digunakan sebagai sumber eksplan pada tahap inisiasi tunas dan perbanyakan (Dwimahyani & Gandanegara 2001; Yusuf 2015; Shintiavira 2012; ). Medium yang digunakan adalah medium ½ atau Murashige dan Skoog (1962) penuh yang ditambah dengan hormon asam asetat-3-indol (IAA) pada konsentrasi 1 mg/l; 0,5 mg/l α-asam asetat naftalen (NAA) + 1,5 mg/l N6-benzylaminopurin (BAP); 0,5 mg/l asam butirat indol (IBA) + 1,5 mg/l BAP; 2 mg/l alar + 1 mg/l BAP; 5% air kelapa + 0,5 mg/l BAP; 1–3 mg/l BAP; 0,25–0,5 mg/l BAP (Basri 2008; Shintiavira 2012; Astutik 2010; Indriani 2014; Tilaar 2015; Lubis 2016). Pemanfaatan media inisiasi dan perbanyakan yang berbeda tersebut memberikan hasil yang bervariasi. Studi-studi tersebut umumnya belum mampu memberikan hasil yang maksimal dan tidak semua tahapan kultur in vitro dipelajari secara lengkap.

  • No. 13 - November 2017

    12

    Aklimatisasi umumnya juga dilakukan dengan mengeluarkan seluruh tanaman + akarnya, dan cara ini umumnya menghasilkan keberhasilan aklimatisasi yang rendah, bahkan pada kasus tertentu seluruh tanaman yang diaklimatisasi membusuk dan mati, meski perendaman pestisida (bakterisida dan fungsidia) dilakukan.

    Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) juga telah melakukan perbanyakan krisan berbasis kultur jaringan. Pada awalnya kultur in vitro krisan dikembangkan menggunakan nodus sebagai sumber eksplan, medium MS, dan ½ MS sebagai media dasar, IAA pada konsentrasi 0,1–0,5 mg/l sebagai hormon dan konsentrasi dasar, jumlah subkultur yang belum ditetapkan dan aklimatisasi plantlet disertai perendaman pestisida (bakterisida dan fungisida) konsentrasi 1–2% selama ± 3 menit disertai penyungkupan menjadi cara dasar untuk aklimastisasi plantlet (Shintiavira 2012). Kondisi tersebut menyebabkan benih krisan yang berkualitas dan kapasitas regenerasi yang tinggi dengan keberhasilan aklimatisasi yang optimal belum berhasil dicapai. Oleh karena itu teknologi produksi benih berkualitas krisan menggunakan tunas pucuk sebagai sumber eksplan menjadi teknologi produksi benih alternatif yang sangat

    potensial untuk penyediaan benih berkualitas secara berkesinambungan. Teknologi tersebut dimulai dari pemilihan tanaman donor hingga proses aklimatisasinya diuraikan sebagai berikut:

    Pemilihan Tanaman DonorPemilihan tanaman donor dalam kultur

    jaringan krisan merupakan langkah awal yang sangat penting untuk dilakukan dalam menunjang keberhasilan produksi benih berkualitas sesuai tujuan. Tanaman donor yang dipilih tidak hanya berorientasi pada nilai komersial dan tingginya permintaan pasar, namun hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah memperhatikan kondisi dan pertumbuhan tanaman donor. Tanaman donor yang baik dipilih dari tanaman krisan yang sehat, tumbuh vigor, dan tidak ada tanda serangan hama penyakit. Untuk menghindarkan terjadinya serangan hama-penyakit yang dapat menurunkan kualitasnya maka tanaman donor harus ditempatkan pada rumah kaca/rumah lindung yang bebas dan tidak mudah diinvasi atau dimasuki oleh hama-penyakit (insect proof).

    Pengambilan EksplanKondisi eksplan merupakan salah satu

    faktor penentu dalam menghasilkan benih krisan yang berkualitas. Eksplan yang baik

    Gambar. 1. Variasi warna, tipe, dan insect proof untuk menyimpan tanaman induk

    Gambar 2. Kondisi tanaman donor dan kondisi eksplan yang dipanen. (A) tanaman induk masih muda, (B) tanaman induk dengan tunas pucuk hasil pemangkasan yang siap digunakan sebagai sumber eksplan, dan (C) tunas pucuk yang dipanen sebagai sumber eksplan

  • iptek hortikultura

    13

    adalah eksplan yang masih muda, aktif tumbuh, sehat, vigor, dan tidak ada tanda-tanda adanya serangan hama penyakit. Jika eksplan tersebut belum bisa dipanen maka pemangkasan tanaman untuk menginduksi tunas-tunas yang baru perlu dilakukan dengan tujuan mendapatkan sumber eksplan yang sesuai untuk penyediaan benih berkualitas. Eksplan yang diambil adalah tunas pucuk dengan 1–1,5 cm panjang, 2–3 daun yang masih menutup dan belum tumbuh sempurna, dipanen pada pagi hari pukul 07.00–08.30.

