terapi nutrisi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh, dan merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam keadaan sakit kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas. 1 Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas. Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi. Kemudian, belakangan ini juga dilakukan usaha-usaha dilakukan untuk membuktikan bahwa jenis suplemen makanan tertentu mempengaruhi proses imunologis endogen pada pasien-pasien tersebut, yang selanjutnya mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien. 2 Resiko terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-55%, Pemberian nutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit harus merupakan suatu pendekatan yang berjalan sejajar dengan penanganan masalah primernya. Masalah primer dari keadaan sakit pasien akan memburuk bila pemberian nutrisi kurang adekuat. Nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi. Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang peranan penting dalam dimulainya pemberian nutrisi. 1 1

Upload: kertiasihwayan

Post on 15-Jan-2016

233 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Terapi nutrisi

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Nutrisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh, dan

merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam keadaan sakit kebutuhan

nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya

kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami

kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti

dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas.1

Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang

sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian nutrisi pada

pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas.

Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam

systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan

pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta

pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin

sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi. Kemudian,

belakangan ini juga dilakukan usaha-usaha dilakukan untuk membuktikan bahwa

jenis suplemen makanan tertentu mempengaruhi proses imunologis endogen pada

pasien-pasien tersebut, yang selanjutnya mempengaruhi morbiditas dan mortalitas

pasien.2

Resiko terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-55%,

Pemberian nutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit harus merupakan

suatu pendekatan yang berjalan sejajar dengan penanganan masalah primernya.

Masalah primer dari keadaan sakit pasien akan memburuk bila pemberian nutrisi

kurang adekuat. Nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan

kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian

nutrisi. Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab

penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang peranan

penting dalam dimulainya pemberian nutrisi. 1

! 1

Page 2: Terapi Nutrisi

Terapi nutrisi yang sesuai bisa menurunkan pemakaian cadangan nutrien

endogen dan mempertahankan masa jaringan, memperbaiki fungsi organ,

mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kejadian infeksi, mempertahankan

barier usus, mengurangi masa rawat dan biaya perawatan di rumah sakit.2 Sehingga

disini nutrisi sangat penting dalam menjaga pasien agar tidak mengalami malnutrisi

selama mengalami perawatan. Jika pemberian nutrisi lewat oral dan enteral tidak

memungkinkan dilakukan, maka terapi nutrisi parenteral mutlak diberikan sebagai

pilihan utama.1, 2, 3

! 2

Page 3: Terapi Nutrisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian kebutuhan energi

Menentukan kebutuhan nutrisi untuk orang sakit bukan hal yang mudah,

apalagi pada pasien sakit kritis. Dari berbagai cara yang ada tak satupun memenuhi

kebenaran 100%, oleh karena ditentukan dan dipengaruhi oleh banyak faktor terutama

penyakit dasarnya. Formula yang sering dipakai diklinik adalah persamaan yang

digunakan untuk menghitung laju metabolisme basal (BMR=REE). Persamaan ini

menggunakan beberapa parameter seperti: tinggi badan, berat badan, usia, dan jenis

kelamin. Parameter-parameter tersebut merupakan parameter-parameter sederhana

yang sering dipakai untuk menghitung besarnya energi yang dibutuhkan perharinya.

Parameter-parameter tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus yang disebut rumus

“Harris Benedict” sebagai berikut: 2,3

BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H – 6,76 A UNTUK PRIA BMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,76 A UNTUK WANITA

Keterangan: REE = resting energy metabolism (BMR= Basal Metabolic Rate)

W = weight (kg) H = height (cm) A = age (years)

Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada saat

istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran energinya tidaklah

sama dengan orang-orang normal tersebut. Oleh karena itu hasil dari perhitungan

tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang dihadap, atau dalam arti lain pada

pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stress (Tabel 1).

REE sering disebut dengan BMR ( Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy

Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure), adalah pengukuran jumlah

energy yang dikeluarkan pada kondisi istirahat dan 12-18 jam setelah makan.

Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif berkisar antara 10 – 20%, trauma

berat 20 –50% , sepsis 20 – 60% dan untuk luka bakar berat 100%. Pada penderita-

! 3

Page 4: Terapi Nutrisi

penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan energinya dapat bervariasi dari

hari ke hari sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi penderita.2,3

Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat

kelebihan pemberian pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltarsi lemak hati dan

pulmonary compromise.

Tabel 1. Faktor Stres

Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat

hipermetabolisme :

* Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 - 1,30

* Kanker 1,10 - 1,30

* Peritonitis / sepsis 1,20 - 1,40

* Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 - 1,40

* Luka bakar 1,20 - 2,00

(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)

Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stres

2.2 Keseimbangan Nitrogen

Salah satu tujuan utama pemberian nutrisi artifisiil pada penderita sakit kritis

adalah untuk menurunkan terjadinya pemecahan protein tubuh. Pada fase-fase awal

cedera berat memang tidak mungkin mendapatkan keseimbangan nitrogen (N)

menjadi nol, maka dalam hal ini tujuannya adalah untuk memperkecil negatifitas

keseimbangan nitrogen ini. Keseimbangan nitrogen merupakan fungsi komplek yang

terdiri dari pemecahan protein dan energi dan besarnya asupan nitrogen.2,3

Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi

nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang

bersifat homeostatic pada jaringan protein tubuh. Keseimbangan nitroden dapat

dihitung dengna menggunakan formula yang mempertimabngkan nitrogen urin 24

jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (UUN), dan nitrogen dari protein dalam

makanan.

! 4

Page 5: Terapi Nutrisi

Apabila asupan nitrogen dijaga tetap konstan, maka peningkatan asupan energi

akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sampai kemudian nitrogen itu sendiri

membatasi energi yang dapat dikonsumsi dan peningkatan lebih lanjut tidak akan

memberikan efek yang positif pada keseimbangan nitrogen. Peningkatan asupan

nitrogen juga akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sepanjang asupan energinya

juga cukup tinggi. 1,6

Kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen dengan menghitung kehilangan nitrogen

melalui urin dengan cara : 2

1. Urea Urin (dalam 24 jam) x 0,035 = kehilangan N2 (dalam gram) + protein uria

(dibagi 6,25 untuk mendapatkan gram N2 ).

