teknologi sipil volume 03 nomor 1 jurnal ilmu...
TRANSCRIPT
i
Dewan Redaksi :
Penanggung Jawab
Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)
Pemimpin Redaksi
Dr. Ery Budiman, ST, MT
Wakil Pemimpin Redaksi
Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.
Mitra Bestari / Reviewer
Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected]
Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected]
Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]
Penyunting
Fachriza Noor Abdi, ST, MT
Budi Haryanto, ST, MT
M. Jazir Alkas, ST, MT
Heri Sutanto ST, MT
Rusfina Widayati ST, MT
Ramadhie Arbansyah
Hendri Widiantoni
Administrator
Aspiah, SE
Alamat Redaksi
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected]
Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315
TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ISSN : 2252-7613
Volume 03 Nomor 1
Mei 2019
ii
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Editorial
Redaksi Jurnal Teknologi Sipil dalam edisi ke-1 volume 3 ini mengucapkan terima kasih
kepada Prodi Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman yang telah
memberikan dukungannya.
Diharapkan seluruh penulis makalah akan tetap setia dan konsisten dalam mempublikasikan
hasil-hasil penelitian terbaru. Selain itu kami berusaha agar lingkup edar Jurnal Teknologi
Sipil dapat semakin meluas yang pada akhirnya juga akan memacu peningkatan kualitas
dari Jurnal Teknologi Sipil.
Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih atas segala bentuk kontribusi serta kritik
dan saran yang telah diberikan oleh seluruh pendukung setia jurnal ini.
Wassalam
Redaksi
iii
Daftar Isi
Rahmawati, Bambang Sugeng, Sulardi
Estimasi Kebutuhan Slurry Pada Penyemenan Casing Sumur Pengeboran Minyak ... 1
Budi Haryanto, Masayu Widiastuti, Syarifah Fathil Bariah
Analisis Kapasitas Daya Dukung Fondasi Tiang Berdasarkan Data Uji Laboratorium, Uji SPT dan Uji Kalendering Pada Proyek Jalan Pendekat Jembatan Mahakam IV Sisi Samarinda Kota ........................................................ 8
Nawati, Tumingan, Rafian Tistro
Pengaruh Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Tambah Terhadap Agregat Kasar Dalam Campuran Beton Normal ......................................................................... 16
Fedrikson S, Mardewi Jamal, Fachriza Noor Abdi
Optimalisasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan Proyek Pada Proyek Dengan Metode Least Cost Analysis ......................................................................................... 21
Nabilla Zahera, Masayu Widiastuti, Triana Sharly P. Arifin
Analisis Kekuatan Struktur Minipile Pasca Keruntuhan Dengan Menggunakan Software Plaxis V8.6 ....................................................................................... 29
Fachriza Noor Abdi, Heri Sutanto, Elmo Dwi Prandaka
Pengaruh Penambahan Tawas Pada Campuran Beton Menggunakan Agregat Kasar Lokal Kalimantan Timur dan Agregat Halus Ex. Mahakam Ditinjau Dari Kuat Tekan ..................................................................................................... 40
Isna Kairatun J, Ery Budiman, Mardewi Jamal
Analisis Pushover Pada Struktur Baja Dengan Bresing Menggunaan SAP2000 .......... 50
Arbain Tata
Sifat Mekanis Beton Dengan Campuran Pasir Pantai dan Air Laut .......................... 65
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
1
ESTIMASI KEBUTUHAN SLURRY PADA
PENYEMENAN CASING SUMUR PENGEBORAN
MINYAK
Rahmawati1)
, Bambang Sugeng2)
, Sulardi3)
Sekolah Tinggi Teknologi Migas Balikpapan,
Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
The aim of the study was to provide an overview of the primary cementing method and the secondary
seeding method and the estimation of the need for slury cement material in drilling wells. The research
method used is the used research method with a case study approach method estimating the need for slury in
cementing well drilling in Sangata. The results showed the need for slury cement for cementing primaries and
secondary cementing for drilling wells with his casing. 13 3/8 ", OD.13,375", ID. 12,615 ", depth. 307 meters,
Existing her casing. 9 5/8 ", OD. 9,625 ", ID.8,755", Panjang. 304.9 meters, Open hole. 12 ", Float shoe.
304.9 meters, Float collar. 294.5 meters, Top of cement. 0.0 meter, Top of tail. 204.9 meters with Excess 75%
is as much. 403.9 Cuft or 71.9 bbl of drilling mud. The results of the study also recommended that cementing
wells not be carried out at once but carried out in stages to perfect the cementing results.
Keywords: estimation, slury cement, primary cementing, secondary cementing.
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran metode penyemenan primer dan metode
penyemanan sekunder serta estimasi kebutuhan material slury cement pada sumur pengeboran. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian terpakai dengan metode pendekatan studi kasus estimasi
kebutuhan slury pada pekerjaan penyemenan sumur pengeboran di Sangata. Hasil penelitian menunjukan
kebutuhan slury cement untuk primery cementing dan secondary cementing untuk sumur pengeboran dengan
casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “, ID. 12,615”, kedalaman. 307 meter, Existing casing dia. 9 5/8”, OD.
9,625”, ID.8,755”, Panjang. 304,9 meter, Open hole. 12”, Float shoe. 304,9 meter, Float collar. 294,5 meter,
Top of cement. 0,0 meter, Top of tail. 204,9 meter dengan Excess 75% adalah sebanyak. 403,9 Cuft atau 71,9
bbl lumpur pengeboran. Hasil penelitian juga merekomendasikan agar penyemenan sumur pengeboran tidak
dilakukan sekaligus namun dilakukan secara bertahap untuk kesempurnaan hasil penyemenan.
Kata kunci: estimasi, slury cement, primary cementing, secondary cementing.
1. PENDAHULUAN
Salah satu material turunan (derivative)
bidang teknik sipil yang juga terdapat pada bidang
pengeboran minyak dan gas bumi adalah pekerjaan
penyemenan sumur bor dalam (cementing).
Pekerjaan penyemenan sumur pemboran pada
merupakan salah satu hal yang penting dan bersifat
wajib pada pekerjaan pemboran (drilling).
Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu
proses pencampuran (mixing) dan pendesakan
(displacement) bubur semen (slurry) melalui casing
sehingga mengalir keatas melewati annulus
dibelakang casing sehingga casing terikat pada
formasi. Pada umumnya, operasi penyemenan
bertujuan untuk melekatkan casing pada dinding
lubang sumur dari masalah-masalah mekanis
sewaktu operasi pemboran (seperti getaran),
melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat
korosi dan untuk memisahkan zona yang satu
terhadap zona yang lain dibelakang casing.
Berdasarkan jenisnya pekerjaan penyemenan sumur
pemboran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
Primary Cementing (Penyemenan Utama) dan
Secondary Cementing atau Remedial Cementing
(Penyemenan Kedua atau Penyemenan Perbaikan).
Pada primary cementing, penyemenan casing pada
dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing
yang akan disemen. Sedangkan pada secondary
cementing atau remedial cementing , penyemenan
dilakukan khusus apabila didapati kurang
sempurnanya atau ada kerusakan pada primary
cementing serta apabila pengeboran gagal
mendapatkan minyak dan menutup kembali zona
produksi yang diperforasi. Hal ini dilakukan setelah
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
2
operasi khusus seperti Cement Bond Logging (CBL)
dan Variable Density Logging (VDL).
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan
diatas maka penelitian ini penting untuk dilakukan
dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan
terkait estimasi dan pelaksanaan penyemenan sumur
pemboran minyak dan gas bumi. Tujuan dilakukan
penyemenan lubang sumur adalah untuk melekatkan
pipa selubung pada dinding lubang sumur,
melindungi pipa selubung dari masalah-masalah
mekanis sewaktu operasi pem-boran (seperti
getaran), melindungi pipa selubung dari fluida
formasi yang bersifat korosi, dan memisahkan zona
yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa
selubung. Dengan demikian terlihat bahwa
penyemenan sumur pengeboran sangat penting
untuk dilakukan dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan sistim sumur pengeboran minyak.
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan yang akan
dikembangkan pada penelitian ini adalah :
a. Penyemenan (cementing) sumur adalah bagian
penting pada pekerjaan pengeboran minyak dan
gas bumi
b. Penyemenan sumur pengeboran dilakukan dalam
dua tahap, yaitu pada tahap primer dan
penyemanan tahap sekunder
c. Salah satu kunci sukses dalam pekerjaan
penyemenan adalah dengan melakukan estimasi
volume dan jumlah semen yang digunakan.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
dalam rangka tugas akhir ini adalah :
a. Memberikan gambaran metode penyemenan
primer (primery cementing) dan metode
penyemanan sekunder (secondary cementing)
pada pekerjaan pengeboran minyak dan gas bumi
b. Memberikan gambaran tentang estimasi
kebutuhan penyeman sumur pemboran minyak
dan gas bumi
Pertanyaan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dimaksud,
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
a. Bagaimana gambaran metode penyemenan
primer (primery cementing) dan metode
penyemanan sekunder (secondary cementing)
pada pekerjaan pengeboran minyak dan gas
bumi?
b. Bagaimana gambaran tentang estimasi
kebutuhan penyeman sumur pemboran minyak
dan gas bumi?
Manfaat Hasil Penelitian
Potensi manfaat yang diharapkan diperoleh
dari kegiatan penelitian tugas akhir ini adalah :
a. Pendalaman pemahaman tentang tentang
material slurry cement, estimasi kebutuhan dan
metode pelaksanaan dalam pekerjaan
penyemenan sumur pengeboran minyak dan gas
bumi
b. Sebagai bahan kajian dan penelitian lebih lanjut
tentang material cement dan metode
penyemenan dalam skala yang lebih besar dan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi
c. Media publikasi hasil penelitian untuk menjadi
bahan referensi penelitian lebih lanjut.
II. KAJIAN PUSTAKA
Penyemenan (cementing) adalah proses
pendorongan sejumlah slurry kedalam
casing,kemudian melalui bagian bawah sepatu
casing mengalir naik ke annulus antara casing dan
formasi. Kemudian slurry ini akan mengeras
sehingga mengikat antara casing dan formasi atau
casing dengan casing sebagai tergambar pada
Gambar. 1.
Gambar 1. Metode penyemenan sumur pengeboran
Tujuan penyemenan adalah untuk
melekatkan casing pada dinding lubang sumur,
melindungi casing dari masalah-masalah mekanis
sewaktu operasi pemboran (seperti getaran),
melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat
korosif dan untuk memisahkan zona yang satu
terhadap zona yang lain dibelakang casing. Menurut
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
3
alasan dan tujuannnya, penyemenan dapat dibagi
dua , yaitu Primary Cementing dan Secondary
Cementing atau Remedial Cementing (Penyemenan
kedua atau Penyemenan Perbaikan).
Primary cementing adalah penyemenan yang
pertama kali dilakukan setelah casing diturunkan
kedalam sumur. Sedangkan secondary cementing
atau remedial cementing adalah penyemenan ulang
untuk menyempurnakan primary cementing atau
memperbaiki penyemenan yang rusak. Sedangkan
Secondary cementing dilakukan setelah operasi
khusus penyemenan dilakukan, seperti Cement
Bond Logging (CBL) dan Variable Density Logging
(VDL), kemudian sidapati kurang sempurnanya atau
terapat kerusakan pada primary cemetnting , maka
dilakukan secondary cementing. Secondary
cementing dilakukan juga apabila pengeboran gagal
mendapatkan minyak dan menutup kembali zona
produksi yang diperforasi.
III. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan
perusahaaan oil company servives PT. Elnusa Tbk,
Jalan Mulawarman No.8, Manggar, Balikpapan
Selatan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Durasi pelaksanaan penelitian adalah selama 2
bulan, mulai tanggal 05 Maret sampai dengan 05
April 2019. Penelitian dilakukan dalam rangka tugas
di Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Migas
Balikpapan.
Metode Pendekatan
Metode penelitian ini adalah penelitian
terpakai atau metode penelitian aplikasi. Metode
pendekatan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan studi kasus, yakni studi kasus estimasi
kebutuhan slury pada pekerjaan penyemenan sumur
pengeboran yang pada saat ini sedang dikerjakan
oleh PT. Elnusa.
Material
Material semen yang digunakan dalam
kegiatan penyemenan terdiri dari:
a. Semen, Jenis portland semen digunakan selaam
kegiatan penyemenan berlangsung. Bahan
tersebut halus dan merupakan bubuk yang sangat
reaktif. Portland semen biasanya disimpan dalam
silo pada lokasi dimana dilakukan kegiatan
penyemenan.
b. Air, berupa air segar (fresh water) yang
digunakan untuk menyemen sumur didarat,
sedangkan sea water digunakan di lepas pantai.
Kadang-kadang fresh water sering berada pada
keadaan yang tidak benar-benar murni/fresh,
yang hal ini juga bisa mempengaruhi
kemampuan dari semen.
c. Dry cement additives.
Peralatan dan Cara kerjanya
Peralatan permukaan terdiri dari :
a. Mixer
Alat ini berfungsi untuk mempertemukan cement
slurry dan air dengan kecepatan yang sangat
tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga
timbul aliran turbulensi yang menjadikan proses
pencampuran menjadi sempurna
b. Mixing tub
Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi
untuk menampung bubur semen yang telah
dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang
tertampung selanjutnya dihisap oleh pompa
untuk diteruskan ke dalam sumur
c. Pompa Semen
Pompa semen dipakai untuk memompa bubur
semen kedalam sumur. Pompa biasa yang
digunakan adalah duplex double acting piston
atau single duplex double actig triplex pluner
pump
d. Flow line
Flow line merupakan rangkaian pipa yang
berfungsi untuk mengalirkan bubur semen atau
sebagai media untuk mengalirkan fluida
pendorong dari Cementing Unit ke cementing
head.
e. Cementing Head
1) Liner Cementing Head
Merupakan ujung dari flow line yang
mempunyai fungsi untuk memasukkan bubur
semen ke dalam sumur.
2) Plug Dropping Head
Merupakan tempat plug yang akan
diluncurkan untuk mendorong bubur semen
dan juga tempat memasukkan bola besi untuk
pengesetan hydraulic.
f. Casing Cementing Head
Alat ini berfungsi sebagai media penghubung
antara pipa penyemenan dari pompa semen ke
casing dan sebagai tempat untuk menempatkan
plug (top dan bottom plug). Dengan adanya
casing cementing head ini maka lumpur dapat
disirkulasikan oleh desakan bottom plug sampai
ke dasar casing lalu diisikan bubur semen
diatasnya sebelum pendesakan oleh top plug
dimulai.
g. Peralatan bawah permukaan
Peralatan penyemenan dibawah permukaan
terdiri dari :
1) Casing
Casing menurut fungsi dibagi menjadi :
conductor casing, surface casing,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
4
intermediate casing dan production casing /
liner casing. Apabila casing hanya dipasang
pada zona produktif disebut open hole
completion tetapi bila dipasang dari atas
hingga lapisan produktif disebut perforated
casing completion.
2) Floating Equipment
Alat ini terdiri dari Guide Shoe, yaitu
peralatan yang dipasang pada ujung casing
agar casing tidak tersangkut selama
diturunkan. Guide shoe dilengkapi dengan
penahan tekana balik disebut Float Shoe. Alat
yang lain adalah Float shoe, yaitu peralatan
yang terletak paling ujung dari rangkaian
casing. Float shoe dilengkapi dengan valve
yang berfungsi mencegah aliran balik
suspensi semen dari annulus ke dalam casing.
h. Wiper Plug
Wiper plug adalah plug yang dipakai untuk
membersihkan dinding didalam casing dari
lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua
yaitu Top Plug yang berfungsi untuk mendorong
bubur semen melalui casing atau drill pipe yang
telah ditempatkan pada plug dropping head. Dan
alat Bottom plug yang berfungsi mendorong
lumpur dalam casing dan meminimalisir
kontaminasi antara semen dengan lumpur.
i. Scratcher
Scratcher adalah peralatan pembersih dinding
lubang sumur dari mud cake sehingga semen
dapat melekat langsung pada dinding formasi
dan dapat menghindarkan channeling (lubang
saluran antara semen dan formasi). Cara
pemakaian alat ini ada beberapa cara yaitu
dengan cara diputar (rotating) atau dengan
menaik turunkan (reciprocating).
j. Centralizer
Centralizer adalah alat untuk menempatkan
casing tepat ditengah-tengah lubang sumur agar
diperoleh jarak yang sama antara dinding casing
dengan dinding lubang sumur. Penempatan
casing dalam lubang sumur sedapat mungkin
terletak ditengah-tengah untuk menghindari
terjadinya channeling.
k. Landing Collar
Alat ini berfungsi untuk menyekat dan
menangkap liner wiper plug, mencegahnya naik
kembali ke atas lubang, menyekat tekanan dari
bawah dan mencegahnya berputar sewaktu
pemboran keluar atau drill out.
l. Cementing Basket
Cementing basket digunakan bersama-sama
dengan casing atau liner pada titik dimana
terdapat formasi yang porous atau lemah. Guna
alat ini adalah agar cement slurry ini tidak
bercampur dengan batuan formasi yang gugur.
m. Liner Hanger
Digunakan untuk menggantung liner dan
dipasang pada bagian atas liner.
n. Liner Packer
Dipasang pada bagian atas liner sebagai
penyekat antara liner dan selubung selama atau
setelah penempatan semen.
o. Packer Bore Receptacle
Biasa disebut polished bore reseptacle yang
merupakan tabung berdinding tebal dengan
gerigi dan diameter dalam yang licin dimana
bagian dalamnya dilapisi dengan TFE untuk
mencegah menempelnya semen ataupun material
lainnya, sehingga mengurangi friksi dan korosi.
p. Pack – off Bushing
Alat ini biasa dimasukkan diantara setting tool
dan bagian atas liner hanger sebagai penyekat
antara setting tool dengan liner. Pack-off bushing
ada yang drillable dan retrievable. Jenis drillable
harus dibor kembali dengan bit atau mill.
Retrievable biasa dipakai pada pemboran dalam,
dapat merupakan bagian dari setting tool dan
diambil kembali pada waktu setting tool
dipindahkan dari liner, sehingga dapat
menghemat waktu pemboran ke luar.
q. Pump Down Plug Dropping Head dan
Cementing Manifold
Alat ini dihubungkan pada bagian atas pipa bor.
Manifold digunakan untuk membantu pada
waktu pemompaan lumpur dan semen kedalam
pipa bor dan menahan pump down plug sampai
pump down plug dilepaskan dibelakang semen.
r. Liner Wiper Plug
Alat ini ditempatkan pada bagian bawah setting
tool. Pump down plug akan mengikuti semen
sambil membersihkan semen pada liner wiper
plug yang kemudian lepas dari setting tool
karena tekanan pompa. Kedua plug lalu turun
mengikuti semen sambil membersihkan liner
sampai akhirnya tersangkut dan menempel pada
landing collar.
s. Liner Setting Tool
Alat ini berfungsi untuk menghubungkan pipa
bor dengan liner. Setting collar dan tie-back
receptacle atau sleeve, biasa digabungkan
menjadi satu alat.
t. Liner swivel
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk
liner yang tersangkut dalam lubang terbuka atau
dalam lubang yang tidak lurus dimana hanger
barrel sukar berputar. Dengan memakai alat ini
liner tidak akan ikut berputar, hanya liner hanger
dan setting tool saja yang berputar.
u. Dual Stage Cementing Collar (DSCC)
Alat Dual Stage Cementing Collar (DSCC)
digunakan pada penyemenan bertahap atau
bertingkat, sebagai tempat keluarnya semen dari
casing ke annulus setelah tahap pertama dan
sebelumnya selesai.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
5
Metode Penyemenan Sumur Pengeboran
Pelaksanaan pekerjaan penyemenan pada
umumnya dibedakan pelaksanaan menjadi dua jenis,
yaitu single stage cementing, dan multy stage
cementing.
a. Single Stage Cementing
Single stage cementing umumnya digunakan
untuk melakukan penyemenan terhadap pipa
konduktor dan surface. Sejumlah lumpur
disiapkan dan dipompakan ke dalam casing.
Perlu dicatat pula bahwa seluruh bagian internal
dari peralatan casing, termasuk float shoe, wiper
plug dan lain sebagainya merupakan peralatan
yang dengan mudah dapat hancur bila dibor.
b. Multi Stage Cementing Multi
Stage cementing diterapkan pada penyemenan
rangkaian casing yang panjang khususnya guna :
1) Mengurangi tekanan total pemompaan .
2) Mengurangi tekanan total hidrostatis pada
formasi-formasi lemah sehingga tidak terjadi
atau terbentuk rekahan.
3) Memungkinkan pemilihan penyemenan
daripada formasi.
4) Memungkinkan penyemenan keseluruhan
total panjang casing.
5) Memastikan penyemenan efektif di sekeliling
shoe dari rangkaian casing sebelumnya.
Pada multi stage cementing sebuah stage
cementer dipasang pada posisi tertentu pada
rangkaian casing. Posisi stage cementer
ditentukan oleh panjang total kolom semen
dan kekuatan formasi. Untuk pekerjaan two-
stage cementing, sebuah one-stage cementer
digunakan pada rangkaian casing.
d. Casing lalu diturunkan ke dasar lubang.
Kemudian casing disirkulasikan dengan
sejumlah volume sebesar dua kali kapasitas
lubang.
e. Tahap pertama penyemenan ditujukan sebagai
operasi tahap tunggal, akan tetapi bagian top
kolom semen berakhir tepat dibawah stage
cementer.
f. Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan
sebuah opening bomb dari permukaan sehingga
memungkinkan untuk jatuh pada opening seat
pada stage collar. Saat bomb telah ditempatkan,
tekanan pemompaan sebesar 1200 - 1500 psi
diatas tekanan sirkulasi diterapkan pada
penyeretan pin penahan dan memungkinkan
sebuah bottom sleeve bergerak turun. Gerakan
sleeve akan membuka terminal, sehingga
menetapkan hubungan antara bagian dalam
(internal) casing dengan annulus.
g. Lumpur kemudian disirkulasikan guna
mengkondisikan sumur yang ditujukan untuk
memulai tahap kedua. Volume semen yang
diperlukan untuk tahap kedua lalu dipompakan
dan diikuti dengan sebuah closing plug. Bubur
semen melewati terminal dari stage cementer dan
akan ditempatkan pada annular area.
h. Jika plug telah mencapai stage cementer maka
tekanan sebesar 1500 psi diatas tekanan yang
diperlukan untuk mensirkulasikan semen
diterapkan pada closing plug sehingga
mendorong upper sleeve turun dan dengan
demikian akan menutup terminal dan menyekat
ruang antara casing dengan annulus. Sehingga
dengan demikian keseluruhan rangkaian casing
telah disemen.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelusuran dokumen dan
pengamatan selama penelitian diketahui bahwa
berdasarkan kepentingan dan tujuannya,
penyemenan dapat dibagi dua, yaitu primary
cementing, dan squeeze cementing. Primary
Cementing adalah penyemenan pertama kali yang
dilakukan setelah pipa selubung diturunkan kedalam
sumur. Penyemenan antara formasi dengan pipa
selubung bertujuan untuk melindungi formasi yang
akan dibor dari formasi sebelumnya dibelakang pipa
selubung yang mungkin bermasalah, mengisolasi
formasi tekanan tinggi dari zona dangkal
sebelumnya, dan melindungi daerah produksi dari
water-bearing sands. Suspensi semen biasanya
ditempatkan dibelakang pipa selubung. Suatu
kondisi pemboran tertentu mungkin mengharuskan
untuk penyemenan annulus tanpa penyemenan
annulus secara keseluruhan. Penyebab yang umum
adalah adanya zona lost circulation yang
memungkinkan semen bersirkulasi kembali keatas.
Sebab lain yang mungkin adalah kesalahan dalam
pembuatan suspensi semen. Liner disemen dengan
suspensi semen yang lebih ringan dari pada
rangkaian pipa selubung. Pada saat liner diturunkan
kedalam lubang sumur, suspensi semen harus
langsung dipompakan. Pensirkulasian suspensi
semen dengan volume berlebih dapat me-nyebabkan
masalah-masalah pemboran, antara lain jika
suspensi semen dengan volume berlebih
disirkulasikan keatas melalui annulus, mungkin akan
diperlukan waktu tambahan, dimana kemungkinan
semen akan mengeras di annulus, dan jika suspensi
semen dengan volume berlebih tersebut sirkulasinya
dikembalikan melalui pipa bor, tekanan hidrostatik
dan tekanan friksi pada dudukan pipa selubung akan
menyebabkan terjadinya lost circulation.
Squeeze cementing atau secondary
cementing adalah pekerjaan penyemenan untuk
menyempurnakan dan menutup rongga-rongga yang
masih ada setelah primary cementing, dapat
dilakukan squeeze cementing. Aplikasi pokok untuk
squeeze cementing antara lain adalah
menyempurnakan primary cementing ataupun untuk
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
6
perbaikan terhadap hasil penyemenan yang rusak,
mengurangi water-oil ratio, gas-oil ratio dan water-
gas ratio, menutup kembali zona produksi yang
diperforasi apabila pemboran mengalami kegagalan
dalam mendapatkan minyak, memperbaiki
kebocoran pada pipa selubung, dan menghentikan
lost circulation yang terjadi pada saat pemboran
berlangsung. Dan pertimbangan yang paling penting
dalam operasi squeeze cementing adalah teknik
penempatan dan pembuatan suspensi semen yang
akan digunakan. Squeeze cementing juga dapat
digunakan untuk menurunkan ratio fluida produksi.
Volume gas yang besar memungkinkan untuk
terjadinya pengurangan tekanan reservoir lebih
cepat, bersamaan dengan pembentukan harga
pemisah yang berlebih pada fasilitas produksi
permukaan oleh volume air yang besar. Bagian
perforasi tertentu mungkin harus ditutup dengan
pemompaan suspensi semen, sehingga volume gas
dan air dapat dikurangi dengan penyemenan
dibagian atas dan bawah perforasi secara berurutan
Lost circulation seringkali dapat diatasi dengan
squeeze cementing, dengan catatan proses
penyemenan harus sesuai dengan jenis lost
circulation yang terjadi.
Ada empat metode squeeze cementing yang
saat ini digunakan, yaitu bradenhead methods,
packer squeeze methods, balanced plug methods,
dan dump bailer methods. Bradenhead Method
Dalam metode ini drill pipe diturunkan hingga
berada tepat diatas perforasi (atau zona) yang akan
mendapatkan squeezed off. Kemudian semen
ditempatkan guna menutupi zona tersebut. Pipe rams
lalu ditutup dan diterapkan tekanan hasil
perhitungan dari permukaan guna melakukan
squeeze off terhadap perforasi tersebut. Packer
Squeeze Method Pada metode ini retrievable packer
atau retainer packer diturunkan hingga berada tepat
diatas zoana yang akan di sqieezed off. Retrievable
packer, ditempatkan pada pipa bor. Retainer packer
dijalankan dengan wire line dan diset dengan special
setting kit. Jika volume total semen telah di
squeezed off, maka semen berlebih harus
dipompakan agar kembali sehingga tidak akan
menyemen pipa bor. Hesitation Squeeze Metode ini
secara khusus digunakan pada zona dengan
permeabilitas rendah. Sebuah pipa bor digunakan
dalam menempatkan semen sepanjang zone of
interest dan bubur semen dipompa dan dihesitasi.
Plugging-back Operation Operasi ini meliputi
penempatan cemen plug sepanjang zona yang akan
di plug off. Plug semen digunakan untuk
meninggalkan lower depleted zones, plug off atau
meninggalkan seluruh sumur atau sebagian dari
sebuah open hole, memberikan kick of point untuk
operasi side track drilling, dan menutup zona lost
circulation pada open hole. Sedangkan balanced
Plug Method Pada metode ini hanya digunakan pipa
bor. Pre-flush dipompakan sebelum semen dan lalu
diikuti oleh fluida pembatas (spacer).
Dari hasil perhitungan estimasi kebutuhan
slury cement dan pembahasan mengenai kebutuhan
material slurry penyemenan diketahui estimasi
kebutuhan material penyemenan sebagai berikut :
a. Spesifikasi sumur pengeboran :
1) Previous casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “,
ID. 12,615”, kedalaman. 307 meter
2) Existing casing dia. 9 5/8”, OD. 9,625”,
ID.8,755”, Panjang. 304,9 meter
3) Open hole. 12”, Float shoe. 304,9 meter,
Float collar. 294,5 meter, Top of cement. 0,0
meter, Top of tail. 204,9 meter, Excess :
75%.
b. Total volume slurry yang dibutuhkan adalah
526,83 cuft atau 93,84 bbl. Dimana slurry dibagi
menjadi dua bagian yaitu 322,78 cuft atau 57,49
bbl untuk lead slurry, dan 204,05 cuft atau 36,34
bbl untuk tail slurry.
b. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk
lead slurry adalah semen sebanyak 184 sack.
Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 39,9
bbl. Dan additive yang dibutuhkan adalah 259,4
lb BAA-11 (accelerator); 55,2 gal BAE-15L
(extender); dan 5,5 gal BAF-26L (anti foam).
c. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk tail
slurry adalah semen sebanyak 176 sack.
Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 18,6
bbl. Dan additive yang dibutuhkan adalah 165,4
lb BAA-11 (accelerator); 26,4 gal BAD-14L
(dispersant); 70,4 gal BAL-22L (fluid loss
control); dan 5,3 gal BAF-26L (anti foam).
d. Total displacement volume yang dibutuhkan
untuk mendorong semen slurry adalah sebanyak
403,9 cuft atau 71,9 bbl lumpur.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian permasalahan, metode
penelitian dan hasil penelitian dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
a. Metode Primary Cementing adalah penyemenan
pertama kali yang dilakukan setelah pipa
selubung diturunkan kedalam sumur, sedangkan
secondary cementing adalah penkerjaan
penyemenan untuk menyempurnakan dan
menutup rongga-rongga yang masih ada setelah
primary cementing
b. Total kebutuhan material penyemanan (total
displacement volume) yang dibutuhkan untuk
Previous casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “, ID.
12,615”, kedalaman. 307 meter, Existing casing
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
7
dia. 9 5/8”, OD. 9,625”, ID.8,755”, Panjang.
304,9 meter, Open hole. 12”, Float shoe. 304,9
meter, Float collar. 294,5 meter, Top of cement.
