terapi cairan & elektrolit perioperatif
DESCRIPTION
Terapi Cairan & Elektrolit PerioperatifTRANSCRIPT
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF
Purwoko, dr, SpAn.KAKV
SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi
RSUD Dr. Moewardi / FK UNS
Abstrak
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit
primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi
cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama, dan pasca bedah.
Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik
dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Pada praktiknya, banyak hal yang
sulit diukur atau dinilai dengan obyektif.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstrselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+, K+,
Cl-, HCO3-, PO43-) dan nonelektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan
tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, atau pompa
natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume
(defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), dan perubahan konsentrasi
(elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit
perioperati berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra,
saat, dan pasca pembedahan.
Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan
elektrolit Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hario. Saat pembedahan
harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh,
perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan
tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai
keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 0 0
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF
Purwoko, dr, SpAn.KAKV
SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi
RSUD Dr. Moewardi / FK UNS
PENDAHULUAN
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, pendarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada
periode pasca bedah kadang-kadang pevdarahan dan atau kehilangan cairan
(dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian
khusus.1,2
Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit
cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4 Gejala
dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk didalamnya
adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala dehidrasi
ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu
perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17.638 pasien dengan
haisl bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor
predikator yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan
pasca bedah.6
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit
pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan
belum berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal
harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-
tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa
edema paru dan gagal nafas.2 Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 1 1
perioperatif masih merupakan topik yang menarik untuk dibicarakan, karena
dalam praktiknya, banyak hal yang sulit diukur atau dinilai secara obyektif.
ANATOMI CAIRAN TUBUH
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya
dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas
seseorang. Pada bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat
badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%. Seiring
dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat
badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan.5 Hal ini terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
Usia Kilogram Berat (%)
Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58 – 60
Dewasa dengan obesitas 40 – 50
Dewasa kurus 70 - 75
Dikutip dari : Garner MW : Physiology and pathophysiology of the body fluid,
St. Louis, 1981, Mosby,5
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif
maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika
gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi
dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh
didistribusikan ke dalam kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.5
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 2 2
A. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraseluler. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraseluler (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular.
B. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah
usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar
sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada
dewasa muda cengan berat rata-rata 70 kg.5
C. Cairan ekstraselular dibagi menjadi 5:
1. Cairan Interstisial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstisial, sekitar
11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2
kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.5
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 3 3
2. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.5
3. Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.5
Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh
Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State
University – Center for Veterinary Health. 2006.
http.//member.tripod.com/~lyser/ivfs.html
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 4 4
Body100%
Water60% (100)
Tissue40%
Intracellular space40% (60)
Extracellular space20% (40)
Intracellular space15% (30)
Intravascular space5% (10)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.5
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion
negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu
sama(diukur dalam miliekuivalen).5
a. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah
potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh
yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
b. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama daam cairan
intraselular adalan ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan
interstisial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraselular
dan aling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma
diatur lewat beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 5 5
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW = Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana + 70 %
atau 40,5 mEq/liter dan keringat 58 mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq. (6 -15) gram NaCl.)7
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.7
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan
keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein
didalam sel.7 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 .Eq/liter, kebutuhan
setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-
90mEq/liter, feaces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/Liter.7
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama
susu, 80-90% dikeluarkan lewat feaces dan sekitar 20% lewat
urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 6 6
oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis.
Sebagian besar (99%) ditemukan di dalam ggi dan ± 1% dalam
cairan ekstraselular dan tidak terdapat dalam sel.7
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di senua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan ± 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan
feaces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh
sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar
bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
2. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainnya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Gambar 1. susunan kimia cairan ekstraseluler dan intraseluler
Diambil dari Guyton & Hall. 1997. buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 7 7
Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat
berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, ataupun oleh
adanya cedera pada paru-paru, kulit, atau gastrointestinal.9
Pada keadaan normal seseorang mengkonsumsi air rata-rata
sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat
dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml feses, 800-1500 ml dari urine, dan
hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss )
dari kulit dan paru-paru.9 Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat
dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-
300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari,
cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan
cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam
untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss
sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana
volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap
kenaikan suhu tubuh 1 derajat Celcius pada suhu tubuh di atas 37 celcius dan
sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang
dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap
hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses5.
Tabel 2. rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa
FLUID GAINS FLUID LOSES
Oxidative 300 Ml
Metabolism
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml TOTAL 2200-2700 ml
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 8 8
Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan Volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan
tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling
umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya
dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,
inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan
akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan
pada susunan syaraf pusat dan jantung. Pada kehlangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraseluler
yang berat terjadi.9
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar
konsntrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 9 9
mEq/L), hponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150
mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi
(80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik
sekitar 5-10% dari kasus.15
Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.15
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika
kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari
darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar
terjadikehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika
kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari
darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular
berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan
penurunan volume intravaskular.