2. Kehilangan protein dapat melalui keringat, dan feses (sebanyak 1,6 gram per hari

pada temperatur normal), dalam keadaan panas, maka angka ini bertambah 0,8

gram setiap peningkatan 1ºC tiap hari. Selain itu harus diperhitungkan pula

kehilangan protein dalam feses sebanyak 2-4 gr N2/L.

3. Kehilangan 3-8 gram urea nitrogen melalui pipa urin pada penderita tanpa intake

protein atau asam amino, mencerminkan katabolisme protein ringan, jika

kehilangan 8-13 gram mencerminkan katabolisme sedang, dan jika diatas 13 gram

mencerminkan katabolisme berat.

! 5

Page 6: Terapi Nutrisi

2.3 Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidart

menghasilakn kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya

berkisar 50% - 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbodidart tersedia dalam 2

bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna, daibsorpsi dan digunakan oleh tubuh

(monosakrida seperti glukosa dan fruktosa, disakarida seperti sukrosa, laktosa, dan

maltose; polisakarida seperti tepung, dekstrin, dan glikogen) dan yang kedua

karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti serat.

Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh termasuk SSP, saraf tepi, dan

sel adarah. Glukosa disimpan dalam hati dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan

hati terbatas habis dalam 24-36 jam melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati

habis, glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin),

gliserol, dan laktat.

Oksidasi glukosa berhubungan dengan produksi CO2 yang lebih tingi,

ditunjukkan dengan RQ (Respitarory Quotient) glukosa lebih besar dari asam lemak

rantai panjang. Sebagian besar glukosa di daur ulang setelah mengalami glikolisis

anaerob menjadi laktat kemudian digunakan untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan

glukosa pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa dihati

berupa glikogen dan lemak.

Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran karakteristik pada pasien-

pasien cedera, sepsis dan luka bakar dimana nilainya bervariasi dari yang berada

sedikit di atas normal pasca operasi elektif, sampai setinggi 800 mg/dl pada kasus-

kasus yang berat. Hiperglikemia berat akan merugikan secara klinis oleh karena dapat

menyebabkan hiperosmolaritas darah yang tinggi. Hiperglikemia jenis ini disebut

sebagai “diabetes of injury.” Akan tetapi tidak seperti diabetes melitus yang biasanya

disebabkan oleh karena kekurangan insulin, pada “diabetes of injury” malahan terjadi

peningkatan kadar insulin.2,3

Glukosa yang dibentuk bahkan lebih banyak dari pada glukosa yang

dioksidasi pada trauma dan sepsis, oleh karena terjadinya peningkatan glikolisis yang

merupakan kebutuhan pada daerah luka dan pada sepsis. Pada penderita sepsis, lokasi

yang menjadi tempat infeksi akan mengalami peningkatan jumlah sel darah putih,

! 6

Page 7: Terapi Nutrisi

yang menggunakan glukosa lebih banyak untuk glikolisis dibandingkan untuk

oksidasi. Pada pasien-pasien luka bakar jaringan yang mengalami penyembuhan juga

menggunakan glukosa untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Dalam proses

glikolisis ini hampir semua glukosa yang dimanfaatkan diubah menjadi laktat, yang

merupakan sumber energi 1/12-nya dibandingkan dengan energi yang diperoleh dari

glukosa melalui proses oksidasi.2,3

Orang dewasa sedikitnya menerima 100 g tapi tidak lebih dari 500 g

karbohidrat perhari. Bila lebih dari 500 g dapat meningkatkan ensim hepatik serum

secara signifikan dan kedang-kadang menimbulkan hepatomegali. Gula darah

sebaiknya dipertahankan antara 100 – 200 mg/gL karena gula darah yang lebih tinggi

dari 200 mg/dL dapat menimbulkan komplikasi metabolik. Pasien dengan renal

insufisiensi sedang dapat terjadi metabolik asidosis dan penumpukan laktat darah

karena hiperglikenia berkepanjangan. Pada pasien seperti ini seharusnya pemberian

karbohidrat sebaiknya dikurangi dan permberian natrium klorida diganti dengan

garam asetat untuk mengurangi asidosis metabolik.2,3

2.4 Metabolisme Lemak

Komponen lemak dapt diberikan dalam bentuk nutrisi enteral atau parenteral

sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30%-50% dari total

kebutuhan. Satu gram lemak mengandung 9 kalori.

Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai sumber energy, membantu absorpsi

vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu dan

melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh. Pemberian kalori

dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan energy dan menurunkan insiden

dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar.

Dalam keadaan hipermetabolik maka akan terjadi oksidasi lemak yang jauh

lebih tinggi, dibandingkan pada orang-orang normal. Lipolisis trigliserida dari

simpanan lemak tubuh meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksidasi

lemaknya. Walaupun metabolisme lemak ditingkatkan oleh stres yang diderita, namun

proses ketogenisnya ternyata lebih rendah kalau dibandingkan dengan orang-orang

yang puasa normal. Perbedaan utama antara kondisi puasa pada penderita cedera berat

! 7

Page 8: Terapi Nutrisi

dengan orang-orang normal adalah tingginya glukosa yang produksi, terutama dipakai

oleh jaringan yang mengalami stres untuk proses glikolisis. Oleh karena ketogenesis

sebagian dihambat oleh tingginya kadar glukosa dan insulin, maka hampir semua

kebutuhan enegi otak hanya akan dipenuhi oleh glukosa dan dalam keadaan-keadaan

sperti itu jaringan-jaringan lain juga meng-oksidasikan glukosa.Tingginya oksidasi

glukosa ini hampir semua diperoleh dari pemecahan protein otot, yang dapat

meningkat dalam laju 2,5 kali dibandingkan pada orang normal.2,3

Lemak dapat diberikan 1 – 3 g/kg BB/ hari. Konsentrasi trigliserida dan

kolesterol serum sebaiknya diperiksa setiap minggu atau lebih sering. Pada pasien

yang dapat mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, sebaiknya diberikan

kalori nonprotein. Sedangkan jika pasien tidak mentoleransi karbohidrat dan lemak

dengan baik, kalori non protein yang dipilih adalah yang dapat ditoleransi lebih baik.