0,0 meter, Top of tail. 204,9 meter dengan
Excess 75% adalah sebanyak. 403,9 Cuft atau
71,9 bbl lumpur pengeboran.
Saran
a. Untuk kesempurnaan hasil cementing,
disarankan untuk dilakukan secara bertahap,
meliputi tahap cementing primer dan cementing
sekunder
b. Dalam estimasi kebutuhan material penyemanan
(total displacement volume) yang dibutuhkan
disarankan dengan Excess minimal. 85% volume
lumpur pengeboran.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan telah selesainya penelitian ini Penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
tinggi kepada Bapak-bapak Dosen Pembimbing,
Dosen Pengasuh dan kepada semua pihak yang telah
memungkinkan kelancaran dan selesainya penelitian
tugas akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Baker Huges, INTEQ. 1995. Drilling Engineering
Workbook. Baker Huges INTEQ. Houston United
State of America.
Gusmao, Vania. 2009. Penyemenan trayek casing 13
3/8 dan 9 5/8 dan 7 Pada Sumur SLL-30. Laporan
Kerja Praktek.
Mudofir, Achmad. 2002. Pengenalan Casing dan
Penyemenan. Slide Presentasi.
Kent, Clark. 2006. Cementing System. Powerpoint
Presentation.
Rubba, Ichwan. 2013. Perencanaan Kebutuhan
Material Penyemenan Casing 13 3/8 Pada Sumur X
Lapangan Y Kasim Marine Terminal (KMT) Sorong
Papua Barat. Tugas Akhir Universitas Negeri Papua.
Manokwari.
Schlumberger. 2003. Casing Operation Overview.
Powerpoint Presentation.Cirebon.
Setiawan, Ridwan. 2009. Proses Penyemenan Pada
Trayek Casing 13 3/8 Di Sumur X Lapangan Y.
Prosposal Kerja Praktek. Akademi Minyak dan Gas
Bumi Balongan. Indramayu.
Suman, George and Ellis, Richard. 1977. World
Oil’s Cementing Handbook. Gulf Publishing
Company. Houston, United States of America.
Smith, D. K. 1990. Cementing. Monograph Volume
4, SPE. Richardson, TX.
Rudi Rubiandini, 2009. Teknik Operasi Pemboran.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wattimury, Petra. 2013. Evaluasi Perencanaan
Rangkaian Casing Sumur X Lapangan Y. Tugas
Akhir Universitas Negeri Papua.Manokwari.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
8
ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG FONDASI TIANG
BERDASARKAN DATA UJI LABORATORIUM, UJI SPT
DAN UJI KALENDERING PADA PROYEK JALAN
PENDEKAT JEMBATAN MAHAKAM IV SISI SAMARINDA
KOTA
Budi Haryanto1, Masayu Widiastuti
2, Syarifah Fathil Bariah
3
Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua
Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Daya dukung fondasi sangat penting untuk diketahui agar dapat direncanakan struktur bangunan yang
baik dan tidak mengalami penurunan ataupun kerusakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
hasil kapasitas daya dukung tiang pancang yang berdiameter 500 mm (SPP500) dan 1000 mm (SPP1000)
dengan menggunakan data uji laboratorium, uji Standart Penetration Test (SPT), dan data kalendering, serta
membandingkan hasil analisa ketiganya dengan hasil tes Pile Driving Analyzer (PDA) sehingga dapat
diperoleh metode yang memenuhi syarat aman.
Pada analisis daya dukung menggunakan data hasil uji laboratorium digunakan metode Broms dan
zmetode U.S Army Corps, untuk daya dukung berdasarkan hasil uji Standard Penetration Test (SPT)
digunakan metode Meyerhof dan metode Briaud et al dan untuk daya dukung berdasarkan hasil uji
kalendering digunakan metode Hiley dan metode Danish.
Berdasarkan hasil analisis diketahui daya dukung ijin (Qa) pada SPP500 dan SPP1000 secara berurutan
berdasarkan data uji laboratorium menggunakan metode Broms yaitu 985,18 ton dan 2.804 ton, lalu pada
metode U.S Army Corps yaitu 962,23 ton dan 2.747 ton. Berdasarkan data uji SPT menggunakan metode
Meyerhof yaitu 225,31 ton dan 582,05 ton, lalu pada metode Briaud et al yaitu 174,03 ton dan 582,05 ton.
Berdasarkan uji kalendering menggunakan metode Hiley yaitu 255,79 ton dan 573,01 ton, lalu pada metode
Danish yaitu 149,25 ton dan 272,52 ton.
Hasil daya dukung pada uji laboratorium memiliki perbedaan yang lebih besar dibandingkan dengan
hasil PDA test. Hasil daya dukung dengan parameter data uji SPT dan uji kalendering memiliki hasil yang
lebih kecil dan mendekati dengan hasil pengujian PDA, yang berarti daya dukung fondasi berdasarkan data
SPT dan kalendering lebih dapat mewakili kondisi di lapangan.
Kata kunci: Analisis daya dukung, fondasi, tiang pancang, uji laboratorium, uji SPT, uji kalendering, PDA,
CAPWAP
ABSTRACT
Bearing capacity of foundation is very important to known as one aspect of building structure
planning so any deterioration or damage can be avoided. The purpose of this study are to obtain the results of
bearing capacity of piles with diameter of 500 mm (SPP500) and diameter of 1000 mm (SPP1000) by using
the data of laboratory test, SPT test, and calendring test and comparing the results of the analysis with the
results of Pile Driving Analyzer (PDA), thereore the methods which meet the safety requirement.
Broms method and U.S Army Corps is used to analyse bearing capacity by using laboratory test
results. Meanwhile, Meyerhof method and Briaud et al method is used to analyse bearing capacity by using
Standard Penetration Test (SPT) results. In addition, the bearing capacity based on calendring test used Hiley
method and Danish method.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
9
Allowable bearing capacity (Qa) on SPP500 and SPP1000 sequentially based on the data of laboratory
test by using Broms method is 985,18 ton and 2.804 ton, and by using U.S Army Corps is 962,23 ton and 2.747
ton. Qa based on the data of SPT test by using Meyerhof method is 225,31 ton and 582,05 ton. Qa based on the
data of calendring test by using Hiley method is 255,79 ton and 573,01 ton, and by using Danish method is
149,25 ton and 272,52 ton.
The results of bearing capacity based on the data of laboratory test has showed the higher results of
PDA test. The results of bearing capacity by using the data of SPT test and calendring test has showed the
lower results and approaches the results of PDA test, which means the bearing capacity of foundation based
on the data of SPT test and calendring test more reliable to represent actual conditions in the project area.
Keywords: Bearing capacity, foundation, pile, laboratory test, Standard Penetetration Test (SPT), calendring
test, PDA, CAPWAP
1. PENDAHULUAN
Fondasi adalah suatu konstruksi pada bagian
dasar struktur bangunan yang berfungsi untuk
meneruskan beban dari bagian struktur bangunan ke
lapisan tanah yang berada di bagian bawah struktur.
Salah satu jenis fondasi yang banyak digunakan
pada bangunan tinggi adalah fondasi tiang pancang.
Penggunaan fondasi tiang pancang sebagai
fondasi bangunan apabila tanah yang berada di
bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity) yang cukup untuk
memikul berat bangunan beban yang bekerja
padanya (Sardjono HS, 1988). Fungsi dan kegunaan
dari fondasi tiang pancang adalah untuk
memindahkan atau mentransfer beban-beban dari
konstruksi di atasnya ke lapisan tanah keras yang
letaknya sangat dalam.
Jika kapasitas daya dukung tiang diketahui,
maka dapat direncanakan suatu struktur yang kokoh
dan aman. Sebaliknya, jika kapasitas daya dukung
tiang pancang tidak dianalisis dengan baik, maka
dapat menyebabkan bangunan yang ada di atasnya
pun akan mengalami penurunan dan juga kerusakan.
Hal ini yang mendasari penelitian ini, dimana
dilakukan analisis kapasitas daya dukung tiang
pancang diameter 500 mm dan diameter 1000 mm
menggunakan tiga parameter daya yaitu, uji
laboratorium, uji SPT dan uji kalendering, yang
berlokasi di Proyek Jembatan Mahakam IV pada
Jalan Pendekat Sisi Samarinda Kota.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fondasi
Fondasi adalah suatu konstruksi pada bagian
dasar struktur (sub structure) yang berfungsi
meneruskan beban dari bagian atas struktur (upper
structure) ke dalam tanah dibawahnya tanpa
mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan
penurunan (settlement) yang berlebihan. Struktur
atas umumnya dipakai sebagai istilah untuk
menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang
membawa / memikul beban kepada fondasi atau
struktur bawah.Fondasi sendiri tergolong dalam
bentuk bangunan struktur bawah yang tidak lain
sebagai media penyebaran / penyalur beban.
2.1.1 Fondasi Tiang Pancang
Berdasarkan material yang digunakan,
fondasi tiang terbagi atas 4 jenis, yaitu tiang
pancang kayu (gambar 1), tiang pancang beton
(gambar 2 dan gambar 3), tiang pancang baja
(gambar 4) dan tiang pancang komposit.
1. Tiang Pancang Kayu
Gambar 1. Tiang Pancang Kayu
(Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan
Disain Pondasi Jilid 2)
2. Tiang Pancang Beton
Gambar 2. Tiang Pancang Beton (Precast
Prestressed Concrete Pile) (Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan
Disain Pondasi Jilid 2)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
10
3. Tiang Pancang Pipa Baja
Gambar 3. Tiang Pancang Baja
(Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan
Disain Pondasi Jilid 2)
2.2. Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang
Daya dukung tiang dapat dihitung dengan
menggunakan metode analitis yaitu berdasarkan uji
laboratorium (analitis statis) dan berdasarkan uji
SPT (analitit empiris) dan metode dinamis yaitu
berdasarkan uji kalendering.
2.2.1. Berdasarkan hasil uji laboratorium
Pada uji laboratorium metode yang
digunakan adalah metode Broms dan metode U.S
Army Corps.
1. Metode Broms
Qb = Ab Pb Nq ............................................. (1)
Qs = ∑ ............................................. (2)
= Cd + Kd Po tg ............................... (3)
Qu = Qb + Qs – Wp ................................... (4)
2. Metode U.S Army Corps
Qb = Ab fb ................................................... (5)
fb = Pb Nq .................................................. (6)
Qs = ∑ fs ............................................... (7)
fs = Kd Po tg ......................................... (8)
Qu = Qb + Qs – Wp .................................. (9)
Dengan,
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (ton)
Qs = Tahanan selimut tiang (ton)
fb = Tahanan ujung per satuan luas
fs = Tahanan gesek per satuan luas
= Tahanan geser dinding tanah
Ab = Luas penampang ujung tiang (m2)
As = Luas penampang selimut tiang (m2)
Pb = Tekanan vertikal efektif (kN/m2)
Nq = Faktor daya dukung tiang
Cd = Kohesi penampang tiang (kN/m2)
Kd = Koefisien tekanan tanah yang bergantung
pada kondisi tanah yang dapat dilihat pada
tabel 1
= Sudut gesek dinding efektif antara dinding
tiang dan tanah
Wp = Berat sendiri tiang (ton)
Tabel 1. Nilai-nilai (U.S Army Corps)
Bahan Tiang
Tiang Baja 0,67 – 0,83
Tiang Beton 0,90 – 1,00
Tiang Kayu 0,80 – 1,00 (Sumber: Hardiyatmo, 2011)
Tabel 2. Nilai Kd dan Kt (U.S Army Corps)
Tanah Kd (Tiang
Tekan)
Kt (Kuat
Tarik)
Pasir 1,0 – 2,0 0,5 – 0,7
Lanau 1,0 0,5 – 0,7
Lempung 1,0 0,7 – 1,0 (Sumber: Hardiyatmo, 2011)
Tabel 3. Nilai Kd (Broms)
Bahan
tiang
Kd
Pasir tak
padat
Pasir padat
Baja 0,50 1,00
Beton 1,00 2,00
Kayu 1,50 4,00 (Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2)
Nc, Nq, N adalah faktor daya dukung tanah (bearing
capacity factors) yang besarnya tergantung dari
sudut geser tanah. Hansen menyarankan rumus
perhitungan untuk faktor daya dukung yang
menyerupai rumus yang diberikan oleh Meyerhof,
yaitu sebagai berikut:
Nq = (exp.π tan ϕ) tan2 (45
o + ϕ/2) ........... (10)
Nc = (Nq – 1) cot ϕ …………………. (11)
N = 1.5 (Nq – 1) tan ϕ ……………... (12)
2.2.2.Berdasarkan hasil uji SPT
Pada uji laboratorium metode yang
digunakan adalah metode Meyerhof dan metode
Briaud et al.
1. Metode Meyerhof (1956)
Qu = 4 Nb Ab +
As ........................... (13)
Dengan,
Qu = Kapasitas ultimit tiang (ton) Nb = Nilai N dari uji SPT pada tanah di sekitar
tiang
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
11
= Nilai N rata-rata uji SPT, di sepanjang tiang
As = Luas selimut tiang (ft2) (dengan 1 ft = 30,48
cm)
Ab = Luas dasar tiang (ft2)
2. Metode Briaud et al
Qb = Ab 19,7 ( )0,36
........................... (14)
Qs = As 0,224 ( )0,29 ......................... (15)
Dengan,
Qb = Tahanan ujung (ton)
Qs = Tahanan friksi (ton)
As = Luas selimut tiang (ft2) (dengan 1 ft =
30,48 cm)
Ab = Luas dasar tiang (ft2)
= Nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang
2.2.3. Berdasarkan Hasil Uji Kalendering
Pada uji kalendering metode yang digunakan
adalah metode Hiley dan metode Danish.
1. Metode Hiley
Pu =
( ) x
…………. (16)
Pa = Pu / N …………………………....(17)
Dimana :
Pu = Kapasitas daya dukung batas (kN).
Pa = Kapasitas daya dukung yang diijinkan (kN).
Er = Efisiensi palu.
W = Berat palu atau ram (kN).
Wp = Berat tiang pancang (kN).
n = Koefisien restitusi.
H = Tinggi jatuh palu (m).
H = H’ untuk palu diesel (H’ = tinggi jatuh
ram).
S = Penetrasi tiang pancang pada saat
penumbukan terakhir, atau “set” (m).
N = Faktor keamanan.
K = Rebound Tertinggi Saat Kalendering.
2. Metode Danish
Pu =
(
) ……………………….(18)
Pa = Pu / N …………………………….. (19)
Dimana :
Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.
Pa = Kapasitas daya dukung yang diijinkan.
= Effisiensi alat pancang.
= Energi alat pancang yang digunakan
= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari
kalendering di lapangan.
= Luas penampang tiang pancang.
= Modulus elastis tiang.
= Faktor Keamanan.
2.3. Efisiensi Grup Tiang
Persamaan efisiensi grup tiang yang
disarankan oleh Converse-Labarre Formula, sebagai
berikut:
Eg = 1 - ( ) ( )
…………… (20)
Dimana:
Eg = efisiensi grup pile
= arc tan d/s dalam derajat
n = banyak tiang dalam satu baris
m = jumlah baris
d = diameter dari tiang
s = spacing (jarak antar tiang)
Pada pondasi tiang pancang , tahanan gesek
maupun tahanan ujung dengan s 3d, maka
kapasitas dukung kelompok tiang diambil sama
besarnya dengan jumlah kapasitas dukung tiang
tunggal (Eg = 1). Dengan memakai rumus berikut:
Qug = n Qa ………………………… (21)
Jika tahanan gesek dengan s < 3d, maka faktor
efisiensi ikut menentukan, dengan memakai rumus
berikut:
Qug = Qut n Eg …………………….. (22)
Dimana:
Qug = Kapasitas daya dukung maksimum grup
tiang
Eg = Efisiensi grup tiang
n = Banyak tian
Qut = Kapasitas daya dukung maksimum satu
tiang
3. METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
12
Studi Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Mulai
mMM
Pembatasan Masalah
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Sekunder:
- Data Hasil Uji SPT
- Data Hasil Uji Laboratorium
- Data Hasil Uji Kalendering
- Data Hasil Uji PDA
Gambar 4. Diagram alir penelitian
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Analisis
Data hasil uji laboratorium (Tabel 4) dan uji
SPT (Tabel 5) diperoleh dari titik BM.01, untuk data
uji kalendering yang dicantumkan adalah hasil
kalendering pada S-8A (gambar 5) dan P9 NO.1
(gambar 6).
Tabel 4. Data Hasil Uji Laboratorium
Berdasarkan
data uji
kalendering
menggunak
an metode
Hiley dan
metode
Danish
Perhitungan daya dukung tiang tunggal
Berdasarkan
data uji
laboratorium
menggunakan
metode Broms
dan metode U.S Army
Corps
Berdasarkan
data uji SPT
menggunakan
metode
Meyerhof dan
metode
Briaud et al
Perhitungan efisiensi grup tiang
Perhitungan kapasitas daya dukung grup tiang
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
Perbandingan hasil analisis dengan PDA Tes
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
13
Gambar 5. Hasil Kalendering pada S-8A (Sumber:
Lokasi proyek Jembatan Mahakam IV)
Gambar 6. Hasil Kalendering pada P9. NO-1
(Sumber: Lokasi proyek Jembatan
Mahakam IV)
4.2. Hasil Analisis dan Pembahasan
Tabulasi hasil analisis menggunakan
parameter data uji laboratorium, uji SPT dan uji
kalendering dapat dilihat pada tabel 6, untuk tabulasi
keterangan perbandingan hasil analisis dapat dilihat
Tabel 5. Data Hasil Uji SPT
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
14
pada Tabel 7. Efisiensi kelompok tiang yang
diperoleh pada SPP500 adalah 0,90 dan untuk
SPP1000 adalah 0,71.
Tabel 6. Hasil Analisis
Tabel 7. Keterangan Hasil Analisis
4.2.1 Pembahasan
Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan
bahwa perhitungan dengan meng-gunakan rumus
analitis atau uji labo-ratorium memiliki nilai daya
dukung tiang yang paling tinggi dibandingkan
dengan menggunakan uji SPT dan uji kalendering.
Hal ini disebabkan pada uji laboratorium
memperhitungan friction pada setiap lapisan tanah
dan diakumu-lasikan untuk memperoleh daya
dukung tiang.
Daya dukung tiang dengan menggunakan
rumus empiris atau uji SPT memiliki nilai daya
dukung yang cukup mendekati nilai PDA test dan
CAPWAP, dikarenakan pada rumus empiris yang
menjadi parameter utama adalah nilai N pada setiap
lapisan tanah dan tidak mengakumulasikan daya
dukung di setiap lapisan tanah (friction).
Rumus dinamis atau uji kalendering memiliki
nilai daya dukung tiang yang paling mendekati
dengan nilai daya dukung pada PDA test dan
CAPWAP. Hal ini disebabkan rumus dinamis tidak
memperhitungkan adanya pengaruh friction atau
gesekan kulit tiang terhadap tanah, karena pada
rumus dinamis yang menjadi parameter kapasitas
daya dukung adalah tahanan ujung tiangnya, hal ini
dapat dilihat dari adanya parameter nilai penetrasi
akhir per 10 pukulan (s) pada semua persamaan
rumus dinamis.
5. KESIMPULAN
Dari hasil analisis kapasitas daya dukung
tiang pancang pada proyek Jalan Pendekat Jembatan
Mahakam IV Sisi Samarinda Kota MYC didapat
kesimpulan antara lain :
1. Nilai kapasitas daya dukung ijin tiang
menggunakan parameter data uji laboratorium,
uji Standard Penetration Test (SPT) dan uji
kalendering yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
a. Uji laboratorium
- SPP500
Metode Broms = 985,18 ton
Metode U.S Army Corps = 962,23 ton
- SPP1000
Metode Broms = 2.804,20 ton
Metode U.S Army Corps = 2.747,02 ton
b. Uji Standard Penetration Test (SPT)
- SPP500
Metode Meyerhof (1956) = 337,96 ton
Metode Briaud et al = 208,94 ton
- SPP1000
Metode Meyerhof (1956) = 863,09 ton
Metode Briaud et al = 582,05 ton
c. Uji Kalendering
- SPP500
Metode Hiley = 255,79 ton
Metode Danish = 149,25 ton
- SPP1000
Metode Hiley = 573,01 ton
Metode Danish = 272,52 ton
2. Hasil pengujian daya dukung tiang pada Pile
Driving Analyzer (PDA), yaitu:
- SPP500 = 322 ton
- SPP1000 = 1095 ton
dan nilai daya dukung tiang pada Case Pile
Wave Analysis Program (CAPWAP), yaitu:
- SPP500 = 305 ton
- SPP1000 = 923 ton
Berdasarkan kesimpulan pada nomor 1, maka
nilai Qa dengan menggunakan data uji
laboratorium lebih besar dibandingkan dengan
nilai Qa pada PDA dan CAPWAP, dan untuk
nilai Qa menggunakan data uji SPT dan uji
kalendering memiliki hasil yang lebih kecil
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil
Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
15
jika dibandingkan dengan nilai PDA dan
CAPWAP.
3. Hasil daya dukung dengan parameter data uji
SPT dan uji kalendering memiliki hasil yang
lebih kecil dan mendekati dengan hasil
pengujian PDA dan CAPWAP, yang berarti
daya dukung fondasi berdasarkan data SPT dan
kalendering lebih dapat mewakili kondisi di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Yusti. 2014. Analisis Daya Dukung Pondasi
Tiang Pancang diverifikasi dengan Hasil Uji
Pile Driving Analyzer Test dan CAPWAP. 2(1):
23
Bima Adi Putra. Analisis Daya Dukung Tiang
Pancang berdasarkan Hasil Data Kalendering
pada Proyek Jembatan Kembar / Mahakam IV
(MYC) Samarinda Kalimantan Timur.
Universitas Mulawarman.
Bowles, Joseph E. 1999. Analisa dan Disain
Pondasi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Eko Seftian Randyanto. 2015. Analisis Daya
Dukung Tiang Pancang dengan Mengunakan
Metode Statik dan Calendring. Jurnal Sipil
Statik.
Fyansaputra. 2014. Penentuan Kapasitas Dukung
Pondasi Tiang dengan Data N-SPT dan
Kalendering pada Struktur Pile Slab Jalan
Gajah Mada Samarinda. Universitas
Mulawarman.
Herwin. 2017. Kajian Efisiensi Pada Kelompok
Tiang Dengan Konfigurasi 2 x 2. 4(4): 3-4.
Hardiatmo, Hary Christady. 2012. Mekanika Tanah
1 Edisi ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hardiatmo, Hary Christady. 2010. Mekanika Tanah
2 Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hardiatmo, Hary Christady. 2011. Teknik Fondasi 2.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Niken Silmi Surjandari. 2008. Studi Perbandingan
Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi
Tiang Bor menggunakan Uji Beban Statik dan
Metode Dinamik. Jurnal Media Teknik Sipil.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
16
PENGARUH TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
BAHAN TAMBAH TERHADAP AGREGAT KASAR
DALAM CAMPURAN BETON NORMAL
Nawati1)
, Tumingan2)
, Rafian Tistro3)
Rekayasa Jalan dan Jembatan, Politeknik Negeri Samarinda,
Jalan Cipto Mangunkusumo Kampus Gunung Lipan, Samarinda, 75131
e-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Beton merupakan salah satu bahan kontruksi struktur jalan, jembatan dan bangunan lainnya.
Penelitian ini menggunakan tempurung kelapa dipecah secara manual sebagai pengganti agregat kasar batu
pecah ½ . Pemilihan tempurung kelapa sebagai bahan campuran beton karena strukturnya yang keras, tahan
air, tidak fleksibel dan tidak mudah dibentuk sehingga mampu mempertahankan kekuatannya sendiri.
Kekuatan yang dimiliki tempurung kelapa diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tempurung kelapa
terhadap nilai kuat tekan dan kuat tarik belah dalam campuran beton normal. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa penambahan tempurung kelapa sebesar 2,5% dapat meningkatkan nilai kuat tekan beton sebesar 7,7%
dari beton normal. Sedangkan pada kuat tarik belah beton penambahan tempurung kelapa belum
mempengaruhi kuat tarik hingga umur pengujian 28 hari, setelah umur beton 56 hari penambahan tempurung
kelapa dengan kadar 2,5% dapat meningkatkan nilai kuat Tarik belah sebesar 0,08 MPa atau 1,7 % dari beton
normal.
Kata kunci : Tempurung Kelapa, Kuat Tekan Beton, Kuat Tarik Belah Beton.
ABSTRACT
Concrete is one of the materials for the construction of the structure of roads, bridges and other
buildings. This research uses coconut shell which is manually broken down as a substitute for coarse
aggregate of broken stone ½. The choice of coconut shell is a mixture of concrete because the structure is
hard, waterproof, inflexible, and not easily formed to maintain its own strength. The strength of coconut
shells is expected to maintain or even increase the value of compressive strength and tensile strength of
concrete. This study aims to determine the effect of coconut shell on the value of compressive strength and
split tensile strength in a normal concrete mixture. From the results of the study it was found that the addition
of 2.5% coconut shell can increase the value of concrete compressive strength by 7.7% of normal concrete.
While the tensile strength of concrete from coconut shell addition has not affected tensile strength until the
age of 28 days, after the age of concrete 56 days the addition of coconut shell with a level of 2.5% can
increase the value of Split strength by 0.08 MPa. or 1.7% of normal concrete.
Keywords: Coconut shell, Compression Strength of Concrete. Splitting Tensile of Concrete.
1. PENDAHULUAN
Beton merupakan salah satu bahan kontruksi
yang banyak digunakan dalam pelaksanaan struktur
jalan, jembatan dan bangunan lainnya. Penggunaan
beton pada dasarnya memiliki keunggulan-
keunggulan diantaranya bahan penyusunnya yang
mudah didapatkan. Namun, jumlah penggunaan
beton dalam konstruksi yang terus berkembang
mengakibatkan peningkatan kebutuhan material
beton, sehingga memicu penambangan batuan
sebagai salah satu bahan pembentuk beton secara
besar-besaran. Hal ini menyebabkan turunnya
jumlah sumber daya alam yang tersedia untuk
keperluan bahan beton dan merusak lingkungan.
Oleh karena itu diperlukan suatu bahan tambah atau
bahan pengganti yang sesuai spesifikasi untuk
mengimbangi penggunaan sumber daya alam
sebagai agregat campuran beton.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
17
Alternatif yang telah dicoba yaitu dengan
menggunakan berbagai jenis limbah sebagai bahan
tambah maupun bahan pengganti yang mampu
memberikan kontribusi kekuatan pada beton. Salah
satu limbah yang bisa digunakan adalah tempurung
kelapa.
Penelitian terhadap tempurung kelapa telah
dilakukan sebelumnya, dari penelitian tersebut
diperoleh bahwa Penggunaan tempurung kelapa
dengan kadar sampai 10% masih dapat
dikatagorikan sebagai beton mutu sedang dan dapat
digunakan untuk struktur normal (Jacky, dkk .2018).
2. TINJAUAN PUSTAKA
Semen Portland
Menurut ASTM C-150-1985, semen
portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri
dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya
mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-
sama dengan bahan utamanya.
Air
Air digunakan sebagai bahan pembantu
dalam pembuatan dan perawatan beton. Air
diperlukan agar bereaksi dengan semen (proses
pengikatan) serta sebagai pelumas antara butur-butir
agregat agar dapat mudah dikerjakan dan
dipadatkan.
Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang
berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran
mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati
sebanyak 70% dari volume mortar atau beton.
Agregat sendiri berfungsi untuk menghasilkan
kekuatan pada beton, kepadatan pada beton, dan
mengontrol workability pada beton. Agregat yang
digunakan dalam campuran beton dibedakan
menjadi dua jenis yaitu agregat halus dan agregat
kasar.
Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah
kelapa yang fungsinya secara biologis adalah
sebagai pelindung inti buah dan terletak dibagian
sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar
antara 3-6 mm. Tempurung kelapa dikatagorikan
sebgai kayu keras tetapi mempunyai kadar air
sekitar 6-9 % (dihitung berdasarkan berat kering)
dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan
hemiselulosa (Tilman, 1981).
Variasi tempurung kelapa yang akan
digunakan dalam campuran beton normal adalah
0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% terhadap berat
agregat kasar (batu pecah ½) , dimana tempurung
kelapa yang digunakan dipecah secara manual
kemudian diayak hingga lolos saringan 19 mm dan
tertahan saringan 4,75 mm. Pembuatan benda uji
berbentuk kubus dengan ukran 15x15x15 cm. Umur
rencana beton adalan 7, 14, 28 dan 56 hari. Adapun
total benda uji adalah 120 buah dengan komposisi 3
benda uji kubus untuk kuat tekan beton dan 3 benda
uji silinder untuk pengujian kuat tarik belah untuk
setiap variasinya.
2.2 Jenis Pengujian
Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah kemampuan beton
keras untuk menahan gaya tekan persatuan luas,
pemberian gaya ini tegak lurus terhadap sumbunya.
Penentuan kekuatannya ini dilakukan dengan
menggunakan alat uji kuat tekan.
f’c = P/A ...............................(1.1)
Keterangan :
f’c = kuat tekan benda uji (Mpa)
P = beban tekan maksimum (N)
A = luas bidang tekan (mm2)
Kuat Tarik Belah Beton
Kuat tarik beton merupakan sifat yang
penting untuk memprediksi retakdan defleksi beton.
Kuat tarik belah beton bervariasi antara 8% sampai
15% dari kuat tekannya.
Fct = 2P/LD ...............................(1.2)
Keterangan:
Fct = Kuat tarik belah beton (Mpa)
P = Beban uji maksimum (beban belah/hancur)
dalam (N) yang ditunjukkan mesin uji tekan
L = Panjang benda uji (mm)
D = Diameter benda uji (mm)
3. METODE PENELITIAN
Pengujian terhadap material bertujuan
untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan yang
akan digunakan pada penelitian.
Perencanaan campuran (mix desain) pada
penelitian ini mengacu pada SNI 03-2834-2000
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
18
untuk beton normal karena tempurung kelapa hanya
sebagai bahan tambah terhadap agregat kasar.
Perawatan (curing) dimaksudkan untuk
menghindari panas hidrasi yang tidak diinginkan,
dan untuk memastikan reaksi hidrasi senyawa semen
termasuk bahan tambahan.
