tembikar prasejarah-protosejarah di kawasan …

14
147 TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH: KAJIAN BAHAN BAKU BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFIS Prehistoric-Protohistoric Pottery of Northern Coastal Sites of Central Java: Raw Materials Studies Based on Petrographic Analysis Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta [email protected] Naskah diterima : 11 Oktober 2017 Naskah diperiksa : 16 November 2017 Naskah disetujui : 22 November 2017 Abstract. Pottery is one of the technologies developed since Neolithic period. There are many prehistoric-protohistoric sites in Indonesia, one was found in Binangun, Leran, Plawangan, and Tanjungan sites which located in Balong Mulyo Village, Kragan District, on the north coast of Rembang Regency, Central Java Province. The problem is whether any relationship between human and environment. As an artifact that holds important role in prehistoric period, pottery can give information about technology, raw materials and distribution at the time. For this research, petrograph analysis was used to get more data about the Neolithic pottery. Petrographic analysis was then conducted to both potteries from this research and from Balong Mulyo to compare the raw materials. This is one of the benefits of applying petrographic studies in archaeological research. The petrographic analysis showed that the potteries from Binangun, Leran, and Plawangan sites carry similar index value with ones from Balong Mulyo. In addition, the data from this petrographic study also provides an explanation about the ability of prehistoric people in utilizing the natural resources of their environment. Keywords: Pottery, Neolithic, Petrographic analysis, Raw material, Environment Abstrak. Tembikar atau sering disebut gerabah adalah salah satu teknologi yang berkembang pada masa prasejarah (neolitik) hingga sekarang. Tradisi teknologi neolitik itu salah satu di antaranya ditemukan di Desa Balong Mulyo, Kecamatan Kragan, di kawasan pantai utara Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Tembikar yang menjadi salah satu penanda situs- situs prasejarah-protosejarah banyak ditemukan di situs-situs Binangun, Leran, Plawangan, dan Tanjungan di kawasan pantai utara Kabupaten Rembang. Tembikar merupakan artefak yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia prasejarah. Permasalahannya adalah apakah terdapat hubungan antara manusia masa lampau dan lingkungannya dalam pengambilan sumber bahan tembikar. Banyak informasi yang dapat diketahui dari penelitian artefak tembikar, antara lain tentang teknologi, bahan baku dan distribusi. Adapun salah satu cara atau teknik dalam penelitian artefak tembikar yaitu analisis petrografi. Dengan membandingkan hasil analisis petrografis antara tembikar temuan dari hasil penelitian dan tembikar dari Balong Mulyo dapat diketahui ada atau tidak adanya kesamaan bahan baku tembikar. Inilah salah satu manfaat penerapan kajian petrografi dalam penelitian arkeologi. Hasil analisis petrografis ini diketahui bahwa tembikar Situs Binangun, Leran, dan Plawangan memiliki nilai indeks kedekatan yang tinggi dengan tembikar Balong Mulyo. Selain itu, hasil analisis petrografi juga dapat menginformasikan tentang bagaimana manusia memanfaatkan sumberdaya alam lingkungannya. Kata kunci: Tembikar, Neolitik, Analisis Petrografis, Bahan baku, Lingkungan

Upload: others

Post on 20-Apr-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

147

TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH: KAJIAN BAHAN BAKU

BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFISPrehistoric-Protohistoric Pottery of Northern Coastal Sites of Central Java:

Raw Materials Studies Based on Petrographic Analysis

Gunadi KasnowihardjoBalai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta

[email protected]

Naskah diterima : 11 Oktober 2017Naskah diperiksa : 16 November 2017Naskah disetujui : 22 November 2017

Abstract. Pottery is one of the technologies developed since Neolithic period. There are many prehistoric-protohistoric sites in Indonesia, one was found in Binangun, Leran, Plawangan, and Tanjungan sites which located in Balong Mulyo Village, Kragan District, on the north coast of Rembang Regency, Central Java Province. The problem is whether any relationship between human and environment. As an artifact that holds important role in prehistoric period, pottery can give information about technology, raw materials and distribution at the time. For this research, petrograph analysis was used to get more data about the Neolithic pottery. Petrographic analysis was then conducted to both potteries from this research and from Balong Mulyo to compare the raw materials. This is one of the benefits of applying petrographic studies in archaeological research. The petrographic analysis showed that the potteries from Binangun, Leran, and Plawangan sites carry similar index value with ones from Balong Mulyo. In addition, the data from this petrographic study also provides an explanation about the ability of prehistoric people in utilizing the natural resources of their environment.