Disarankan agar pemberian lemak dan karbohidrat dipidahkan yaitu lemak pada siang

hari ( pukul 6 pagi – 6 sore) dan karbohidrat di malam hari (pukul 6 sore – 6 pagi),

dimana masing-masing diberikan bersama dengan makanan yang mengandung

nitrogen.2,3

Selama hari-hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien

yang mengalami stres, dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk

pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan

emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT)

kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma

sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.

2.5 Protein (Asam-Asam Amino)

Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/

hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan

pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan 1

gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal yang dibutuhkan

untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang

dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3

gram/kgbb/hari. Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata kebutuhan protein pada

dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis

! 8

Page 9: Terapi Nutrisi

kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 . 1,5 gram/kgbb/hari. Kebutuhan protein

pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 . 2 gram protein/kgbb/hari, seperti pada

keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang

tidak terkontrol. Keseimbangan nitrogen negatif lebih tinggi 8 kali pada pasien

dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan

individu normal. Data ini dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi

penyakit ketika mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen.

2.6 Vitamin dan Mineral

Untuk menjamin penggantian yang adekuat dari mineral dan elemen penting

lainnya, terutama pada pasien yang menerima formula berdelusi kuat, kadarnya dalam

serum sebaiknya diperiksa sedikitnya sekali dalam seminggu sampai elemen ini dapat

distabilkan. Nilai kadar serum normal dari mineral terlihat dalam Tabel 2. Kandungan

vitamin dari makanan cair biasanya menurun bila disimpan terlalu lama. Penilaian

klinis (Tabel 3) mungkin dapat membantu untuk menyediakan vitamin yang cukup

untuk pasien, dimana secara umum pemberian tambahan multivitamin 1 mL (untuk

anak-anak) dan 5 mL (untuk dewasa) per hari dapat memenuhi kebutuhan.3

Tabel 2. Penilaian Mineral3

Mineral Gejala kekurangan Nilai normal dalam serum

Kalsium Osteomalasia, tetani 2 , 2 - 2 , 7 m M (8,6-10,6 mg/dL)

Klorida Alkaslosis metabolik 95-105 mEq/L

Kromium Intoleransi glukosa 2-4 ng/mL

Kobalt Tidak diketahui 2-5 ng/mL

Tembaga Anemia, neutropenia 90-130 µg/dL

Iodium Kretinisme, miksedemia 4-11 µg/dL

Besi Hipokromik mikrositik anemia SI >60 µg/dL TIBC <250 µg/dL Feritin >30 µg/dL

Magnesium Tetani, kelemahan otot 1,2-2,5 mg/dL

Mangan Gangguan pembekuan 6-10 ng/dL

Molibdenum confusional state 0,5-2 ng/dL

Fosfor Osteomalasia, tetani 2,5-4,5 mg/dL

! 9

Page 10: Terapi Nutrisi

Tabel 3. Penilaian Vitamin3

2.7 Modalitas Terapi Nutrisi

Beberapa modalitas yang dapat kita pakai dalam tatalaksana pemberian nutrisi pada

pasien, yaitu3 :

Kalium Kelemahan otot, iritabilitas jantung, alkalosis 3,5-5,5 mEq/L

Selenium Kelemahan otot, anemia 0,02 ng/mL

Natrium Hipovolemia, hipotensi, penurunan volume urin 135-142 mEq/L

Sulfur Tidak diketahui Tidak diketahui

Zinc Gangguan pertumbuhan, penyembuhan luka yang lama, koagulopati

70-120 µg/dL

Vitamin Gejala kekurangan Nilai normal

Asam askorbat Scurvy, perdarahan gusi, penyembuhan luka yang lama.

0.5-1 mg/dL

Biotin Alopecia, dermatitis, neuritis. 200-500 pg/mL

Kobalamin Anemia megaloblastik, neuropati 200-900 pg/mL

Asam folat Defek megaloblastik pada sel darah merah dan mukosa.

Serum: 3-9 ng/mL Sel: 150-600 ng/mL

Niasin Pellagra, dermatitis, ulkus pada mukosa, depresi SSP

4-9 µg/mL

Asan pantotenat Iritabilitas, parestesia 150-400 ng/mL

Piridoksin Glositis, neuritis, anemia hipokromik mikrositik

Red cell GOT indeks >1.5

Riboflavin Cheilosis, glositis, dermatitis <1.2 aktifitas erythrocyte glutathion reductase

Tiamin Polineoritis, high-output cardiac failure 8-15 IU aktifitas transketolase

Vitamin A Buta senja, xeropthalmia, keratosis 20-60 µg/dL

Vitamin D Osteomalacia, riketsia, kelemahan otot 10-80 ng/mL

Vitamin E Anemia hemolitik pada neonatus, perubahan SSP dan retina

0.8-1.2 mg/dL

Vitamin K Kecenderungan perdarahan Protrombin time <1 detik dari kontrol

! 10

Page 11: Terapi Nutrisi

1. Diet Oral Diet oral selalu lebih dianjurkan sebagai rute untuk memberikan terapi nutrisi.

Banyak jenis diet oral yang tersedia. Sebagai tambahan, nutrisi suplemen komersial

dalam bentuk cair dapat digunakan bersama dengan suatu diet oral untuk

meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Jika diperlukan ahli gizi dapat

memberikan suatu analisa (calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan

asupan nutrisi oral sehari-hari.

2. Nutrisi Enteral

Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak mampu

mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral, tetapi memiliki

saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan baik. Nutrisi enteral lebih

disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus dapat menjadi sarana

pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus, meningkatkan imunitas, dan menghindari

komplikasi berkaitan dengan pipa yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan

dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi

parenteral.