Pengujian kuat tekan beton dengan benda
uji berbentuk kubus dan kuat tarik belah dengan
benda uji berbentuk silinder pada umur 7, 14, 28 dan
56 hari. Pengujian kuat tekan beton sesuai dengan
SNI 03-1974-1990 dan pengujian kuat tarik belah
berdasarkan SNI 03-2491-2002.
Tahap ini mencakup analisa data yang telah
diperoleh dari pengujian kuat tekan beton dan kuat
tarik belah
4. HASIL DAN DISKUSI
Hasil Pengujian Bahan
Tabel 1. Hasil pengujian karakteristik pasir palu
No. Karakteristik Pasir Hasil
1. Bobot Isi 1.74 gr/cm3
2. Berat Jenis 2.60
3. Penyerapan 1.94 %
4. Kadar Air 1.17 %
5.
Analisa Saringan
sisa diatas ayakan θ 4,8
mm 2.25 %
sisa diatas ayakan θ 0,3
mm 93.13 %
Sumber : Hasil Pengujian
Tabel 2. Hasil pengujian karakteristik batu ½
No. Karakteristik Hasil
1. Bobot Isi 1.52 gr/cm3
2. Berat Jenis 2.70
3. Penyerapan 0.35 %
4. Kadar Air 1.17 %
5. Abrasi 20.31 %
Sumber : Hasil Pengujian
Tabel 3. Hasil pengujian karakteristik batu 2/3
No. Karakteristik Hasil
1. Bobot Isi 1.52 gr/cm3
2. Berat Jenis 2.67
3. Penyerapan 0.64 %
4. Kadar Air 0.39 %
5. Abrasi 22.47 %
Sumber : Hasil Pengujian
Tabel 4. Hasil pengujian karakteristik semen
No. Karakteristik Hasil
1. Berat Jenis Semen 3.005
2. Konsistensi Normal 25.5 %
3.
Setting Time
Pengikatan Awal 70
Menit
Pengikatan Akhir 150
Menit Sumber : Hasil Pengujian
Tabel 5. Hasil pengujian parakteristik tempurung
kelapa
No. Karakteristik Hasil
1. Bobot Isi 0.59 gr/cm3
2. Berat Jenis 1.07
3. Penyerapan 19.00 %
4. Kadar Air 4.44 %
5. Abrasi 6.76 %
Sumber : Hasil Pengujian
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan,
diperoleh bahwa pasir Palu, batu pecah ½ dan ⁄ eks
Palu, semen Tonasa memenuhi standar yang sudah
ditentukan. Sedangkan pada tempurung kelapa
menunjukkan bahwa pengujian bobot isi, berat jenis,
penyerapan dan kadar air tidak memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI). Tetapi dalam penelitian
ini hanya bertujuan untuk memamfaatkan bahan
limbah menjadi bahan produksi untuk konstruksi.
Hasil Pengujian Kuat Tekan
Tabel 6. Nilai f’ck beton campuran tempurung
kelapa
Variasi Nilai Kuat Tekan
Peningkatan Tempurung
Kelapa Karakteristik
(%) (Mpa) (%)
0 18.443 0.0
2.5 19.854 7.7
5 18.738 1.6
7.5 17.049 -7.6
10 16.137 -12.5
Sumber : Hasil Pengujian
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
19
Grafik 1. Hubungan kuat tekan maksimum
karakteristik terhadap variasi
tempurung kepala
Grafik 2. Hubungan kuat tekan optimum
karakteristik terhadap variasi
tempurung kepala
Berdasarkan Grafik diatas dapat diketahui
bahwa kadar tempurung kelapa optimum adalah
2,5% dengan nilai kuat tekan maksimum
karakteristik sebesar 19,857 Mpa, terjadi
peningkatan 7,7% dari nilai kuat tekan beton normal
ditunjukkan Grafik 1, apabila ditinjau terhadap kuat
tekan optimum karakteristik sebesar 19,19 MPa
terjadi peningkatan sebesar 4,05% ditunjukkan
Grafik 2 dan penurunan terbesar terjadi pada beton
dengan variasi 10% tempurung kelapa yaitu sebesar
12,5% dari beton normal.
Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah
Grafik 3. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton
umur empat belas hari
Grafik 4. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton
umur dua puluh satu hari
Grafik 5. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton
umur dua puluh delapan hari
Grafik 6. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton
umur lima puluh enam hari
Berdasarkan Grafik diketahui bahwa setelah
dilakukan pengunjian ternyata penambahan
tempurung kelapa tidak dapat meningkatkan nilai
kuat tarik belah beton. Hal ini dibuktikan dengan
nilai kuat tarik belah beton terbesar pada umur
pengujian 28 hari terdapat pada beton dengan variasi
0% tempurung kelapa. Namun pada umur pengujian
56 hari nilai kuat tarik belah dengan kadar 2,5%
tempurung kelapa meningkat sebesar 0,08 MPa dari
beton normal.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Penambahan tempurung kelapa pada
campuran beton normal dapat mempengaruhi nilai
18.443 19.854 18.738
17.049 16.137
0
5
10
15
20
25
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Variasi Tempurung Kelapa (%)
4.91 4.41
4.84
3.66 3.66
0
1
2
3
4
5
6
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
arik
Bel
ah (
MP
a)
Variasi Tempurung Kepala %
4.66 4.36 4.25 4.28 4.18
0
1
2
3
4
5
6
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
arik
Bel
ah (
MP
a)
Variasi Tempurung Kepala %
5.24 4.99 4.31 4.43
3.86
0
1
2
3
4
5
6
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
arik
Bel
ah (
MP
a)
Variasi Tempurung Kepala %
4.93 5.01 4.76 4.52 3.86
0
1
2
3
4
5
6
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
arik
Bel
ah (
MP
a)
Variasi Tempurung Kepala %
18.443
19.854
18.738
17.049
16.137
15
16
17
18
19
20
0 2.5 5 7.5 10
Ku
at T
ekan
(M
Pa)
Variasi Tempurung Kepala %
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
20
kuat tekan beton, dimana semakin banyak jumlah
tempurung kelapa yang digunakan semakin menurun
nilai kuat tekannya, dengan hasil kuat tekan sesuai
komposisi 2.5% = 19.854 Mpa, 5% = 18.738 Mpa,
7,5% = 17.049 Mpa, 10% = 16.137 Mpa terhadap
beton normal dengan kuat tekan sebesar 18.443
Mpa. Sedangkan penambahan tempurung kelapa
tidak memberikan pengaruh pada nilai kuat tarik
belah beton, hal ini di buktikan dengan nilai
pengujian kuat tarik belah pada umur 14, 21 dan 28
hari terbesar berada pada kadar 0% tempurung
kelapa. Namun, pada umur pengujian 56 hari nilai
kuat tarik belah dengan kadar 2,5% tempurung
kelapa meningkat sebesar 0,08 MPa dari beton
normal.
Hasil pengujian menyatakan bahwa variasi
optimum penambahan tempurung kelapa adalah
2,5% dengan nilai kuat tekan karakteristik (f’ck)
sebesar 22,196 Mpa atau terjadi peningkatan sebesar
13.2% dari beton normal.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Noviyanthy. 2015. “ Beton Ringan
Tempung Kelapa”
Jacky, Debora Elnov, Anggi Debrinda Rama, Rizky
Fernando, Rachmansyah. 2018. “Pengaruh Pecahan
Tempurung Kelapa Sebagai Pengganti Agregat
Kasar Dalam Campuran Beton”. Tugas Akhir,
Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen
Krida Wacana, Jakarta Barat.
Mulyono, Tri. 2003. “Teknologi Beton”. Penerbit
ANDI, Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia 03-1968-1990. “Metode
Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus
Dan Kasar”.
Standar Nasional Indonesia 03-1969-2008. “Metode
Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat
Kasar ”.
Standar Nasional Indonesia 03-1970-2008. “Metode
Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat
Halus ”.
Standar Nasional Indonesia 03-1971-2011. “Metode
Pengujian Kadar Air Agregat”.
Standar Nasional Indonesia 03-1972-1990. “Metode
Pengujian Slump Beton ”.
Standar Nasional Indonesia 03-1974-1990. “Metode
Pengujian Kuat Tekan Beton”.
Standar Nasional Indonesia 03-2491-2002. “Metode
Pengujian Kuat Tarik Belah Beton”.
Standar Nasional Indonesia 03-2417-2008. “Metode
Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin Abrasi
Los Angeles”.
Standar Nasional Indonesia 03-2847-2000. “Tata
Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal”.
Standar Nasional Indonesia 03-4804-1998. “Metode
Pengujian Bobot Isi Dan Rongga Udara Dalam
Agregat ”.
Standar Nasional Indonesia 03-6826-2002. “Metode
Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland
Dengan Menggunakan Alat Vicat Untuk Pekerjaan
Sipil ”.
Standar Nasional Indonesia 03-6827-2002. “Metode
Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland Dengan
Menggunakan Alat Vicat Untuk Pekerjaan Sipil ”.
Tumingan, (2017) Splitting Tensile of Concrete
With Pond Ash as Replacement of Fine Aggregate,
International Journal of Innovative Research in
Advanced Engineering ( IJIRAE ), Volume 4, Issue
10, October 2017.
Tumingan, Tjaronge, M W., Djamaluddin, Rudy.,
dan Sampebulu, Victor., Compression Strength Of
Concrete With Pond Ash As Replacement Of Fine
Aggregate, ARPN Journal of Engineering and
Applied Sciences, Vol. 9, No. 12, December 2014.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
21
OPTIMALISASI BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN
PROYEK PADA PROYEK DENGAN METODE LEAST
COST ANALYSIS (Studi Kasus : Gedung Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Timur)
Fedrikson S
1, Mardewi Jamal
2, Fachriza Noor Abdi
3
Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua
Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315
e-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Kegagalan suatu proyek dapat dilihat dari keterlambatan waktu pelaksanaan dan masalah-masalah
yang terjadi. Agar tidak terjadi kegagalan dalam suatu proyek maka diperlukan pengelolaan manajemen
proyek yang sistematis sehingga dihasilkan waktu dan biaya proyek yang optimal. Untuk
mengoptimalisasikan waktu dan biaya proyek dapat dilakukan dengan mempercepat waktu, antara lain
dengan Least Cost Analysis. Penelitian ini menggunakan data dari proyek Gedung Badan Kepegawaian
Daerah Kalimantan Timur.
Alternatif percepatan yang digunakan yaitu penambahan tenaga kerja. Perhitungan dimulai dengan
mencari lintasan kritis menggunakan Microsoft Project 2016, metode PDM. Kemudian dilakukan crashing
untuk mendapatkan cost slope kegiatan yang berada pada lintasan kritis, selanjutnya dilakukan analisis
untuk mendapatkan biaya dan waktu yang optimum.
Dari hasil analisis diperoleh waktu dan biaya optimum pada penambahan tenaga kerja yaitu 184 hari
dengan biaya total Rp. 24.823.863.868,50. Sehingga, persentase percepatan waktu penyelesaian proyek
adalah 18,94 % dan persentase pengurangan biaya adalah 1,30%.
Kata kunci : Cost Slope, Least Cost Analysis, Precedence Diagram Method (PDM), Tenaga Kerja
ABSTRACT
The failure of a construction project can be seen from the delay in implementation time and problems
that occur. To avoid the failure in a project, it is necessary to manage systematic project management to
generate optimum time and cost of the project. To optimize time and cost of the project can be done by
speeding up the time, among others, by Least Cost analysis. Therefore, this research employed the data from
the building project of Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan Timur.
The alternative least cost analysis employed here was the addition of workers. The calculation began
with finding out the critical path by using Microsoft Project 2016, PDM method. Then, crashing was executed
to obtain the cost slope of the activities which were located in the critical path. Afterwards, the analysis was
done to obtain the optimum cost and time.
From the analysis, it was found that the optimum time and cost for the addition of workers were 184
days with the total cost of Rp. 24.823.863.868,50. Therefore, the percentage of the project completion time
acceleration was 18,94 % and the percentage of the cost reduction was 1,30
Keywords: Crashing, Cost Slope, Least Cost Analysis, Microsoft Project 2016, PDM
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
22
1. PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu proyek sangat
dipengaruhi oleh biaya dan waktu pelaksanaan
proyek Waktu penyelesaian yang singkat, biaya
yang minimal, dan mutu hasil pekerjaan yang
bagus merupakan tolak ukur keberhasilan suatu
proyek. Biaya dan waktu pelaksanaan proyek yang
optimal penting untuk diketahui dalam
perencanaan proyek konstruksi..
Kegagalan suatu proyek dapat dilihat dari
keterlambatan waktu pelaksanaan, pembengkakan
biaya, dan masalah-masalah yang terjadi. Agar
tidak terjadi kegagalan dalam suatu proyek maka
diperlukan pengelolaan manajemen proyek yang
sistematis sehingga dihasilkan waktu dan biaya
proyek yang optimal.
Analisis ini dilakukan dengan mempercepat
durasi kegiatan-kegiatan yang terletak pada jalur
kritis yang mempunyai cost slope terendah,
kemudian menghitung perubahan biaya proyek
yang terjadi karena percepatan.
Penelitian mengenai analisis pernah
dilakukan oleh Reni Yoheser pada tahun 2016
optimalisasi biaya dan waktu menggunakan
metode Crashing dan penjadwalan Precedence
Diagram Method (PDM) dan Critical Path Method
(CPM) melalui program Microsoft Project 2016
pada proyek rehabilitasi Gedung Puskesmas Air
Putih Samarinda yang bertujuan untuk menentukan
durasi (waktu) optimum pelaksanaan proyek dan
membandingkan waktu dan biaya proyek sebelum
dan sesudah crashing dengan menggunakan
penambahan tenaga kerja. Metode yang digunakan
untuk optimalisasi penjadwalan proyek ini adalah
CPM dan PDM dengan bantuan software Microsoft
Project 2016 Trial. Penelitian ini membahas
Optimalisasi biaya pada proyek Gedung Badan
Kepegawaian Daerah Kalimantan Timur. Dimana
pada proyek ini memiliki 2 tahap pelaksanaan, dan
data yang saya teliti adalah tahap I dengan waktu
pelaksanaan 227 hari. Dan penelitian pada proyek
Gedung Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan
Timur dengan penambahan tenaga kerja.
Pengerjaan skripsi ini dilakukan optimalisasi
menggunakan metode Least Cost Analysis dan
penjadwalan Precedence Diagram Method (PDM)
dengan program Microsoft Project 2016. Tujuan
utama penelitian ini adalah mendapatkan titik
optimal hubungan antara waktu dengan biaya
proyek, sehingga diperoleh biaya yang minimum
untuk mempersingkat waktu pelaksanaan proyek.
Dalam hal ini kemudian dilakukan perbandingan
antara waktu dan biaya proyek sebelum dan
sesudah crashing.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah merencanakan,
mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan
sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran
jangka pendek yang telah ditentukan. (PMI
(Project Management Institute) mengemukakan
bahwa definisi manajemen proyek adalah ilmu dan
seni yang berkaitan dengan memimpin dan
mengkoordinir sumber daya yang terdiri dari
manusia dan material dengan menggunakan teknik
pengelolaan modern untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan, yaitu lingkup, mutu, jadwal dan
biaya serta memenuhi keinginan para stake holder
(Soeharto, 1995).
2.2 Precedence Diagram Method (PDM)
Metode presenden diagram (Precendence
Diagram Method) adalah jaringan kerja yang
termasuk klasifikasi AON. Bila CPM
menggunakan metode AOA (Activity On Arrow),
dimana kegiatan dan durasi diletakkan pada tanda
panah, maka pada metode PDM menggunakan
AON (Activity On Node), dimana tanda panah
hanya menyatakan keterkaitan antar kegiatan.
Kegiatan dari peristiwa PDM ditulis dalam bentuk
node yang berbentuk kotak persegi empat.
Sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk
kegiatan-kegiatan yang bersangkutan sehingga
dummy tidak diperlukan (Ervianto, 2003).
2.3 Metode Least Cost Analysis
Menurut Siswanto (2006, p271), Metode
Least Cost adalah sebuah metode untuk menyusun
tabel awal dengan cara pengalokasian distribusi
barang dari sumber ke tujuan mulai dari sel yang
memiliki biaya distribusi kecil.
Dengan Teori Least Cost Analysis kita
dapat mengetahui bahwa suatu proyek itu
terlambat, sehingga dapat dilakukan suatu
percepatan dengan cara mempersingkat durasi dari
kegiatan-kegiatan dalam proyek tersebut yang
diharapakan akan dapat mempersingkat durasi
proyek secara keseluruhan. Karena dengan
percepatan durasi kegiatan tentunya akan
berpengaruh pada kegiatan dan akhirnya
mempengaruhi biaya total proyek.
Untuk mempercepat durasi proyek maka
harus dipercepat kegiatan-kegiatan yang bersifat
kritis. Kegiatan kritis adalah kegiatan yang tidak
boleh terlambat.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
23
Percepatan proyek bisa dilakukan dengan
cara : menambah persediaan material, menambah
jumlah sumber daya, kerja lembur atau juga
dengan mengubah metode konstruksi. Dengan
terjadinya penambahan biaya jika durasinya
dipercepat, sehingga menimbulkan cost slope
untuk setiap kegiatan dipercepat. Biaya yang
meningkat ini termasuk pada biaya langsung,
sedangkan dengan bertambah singkatnya waktu
pelaksanaan konstruksi, maka biaya tak langsung
akan semakin rendah.
2.4 Biaya Proyek
Biaya proyek dikelompokan menjadi dua
komponen yaitu biaya langsung (direct cost) dan
biaya tidak langsung (indirect cost).
1. Biaya langsung adalah biaya untuk segala
sesuatu yang akan menjadi komponen
permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995).
2. Biaya tak langsung adalah pengeluaran untuk
manajemen, supervise pembayaran material
dan jasa untuk pengadaan bagian proyek yang
tidak akan menjadi instalasi atau produk
permanen, tetapi diperlukan dalam rangka
proses pembangunan proyek (Soeharto, 1995).
2.5 Perhitugan biaya dan durasi percepatan
Suatu proyek menggambarkan hubungan
antara waktu terhadap Biaya yang dimaksud dalam
hal ini merupakan biaya langsung (misalnya biaya
tenaga kerja, pembelian material dan peralatan)
tanpa memasukkan biaya tidak langsung seperti
biaya administrasi, dan lain-lain. Adapun istilah-
istilah dari hubungan antara waktu penyelesaian
proyek dengan biaya yang dikeluarkan adalah
sebagai berikut :
1. Waktu Normal
Adalah waktu yang diperlukan bagi sebuah
proyek untuk melakukan rangkaian kegiatan
sampai selesai tanpa ada pertimbangan
terhadap penggunaan sumber daya.
2. Biaya Normal
Adalah biaya langsung yang dikeluarkan
selama penyelesaian kegiatan-kegiatan proyek
sesuai dengan waktu normalnya.
3. Waktu Dipercepat
Waktu dipercepat atau lebih dikenal dengan
Crash Time adalah waktu paling singkat untuk
menyelesaikan seluruh kegiatan yang secara
teknis pelaksanaannnya masing mungkin
dilakukan. Dalam hal ini penggunaan sumber
daya bukan hambatan.
4. Biaya untuk Waktu Dipercepat
Biaya untuk waktu dipercepat (crash cost)
merupakan biaya langsung yang dikeluarkan
untuk menyelesaikan kegiatan dengan waktu
yang dipercepat.
Metode percepatan pekerjaan adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung Durasi baru
( ) ( ) ( )
( )
Keterangan :
Dn (baru) : Duration time baru kegiatan n
Dn (lama) : Duration time lama kegiatan n
Dz (satuan waktu) : Jumlah duration time pada
lintasan yang harus dipercepat
UREN : Umur rencana proyek
(waktu yang dikehendaki)
UPER : Umur perkiraan
proyek (waktu sesuai jadwal semula)
Untuk mengetahui waktu pelaksanaan
kegiatan dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
2.6 Penjadwalan Menggunakan Program
Program Microsoft Project adalah sebuah
aplikasi program pengolah lembar kerja untuk
manajemen suatu proyek, pencarian data, serta
pembuatan grafik. Beberapa jenis metode
manajemen proyek yang dikenal saat ini, antara
lain CPM (Critical Path Method), PERT (Program
Evaluation Review Technique), dan Gantt Chart.
Microsoft Project adalah penggabungan dari
ketiganya. Microsoft project juga merupakan
sistem perencanaan yang dapat membantu dalam
menyusun penjadwalan (scheduling) suatu proyek
atau rangkaian pekerjaan. Microsoft project juga
membantu melakukan pencatatan dan pemantauan
terhadap pengguna sumber daya (resource), baik
yang berupa sumber daya manusia maupun yang
berupa peralatan.
Program Microsoft project memiliki
beberapa macam tampilan layar,namun sebagai
default setiap kali membuka file baru, yang akan
ditampilkan adalah Gantt Chart View.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tahap Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan
studi literatur, kemudian dilanjutkan dengan
pengumpulan data proyek. Setelah itu dilakukan
pengolahan dan analisis data. Dari hasil analisis
tersebut kemudian disusun kesimpulan dan saran.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
24
1. Tahap Persiapan/Studi Literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang
relefan dengan kasus atau permasalahan yang
ditemukan. Referensi tersebut berisikan:
1. Manajemen Konstruksi
2. Teknik Penjadwalan
3. Metode PDM (Precendence Diagram
Method)
4. Program Microsoft Project
5. Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan
6. Metode Least Cost Analysis
4. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahapan ini dilakukan identifikasi data-data
yang bertujuan agar penulis dapat melakukan
pengolahan data sehingga hasil dapat diketahui.
Data-data yang diperlukan seperti data Rencana
Anggaran Biaya (RAB), daftar harga satuan bahan
dan upah tenaga kerja, Time Schedule (Kurva-S)
serta biaya tidak langsung.
5. Tahap Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah:
a. Menentukan urutan-urutan jenis pekerjaan,
durasi waktu tiap pekerjaan dari jadwal
proyek tersebut yang didapatkan dari data
perusahaan kemudian menentukan
keterkaitan dan konstrain tiap item pekerjaan.
b. Membuat jaringan kerja dengan
menggunakan Precendence Diagram Method
(PDM) dan jalur kritisnya.
c. Melakukan crashing durasi pekerjaan pada
item pekerjaan yang berada dijalur kritis,
menggunakan Precendence Diagram Method
(PDM) dan melakukan penambahan tenaga
kerja pada kondisi pekerjaan yang benar-
benar membutuhkan dengan menggunakan
rumus alokasi jumlah tenaga kerja
berdasarkan optimalisasi durasi waktu
pelaksanaan yang telah diperoleh.
d. Menentukan biaya tenaga kerja dengan
menggunakan rumus menghitung biaya bahan
serta menentukan total biaya proyek untuk
mengetahui sejauh mana perbandingan total
biaya proyek sebelum percepatan dengan
total biaya proyek setelah dilakukan
percepatan durasi proyek
e. Membuat Work Breakdown Structure (WBS)
dan menginput tiap aktivitas pada program
Ms. Project 2016
f. Membuat penjadwalan proyek percepatan dan
kontrol terhadap total biaya proyek
percepatan menggunakan program Ms.
Project 2016.
6. Tahap Analisis Data
Menganalisa perencanaan penambahan tenaga
kerja dan total biaya proyek sebelum percepatan
dan kondisi setelah percepatan menggunakan
Precendence Diagram Method (PDM) dan
program Ms. Project 2016.
7. Tahap Penutup
Menentukan keputusan dari hasil yang diperoleh
pada pengolahan data yang merupakan rangkuman
dari hasil analisis kegiatan dalam penyusunan
skripsi serta saran-saran untuk pengembangan bagi
perusahaan dan penelitian selanjutnya.
Diagram Alir Tahapan Penelitian
Mulai
Latar Belakang Masalah
1. Pengendalian Suatu Proyek
2. Optimalisasi Biaya dan Waktu
Penentuan Objek Penelitian
Studi Literatur
1. Metode PDM
2. Metode Least Cost Analysis
3. Program Microsoft Project 2016
Pegumpulan Data
Data Skunder
1. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
2. Time Schedule (Kurva-S)
3. Biaya tidak langsung
Data Primer
1. Hubungan Antar Kegiatan
2. Alokasi Tenaga Kerja
fg Tahap Pengolahan Data
1. Jaringan kerja dan jalur kritis dengan Metode PDM
2. Perencanaan percepatan waktu penyelesaian proyek
dan penambahann jumlah tenaga kerja
3. WBS, penjadwalan kegiatan proyek percepatan
dengan program Ms. Project 2016
A
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
25
Gambar 1. Bagian Alur ( Flow Chart) Penelitian
4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Data Lapangan
Proyek pembangunan Gedung
Laboratorium UPTD Kabupaten Kutai Timur
memiliki 122 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar
Rp. 1.682.201.000,00 dan waktu pelaksanaan
selama 161 hari.
4.2 Penentuan Jalur Kritis
Percepatan waktu penyelesaian pelaksanaan
pembangunan dilakukan dengan menganalisa
perencanaan menggunakan metode PDM
(Precendence Diagram Method) dengan bantuan
Microsoft Project 2016, sehingga dapat diketahui
jalur kritisnya yang diperoleh dari data
penjadwalan pada kondisi normal. Jumlah jalur
kritis yang diperoleh adalah 21 kegiatan.
4.3 Perhitungan Least Cost Analysis
Dengan Teori Least Cost Analysis dapat
dilakukan suatu percepatan dengan cara
mempersingkat durasi dari kegiatan-kegiatan
dalam proyek tersebut yang diharapkan akan dapat
mempersingkat durasi proyek secara keseluruhan.
Karena dengan percepatan durasi kegiatan tentunya
akan berpengaruh pada kegiatan dan akhirnya
mempengaruhi biaya total proyek.
Percepatan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain : penambahan jam kerja (lembur),
penambahan tenaga kerja, pembagian giliran kerja,
penambahan atau pergantian peralatan serta
penggantian atau perbaikan metode kerja. Namun,
pada penelitian ini hanya akan dilakukan
percepatan dengan metode penambahan tenaga
kerja.
Penambahan jumlah tenaga kerja yaitu
sebanyak 25% dari jumlah pekerja yang sudah ada.
Penambahan tenaga kerja yang optimum akan
meningkatkan produktivitas kerja, tetapi
penambahan yang terlalu banyak justru
menurunkan produktivitas kerja.
Untuk perhitungan penambahan pekerja
dilakukan dari kegiatan-kegiatan kritis yang akan
dipercepat dan dihitung berdasarkan data biaya
langsung pekerjaan sehingga diperoleh
pertambahan biaya (cost slope) pekerjaan.
4.4 Penentuan Percepatan Waktu Penyelesaian
Kegiatan
Setelah mendapatkan perkiraan
penambahan tenaga kerja maka tahap selanjutnya
adalah masuk ke analisa percepatan teori Least
Cost Analysis menggunakan penambahan tenaga
kerja untuk mencari nilai cost slope, berikut contoh
perhitungan mencari cost lope :
1. Pekerjaan Pembuatan pagar
Pengaman kegiatan
a. Volume Pekerjaan : 55 m'
b. Durasi Normal : 7 hari
c. Biaya Normal :Rp.13.750.000,00
Harga Satuan Pekerja: Rp. 29.778,75
d. Produktivitas Harian Normal :
=
= 7,857 m'/hr
e. Jumlah Tenaga Kerja Normal
Pekerja = 3 orang/hari
Tukang = 2 orang/hari
Kepala Tukang = 1 orang/hari
Mandor = 1 orang/hari
f. Produktivitas Tenaga Kerja :
- Pekerja =
= 2,619 m'/hr
- Tukang =
= 3,929 m'/hr
- Kepala Tukang =
=7.857 m'/hr
- Mandor =
= 7.857 m'/hr
g. Jumlah Tenaga Kerja Crash : (25% dari
Jumlah Tenaga Kerja Normal) + Tenaga Kerja
Normal
- Pekerja = (25% x 3) + 3 = 4 orang/ hari
- Tukang = (25% x 2) + 2 = 3 orang / hari
- Kepala Tukang = (25% x 1) + 1 = 2
orang/hari
- Mandor = (25% x 1) + 1 = 2 orang/ hari
h. Produktivitas harian percepatan :
Jumlah tenaga kerja x Produktivitas tenaga
Kerja
- Pekerja = 4 orang/hari x 2,619 m'/hr
= 10,476 m'/hr
- Tukang = 3 orang/hari x 3,929 m'/hr
= 11,786 m'/hr
Kesimpulan
dan Saran
Selesai
Tahap Analisis Hasil Data
Analisa perbandingan waktu dan biaya serta
penambahan jumlah pekerja proyek sebelum dan
sesudah dilakukan crashing.
A
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
26
- Kepala Tukang = 2 orang/hari x 7.857
m'/hr = 15.714 m'/hr
- Mandor = 2 orang/hari x 7.857 m'/hr
= 15.714 m'/hr
i. Durasi percepatan :
=
= 5,25 ≈ 6 hari
j. Biaya percepatan perhari :
- Pekerja = 10,476 m'/hr x Rp.
29.750 = Rp. 311.666,67
- Tukang = 11,786 m'/hr x Rp.
28.570 = Rp. 338.839,00
- Kepala Tukang = 15.714 m'/hr x Rp.
4.200 = Rp. 66.000
- Mandor = 15.857 m'/hr x Rp.
3.000 = Rp. 47.142
Total = Rp. 763.648,8
k. Total Biaya Percepatan :
( )
= Rp. 13.750.000 + (Rp.763.648,8 x 6) = Rp.
18.331.892,86
l. Cost Slope :
=
=Rp.4.581.892,86
4.5 Tahap Kompresi
4.5.1 Analisis Tahap Normal
Waktu penyelesaian normal = 227 hari
Total Cost = Biaya langsung + Biaya tak langsung
= Rp. 22.604.110.000 + Rp 2.547.944.333,3
= Rp. 25.152.054.333,33
4.5.2 Analisis Percepatan Waktu
Kompresi dimulai dari aktivitas kritis
dengan nilai cost slope terendah tujuannya agar
pertambahan biaya langsung yang dihasilkan
setelah kompresi dapat diminimalisir.
1. Tahap Kompresi 1
a. Total waktu penyelesaian proyek = 227
hari – 11 hari= 216 hari
b. Tambahan biaya = cost slope xtotal
percepatan = Rp. 54.227 x 11 = Rp.