    Setelah pemanenan, tunas dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi label sesuai dengan nama varietas, jenis, warna atau penanda lain yang dinilai penting. Eksplan kemudian dibawa ke laboratorium untuk menjalani proses selanjutnya.

    Penyiapan EksplanEksplan hasil pemanenan dari tanaman

    donor terpilih selanjutnya dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Eksplan dikeluarkan dari plastik/wadah penyimpan. Pemotongan atau

    Gambar 3. Penyiapan eksplan. (A) tunas pucuk dengan 3–4 daun yang diambil dari tanaman donor, (B) tunas pucuk dipersiapkan menjadi eksplan dengan cara memotong/membuang daun ke-2, 3, dan 4 sehingga menyisakan 1–2 daun muda yang menutup titik tumbuh, dan (C) eksplan yang siap untuk proses sterilisasi

    Gambar 4. Proses sterilisasi eksplan. (A) eksplan yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam botol jam, (B) Botol jam berisi eksplan yang ditutup dengan saringan dan diletakkan di bawah air mengalir selama 5 menit, (C) eksplan yang siap diberi perlakuan alkohol 10% selama 3 menit, (D) eksplan diprasterilisasi dengan larutan pestisida selama 45 menit di atas shaker, (E) eksplan disterilisasi dengan klorok 5% selama 3–5 menit, dan (F) eksplan steril yang ditiriskan sebelum isolasi tunas pucuk dilakukan

  • No. 13 - November 2017

    14

    pembuangan daun hingga menyisakan satu daun yang paling ujung dan dekat titik tumbuh dilakukan menggunakan pisau kultur atau cutter yang telah dibasahi/dibersihkan dengan alkohol 96%. Eksplan yang menyisakan satu daun muda selanjutnya akan menjalani proses sterilisasi.

    Sterilisasi EksplanEksplan yang telah dipersiapkan untuk

    sterilisasi dimasukkan dalam saringan teh/saringan kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Pindahkan eksplan dan rendam dalam larutan alkohol 10% selama 3 menit sambil digojok secara manual, kemudian dibilas dengan air akuades tiga kali (@ 1–3 menit). Pindahkan eksplan pada larutan pestisida (2,5 g/l bakterisida dan fungisida sistemik) yang telah ditambah satu tetes larutan tween 20/80 dan gojok secara manual atau diletakkan di atas shaker dan diputar pada kecepatan 200 rpm selama 45 menit, setelah itu bilas dengan akuades tiga kali (@ 1–3 menit). Pindahkan dan rendam lagi eksplan ke larutan 5% klorok (NaOCl) sambil digojok secara manual selama 3–5 menit, 10% klorok selama 3–5 menit, kemudian dibilas dengan air akuades steril tiga kali (@ 1–3 menit). Eksplan kemudian ditiriskan dalam erlenmeyer yang ditutup dengan tisu steril dalam posisi erlenmeyer terbalik.

    Isolasi dan Penanaman Tunas Pucuk pada Media Inisiasi

    Isolasi tunas pucuk dilakukan dengan cara mengambil eksplan steril yang telah ditiriskan menggunakan pinset dan meletakkannya di atas cawan petri steril baik dengan atau tanpa tisu steril. Eksplan dipegang dengan pinset dalam posisi tegak lurus, selanjutnya dengan menggunakan pisau kultur yang lancip, lakukan

    isolasi tunas pucuk. Dengan hati-hati pisau kultur digunakan untuk membuang sisa tangkai daun yang masih melekat tahap demi tahap hingga mencapai daun paling ujung dan dekat sekali dengan titik tumbuh. Setelah itu lakukan pemotongan titik tumbuh dengan satu primordia daun secara transversal dengan pisau kultur. Ukuran eksplan lebih kurang 1–1,5 mm. Eksplan yang telah dipotong kemudian segera ditanam dalam medium MS-0 dalam posisi tegak lurus, di mana bagian bawah menempel pada permukaan media. Botol kultur + eksplan selanjutnya diinkubasi pada kondisi terang 12 jam di bawah lampu fluoresen dengan intensitas ± 13 µmol/m2/s atau 1.066 lux, 24 ± 1°C pada siang hari dan tambahan 4 jam pada pukul 10.00 – 02.00 pada malam hari selama 2–10 hari. Tahap ini utamanya digunakan untuk memastikan bahwa tunas pucuk yang dikultur tumbuh baik dan bebas dari kontaminasi baik jamur maupun bakteri. Keberhasilan pada tahap ini ditandai dengan tunas pucuk yang tetap hijau, tumbuh sehat, dan tidak ada tanda-tanda kontaminasi eksplan baik oleh bakteri maupun jamur.