3. Nutrisi Parenteral

Terapi nutrisi parenteral diindikasikan bila ada penurunan status nutrisi namun

protein dan nutrisi yang cukup tidak dapat diberikan secara oral maupun enteral.

Nutrisi parenteral mencakup peripheral parenteral nutrition (PPN) dan central or

total parenteral nutrition (TPN).

2.8 Cara pemberian nutrisi pada penderita sakit kritis

Cara terpilih untuk memberikan tunjangan nutrisi artifsial pada penderita sakit

kritis meliputi 2 cara utama. Pertama: secara enteral, dimana nutrisi yang diberikan

melalui saluran cerna apakah lewat mulut atau langsung ke daerah lambung,

duodenum atau jejunum, dengan caranya masing-masing. Cara yang kedua adalah

melalui parenteral yang didefinisikan sebagai cara pemberian tunjangan nutrisi

artifisiil melalui intravena, baik secara perifer maupun sentral. Apabila telah diambil

keputusan untuk memberikan tunjangan nutrisi kepada seorang penderita, maka

langkah berikutnya adalah menetapkan cara terpilih melalui mana nutrisi tersebut

akan diberikan.2,3

! 11

Page 12: Terapi Nutrisi

Suatu algoritma keputusan klinis untuk memilih terapi nutrisi pada pasien

dewasa dapat dilihat pada Gambar 1.

!

Gambar 1. Algoritma Keputusan Terapi Nutrisi3

2.9 Nutrisi enteral

Bagaimana pun juga pemberian makanan lewat enteral adalah lebih baik

dibandingakn dengan pemberian lewat parenteral saja, dan paling aman dalam

memberikan nutrisi baik pada orang sakit maupun orang sehat. Cara ini lebih

fisiologis, memungkinkan untuk memberikan produk-produk diet dalam jumlah yang

lebih besar, dan dalam berbagai bentuk sediaan, menurunkan translokasi bakteri, dan

mempromosikam IgA dan fungsinya. Indikasi pemberian nutrisi melalui enteral

adalah pada pasien yang tidak bisa makan, makanan yang tidak adekuat, pasien sulit

menelan, pasien luka bakar luas. Kontraindikasi pemberian nutrisi melalui enteral

Functional GI Tract

Enteral Nutrition Long-term (Gastrostomy, Jejunostomy, Nasojejunal) Short-term (Nasogastric, nasoduodenal, nasojejunal)

Parenteral Nutrition

Yes No

Nutrition Assessment Decision to Initiate Specialized Nutrition Support

Short-term Long-term or poor

peripheral access

GI FunctionPeripheral PN Central PN

GI Function ReturnNormal Compromised

Intact Nutrients

Defined Formula

Nutrient Tolerance

Adequate Progress to oral feedings

Indequate PN supplementation

Adequate Progress to more complex diet and oral feeding as tolerated

Progress to total enteral feedings

Yes No

! 12

Page 13: Terapi Nutrisi

adalah pada penderita yang mengalami kelainan anatomi saluran cerna, resiko

aspirasi, edema saluran cerna, dan saluran cerna fungsinya terganggu, misalnya diare

berat. Diare dan perdarahan saluran cerna ringan dan adanya fistula enterokutan

bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan nutrisi enteral. Beberapa

keuntungan nutrisi enteral meliputi harganya yang lebih murah, dengan cara ini dapat

memelihara keutuhan epitel saluran cerna, dimana akan mengalami atrofi selama

nutrisi parenteral, dan dengan cara enteral dapat dihindari komplikasi akibat

pemasangan kateter vena sentral.3

Beberapa cara yang dipakai untuk memberikan nutrisi enteral sebagai

alternanatif pemberian makan secara oral antara lain melalui: pipa nasogastrik dan

nasoduodenal, pipa faringostomi gastrik atau pipa faringo-duodenal, pipa gastrostomi

dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter yeyunostomi. Pemasangan pipa

nasogastrik merupakan cara yang paling mudah, walaupun tidak selalu berhasil

dengan baik. Dapat dilakukan pada keadaan fungsi gaster harus baik, motilitas sdan

pengosongan gaster normal 3,4

Dalam keadaan-keadaan tertentu maka nutrisi enteral tidak dapat dilakukan

sehingga terpaksa harus memilih cara parenteral, untuk tetap bisa mendukung nutrisi

artifisial penderita. Hambatan pada pemberian nutrisi enteral adalah gagalnya

pengosongan lambung, aspirasi isi lambung, diare, sinusitis, salah meletakkan pipa.

Jalur dan makanan alternatif biasanya hanya digunakan saat pemberian nutrisi secara

oral maupun enteral tidak memungkinkan atau tidak adekuat, seperti pada pasien

dengan sakit kritis yang tidak dapat mencerna sebagian ataupun seluruh makanan

yang dibutuhkan. Pasien-pasien seperti itu harus mendapatkan nutrisi tambahan

secara enteral. Keadaan-keadaan tersebut misalnya: adanya resiko refluk gaster yang

hebat, adanya obstruksi pada saluran cerna yang menghambat jalur turun makanan,

adanya perforasi pada saluran cerna, operasi-operasi intraabdominal dan beberapa

keadaan lainnya yang menghambat absorpsi saluran cerna.3,8

Komposisi Diet Enteral

Makanan enteral cair dapat disiapkan dari makanan segar dengan semua

nutrisi esensial yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Biasanya sekitar 1500

! 13

Page 14: Terapi Nutrisi

sampai 3000 mL dari formula ini sudah mencukupi rekomendasi harian yang

diperbolehkan. Formula untuk pasien tanpa gagal ginjal mengandung 53 sampai 211

kalori nonprotein per gram nitrogen.3,5

Pada pasien dengan BUN dan serum kreatinin normal, dapat diberikan protein

yang lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah terhadap rasio nitrogen. Pasien

dengan normal BUN sebaiknya mendapatkan sekitar 1,5 – 2,5 g protein/kgBB/hari.