596.499,13
c. Biaya langsung = Biaya langsung
proyek + Tambahan biaya =
Rp. 22.604.110.000 + Rp. 596.499,13 = Rp.
22.604.706.499,13
d. Biaya tak langsung = Biaya tak langsung
perhari x Total waktu proyek= Rp.
11.175.194,44 x 216 =
Rp. 2.413.842.000,00
e. Total cost = Biaya langsung + Biaya tak
langsun = Rp. 22.604.706.499,13 + Rp.
2.413.842.000,00 = Rp. 25.018.548.499.,13
2. Tahap Kompresi 2
a. Total waktu penyelesaian proyek = 216
hari – 1 hari= 215 hari
b. Tambahan biaya = cost slope x total
percepatan= Rp. 1.418.715 x 1 =
Rp. 1.418.715
c. Biaya langsung= Biaya langsung proyek +
Tambahan biaya= Rp. 22.604.706.499,13+ Rp.
1.418.715 = Rp. 22.606.125.214,13
d. Biaya tak langsung= Biaya tak langsung
perhari x Total waktu proyek= Rp.
11.175.194,44 x 215 = Rp. 2.402.666.805,56
e. Total cost = Biaya langsung + Biaya tak
langsung= Rp. 22.606.125.214,13 + Rp.
2.402.666.805,56 = Rp. 25.008.792.019,69
Tabel 1 Rekapitulasi perhitungan biaya langsung
proyek akibat kompresi (Penambahan
Tenaga Kerja)
NO DURASI
(HARI)
BIAYA LANGSUNG
(Rp)
1 216 22.604.706.499,13
2 215 22.606.125.214,13
3 210 22.613.798.575,13
4 207 22.621.141.903,90
5 204 22.630.088.700,02
6 199 22.651.714.018,13
7 198 22.656.295.910,98
8 197 22.661.470.410,98
9 194 22.679.860.203,64
10 190 22.705.525.893,75
11 189 22.714.383.532,80
12 188 22.723.415.624,05
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
27
13 184 22.767.628.090,72
14 179 22.836.573.856,19
15 174 22.905.758.809,06
16 172 22.933.784.249,39
17 167 23.010.570.331,06
18 166 23.036.539.783,69
19 165 23.066.068.572,75
20 161 23.187.117.072,75
21 160 23.222.005.116,29
Tabel 2 Rekapitulasi perhitungan biaya tak
langsung proyek akibat kompresi
(Penambahan Tenaga Kerja)
NO DURASI
(HARI)
BIAYA TAK
LANGSUNG (Rp)
1 216 2.413.842.000,00
2 215 2.402.666.805,56
3 210 2.346.790.833,33
4 207 2.313.265.250,00
5 204 2.279.739.666,67
6 199 2.223.863.694,44
7 198 2.212.688.500,00
8 197 2.201.513.305,56
9 194 2.167.987.722,22
10 190 2.123.286.944,44
11 189 2.112.111.750,00
12 188 2.100.936.555,56
13 184 2.056.235.777,78
14 179 2.000.359.805,56
15 174 1.944.483.833,33
16 172 1.922.133.444,44
17 167 1.866.257.472,22
18 166 1.855.082.277,78
19 165 1.843.907.083,33
20 161 1.799.206.305,56
21 160 1.788.031.111,11
Tabel 3 Rekapitulasi perhitungan total biaya
proyek akibat kompresi akibat kompresi
(Penambahan Tenaga Kerja)
NO DURASI
(HARI)
TOTAL COST
(Rp)
1 216 25.018.548.499,13
2 215 25.008.792.019,69
3 210 24.960.589.408,46
4 207 24.934.407.153,90
5 204 24.909.828.366,69
6 199 24.875.577.712,57
7 198 24.868.984.410,98
8 197 24.862.983.716,54
9 194 24.847.847.925,86
10 190 24.828.812.838,20
11 189 24.826.495.282,80
12 188 24.824.352.179,61
13 184 24.823.863.868,50
14 179 24.836.933.661,75
15 174 24.850.242.642,40
16 172 24.855.917.693,83
17 167 24.876.827.803,28
18 166 24.891.622.061,47
19 165 24.909.975.656,09
20 161 24.986.323.378,31
21 160 25.010.036.227,40
Dari hasil kompresi di atas diperoleh waktu
yang optimal yaitu 184 hari dengan waktu
percepatan sebesar 43 hari dari waktu normal 227
hari, dengan biaya sebesar Rp.
24.823.863.868,50. Biaya langsung proyek
bertambah dari Rp. 22.604.110.000 menjadi Rp.
22.767.628.090,72.Dipercepatnya durasi umur
proyek tidak saja berpengaruh pada biaya langsung
proyek tetapi juga pada biaya tak langsung proyek.
Pengaruh ini menyebabkan berkurangnya biaya
tidak langsung sebesar Rp. 491.708.555,6, dari
yang semula sebesar Rp. 2.547.944.333,3 menjadi
Rp. 2.056.235.777,78. Dengan persentase efisiensi
waktu dan biaya adalah sebagai berikut :
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza
Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
28
1. Efisiensi waktu proyek:
= 227 hari kerja – 184 hari kerja = 43 hari
Atau,
2. Efisiensi biaya proyek:
=Rp. 25.152.054.333,33 - Rp.
24.823.863.868,50
= Rp. 491.708.555,6
Atau,
100% =
1,3%
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Jaringan kerja proyek pembangunan Gedung
Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan
Timur, digambarkan dengan metode PDM
dengan bantuan Microsoft Project 2016 dan
terdiri dari 85 kegiatan dengan umur perkiraan
proyek normal adalah 227 hari. Jumlah jalur
kritis yang diperoleh adalah 21 kegiatan.
2. Durasi optimal untuk menyelesaikan
pembangunan proyek pembangunan Gedung
Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan
Timur yaitu 184 hari dengan waktu percepatan
sebesar 43 hari, sehingga diperoleh efisiensi
waktu proyek sebesar 18,94 %. Durasi tersebut
diperoleh dari perhitungan percepatan dengan
metode Least Cost Analysis dengan melakukan
penambahan tenaga kerja pada kegiatan-
kegiatan kritis.
3. Biaya optimal yang diperoleh setelah
melakukan percepatan dengan penambahan
tenaga kerja yaitu sebesar Rp.
24.823.863.868,50.
Diperoleh efisiensi biaya sebesar Rp.
491.708.555,6 atau 1,3% dari biaya normal
sebesar Rp. 25.152.054.333,33
5.2 Saran
1. Disarankan bagi penelitian selanjutnya agar
membandingkan beberapa metode
penjadwalan lain,
misalnya perbandingan antara PDM dengan
PERT agar dapat diketahui metode yang
efektif digunakan pada suatu proyek .
2. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut
dengan menggunakan alternatif percepatan
lain seperti, pemakaian sistem kerja shift,
penggunaan metode pelaksanaan yang lebih
efektif, serta membandingkan beberapa
metode yang ada yang diharapkan dapat
memberikan hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badri, Ir. Sofwan. Dasar-dasar Network
Planning (Dasar-dasarPerencanaan
Jaringan Kerja). Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1991.
2. Lock, Dennis. Manejemen Proyek. Jakarta
Penerbit Erlangga, 1984..
3. Ervianto, W. I. Manajemen Proyek
Konstruksi. Yogyakarta : Andi Offset, 2004.
4. Husen, Ir. Abrar. Manajemen Proyek:
Perencanaan, Penjadwalan, & Pengendalian
Proyek. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi
Offset, 2011.
5. Nemas, Dian. P., Optimalisasi Biaya dan
waktu proyek dengan analisis crashing
project (studi kasus proyek renovasi asrama
wanajaya SMK negeri kehutanan samarinda).
Tugas Akhir UNMUL. Samarinda : 2017.
6. Widiasanti I., dan Lenggogeni., Manajemen
Kontruksi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2014.
7. Mingus, Nancy. Project Management Dalam
24 jam. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta :
Prenadamedia Group, 2004.
8. A Luthan, Putri L, M.Sc dan Syafriandi, S.T.
Aplikasi Microsoft Project untuk
Penjadwalan Kerja Proyek Teknik Sipil
Yogyakarta : C.V Andi Offset, 2006.
9. Yoheser, Reni. Analisis Crash Program
Untuk Optimalisasi Pelaksanaan Proyek
(Studi Kasus Proyek Rehabilitasi Gedung
Puskesmas Air Putih Samarinda). Tugas
Akhir UNMUL. Samarinda : 2016
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
29
ANALISIS KEKUATAN STRUKTUR MINIPILE PASCA
KERUNTUHAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE
PLAXIS V8.6 (Studi Kasus : Landasan Bandara Samarinda Baru, Kota
Samarinda)
Nabilla Zahera1, Masayu Widiastuti
2, Triana Sharly P. Arifin
3
Teknik Sipil Universitas Mulawarman Samarinda
Jl.Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119. Telp:0541-736834, Fax:0541-749315
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Bandara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi di Indonesia, yang merupakan
negara kepulauan. Transportasi udara menjadi faktor pendukung bagi perkembangan dalam segi ekonomi,
sosial, budaya maupun pariswisata. Hal ini menyebabkan perlunya pembangunan seiring pertumbuhan
ekonomi Kota Samarinda. Bandar Udara APT Pranoto terletak di Kecamatan Sei Siring ( ± 15 km dari pusat
kota Samarinda). Berdasarkan informasi lapangan dan kondisi setempat, lahan tersebut dimanfaatkan dan
dilakukan galian yang dalam hingga mencapai 25 m yang menyebabkan kondisi tanah dasar kurang stabil.
Selama pekerjaan, kegagalan lereng terjadi di awal tahun 2015 yang menyebabkan setengah dari material di
area runway longsor.
Untuk memperbaiki kegagalan yang terjadi, perlunya peninjauan ulang yang berlangsung dilapangan.
Analisis faktor aman sebelum terjadi kelongsoran didapatkan hasil yang aman sedangkan secara aktual di
lapangan mengalami kelongsoran. Sehingga perlu dilakukan kilas balik dengan melakukan analisa balik.
Metode perbaikan tanah telah banyak dikembangkan sesuai dengan kondisinya. Salah satu perbaikannya
dengan metode perkuatan tanah sebagai alternatif pemecahan masalah terhadap faktor aman yang rendah.
Faktor aman yang rendah merupakan akibat yang ditimbulkan oleh tanah yang memiliki tahanan geser yang
rendah. Metode perkuatan tanah bertujuan untuk menambah kekuatan tanah agar mampu mendukung beban
yang bekerja diatasnya. Salah satu metode perkuatan tanah efektif untuk mengatasi kelongsoran adalah
dengan menggunakan perkuatan tiang-tiang vertikal yang berperilaku seperti sistem cerucuk (minipile).
Minipile memiliki kemampuan menghambat pergeseran tanah pada bidang longsornya. Metode yang
digunakan untuk menganalisa adalah dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan komputer
menggunakan Plaxis. Pada Plaxis, kedalaman minipile diberi variasi kedalaman dari 6 m hingga 12 m.
Berdasarkan hasil analisa SF pada program Plaxis, SF sama dengan 2 dimulai pada kedalaman 8 m dan
kedalaman 9m pada tahun kesepuluh. Sedangkan pada tahun ketiga, kedalaman 10 m mendapatkan SF sebsar
2,01. Namun untuk tahun pertama setelah konstruksi, pada kedalaman minipile 11 m telah mencapai angka
2,03. Sehingga, hasil rekomendasi geometri jika SF yang diijinkan perusahaan sama dengan 2 yang efektif
adalah pada kedalaman 11 m.
Kata kunci: Analisis Balik, Faktor keamanan, Minipile, Plaxis
ABSTRACT
The airport is an important infrastructure in transportation activities in Indonesia, which is an island
country. Air transportation is to become a supporting factor for economic, social, cultural and tourism
developments. This led to be need for development in line with the economic growth of Samarinda City. APT
Pranoto Airport is located in Sei Siring District (± 15 km from downtown Samarinda). Based on field
information and local conditions, the land was exploited and deep excavation was carried out up to 25 m
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
30
which caused subgrade conditions to be less stable. During work, slope failure occurred in early 2015 which
caused half of the material in the runway area become landslide.
To correct the failures need a review that took place in the field. Safety factor analysis before the
landslide occurs best results meanwhile in the field experiencing landslides. Finally need to do a flashback by
doing a back analysis. Land improvement methods have been developed in accordance with their conditions.
One of them is with the soil strengthening method as an alternative problem solving for low safety factors. A
low safety factor is a result caused by soil which has a low shear resistance. The ground reinforcement
method aims to increase the strength of the soil to be able to support the load acting on it. One of the effective
methods of soil reinforcement to overcome landslides is to use vertical mast reinforcement that behaves like a
minipile system. Minipile has the ability to inhibit land shifts in its landslide field. The method used to analyze
is to use the finite element method with the help of a computer using Plaxis. In Plaxis, the depth of the
minipile is given a variation of depth from 6 m to 12 m.
Based on the results of the SF analysis on the Plaxis program, SF is equal to 2 starting at a depth of 8 m and
a depth of 9 m in the tenth year. Whereas in the third year, a depth of 10 m obtained SF as much as 2.01.
However, for the first year after construction, the minipile 11 m depth has reached 2.03. So, the
recomendation results of the geometry if the SF equals 2 allowed by the company which is the effective depth
at 11 m.
Keywords: Back Analysis, Safety Factor, Minipiles, Plaxis
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Samarinda merupakan ibukota provinsi
Kalimantan Timur yang memiliki perkembangan
kota yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya fasilitas. Salah satu fasilitas umum
yang sedang dalam proses pengerjaan di Samarinda
adalah bandar udara
Pada awal 1990-an, pemerintah Kalimantan
Timur mencari lokasi alternatif. Lokasi yang dituju
terletak di daerah Sei Siring Samarinda. Berdasarkan
informasi lapangan dan kondisi lapangan setempat,
diduga bahwa lahan tersebut pernah dimanfaatkan
dan dilakukan galian yang cukup dalam. Pada
tahapan pekerjaan sebelumnya, perbaikan tanah
dilakukan dengan menggunakan PVD
(Prefabricated Vertical Drain) dan preloading
sebagai desain awal. Selama pekerjaan, kegagalan
terjadi pada awal tahun 2015 yang menyebabkan
setengah dari material di area runway longsor.
Untuk dapat memperbaiki kegagalan yang
terjadi, sifat fisik dan mekanik perlu dilihat kembali.
Untuk menganalisis , di perlukan analisa balik
hingga diperoleh keadaan dimana terjadi kegagalan.
Salah satu perkuatan tanah timbunan yang
digunakan untuk meningkatkan kekuatan pada
tanah lunak adalah dengan menggunakan
cerucuk. Pada kondisi perkuatan di lapangan, diberi
pula geotextile sebagai penambah perkuatan pada
longsoran.
Ada berbagai metode analisis yang dapat
digunakan dalam menganalisa kestabilan tanah,
salah satunya adalah dengan menggunakan. Metode
elemen hingga atau finite elemen method (FEM).
Untuk menyederhanakan perhitungan, dapat
menggunakan bantuan komputer. Salah satu
program yang tersedia adalah Plaxis. Dengan
penggunaan program ini, diharapkan proses analisis
yang telah dimodelkan mendapatkan data yang
diperlukan dengan lebih cepat dan akurat.
1.2. Tujuan Perencanaan
1. Menentukan material properties sifat fisik
material untuk area penelitian dengan metode
analisa balik dengan safety factor = 1.
2. Mendapatkan hasil safety factor pada saat
selesai konstruksi pada kedalaman minipile
6m, 7m, 8m, 9m, 10, 11m dan 12m.
3. Mendapatkan hasil rekomendasi geometri
konstruksi jika safety factor = 2
1.3. Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah
1. Dalam studi ini hanya menggunakan
parameter-parameter data sekunder yang
dibutuhkan Plaxis V8.6. Data sekunder
diperoleh dari pengumpulan data-data yang
berasal dari PT Yodya Karya selaku konsultan
dan Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan
Timur
2. Peninjauan data hanya pada landasan utama
Bandara Samarinda Baru pada STA 2+100
yang merupakan lokasi longsoran
3. Tidak membahas kualitas tiang dan penulangan
tiang serta hal-hal lain yang menyangkut
masalah produk tiang
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
31
4. Permodelan rencana pembebanan mengacu
berdasarkan data yang dimiliki pihak Bandara
Samarinda Baru
5. Gaya gempa diabaikan karena lokasi
pembangunan bandara termasuk daerah tak
rawan gempa
6. Tidak membahas perhitungan rencana
anggaran biaya
7. Hanya menghitung pada kedalaman 6m, 7m,
8m, 9m, 10, 11m dan 12m menggunakan
Plaxis v8.6.
8. Tidak memperhitungkan penurunan yang
terjadi akibat adanya perkuatan
2. TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan analisis stabilitas pada ilmu
rekayasa geoteknik terus mengalami perkembangan
seiring berkembangnya ilmu teknik sipil.
Perkembangan ini didasari oleh timbulnya masalah-
masalah yang terjadi pada saat pelaksanaan
konstruksi. Pada geoteknik, masalah yang sering
ditemui adalah masalah stabilitas dan penurunan
timbunan pada tanah lunak. Pada konstruksi
dibidang geoteknik, lapisan tanah lunak banyak
mengalami kendala, misalnya pada proses
pelaksanaan konstruksi timbunan yang berada
dibawahnya.
2.1. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah
Kemantapan suatu tanah tergantung pada
sifat-sifat pada batuan penyusunnya yang terdiri atas
sifat fisik dan mekanik. Berikut penjelasan sifat fisik
dan mekanik,
1. Bobot isi merupakan perbandingan antara berat
material dengan volume material yang
dinyatakan dalam satuan berat per volume.
2. Porositas merupakan perbandingan antara
volume pori dengan volume butiran-butiran
sendirinya.
3. Derajat kejenuhan merupakan perbandingan
antara volume air pori dengan volume isi pori
seluruhnya
4. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang
terbentuk jika suatu batuan ditemukan tegangan
yang melebihi tegangan gesernya
5. Kohesi adalah kekuatan tarik menarik antara
butir batuan yang dinyatakan dalam satuan berat
per satuan luas.
2.2. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb
Ketika sampel tanah runtuh, maka tegangan
geser pada bidang keruntuhan akan menentukan
kekuatan geser tanah. Jika data dari beberapa
pengujian yang dilakukan pada sampel yang berbeda
sampai terjadi kegagalan, maka dapat digambarkan
serangkaian lingkaran Mohr. Penggambarannya
lebih mudah bila hanya menampilkan bagian atas
dari lingkaran Mohr. Selanjutnya garis tangensial
dari sejumlah lingkaran Mohr bisa digambar, yang
disebut juga selimut keruntuhan (failure envelope)
Mohr-Coulomb.
Gambar 1. Keruntuhan Mohr Coloumb
Kriteria keruntuhan dari Mohr-Coulomb,
dapat ditulis sebagai persamaan untuk garis yang
mewakili garis lurus (failure anvelope), dengan
persamaan umum adalah :
=c’+σtan ’.....................................(1)
dengan : = Tegangan geser
c = Kohesi
σ = Tegangan normal
= Sudut geser dalam
2.3. Analisis Balik
Analisa balik dilakukan guna memperoleh
nilai parameter geoteknik batuan atau sifat mekanik
batuan pada saat longsor , sementara data yang
diperlukan untuk analisis adalah sifat mekanik
desain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk analisis balik, yaitu :
1. Melakukan trial and eror secara manual untuk
mencocokan data masukan dengan perilaku
yang diamati.
2. Analisis sensitivitas untuk variabel individu.
3. Analisis probabilitas untuk 2 variabel yang
berkorelasi.
4. Metode probabilitas lanjut untuk analisis multi
parameter secara simultan.
Analisis balik dapat digunakan untuk
menentukan kekuatan geser dengan faktor keamanan
sebesar 1,0 untuk kondisi pada saat kegagalan.
Model analitis seperti itu, berdasarkan pengalaman
yang diperoleh melalui kegagalan, lebih dapat
diandalkan daripada model analitik berdasarkan
hasil tes laboratorium dan perkiraan ideal kondisi air
tanah. Analisis balik dapat dilakukan menggunakan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
32
trial-error pada parameter-parameter tanah yang
tersedia. (Duncan,2014)
2.3. Perkuatan Tanah dengan Cerucuk
Salah satu metode perkuatan tanah yang
efektif mengatasi kelongsoran jalan dan stabilitas
lereng adalah dengan menggunakan perkuatan tiang-
tiang vertikal yang berperilaku seperti sistem
cerucuk. Tiang cerucuk dapat diganti dengan tiang
pancang mini (minipiles) dari beton maupun pipa
baja panjang yang dapat disambung, karena panjang
cerucuk harus melebihi bidang kelongsoran yang ter
dalam. Di sini cerucuk merupakan tiang pondasi
yang berfungsi sebagai perkuatan stabilitas lereng
(Rusdianyah, 2016).
2.4. Faktor Aman
Menurut Bishop, faktor keamanan adalah
perbandingan antara kekuatan geser maksimum
(peak) dan kekuatan geser yang diperlukan untuk
menahan kemantapan, yaitu kekuatan pada keadaaan
keseimbangan batas (limit equilibrium). (Wesley,
2012).
Dalam analisis kuat dukung tanah diperlukan
besarnya angka aman yang digunakan untuk
menentukan besarnya kuat dukung tanah ijin (qijin)
dalam perencanaan. Besarnya angka aman aman
(SF) diambilk sebesar 2 -3 sudah cukup
memuaskan, namun pada kondisi-kondisi khusus
digunakan aman (SF) sebesar 3-4. Persamaan angka
aman adalah sebagai berikut, (Basah, 2004)
…........................... (1.2)
Dimana,
SF = Faktor aman
= Kuat dukng tanah ijin
= Kuat dukung ultimit
2.5. Metode Elemen Hingga (FEM)
Metode elemen hingga adalah metode
numerik untuk mendapatkan solusi permasalahan
diferensial, baik persamaan diferensial biasa
(Ordinary Differential Equation) maupun
persamaan differensial seringkali digunakan sebagai
model permasalahan engineering.
Proses inti Metode Elemen Hingga adalah
membagi problem yang kompleks menjadi bagian-
bagian kecil atau elemen-elemen dari mana solusi
yang lebih sederhana dapat dengan mudah
diperoleh. Solusi dari setiap elemen jika
digabungkan akan menjadi solusi problem secara
keseluruhan (Isworo, 2018).
2.6. Program Plaxis
Plaxis (V.8) merupakan paket program
elemen hingga untuk digunakan dalam analisis
deformasi dan stabilitas dua dimensi dalam rekayasa
geoteknik. Selain itu, karena tanah merupakan multi-
fase, maka diperlukan prosedur-prosedur khusus
untuk melakukan analisis terhadap tekanan
hidrostatis dan tekanan non-hidrostatis dalam tanah.
Meskipun pemodelan dari material tanah sendiri
merupakan hal yang penting, namun banyak juga
pekerjaan yang juga mengikut sertakan pemodelan
struktur dan interaksi antara struktur dan tanah.
(Brinkgreve, eds. et al., 1998).
2.7. Parameter Mohr-Coloumb dalam Plaxis
Parameter yang digunakan pada model Mohr
Columb adalah sebagai berikut :
1. Modulus Young (E), menunjukan besarnya nilai
elastisitas tanah yang merupakan perbandingan
antara tegangan yang terjadi terhadap regangan.
2. Poisson Ratio (v), didefinisikan sebagai rasio
regangan aksial terhadap regangan lateral.
Menurut Bowles, berdasarkan ulasan-ulasan
perlu diperhatikan bahwa nilai Poisson Ratio
sangat sulit untuk membuat penentuan secara
langsung. Nilai-nilai untuk bahan-bahan elastic
lainnya pada umumnya diperoleh oleh profesi
kerekayasaan dan seperti yang ditemukan pada
sejumlah sumber rujukan.
3. Berat volume tanah ( ), Apabila contoh tanah
adalah jenuh air (saturated), yaitu ruang pori
terisi penuh oleh air maka dinyatakan sebagai
berat volume tanah jenuh sat). Apabila contoh
tanah adalah tak jenuh air (unsaturated) maka
dinyatakan sebagai berat volume tanah tak jenuh
unsat).
Persamaan perhitungan untuk mencari nilai
adalah sebagai berikut,
dengan,
W = berat total tanah (kN)
V = volume tanah (m3)
4. Kohesi (c), adalah nilai yang timbul akibat
adanya ikatan antara butiran tanah. Persamaan
perhitungan untuk mencari nilai kohesi adalah
sebagai berikut,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
33
dengan,
cu = kohesi (dalam keadaan undrained)
qu = kekuatan kompresif bebas (unconfined
compressive strength)
5. Sudut geser (φ)
Sudut geser adalah sudut yang terbentuk saat
pergeseran dua atau lebih partikel tanah. Nilai
korelasi sudut geser dalam hasil uji triaksial.
6. Sudut dilatansi (ψ)
Pada tanah lempung, nilai ψ = 0 , sudut dilatansi
untuk tanah pasir tergantung pada kerapatan dan
sudut gesernya, pada umumnya 30 . Pada
sebagian besar kasus nilai ψ = 0 , untuk nilai
sudut geser kurang dari 30 .
7. Permeabilitas (k)
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan
berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir
lewat rongga pori.
Koefisien permeabilitas (k) mempunyai
satuan yang sama dengan satuan kecepatan cm/det
atau mm/det, yaitu menunjukkan ukuran tahanan
tanah terhadap aliran air.
2.7. Studi Penelitian
2.7.1 Kronologi Permasalahan
Pada saat dilakukannya penimbunan kurang
lebih 2 m di sisi kiri As Runway, terjadi retakan yang
membentuk crown. Setelah itu pekerjaan
penimbunan di area 2+100 dihentikan.
2.7.2 Evaluasi Hasil Penyelidikan Tanah
Melalui hasil uji kondisi tanah dapat
ditampilkan berdasarkan konsistensi tahanan ujung,
gesekan selimut dan tekanan pori tanah akibat
penusukan konus di sepanjang kedalaman uji.
Umumnya untuk tanah-tanah yang digolongkan
sebagai tanah normally consolidated, memiliki nilai
Bq = 0.7 dan nilai rasio kuat geser terhadap
tegangan efektif tanah Su/σv = 0.22.
Apabila tanah memiliki rentang di atas nilai
tersebut digolongkan tanah over consolidated,
sedangkan apabila memiliki rentang di bawah nilai
tersebut diklasifikasikan sebagai tanah under
consolidated yang umumnya memiliki konsistensi
lunak hingga sangat lunak.
2.7.3 Konsep Perkuatan
Konsep perkuatan area runway pada STA.
2+100 khususnya pada area yang sebelumnya terjadi
longsor adalah dengan menggunakan cerucuk beton.
Cerucuk yang dimaksudkan adalah tiang pancang
mini sq. 20x20 cm2 dengan panjang minimum 10 m
(sesuai hasil CPTu terdapat lensa pasir).
2.7.4 Pembebanan
Permodelan pembebanan didapatkan dari “Laporan
Akhir Kajian Teknis Konstruksi dan Perkerasan Sisi
Udara Bandara Samarinda Baru”. Beban
operasional yang harus diperhitungkan adalah :
1. Beban perkerasan, yaitu beban yang ditimbulkan
akibat adanya perkerasan lentur setebal 0,69m
untuk area Runaway. Sehingga besar beban
perkerasan untuk area Runway adalah 0,69m x
24 kN/m3 = 16,56 kN/m
2
2. Beban pesawat, sebesar 15 kN/ m2
Sehingga beban total yang diperoleh adalah
= 16,56 + 15 = 31,56 kN/ m2
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bandara
Samarinda Baru bertaraf internasional (Bandara Aji
Pangeran Tumenggung Pranoto) yang terletak di
Kecamatan Sei Siring. Lokasi yang menjadi titik
penelitian dilapangan yaitu pada STA2+100 yang
mengalami kelongsoran dapat di lihat pada Gambar
3.1 bawah ini,
Gambar 2. Lokasi Penelitian yang Menjadi Titik
Acuan (STA 2+100)
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari instansi terkait
seperti kontraktor, konsultan pengawas/perencana
ain. Adapun data-data yang dimaksud berupa data
sifat fisik dan material tanah, data pembebanan, data
minipile beton dan kayu, data geogrid dan data
potongan melintang dan memanjang.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
34
3.3 Bagan Alir Penelitian
Sebelum melakukan penelitian maka dibuat
langkah-langkah pelaksanaan alur kegiatan.
Gambar 3. Diagram alir penelitian
4 Analisis dan Pembahasan
4.1 Sifat Fisik dan Mekanik
Material properties dari uji sifat mekanik
berupa nilai kohesi (kN/m2) dan sudut geser dalam
(°) yang diperoleh dari uji kuat geser langsung
(direct shear test), sedangkan dari uji sifat fisik
berupa bobot isi ( ) (kN/m3). Material properties
setiap material diperoleh dari data hasil uji
laboratorium geoteknik. Material properties yang
digunakan dapat diliihat pada tabel dibawah ini,
Tabel 1 Material Awal
Sumber : GEC
4.2 Pengamatan Muka Airtanah
Untuk mengetahui keberadaan muka air
tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan
pemantauan air tanah. Pengamatan muka air tanah
ini bertujuan untuk mengetahui elevasi muka air
tanah. Pada penelitian ini digunakan data aktual
dengan rata-rata muka air tanah -1 hingga 2 m.
4.3 Analisis Balik (Back Analysis)
Nilai faktor keamanan yang sebelumnya
didapatkan nilai FK yang aman sedangkan secara
aktual di lapangan lereng mengalami longsoran,
Sehingga perlu dilakukan back analysis dengan
mengubah nilai sifat mekanik yaitu kohesi pada
aplikasi yang digunakan dalam analisis kestabilan
sampai diperoleh nilai faktor keamanan sama
dengan 1. Jadi nilai sifat fisik dan mekanik batuan
yang memperoleh nilai FK sama dengan 1 inilah
yang digunakan untuk nilai parameter sifat fisik dan
mekanik untuk analisis kestabilan selanjutnya.
Analisis yang digunakan merupakan analisis trial
and error hingga didapatkan FK sama dengan 1.