    Rejuvinasi AwalRejuvinasi merupakan tahapan penting

    yang dilakukan untuk memulihkan kapasitas regenerasi eksplan menggunakan sitokinin. Rejuvinasi awal dilakukan dengan memindahkan tunas pucuk yang dikultur pada medium MS-0 dan bebas kontaminasi pada medium MS yang ditambah dengan 0,5 mg/l BAP (medium Rejuvinasi-1). Kultur diinkubasi pada kondisi terang yang sama dengan tahap sebelumnya selama ± 1,5 bulan. Keberhasilan pada tahap ini ditandai dengan tumbuhnya tunas pucuk dengan 1–5 tunas baru tergantung respons varietas, daun

    Gambar 5. Proses isolasi tunas pucuk. (A) eksplan steril sebagai bahan sumber tunas pucuk, (B) proses isolasi tunas pucuk menggunakan pinset dan pisau kultur, (C) tunas pucuk hasil isolasi, dan (D) tunas pucuk yang berhasil diisolasi dan ditanam di medium MS-0

  • iptek hortikultura

    15

    Gambar 6. Pertumbuhan tunas pucuk pada tahap rejuvinasi awal. (A) tunas pucuk yang dikultur pada medium MS-0 2 hari setelah kultur, (B) tunas pucuk yang dikultur pada medium MS yang ditambah 0,5 mg/l BAP 10 hari setelah kultur, (C) dua tunas hasil regenerasi tunas pucuk pada medium MS yang ditambah 0,5 mg/l BAP 25 hari setelah kultur dan (D) tiga tunas hasil regenerasi tunas pucuk pada medium MS yang ditambah dengan 0,5 mg/l BAP 1,5 bulan setelah kultur

    kecil, ruas pendek, batang vigor, dan munculnya kalus dipangkal tunas.

    Rejuvinasi LanjutanRejuvinasi lanjutan dilakukan dengan

    memotong tunas hasil rejuvinasi awal ke medium rejuvinasi lanjutan. Tunas dipegang dengan pinset dan dipotong dengan pisau kultur. Tunas selanjutnya dipotong dari tunas pucuk dengan satu daun, nodus 1, 2, 3, dan 4, potongan eksplan selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan posisinya artinya tunas pucuk dengan tunas pucuk, nodus 1 dengan nodus 1, dan seterusnya. Eksplan yang telah dikelompokkan selanjutnya dikultur pada medium MS yang ditambah dengan 0,25 mg/l BAP. Kultur diinkubasi pada kondisi terang yang sama dengan tahap sebelumnya selama ± 1,5 bulan. Keberhasilan pada tahap ini ditandai dengan tumbuhnya tunas pucuk dengan

    1–3 tunas baru tergantung respons varietas, daun kecil, ruas pendek, batang vigor, dan munculnya kalus dipangkal tunas yang ukurannya lebih kecil dibanding pada tahap rejuvinasi awal. Sementara nodus akan tumbuh dengan 1–2 tunas baru tergantung respon varietas dengan kondisi tunas hampir sama dengan kondisi tunas yang diamati pada tahap rejuvinasi awal.

    Subkultur 1 – 5Subkultur adalah tahap perbanyakan

    tanaman. Tahap ini dilakukan sama persis dengan tahap rejuvinasi lanjutan. Tunas hasil rejuvinasi lanjutan setelah tumbuh dengan 5–6 daun digunakan sebagai sumber eksplannya. Tunas selanjutnya dipotong dari tunas pucuk dengan satu daun, nodus 1, 2, 3, dan 4, potongan eksplan selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan posisinya. Potongan eksplan yang