Keywords: Pottery, Neolithic, Petrographic analysis, Raw material, Environment

Abstrak. Tembikar atau sering disebut gerabah adalah salah satu teknologi yang berkembang pada masa prasejarah (neolitik) hingga sekarang. Tradisi teknologi neolitik itu salah satu di antaranya ditemukan di Desa Balong Mulyo, Kecamatan Kragan, di kawasan pantai utara Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Tembikar yang menjadi salah satu penanda situs-situs prasejarah-protosejarah banyak ditemukan di situs-situs Binangun, Leran, Plawangan, dan Tanjungan di kawasan pantai utara Kabupaten Rembang. Tembikar merupakan artefak yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia prasejarah. Permasalahannya adalah apakah terdapat hubungan antara manusia masa lampau dan lingkungannya dalam pengambilan sumber bahan tembikar. Banyak informasi yang dapat diketahui dari penelitian artefak tembikar, antara lain tentang teknologi, bahan baku dan distribusi. Adapun salah satu cara atau teknik dalam penelitian artefak tembikar yaitu analisis petrografi. Dengan membandingkan hasil analisis petrografis antara tembikar temuan dari hasil penelitian dan tembikar dari Balong Mulyo dapat diketahui ada atau tidak adanya kesamaan bahan baku tembikar. Inilah salah satu manfaat penerapan kajian petrografi dalam penelitian arkeologi. Hasil analisis petrografis ini diketahui bahwa tembikar Situs Binangun, Leran, dan Plawangan memiliki nilai indeks kedekatan yang tinggi dengan tembikar Balong Mulyo. Selain itu, hasil analisis petrografi juga dapat menginformasikan tentang bagaimana manusia memanfaatkan sumberdaya alam lingkungannya.

Kata kunci: Tembikar, Neolitik, Analisis Petrografis, Bahan baku, Lingkungan

Page 2: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

148

1. PendahuluanPenelitian arkeologi prasejarah di

kawasan pantai utara Jawa Tengah dimulai sejak tahun 1978-an. Saat itu tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sedang melakukan penelitian di Situs Megalitik Terjan, Kabupaten Rembang mendengar berita ditemukannya kubur tempayan di Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, kira-kira 10.Km di utara Situs Terjan. Setelah dilakukan peninjauan oleh Haris Sukendar dan Rokhus Due Awe, sejak tahun 1978 Situs Plawangan menjadi prioritas penelitian Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Sukendar dan Awe 1982). Sejak itu, Situs Plawangan menjadi salah satu “situs unggulan” Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sehingga penelitian dilakukan secara berkesinambungan dari tahun 1982 hingga 1993 (Prasetyo 1994/1995). Dalam kurun waktu sepuluh tahun telah banyak artikel dan karya tulis ilmiah yang membahas tentang Situs Plawangan. Beberapa di antaranya adalah Bagyo Prasetyo dan Sudiono (1987) yang membahas tentang “Pengamatan Tata Ruang dan Potensi Fisik Plawangan, Suatu Model Rekonstruksi Sumber Daya Masa Lampau”. Adapun Santoso Soegondho (1987) juga membahas Situs Plawangan dalam artikel berjudul “Tinjauan terhadap Situs Plawangan”.

Setelah itu, tahun 2012 Situs Plawangan dan situs-situs lain di kawasan pantai utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mulai diteliti kembali dengan tema penelitian Pola Permukiman Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantai Utara Jawa oleh Balai Arkeologi Yogyakarta (Sekarang: Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta). Secara berturut-turut, mulai tahun 2012 penelitian dilakukan di Situs Binangun, Desa Binangun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Temuan penting dari ekskavasi adalah rangka manusia dan fragmen tembikar. Sedangkan hasil survei menemukan situs baru di Desa Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang (Tim Penelitian 2012). Pada tahun tim peneliti 2013 menindaklanjuti penelitian di Situs Leran, Kecamatan Sluke. Hasil penelitian situs ini sangat menggembirakan, yaitu ditemukannya beberapa rangka manusia dan fragmen tembikar (Tim Penelitian 2013). Selanjutnya, tahun 2014 dan 2015 dilakukan penelitian di Situs Tanjungan. Hasil penelitian di situs ini, antara lain, sisa-sisa kubur tempayan, fragmen artefak, dan struktur bangunan (Tim Penelitian 2014; Tim Penelitian 2015). Tahun 2016 dan 2017 penelitian di Situs Plawangan, temuan penting antara lain beberapa rangka manusia (situs kubur)

Gambar 1. Peta Keletakan Situs-situs Prasejarah-Protosejarah di Pantai Utara Jawa Tengah (Sumber: Gunadi 2017)

Page 3: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

149

dan beberapa fragmen artefak di lokasi lain yang diperkirakan sebagai situs hunian (Tim Penelitian 2016; Tim Penelitian 2017). Dari laporan hasil penelitian arkeologi di atas, telah ditulis beberapa artikel, baik oleh penulis sendiri (Kasnowihardjo 2014; Kasnowihardjo 2016) maupun oleh anggota tim penelitian (Noerwidi 2014), dan tulisan penulis bersama anggota tim lainnya (Kasnowihardjo et al. 2013).

Dalam penelitian tahun 2017 selain survei dan ekskavasi arkeologi, dilakukan pula pengumpulan data etnografi khususnya data tentang pengrajin tembikar pada masyarakat di Desa Balong Mulyo yang terletak kira-kira 1 Km sebelah timur Situs Plawangan. Kegiatan pengumpulan data etnografi diharapkan dapat membantu analisis, yang dalam disiplin arkeologi dikenal dengan istilah pendekatan etnoarkeologi yang lainnya. Data etnografi, seperti teknologi pembuatan tembikar di Desa Balong Mulyo, adalah data yang bersifat dependable, Artinya, teknologi yang diperoleh secara turun temurun tersebut dipercaya sebagai teknologi yang dipakai oleh nenek moyang mereka. Demikian pula dengan kondisi lingkungan dan potensi sumber daya alamnya yang sejak dulu hingga kini dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku dalam pembuatan tembikar. Data etnografi masyarakat pengrajin tembikar Desa Balong Mulyo secara empirik dapat dianalogikan pada masyarakat masa lampau.