Berikut ini merupakan hasil back analysis pada
masukan Plaxis,
Tabel 2 Material Back Analysis
4.4 Analisis Pada Program Plaxis
Sebelum melakukan analisis perhitungan, diperlukan
kelengkapan data yang sesuai serta persamaan yang
mendukung untuk dapat melakukan perhitungan dan
mendapatkan hasil yang sesuai.
4.4.1 Permodelan Geometri
Berikut ini merupakan permodelan geometri yang
akan dianalisis,
Kedalaman
(m) Material
Data Awal
C
(kN/m2)
Ф
(°)
0 – 2 Fill Material 50 8
2-3 Sand Blanket 50 8
3-10 Very Soft Clay 0,2 18
10-16 Soft Clay 0,2 18
16-19 MediumStiff
Clay
8 25
19 -25 Very Stiff Clay 30 25
Kedalaman
(m) Material
Data Awal
C
(kN/m2)
Ф
(°)
0 – 2 Fill Material 15 8
2-3 Sand Blanket 15 8
3-10 Very Soft Clay 0,2 18
10-16 Soft Clay 0,2 18
16-19 MediumStiff
Clay
4 25
19 -25 Very Stiff Clay 15 25
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
35
Gambar 4. Permodelan Plaxis
4.4.2 Permodelan Material
Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan pada
berbagai tingkat akurasi. Untuk penggunaan model
material pada penulisan ini digunakan model
material yang sangat umum untuk digunakan, yaitu
Model Mohr-Coloumb.
4.4.2.1 Permodelan Material Minipile
Minipile pada kasus ini menggunakan dua
parameter yang berbeda yaitu beton dan kayu.
Permodelan material minipile pada Plaxis
menggunakan pelat sehingga membutuhkan
konversi yang dibutuhkan pada pelat dalam Plaxis.
Tabel 3 Material Minipile
Tabel 4 Material Kayu
4.4.2.2 Permodelan Material Geogrid
Permodelan material geogrid yang digunakan
adalah geogrid woven dengan spesifikasi kuat tarik
sebesar 50 kN/m. Berikut ini merupkan masukan
material geogrid yang dibutuhkan pada program
Plaxis
Tabel 4 Material Geogrid
4.4.3 Permodelan Pembeban
Permodelan pembebanan didapatkan dari
“Laporan Akhir Kajian Teknis Konstruksi dan
Perkerasan Sisi Udara Bandara Samarinda Baru”.
Beban operasional yang harus diperhitungkan adalah
:
1. Beban perkerasan, yaitu beban yang
ditimbulkan akibat adanya perkerasan lentur
setebal 0,69m untuk area runway. Sehingga
besar beban perkerasan untuk area runway
adalah 0,69m x 24 kN/m3 = 16,56 kN/m
2
2. Beban pesawat, sebesar 15 kN/ m2
4.5 Permodelan Plaxis Analisis Balik
4.5.1 Geometri
Gambar 5. Permodelan Back Analysis
4.5.2 Perhitungan
Setelah penyusunan model elemen hingga,
perhitungan elemen hingga sesungguhnya dapat
dilakukan. Karena itu perlu untuk mendefinisikan
jenis perhitungan yang akan dilakukan dan jenis
pembebanan atau tahapan konstruksi apa yang
diaktifkan dalam perhitungan.
Tahapan-tahapan perhitungan dalam analisis
balik adalah sebagai berikut :
1. Tahap awal
Merupakan tahapan situasi awal dari proyek
didefinisikan dalam modus penentuan kondisi
awal dari program masukan.
Parameter EA
(kN/m)
Np
(kN/m)
Woven 520 20
No Nama
parameter
Simbol Nilai Satuan
1 Normal
Stiffnes
EA kN/m
2 Flexural
rigidty
EI
kNm2/m
3 Ketebalan
ekivalen
D 0,04 m
4 Berat W 0,032 kNm/m
5 poisson V 0,2 -
No Nama
parameter
Simbol Nilai Satuan
1 Normal
Stiffnes
EA
kN/m
2 Flexural
rigidty
EI
kNm2/m
3 Ketebalan
ekivalen
D 0,20 m
4 Berat W 4,3 4 kNm/m
5 poisson V 0,15 -
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
36
2. Analisis Plastis
Suatu perhitungan plastis harus dipiliih untuk
melakukan analisis deformasi elastis-plastis
dimana diperlukan untuk mengikutsertakan
proses berkurangnya tekanan air pori berlebih
terwaktu dalam waktu perhitungan. Pada
perhitungan Plastis biasa dilakukan pada saat
penambahan material ataupun struktur pada satu
bagian atau keseluruhan. Dengan parameter
masukan pembebanan diatur pada tahap
konstruksi dan dilakukan pada interval waktu
sesuai rencana pelaksanaan berlangsung. Jenis-
jenis tahapan yang di analisis adalah sebagai
berikut :
- Gravity Loading, yaitu tahapan perhitungan
yang menerapkan perhitungan tegangan
dengan menerapkan beban gravitasi (berat
sendiri). Hal ini perlu dilakukan dengan
jenis perhitungan Plastis, Pada parameter
masukan pembebanan diatur pada faktor
pengali total ∑Mweight menjadi 1.
- Stripping, merupakan tahapan
pengelupasan tanah sehingga tanah siap
diberi perlakuan berikutnya. Pada tahap ini,
stripping dilapangan dilakukan pada masa
14 hari.
- Cerucuk kayu dan timbunan, merupakan
tahapan pemberian struktural dan material
baru. Sehingga diperlukan analisa plastis
dalam perhitungannya. Cerucuk kayu dan
timbunan dilakukan pada masa 30 hari
sesuai urutan tahapannya.
3. Analisis konsolidasi, tahapan ini berguna untuk
menganalisa perkembangan pori tanah akibat
beban internal maupun eksternal berkaitan
dengan waktu sampai dengan mencapai angka
pori yang diijinkan. Adapun penggunaan jenis
perhitungan analisis konsolidasi pada tahap
diatas yaitu massa konsolidasi tanah timbunan
yang pada proses pelaksanaannya diperlukan
selama 30 hari di lapangan.
4. Safety Factor, yaitu tahapan perhitungan faktor
keamanan yang dilakukan dengan jenis
perhitungan Reduksi Phi/c. Dengan Masukan
pembebanan otomatis diatur pada faktor
pengali.
Setelah itu, rangkaian perhitungan dapat
dilakukan dan dapat dilihat keluaran dari hasil
perhitungan. Hasil dari perhitungan analisis balik
didapat dilihat pada gambar dibawah ini,
Gambar 6. Perpindahan Total Pada Analisis
Balik
Warna merah pada gambar menunjukkan
perpindahan maksimum yang terjadi. Perpindahan
yang ditampilkan pada gambar merupakan
perpindahan pada proses perhitungan di langkah
terakhir, bukan pada saat faktor keamanan dari titik
runtuh. Maka nilai perpindahan yang ditampilkan
pada keluaran semakin tidak relevan. Meskipun nilai
perpindahan tidak relevan , meninjau bagian yang
mengalami perpindahan maksimum juga cukup
penting. Kurva untuk nilai keamanan pada analisa
balik dapat dilihat pada gambar dibawah ini,
Gambar 7. Kurva Analisis Balik
Perbandingan antara faktor keamanan dan
perpindahan adalah suatu hal yang tidak relevan,
walaupun demikian perpindahan tetap
mengindikasikan apakah suatu mekanisme
keruntuhan telah terbentuk atau tidak. Dengan
demikian nilai perpindahan sesaat sebelum
keruntuhan dapat ditinjuai dari nilai faktor
keamanan.
4.6 Permodelan Plaxis Menggunakan Minipile
Perkuatan tanah yang dipilih yaitu dengan
menambahkan minipile beton pada lokasi yang
mengalami keruntuhan. Perkuatan tersebut
dimodelkan dalam variasi dengan tingkat kedalaman
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
37
minipile. Variasi tersebut yaitu pada kedalaman 6m,
7m, 8m, 9m, 10m, 11m dan 12m.
4.6.1 Geometri
Gambar 8. Geometri
4.6.2 Perhitungan
Setelah penyusunan model elemen hingga,
perhitungan elemen hingga sesungguhnya dapat
dilakukan. Berikut ini merupakan perpindahan
maksimum yang trjadi pada kondisi 1 tahun, tampak
bahwa perpindahan maksimum terjadi pada sisi
terluar runway.
Gambar 9. Perpindahan Maksimum
Kurva untuk nilai keamanan pada kedalaman
12m dapat dilihat pada gambar dibawah ini,
Gambar 10. Kurva kedalaman 12 m
4.7 Output Perkuatan Menggunakan Minipile
Keluaran utama dari suatu perhitungan
elemen hingga adalah perpindahan titik nodal dan
tegangan pada titik-titik tegangan. Keluaran memuat
seluruh fasilitas untuk menampilkan hasil dari data
masukan yang telah dibentuk serta hasil dari
perhitungan elemen hingga.
Berikut ini merupakan keluaran yang
tersedia pada kedalaman minipile 12 m.
1. Deformasi dan perpindahan
Deformasi memuat berbagai pilihan untuk
menampilkan deformasi tegangan dan regangan
secara visual dalam model elemen hingga.
Gambar 11. Perpindahan kedalaman 12 m
Perpindahan yang terjadi merupakan
perpindahan sebenarnya dengan perpindahan total
ekstrim sebesar 10,30m. Berikut merupakan
deformasi yang terjadi setelah mengalami
konsolidasi selama 1 tahun
Gambar 21. Perpindahan selama 1 tahun
1. Tekanan air pori aktif dan tekanan air pori
berlebih
Tekanan air pori aktif adalah tekanan air total
(yaitu tekanan air pori hidrostatik dan tekanan air
pori berlebih) dalam geometri pada akhir
perhitugan saat ini dan ditampilkan di atas
geometri yang tidak terdeformasi. Berikut ini
merupakan tekanan air pori aktif pada
konsolidasi 1 tahun
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
38
Gambar 13. Tekanan Air pori aktif
Tekanan air pori berlebih adalah tekanan air akibat
pembebanan pada klaster-klaster yang bersifat tak
terdrainase pada akhir dari langkah perhitungan saat
ini. dan ditampilkan di atas geometri yang tidak
terdeformasi. B Berikut ini merupakan tekanan air
pori berlebih pada konsolidasi 1 tahun
Gambar 14. Tekanan air pori berlebih
Berikut ini merupakan resume hasil analisa
perhitungan yang didapatkan dari variasi kedalaman,
Tabel 4. Resume
D Safety Factor
1
Tahun
3
Tahun
10
Tahun
6 m 1,87 1,92 1,99
7 m 1,89 1,93 2
8 m 1,90 1,94 2,02
9 m 1,94 1,95 2,03
10 m 1,98 2,01 2,05
11 m 2,03 2,04 2,19
12 m 2,05 2,09 2,21
Hasil safety factor pada saat selesai
konstruksi pada kedalaman minipile 6m, 7m, 8m,
9m, 10,11m dan 12m adalah sebagai berikut dilihat
pada tahun pertama, ketiga dan kesepuluh,
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Analisis balik dilakukan untuk mencari nilai
parameter sifat fisik dan mekanik material
terbaru pada tanah yang telah mengalami
longsor (Failure). Pada analisis kestabilan
sampai diperoleh nilai faktor keamanan sama
dengan 1. Analisis yang digunakan merupakan
analisis trial and error hingga didapatkan FK
sama dengan 1. Parameter kohesi yang
didapatkan pada analisa balik adalah fill
material ( timbunan) sebesar 15 kN/m2 , soft
clay dan very soft clay sebesar 0,2 kN/m2,
medium stiff clay sebesar 4 kN/m2
, very stiff
clay dan sand blanket sebesar 15 kN/m2.
2. Hasil safety factor pada saat selesai konstruksi
pada kedalaman minipile 6m pada tahun
pertama yaitu 1,87. Sedangkan untuk tahun
ketiga dan kesepuluh safety factor yang
diperoleh adalah 1,92 dan 1,99. Untuk
kedalaman minipile pada kedalaman 7 m
didapatkan safety factor pada tahun pertama,
ketiga dan kesepuluh berurutan adalah 1,89,
1,93 dan 2. Sedangkan pada kedalaman 8m,
safety factor mengalami kenaikan.
Di tahun pertama didapatkan 1,90 untuk tahun
ketiga didapatkan safety factor sebesar 1,94,
untuk tahun kesepuluh safety factor mencapai
angka 2,02 Di kedalaman 9 m, safety factor
pada tahun pertama, ketiga dan kesepuluh
didapatkan 1,94, 1,95 dan 2,03. Kedalaman 10
m, safety factor yang didapatkan sebesar 1,98,
2,01 dan 2,05 ditahun pertama, ketiga dan
kesepuluh. Di kedalaman 11 m inilah
didapatkan safety factor ditahun pertama
sebesar 2,03, dan untuk ditahun ketiga dan
kesepuluh didapatkan safety factor sebesar 2,04
dan 2,19. Sedangkan untuk kedalaman 12 m,
safety factor yang didapatkan sebesar 2,05
untuk tahun pertama, 2,09 untuk tahun ketiga
dan untuk tahun kesepuluh didapatkan safety
factor sebesar 2,21.
3. Berdasarkan hasil safety factor diatas, hasil
rekomendasi geomteri jika safety factor yang
diijinkan oleh perusahaan sama dengan 2.
Sedangkan safety factor sama dengan 2
dimulai pada kedalaman 8 m dan kedalaman
9m namun pada tahun kesepuluh. Sedangkan
pada tahun ketiga, kedalaman 10 m
mendapatkan safety factor sebesar 2,01. Untuk
tahun pertama setelah konstruksi, kedalaman
minipile 11 m telah mencapai angka 2,03 dan
kedalaman minipile 12 m didapatkan 2,21..
Karena bandara akan segera dioperasikan dan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana
Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
39
batas masa konsolidasi saat konstruksi adalah 1
tahun, maka rekomendasi perkuatan minipile
menggunakan minipile pada kedalaman 11m.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis , beberapa saran
yang diajukan untuk penelitian selanjutnya sebagai
berikut:
1. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, perlu
diperhitungkan kembali perhitungan drainase
agar perhitungan lebih lengkap
2. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, analisis
dibuat dalam berbagai metode agar dapat
dilakukan pembanding selain kedalaman
struktur pile .
3. Sebaiknya program Plaxis diberikan kepada
mahasiswa pada saat pembelajaran matakuliah
geoteknik maupun teknik pondasi untuk
penunjang
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Laporan Akhir Kajian Teknis
Konstruksi dan Perkerasan Sisi Udara BSB,
2017, Samarinda.
2. Brinkgreve, R.B.J., Al-Khoury, R., Bakker,
K.J., Bonnier, P.G., Brand, P.J.W., Broere, W.,
Burd, H.J., Chandra, Y.P., Gouw, T.L.,
Hutapea, B.M., Soltys, G., Varmeer, P.A.,
Handoko, S.G., 1998, Plaxis Versi 8, Manual
Acuan, Plaxis, Belanda.
3. Craig, Robert F., 1989, Mekanika Tanah, Edisi
ke 4, Diterjemahkan oleh Budi Susilo S.,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
4. Darwis, 2018, Dasar- Dasar Mekanika Tanah,
Pena Indis, Yogyakarta
5. Das, Braja M., 1994, Mekanika Tanah
(Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Jilid 1
Diterjemahkan oleh Noor Endah dan Indra
Surya B. Muchtar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
6. Duncan, J. Michael., Stephen G. Wright,
Thomas L. Brandon, 2014, Soil Strength and
Slope Stability, Canada
7. Hardiyatmo, Hary Christady, 2010, Mekanika
Tanah II, Edisi ke 5, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
8. Hardiyatmo, Hary Christady, 2012, Mekanika
Tanah I, Edisi ke 6, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
9. Isworo, Hajar., Pathur Razi Ansyah, Metode
Elemen Hingga, Banjarmasin
10. Putri, Aguslimi Shafira., Amirudin,
Syamsuddin, 2012, Penentuan Daya Dukung
Tanah Berdasarkan Hasil Pengukuran CPT
dan Uji Laboratorium, Makassar
11. Rusdiansyah, 2016, Asumsi Sistem Cerucuk
Sebagai Alternatif Solusi Dalam Penanganan
Kelongsoran Lereng Jalan Diatas Tanah
Lunak, Prosiding Seminar Nasional Geoteknik,
Banjarmasin.
12. Saifuddin, Arif. 2008. Analisis Kestabilan
Lereng Dengan Metode Irisan. Buku
Kompilasi Tidak Diterbitkan.
13. Tim Pusat Litbang Prasarana Transportasi,
2002, Panduan Geoteknik 4 (Desain dan
Konstruksi), Bandung
14. Terzaghi, Karl, Ralph B.Peck, 1987, Mekanika
Tanah dalam Praktek Rekayasa, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
40
PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA CAMPURAN
BETON MENGGUNAKAN AGREGAT KASAR LOKAL
KALIMANTAN TIMUR DAN AGREGAT HALUS EX.
MAHAKAM DITINJAU DARI KUAT TEKAN
Fachriza Noor Abdi1, Heri Sutanto
2, Elmo Dwi Prandaka
3 Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua
Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan teknologi beton terutama beton mutu tinggi sekarang ini sangat pesat. Berbagai
penelitian dan percobaan di bidang beton dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas beton,
teknologi bahan dan teknik-teknik pelaksanaan. Pada dasarnya bahan pembuatan beton mutu tinggi sama
dengan bahan pembuatan beton normal, tetapi untuk meningkatkan kuat tekannya perlu menggunakan bahan
tambah dan jenis agregat tepat dalam campuran beton. Jenis bahan tambah yang dipakai dalam penelitian
ini adalah bahan tambah Tawas yang dipasaraan .
Penelitian ini dimulai dengan pengujian terhadap masing-masing bahan penyusun dan membuat
rancangan adukan beton berdasarkan metode SKSNIT-15-1990-03 menggunakan 6 (enam) variasi, yaitu :
0%, 1%, 2%, dan 3% Tawas dari berat semen. Mutu beton yang direncanakan K-350, selanjutnya adalah
pembuatan benda uji berbentuk kubus dengan ukuran tiap sisinya 15 cm sebanyak 36 benda uji dimana untuk
setiap variasi sebanyak 3 benda uji. Pengujian kuat tekan beton dilakukan setelah beton berumur 7 hari
dievaluasi berdasarkan SNI 03-1974-1993.
Hasil penelitian dari nilai kuat tekan beton dengan penambahan Tawas Belum mencapai kuat tekan
rencana. Penggunaan bahan tambah Tawas sebesar 1%, 2%, dan 3%, berdasarkan penambahan Tawas
secara berturut- turut dengan pengujian 7 hari agregat Batu Besaung, Senoni, dan Sambera didapatkan kuat
tekan beton tertinggi persentase 1%, nilai kuat tekan 399,85 kg/cm2 ,meningkat 8,3%, kadar optimum 2,24%
pada Batu besaung persentase 1%, nilai kuat tekan 433,25 kg/cm2 meningkat 3,4%, kadar optimum 2,31%
pada Senoni persentase 2%, nilai kuat tekan 338,60 kg/cm2, meningkat 11,2% kadar optimum 1,35%,pada
Sambera, kadar optimum penambahan tawas 1% hingga 2%.
Kata kunci: Tawas, Bahan Tambah, Kuat Tekan.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
41
1. PENDAHULUAN
Beton sebagai material yang sangat populer
dan luas penggunaannya. Hampir semua elemen
konstruksi dari berbagai jenis struktur dapat dibuat
dari beton. Kuat tekannya yang tinggi merupakan
salah satu keunggulan yang dimiliki beton.
Teknologi konstruksi terus mengalami
peningkatan. Hal ini tidak lepas dari kebutuhan
masyarakat terhadap fasilitas infrastruktur yang
semakin maju, seperti jembatan, bangunan gedung
bertingkat, bendungan, dan fasilitas lainnya.
Penelitian ini mengunakan 3 jenis agregat
lokal Kalimantan timur diantaranya Senoni,
Sambera, dan Batu Besaung, pada penelitian
sebelumnya pada agregat Senoni dan Sambera tidak
mencapai keteria kuat tekan, pada penelitian ini
akan membandingkan agregat lokal tersebut dan
pengarung Tawas sebagai bahan tambah tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton
Beton adalah campuran antara semen
portland atau semen hidrolik yang lain, agregat
halus, agregat kasar dan air, dengan atau bahan
tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-
2847-2002). Seiring dengan penambahan umur,
beton akan semakin mengers dan akan mencapai
kekuatan rencana pada usia 28 hari.
2.1.1 Definisi
Beton merupakan bahan gabungan yang
terdiri dari agregat kasar dan halus yang dicampur
dengan air dan semen sebagai pengikat dan
pengisian antara gregat kasar dan halus dan kadang-
kadang ditambahkaan additive atau admixture bila
diperlukan.
2.1.2 Perkembangan Beton
Paten pertama untuk beton pracetak dibuat
tahun 1875 oleh William Lascelles, untuk sistem
bangunan perumahan. Eugene Freyssinet dari
Perancis mengembangkan beton pratekan pada
tahun 1927. Pada tahun 1946 diperkenalkan
cladding dari beton pracetak untuk bangunan tingkat
tinggi. Perkembangan pemakaian beton berlanjut
terus hingga sekarang.
2.1.3 Proses Terjadinya Beton
Proses awal terjadinya beton adalah pasta
semen yaitu proses hidrasi antara air dengan semen,
selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan
agregat kasar menjadi beton.
2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Beton
Secara umum kelebihan dan kekurangan beton
adalah:
a. Kelebihan beton adalah :
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai
dengan kebutuhan konstruksi.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Tahan terhadap temperature yang
tinggi.
4. Biaya pemeliharaan yang kecil.
b. Kekurangan beton adalah :
1. Bentuk yang telah dibuat tidak dapat
diubah.
2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan
ketelitian yang tinggi.
3. Berat.
4. Daya pantul suara yang besar.
2.1.5 Jenis-jenis Beton
Beton terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Beton normal
Beton normal adalah beton yang
mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah
atau tanpa dipecah yang tidak
menggunakan bahan tambahan.
2. Beton ringan
Beton ringan adalah beton yang
mempunyai berat isi < 2200 kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah
atau tanpa dipecah yang tidak
menggunakan bahan tambahan.
3. Beton berat
Beton berat adalah beton yang mempunyai
berat isi > 2500 kg/m3 menggunakan
agregat alam yang dipecah atau tanpa
dipecah yang menggunakan bahan
tambahan.
2.1.6 Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah
dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan
naiknya secara cepat (linier) sampai umur 28 hari,
tetapi setelah itu kenaikkannya akan kecil. Kekuatan
tekan beton pada kasus–kasus tertentu terus akan
bertambah sampai beberapa tahun ke depan.
Biasanya kekuatan tekan rencana beton dihitung
pada umur 28 hari.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
42
2.1.7 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton mengidentifikasikan
mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat
kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi
pula mutu beton yang dihasilkan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bagan Alir
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa
tahapan metode penelitian dari mulai
persiapan sampai dengan pengambilan
kesimpulan dan saran, adapun tahapan
penelitian ini ada pada Gambar 3.1 adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Agregat
Pengujian campuran beton dengan
menggunakan bahan tambah Tawas dengan agregat
lokal Batu Besaung, Senoni, dan Sambera melalui
pengujian kadar air agregat, analisa saringan
agregat, berat jenis dan penyerapan air agregat,
kadar lumpur agregat, dan keausan agregat kasar.
Pengujian dilakukan di laboratorium Fakultas
Teknik Universitas Mulawarman Samarinda.
Studi Literatur
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Analisa Saringan agregat halus dan kasar
2. Pemeriksaan kadar air agregat
3. Pemeriksaan kadar lumpur agregat
4. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat
5. Pemeriksaan keausan agregat
Mix desain menggunakan agregat kasar Batu Besaung, Senoni,
Sambera & Pasir Mahakam, Tawas, Semen Portland Tipe I dan Air
Selesai
Kesimpulan dan saran
Uji kuat tekan umur 7 hari.
Analisa data
Pembuatan benda uji
Mulai
Persiapan Material
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
43
4.6 Mix Design
4.6.1 Perhitungan Mix Design dengan Metode
SNI SK.SNI.T-15-1990-03
1. Kuat Tekan beton yang direncanakan pada
umur 28 hari (K) = 350 kg/cm2.
2. Standar deviasi (S) = tidak ada.
3. Nilai tambah (m) = 1.64 x S .
Karena data deviasi standar tidak ada, maka
nilai m = 12 MPa.
Konversi MPA > 4. Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan
f’cr = (f’c) + (m) = 350 + 122,32 = 472,3 kg/cm2.
5. Jenis Semen yang digunakan adalah Semen
Portland Tipe I.
6. Jenis agregat :
- Agregat kasar : Agregat kasar lokal
Batu Besaung
Senoni
Sambera
- Agregat halus : Pasir Mahakam
7. FAS ditentukan
(a) Nilai kuat tekan pada umur 28 hari
berdasarkan jenis semen (Semen
Portland Tipe I) agregat kasar (Batu
pecah) = 45 MPa dan benda uji
(Kubus)
(b) Lihat Gambar 4.5 benda uji kubus,
tarik garis tegak lurus pada FAS 0.50,
sampai memotong kurva kuat tekan
yang ditentukan.
(c) Tarik garis mendatar dari kuat tekan
yang didapat dari Gambar 4,5, sampai
memotong garis tegak lurus untuk FAS
0.5. Gambar kurva baru.
(d) Dari kurva baru tersebut tarik garis
mendatar untuk kuat tekan yang
ditargetkan sampai memotong kurva
baru tersebut. Kemudian tarik ke
bawah higga didapat nilai FAS.
Faktor air semen bebas (FAS)= 0,48
8. Tetapkan FAS maksimum menurut Lampiran
Tabel K.Dari langkah (7) dan (8) diambil yang
paling rendah.
Faktor air semen FAS maksimum = 0,52
9. Nilai slump rencana ditetapkan = 60 s/d 180
mm
10. Ukuran butir nominal agregat maksimum = 40
mm Lampiran Tabel L.
11. Tentukan nilai kadar air bebas dari Lampiran
Tabel M. Kadar air bebas untuk agregat
gabungan = 2/3 Wh+ 1/3 Wk , dimana Wh
adalah perkiraan jumlah air untuk agregat
halus, dan Wk untuk agregat kasar. untuk
permukaan agregat yang kasar, harus ditambah
air kira-kira 10 liter per meter kubik beton.
Koreksi suhu diatas 20oC, setiap kenaikan 5
oC
harus ditambah air 5 liter per meter kubik
adukan beton
kadar air bebas = 215
12. Kadar semen =
= =
447.92 kg/m2
13. Kadar semen maksimum diabaikan
karena tidak ditetapkan.
14. Tetapkan FAS maksimum menurut Lampiran
Tabel L
Faktor air semen FAS minimum = 325 kg/m3
15. FAS yang disesuaikan = 0,48
16. Susunan butir agregat halus sesuai dengan
syarat SK.SNI.T-15-1990-03 masuk dalam
daerah gradasi zona IV
17. Tetapkan persentase agregat halus terhadap
campuran berdasarkan nilai slump , FAS, dan
besar nominal agregat maksimum. Karena
agregat halus masuk daerah gradasi zona IV
peneliti menghidari keropos karena kurangnya
persentase pasir terhadap agregat gabungan
maka gradasi agregat maksimum di naikan ke
zona III
Persentase agregat halus = 30%, didapat dari
grafik
18. Berat jenis relatif agregat (SSD)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
44
Berat jenis relatif = (30 % x BJ Pasir Mahakam
kondisi SSD) + (70 % x BJ Agregat kondisi
SSD)
Berat jenis relatif Batu Besaung = (30 % x 2,64)
+ (70 % x 2,68) = 2,67 kg/ cm2
Berat jenis relatif Senoni = (30 % x 2,64)
+ (70 % x 2,65) = 2,65 kg/ cm2
Berat jenis relatif Sambera = (30 % x 2,64)
+ (70 % x 2,64) = 2,64 kg/ cm2
Berat jenis beton agregat Batu Besaung
= 2385 kg/ cm3
Berat jenis beton agregat Senoni
= 2360 kg/ cm3
Berat jenis beton agregat Sambera
= 2350 kg/ cm3
19. Kadar agregat campuran = berat jenis
beton – (kadar semen + kadar air bebas)
Batu Besaung = 2385 – (447,92+ 215)
= 1722,08 kg/m3
Kadar agregat campuran = berat jenis
beton – (kadar semen + kadar air bebas)
Senoni = 2360 – (447,92+ 215)
= 1697,08 kg/m3
Kadar agregat campuran = berat jenis
beton – (kadar semen + kadar air bebas)
Sambera = 2350 – (447,92+ 215)
= 1687,08 kg/m3
20. Kadar agregat halus= 30 % x kadar agregat
campuran
Batu Besaung = 30 % x 1722,08 kg/m3
= 516,63 kg/m
3
Kadar agregat halus = 30 % x kadar agregat
campuran
Senoni = 30 % x
1697,08 kg/m3
= 509,13 kg/m
3
Kadar agregat halus = 30 % x kadar agregat
campuran
Sambera = 30 % x
1687,08 kg/m3
= 506,13 kg/m
3
21. Kadar agregat kasar = kadar agregat
campuran - kadar agregat halus
Batu Besaung = 1722,08 -
516,63 kg/m3
= 1205,46 kg/m
3
Kadar agregat kasar = kadar agregat
campuran - kadar agregat halus
Senoni = 1697,08 -
509,13 kg/m3
= 1187,96 kg/m
3
Kadar agregat kasar = kadar agregat
campuran - kadar agregat halus
Sambera = 1687,08 -
506,13 kg/m3
= 1180,96 kg/m
3
22. Kebutuhan teoritis untuk 1 m3 beton adalah :
Agregat Batu Besaung
Air : 215 kg
Semen : 447,92 kg
Pasir : 516,63 kg
Batu Pecah : 1205,46 kg
Total : 2385 kg
Agregat Senoni
Air : 215 kg
Semen : 447,92 kg
Pasir : 509,13 kg
Batu Pecah : 1187,96 kg
Total : 2360 kg
Agregat Sambera
Air : 215 kg
Semen : 447,92 kg
Pasir : 506,13 kg
Batu Pecah : 1180,96 kg
Total : 2350 kg
25. Perbandingan Dalam Berat :
Agregat Batu Besaung:
Air : Semen : Pasir : Koral : = 0.44 : 1 :
1,15 : 2,73
Agregat Senoni:
Air : Semen : Pasir : Koral : = 0,36 : 1 :
1,14 : 2,77
Agregat Sambera:
Air : Semen : Pasir : Koral : = 0,42 : 1 :
1,13 : 2,69
26. Menghitung volume benda uji :
Benda uji berbentuk kubus dengan sisi
15cm
Volume = sisi x sisi x sisi
= 15 x 15 x15 =3,375 x 10 -3
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
45
m3
27. Volume dilebihkan sebesar 20 % dari volume
yang ada, untuk menghindari dari kekurangan bahan
akibat campuran yang menempel pada mixer dan
terbuangnya bahan secara tidak sengaja dalam
pembuatan beton yang disebabkan selama proses
pembuatan beton.