    Gambar 7. Rejuvinasi lanjutan untuk memperbanyak eksplan. (A) tunas hasil rejuvinasi awal pada medium MS yang ditambah 0,5 mg/l BAP 1,5 bulan setelah kultur yang digunakan sebagai sumber eksplan untuk perbanyakan pada tahap rejuvinasi ke-2, (B) tunas yang telah dipotong dan dikelompokkan secara berurutan dari tunas pucuk, nodus 1, 2, 3 dan 4, (C) nodus 1 yang dikultur pada medium MS yang ditambah 0,25 mg/l BAP pada awal subkultur, dan (D) dua tunas baru hasil regenerasi eksplan yang dikultur pada medium MS yang ditambah 0,25 mg/l BAP

  • No. 13 - November 2017

    16

    Gambar 8. Subkultur tunas untuk tujuan perbanyakan. (A) tunas hasil rejuvinasi lanjutan yang digunakan sebagai sumber eksplan, (B) tunas pucuk yang disubkultur pada medium ½ MS-0 untuk tujuan perbanyakan, (C) nodus 3 yang dikultur pada medium ½ MS-0 untuk tujuan perbanyakan, dan (D) Kondisi tunas hasil subkultur yang hampir seragam dan berasal dari nodus 2 sebagai sumber eksplan 1,5 bulan setelah kultur

    telah dikelompokkan selanjutnya ditanam pada medium ½ MS-0 dan diinkubasi pada kondisi yang sama. Pada tahap ini tunas hasil perbanyakan ukurannya makin meningkat seiring dengan jumlah subkultur. Ukuran daun makin lebar, ukuran antar ruas makin panjang. Pada subkultur ke 3–5 pada beberapa varietas mulai diikuti dengan munculnya akar, jumlahnya 1–3 akar, 0,2–2,5 cm panjang akar tergantung respons

    Gambar 9. Aklimatisasi plantlet cara baru yang lebih efektif dan efisien dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. (A) plantlet yang siap untuk digunakan sebagai bahan aklimatisasi, (B) tunas dengan 2–4 daun yang siap diaklimatisasi, (C) tunas dengan 2–4 yang telah ditanam dan siap untuk ditutup dengan plastik transparan, (D) tunas yang telah ditanam dalam bak plastik dan ditutup dengan plastik transparan selama 7 hari, (E) tunas hasil aklimatisasi yang telah berakar pada umur 15 hari, dan (F) tunas berakar hasil aklimatisasi dengan akar yang sehat dan siap digunakan sebagai sumber tanaman induk maupun untuk produksi bunga jika kebutuhan benih sangat mendesak

    varietas. Pada tahap subkultur ke-5, eksplan dibiarkan tumbuh hingga jumlah daun mencapai 4–5 daun saja. Tunas inilah yang selanjutnya dipersiapkan untuk proses aklimatisasi.

    AklimatisasiAklimatisasi dilakukan dengan cara

    mengambil botol kultur yang berisi tunas/plantlet yang telah tumbuh dengan 4–5 daun. Buka plastik

  • iptek hortikultura

    17

    yang menutup botol kultur, dengan pinset, pegang tunas pada posisi di bawah daun ke-2, ke-3 atau ke-4, selanjutnya dengan pisau kultur potong batang pada posisi miring di atas daun ke-3, ke-4 atau ke-5 dan langsung ditanam pada media arang sekam bakar yang telah dibasahi air secukupnya pada kedalaman 1–2 cm. Potongan tunas ditanam dengan kerapatan 1,5 cm x 1,5 cm (panjang dan lebar) atau menyesuaikan lebar kanopi daun. Satu bak plastik yang diisi dengan media arang sekam pada ketebalan ± 5 cm ditanam 200–300 stek menyesuaikan lebar kanopi daun dari tunas yang diaklimatisasi. Bak plastik ditutup plastik transparan selama 7 hari. Bak plastik yang berisi stek tunas hasil kultur in vitro biasanya mulai berakar 5–7 hari setelah tanam dan dapat dipanen pada umur ± 12 hari. Keberhasilan aklimatisasi 95–100%. Potensi Produksi Benih Berkualitas

    Teknologi produksi benih berkualitas krisan ini memiliki potensi produksi benih yang cukup tinggi. Dari satu eksplan tunas pucuk akan dihasilkan 156.250 tunas siap aklimatisasi dengan kecepatan penggandaan satu eksplan menghasilkan lima eksplan pada tahap berikutnya berhasil dicapai selama 13 bulan. Jika faktor kegagalan seluruh proses adalah 10% maka diakhir proses akan dihasilkan 140.625 tanaman G-0. Benih yang dihasilkan ini adalah benih berkualitas yang memiliki kapasitas regenerasi yang tinggi dan stek turunannya ketika digunakan untuk penyediaan tanaman induk maupun tanaman produksi akan menghasilkan tanaman dengan produksi bunga yang maksimal. Teknologi ini telah berhasil diaplikasikan di UPBS Balithi untuk memproduksi berbagai VUB krisan yang berada dalam ruang lingkupnya. Total VUB yang diproduksi dengan teknologi ini ada 50 VUB. Total produksi benih sumber yang dihasilkan sejak 2011 hingga 2016 berkisar antara 20.000 –22.500 plantlets dan 430.000–450.000 stek berakar per tahun.