Jika BUN < 40 mg/dL dan serum kreatinin < 2 mg/dL, pemberian nitrogen yang lebih

tinggi masih sesuai. Tetapi peberian protein harus dikurangi jika BUN > 80 mg/dL

dan serum kreainin > 3 mg/dL. Formula yang diperkaya asam amino rantai cabang

dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasiend dengan sepsis,

trauma berat dan kegagalan hati.5

Pemberian dengan Bolus dan Drip Kontinyu

Pemberian makanan secara bolus pada lambung merupakan cara yang lebih fisiologis.

Hal ini karena formula makanannya tidak diberikan dengan drip pada suhu ruangan,

maka dapat mengurangi kontaminasi bakteri. Tetapi ada beberapa masalah pada

pemberian bolus antara lain :5

1. Sering terjadi intoleransi pada pasien dengan short-bowel syndrom dan

malabsorption syndrom.

2. Kemungkinan terjadi aspirasi paru pada pasien dengan kesadaran menurun

atau pasien tidak sadar.

3. Intoleransi fisiologis terhadap bolus karbohidrat, protein dan lemak.

4. Memerlukan jadwal pemberian makan yang menyita waktu lebih banyak.

Pemberian dengan drip biasanya lebih mudah, tapi memiliki bahaya

tumbuhnya bakteri yang berlebihan apabila kantong nutrisi digantung pada suhu

ruangan dalam jangka waktu yang lama. Karena itu formula nutrisi ini sebaiknya

tidak lebih dari 12 jam pada suhu ruangan. Kantong nutrisi dan selangnya sebaiknya

diganti setiap hari atau lebih jika terjadi kontaminasi bakteri.5

Pemberian makanan langsung ke usus halus sebaiknya diberikan dalam bentuk

drip. Begitu juga pemberian ke jejunum harus lebih sedikit dan lebih sering daripada

pemberian ke lambung.5

! 14

Page 15: Terapi Nutrisi

Komplikasi Nutrisi Enteral

Komplikasi dari pipa dan pemberian makanan dengan pipa dapat dilihat pada tabel 3

dan tabel 4. Perforasi dari esofagus, trakea, bronkus, atau paru selama pemasangan

secara blind dengan pipa diameter kecil dan kaku sering menjadi masalah. Pipa

sebaiknya dimasukkan dengan hati-hati dan tanpa paksaan.3,4,5

Fistula trakeoesofageal merupakan komplikasi serius yang bisa terjadi jika

balon pipa endotrakea atau trakeostomi menekan pipa nasogastrik sehingga trakea dan

dinding esofagus yang berada diantaranya menjadi nekrosis. Pemakaian pipa dengan

diameter kecil dan lembut serta balon pipa endotrakea atau trakeostomi dengan

tekanan rendah dapat mencegah hal tersebut.3

Pipa gastrostomi dapat mengalami salah masuk ke jejunum dan kolon

transversum. Pneumatosis intestinalis pernah dilaporkan terjadi setelah pemasangan

pipa jejunostomi. Yang sering juga terjadi adalah pipa yang tidak berfungsi karena

tersumbat. Hal ini dapat dicegah dengan memastikan tetesan tidak terputus-putus

dengan memberikan air steril sebanyak 10-50 ml kedalam pipa dengan tekanan kuat

(flushing) 3x/hari untuk mencegah sumbatan.3,6

Tabel 3. komplikasi yang dapat terjadi oleh pipa nutrisi enteral3

! 15

Page 16: Terapi Nutrisi

2.10 Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral adala suatu bentuk nutrisi yang diberikan langsung memalui

pembuluh darah tanpa melalui saluran cerna, diberikan pada pasien-pasien yang tidak

mau makan, tidak bisa makan, ataupun tidak boleh makan. Biasanya pemberian

nutrisi parenteral ini pada pasien-pasien yang mengalami gangguan gastrointestinal

yang bertujuan untuk mencegah pasien dari kelaparan dan defisiensi zat gizi.3,7

Nutrisi melalui infus perifer walaupun praktis dan sederhana, namun cara

tersebut memiliki beberapa keterbatsan utamanya pada penderita sakit kritis. Pasien-

Pipa Nasoenterik

• Salah masuk ke dalam trakea, bronkus dan ruang pleura melalui perforasi

bronkus dan paru.

• Perforasi dari faring, esofagus, trakea dan bronkus.

• Pipa tertarik dari lambung ke esofagus.

• Erosi mukosa faring, esofagus, gaster dan duodenum.

• Ujung pipa bagian luar masuk ke hidung.

• Fistula trakeoesofageal.

• Kesulitan memasukkan pipa ke dalam lambung atau duodenum.

• Pipa tersumbat.

Pipa gastrostomi

• Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.

• Pipa tidak bisa dimasukkan kedalam duodenum melalui pilorus.

• Kebocoran isi lambung melalui pipa.

• Tidak sembuhnya fistula gastrotomi yang memerlukan penutupan dengan

operasi.

Pipa atau kateter Jejunostomi

• Kebocoran makanan dari sekitar pipa atau kateter.

• Infus makanan kedalam intravena.

• Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.

• Obstruksi intestinal karena perlekatan atau volvulus dari jejunum mnyatu

dengan dinding abdomen.

! 16

Page 17: Terapi Nutrisi

pasien tersebut biasanya memerlukan pemberian sejumlah besar cairan yang

hipertonik, yang mana apabila diberikan melalui vena perifer dimana aliran darahnya

lambat, bukan hanya tidak adekuat tetapi juga sering kali akan menyebabkan plebitis.

Nutrisi intravena perifer hanya dapat diberikan sebagai tambahan terhadap nutrisi

parenteral total atau tambahan dari pemberian nutrisi enteral.3,7,8

Akan tetapi apabila nutrisi artifisiil yang perlu diberikan tersebut belum dapat

terpenuhi baik dengan cara enteral maupun parenteral, maka kebutuhan akan

pemakaian nutrisi parenteral sentral sangat penting. Prinsipnya ujung kateter untuk

nutrisi vena sentral haruslah terletak pada pada vena besar ataupun pada atrium kanan,

melalui cara-cara yang aseptik lege-artis. Dengan nutrisi parenteral total sentral akan

dapat diberikan beberapa cairan nutrisi yang osmolaritasnya cukup tinggi (1.500

mOsm), sehingga kebutuhan akan bahan makanan dapat terpenuhi. Namun harga

yang mahal, resiko pemasangan dan resiko infeksi serta atrofi mukose usus,

menyebabkan cara ini dipilih hanya bila cara lainnya tidak dapat memberikan

pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita.7

Indikasi pemberian nutrisi parenteral.