Di sepanjang kawasan pantai utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, masyarakat Desa Balong Mulyo adalah satu-satunya masyarakat pengrajin tembikar yang hingga saat ini masih eksis. Walaupun keterampilan membuat tembikar merupakan warisan nenek moyang mereka, belum dapat dipastikan bahwa fragmen tembikar hasil penelitian ke-4 (empat) situs di atas berasal dari Desa Balong Mulyo. Dari mana tembikar yang ditemukan di empat situs di atas berasal? Kajian petrografis sampel fragmen tembikar

dari keempat situs di atas dan dibandingkan dengan sampel tembikar dari Balong Mulyo diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut. Demikian pula tentang ada atau tidak adanya hubungan antara manusia masa lampau dan lingkungannya.

Tembikar Situs Plawangan dan Balong Mulyo telah dibahas oleh Santoso Soegondho (1989) dalam artikel berjudul “Gambaran Tentang Sistem Produksi dan Distribusi Gerabah di Plawangan”, tetapi belum dilakukan analisis petrografis gerabah dari situs lain. Dalam buku “Tradisi Gerabah di Indonesia, Dari Masa Prasejarah Hingga Masa Kini”, Santoso Soegondho telah melakukan berbagai kajian, baik teknologi, tipologi, maupun pengujian kimiawi. Dalam satu pernyataannya Soegondho menyebutkan bahwa tembikar Plawangan memiliki kedekatan dengan tembikar Gilimanuk, Bali (Soegondho 1995, 3-48).

Atas dasar permasalahan di atas, analisis petrografis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah korelasi antara tembikar hasil penelitian dari situs-situs prasejarah-protosejarah dan tembikar dari Balong Mulyo, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan bahan baku seperti tanah liat, pasir halus, dan material lainnya. Data etnografis pengrajin tembikar Balong Mulya merupakan data yang bersifat dependable yang dapat dijadikan acuan ataupun pembanding dalam analisis petrografis.

2. Metode

Pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa temuan hasil penelitian ini, antara lain, adalah fragmen tembikar, baik dari hasil ekskavasi maupun dari kegiatan survei atau temuan permukaan (surface finds). Tembikar adalah salah satu artefak penting yang ditemukan oleh manusia pada masa Neolitik. Dengan ditemukannya teknologi pembuatan tembikar yang berfungsi sebagai wadah, maka manusia mulai mengenal

Page 4: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

150

memasak dan memikirkan kebutuhan logistik. Dalam kajian petrografis ini, sampel yang digunakan antara lain 8 (delapan) fragmen tembikar yang ditemukan dari masing-masing situs, baik hasil ekskavasi maupun survei, ditambah dengan sebuah sampel fragmen tembikar baru hasil dari pengrajin tembikar di Balong Mulyo. Dengan demikian, jumlah sampel yang dianalisis seluruhnya ada 9 (sembilan) sampel. Masing-masing sampel tembikar tersebut diberi kode berdasarkan lokasi temuan dan cara perolehannya. Sebagai contoh, fragmen tembikar temuan hasil ekskavasi di Situs Binangun diberi kode BIN-EKS, temuan hasil survei dengan kode BIN-SUR, dan tembikar baru hasil pengrajin di Desa Balong Mulyo diberi kode B-MUL (periksa gambar 2).

Metode yang digunakan adalah penalaran induktif, yaitu penalaran yang bertolak dari hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum. Secara khusus, dari masing-masing

sampel tembikar dianalisis secara petrografis untuk mengetahui komposisi batuan yang terkandung dalam bahan/ material baku (tanah liat/lempung) dan unsur-unsur lain yang sengaja dicampurkan dan berfungsi sebagai temper. Dari hasil analisis petrografi masing-masing sampel akan dapat diketahui adanya persamaan atau perbedaan antara penggunaan bahan baku dan bahan campuran atau temper serta persentasenya. Hasil analisis tembikar Balong Mulyo, baik analisis petrografis maupun hasil kajian etno-arkeologis akan dijadikan acuan dalam perbandingan hasil analisis petrografis tembikar temuan dari keempat situs.

Kesamaan kandungan mineral dan persentase antara tembikar Balong Mulyo dan tembikar dari situs lain dibedakan dalam tiga tingkat “nilai kedekatan” korelasi antara keduanya. Dengan demikian, semakin tinggi nilai kedekatan semakin kuat korelasinya. Selanjutnya, akan dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum apakah tembikar dari

7. LER-EKS 8. LER-SUR 9. B-MUL

1. PLA-EKS 2. . PLA-SUR 3. TAN-EKS

4. TAN-SUR 5. BIN-EKS 6. BIN-SUR

Gambar 2. Sampel fragmen tembikar dari hasil penelitian situs-situs di Pantai Utara Jawa Tengah (Sumber: Gunadi 2017)

Page 5: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

151

keempat situs tersebut berasal dari Balong Mulyo atau bukan.

