terapi cairan

25

Click here to load reader

Upload: citra-resna-pramitha

Post on 05-Jul-2015

416 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Cairan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi cairan perioperatif meliputi cairan pada masa prabedah, selama

pembedahan dan pascabedah. Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan

cairan, memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi untuk membantu tubuh

mendapatkan kembali keseimbangan normal dan pulihnya perfusi ke jaringan,

oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia jaringan dan

kemungkinan kegagalan organ.1

Dalam pemberian cairan pada pasien perioperatif, kita harus

memperhitungkan kebutuhan cairan basal, penyakit yang menyertai,

medikasi, teknik dan obat anestetik serta kehilangan cairan akibat

pembedahan.1

Penderita yang menjalani pembedahan mengalami perubahan fisiologi

tubuh, baik karena penyakitnya sendiri atau akibat trauma pembedahan.

Perubahan-perubahan tersebut antara lain : 2,3

a. Peningkatan rangsang simpatis yang menimbulkan sekresi katekolamin

dan menyebabkan takikardi, konstriksi pembuluh darah, peningkatan

kadar gula darah.

b. Rangsangan terhadap kelenjar hipofise

Bagian anterior : sekresi growth hormone yang mengakibatkan

kenaikan kadar gula darah, dan sekresi ACTH.

Bagian posterior : sekresi ADH yang mengakibatkan retensi air

(Syndrome Inappropriate of ADH secretion)

c. Peningkatan sekresi aldosteron akibat stimulasi ACTH dan berkurangnya

volume ekstra sel.

d. Peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan

metabolisme.

1

Page 2: Terapi Cairan

Pemberian infus kristaloid atau koloid, terutama ditujukan untuk

mempertahankan volume intravaskular, tetapi juga akan mempengaruhi

komposisi kompartemen cairan fisiologi. Untuk mengurangi penyulit akibat

pemberian cairan yang kurang atau berlebihan, diperlukan pengetahuan

tentang volume, komposisi kompartemen cairan dan tanda-tanda fisik dan

laboratori kelebihan dan kekurangan cairan dan pemilihan jenis cairan.1

B. Tujuan Penulisan

Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang terapi cairan.

2

Page 3: Terapi Cairan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Cairan Tubuh

1. Komposisi cairan tubuh

Cairan tubuh didistribusikan ke dalam 2 kompartemen utama,

yaitu kompartemen intraselular dan ekstraseluler serta 1 kompartemen

tambahan yaitu kompartemen transelular. Cairan dapat berpindah-pindah

secara bebas sampai terjadi keseimbangan sehingga konsentrasi zat-zat

terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua kompartemen utama

dipertahankan sama.4

Jumlah cairan/air tubuh total atau Total Body Water (TWB)

adalah 60% x berat badan, terdiri dari cairan intrasel (ICF) 40% dan

cairan ekstrasel (ECF) 20%. Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstitial

(ICF) 15% dan cairan intravaskular (IVF) 5% x berat badan. Cairan

intravaskular (5%BB) adalah plasma sel darah merah 3%. Jadi terdapat

darah 8% BB atau kira-kira sama dengan 65-70 ml/kg berat badan pada

laki-laki dan 55-65 ml/kg pada wanita. Total cairan tubuh bervariasi

menurut umur, berat badan dan jenis kelamin.2,4,5,6,7

Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang

secara progresif dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-

laki lebih banyak daripada perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg

BB) lebih banyak daripada yang gemuk (300-400 ml/kg BB).7

Tabel 1 a :Perubahan Air Tubuh Total

Tabel 1 b :Perubahan kompartemen cairan berdasar

umur dan jenis kelaminUmur Laki-laki Perempuan Kompartemen Laki-laki

(ml/kg)Perempuan

(ml/kg)1 bulan1-12 bulan1-10 tahun10-16 tahun17-39 tahun40-49 tahun> 60 tahun

76656259615552

76656257504746

CISCES

Interstisial Darah

NeonatusDewasaPlasmaEritrosit

450200165

8060-7035-4025-30

400150120

8055-6530-3520-25

3

Page 4: Terapi Cairan

Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas,

distribusi Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas

dikontrol oleh intake cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal.

Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :

a. Elektrolit

Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan

listrik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan.

Tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit tersendiri

(tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama,

kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.

Tabel 2 :

Electrolyte Content of Various Body Fluids (mEq)

Na K Mg Ca Cl HCO2 HPO2 SO4 Protein

Plasma

darah142 1 3 5 103 25 16

Cairan

interstisial145 1 2 3 115 30 1

Cairan

intraselular10 160 35 2 8 160 140 55

b. Non elektrolit

Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi

partikel-partikel, terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.