Nutrisi parenteral biasanya diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut : bila

ada keraguan tentang anastomosis usus distal, eksaserbasi hebat dari penyakit radang

usus, stoma usus halus proksimal dengan output tinggi, fistula enterokutan, penyakit

kritis dimana saluran cerna secara global gagal berfungsi. Pemberian nutrisi parenteral

haruslah tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis. Karena pemberian nutrisi

parenteral ini harus diwaspadai terhadap efek sampingnya.

Berikut ini disebutkan beberapa penyakit yang mengindikasikan pemberian TPN

yaitu :

Tabel 5 Indikasi TPN

Pre-operatif

• Ca esophagus

• Stenosis pylori

! 17

Page 18: Terapi Nutrisi

Adapun efek samping yang diakibatkan dari pemberian TPN yang lama antara

lain yaitu terjadi efek samping pada saluran cerna yaitu :3,8

1. Sekresi gastrin menurun dan mukosa gaster atrofi.

2. Penurunan massa usus kecil dan usus besar, diakibatkan oleh kadar glutamin

yang rendah yang juga menyebabkan gangguan produksi maltase, sukrase,

laktase dan peroksidase. Serta menyebabkan sekresi Ig A terganggu yang

berakibat terjadinya sepsis karena infeksi bakteri.

3. Produksi kalenjar pancreas terhambat

Cara pemberian nutrisi parenteral

Cara pemberian nutrisi parenteral yaitu :3,9

1. Melalui vena perifer : biasanya digunakan pada vena di tungkai atau kepala.

Lama pemberian nutrisi parenteral melalui vena perifer ini sebaiknya kurang

dari 1 minggu. Cara ini menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

kalori karena terbatasnya konsentrasi glukosa yang bisa diberikan. Tetapi

resiko infeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan yang melalui vena sentral.

2. Melalui vena perifer-central line yaitu menanamkan kateter silastik yang

ditanamkan ke vena sentral/atrium kanan dengan jarum punksi vena melalui

Penyakit GIT

• Chrone’s Disease

• Short Bowel syndrome

Hiperkatabolisme akut

• Trauma multipel

• Luka bakar luas

• Septikemia

Post operatif

• Operasi besar (major surgery)

• Fistula

Cachectia

! 18

Page 19: Terapi Nutrisi

vena safena magna atau cubiti. Cara ini bisa memenuhi kebutuhan kalori

secara tepat. Kateter yang digunakan disini adalah kateter polivinil, polietilen.

3. Melalui vena central line, kateter silastik dimasukan ke dalam vena yang besar

kearah atrium kanan, misalnya vena jugularis dan vena subclavia. Pada bayi

cara ini tidak dipakai karena sering menimbulkankomplikasi antara lain

pneumothoraks, hematothoraks dan kerusakan pembuluh darah serta saraf.

Cara ini dapat dipakai pada penderita yang mengalami operasi.

Pemilihan Substituen

Jenis cairan apa yang digunakan, berapa jumlahnya harus ditetapkan terlebih dahulu.

Selain itu harus ditetapkan berapa jumlah kalori yang dibutuhkan dalam 24 jam dan

berapa kehilangan nitrogen sebagai cermin dari adanya proses katabolisme protein.

Dasar pemilihannya sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan serta disesuaikan

dengan kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen.1,3,7

Komposisi cairan untuk nutrisi parenteral

Cairan untuk nutrisi parenteral ummnya adalah bersifat hipertonis sehingga harus

diberikan langsunng melalui vena sentralis, kecuali lipid yang bersifat isotonis dapat

diberikan pada vena perifer.3,7,8

Sumber energi :

1. Karbohidrat

Pilihannya adalah dekstrosa, fruktosa, maltosa, alkohol dan sorbitolatau xylitol (sugar

alkohol). Pada keadaan kritis yang mengakibatkan hiperglikemi akibat resistensi

insulin, maka pemberian insulin exogen akan bermanfaat. 1,7

Dextrose menghasilkan 4 g kalori. Pada orang normal, pemberian 0,5 g/kg

BB/jam akan mengakibatkan hiperglikemi, dan diuresis osmotik. Cairan yang ada

! 19

Page 20: Terapi Nutrisi

yaitu: D5%, 10%, 20%, 40% dan 50% tersedia juga cairan dektrose dengan elektrolit

seperti: Dextroplex dan Ringer dekstrose. Alcohol, menghasilkan 7 kcal ( 29 kJ)/

gram, dibatasi pemberiannya tidak melebihi 1,5 gram/kg/hari karena berakibat

keracunan. Fruktose, sorbitol, maltose, xylitol untuk menembus dinding sel tidak

memerlukan insulin. Maltose walaupun tidak membutuhkan insulin untuk masuk

tetapi proses intraseluler mutlak masih memerlukannya (partial insulin dependent).

Oleh karena itu dapat digunakan terapi pilihan untuk penderita diabetes militus. Di

pasaran yang tersedia yaitu maltosa 10% yang mengandung 400 kcal (tekanan

osmotik 278 mOsm/L).1

2. Lemak

Tiap gramnya menghasilkan enrgi 9,3 kcal (39 kJ) setiap gramnya. Lemak bermanfaat

untuk integritas dinding sel, sintesa prostaglandin, dan vitamin larut lemak.