Tabel 3. Tanda-tanda Klinis Dehidrasi
Symptom/Sign Mild
Dehydration
Moderate
dehydration
Severe
dehydration
Level of
consciousness*
Alert
2 seconds
Lethrgic Obtunded
Capillary refill Normal 2-4 seconds Greater than 4
seconds, cool
limbs
Mucous Normal Dry Parched,
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 10 10
membranes* cracked
Tears* Normal Increased Absent
Heart rate Slight
increasec
Increased Very increased
Respiratory rate Normal Increased Increased and
Hyperpnea
Blood pressure Normal Orthostasis Decreased
Pulse Normal Thready Faint or
impalpable
Skin turgor Normal Slow Tenting
Fontanel Normal Depressed Sunken
Eyes Normal Sunken Very sunken
Urine output Decreased Oliguria Oliguria/anuria
Tabel 4. derajat dehidrasi16
Dehidrasi Dewasa Anak
Ringan
Sedang
Berat
Shock
4 %
6 %
8 %
15 % - 20 %
4 % - 5 %
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15 % - 20 %
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan
dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa
pendekatan terangkum dalam tabel 5.17
Tabel 5. pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit17
Fluid
(amount of water)
Electrolyte
(Composition)
Maintenance Determined by a
“system”: holliday –
D50,2NS + 20 mEq/L
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 11 11
segar formula, surface
area, or basal caorie
method
K+
Deficit Determined by acute
weight change or slinical
estimate
Determined by tables
(generally D50.45NS +
20 mEq/L K+
Ongoing Losses Determined by
measuring
Determined by tables
or measuring
Tabel.6 Rumusan cairan menurut rumus Holiday- Segar 15
Weight (kg) Kcal/d or mL/d Kcal/h or mL/h
0 t0 10 kg 100/kg per day 4/kg per hour
11 to 20 kg 1,000 + (50/kg per day)* 40 + (2/kg per hour)*
>20 kg 1,500 + (20/kg per day)+ 60 + (1/kg per hour)+
* For each kg >10
+ For each kg > 20
From Holiday MG, Segar WE. The maintenance need for water in
parenteral fluid therapy. Pediatrics.
1957;19:8230832
Strategi untuk rehidrasi dengan memperhitungkan deficit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan. Cairan rehidrasi 16 :
1. Nilai Status rehidrasi ( sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc.
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan: 6 jam I= ½ D + 1/4 M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
( menurut Guillot 17 ) 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M
(menurut Guillot 17 )
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 12 12
b. Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstrasellar merupakan suatu
kondisi akibat iatronik ( Pemberian cairan intravena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan
intravena glukosa yang menyebabkab kelebihan air) ataupun dapat
sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirois,
ataupun gagal jantung kongestif 9,10 Kelebihan cairan intraseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau
berkurang 10.
2. Perubahan Konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini
dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ > 125 mg/L) atau NaCl
3% sebanyak (140-x)x BBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5 – 2,5
mg/kg. 12
Koreksi hiponartremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut
lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus 18:
Na = Na 1 – Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1
= 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB(kg)
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 13 13
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lamah. Hipernatremi
dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, dieresis,
diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak
{(X – 40 ) x BB x 0,6 } : 14012
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraseluler atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung perubahan EKG ( QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan
otot skeletal, poliuria, intolerasi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi factor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-
obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia ;> mEq/L atau infus potasium klorida sampai 40
mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat ;<
2mEq/ L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13
Rumus untuk menghitung deficit kalium 18 :
K= K1 – K0 x 0,25 x BB
K = Kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = Serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/ L, sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium
(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin diuretic). Tanda dan gejalanya
terutama melibatkan susunan saraf pusat( parestesia, kelemahan
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 14 14
otot) dan sitem kardiovaskular ( disritmik, perubahan EKG). Terapi
untuk hiperkalemia dapt berupa intravena kalsium klorida 10 % dalam
10 menit, sodium bikarbonat 50 – 100 mEq dalam 5 – 10 menit, atau
diuretic, hemodialisis. 13
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH<3,75 dan PaCO2 > mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 Secara
sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah.
Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat
termasuk obstuksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura,
nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan
narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmona, intubasi endotrakeal, dan ventilasi
mekanis bila perlu. Perhatian yang kuat terhadap hygiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.9,13
- Alkalosis respiratorik (pH > 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan , nyeri , hipoksia, cedera
SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi
bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi
masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yang terjadi. 9,10
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat < 21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,
diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.
Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan
depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetic
ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 15 15
methanol . terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan
asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi
digunakan.9,13
- Alkalosis metabolic (pH>7,45 dan bikarbonat > 27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau
penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah
yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik akibat de
akibat defisit volume ekstraseluler. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonic dan penggantian kekurangan potasium.
Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan
pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering 9,13
CAIRAN PERIOPERATIF
Gangguan dalam keseimbangan caifran dan elektrolit merupakan hal
yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.5
Faktor-faktor preoperatif5 :
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi ekskresi
air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elektrolit dari traktus gastrointestinal
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 16 16
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat
jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif5 :
1. Induksi anestesi
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
Faktor postoperatif5 :
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaraingan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
Ganggaun cairan, elektrolit dan asam basa yan gpotensial terjadi perioperatif
adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis respiratorik
Patofisiologis2,13
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-
perubahan pada keseimbangan air dan metabolism yang dapat berlangsung
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 17 17
sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan
tersebut terutama sebagai akibat dari :
Kerusakan sel di lokasi pembedahan
Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase
penyembuhan.
Perubahan yang terjadi meliputi peruibahan-perubahan hormonal seperti :
1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca
bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini lebih meningkat lagi bila
pada penderita tampak tanda-tanda sepsis, syok, hipoksia, dan ketakutan.
2. Kadar glukoagon dalam plasma juga meningkat.
3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami
peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Trauma atau stres akan merangsang hipotalamus sehingga
dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar
pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar ACTH
dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga
timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asam lemak.
4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang
berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma
ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal
banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.
5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap
penurunan volume darah ataui cairan ekstraseluler selalu menimbulkan
rangsangan untuk pelepasan aldosteron.
6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki.
Derajat perubahan-perubahan tersebut diatas sangat bervariasi bagi setiap
individu tergantung dari beberapa faktor :
Rasa sakit dan kualitas analgesi
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 18 18
Rasa takut dan sedasi yang diberikan
Komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia
atau sepsis)
Keadaan umum penderita
Berat dan luasnya trauma
Dasar-dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan + 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari K+=1
mmol/kgBB/hari. Secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat
pada tabel 6.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang
akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringan (lewat kulit)
dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).
2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama
pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan
abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,
muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita
dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat
hiperventilasi, demam dan berkeringan banyak. Sebaiknya kehilangan
cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. Perdarahan
Secara otoritas perdarahan dapat diukur dari :
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 19 19
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap
darah (suction pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)
mengandung + 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah + 100 – 10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama
pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran
(perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kada
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma
terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan
cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai
kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang
lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya
evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat
penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan
atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi
secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstisial dan
perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus.
Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler
meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan
cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 20 20
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan :
Laju filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan ”free water” atau untuk
menghasilkan urin hipotonis.
I. Pengganti Defisit Pra Bedah2,13,14
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi
(puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera
diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit
yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang
ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis,
Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya
tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan
penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,
dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera
diganti dengan melakukan resusitasi carian atau rehidrasi sebelum induksi
anestesi.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 21 21
II. Terapi Cairan Selama Pembedahan 2,13,14
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung
berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat
pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau
evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstraksi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan
saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya : appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam
Tabel 7. Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses
Fluid Shift Example of Operation Rates * (Crystalloid)
Minor Tendon Repair
Tympanoplasty
0 – 3 ml/kg/hr
Moderate Hysterectomy Inguinal hernia
Total hip replacement
6 ml/kg/hr
Major Abdominal case with
peritonitis
9 ml/kg/hr
*Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blodd
not replaced with blood.
4. Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV=Estimated Blood
Volume=taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 22 22
akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut
seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.
Tabel 8. Perkiraan volume darah
Usia Volume darah
Neonatus
* Prematur 90 ml/kg BB
* Full term 85 ml/kg BB
Bayi 80 ml/kg BB
Dewasa
* Laki-laki 75 ml/kg/BB
* Wanita 65 ml/kg/BB
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan
dengan laruatan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus
menjadi bahan pertimbangan berdasarkan :
1. Keadaan umum penderita (kadar Hb dan hematokrit) sebelum
pembedahan
2. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi.
3. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum
4. Kedaaan hemodinamik (tensi dan nadi)
5. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
6. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit
7. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah :
1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan
kadar hemoglobin sebesar 1 gr% dan hematokrit 2-3% pada
dewasa.
Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar
hemoglobin 3 gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan
cairan secukupnya sehingga diuresis + 1 ml/kgBB/jam.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 23 23
III. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah2,13,14
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal
dibawah ini :
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah torpis dalam keadaan basal
sekitar + 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak
dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat
stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada
2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlua
larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita
dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah :
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari
10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya
angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi
cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama,
meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran,
diameter pupil, jalan napas, frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 24 24
Pilihan Jenis Cairan2,13,14
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler
(CES=CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia
dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam
jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruch cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam
jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga
timbul edama perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills, dkk (1967) di medan perang Vietnam
turut memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Heugman, yaitu
pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya
edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Tabel 9. Komposisi Cairan Kristaloid
Solution Tonicity Na+ Cl- K+ Ca2 Glucose Lactate
5% Dextrose
in water
Hypo (253) 50
Normal
saline
Iso (308) 154 154
D5 ¼ NS Iso (330) 38,5 38,5 50
D5 ½ NS Hyper (407) 77 77 50
D5NS Hyper (561) 154 154 50
Lactated
Ringers
Iso (273) 130 109 4 3 28
D5LR Hyper (525) 130 109 4 3 50 28
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 25 25
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walaupun agak hipotonis
dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat
yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchlorenmic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa
disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan
koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotuik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar).
Tabel 10
Jenis
Koloid
Produksi Tipe BM
rata-
rata
Waktu
paruh
Indikasi
Plasma
protein
Human
plasma
Serum
consered
human
albumin
50.000 4-15
hari
a. Pengganti
volume
b. Hipoproteinemia
c. Hemodilusi
Dextran Leuconostoc
mesenteroid
D60/70 60.000
–
6 jam a. Hemodilusi
b. Gangguan
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 26 26
Jenis
Koloid
Produksi Tipe BM
rata-
rata
Waktu
paruh
Indikasi
B512 70.000 mikrosirkulasi
(stroke)
Gelatin Hidrolisis dari
kolagen
binatang
Modified
Urea linked
Oxylopi
gelatin
hydroxylethyl
35.000 2-3 jam Subtitusi volume
Starch Hidrolisis
asam dan
ethylen
oxyde
treatment
dari kedelai
dan
Hydroxyethyl 450.000 6 jam a. Subtitusi volume
b. Hemodilusi
Polyvinyl
pyrrolido
ne (PVC)
Sintetik
polimer vinyl-
pyrrolidone
Subtosan
Periston
50.000
–
25.000
Substitusi volume
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada “cross match”. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2
jenis larutan koloid :
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5
dan 2,5%)
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 600 C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung
alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s
factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma
dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 27 27
fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis, yaitu :
1. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000
dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000 – 70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran
40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)
terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%
dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase
(walau jarang).
Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga
1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 28 28
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar
dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi
maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan
berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen
binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu :
Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin
Tabel 11. Crystalloid versus colloid
Crystalloid Colloid
Advantages Inexpensive More sustained
intravascullar increase
(1/3 still intravascullar
at 24 hr)
Promotes urinary flow
(increase intravascular
volume)
Maintain or q plasma
colloid oncotic pressure
Fluid of choice for initial
resuscitation of
trauma/hemorrhage
Requires smaller
volume for equal effect
Expands intravascular
volume (1/4 volume
given retained
intravascularly)
Less peripheral edema
(more fluid remains
intravascullar)
Restores third space
losses
May lower intracranial
pressure
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 29 29
Crystalloid Colloid
Disadvantages Dillutes colloid osmotic
pressure
Expensive
Promotes peripheral
edema
May produce
coagulopathy (dextrans
and helastarch)
Higher incidence of
pulmonary edema
With capilary leak may
potentiate fluid loss to
interstitium
Requires large volume Impairs subsequent
cross matching of bool
(dextrans)
Effects are transient Dilutes cloting factors
and platelets-platelets
adhesiveness
(absorption onto
platelet membrane
receptor)
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J. Anaesh.
2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. Fakultas Kedokteran UnPad/RS Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydration – does it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002;
46:1089-93.
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous Fluids in Minor Surgery. Their effect in
Recovery from Anaesthesia. 1986; 41:635 – 7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. Fifth edition.
Missouri: Elsevier – mosby; 2005.p3-227.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 30 30
6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Ninth edition.
Pennsylvania:W.B. Saunders company; 1997:375-393.
7. Latief AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi cairan pada
pembedahan. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK
UI, 2002.
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. Second
edition. Pennsylvania: Springhous; 2002:3-189.
9. Schwartz SI, ed. Principles of Surgery Companion Handbook. Seventh
edition. New York.
10. Silbernagl F, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Thieme;
2000:122 – 3.
11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University –
Center for Veterinary Health. 2006 (Diakses tanggal 29 September 2007).
Tersedia dari : http://member.tripod.com/lyser/ivfs.htm
12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif FK UNDIP: Semarang; 2004:1-60.
13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. Fifth
edition. Philadelphia:Lippincot Williams and Wilkins; 2006:74-97.
14. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media Aesculapius; 2000:1-58.
15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar
[dikutip 6 Okt 2007]. Tersedia dari: URL:
http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
16. Fakultas Kedokteran UnPad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung.2003.
17. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Edisi 2. farmedia;
2003:17-40.
Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 31 31