Analisis petrografi secara khusus dikerjakan oleh tenaga ahli geologi bidang petrografi. Metode ini diadopsi dari disiplin ilmu geologi yang diaplikasikan dalam arkeologi. Bersama dengan data arkeologi lainnya, hasil analisis petrografi dapat membantu interpretasi, seperti asal tembikar, apakah produksi lokal atau didatangkan dari tempat lain. Informasi tersebut akan menjelaskan tentang pola permukiman, mobilitas kelompok atau individu, kontak sosial, dan hubungan antara manusia dan lingkungan alamnya.

Aplikasi analisis petrografi untuk arkeologi pertama kali dikembangkan oleh Herbert Henry Thomas, seorang ahli geologi berkebangsaan Inggris. Pada tahun 1921, ia mencoba menerapkan aplikasi analisis petrografi terhadap tinggalan Stonehenge dan berhasil membuktikan bahwa bahan baku tinggalan tersebut berasal dari daerah Pembrokeshire. Berawal dari Stonehenge, analisis petrografi kemudian diaplikasikan pada artefak lainnya seperti kapak batu dan tembikar (Bray and Trump 1970, 176) Setelah diumumkan dalam ceramah ilmiah di depan para ilmuwan, pada tahun 1923 hasil penelitian itu dipublikasikan dalam Antiquaries Journal dengan artikel berjudul “The source of the stones of Stonehenge” (Thomas 1923).

3. Hasil Penelitian dan PembahasanSeperti telah dijelaskan pada bab

pendahuluan di atas, sampel tembikar yang digunakan dalam analisis petrografi adalah hasil penelitian yang mewakili empat situs di kawasan Pantai Utara Kabupaten Rembang, yaitu Situs Binangun, Leran, Plawangan, Tanjungan, masing-masing 2 sampel dan 1 sampel fragmen tembikar baru dari Balong Mulyo. Hasil analisis petrografi dari 9 (Sembilan) tersebut adalah sebagai berikut.

3.1 HasilAnalisisPetrografi3.1.1 PLA-EKS (Spit 13)PemerianPetrografis Sayatan tipis benda arkeologi, coklat- coklat kemerahan (merah bata), pemilahan buruk (poorly sorted), kemas terbuka. Butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung dan iron oxide (limonite). Komposisi butiran tersusun dari mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, lithic (pecahan batuan), dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–0,6 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral PLA-EKS:Tabel 1. Komposisi Mineral PLA-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 65 Putih 0,1 – 0,5 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 5 Abu-kecoklatan 0,25 – 0,6 mm

Piroksen 7 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 3 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 15 Coklat kemerahan

Gambar 3. Sayatan PLA-EKS (Sumber: Laboratorium Condrid)

Page 6: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

152

3.1.2 PLA-SUR (Survei Permukaan)PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, coklat kemerahan (merah bata), pemilahan buruk (Poorly Sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung dan iron oxide (limonite). Komposisi butiran tersusun dari lithic (pecahan batuan), mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–1,2 mm bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral PLA-SUR:

3.1.3 TAN-EKS (Sektor I)PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, abu-abu, pemilahan sedang (moderately sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung. Komposisi butiran tersusun dari mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, lithic (pecahan batuan), dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–0,55 mm bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral TAN-EKS:

Gambar 4. Sayatan PLA-SUR (Sumber: Laboratorium Condrid)

Gambar 5. Sayatan TAN-EKS (Sumber: Laboratorium Condrid)

Tabel 2. Komposisi Mineral PLA-SUR (Sumber: Laboratorium Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 10 Putih 0,1 – 0,25 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 50 Abu-abu-kecoklatan 0,25 – 1,2 mm

Piroksen 6 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 4 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 25 Coklat kemerahan

Tabel 3. Komposisi Mineral TAN-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 50 Putih 0,1 – 0,5 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 15 Abu-abu-kecoklatan 0,25 – 0,55 mm

Piroksen 3 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 2 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 25 Coklat kemerahan

Page 7: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

153

3.1.4 TAN-SUR PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, berwarna abu-abu kecoklatan-coklat kemerahan, pemilahan baik (well sorted), kemas tertutup. Komposisi butiran tersusun oleh mineral feldspar, kuarsa, dan mineral opak dengan butiran berukuran 0,02–0,05 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral TAN-SUR:

3.1.5 BIN-EKS PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, coklat kemerahan (merah bata), pemilahan buruk (Poorly Sorted), kemas terbuka, tampak

butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung dan iron oxide (limonite). Komposisi butiran tersusun dari mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, lithic (pecahan batuan), dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–0,6 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral BIN-EKS:

3.1.6 BIN-SUR Sampel ini ditemukan dari hasil survei

permukaan yang dilakukan di kawasan Pantai Binangun tidak jauh dari lokasi temuan rangka manusia. Sampel fragmen tembikar hasil survei tersebut berupa bagian dari cerat sebuah kendi,

Gambar 6. Sayatan TAN-SUR (Sumber: Laboratorium Condrid)

Tabel 4. Komposisi Mineral TAN-SUR (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 60 Putih 0,02 – 0,05 mm Kwarsa 10 0,02 – 0,05 mmLithicPiroksenBiotitMin, Opak 5 Hitam 0,05 – 0,15 mmMin, Lempung 25 Coklat kemerahan

Gambar 7. Sayatan BIN-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Tabel 5. Komposisi Mineral BIN-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 10 Putih 0,1 – 0,5 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 45 Abu2-kecoklatan 0,25 – 0,6 mm

Piroksen 4 Hijau muda 0,05 – 0,25 mm

Min, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 20 Coklat kemerahan

Page 8: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

154

yaitu sebuah wadah bercerat yang digunakan sebagai tempat menyimpan air.

PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, abu-abu kecoklatan, pemilahan sedang (moderately sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung. Komposisi butiran tersusun dari mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, lithic (pecahan batuan), dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–1,5 mm, bentuk membulat tanggung - menyudut.

Komposisi Mineral BIN-SUR:

3.1.7 LER-EKS PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, coklat kemerahan (merah bata), pemilahan buruk (poorly sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung dan iron oxide (limonite). Komposisi butiran tersusun dari lithic (pecahan batuan), mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–1,5 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Gambar 8. Sayatan BIN-SUR (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Tabel 6. Komposisi Mineral BIN-SUR (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 45 Putih 0,1 – 0,5 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 10 Abu2-kecoklatan 0,25 – 1,6 mm

Piroksen 10 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 5 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 25 Coklat-kemerahan

Tabel 7. Komposisi Mineral LER-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 15 Putih 0,1 – 0,25 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 55 Abu2-kecoklatan 0,25 – 1,5 mm

Piroksen 3 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 2 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 20 Coklat kemerahan

Gambar 9. Sayatan LER-EKS (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Page 9: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

155

Komposisi Mineral LER-EKS:3.1.8 LER-SURPemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, abu-abu kecoklatan, pemilahan sedang (moderately sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung. Komposisi butiran tersusun oleh lithic (pecahan batuan), mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–1,5 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Komposisi Mineral LER-SUR:3.1.9 B-MUL

Sampel fragmen tembikar hasil produksi pengrajin tembikar di Dusun Bongko, Desa Balong Mulyo. Hasil analisis petrografi tembikar ini akan dijadikan referensi atau pembanding dengan hasil analisis petrografi temuan fragmen tembikar dari keempat situs tersebut di atas.

PemerianPetrografis: Sayatan tipis benda arkeologi, coklat kemerahan (merah bata), pemilahan sedang (moderately sorted), kemas terbuka, tampak butiran mengambang dalam masa dasar mineral lempung dan iron oxide (limonite). Komposisi butiran tersusun dari lithic (pecahan batuan), mineral feldspar, kuarsa, piroksen, biotit, dan mineral opak. Butiran berukuran 0,05–0,5 mm, bentuk membulat tanggung menyudut.

Tabel 8. Komposisi Mineral LER-SUR (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % Keterangan

Feldspar 25 Abu2 kecoklatan 0,1 – 0,25 mm

Kwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 45 Abu2-kecoklatan 0,25 – 1,5 mm

Piroksen 7 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 3 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 15 Coklat kemerahan

Gambar 10. Sayatan LER-SUR (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Gambar 11. B-MUL (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Page 10: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

156

Komposisi Mineral B-MUL:3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil survei etnografi diketahui bahwa bahan baku tembikar, seperti tanah liat dan pasir halus, diambil dari sumber daya alam lingkungan mereka. Tanah liat diambil dari Sawah Gigiran yang saat ini merupakan lahan pertanian, sedangkan pasir halus yang digunakan sebagai campuran dan sekaligus sebagai temper diambil dari sedimentasi sungai Kali Dara Payung, dan pasir halus diambil dari pantai Balongan (periksa gambar 12). Adapun campuran antara

tanah liat, pasir pantai, dan pasir sungai yang biasa digunakan oleh para pengrajin tembikar di Dusun Bongko, Desa Balong Mulyo adalah sebagai berikut: • 20 bagian tanah liat • 2 bagian pasir pantai, dan • 1 bagian pasir sungai.

Dalam analisis petrografis ini hasil analisis sampel fragmen tembikar Balong Mulyo dijadikan acuan dalam perbandingan kandungan unsur-unsur seperti feldspar, kwarsa, lithic, piroksen, biotit, mineral opak, dan mineral lempung. Hasil analisis petrografi masing-masing sampel hasil dari survei permukaan maupun ekskavasi Kotak Test Pit di empat situs, serta hasil analisis petrografi fragmen tembikar baru dari Balong Mulyo tertuang pada tabel.1 sampai dengan tabel.9. Selanjutnya, dari hasil analisis petrografi tersebut penulis mencoba mengolah data lebih lanjut dengan melakukan perbandingan di antara sampel fragmen tembikar, baik fragmen tembikar temuan dari keempat situs arkeologi maupun tembikar baru dari pengrajin Desa Balong Mulyo. Dalam kajian ini tembikar Balong Mulyo

Gambar 12. Peta keletakan situs dan potensi sumberdaya alam di kawasan Plawangan (Sumber: Gunadi 2017)

Tabel 9. Komposisi Mineral B-MUL (Sumber: Laboratorium Petrografi Condrid)

Jenis % KeteranganFeldspar 20 Putih 0,1 – 0,25 mmKwarsa 2 0,05 – 0,15 mm

Lithic 40 Abu2-kecoklatan0,25 – 0,5 mm

Piroksen 8 Hijau muda 0,05 – 0,15 mm

Biotit 2 Coklat 0,05 – 0,15 mmMin, Opak 3 Hitam 0,05 – 0,2 mmMin, Lempung 25 Coklat kemerahan

Page 11: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

157

yang secara etnografis sudah diketahui lokasi pengambilan bahan bakunya, seperti tanah liat dan pasir halus, maka komposisi mineral tembikar ini dijadikan acuan dalam mencari hubungan antara tembikar Balong Mulyo dan tembikar temuan di empat situs tersebut. Hal ini juga digunakan untuk membuktikan bahwa pengrajin tembikar Dusun Bongko, Desa Balong Mulyo, merupakan pengrajin tembikar secara turun-temurun sejak dari masa prasejarah-protosejarah hingga sekarang.