= 20 % x 3,375x10-3
m3= 0,000675 m
3
Sehingga volume untuk 1 sampel :
= 3,375x10-3
m3+ 0,000675 m
3= 0,00405 m
3
Tabel 4.16 Total material yang digunakan
untuk tiap variasi 3 buah benda uji Batu
Besaung
Bahan Variasi
0%
(kg)
Variasi
1%
(kg)
Variasi
2%
(kg)
Variasi
3%
(kg)
Air 2,39 2,39 2,39 2,39
Semen 5,44 5,44 5,44 5,44
Pasir 6,28 6,28 6,28 6,28
Agregat 14,87 14,87 14,87 14,87
Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163
Tabel 4.17 Total material yang digunakan
untuk tiap variasi 3 buah benda uji Senoni
Bahan Variasi
0%
(kg)
Variasi
1%
(kg)
Variasi
2%
(kg)
Variasi
3%
(kg)
Air 1,96 1,96 1,96 1,96
Semen 5,44 5,44 5,44 5,44
Pasir 6,19 6,19 6,19 6,19
Agregat 15,08 15,08 15,08 15,08
Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163
Tabel 4.18 Total material yang digunakan
untuk tiap variasi 3 buah benda uji Sambera
Bahan Variasi
0%
(kg)
Variasi
1%
(kg)
Variasi
2%
(kg)
Variasi
3%
(kg)
Air 2,31 2,31 2,31 2,31
Semen 5,44 5,44 5,44 5,44
Pasir 6,15 6,15 6,15 6,15
Agregat 14,65 14,65 14,65 14,65
Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163
Total material yang di gunakan untuk seluruh
variasi.
Air = 26,66 kg
Semen = 65,31 kg
Pasir = 74,50 kg
Agregat Batu Besaung = 59,46 kg
Agregat Senoni = 60,34 kg
Agregat Sambera = 58,60 kg
Tawas = 0,98 kg
Pada penelitian ini perancangan mix design
menggunakan metode SKSNIT-15-1990-03 dimana
metode ini dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum sehingga metode ini lazim digunakan .
4.7 Proses Pembuatan Beton
Material yang akan digunakan dalam
pembuatan benda uji dipersiapkan terlebih dahulu.
Hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan
data- data yang dibutuhkan dalam perancangan
campuran beton, meliputi jenis semen, jenis agregat
kasar dan halus, gradasi dan besar butir butiran
maximum. Agar tetap terjaga konsistensi
rancangannya, tahapan lebih lanjut dalam
pengolahan beton perlu diperhatikan. Komposisi
yang baik akan menghasilkan kuat tekan yang
tinggi, tetapi jika pelaksanaannya tidak dikontrol
dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton
yang tak sesuai dengan rencana akan semakin besar.
4.7.1 Campuran Beton Normal dan Beton
Dengan Penambahan Tawas
Campuran beton terdiri dari semen (semen
Tonasa tipe I), agregat halus (ex.Mahakam), agregat
kasar (ex.Batu Besaung, Senoni, dan Sambera), air
dan bahan untuk beton campuran yang
menggunakan bahan tambah Tawas . Rancangan
campuran beton K-350 dengan total sampel 36
sampel, 9 sampel beton normal dan 27 sampel beton
campuran bahan tambah menggunakan Tawas untuk
masa perawatan 7 hari.
4.8 Hasil Pengujian Kelecakan
Pada penelitian ini pemeriksaan nilai slump
yang dilakukan di peroleh hasil pada Tabel sebagai
berikut:
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
46
4.9 Perhitungan Kuat Tekan
4.9.1 Langkah Perhitungan Kuat Tekan
Beton
Setelah beton dirawat dan telah berumur 7
hari, dilakukan pengujian kuat tekan beton dengan
menggunakan alat mesin kuat tekan, hal ini
dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari benda
uji. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
mesin tes kuat tekan beton di Laboratorium Teknik
Sipil Universitas Mulawarman Samarinda. Setelah
didapatkan hasil data kuat tekan beton, maka dapat
dihitung kuat tekan beton. Perhitungan yang dipakai
dalam analisa uji kuat tekan yaitu sebagai berikut :
1. Menghitung nilai slump (kelecakan)
Nilai slump = tinggi cetakan - tinggi benda
uji
2. Mencari luas bidang kubus
Sisi Kubus = 15 cm
Luas Bidang = sisi x sisi
= 15 x 15 (cm2)
= 225 cm2
3. Nilai beban (KN) diperoleh dari pemeriksaan
sampel/benda uji pada mesin tes kuat tekan.
Nilai tersebut memiliki satuan KN, sehingga
proses konversinya dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
Mencari nilai kuat tekan beton kubus (f’ck) per
satuan luas (kg/cm2)
f’ck (kg/cm2 )
( )
Dimana : 1 kg = 9,81 N
4. Mencari nilai kuat tekan beton kubus (f’ck)
dalam Mpa
f’ck (Mpa )
( ⁄ )
Diketahui : 1 cm2 = 10
2 mm
2
5. Konversi nilai kuat tekan beton ke bentuk
silinder (f’c).
f’c (Mpa) = [ 0,76 + (0,2 x Log
( ( )
) )] x f’ck (Mpa
)
Faktor konversi bentuk untuk benda uji kubus
terdapat pada Lampiran Tabel R.
Faktor konversi umur pada semen Portland
biasa dan Portland dengan kekuatan awal
tinggi dapat dilihat pada Tabel S.
6. Mencari nilai kekuatan tekan estimasi 7 hari
(f’cr est)
f’cr est (Mpa) f’c (Mpa) x
7. Mencari nilai kekuatan tekan rata-rata (f’cr).
Nilai kekuatan tekan rata-rata didapat dengan
perhitungan
f’cr (Mpa ) = ∑
∑
8. Mencari nilai standar deviasi (S)
Nilai standar deviasi didapat dengan
perhitungan sebagai berikut
S = √∑ ( )
Diketahui:
s Standar deviasi, Mpa
Xi Nilai hasil kuat tekan umur 7 hari pada
sampel benda uji.
x Nilai rata-rata kuat tekan umur 7 hari.
n = Jumlah sampel/benda uji.
9. Mencari nilai faktor pengali standar deviasi (k)
Faktor pengali standar deviasi untuk berbagai
jumlah sampel/benda uji disajikan dalam
Lampiran Tabel T.
Variasi Tawas Nilai Slump (cm)
0% 7.5
1% 9
2% 6
3% 4
Variasi Tawas Nilai Slump (cm)
0% 10
1% 12
2% 5
3% 2
Variasi Tawas Nilai Slump (cm)
0% 10.5
1% 12
2% 9
3% 5
Sambera
Senoni
Batu Besaung
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
47
10. Evaluasi nilai kekuatan tekan.
Evaluasi ini bertujuan untuk menguji apakah
kekuatan beton telah tercapai sesuai rencana
atau belum.
F’c (Mpa ) f’cr – ( S x k)
Dimana : F’cr : Nilai Kuat Tekan S : Standar Deviasi K : Faktor Pengali Standar
Deviasi
4.9.2 Pembahasan Hasil Perhitungan Kuat tekan
Beton
Setelah dilakukan pembuatan dan perawatan
benda uji, selanjutnya dilakukan pengujian kuat
tekan benda uji tersebut. Pengujian kuat tekan beton
dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari dengan
kuat tekan yang direncanakan (K-350) sebanyak 36
benda uji, yang terdiri dari 4 variasi campuran.
Untuk masing-masing variasi dibuat 3 benda uji
yang berbentuk kubus dengan ukuran sisinya 15 cm
untuk kuat tekan, dimana setiap variasi dengan
pemberian bahan pengganti Tawas sebesar 0%, 1%,
2%, dan 3%, terhadap berat semen.
Dibawah ini adalah tabel dan gambar yang
memuat nilai kuat tekan untuk masing-masing
variasi campuran (untuk hasil lengkap pengujian
kuat tekan beton yang berupa tabel dan gambar
dapat dilihat berikut ini).
Dari hasil pengujian kuat tekan pada tabel
4.17, 4.18, dan 4.19, didapatkan hasil bahwa nilai
kuat tekan beton dengan penambahan Tawas
mencapai kuat tekan rencana. Penggunaan bahan
tambah Tawas sebesar 1%, 2%, 3%, berdasarkan
penambahan Tawas secara berturut- turut dengan
pengujian 7 hari agregat Batu Besaung didapatkan
kuat tekan beton, 399,85 kg/cm2, 385,55 kg/cm
2,
342,02 kg/cm2 kadar optimum 2,24% penambahan
Tawas, agregat Senoni didapatkan kuat tekan beton,
433,25 kg/cm2, 374,24 kg/cm
2, 334,44 kg/cm
2 kadar
optimum 1,35% penambahan Tawas, agregat
Sambera didapatkan kuat tekan beton, 321,71
kg/cm2, 338,60 kg/cm
2, 273,41 kg/cm
2 kadar
optimum 2,31% penambahan Tawas.
Batu Besaung 369.32 399.85 385.55 342.02
Senoni 418.85 433.25 374.24 334.44
Sambera 304.40 321.71 338.60 273.41
0% 1% 2% 3%Variasi Agregat
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
48
Setelah diberi penambahan Tawas, nilai kuat
tekan beton meningkat dari nilai kuat tekan beton
normal, pada agregat Batu Besaung, Senoni, dan
Sambera yang tidak masuk kuat tekan recana hanya
agregat Sambera. pada Batu Besaung peningkatan
nilai kuat tekan pada persentase 1% mengalami
peningkatan kuat tekan hingga 8,3%, persentase 2%
meningkat 4,4% ,dan persentase 3% menurun 7,4%
,pada Senoni peningkatan nilai kuat tekan pada
persentase 1% mengalami peningkatan kuat tekan
hingga 3,4%, persentase 2% menurun 10,7% ,dan
persentase 3% menurun 20,2% ,dan pada Sambera
peningkatan nilai kuat tekan pada persentase 1%
mengalami peningkatan kuat tekan hingga 5,7%,
persentase 2% meningkat 11,2% ,dan persentase 3%
menurun 10,2% ,seperti yang ditunjukkan Gambar
4.21 nilai kuat tekat tertinggi pada agregat Senoni
campuran 1% didapat kuat tekan 433,25 kg/cm2
dan
terendah pada agregat Sambera campuran 3%
dengan kuat tekan 273,41 kg/cm2.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
mengenai bahan tambah menggunakan Tawas ini,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh penambahan Tawas terhadap
campuran beton pada umur 7 hari kuat
tekannya mengalami peningkatan, kuat tekan
rencana (K-350) dapat di capai pada agregat
Batu Besaung dan Senoni sedangkan Sambera
tidak, dengan ditambah bahan tambah Tawas
mengalami peningkatan kuat tekan, agregat
Batu Besaung kuat tekan tertinggi pada
persentase 1% dengan kuat tekan 399,85
kg/cm2, dari beton normal meningkat 8,3%
kemudian menurun pada persentase 2% dan
3% hingga 342,02 kg/cm2, agregat Senoni kuat
tekan tertinggi pada persentase 1% dengan kuat
tekan 433,25 kg/cm2 , dari beton normal
meningkat 3,4% kemudian menurun pada
persentase 2% dan 3% hingga 334,44 kg/cm2,
agregat Sambera kuat tekan tertinggi pada
persentase 2% 338,6 kg/cm2, dari beton
normal meningkat 11,2 % kemudian menurun
pada persentase 3% hingga 273,41 kg/cm2.
2. Pengaruh Penambahan Tawas dengan semua
persentase terhadap penambahan campuran
beton yang mengalami peningkatan untuk kuat
tekan tertinggi pada agregat Batu Besaung
398,58 kg/cm2 dengan kadar optimum 2,24%
penambahan Tawas, agregat Senoni
425,12kg/cm2 dengan kadar optimum 1,35%
penambahan Tawas, dan agregat Sambera
336,01 kg/cm2 dengan kadar optimum 2,31%
penambahan Tawas.
3. Penambahan Tawas terhadap campuran beton
dapat meningkatatkan nilai slump pada
persentase 1% namun ketika persentase 2%
hingga persentase 3% mengalami penurunan
yang signifikan, penambahan Tawas di bawah
2% dapat meningkatkan kelecakan .
DAFTAR PUSTAKA
1. Tri Mulyono.,2004, TEKNOLOGI BETON,
Edisi II, Yogyakarta:Andi
2. Paul Nugraha, dan Antoni.,2007,
TEKNOLOGI BETON (dari material,
pembuatan, kebeton kinerja tinggi).
Yogyakarta:Andi
3. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian Kadar
Air Agregat. SNI 03-1971-1990.
4. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian Slump
Beton. SNI 03-1972-1990.
5. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian Kuat
Tekan Beton. SNI 03-1974-1990.
6. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian
Keausan Agregat Mesin Abrasi Los Angeles.
SNI 03-2417-1991
7. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian
Tentang Analisa Saringan Agregat Kasar dan
Halus. SNI 03-1968-1990
8. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
Nasional Indonesia, Metode Pengujian Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar. SNI
03-1969-1990
9. Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi
Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
49
Nasional Indonesia, Metode Pengujian Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus. SNI
03-1970-1990
10. Rr. Danar mastutu widiyani, Tinjauan nilai
slump dan kuat desak beton terhadap variasi
pemakaian tawas sebagai bahan tambah.
Yogyakarta.
11. Frans Erick Purba, Studi kuat tekan beton
dengan bahan tambah waterproof damdex
menggunakan agregat kasar ex. Palu dan
agregat halus ex. Pasir laut Balikpapan.
Samarinda
12. Budi santoso, Pengaruh penambahan silica
fume pada campuran beton menggunakan
agregat kasar palu dan agregat halus pasir palu
ditinjau dari kuat tekan. Samarinda
13. Wahyudi, Perbandingan nilai kuat tekan beton
sampel core drill dan sampel beton normal
dengan menggunakan agregat lokal sambera
Kalimantan timur. Samarinda
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
50
ANALISIS PUSHOVER PADA STRUKTUR BAJA DENGAN
BRESING MENGGUNAKAN SAP2000
Isna Kairatun J1, Ery Budiman
2, Mardewi Jamal
3
Teknik Sipil Universitas Mulawarman Samarinda Jl.Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119. Telp:0541-736834
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Analisis pushover merupakan prosedur untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu bangunan
terhadap gempa. Metode analisis pushover banyak digunakan para perencana bangunan tingkat tinggi yang
mengandalkan perencanaan berbasis kinerja. Tujuan dari penelitian ini menjadi acuan dalam mengevaluasi
kinerja keruntuhan dan perilaku bangunan.
Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SAP2000 dimana struktur
dimodelkan dalam permodelan tiga dimensi. Setelah dilakukan analisis pembebanan awal dan pemeriksaan
tegangan, barulah struktur ditambahkan variasi bresing. Penambahan bresing diletakkan di sisi depan dan
belakang struktur dengan model bresing konsentrik dan bresing eksentrik. Perilaku keruntuhan struktur
dievaluasi dengan menggunakan analisis pushover.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketahanan struktur konsentrik lebih kuat daripada struktur
tanpa bresing dan dengan bresing eksentrik. Dengan bantuan software SAP2000 struktur yang ditinjau
termasuk dalam level kinerja Immediate Occupancy (IO). Kategori tersebut menyatakan struktur mampu
menahan gaya lateral dan mengalami kerusakan yang mampu diperbaiki.
Kata kunci: Analisis Statik Nonlinier Pushover, Bresing Konsentrik, Bresing Eksentrik
ABSTRACT
Pushover analysis is a procedure to determine the collapse behavior of a building against an
earthquake. The pushover analysis method is used by high-level building planners who rely on performance-
based planning. The purpose of this study is to be a reference in evaluating collapse performance and
building behavior.
In this research is conducted using SAP2000 software which the structure is modeled in three-
dimensional modeling. After the initial loading analysis and stress check, there are variations in braced frame.
Addition of braced is placed on the front and rear sides of the structure with concentric braced frame and
eccentric braced frame models. Structural collapse behavior is evaluated using pushover analysis.
The results obtained that the resistance of the concentric braced structure is stronger than the
structure without braced and with eccentric braced. By using SAP2000 software the structure reviewed is
included in the level performance of Immediate Occupancy (IO). That category stated structure is able to
withstand lateral forces and that damage can be repaired.
Keywords: Pushover Static Nonlinear Analysis, Concentric Braced Frame, Eccentric Braced Frame
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
51
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gempa adalah salah satu bencana alam yang
berasal dari pergerakan lempeng bumi. Gempa
sendiri terdapat dalam 2 macam dalam bentuk
kejadiannya yaitu Gempa Vulkanis dan Gempa
Tektonik. Indonesia sendiri sebagi daerah Ring of
Fire dapat mengalami kedua gempa tersebut.
Namun dalam permasalahan keamanan, gempa
tektonik cenderung tidak terduga dan sering
menimbulkan korban jiwa. Hal ini karena banyak
korban terjebak dalam suatu gedung yang terdampak
gempa dan mengalami keruntuhan. Keruntuhan
akibat gempa sendiri bisa menjadi cukup parah
apabila bangunan tidak terawat dengan baik dan
umumnya juga mengalami kegagalan konstruksi.
Penanganan dalam gempa sendiri di Indonesia sudah
cukup banyak tercantum dalam peraturan
pembangunan bangunan konstruksi. Namun hal itu
tidak dapat mencegah atau menghindari dari
kerusakan akibat gempa. Perlu adanya penelitian
terhadap material dan teknik sendiri untuk membuat
suatu bangunan yang kokoh terhadap gempa. Dan
sekarang untuk kemajuan jaman sendiri banyak cara
yang dapat mengurangi kerusakan setelah terjadi
gempa.
Pada penelitian yang telah menggunakan
metode pushover, hasil dari analisis menjadi acuan
dalam mengevaluasi kinerja keruntuhan dan
perilaku bangunan. Oleh karena itu, strukur yang
akan dilakukan analisis pushover dapat
mengevaluasi perilaku keruntuhan struktur yang
menggunakan bresing dan tanpa menggunakan
bresing.
1.2 Tujuan Penelitan
Adapun tujuan dari analisis ini antara lain:
1. Menganalisa perilaku keruntuhan bangunan
terhadap gempa dengan bresing konsentrik dan
bresing eksentrik.
2. Mengidentifikasi besar gaya maksimum yang
mampu ditahan struktur dan perpindahan
maksimum struktur dengan dan tanpa
menggunakan bresing.
3. Menganalisa level kinerja struktur bangunan
tanpa bresing dan struktur dengan bresing
konsentrik dan bresing eksentrik.
4. Membandingkan gaya maksimum dan level
kinerja struktur tanpa bresing dan struktur
dengan bresing konsentrik dan bresing eksentrik.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari analisis ini
antara lain:
1. Beban yang bekerja pada struktur adalah beban
gravitasi dan gempa.
2. Jumlah lantai 10 tingkat, termasuk atap.
3. Fungsi bangunan adalah sebagai hotel.
4. Bangunan merupakan struktur baja.
5. Menggunakan struktur rangka bresing konsentrik
dan eksentrik.
6. Lokasi penelitian berada di Balikpapan.
7. Menganalisis respons bangunan dengan metode
pushover analysis menggunakan program
SAP2000.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Geser dasar seismik, V , dalam arah yang
ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut:
V = Cs W 2.1
Keterangan:
Cs =koefisien respons seismik
W =berat seismik efektif
Koefisien respons seismik, Cs, harus
ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :
(
) 2.2
Cs harus tidak kurang dari
Cs = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01
Untuk struktur yang berlokasi di S1 sama
dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus
tidak kurang dari
(
)
2.3
Gaya tingkat disain gempa di semua
tingkatharus ditentukan dari persamaan berikut :
∑ 2.4
Sistem Rangka Pemikul Momen (Momen
Resisting Frames/MRF)
Sistem rangka pemikul momem mempunyai
kemampuan menyerap energi yang baik tetapi
memerlukan terjadinya simpangan antar lantai yang
cukup besar agar timbul sendi-sendi plastis pada
balok yang akan berfungsi untuk menyerap energi
gempa. Simpangan yang begitu besar akan
menyebabkan struktur tidak kaku sehingga
mengakibatkan kerusakan non-struktural yang besar.
Sistem Rangka Bresing Konsentrik
(Concentrically Braced Frames/ CBF)
Sistem rangka bresing kosentrik merupakan
pengembangan dari sistem portal tak berpengaku
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
52
atau rangka pemikul momen. Sistem CBF memiliki
tingkat kekakuan yang cukup baik dibandingkan
dengan MRF yang hanya bisa digunakan sebagai
penahan momen. Kekakuan sistem ini terjadi akibat
adanya elemen pengaku yang berfungsi sebagai
penahan gaya lateral yang terjadi pada struktur.
Penyerapan energi dilakukan melalui pelelehan yang
dirancang terjadi pada pelat buhul. Sistem CBF
memiliki daktilitas kurang begitu baik sehingga
kegagalan ditentukan oleh tekuk bresing.
Bresing adalah salah satu sistem struktur
tahan gempa pada konstruksi bangunan. Umumnya
penempatannya berupa menyilang atau diagonal
dengan konfigurasi bervariatif pada bagian portal
struktur. Penambahan bresing sebagai kekakuan
suatu portal lebih efisien, karena pemasangan secara
diagonal menyebabkan batang bresing hanya akan
menahan gaya aksial saat melayani gaya geser
horisontal (Smith & Coull, 1991).
Bresing konsentrik umumnya memiliki
bentuk Z (diagonal), X, V, dan inverted V(Λ) seperti
pada gambar .
Gambar 2.6 Macam bentuk bresing konsentrik
Sumber : Schueller, Wolfgang (1998)
Sistem Rangka Bresing Eksentrik (Eccentrically
Braced Frames/EBF)
Sistem ini muncul untuk menerima gaya
lateral lebih baik dari sistem CBF. Sistem EBF
mempunyai nilai daktilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan CBF yang lebih
mengutamakan pada kekuatan strukturnya.
Tingginya nilai daktilitas akibat adanya elemen link
yang berfungsi sebagai pendisipasi energi ketika
struktur menerima beban gempa. Pendisipasian
energi ini diwujudkan dalam bentuk plastifikasi
pada elemen link tersebut. Bentuk-bentuk
konfigurasi sistem portal EBF dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Elemen Link
Link merupakan elemen struktur yang
direncanakan untuk berperilaku inelastis serta
mampu untuk berderformasi plastis yang besar pada
saat terjadi beban lateral. Bagian link ini berfungsi
untuk menyerap energi pada saat terjadi beban
lateral (gempa). Mekanisme kelelehan pada elemen
link terdiri dari dua mekanisme, yaitu kelelehan
geser dan kelelehan lentur, tergantung dari panjang
link (e) yang digunakan. Gaya-gaya yang
mendominasi pada suatu elemen link adalah gaya
geser dan gaya lentur. Berdasarkan kedua gaya
tersebut pola kelelehan elemen link dapat dibedakan
menjadi leleh geser dan leleh lentur.
Gambar 2.7 Macam bentuk bresing eksentrik
Sumber: AISC, 2010
Rasio pada kondisi berimbang tercapai ketika
pada bentang tersebut terjadi secara terus-menerus
leleh geser dan lentur, sesuai dengan persamaan:
(2.18)
Dimana :
dvb = panjang bentang ketika gaya geser dan
momen berimbang (mm)
Mp = momen plastis penampang (Nmm)
Vp = gaya geser plastis penampang (N)
Kekuatan atau kondisi batas link geser dan
lentur didefinisikan sebagai berikut:
(2.19)
( ) (2.20)
Dimana :
Mp = momen plastis penampang (Nmm)
Zx = modulus elastisitas penampang (mm3)
Fy = tegangan leleh baja (MPa)
Vp = gaya geser plastis penampang (N)
h = tinggi penampang (mm)
tf = tebal pelat sayap (mm)
tw = tebal pelat badan (mm)
Kuat geser rencana link ϕVn harus lebih
besar dari kuat geser perlu Vu dengan :
( ) (2.21)
Dimana:
Vn = kuat geser nominal link (diambil yang terkecil
Vp atau 2Mp / e
Φv = faktor reduksi geser (0,9)
e = panjang link
Kapasitas kekuatan link harus memenuhi
syarat berikut :
(2.22)
(2.23)
(2.24)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
53
Dimana :
Mn = momen lentur rencana link
Mu = momen lentur perlu
Φ = faktor reduksi lentur (0,9)
Bentang geser yang ditunjukkan oleh
kantilever pada Gambar Kantilever Sederhana
memiliki hubungan Mp = dvb.Vp dimana balok
kantilever tersebut berperilaku sebagai moment link
jika panjang link (e) lebih besar dari dvb dan akan
berperilaku sebagai shear link jika panjang link (e)
lebih kecil dari dvb.
Adapun jenis link berdasarkan panjangnya
dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu :
a. e ≤ 1,6 Mp/Vp (link geser murni)
Jenis link ini lelah akibat gaya geser pada
respon/ deformasi inelastik.
b. 1,6 Mp/Vp < e < 2,6 Mp/Vp (link dominan
geser)
Jenis link ini lelah akibat dominan geser (pada
kombinasi geser dan lentur) pada respon /
deformasi inelastik.
c. 2,6 Mp/Vp < e < 5 Mp/Vp (link dominan lentur)
Jenis link ini lelah akibat dominan lentur (pada
kombinasi geser dan lentur) pada respon /
deformasi inelastik.
d. e ≥ 5 Mp/Vp (link lentur murni)
Jenis link ini lelah akibat gaya lentur pada
respon/deformasi inelastik.
Analisis Statis Nonlinier Pushover
Analisis pushover adalah salah satu variasi
yang direkomendasikan untuk mengetahui perilaku
keruntuhan struktur bangunan terhadap gempa.
Menurut SNI 03-1726-2002, analisis statik beban
dorong adalah analisis nonlinier yang pengaruh
gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung
dianggap beban statik pada pusat massa masing-
masing lantai, yang nilainya ditingkatkan hingga
mengalami perubahan bentuk pasca-elastik hingga
mencapai target peralihan kondisi plastik.
Analisis ini dilakukan dengan memberikan
kuantitas dari beban lateral statik pada struktur yang
terus menerus ditingkatkan dengan faktor pengali
sampai pada suatu target perpindahan lateral yang
ditentukan. Selama peningkatan pembebanan akan
terjadi pelelahan (sendi plastis) pertama di dalam
struktur, kemudian dengan peningkatan beban lebih
lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik
yang besar sampai mencapai target peralihan atau
kondisi plastik,
Tujuan dari analisis beban dorong (pushover)
adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan
deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh
informasi bagian yang kritis. Selanjutnya dapat
dilakukan identifikasi pada bagian-bagian yang
memerlukan perhatian khusus unuk pendetailan dan
stabilitas. Hasil dari analisis adalah berupa pola
keruntuhan, kurva yang menjelaskan hubungan
antara gaya geser dasar dengan
perpindahan/displacement pada titik acu tersebut.
Banyak studi menunjukan bahwa analisis statis
nonlinier pushover memberikan hasil yang
mencukupi ketika dibandingkan dengan hasil
analisis dinamik nonlinier untuk bangunan regular
dan tidak tinggi.
Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 356)
Metode ini merupakan metode utama yang
terdapat dalam FEMA 273/356 untuk prosedur static
nonlinier yang dikeluarkan Faderal Emergency
Management Agency (FEMA) tahun 2000. Dalam
penyelesaiannya dilakukan modifikasi respons
elastic linier dari sistem SDOF ekivalen dengan
faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga
diperoleh nilai perpindahan global maksimum yang
disebut target perpindahan ( ).
Gambar 2.1 Perilaku pasca leleh struktur ;
a) kemiringan pasca leleh – positif, b)
kemiringan pasca leleh – negatif
Analisis dimulai dengan menetapkan waktu
getar efektif, yang memperhitungkan kondisi
inelastis. Waktu getar alami efektif mencerminkan
kekakuan linier dari sistem SDOF ekivalen. Jika
diplotkan pada spectrum respons elastic akan
menunjukan percepatan gerakan tanah pada saat
gempa yaitu akselerasi puncak, Sa, berbanding
waktu getar, T. Puncak perpindahan spectra elastic,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
54
Sd, berhubungan langsung engan akselerasi spectra,
Sa, dengan hubungan sebagai berikut :
(2.26)
Selanjutnya target pepindahan pada titik kontrol ,
ditentukan dari rumus berikut :
(
)
(2.27)
Dimana :
Te = waktu getar alami efektif yang
memperhitungkan kondisi inelastis
C0 = koefisien faktor bentuk, untuk merubah
perpindahan spectra menjadi perpindahan
atap, umumnya memakai faktor partisipasi
ragam yang pertama berdasarkan Tabel 3-2
dari FEMA 356.
C1 = faktor modifikasi yang menghubungkan
perpindahan inelastic maksimum dengan
perpindahan yang dihitung dari respons
elastik linier sebagai berikut :
C1 = 1.0 untuk Te Ts (2.28)
* ( )
⁄ +
(2.29)
Ts = waktu getar karakteristik yang diperoleh dari
kurva respon spektrum pada titik dimana
terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke
bagian kecepatan konstan.
R = rasio kuat elastis perlu terhadap koefisien kuat
leleh yang dihitung dari persamaan di bawah
ini:
⁄ (2.30)
Sd = akselerasi respons spectrum yang
berkesesuaian dengan waktu getar alami
efektif pada arah yang ditinjau.
Vy = gaya geser dasar pada saat leleh, dari
idealisasi kurva pushover menjadi bilinier.
W = total beban mati dan beban hidup yang dapat
direduksi.
Cm = faktor massa efektif yang diambil dari Tabel
3-1 FEMA 356.