Manifestasi defisiensi asam lemak esensial kerap terjadi pada mereka dengan TPN

yang mengabaikan substitusi lemak ini, gejalanya adalah dermatitis, fatty liver, dan

gangguan respon imun. Tersedia dalam kemasan yaitu Intralipid (Nutralipid atau

Lipofundin S), yang terdiri dari minyak soya bean. Cairan lainnya yaitu berasal dari “

Cotton seed oil emulsion” yaitu Liposyn. Intralipid dapat mensuplai FFA, fosfolipid

dan gliserol yang merupakan sumber tinggi kalori. Maksimal dapat diberikan

sejumlah 2 gr/kg BB.1

Keuntungan lemak yaitu karena bersifat isotonis, sehingga dapat dilaksanakan

di vena perifer, mengandung asam lemak esensial dan fosfolipid dan dapat sebagai

angkutan lemak lainnya. Karena lebih sedikit menghasilkan CO2 dibandingkan

karbohidrat, maka merupakan pilihan terapi gagal napas.1

Sumber nitrogen.

Dibutuhkan sebagai unsur pengganti untuk mempertahankan integritas jaringan / sel-

sel tubuh dan bukan sebagai sumber energi. Pemberian nitrogen harus memperhatikan

pemenuhan kebutuhan karbohidrat, karena akibat kekurangan karbohidrat akan

memacu proses glukoneogenesis yang berakibat katabolisme protein. Yaitu harus

terpenuhi dahulu minimal 100-150 gram karbohidrat sehari atau 25 kcal karbohidrat

untuk setiap 1 gram asam amino.1

! 20

Page 21: Terapi Nutrisi

Plasma maupun albumin sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis adalah

buruk karena akan mengalami katabolisme terlebih dahulu. Untuk sintesa protein

tubuh hanya memanfaatkan L (leavo) asam aminoprotein.1

Efek Samping pemberian TPN

Efek samping yang dapat terjadi dari pemberian TPN yaitu :8,9

• Infeksi, cairan TPN merupakan media yang baik bagi tumbuhnya

mikroorganisme, sehingga dalam hal ini memerlukan suatu tindakan sterilitas

dalam pemberian TPN ini.

• Gangguan keseimbangan biokimia, seperti hiperosmolaritas, rebound

hipoglikemia, hipofosfatemia, hipokalemia dan hipomagnesemia

• Asidosis metabolik, berapa hal yang menjadi penyebab asidosis metabolik

yaitu :

1. Pemberian kationik amino acid berlebihan misalnya lysine dan

arginine.

2. Pemberian ”titrable acids” dari beberapa asam amino

3. Hasil metabolisme radikal fosfat dan sulfat.

4. Timbulnya laktic asidosis akibat pemberian sorbitol dan fruktose.

5. Pemberian glisine yang berlebihan.

6. Timbulnya keton bodies akibat pemberian emulsi lemak.

7. Perfusi jaringan perifer buruk.

Monitoring

Hal-hal yang penting diperhatikan setiap hari dalam pemberian TPN adalah :8,9

1) Berat badan

2) Urea dan Elektrolit dalam plasma

3) Gula Darah

4) Darah lengkap

5) Catatan neraca cairan

6) Kadar urea dan elektrolit urin dalam 24 jam

7) Analisis gas darah

! 21

Page 22: Terapi Nutrisi

Kalau keadaan sudah stabil, pemantauan dapat diperjarang sesuai dengan kebutuhan,

dan pemantauan selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali yaitu :

1) Tes fungsi hati

2) Protein plasma

3) Prothrombin time

4) Osmolality plasma dan urin

5) Konsentrasi Ca, Mg, dan PO4

Pengalihan dari nutrisi parenteral ke oral hendaknya dilakukan secara graduil, untuk

menghindarkan terjadinya diare. Mobilisasi pada penderita sangat penting, karena

mobilisasi akan memacu proses anabolisme. Tindakan TPN hendaknya harus hati-hati

dan cermat mengingat efek sampingnya yang sering berakibat fatal bagi penderita.

2.11 Nutrisi Pada Beberapa Kondisi Penyakit

2.8.1 Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar

Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk menghindari

kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah kelemahan yang akan terjadi.

Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan untuk mengatur "stress respon" berat

karena akan terjadinya katabolisme. Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien

yang sudah mengalami kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan

dengan ukuran luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus

ditingkatkan sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan

menyebabkan terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein

energy malnutrition

Untuk menghitung kebutuhan total energi = (BEE) X stress faktors. Adapun Stress

faktor untuk luka bakar berat (Severe burn) adalah 2,0.4

Pada pasien luka bakar rata tata memerlukan protein 1,2 sampai 2 gr / kg / hari,

sementara untuk luka bakar mayor (major burn) membutuhkan protein sebanyak 1,5

– 2 gr/kg/hari. Pemberian kandungan protein lebih dari 2 gr/kg/hari tidak akan

meningkatkan sintesis protein lebih jauh lagi dan protein tersebut hanya digunakan

untuk kalori.2

! 22

Page 23: Terapi Nutrisi

2.8.2 Nutrisi Pada Pasien Pankreatitis Akut

Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian nutrisi

enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada pankreatitis

akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan

menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien

pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat

pemberian nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme

protein. Oleh karena itu, pemberian energy hipokalorik sebesar 15 - 20 kkal/kg/hari

lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF.

Pemberian protein sebesar 1,2 - 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien

pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah

teratasi dan enzim pancreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet

karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan

perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari.

2.8.3 Nutrisi Pada Pasien PPOK

Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK, kondisi ini kemungkinann disebabkan

oleh bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat

karena hipoksemia kronik yang kemungkinan menyebabkan hipermetabolisme.

Evaluasi malnutrisi pada pasien PPOK berdasarkan penurunan berat badan, kadar

albumin, antropometri, pengukuran kekuatan otot, serta hasil metabolism.Dalam hal

ini diperlukan terapi nutrisi dengan prinsip porsi kecil dengan frekuensi yang lebih

sering.

2.8.3 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Ginjal Akut

Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure) ARF secara umum tidak

berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski demikian kondisi

traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis

meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi

insulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada

! 23

Page 24: Terapi Nutrisi

pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan

penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar

euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total. Meski

demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber

energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino

diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan

lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat

terapi menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea

mingguan yang lebih besar.