Nilai kedekatan di atas dapat diketahui dari masing-masing unsur mineral (7 unsur) berdasarkan persentasenya, dengan menggunakan acuan hasil analisis petrografi tembikar Balong Mulyo. Adapun perhitungan nilai masing-masing komponen berdasarkan tabel di atas adalah sebagai berikut:a. Nilai unsur Feldspar B-MUL 20,

sedangkan nilai dari situs lain terendah 10 dan tertinggi 60 sehingga nilai kedekatan unsur Feldspar dapat dirumuskan sebagai berikut.• Nilai 16 – 25 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 6 - 15 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 26 – 35 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 36 – 45 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 46 – 55 = D, indeks kedekatan 1• Nilai 56 – 65 = E, indeks kedekatan 0

b. Nilai unsur Kwarsa B-MUL 2, sedangkan nilai dari situs lain terendah 2 dan tertinggi 10. Selanjutnya, nilai kedekatan unsur Kwarsa dapat dirumuskan sebagai berikut:• Nilai 1 – 3 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 4 – 5 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 6 – 7 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 8 – 9 = D, indeks kedekatan 1• Nilai 10 > = E, indeks kedekatan 0

c. Nilai unsur Lithic B-MUL adalah 40, dan nilai dari situs lain terendah 5 dan tertinggi 55. Maka dapat dirumuskan nilai kedekatan untuk Lithic adalah sebagai berikut.

• Nilai 36 – 45 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 46 – 55 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 26 – 35 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 16 – 25 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 6 – 15 = D, indeks kedekatan 1• Nilai 5 < = E, indeks kedekatan 0

d. Nilai unsur Piroksen B-MUL yaitu 8, sedangkan nilai dari situs lain terendah 3 dan tertinggi 10, maka nilai kedekatan untuk Lithic dapat dirumuskan sebagai berikut.• Nilai 7 – 9 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 10 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 6 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 4 – 5 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 2 – 3 = D, indeks kedekatan 1• Nilai 0 – 1 = E, indeks kedekatan 0

e. Nilai unsur Biotit B-MUL yaitu 2, sedangkan nilai dari situs lain terendah 2 dan tertinggi 6 sehingga nilai kedekatan Lithic dapat dihitung sebagai berikut.• Nilai 1 – 3 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 4 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 5 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 6 = D, indeks kedekatan 1• Nilai > 6 = E, indeks kedekatan 0

f. Nilai unsur Mineral Opak B-MUL adalah 3, sedangkan nilai dari situs lain terendah 3 dan tertinggi 5. Dengan demikian, perhitungan nilai kedekatan untuk Mineral Opak adalah sebagai berikut.• Nilai 3 = A, indeks kedekatan 4• Nilai 4 = B, indeks kedekatan 3• Nilai 5 = C, indeks kedekatan 2• Nilai 6 = D, indeks kedekatan 1• Nilai > 6 = E, indeks kedekatan 0

g. Nilai unsur Mineral Lempung B-MUL yaitu 25, sedangkan nilai dari situs lain terendah 15 dan tertinggi 25. Selanjutnya, dapat ditentukan nilai kedekatan untuk Mineral Lempung sebagai berikut.• Nilai 21 – 25 = A indeks kedekatan 4• Nilai 16 – 20 = B indeks kedekatan 3• Nilai 11 – 15 = C indeks kedekatan 2• Nilai 6 – 10 = D indeks kedekatan 1• Nilai 5 < = E indeks kedekatan 0

Page 12: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

158

Catatan: Nilai indeks kedekatan kumulatif:• 3,50 – 4 = A = Sangat Tinggi• 3,0 – 3,49 = B = Tinggi• 2,5 – 2,99 = C = Cukup• 1,0 – 1,49 = D = Kurang• 1 < = E = Rendah

Berdasarkan patokan indeks kedekatan masing-masing unsur mineral di atas, maka nilai indeks kedekatan kumulatif sampel fragmen tembikar dari keempat situs ini dapat diketahui atas dasar perhitungan jumlah nilai indeks kedekatan dari masing-masing unsur (berdasarkan kriteria a, b, c, d, e, f, dan g tersebut di atas) dibagi 7 (jumlah unsur). Contoh perhitungan indeks kedekatan kumulatif sampel tembikar Situs Plawangan adalah sebagai berikut.