4

Page 5: Terapi Cairan

Tabel 3

Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Plasma

(mOsmol/L H2O)

Interstisial

(mOsmol/L H2O)

Intrasel

(mOsmol/L H2O)

Na+

K+

Ca+

Mg++

Cl

HCO3

HPO4, H2PO4

SO4

Fosfokreatin

Karnosin

Asam amino

Kreatin

Laktat

Adenosin tripospat

Heksosa monopospat

Glukosa

Protein

Ureum

Total mOsmol

Kegiatan osmol yang

dikoreksi (mOSmol)

P Osmotik total pada t

37°C (mmHg)

144

5

2,5

1,5

107

27

2

0,5

2

0,2

1,2

5,6

1,2

4

303,7

282,6

5453

137

4,7

2,4

1,4

112,7

28,3

2

0,5

2

0,2

1,2

5,6

0,2

4

302,2

281,3

5430

10

141

0

31

4

10

11

1

45

14

8

9

1,5

5

3,7

4

4

302,2

281,3

5430

5

Page 6: Terapi Cairan

2. Mekanisme regulasi tubuh

Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu

pengaturan osmoler dan pengaturan volume non osmoler.8

a. Pengaturan osmoler

Sistem osmoreseptor ADH

Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat,

mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor di

hipotalamus anterior yang merangsang pituitari posterior untuk

melepas ADH. Penurunan volume CES juga merangsang pusat

haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH

mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan

tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume CES.

Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke

hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES

dipertahankan tetap.

Sistem renin aldosteron

Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan

renin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan

converting enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II

yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek

adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan

reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.

b. Pengaturan non osmoler

Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek

kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan

pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak,

reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan

mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

6

Page 7: Terapi Cairan

3. Kebutuhan air dan elektrolit

Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah

sebagai berikut :2

30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%

Pada anak sesuai berat badan : 0-10 kg : 100 ml/kgBB

10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas

10 kg

< 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas

20 kg (UI)

Elektrolit : Na+ : 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)

K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)

Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan

dalam tabel berikut :

Tabel 4 :

Fluid Balance – Daily Water Requitments

(Based on Caloric Consumption – After Darrow)

Caloric Needs Water Needs

Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg

Infants

Children

Adolecents

Adult

Bed rest

Non sweating

Sweating

Work

125

100

80

20-25

30

35

45

1000-1200

1500-2000

2200-3000

1600

2100

3500

3000-5000

120

100-150

125

90

90-125

144

125-150

125

150

100

25

30

40-5

60

7

Page 8: Terapi Cairan

Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air.2

Air masuk

Minuman : 800-1700 ml

Makanan : 500-1000 ml

Hasil oksidasi : 200-300 ml

Air keluar

Urine : 600-1600 ml

Tinja : 50-200 ml

IWL : 850-1200 ml

B. Macam cairan intravena

Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi :2

1. Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang lewat

urine, tinja, paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang diberikan

adalah cairan hipotonik, seperti D5 NaCl 0,45 atau D5W.

2. Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat

sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura asites,

drainase lambung. Cairan yang diberikan bersifat isotonik, seperti RL,

NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl.

3. Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan

yang dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.

Cairan juga dibagi menjadi :

1. Kristaloid

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextroa,

tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat

sebagian besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang

diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang.

Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi

cairan dari ruang intravaskuler ke interstital berlangsung selama 30-60

menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine.3,7

Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel

dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.4

2. Kolloid

8

Page 9: Terapi Cairan

Kolloid mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin

dalam plasma tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu parah

koloid intravaskuler 3-6 jam), sehingga volume yang diberikan sama

dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain

dekstran, haemacel, albumin, plasma dan darah.2,7

Secara umum koloid dipergunakan untuk :3

1. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (shock

hemoragik) sebelum transfusi tersedia.

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka

bakar.

Perbandingan kristaloid dan koloid :9

Tabel 5 :

Kristaloid Koloid

Efek volume intravaskuler

Efek volume interstisial

DO2 sistemik

-

Lebih baik

-

Lebih baik (efisien, volume

lebih kecil, menetap lebih lama

-

Lebih tinggi

Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan

sembab paru

Sembab perifer

Koagulopati

Aliran urine

Reaksi-reaksi

Harga

Sering

-

Lebih besar

Tidak ada

Murah

Jarang

Dekstran > kanji hidroksi etil

GFR menurun

Jarang

Albumin mahal, lainnya sedang

9

Page 10: Terapi Cairan

C. Penatalaksanaan

1. Cairan pra bedah

Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya

induksi anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler

dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini didapat dari :7

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing

terakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda

obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan,

kulit, abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,

hemoglobin dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang

terjadi.8

Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya

meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya

secara serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira

2% BB (1500 ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi

cepat dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock

cardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan

penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian

jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan,

ada dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat

badan lebih dari 20 kg.10 Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I,

ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat

badan sisanya.2,3,7

10

Page 11: Terapi Cairan

Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler,

tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine

0,5-1 ml/kgBB.2

2. Cairan selama pembedahan

Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan

penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama

operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian

cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan

trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar

ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan.

Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan

pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.2,3

Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk

trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan

berat 6 ml/kgBB/jam.2,3

Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur

pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah

perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan.,

dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang

terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain.

Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah

perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction

ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu

lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk kain

kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih

1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan

dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara

serial.3

Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat

diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena

11

Page 12: Terapi Cairan

anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi

sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun

hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%.

20 – 25% pada individu sehat atau anemia kronis.11

Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah

berdasarkan nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur

95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa

laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.3

Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct

menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut : 3

1. EBV

2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)

3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)

4. Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop –

RBVC 30%)

5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian

cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :

A. Berdasar berat-ringannya perdarahan : 3,13

1. Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%,

cukup diganti dengan cairan elektrolit.

2. Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15 – 30%, dapat

diganti dengan cairan kristaloid dan koloid.

3. Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus

diganti dengan transfusi darah.

12

Page 13: Terapi Cairan

B. Klasifikasi shok akibat berdarahan : 11

Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shockClass I(haemorrhage 750 ml (15%))

Class II(haemorrhage 800-1500 ml (15-30%))

Class III(haemorrhage 1500-2000 ml (30-40%))

Class IV(haemorrhage 2000 ml (48%))

2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L polygelatin

1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-lactate solution

1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l whole blood or 0.1-1.5 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin

1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin or hestastarch

3. Cairan paska bedah

Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.

b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan

lambung, febris).

c. Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.

d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.

Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu

kalori, protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit,

vitamin dan trace element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg

dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada

penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan

kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan

edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan

enzym pencernaan yang menyulitkan proses realimentasi.6

13

Page 14: Terapi Cairan

BAB III

KESIMPULAN

Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah,

selama pembedahan dan pasca bedah. Perlu diketahui perubahan fisiologi akibat

pembiusan dan pembedahan, fisiologi cairan tubuh, tanda-tanda fisik dan

laboratorium kelebihan atau kekurangan cairan.

Penilaian status cairan dilakukan pada kunjungan pertama pra bedah dan

mulai diberikan terapi cairan dan diusahakan status cairan seoptimal mungkin

sebelum dilakukan induksi pembiusan untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas akibat pembiusan dan pembedahan.

Selama pembedahan harus selalu dijaga keseimbangan cairan dan

elektrolit dengan mengganti kehilangan cairan akibat pembedahan, kebutuhan

dasar dan trauma pembedahan. Selalu dipantau tanda-tanda fisik mengenai

kelebihan atau kekurangan cairan.

Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan

sebelumnya dan memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat

penyembuhan.

Cairan yang diberikan tergantung dari trauma operasi yang didapat.

Adanya berbagai macam cairan memberi keleluasaan untuk memilih cairan yang

mendekati kebutuhan pasien.

14

Page 15: Terapi Cairan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunatrio, 1997, Terapi Cairan untuk Resusitasi Pasien Traumatik, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.

2. Suntoro, A, Terapi Cairan Perioperatif, dalam Muhiman, M. dkk., Anestesiologi, CV. Infomedika, Jakarta.

3. Ngurah, N., 1999, Terapi Cairan Perioperatif, Workshop Cairan, FK UGM, RSUP Dr. Sardjito.

4. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.

5. Setiabudi, M., 1986, Fisiologi Cairan Tubuh, dalam Simposium Terapi cairan pada Penderita Gawat.

6. Sutjahjo, RA., Sulistyono, H, Sunartomo, T., 1986, Terapi Cairan Paska Bedah, dalam Simposium Terapi Cairan pada Penderita Gawat.

7. Tonessen AS., 1990, Crystalloids and Colloid, in Miller, RD., Anesthesia, Ed 3rd, Vol. 2. Churchill Livingstone, p : 1439-1465.

8. Collins, VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and Pharmachologic Bases of Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.

9. Sunatrio, 1998, Terapi Cairan Resusitasi, dalam Simposium dan Diskusi Panel Aspek Klinis Pengguna Koloid, IDSAI & IDI Cab. Sleman, Yogyakarta.

10. Lennon, P., 1993, Administration of General Anesthesia, in Davison, MD., et all, Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital, Ed 4th, Dept. of Anesthesia, Massachusetts Hospital, USA, p : 188-197.

11. Hansel, AC., 1993, Transfusion Therapy, in Davison, MD., et all, Clinical Anesthesia, Massachusetts Hospital, USA, p : 511-526.

12. Baskett, PJF., 1990, Management of Hypovolenic Shock, British Medical Journal (BMJ), Vol. 300 : 1453-1457.

13. Wirjo Atmadja, K., Megwae, HH., Rahardjo, E., 1986, Patofisiologi Cairan Tubuh pada Trauma dan Perdarahan, dalam Simposium Terapi Cairan pada Penderita Gawat.

15