C2 = koefisien untuk memperhitungkan efek
pinching dari hubungan beban deformasi
akibat degradasi kekakuan dan kekuatan,
berdasarkan Tabel 3-3 FEMA 356.
C3 = koefisien untuk memperhitungan pembesaran
lateral akibat adanya efek P-delta. Koefisien
diperoleh secara empiris dari studi statistis
analisa riwayat waktu non-linier dari SDOF
dan diambil berdasarkan pertimbangan
engineering jugdement, dimana perilaku
hubungan gaya geser dasar-lendutan pada
kondisi pasca leleh kekakuannya positif
(kurva meningkat) maka C3 = 1, sedangkan
jika perilaku pasca lelehnya negatif (kurva
menurun) sebagai berikut :
| |( )
⁄
(2.31)
= rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan
elastic efektif, dimana hubungan gaya
lendutan diidealisasikan sebagai kurva
bilinier
g = percepatan gravitasi 9.81 m/det2.
Metode Spektrum Kapasitas (ATC 40)
Dalam metode spectrum kapasitas analisis
menghasilkan kurva hubungan gaya perpindahan
yang memperhitungkan kondisi inelastis struktur.
Namun hasil tersebut harus diplotkan dalam format
Acceleration Displacement Response Specktrum
(ADRS). Kurva kapasitas, hasil analisis pushover
diubah menjadi spectrum kapasitas dalam format
ADRS melalui persamaan berikut :
⁄
(2.32)
(2.33)
[∑ ( ) ⁄
∑ ( ) ⁄
] (2.34)
[∑ ( ) ⁄ ]
[∑ ⁄ ][∑ (
) ⁄ ]
(2.35)
Dimana :
PF1 = faktor partisipasi ragam untuk ragam 1
= koefisien massa ragam untuk ragam ke-1
⁄ = massa lantai i
= perpindahan pada lantai I ragam ke-1
N = jumlah lantai
V = Gaya geser dasar
W = berat struktur (DL dan LL yang
tereduksi)
= perpindahan atap
Sa = spektrum percepatan
Sd = spektrum perpindahan
Metode ini dapat memberi informasi yang
sangat berguna karena mampu menggambarkan
respons inelastic bangunan. Analisis ini bukan cara
untuk mendapat jawaban masalah analisis dan
desain, namun relatif sederhana untuk mendapatkan
respon nonlinier struktur.
Performance Point
Performance point merupakan titik dimana
kurva kapasitas berpotongan dengan kurva respon
spectra seperti yang dipergunakan dalam Metode
Kapasitas Spektrum (ATC-40,1996). Pada
performance point dapat diperoleh informasi
mengenai periode bangunan dan redaman efektif
dari perubahan kekakuan struktur setelah sendi
plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons
struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat
(drift) dan posisi sendi plastis dapat diketahui.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
55
Untuk metode penentuan kinerja struktur
menggunakan ATC-40 (1996) dengan ketentuan
kurva respon spectrum dan kurva kapasitas
dikonversi menjadi format Acceleration-
Displacement Response Spectra (ADRS) seperti
pada gambar 2.9.
Gambar 2.2 Kurva respon spectrum, kapasitas dan
performance point
Target Perpindahan
Dalam analisis pushover, gaya dan deformasi
setiap elemen struktur dihitung terhadap
perpindahan di titik kontrol yang disebut sebagai
target perpindahan ( ) dan dianggap sebagai
perpindahan maksimum yang terjadi saat struktur
mengalami gempa rencana. Untuk mendapatkan
perilaku struktur setelah kondisi runtuh, maka
dilakukan analisis pushover untuk mendapatkan
kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan
lateral titik kontrol sampai minimal 150% dari target
perpindahan. (FEMA 356)
Kriteria Kinerja Struktur
Level kinerja adalah pembatasan derajat
kerusakan yang ditentukan oleh kerusakan fisik
struktur dan elemen struktur sehingga tidak
membahayakan keselamatan pengguna gedung.
Kriteria kinerja yang ditetapkan dalam dokumen
Vision 2000 dan National Earthquake Hazards
Reduction Program (NEHRP) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Kriteria kinerja Level Kinerja Penjelasan
NEHRP Vision 2000
Operational Fully
Functional
Tak ada kerusakan berarti pada
komponen struktur dan non-struktur,
bangunan tetap berfungsi.
Immediate
Occupancy
Operational Tidak ada kerusakan yang berarti
pada struktur, dimana kekuatan dan
kekakuannya kira-kira hampir sama
dengan kondisi sebelum gempa.
Komponen non-struktur masih berada
di tempatnya dan sebagian besar
masih berfungsi jika utilitasnya
tersedia. Bangunan dapat tetap
berfungsi dan tidak terganggu dengan
masalah perbaikan.
Life Safety Life Safe Terjadi kerusakan komponen struktur,
kekakuan berkurang, tetapi masih
mempunyai ambang yang cukup
terhadap keruntuhan. Komponen non-
struktur masih ada tetapi tidak
berfungsi. Dapat dipakai lagi jika
sudah dilakukan perbaikan.
Collapse
Prevention
Near Collapse Kerusakan yang berarti pada
komponen struktur dan non-struktur.
Kekuatan struktur dan kekakuannya
berkurang banyak, hampir runtuh.
Kecelakaan akibat kejatuhan material
bangunan yang rusak sangat mungkin
terjadi.
Sumber : FEMA 273, 1997
3. METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan pada gedung
Skylounge yang berada di kota Balikpapan. Struktur
gedung beton bertulang dengan ketinggian 10 lantai.
Fungsi utama bangunan adalah sebagai fasilitas
hunian. Namun, untuk penelitian struktur gedung
dimodelkan menjadi struktur baja dengan memilih
salah satu bagian dari struktur yaitu bagian B. Hal
ini untuk mengoptimalisasi kinerja dari struktur
tersebut. Denah gedung dapat dilihat dari gambar di
bawah ini:
Gambar 3.1 Denah gedung Skylounge
Sumber : Proyek Apartemen Bandara
Balikpapan, 2019
Gambar 3.2 Visual 3D dari permodelan SAP2000
Pada penelitian ini terdapat 2 jenis model
bresing. Hal ini dilakukan untuk membandingkan
kekuatan, kekakuan dan daktilitas dari struktur
bangunan tersebut akibat variasi yang dipilih. Kedua
model yang digunakan dapat dilihat pada gambar-
gambar di bawah ini.
Gambar 3.8 Model Konsentrik
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
56
Gambar 3.9 Model Eksentrik
Diagram alir metodologi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.3 berikut:
Gambar 3.3 Diagram Alir Analisis Pada Proyek
Tamansari Skylounge Balikpapan
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bangunan yang ditinjau ialah bangunan
Apartemen Tamansari Skylounge. Model struktur
dimodelkan menjadi bangunan baja ASTM36.
Dekskripsi permodelan struktur bangunan dan denah
permodelan sebagai berikut :
Jumlah lantai : 10 Lantai
Fungsi gedung : Area Parkir (Lantai 1A-1B)
Apartemen (Lantai 2-9)
Kombinasi pembebanan yang digunakan
pada bangunan berasal dari beban gravitasi dan
beban gempa. Beban gravitasi terdiri dari beban
mati dan beban hidup.
Gambar 4.1 Visual 3D SAP2000
Beban mati
Beban mati yang terdapat dalam struktur
gedung ini terdiri dari beban mati struktural dan
beban mati arsitektural, yaitu :
1. Beban mati struktural (Structural Dead Load),
yaitu beban sendiri struktur berdasarkan elemen
pokok struktur.
2. Beban mati tambahan atau yang biasa disebut
Superimpose Dead Load (SDL) yaitu berat
komponen di luar elemen pokok struktur.
Berikut beban yang termasuk :
a. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 1B
dan lantai 2 (parking area) Berat spesi 2 cm, @21 kg/m2, 42 kg/m2
Berat penutup lantai 2 cm, @12 kg/m2, 24 kg/m2
66 kg/m2
b. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 3-9
(apartemen) Berat spesi 2 cm, @21 kg/m2, 42 kg/m2
Berat penutup lantai 2 cm, @12 kg/m2, 24 kg/m2
Berat plafond + penggantung, 18
kg/m2
84 kg/m2
c. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 10
(atap)
Berat plafond + penggantung, 18
kg/m2
Beban hidup
Beban hidup yang diperhitungkan adalah
beban hidup berdasarkan fungsi dari bangunan
gedung sebagai berikut :
1. Beban hidup pada lantai gedung
Lantai apartemen, hotel, 250 kg/m2
Lantai parkir, 400 kg/m2
2. Beban hidup pada atap gedung
Beban hidup oleh air hujan, 20 kg/m2
Beban hidup oleh manusia, 100 kg/m2
Analisis beban gempa dilakukan dengan
menggunakan analisis gempa statis atau lebih
dikenal dengan Equivalent Lateral Force Analysis
(ELF). Hal ini mengacu pada SNI 03-1726-2012
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
57
tentang Tata cara perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Bangunan Gedung dimana respon dinamik
struktur didapatkan dari superposisi respon dinamik
pada tiap ragam getar yang didapatkan melalui
spektrum respon gempa rencana. Berikut adalah
data-data yang diperlukan untuk menghitung beban
gempa sebagai berikut.
Kategori wilayah : 2
Jenis Tanah: Tanah (SC)
Tipe Analisis : Analisis gaya lateral ekivalen (ELF)
Koef. Respons (R) :
7 untuk Rangka Baja dengan Bresing Kosentrik
8 untuk Rangka Baja dengan Bresing Eksentrik
1. Faktor keutamaan dan kategori resiko
Dalam tata cara menentukan pengaruh gempa
rencana, untuk berbagai kategori risiko struktur
bangunan gedung dan non gedung harus dikalikan
dengan suatu faktor keutamaan gempa Ie, sebagai
berikut :
Jenis gedung : Apartemen
Kategori risiko : II
Faktor keutamaan gempa, Ie : 1,0
2. Kelas situs
Dalam melakukan analisis ekivalen klasifikasi situs
perlu dilakukan untuk memberikan kriteria desain
seismik berupa faktor-faktor amplifikasi pada
bangunan. Untuk penelitian diasumsikan tipe kelas
situs SD atau tanah sedang dengan definisi sebagai
berikut :
Lokasi : Balikpapan
Koor. : 1,0 LS – 1,5 LS dan 116,5 BT – 117,5 BT
3. Parameter percepatan gempa
Berdasarkan pada pencarian situs wilayah gempa
diperoleh nilai :
Nilai S1 : 0,086
Nilai SS : 0,296
Hasil itu didapat dari respons spekturm rencana
dalam perhitungan beban gempa dibuat dengan
berdasarkan pada percepatan batuan dasar periode
0,2 detik Ss dan percepatan batuan dasar untuk
periode 1 detik S1.
4. Faktor amplifikasi
Faktor amplifikasi terdiri dari faktor amplifikasi
percepatan pada periode pendek Fa dan fakto
amplifikasi pada periode 1 detik Fv.
Berdasarkan identifikasi kelas situs didapatkan
faktor amplifikasi untuk menentukan parameter-
parameter respons spectral percepatan gempa
maksimum yang dipertimbangkan risiko, MCER.
5. Periode fundamental pendekatan
Periode getar struktur (fundamental period),
biasanya disimbolkan T atau Ta merupakan
kelengkapan yang penting untuk diketahui dalam
proses perancangan struktur tahan gempa. Periode
struktur yang akan menentukan besarnya beban
gempa yang akan dimasukkan dalam perhitungan
struktur. Sesuai dengan SNI 1726-2012 periode
pendekatan fundamental dihitung dengan
menggunakan rumus :
Ta = Ct hnx (4.1)
T = Cu Ta (4.2)
Nilai Cu, x, dan Ct merupakan nilai koefisien
periode fundamental yang diperoleh dari tabel 6 dan
tabel 7 SNI Gempa 1726:2012, sedangkan hn adalah
tinggi total gedung yang ditinjau.
6. Spektrum respon desain
Berdasarkan prosedur pembuatan grafik spektrum
respons desain pada pasal 6.4 SNI 1726-2012 maka
diperoleh grafik sebagai berikut :
7. Kategori desain seismik dan pemilihan prosedur
Pada pasal 7.6 SNI 1726-2012 ditetapkan beberapa
prosedur yang dapat digunakan dalam analisis beban
gempa rencana. Penentuan prosedur analisis
dilakukan setelah menentukan kategori desain
seismik untuk gedung yang ditinjau sesuai dengan
pasal 6.5 SNI 1726-2012 pada tabel 6 dan 7. Dari
tabel didapat bangunan dengan kategori risiko II dan
kategori desain seismik B memenuhi prosedur
dibawah ini :
Tabel 4.1 Pemilihan prosedur
Analisis Statik
Ekuivalen
Analisis
Respons
spektrum
Analisis Time
History
Diizinkan Diizinkan Diizinkan Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Dari data di atas diperoleh data koefisien
input tambahan yang berasal dari website
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indo
nesia_2011/. Berikut adalah data perhitungan
koefisien beban gempa :
Dari Ss = 0,296 dan S1 = 0,086 dapat diperoleh :
Fa = 1,201
Fv = 1,773
Menentukan SMS dan SM1
SMS = Fa x Ss = 0,355
SM1 = Fv x S1 = 0,146
Menentukan SDS dan SD1
SDS = 2/3 x SMS = 0,237
SD1 = 2/3 x SM1 = 0,098
Menghitung parameter-parameter respons
spektrum disain sebagai berikut:
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
58
Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum
respons percepatan disain, Sa, harus diambil
persamaan 2.6 seperti dibawah ini:
(
) = 0,334
Sedangkan, untuk perioda yang lebih besar
dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan Ts, Sa sama dengan SDS. Kemudian
untuk perioda lebih besar dari Ts, nilai Sa
berdasarkan persamaan 2.7 seperti dibawah ini:
Tabel 4.2 Spektrum respons desain T (s) Sa
0 0,095
T0 0,237
Ts 0,237
Ts+0 0,191
Ts+1 0,065
Ts+2 0,039
Ts+3 0,028
Ts+3,1 0,027
Ts+3,2 0,026
Ts+3,3 0,026
Ts+3,4 0,025
4 0,024
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Gambar 4.2 Grafik spektrum respons desain
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Nilai Cu = 1,4 didapat berdasarkan nilai SD1 = 0,098
SDSu = SDS x Cu = 0,098 x 1,4 = 0,840
Ts = SD1/ SDSu = 0,371 / 0,840 = 0,441 detik
Ta = 0,0466. H. 0,9 = 0,0466 . 30. 0,9 = 1,010 detik
Ta . Cu = 1,010 . 1,4 = 1.414 detik
Berdasarkan kondisi pembebanan struktur
gedung, maka definisikan semua kombinasi
pembebanan sebagai berikut :
1. Kombinasi Pembebanan Gravitasi
1. 1,4 DL
2. 1,2 DL + 1,6 LL
2. Kombinasi Pembebanan Gempa
1. 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX + 0.3 EY
2. 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX - 0.3 EY
3. 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX + 0.3 EY
4. 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX - 0.3 EY
5. 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX +1.0 EY
6. 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX -1.0 EY
7. 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX +1.0 EY
8. 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX -1.0 EY
9. 0.9 DL + 1.0 EX + 0.3 EY
10. 0.9 DL + 1.0 EX - 0.3 EY
11. 0.9 DL - 1.0 EX + 0.3 EY
12. 0.9 DL - 1.0 EX - 0.3 EY
13. 0.9 DL + 0.3 EX +1.0 EY
14. 0.9 DL + 0.3 EX -1.0 EY
15. 0.9 DL - 0.3 EX +1.0 EY
16. 0.9 DL - 0.3 EX -1.0 EY
Kombinasi beban diatas dapat dicari nilai
envelope (maksimum/minimumnya) dengan cara
mengubah Load Combination Type menjadi
Envelope, kemudian memasukkan semua kombinasi
diatas dalam kombinasi yang baru tersebut.
Berat massa tiap-tiap lantai yang
diperhitungkan dalam analisis serta pusat massa dan
kekakuan perlu diperhitunghan. Hal ini berkaitan
dengan perpindahan yang terjadi setelah dilakukan
analisis. Di bawah ini besarnya massa, pusat massa,
dan kekakuan yang disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Besar Massa, Pusat Massa dan Pusat
Kekakuan Lantai (kN-m) Story MassX MassY XCM YCM XCR YCR
Atap 554,3087 554,3087 15 15 14,998 14,999
Lantai 9 870,8502 870,8502 15 15 14,998 14,999
Lantai 8 870,8502 870,8502 15 15 14,997 14,999
Lantai 7 881,3164 881,3164 15 15 14,996 14,999
Lantai 6 885,6238 885,6238 15 15 14,995 14,998
Lantai 5 901,0893 901,0893 15 15 14,993 14,998
Lantai 4 906,8201 906,8201 15 15 14,988 14,997
Lantai 3 920,3847 920,3847 15 15 14,982 14,994
Lantai 2 927,3345 927,3345 15 15 14,978 14,989
Lantai 1 938,1777 938,1777 15 15 14,962 14,984
Sumber : Output SAP2000
Dari hasil didapat nilai koordinat terhadap
pusat massa dan pusat kekakuan dari tiap lantai
adalah tidak sama. Disimpulkan bangunan
mengalami eksentrisitas, namun yang terjadi tidak
terlalu besar dengan nilai kurang dari 0,07. Sesuai
RSNI 03-1726-201x, jumlah pola getar yang
ditinjau dalam penjumlahan respons ragam harus
mencakup partisipasi massa sekurang-kurangnya
90%. Dalam analisis yang dilakukan, digunakan 10
pola ragam getar dan partisipasi massa yang
diperoleh dari masing-masing pola getar sebagai
berikut :
Tabel 4.4 Partisipasi Massa (KN-m) Mode UX UY SumUX SumUY
1 0 77,5762 0 77,5762
2 76.8804 0 76,8805 77,5762
3 0.0038 0,0015 76,8843 77,5777
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 T0 Ts Ts+1 Ts+2 Ts+3 4
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
59
4 0 17,0349 76,8843 94,6126
5 17.3058 0 94,1901 94,6126
6 0.0018 0,0035 94,1919 94,6161
7 0 3,6198 94,1919 94,2359
8 3.84 0 98,0319 94,3969
9 0 0,9272 98,0319 99,1632
10 1.0411 0 99,0731 99,1632
11 0,0001 0,0059 99,0733 99,1691
12 0 0,6015 99,0733 99,7706
Sumber : Output SAP2000
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pada pasal
7.8.3 gaya lateral diberikan tiap lantai gedung.
Distribusi gaya seismik lateral ditentukan dengan
persamaan berikut :
4.3
dan,
4.4
Dari persamaan di atas akan didapat nilai
distribusi gaya lateral secara vertikal tiap lantai yang
disajikan pada tabel 4.5 untuk arah X dan tabel 4.6
untuk arah Y.
Tabel 4.5 Gaya Lateral tiap lantai (kN-m) Arah X Story Wi Hi kx wihi
kx Cvx Vx Fix Vix
Atap 551,4084 4
1,4945
121694,024 0,12306
4572,159
562,678 562,678
Lantai 9 867,9499 3,6 168812,859 0,17072 780,543 1343,22
Lantai 8 877,4775 2,9 147043,999 0,14871 679,89 2023,113
Lantai 7 881,4332 3,3 127680,015 0,1291 590,356 2613,468
Lantai 6 881,4332 3,4 108272,033 0,1094 413,554 3114,087
Lantai 5 899,5884 3,4 89441,990 0,0904 339,022 3527,642
Lantai 4 906,5566 3,4 73322,565 0,0744 264,261 3866,665
Lantai 3 906,4494 3,5 57153,525 0,0432 193,734 4130,927
Lantai 2 926,6341 3,4 41901,193 0,0293 133,801 4324,467
Lantai 1 943,6756 3,6 28939,027 0,0095 79,0414 4570,154
Total 964261,2
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Tabel 4.6 Gaya Lateral tiap lantai (kN-m) Arah Y Story wi Hi Ky wihiky Cvy Vy Fiy Viy
Atap 551,4084 4
1,517
132270,9 0,5512
4434,66
2442,08 2444,09
Lantai 9 867,9499 3,6 183127,26 0,7630 3383,8 5687,88
Lantai 8 877,4775 2,9 159172,79 0,6643 2942,7 8769,05
Lantai 7 881,4332 3,3 137887,28 0,5741 2154,93 11316,9
Lantai 6 881,4332 3,4 116622,3 0,4859 1774,91 13471,8
Lantai 5 899,5884 3,4 96056,19 0,4002 1450,12 15246,7
Lantai 4 906,5566 3,4 78478,75 0,3269 1133,86 16696,8
Lantai 3 906,4494 3,5 60930,54 0,2538 842,33 17822,7
Lantai 2 926,6341 3,4 44455,61 0,1852 564,91 19208,1
Lantai 1 943,6756 3,6 17880,05 0,1137 337,39 19538,5
Total 1026882
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Dari kedua tabel di atas nilai gaya geser dari
tiap lantai struktur dan gaya geser dasar, dimana
gaya geser dasar pada arah X didapat nilai 4572,159
kN dan untuk arah Y didapat nilai 4434,66 kN.
Untuk perhitungan berikutnya bahwa nilai yang
diperlukan dalam perbandingan ialah gaya geser,
sehingga nilai-nilai gaya geser lantai tidak
ditampilkan untuk perhitungan keseluruhan.
Analisis pushover merupakan analisis yang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari sebuah
struktur gedung. Hasil dari analisis ini berupa kurva
kapasitas (capacity curve), titik terjadi (performance
point) dan titik-titik terbentuknya sendi plastis. Dari
hasil tersebut dapat diketahui level kinerja seismik
struktur gedung sehingga dapat diidentifikasi
bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus
untuk stabilitasnya.
Dalam analisis dilakukan dengan dua tahap,
yang pertama struktur akan diberi beban gravitasi
yang merupakan kombinasi beban mati dan beban
hidup dengan faktor pengali yang ditentukan. Kedua
struktur diberi beban lateral secara bertahap,
intensitas pembebanan lateral pada tahap kedua
terus ditingkatkan bertahap sampai elemen struktur
yang paling lemah berdeformasi kemudian berlanjut
hingga struktur mengalami kegagalan/collapse.
Tahap 1
Pola distribusi beban berupa kombinasi beban mati
dan hidup yang diberikan faktor pengali. Pola
distribusinya sesuai dengan gaya geser tiap lantai
yang dihasilkan bangunan tersebut.
Tahap 2
Tahap ini pola distribusi beban berdasarkan proporsi
massa bangunan.
Hasil dari permodelan didapatkan besar
massa per lantai, pusat massa dan kekakuan.
Kemudian besarnya massa tiap-tiap lantai
diperhitungkan dalam analisis dinamik. Analisis
statik nonlinier struktur atau pushover analysis,
dilakukan sesuai dengan metode spektrum kapasitas
berdasarkan ATC 40 1996 menggunakan bantuan
aplikasi SAP2000.
Tabel 4.7 Perbandingan Performance point antara
spektral dan aktual
Performance
Point
Spektrum
Kapasitas
(spektral)
Kurva
Kapasitas
(aktual)
Sd / ∆roof 2,785 cm 3,621 cm
Sa / V 0,348 g 16974,712 kg Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
60
Berdasarkan analisis pushover dengan ATC-
40 prosedur B, kurva kapasitas spektrum dengan
demand spektrum digabung untuk memperoleh titik
perpotongan kurva yang disebut titik kinerja atau
performance point. Dari tabel 4.7 nilai titik kinerja
antara spektral dan aktual yang didapat dari
SAP2000 dibandingkan. Didapat nilai dari kurva
kapasitas aktual lebih besar nilainya dibandingkan
dengan spektrum kapasitas spektral setelah titik
dipotong. Nilai tersebut nanti akan menjadi
performance point yang bekerja di struktur sebelum
mengalami keruntuhan.
4.4.1 Simpangan Antar-Lantai
Setelah syarat rasio gaya ultimit dengan
kekuatan nominal elemen dipenuhi, dilakukan
pengecekan terhadap simpangan antar lantai sesuai
syarat SNI 03-1726-2012 pasa 7.12.1. Simpangan
maksimum akan terjadi pada kondisi pembebanan
gempa. Dari kombinasi pembebanan tersebut
didapatkan nilai-nilai simpangan antar-lantai dan
perpindahan lateral maksimum tiap-tiap lantai yang
memenuhi persamaan sebagai berikut:
∆i < 0,025 hsx (4.5) ∆i < 0,025 x 3000 ∆i < 75 mm
∆i = 0,001627 x 3000 = 4,881 mm ≤ 75 mm memenuhi
4.4.2 Pembentukan Sendi
Properti sendi dalam pemodelan ini untuk
elemen kolom menggunakan tipe sendi P-MM,
karena pada elemens kolom terdapat hubungan gaya
aksial dan momen (diagram interaksi P-M),
sedangkan untuk elemen balok mengunakan tipe
sendi default-M3, karena balok efektif menahan
gaya momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3),
sehingga sendi platis diharapkan terjadi pada elemen
balok. Sendi diasumsikan terletak pada masing-
masing ujung elemen balok dan elemen kolom, pada
saat meng-input tipe sendi pada elemen kolom dan
balok, menu Relative Distance diisi angka 0 dan
angka 1. Angka 0 menunjukan pangkal balok atau
kolom dan angka 1 menunjukan ujung balok atau
kolom.
Pembentukan sendi plastis terjadi di saat
struktur tidak mampu menahan gaya dalam. Dari
hasil analisa yang dilakukan diketahui letak sendi
plastis yang terjadi pada struktur. Pada gambar 4.3
struktur berada pada step 4 sudah terlihat adanya
sendi plastis yang tersebar banyak berada di daerah
balok. Hal ini menunjukan bahwa distribusi sendi
plastis pada model tanpa bresing terjadi sekitar
daerah balok walaupun ada juga terdapat di bagian
kolom.
Gambar 4.3 Sebaran sendi plastis pada rangka
tanpa bresing
Pada step 4 ini model struktur tanpa bresing
masih berada di level kinerja aman dan kerusakan
yang ditimbulkan sangat kecil. Untuk step
setelahnya, sebaran sendi plastis hampir berada di
daerah balok dan kolom.
Gambar 4.4 Sebaran sendi plastis pada rangka
bresing kosentrik
Pada model struktur dengan bresing
konsentrik sendi plastis banyak terbentuk didaerah
bresing dan balok. Sendi plastis yang terbentuk
sesuai dengan yang ditinjau dimana rangka bresing
terlebih dahulu mengalami keruntuhan.
Gambar 4.5 Sebaran sendi plastis pada rangka
bresing eksentrik
Pada Gambar 4.5 model struktur bresing
eksentrik sendi plastis banyak terjadi pada pada
sambungan link dengan bresing. Link membantu
bresing agar mampu menahan kerusakan yang
terjadi pada balok sehingga link yang terlebih
dahulu mengalami keruntuhan.
Perbandingan Kinerja Struktur
Dari hasil analisa yang dilakukan dengan
program SAP2000 diperoleh perbedaan yang utama
dari permodelan bresing kosentrik maupun eksentrik.
Kekuatan Struktur
Untuk menganalisis kekuatan dari struktur,
dibutuhkan parameter yaitu beban leleh dan beban
ultimit. Beban leleh adalah besarnya gaya pada saat
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
61
terjadinya kelelehan pertama pada elemen struktur,
diharapkan terjadi pada sambungan bresing antar
kolom dan balok. Sedangkan untuk beban ultimit
adalah beban maksimum sesaat sebelum keruntuhan
pertama elemen struktur. Setelah itu digunakan
beban maksimum yang mewakili kekuatan struktur
yang dianalisis yang disajikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Perbandingan Kekuatan Struktur
Berdasarkan Analisis Pushover
PUSHOVER PUSH-X
(kN)
PUSH-Y
(kN)
Tanpa Bresing 177398.46 151687.67
Konsentrik 230053.43 185912.94
Eksentrik 235364.54 201678.92
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Berdasarkan tabel di atas, pada struktur
bresing eksentrik dapat menahan beban yang lebih
besar jika dibandingkan dengan model tanpa bresing
dan struktur bresing konsentrik. Hal ini terjadi
karena di dalam permodelan bresing eksentrik
terdapat link yang menyambungkan antara bresing
dengan struktur balok berbeda dengan konsentrik
yang langsung disambungkan diantara balok dan
kolom. Link sebagai perkuatan mampu menahan
gaya geser yang disalurkan dari balok dan bresing.
Kekakuan Struktur
Kekakuan struktur didapat berdasarkan
perbandingan antara gaya dengan
deformasi/perpindahan pada saat terjadinya sendi
plastis pada struktur. Dari persamaan dibawah
diperoleh nilai kekakuan yang terdapat pada tabel
4.9.
Kekakuan =
Tabel 4.9 Perbandingan Kekakuan Struktur
Berdasarkan Analisis Pushover
PUSHOVER PUSH-X (kN/m)
PUSH-Y (kN/m)
Tanpa Bresing 927672,4 2422572
Konsentrik 4827831 9120002
Eksentrik 2215949 3314209
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Untuk kekakuan arah-X nilainya lebih besar
dibandingkan dengan kekakuan arah-Y. Pada arah-X
bresing lebih berfungsi menahan gaya lateral
daripada arah-Y karena pada arah-Y merupakan
sumbu kuat sebagian besar kolom. Sehingga bresing
memiliki efektifitas yang cukup tinggi dalam
menahan gaya lateral dan meningkatkan kekakuan
struktur. Dari tabel juga dapat terlihat bahwa nilai
kekakuan model dengan bresing eksentrik lebih
besar daripada model lainnya.