Sampel PLA-EKS:• Nilai Feldspar 60, nilai acuan Feldspar 20,

maka nilai indeks kedekatan = 0• Nilai Kwarsa 2, nilai acuan Kwarsa 2,

maka nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Lithic 5, nilai acuan Lithic 40, maka

nilai indeks kedekatan = 0• Nilai Piroksen 7, nilai acuan Piroksen 8,

maka nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Biotit 3, nilai acuan Biotit 2, maka

nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Mineral Opak 3, nilai acuan Mineral

Opak 3, maka nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Mineral Lempung 15, nilai acuan

Mineral Lempung 25, maka nilai indeks kedekatan = 2

• Nilai indeks kedekatan kumulatif:0 + 4 + 0 + 4 + 4 + 4 + 2 = 18 : 7 = 2,57

Sampel PLA-SUR:• Nilai Feldspar 10, nilai acuan Feldspar 20,

maka nilai indeks kedekatan = 3• Nilai Kwarsa 2, nilai acuan Kwarsa 2,

maka nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Lithic 50, nilai acuan Lithic 40,

maka nilai indeks kedekatan = 3• Nilai Piroksen 6, nilai acuan Piroksen 8,

maka nilai indeks kedekatan = 3• Nilai Biotit 4, nilai acuan Biotit 2, maka

nilai indeks kedekatan = 3• Nilai Mineral Opak 3, nilai acuan Mineral

Opak 3, maka nilai indeks kedekatan = 4• Nilai Mineral Lempung 25, nilai acuan

Mineral Lempung 25, maka nilai indeks kedekatan = 4

• Nilai indeks kedekatan kumulatif:3 + 4 + 3 + 3 + 3 + 4 + 4 = 24 : 7 = 3,42

Hasil keseluruhan analisis seperti dituangkan dalam tabel dan acuan indeks kedekatan antara tembikar Situs Binangun, Leran, Plawangan, dan Tanjungan dengan tembikar Balong Mulyo di atas dapat dijelaskan seperti tertuang dalam Tabel 10.

NoUnsur

Sampel

NILAI INDEKS KEDEKATAN UNSUR MINERAL NilaiIndeks

KumulatifKet

Feldspr Kwarsa Lithic Piroksen Biotit Mn.Opak Mn.Lemp

1 PLA – EKS 0 4 0 4 3 4 2 2,57 C

2 PLA – SUR 3 4 3 3 4 4 4 3,42 B

3 TAN – EKS 1 4 1 1 3 4 4 2,57 C

4 TAN – SUR 0 0 - - - 2 4 0,85 E

5 BIN – EKS 3 4 4 2 - 4 3 2,85 C

6 BIN – SUR 2 4 1 3 2 4 4 2,85 C

7 LER – EKS 3 4 3 1 4 4 3 3,14 B

8 LER – SUR 4 4 4 4 4 4 2 3,71 A

Tabel 10. Daftar Nilai Indeks Kedekatan 7 Unsur Mineral Tembikar Situs Pantura (Sumber: Gunadi 2017)

Page 13: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

Tembikar Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa Tengah: Kajian Bahan Baku..., Gunadi Kasnowihardjo

159

4. PenutupBerdasarkan hasil analisis di atas dapat

disimpulkan bahwa tembikar Plawangan, Binangun, dan Leran memiliki nilai indeks kedekatan secara komulatif yang tinggi dengan tembikar Balong Mulyo (Periksa Tabel 10). Data tersebut menunjukkan bahwa tembikar ketiga situs tersebut kemungkinan besar didatangkan dari Balong Mulyo. Adapun tembikar Situs Tanjungan, walaupun secara eksplisit berdasarkan hasil analisis petrografis tidak menunjukkan adanya nilai indeks kedekatan yang siknifikan, perlu ditinjau kembali. Hal ini terjadi karena hasil analisis petrografis yang tidak lengkap, dari 7 unsur mineral yang dianalisis untuk tembikar hasil penelitian Situs Tanjungan, tiga unsur di antaranya, yaitu Lithic, Piroksen, dan Biotit tidak ditemukan dalam tembikar hasil survei (sampel TAN – SUR). Kasus sampel dari Situs Tanjungan merupakan perkecualian yang kemungkinan terjadi akibat kesalahan dalam analisis atau kondisi sampel yang anomali.

Hasil survei dan ploting dengan menerapkan Geographic Information System diketahui bahwa bahan baku pembuatan tembikar, baik yang dilakukan oleh para pengrajin Balong Mulyo saat ini maupun pada masa prasejarah-protosejarah yang lalu, diambil dari lingkungan yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini karena lingkungan dan etnografi adalah data yang bersifat dependable karena tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak dahulu hingga saat ini, bahkan hingga waktu yang akan datang nanti. Dengan demikian, hasil penelitian ini secara implisit mendukung teori tentang determinasi lingkungan atau teori tentang perubahan budaya sebagaimana yang diusulkan Julian H. Steward (Steward 1955).

Kesimpulan lain yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu tentang distribusi tembikar Balong Mulyo pada masa prasejarah-protosejarah, setidak-tidaknya dari daerah Balong Mulyo atau Plawangan ke barat

mencapai wilayah Kecamatan Lasem. Secara teoritis, distribusi hasil produksi seperti tembikar mestinya juga dilakukan ke arah timur atau linear searah dengan garis pantai. Akan tetapi, hasil analisis tembikar dari Situs Tanjungan tidak mendukung hipotesis tersebut. Karena belum diperolehnya data yang memadai dari Situs Tanjungan tersebut, untuk memenuhi kelengkapan data direkomendasikan hal-hal sebagai berikut.• Melanjutkan penelitian “Pola Permukiman

Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa”, terutama di wilayah Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.