2.8.4 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Hati

Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus diberikan dengan

hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1 g/kg perhari.

Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg

perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan hati-hati menuju ke arah pemberian

normal. Ensefalopati hepatic menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids

(BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral,

yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein,

pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian

protein tanpa memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati

fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang

memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat

ditoleransi dengan baik.

2.9 Contoh Nutrisi Enteral dan Parenteral

Nutrisi Enteral

Jenis Produk Energi

(kkal)

Protein

(gram)

Lemak

(gram)

Karbohidrat

(gram)

Natrium

(mg)

Kalium

(mg)

Entramix 260 10 8 38 130 110

Nitrisol 262,5 11,25 7,5 38,75 237,5 450

Ensure 250 9,8 7,6 35,8 106,5 391,3

! 24

Page 25: Terapi Nutrisi

Nutrisi Parenteral

N u t r e n

Optimum

260 10,86 10,86 31,52 135,8 326

Pan enteral 250 7,65 12,85 27 112,5 281,25

Peptisol 250 14 3 42 130 130

Neprisol 270 5 6 48 95 60

Diabetasol 250 10 8 39 95 210

Hepatosol 230 9 2,5 47 130 80

H e p a t o s o l

LOLA

250 12 2,5 44 135 80

Nutrican 330 19 7 51 54 180

Pediasure 250 7,75 12,25 27,75 119 239

Proten 265 10 7,25 34,6 3,1 461

Peptamen 250 10 10 31,25 200 312,5

P e p t a m e n

Junior

250 8 10 35 180 30

Neomunal 250 15,6 7,2 31,25 200 263,75

J e n i s

Produk

Energi

(kkal)/

L

Karbohidr

at (gram)

Protei

n

(gram

)

Lema

k

( g r a

m)

Osmolarit

a s

(mosm/L)

Kandunga

n

S e d i a a n

(mL)

Kalbamin 400 100 800 AA 500

Aminofus

in

400 50 50

I v e l i p

20%

2000 200 Lipid 100,250,5

00

! 25

Page 26: Terapi Nutrisi

Nutriflex

lipid

955 80 40 50 840 A A ,

glukosa,lip

id MCT/

LCT, E

1250/187

5

Benutrion

VE

200 AA + Vit

+E

5 0 0

( u n t u k

bayi)

Aminofus

in hepar

400 50 50 800 AA + KH

+ E

Combiple

x peri

480 80 40 900 A A +

Glukosa

1000

Clinimix

N9G15E

412 75 28 980 AA + KH

+ E

1000

Triofusin

1000

1000 246 1400 Fruktosa,

g l u k o s a ,

xylitol

! 26

Page 27: Terapi Nutrisi

BAB III

KESIMPULAN

Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat keparahan

cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit kritis

memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya. Pada sakit

kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan

peningkatan produksi counter regulatory hormone. (misalnya katekolamin, kortisol,

glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian proses yang mempengaruhi

seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status metabolik dan

nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan

beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi,

dan pemakaian / pengeluaran energi.

Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan energi

dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding. Pada pasien sakit kritis tujuan

pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan

kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan

karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang

menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi. Melengkapi

kebutuhan nutrisi penderita sakit kritis perlu mempertimbangkan faktor-faktor stres

yang diderita, sehingga jumlah dan komposisi nutrisinya dapat diberikan dengan

tepat. Komposisi nutrisi artifisiil harus mencakup makronutrien dan mikronutrien

untuk mengoptimalkan tunjangan nutrisi artifisiil yang diberikan. Bila memungkinkan

maka sebisa-bisanya agar diusahakan untuk memilih cara enteral karena lebih

menguntungkan, dibandingkan secara parenteral sehubungan dengan beberapa

komplikasinya.

Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi

kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan kehilangan

protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan fungsi jaringan

khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan, dan memodifikasi

perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan menggunakan substrat khusus.

! 27

Page 28: Terapi Nutrisi

Komplikasi yang menyertai masing-masing cara pemberian tunjangan nutrisi,

sedapat-dapatnya agar ditekan dengan memahami resiko yang mungkin timbul dari

masing-masing cara yang dipilih. Enteral nutrisi cenderung menyebabkan aspirasi dan

diare, sedangkan parenteral nutrisi sering menyebabkan komplikasi infeksi dan

komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemasangannya.

! 28

Page 29: Terapi Nutrisi

DAFTAR PUSTAKA 1. Roth RA. Diet and Clients with Special Needs. Nutrition & Diet Therapy, 10th

Edition; 2011.

2. Baudouin S, Evans TW: Nutrition in The Crittically Ill: Principal of Critical Care;

2nd ed, Hall JB et al, McGraw-Hill Inc. NY,1998: 205-219.

3. Kirby D, Parisian K. Enteral and Parenteral Nutrition. American College of

Gastroenterology. 2010 Mar. Available at : http://acg.gi.org. Acccesed: October 2014

4. R, Boullata J, Brantley S et al. Enteral Nutrition Practice Recommendation.

American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2009 April. 33;2 : 122-140 5. Kreymann KG et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Intensive care. ESPEN

Guidelines. 2006. Available at : http://intl.elsevierhealth.com/journals/clnu. Accessed :October 2014

6. Kattelmann KK, Hise M, Russell M, Charney P, Stokes M, Compher C. Preliminary evidence for a medical nutrition therapy protocol: enteral feedings for critically ill patients. J Amer Dietetic Assoc. 2006;106:1226-1241.

7. Singer P, Berger MM, Berghe G et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition : Intensive Care. 2009. 28 : 387-400

8. Ayers et al. A.S.P.E.N. Parenteral Nutrition Safety Consensus Recommendations.

American Society for Parenteral and Enteral Nutrition. 2014 Mar. 38(3): 296-333

9. Mirtallo J, Canada T, Johnson D, et al; Task Force for the Revision of Safe Practices for Parenteral Nutrition. Safe practices for parenteral nutrition. JPEN J Parenteral Enteral Nutr. 2004;28:S39-S70.

! 29