    KESIMPULAN

    Teknologi produksi benih berkualitas krisan menggunakan tunas pucuk sebagai sumber eksplan merupakan teknologi produksi benih berkualitas yang lebih optimal dibanding teknologi sebelumnya. Aplikasi teknologi ini

    dimulai dari pemilihan tanaman donor hingga aklimatisasi stek in vitro. Teknologi ini telah digunakan di UPBS Balithi untuk memproduksi benih sumber dari 50 VUB krisan. Total produksi benih sumber per tahun mencapai 20.000-22.500 plantlets dan 430.000-450.000 stek berakar.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Astutik 2010, ‘Penggunaan alar dan BA (Benzyl Adenine) dalam media kultur jaringan krisan’, Buana Sains, vol. 10, no. 1, hlm. 77-82.

    2. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2016a, Luas panen krisan menurut provinsi Tahun 2011-2015, dilihat 26 Juli 2017,.

    3. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2016b, Produksi krisan menurut provinsi Tahun 2011-2015, dilihat 26 Juli 2017, .

    4. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2016c, Produktivitas krisan menurut provinsi Tahun 2011-2015, dilihat 26 Juli 2017, .

    5. Basri, Z 2008, ‘Multiplikasi empat varietas krisan melalui teknik kultur jaringan’, Jurnal Agriland, vol. 15, no. 4, hlm. 271-77.

    6. Budiarto, K & Marwoto, B 2009, ‘Mother plant productivity and cutting quality of chrysanthemum varietas grown under plastichouse and open conditions’, Indonesian Journal of Agriculture, vol. 2, no. 2, pp. 115-20.

    7. Dwimahyani, I & Gandanegara, S 2001, ‘Perbanyakan tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium) melalui kultur jaringan’, Berita Biologi, vol. 5, no. 4, hlm. 413-19.

    8. Indriani, BS 2014, ‘Efektivitas substitusi sitokinin dengan air kelapa pada medium multiplikasi tunas krisan (Chrysanthemum indicum L.) secara In Vitro’, Skripsi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, 97 hlm.

    9. Istianingrum, P, Damanhuri & Soetopo, L 2013, ‘Pengaruh generasi benih terhadap pertumbuhan dan pembungaan krisan (Chrysanthemum) Varietas Rhino’, Jurnal Produksi Tanaman, vol. 1, no, 3, pp. 1-8.

  • No. 13 - November 2017

    18

    10. Kartika, D 2017, Daftar harga berbagai jenis bunga krisan di pasaran, http://harga.web.id/daftar-harga-berbagai-jenis-bunga-krisan-di-pasaran, info, 2 Agustus 2017.

    11. Lubis, YM 2016, ‘Regenerasi in vitro tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium) melalui tunas aksiler sebagai respon terhadap media dasar dan benziladenin serta aklimatisasi plantlet’, Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung, hlm. 66.

    12. Muhit, A 2007, ‘Teknik produksi tahap awal benih vegetatif krisan (Chrysanthemum morifolium R.)’, Buletin Teknik Pertanian, vol. 12, no. 1, pp. 14-8.

    13. Shintiavira, H 2012, ‘Studi pengaruh substitusi hara makro dan mikro media MS dengan pupuk majemuk dalam kultur in vitro krisan’, J. Hort., vol. 22, no. 4, hlm. 334-41.

    14. Tilaar, WJ, Runtung & Tulung, S 2015, ‘Induksi tunas dari nodul krisan kulo dalam media Murashige dan Skoog yang diberi sitokinin’, Eugenia, vol. 21, no. 2, hlm. 94-104.

    15. Yusuf, SW 2015, Standar operasional prosedur: Perbanyakan benih florikultura (seri perbanyakan benih krisan), Direktorat Perbenihan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, 123 hlm.

    Budi Winarto

    Balai Penelitian Tanaman HiasJln. Raya Ciherang, PO. Box 8, Sindanglaya,

    Pacet-Cianjur, Jawa Barat, Indonesia 43253E-mail: [email protected]