• Melakukan analisis petrografi sampel tembikar hasil penelitian Situs Tanjungan (ulangan) dan tembikar hasil penelitian situs-situs di wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan, dan Gresik, Provinsi Jawa Timur yang termasuk kawasan Pantai Utara Jawa.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih diucapkan kepada Almarhumah Prof. Dr. Sumijati Atmosudiro, Prof. Dr. Sunarto, MS. dan Dr. Goenadi Nitihaminoto yang telah memberi saran dan masukan saat penulis ikut sebagai anggota tim penelitian dan kepada Saudara Rifqi Rizal dari Laboratorium Petrografi “Condrid” yang telah melakukan analisis petrografis sampel fragmen tembikar hasil penelitian Situs Plawangan, Tanjungan, Binangun, Leran, serta sampel fragmen tembikar baru dari Balong Mulya.

Daftar PustakaBray, Warwick, and David Trump. 1970. A

Dictionary of Archaeology. London: The Penguin Press. http://trove.nla.gov.au/work/21375388?selectedversion=NBD206513.

Kasnowihardjo, Gunadi. 2014. “Situs Kubur Tempayan di Desa Tanjungan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang: ‘Temuan Baru.’” Berita Penelitian Arkeologi 28: 35-46.

Page 14: TEMBIKAR PRASEJARAH-PROTOSEJARAH DI KAWASAN …

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 2, November 2017 (147-160)

160

---------. 2016. “Kontribusi Hasil Penelitian Arkeologi dalam Program Kebhinekaan sebagai Pemersatu Bangsa: Studi Kasus pada Situs Kubur Prasejarah di Pantai Utara Jawa Tengah”.” Berkala Arkeologi 36(2): 161-172.

Kasnowihardjo, Gunadi, Rusyad Adi Suriyanto, Toetik Koesbardiati, dan Delta Bayu Murti. 2013. “Modifikasi Gigi Manusia Binangun dan Leran: Temuan Baru di Kawasan Pantai Utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.” Berkala Arkeologi 33(2): 169-184. https://scholar.google.co.id/citations?user=J0Hy9S8AAAAJ&hl=id.

Noerwidi, Sofwan. 2014. “Beberapa Aspek Biokultural Rangka Manusia dari Situs Kubur Kuna Leran, Rembang, Jawa Tengah.” Amerta 32(2): 77-92. doi:10.24832/AMT.V32I2.167.

Prasetyo, Bagyo dan Sudiono. 1987. “Pengamatan Tata Ruang dan Potensi Fisik Plawangan, Suatu Model Rekonstruksi Sumber Daya Masa Lampau”, Analisis Penelitian Arkeologi Plawangan. Makalah dipresentasikan di Plawangan, 26-31 Oktober 1987.

Prasetyo, Bagyo, 1994/1995. “Laporan Penelitian Situs Plawangan, Rembang, Jawa Tengah (1980-1993), Berita Penelitian Arkeologi No. 43, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Steward, Julian Haynes. 1955. Theory of Culture Change; the Methodology of Multilinear Evolution. University of Illinois Press. https://books.google.co.id/books/about/Theory_of_Culture_Change.html?id=VF4FE9SeQwAC&redir_esc=y.

Soegondho, Santoso. 1987. “Tinjauan Terhadap Situs Plawangan”, Analisis Penelitian Arkeologi Plawangan. Makalah dipresentasikan di Plawangan, 26-31 Oktober 1987.

---------. 1989. “Gambaran Tentang Sistem Produksi dan Distribusi Gerabah di Plawangan”, Pertemuan Ilmiah Arkeologi V, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Jakarta.

---------. 1995. Tradisi Gerabah di Indonesia, Dari Masa Prasejarah Hingga Masa Kini. Diterbitkan oleh Himpunan Keramik Indonesia, dicetak oleh PT. Dian Rakyat.

Sukendar, Haris dan Awe, Rokhus Due. 1982. Laporan Penelitian Terjan dan Plawangan, Jawa Tengah Tahap I dan II, Berita Penelitian Arkeologi, No. 27, Proyek Penelitian Purbakala. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Unpublish work.

Thomas, Herbert Henry. 1923. “The Source of the Stones of Stonehenge.” Antiquaries Journal 3(3). Cambridge University Press: 239–60. doi:10.1017/S0003581500005096.

Tim Penelitian. 2012. “Penelitian Situs Kubur Prasejarah di Pantai Utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.” Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. Unpublish work.

---------. 2013. “Penelitian Kubur Prasejarah di Situs Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. Unpublish work.

---------. 2014. “Penelitian Pola Permukiman Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa, Situs Tanjungan Tahap I”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. Unpublish work.

---------. 2015. “Penelitian Pola Permukiman Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa, Situs Tanjungan Tahap II”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. Unpublish work.

---------. 2016. “Penelitian Pola Permukiman Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa, Situs Plawangan Tahap I”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta. Unpublish work.

---------. 2017. “Penelitian Pola Permukiman Masa Prasejarah-Protosejarah di Kawasan Pantura Jawa, Situs Plawangan Tahap II”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta. Unpublish work.