Daktilitas
Nilai daktilitas didapatkan dari perbandingan
antar simpangan/deformasi maksimum struktur pada
saat kondisi di ambang keruntuhan dengan
simpangan/deformasi pada saat terjadinya sendi
plastin. Bagi perencanaan bangunan tahan gempa,
semakin besar nilai daktilitas bangunan maka
semain baik bangunan tersebut dalam memberikan
respon akibat gaya lateral gempa. Faktor daktilitas
pada struktur tanpa bresing dapat dihitung dengan
persamaan 4.6 dan parameter daktilitas pada tabel
4.10 sebagai berikut :
(4.6)
Tabel 4.10 Parameter daktilitas struktur gedung
Sumber : SNI 1726:2002
Daktilitas
memenuhi
Nilai µ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas
untuk struktur gedung yang berperilaku elastik
penuh, sedangkan adalah nilai faktor daktilitas
maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem
struktur gedung. Adapun untuk nilai-nilai daktilitas
dari analisis ini pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Perbandingan Daktilitas Struktur
Berdasarkan Analisis Pushover
PUSHOVER PUSH-X
(m) PUSH-Y
(m)
Tanpa Bresing 2.34 2.23
Daktail Parsial Daktail Parsial
Konsentrik 1.82 2.42
Daktail Parsial Daktail Parsial
Eksentrik 1.78 2.59
Daktail Parsial Daktail Parsial
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Struktur yang dimodelkan tanpa
menggunakan bresing memiliki nilai daktilitas
parsial yaitu 2,34 pada arah X dan 2,23 pada arah Y.
Hal sama juga terdapat pada model struktur bresing
konsentrik dan eksentrik tidak terlalu jauh terlihat
perbedaannya. Pada bresing konsentrik memiliki
nilai 1,83 untuk arah X dan 2,42 untuk arah Y dan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
62
bresing konsentrik memiliki nilai 1,78 untuk arah X
dan 2,59 untuk arah Y dimana taraf kinerja struktur
adalah daktail parsial. Hal ini mungkin terjadi akibat
profil dari struktur bangunan yang sama sehingga
tidak terlihat perbedaannya secara signifikan.
Perfomance Point
Evaluasi kinerja struktur didapat dari kurva
pushover berdasarkan kebutuhan (demand) dengan
kapasitas (capacity). Kurva kapasitas didapat secara
otomatis dari hasil SAP2000 berdasarkan analisis
pushover dengan mereduksi respons spektrum
sesuai dengan damping ratio yang terjadi karena
adanya plastifikasi akibat pembebanan yang
diberikan. Setelah itu diperoleh performance point
serta pada step ke berapa performance point tersebut
tercapai.
Hasil kurva kapasitas dan kebutuhan
disajikan menurut metode ATC-40 yang menjadi
salah satu metode analisis nonlinier pushover di
SAP2000. Berikut gambar 4.6 yang merupakan hasil
kurva pushover tanpa menggunakan bresing.
Gambar 4.6 Performance Point pada model tanpa
bresing
Pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat dibandingkan
kurva yang nilai performance point antara bresing
konsentrik dan bresing eksentrik sebagai berikut :
Gambar 4.7 Performance Point pada model
konsentrik
Gambar 4.8 Performance Point pada model
eksentrik
Dari kurva pushover selanjutnya akan
muncul titik kinerja berdasarkan parameter yang
disajikan pada tabel 4.12 di bawah ini.
Tabel 4.12 Evaluasi kinerja struktur
Model Arah
Performance point
V (kN) Dt
(m)
Level
kinerja
βeff Teff
(detik)
Tanpa
Bresing
X 530628,6 0,572 LS 0,052 4,185
Y 973873,9 0,402 IO 0,027 6,921
Konsentrik X 897976,6 0,186 IO 0,050 1,389
Y 1212960,2 0,133 IO 0,032 2,682
Eksentrik X 853140,5 0,385 IO 0,050 2,764
Y 987634,3 0,298 IO 0,028 2,835
Pada penelitian ini, tingkatan kinerja yang
ditargetkan ialah Life Safety (LS). Berdasarkan
gambar kurva di atas menunjukkan bahwa terjadinya
performance point, sendi plastis yang terjadi masih
dalam tingkatan Immediate Occupancy (IO) dan
beberapa dalam tingkat Life Safety (LS) pada model
tanpa bresing dan dengan menggunakan bresing
eksentrik maupun konsentrik. Sehingga, struktur
bangunan dapat dikatakan memiliki kinerja yang
sangat baik.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Perilaku struktur pada struktur tanpa bresing
banyak terjadi pada daerah sekitar balok dan
kolom sedangkan pada struktur rangka
konsentrik keruntuhan terjadi pada daerah
sambungan bresing dengan balok atau bresing
dengan kolom dan pada struktur rangka
eksentrik keruntuhan terjadi pada daerah sekitar
bresing dengan link, bresing dengan balok dan
sedikit pada daerah kolom. Hal ini sesuai
dengan asumsi di mana struktur dengan
tambahan bresing akan sedikit mengalami
keruntuhan atau sendi plastis pada balok dan
kolom. Penyebaran sendi plastis pada bresing
sangat membantu untuk menahan struktur dari
keruntuhan terutama pada balok dan kolom.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
63
2. Perbandingan gaya dan perpindahan
menghasilkan nilai kekakuan dalam hal ini
bresing eksentrik lebih besar dibandingkan
dengan bresing konsentrik dari arah Y yaitu
185912,94 kN dan 201678,92 kN sedangkan
untuk arah X adalah 230053,43 kN dan
235364,54 kN.
3. Dari hasil perhitungan dengan bantuan software
SAP2000 menunjukan bahwa struktur dengan
bresing yang ditinjau termasuk dalam level
kinerja Immediate Occupancy (IO), hal ini
berarti jika terjadi gempa gedung tidak
mengalami kerusakan struktural dan non
struktural sehingga banguan tersebut tetap
aman. Level kinerja IO adalah kategori derajat
kerusakan struktur yang digunakan pada
bangunan struktur yang melibatkan banyak
pengguna gedung seperti rumah sakit, gedung
pemerintah, dan pabrik, maka dengan level
tersebut ada kemungkinan penggunaan struktur
bangunan yang dianalisis dapat berubah fungsi
yang awalnya fungsi gedung adalah apartemen
dan hotel menjadi rumah sakit atau gedung
pemerintah. Untuk struktur tanpa bresing
sendiri sebenarnya masih memenuhi batas aman
yaitu Life Safety (LS) di mana komponen
struktur maupun non-struktur masih ada tapi
mengalami kerusakan. Level kinerja LS adalah
derajat kerusakan yang banyak digunakan pada
fungsi bangunan seperti apartemen, hanya saja
persentase kekuatan bangunan berkurang dan
harus segera dilakukan perbaikan sebelum
digunakan kembali.
4. Perbandingan gaya geser maksimum antara
struktur tanpa bresing arah X adalah 530628,6
kN dengan level kinerja adalah LS dan arah Y
adalah 9738739 kN dengan level kinerja adalah
IO sedangkan struktur bresing konsentrik arah
X adalah 897976,6 kN dan arah Y adalah
1212960,2 kN dengan level kinerja IO dan pada
struktur bresing eksentrik arah X adalah
853140,5 kN dan arah Y adalah 987634,3 kN
dengan level kinerja IO. Dari nilai tersebut
didapat ketahanan struktur konsentrik lebih kuat
daripada struktur tanpa bresing dan dengan
bresing eksentrik. Akan tetapi level kinerja
yang terjadi baik struktur tanpa bresing dengan
struktur menggunakan bresing masih dalam
kategori aman untuk fungsi bangunan
apartemen. Sehingga baik struktur dengan
bresing maupun tanpa bresing sebenarnya dapat
digunakan walau pada kategori LS harus
dilakukan perbaikan struktur dan non-struktur
terlebih dahulu sebelum struktur digunakan
kembali.
5.2 Saran
1. Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis
statik non-linier yang lebih meninjau pada
performance point dari struktur.
2. Gedung yang dianalisis hanya berupa 10 lantai,
untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan
dengan 15 lantai atau lebih.
3. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini
menggunakan struktur baja, untuk penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan struktur
beton atau baja komposit.
4. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini
hanya melakukan dua variasi yaitu rangka
kosentrik dan eksentrik, untuk penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan struktur
rangka lainya.
Daftar Pustaka 1. Applied Technology Council, ATC-40. 1996.
Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete
Buildings, Volume I. California. Seismic Safety
Commission State of California.
2. Badan Standarisasi Nasional. 1983. Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.
Yayasan LPMB Bandung.
3. Badan Standarsasi Nasional. 2002. SNI 1726-
2012 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung. Jakarta.
4. Badan Standarsasi Nasional. 2012. SNI 1726-
2012 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung. Jakarta.
5. Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI
1727:2013 : Beban minimum untuk
perancangan bangunan gedung dan struktur
lain. Jakarta.
6. Chen, W.F. and Lui, E.M., 2006, Earthquake
Engineering for Structural Design. New York :
CRC Press.
7. Chopra, Anil.K. 1995. Dynamic of Strukture.
New Jersey. Englewood Cliffs.
8. Dewobroto, Wiryanto. 2005. Evaluasi Kinerja
Bangunan Baja Tahan Gempa dengan Analisa
Pushover pada SAP2000. Jurnal Teknik Sipil :
Universitas Pelita Harapan.
9. Ekaputra, Yudha Aditia. 2016. Studi Kasus
Pengembangan dan Perilaku Dinamik Desain
Alternatif Struktur Eksisting Rangkaian Gedung
Hotel Zokino. Jurnal Teknik Sipil : Universitas
Mulawarman.
10. FEMA-273. 1997. NEHRP Guidelines For the
Seismic Rehabilitation of Buildings. Virginia.
American Society of Civil Engineers .
11. FEMA-356. 2000. Prestandard and
Commentary For The Seismic Rehabilitation Of
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi
Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
64
Buildings. Virginia. American Society of Civil
Engineers .
12. FEMA-440. 2005. Improvement of Nonliniear
Static Seismic Analysis Procedures. Virginia.
American Society of Civil Engineers .
13. Fransisca, D. M. (2016). Studi Performa
Struktur Gedung Bertingkat Ketidakberaturan
Torsi Berdasarkan Perencanaan Urutan Sendi
Plastis Dengan Pushover Analysis.
14. Hayu Prakosa P. 2010. Evaluasi Kinerja
Seismik Struktur Beton Dengan Analisis
Pushover Menggunakan Program Etabs ( Studi
Kasus : Gedung Rumah Sakit di Surakarta).
Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
15. Marwanto, A., Budi, A. S., & Supriyadi, A.
2014, September. Evaluasi Kinerja Struktur
Gedung 10 Lantai dengan Analisis Pushover
Terhadap Drift Dan Displacement
Menggunakan Software Etabs (Studi Kasus :
Hotel Di Wilayah Surakarta).
16. Rachman, N. Z., Purwanto, E., & Suptiyadi, A.
2012, Desember. Analisis Kinerja Struktur
Pada Gedung Bertingkat Dengan Analisis
Pushover Menggunakan Software Etabs (Studi
Kasus : Bangunan Hotel Di Semarang).
17. Schodek, Daniel L. 1991. Struktur. PT Eresco.
Bandung
18. Schueller, Wolfgang. 1998. Struktur Bangunan
Tingkat Tinggi. Bandung: PT ERESCO
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
65
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
SIFAT MEKANIS BETON DENGAN CAMPURAN PASIR
PANTAI DAN AIR LAUT
Arbain Tata
Prodi Teknik Sipil, Universitas Khairun, Jl. Jusuf Abdulrahman, Ternate, 97717, [email protected]
ABSTRAK
Agregat halus dari pasir pantai sebagai komponen beton talah banyak digunakan di daerah kepulauan. Pasir
pantai sebagai salah satu jenis agregat halus tersedia dalam jumlah banyak tetapi kualitas disetiap daerah masih
perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat mekanis beton campuran pasir pantai dengan variasi
quarry yang berbeda.
Tiga sumber pasir pantai yang berbeda yaitu: Loto, Kusu dan Akelamo dengan FAS yang bervariasi, juga
diteliti hubungan terhadap tingkat salinitasnya. Benda uji selinder ukuran 150x300 diuji pada umur beton 28 hari.
Dari hasil penelitian dihasilkan kuat tekan beton masing-masing menunjukkan pasir Loto mempunyai nilai kuat
tekan lebih tinggi dari pasir Kusu dan Akelamo.
Hubungan antara FAS dengan kuat tekan menunjukkan kekuatan berkurang seiring dengan bartambahnya
nilai FAS. Ditinjau dari salinitasnya menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang siknifikan dari ketiga sumber pantai.
Kuat tekan beton dengan bahan campur air tawar dibanding air laut pada pasir Loto, Akelamo, dan Kusu
menunjukkan lebih kuat dengan selisih 2.04%, 3.09 % dan 2.16%.
ABSTRACT
The fine aggregates sourced from coastal sand as concrete components have been widely used in the
archipelagic regions. Apart from its abundant availability, the qualities of the types of fine aggregates in different
regions still need to be studied. This study aims to determine the mechanical properties of concrete sand beach
mixtures with different quarry variations.
Beach sand from three different regions which are Loto, Kusu and Akelamo were also examined in
relation to the level of salinity with varying water to cement ratio (WCR). A set of 150mm x 300 mm cylindrical
specimens were tested on their 28 days.The results show that test materials with sands from Loto area have higher
compressive strength values than those using sands from Kusu and Akelamo.
The relationship between WCR and compressive strength shows that strength decreases with increasing
WCR value. In terms of salinity, there was no significant differences on the materials from the three coastal sources.
The compressive strength of concrete with mixed freshwater materials compared to seawater in the sand of Loto,
Akelamo, and Kusu showed stronger with a difference of 2.04%, 3.09% and 2.16%.
Keywords: FAS, kuat tekan, salinitas.
1. PENDAHULUAN
Kualitas karakteristik agregat halus yang
difungsikan sebagai komponen struktural beton
memiliki peran penting dalam menentukan
karakteristik kualitas dari beton yang dihasilkan,
sebab agregat halus menempati sebagian besar
volume beton. Pasir pantai merupakan salah satu
jenis material agregat halus yang mempunyai
ketersediaan dalam jumlah yang besar, namun
secara kualitas perlu diteliti lebih lanjut lagi
terhadap struktur beton. Pada umumnya
pembangunan di Provinsi Maluku Utara khususnya
pada daerah pesisir pantai masih menggunakan
pasir pantai sebagai agregat halus dalam
pembuatan konstruksi beton.
Salah satu bahan penyusun beton adalah air,
fenomena skarang ini kebutuhan air yang
memenuhi syarat dalam penggunaannya mulai
berkurang. Dunia teknik sipil telah memikirkan
tentang kedepan potensi air bersih (air tawar)
yang difungsikan sebagai bahan campuran beton
akan berkurang. Data dari PBB dan organisasi
metodologi dunia memprediksikan sekitar 5 milyar
orang akan kekurangan air minum. dalam
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
66
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
konferensi tersebut juga menyatakan bahwa di
tahun 2025 setengah dari umat manusia akan tingal
pada daerah yang kekurangan air bersih (air tawar).
Nobuaki otsuki dkk. (2011). Dari fenomena
tersebut, melihat potensi sumber air laut yang
begitu melimpah maka ada pemikiran untuk
mengunakan air laut sebagai bahan pencampuran
beton. Penggunaan air laut dapat dipakai untuk air
pencampur maupun perawatan mortar dan beton.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan karakteristik beton dengan campuran
pasir pantai dan air laut. Beton adalah suatu ikatan
yang berasal dari material pembentuk berupa
campuran yang terdiri dari semen, air, agregat
(kasar dan halus). Campuran air dan semen akan
membentuk pasta semen yang memiliki fungsi
sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat kasar
dan agregat halus berfungsi sebagai bahan pengisi
(Tata, A. dkk, 2019). Pasir pantai adalah pasir yang
berasal dari pesisir pantai yang berbutir halus dan
bulat karena disebabkan oleh gesekan. Pasir pantai
mengandung garam sehingga pasir pantai dianggap
paling jelek. Garam yang terkandung dalam pasir
dapat menyebabkan pasir pantai selalu dalam
kondisi agak basah dan menyebabkan
pengembangan jika telah menjadi bangunan (Tata,
A. dkk, 2016).
Pengaruh air laut sebagai air pencampur
mortar dan beton menunjukan bahwa air laut dapat
digunakan sebagai air pencampur dan air
perendam. Meskipun pengaturan waktu semen
menjadi lebih lama dengan mengunakan air laut
(Tjaronge, M. W, 2013). Air laut dapat digunakan
sebagai air pencampur maupun sebagai air
perawatan dalam produksi mortar dan beton. Pasir
laut dan agregat kasar dari sungai mampu diikat
oleh pasta yang terbuat dari air laut dan
semenportland komposit untuk menghasilkan kuat
tekan beton struktural (Tjaronge, M. W. dkk,
2014).
Dari hasil pengujian kuat tekan beton pada
penelitian terdahulu dengan agregat halus pasir
pantai dan pasir gunung nampak ada penurunan
kekuatan yang signifikan. Pada pasir Gunung
Kalumata menghasilkan kuat tekan sebesar 24,96
MPa dengan kuat tekan rencana fc 25 MPa. Dan
untuk pasir pantai dari tiga wilayah yang berbeda
yaitu pasir pantai Mangoli, Sosowomo dan Loto.
Ternyata pasir pantai menghasilkan variasi
kekuatan yang cukup signifikan yaitu, pasir Loto
menghasilkan kuat tekan sebesar 22,84 MPa, kuat
tekan pasir pantai Mangoli sebesar 19,21 MPa,
pasir pantai Sosowomo sebesar 16,25 MPa (Tata,
A. dkk, 2017).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian
eksperimental yang dilakukan di Laboratorium
Struktur Dan Bahan Prodi Sipil Fakultas Teknik
Universitas Khairun Ternate. Quarry pasir pantai
tersebar di Maluku Utara dari pantai Loto, Pantai
Kusu dan pantai Akelamo. Diagram alir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 2.
2.1. Bahan
Data Sekunder berupa data lokasi
pengambilan sampel pasir pantai dan air laut di
Loto, Kusu dan Akelamo. Bahan-bahan yang
digunakan untuk pembuatan beton, diantaranya
semen portland tipe I, agregat kasar atau batu
pecah, berasal dari Togafo. Agregat halus (pasir
pantai) berasal dari Akelamo, Loto dan Kusu serta
air yang digunakan berupa air laut yang berasal
dari sekitar quarry masing-masing. Peralatan yang
digunakan dalam pengujian yaitu timbangan,
wadah berbentuk silinder, gelas ukur,
ayakan/saringan, wadah ember besar, talam,
sendok aduk, keranjang besi, alat penggantung
keranjang, handuk, piknometer, oven, sheive
sahaker, alat uji kuat tekan dan peralatan lainya.
Quarry agregat kasar seperti ditunjukkan pada
gambar 1.
Gambar 1. Quarry material agregat halus
2.2. Benda Uji
Benda uji selinder ukuran 150x300 diuji
pada umur beton 28 hari sebanyak 60 buah. Untuk
tiap variasi yaitu 20 buah sampel silinder pada
masing-masing Quarry. Uji porositas pada umur
28 hari dengan variasi FAS 0.40, 0.50, 0.6 dan
0.70. Setiap FAS menggunakan 5 benda uji.
Komposisi benda uji untuk variasi FAS dapat
dilihat pada tabel 1.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
67
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
Tabel 1. Jenis kode benda uji masing-masing
FAS
Quarry
P.Loto P. Kusu P. Ake
Lamo
0,40 L-0,40 K-0,40 A-0,40
0,50 L-0,50 K-0,50 A-0,50
0,60 L-0,60 K-0,60 A-0,60
0,70 L-0,70 K-0,70 A-0,70
2.3. Tahapan Pengujian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
dengan tahap pelaksanaan yaitu :
a. Pemeriksaan bahan campuran beton
b. Pembuatan rencana campuran (mix design)
c. Pembuatan benda uji
d. Pemeliharaan terhadap benda uji (curing)
e. Pelaksanaan pengujian
f. Analisis hasil penelitian.
2.4. Pengujian Agregat
Pemeriksaan agregat kasar dan halus mengacu ke
SNI , adapun pengujian agregat adalah :
Gambar 2. Diagram alir penelitian
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
68
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
2.4.1. Pengujian agregat kasar
Pengujian agregat kasar meliputi :
1. Pengujian analisa saringan (gradasi)
2. Pengujian berat jenis dan penyerapan
3. Pengujian kadar air
4. Pengujian kadar lumpur
5. Pengujian Keausan
2.4.2. Pengujian agregat halus
Pengujian agregat halus dengan tiga Quarry
berbeda meliputi :
1. Pengujian analisa saringan (gradasi)
2. Pengujian berat jenis dan penyerapan
3. Pengujian kadar air
4. Pengujian kadar lumpur
2.4.3. Salinitas air laut
Sebelum air laut digunakan dalam
pembuatan beton, air laut perlu diuji terlebih
dahulu kandungan salinitasnya. Sebab dalam
penggunaan air laut sebagai bahan pencampur
beton harus memiliki kriteri tertentu, dimana air
laut dapat digunakan jika kandungan salinitasnya
maksimal berkisar antara 3% - 3.6% (M. W
Tejaronge 2014).
2.5. Rancangan Campuran
Rancangan campuran beton pada penelitian
ini menggunakan metode SNI (Standar Nasional
Indonesia) dengan mutu beton rencana 25 MPa.
2.6. Pengujian Kuat Tekan
Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan
setelah beton berumur 28 hari. Pada mesin uji
tekan benda diletakkan dan diberikan beban
sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban
maksimum bekerja.
Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia
(PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat
dihitung dengan rumus :
…………………...………..(1.1)
Dimana:
f’c = Kuat tekan beton (MPa)
P = Beban tekan maksimum (kN)
A = Luas penampang benda uji (mm2)
3. HASIL DAN DISKUSI
3.1. Properties Agregat
Tabel 2. Hasil pengujian agregat kasar
Jenis Pengujian Hasil
Pemeriksaan
Spesifikasi
Kadar lumpur 0,54% 0,2% - 1%
Kadar air 0,46% 0,5% - 2%
Penyerapan 2,06% 0,2% - 4%
Berat jenis kering
oven 2,26 1,6 – 3,2
Berat jenis kering
permukaan 2,31 1,6 – 3,2
Berat jenis kering
semu 2,37 1,6 – 3,2
Modulus Kehalusan 7,53% 5% - 8%
Keausan 32% < 40%
Berdasarkan tabel 2, agregat halus yang
digunakan hanya kadar air yang tidak memenuhi
spesifikasi sesuai SNI.
Tabel 3. Hasil pengujian agregat halus
Jenis
Pengujian
Hasil Pemeriksaan Spesifikasi
Loto Kusu Ake
Lamo
Kadar lumpur
0,67% 1,33% 1,5% 0,2% - 5%
Kadar air 13,32
% 4,44% 4,45% 3% - 5%
Penyerapan 3,09% 4,18% 5,82% 0,2% - 2%
Berat jenis
kering oven 2,55 2,47 2,42 1,6 – 3,2
Berat jenis
kering permukaan
2,63 2,57 2,56
1,6 – 3,2
Berat jenis
kering semu
2,77 2,76 2,82 1,6 – 3,2
Modulus
Kehalusan 1,80% 1,82% 1,82% 1,5% -3,8%
Berdasarkan tabel 3, agregat halus yang
digunakan umunya memenuhi spesifikasi sesuai
SNI, kecuali untuk kadar air quarry Loto,
Peyerapan air pada masing Quarry.
3.2. Rancangan Campuran Beton
Perencanaan campuran beton dengan kuat
tekan 25 MPa dengan dengan metode SNI.
Kebutuhan material bahan per 1 m³ sebagai berikut
Tabel 4. Kebutuhan campuran beton per 1 m3
Material Berat Beton Kg/m3
Semen 487,50
Pasir 622,70
Batu Pecah 1024,80
Air 195,00
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
69
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
3.3. Pengujian Salinitas Air Laut
Tabel 5. Nilai Salinitas dari tiga Quarry agregat
halus
Benda Uji Hasil pengujian
Refractive Index (nD)
Relation Between
Brix Value (%)
ppm(‰)
Air Laut Pantai Loto
1,3365 3 30.000
Air Laut Pantai Akelamo
1,3353 2 20.000
Air Laut Pantai kusu
1,3365 3 30.000
Ket:
ALPT : Air Laut Pantai Loto ALPK : Air Laut Pantai Kusu
ALPA : Air Laut Pantai Akelamo
Gambar 3. Salinitas tigs quarry material
agregat
Dari hasil pengujian salinitas untuk air laut
Pantai Loto dan air laut Pantai Kusu memiliki nilai
salinitas yang sama yaitu 1,3365 untuk satuan
Refractive Index (nD), 3% untuk satuan Relation
Between Brix Value (%) dan 30.000 untuk satuan
Part Per Million (ppm).
Untuk hasil pengujian salinitas air laut Pantai
Akelamo, diperoleh nilai nilai salinitas 1,3353
untuk satuan Refractive Index (nD), 2% untuk
satuan Relation Between Brix Value (%), dan
20.000 untuk satuan Part Per Million (ppm). Dari
hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa nilai
salinitas yang diperoleh, air laut pantai Loto, pantai
Kusu dan pantai Akelamo memenuhi standar yang
telah ditentukan, meski memiliki perbedaan nilai
salinitas yang tidak signifikan. Dan untuk ketiga
air laut tersebut memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai air pencampur pada pembuatan beton.
3.4. Kuat Tekan
Gambar 4. Hubungan Kuat Tekan Dengan
Faktor Air Smen (FAS)
Kuat tekan dari sumber agregat kasar yang
digunakan untuk campuran beton mempunyai
kecenderungan yang sama yaitu makin kecil
(FAS) maka makin tinggi pula nilai kuat tekan
yang diperoleh, sebaliknya semakin besar nilai
(FAS) maka semakin rendah pula nilai kuat tekan
beton, faktor air semen (FAS) juga sangat
berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang
dihasilkan.
Dengan menggunakan analisa regresi
diperoleh hubungan kuat tekan dan FAS rata-rata
untuk quarry agregat halus pasir pantai Loto, Kusu
dan Akelamo masing-masing y = -3.789x +
27.230, y = -5.679x + 30.480 dan y = -4.9612 +
26.629. R2 dari ketiga persamaan tersebut lebih
besar dari 0,9 ini memperlihatkan bahwa FAS
cenderung mempengaruhi kuat tekan beton rata-
rata.
Ket:
PP-LO: Pasir Pantai Loto PP-AK: Pasir Pantai Kusu
PP-KS : Pasir Pantai Akelamo
PG-KL: Pasir Normal Kalumata
Gambar 5. Nilai kuat tekan beton agregat halus
pasir pantai dengan campuran air
tawar FAS 0,48.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
70
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
Gambar 6. Nilai kuat tekan beton agregat
halus pasir pantai dengan
campuran air laut FAS 0,48.
Gambar 7. Nilai kuat tekan beton agregat halus
pasir pantai dengan campuran air
laut dan air tawar FAS 0,48.
Kuat tekan beton dengan bahan campur air
tawar dibanding air laut pada pasir Loto
menunjukkan lebih kuat dengan selisih 2.04%,
pasir Akelamo 3.09 % dan pasir Kusu 2.16%.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan semakin besar nilai FAS maka kuat
tekan beton rata-rata mengalami penurunan. Pada
Quarry yang berbeda penggunaan pasir pantai
sebagai agregat halus dapat menurunkan kekuatan
beton. Akbat menggunakan campuran air laut
maka campuran beton dapat juga menurunkan
kekuatan beton hingga 2%.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM C330-03, (1996), Standard Specification
for Lightweight Aggregates for Structural
Concrete, ASTM Standards: Concrete and
Aggregates, V.04.02., Philadelphia.
ASTM C567-91, (1996), Test Method for Unit
Weight of Structural Lightweight Concrete,
ASTM Standards: Concrete and Aggregates,
V.04.02., Philadelphia.
ASTM C39-94, (1996), Test Method for
Compressive Strength of Cylindrical
Concrete Specimens, ASTM Standards:
Concrete and Aggregates, V.04.02.,
Philadelphia.
ASTM C496-96, (1996), Test Method for Splitting
Tensile Strength of Cylindrical Concrete
Specimens, ASTM Standards: Concrete and
Aggregates, V.04.02., Philadelphia.
Arizki, R. Sari, I. (2015) Jurnal Sipil Statik,
Pengaruh Jumlah Semen dan Fas Terhadap
Kuat Tekan Beton dengan Agregat yang
Berasal Dari Sungai, Vol.3
Dumyati, A. (2015). Jurnal Fropil, Analisis
Penggunaan Pasir Pantai Sampur sebagai
Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan Beton,
Volume 3 Nomor 1.
Maulani, E (2016). Teras Jurnal, Tinjauan Kuat
Tekan dan Modulus Elastisitas Beton pada
Campuran Diatomae Sebagai Aditif, Vol.6,
No.2.
Mulyono, T. (2005). Teknologi Beton. Penerbit
ANDI: Yogyakarta.
Maria M. Pade, (2013). Pemeriksaan Kuat Tekan
Beton dan Modulus Elastisitas Beton
Beragregat Kasar Batu Ringan Ape dari
Kepulauan Talaud, Jurnal Sipil Statik. Vol 1
No.7.
Otsuki, Nobuaki. 2011. Possibility Of Sea Water
As Mixing Water In Concrete. Conference on
Our World in Concrete & Structures. Tokyo
Institute of Technology, Japan.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
71
Volume 3, Nomor 1 Mei 2019
Tata, A. Sultan, M. A. Sumartini, (2016). Pengaruh
Penambahan Abu Sekam Padi Sebagai
Campuran Bahan Baku Beton Terhadap Sifat
Mekanis Beton. Jurnal SIPILsains, Vol 06
(11). pp. 23-30.
Tata, A. dkk (2017). Studi Karakteristik Agregat
Pasir Pantai Mangoli, Sosowomo dan Loto
Sebagai Bahan Campur Beton. Jurnal
Tecnno. Vol 06 (02). pp. 1-8.
Tata, A. Frederik Raffel, A. Ihsan, M. and
Djamaluddin, R. (2019). GFRP-sheet
strengthened RC beams after seawater
immersion under monotonic and fatigue
loads, M ATEC Web of Conferences, Bali,
Indonesia, pp.1-11
Tjaronge M. W. dkk, 2014. Kuat Tekan Lentur
Yang Menggunakan Air Laut, Pasir Laut dan
Semen PPC. Jurnal Sains, Makassar.
Tjaronge, M. W, Hamada, H. Irmawaty, R. and
Sagawa, Y (2013). Influence Of The Curing
Method On Comprssive Strength And
Porosity Of Concrete Mixed With Sea Water,
Marine Sand And Fly Ash, Proceedings of
the 7th International Conference on Asian
and Pacific Coasts Bali, Indonesia, pp. 799-
801.