ternyata sang raja bugil
DESCRIPTION
catatan Leonardo Rimba yg sangat kusukaTRANSCRIPT
Ternyata Sang Raja Bugil
“Catatan : ini adalah catatan Leonardo Rimba – seorang teman di facebook- yang sangat
kusukai. Kita ini ibarat seorang raja yang kena tipu oleh orang-orang yang sangat persuasive
dalam menyampaikan suatu konsep. Pernyataan orang-orang tersebut sangat menyakinkan
namun sekaligus membutakan akal sehat kita.”
T = Dear Leo,
Hari ini saya mendapat kiriman pertanyaan dari seorang kenalan: “Apa sih ukuran
orang yang sudah mengalami puncak spiritualitas ?“
Saya menjawab: “Menjadi diri sendiri, mencintai seluruh hidup yang kita punya,
that’s the ultimate spirituality in my opinion.“
Nggak berapa lama dia jawab: “Bener sih Mbak, tapi untuk siapa kita hidup ?“
Saya jawab lagi: “Saya hidup untuk saya sendiri Mas … “ .
Dijawab lagi: “Bukannya untuk mengabdi pada Sang Pencipta ? “
Kemudian saya menjawab bahwa saya tidak mengenal konsep mengabdi kepada
siapapun kecuali terhadap hidup dan diri saya sendiri. SMS saya tak berdering lagi
sesudahnya.
J = Artinya orang itu mulai berpikir which is a good thing. Most people don't think,
the otak itu tidak dipakai dengan alasan otak manusia terbatas. Pedahal otak kita yg
baru digunakan hanya kurang dari 5% saja, bagian lainnya masih di-reserve untuk
masa depan kemanusiaan. Manusia-manusia beragama itu bahkan mungkin hanya
menggunakan otak mereka kurang dari 1% saja. Semakin beragama seorang manusia,
semakin hematlah orang itu menggunakan otaknya. Itu menurut pengalaman saya.
Dan khusus bagi orang yg bertanya kepada anda itu, tentu saja jawaban anda telah
memberikan sebuah inisiasi yg terakhir dan sempurna sehingga diharapkan sejak saat
ini dia akan mulai menggunakan otaknya. One by one, step by step. Sekarang
penggunaan otaknya 1%, bulan depan menjadi 2%, bulan berikutnya 3% sehingga
lama-kelamaan mencapai tingkat normal penggunaan otak manusia yg tidak dibebani
oleh agama.
Agama itu beban bagi umat manusia, bukan membawa pencerahan melainkan
penggelapan. Mungkin banyak yg lupa atau tidak tahu bahwa yg namanya "Dark
Ages" atau Abad Kegelapan di Eropa adalah masa ketika gereja meraja-lela di segala
sendi kehidupan masyarakat dengan alasan ada Allah di Surga yg mau syariat Kristen
diterapkan di atas bumi. Akibatnya satu benua tenggelam dalam keterpurukan massal.
Kemunafikan merajalela, dan penggunaan otak manusia dihambat sejadi-jadinya. Dan
itu tidak ada bedanya dengan bagian dunia yg mau menerapkan syariat Islam, syariat
Hindu, syariat Buddha. Semua syariat agama itu sifatnya membodohi manusia.
Sejarah memberikan kita pelajaran yg tidak bisa dipungkiri lagi bahwa agama
membawa pembodohan massal.
Contohnya adalah cuci otak yg dilakukan oleh para ulama sehingga orang akan
memberikan jawaban standar semacam "Hidup untuk mengabdi Tuhan", dsb. Pedahal,
secara konkrit, mengabdi kepada Tuhan itu akan diartikan sebagai mengabdi kepada
agama yg merupakan kantong nasi bagi para ulama. Sumber pemasukan uang bagi
mereka. Kalau manusia bisa dicuci otaknya untuk menjadi umat beragama yg baik,
maka berarti amanlah pemasukan si ulama. Itulah yg terjadi sampai detik ini. Dan itu
pulalah yg diharamkan untuk dibicarakan. Pedahal kita bisa membicarakan apa
adanya saja. Segala haram dan halal itu dikeluarkan oleh si ulama demi menarik
perhatian kepada dirinya sendiri, supaya orang merasa tidak bisa mengambil
keputusan bagi diri sendiri. Pedahal kita bisa. Kita bisa tidak perduli dengan
pengharaman maupun penghalalan. Kita bisa tidak perduli kepada segala macam
syariat amal ibadah yg dipopulerkan oleh para ulama. Kita bisa tendang segala macam
kata-kata mutiara ber-Allah. Dan kita bisa hidup biasa-biasa saja setelah kita tendang
semuanya karena mereka cuma rekayasa saja. Artificial. Buatan.
Eropa Barat, Amerika Utara, dan bagian-bagian dunia yg maju saat ini adalah contoh
dari berhasilnya program melepaskan manusia dari belenggu agama. Ketika agama
dikandangkan, maka manusia menjadi makhluk bebas. Ketika agama dibiarkan
meraja-lela, maka manusia menjadi budak. Budak agama yg secara konkrit
diwujudkan dalam bentuk perbudakan kepada para ulama. Nenek moyang orang-
orang bule itu semuanya menjadi budak agama. Tetapi sekarang orang-orang bule
adalah manusia merdeka. Merdeka dari penjajahan mental dan emosional yg
dilakukan oleh orang yg spiritualitasnya kelas manipulatif. Agama-agama itu sifatnya
manipulatif. Mereka me-manipulasi manusia dengan berbagai cara agar manusia tetap
terpuruk dalam perhambaan. Menjadi hamba manusia lainnya. Untungnya banyak
orang seperti anda yg telah bisa melihat hal itu dan berbicara dengan terbuka.
Kita harus berbicara apa adanya saja tanpa ragu, karena memang cuma begitulah
caranya. Kebangkitan spiritual 2012 terjadi terutama di negara-negara berkembang
seperti Indonesia ketika kita sadar bahwa nenek moyang kita, bahkan sampai kita dan
anak kita sendiri, ternyata telah terjebak menjadi budak agama. Kita sadar tetapi kita
ragu sampai akhirnya kita menemukan banyak teman lain yg ternyata telah melihat
hal itu pula. Lalu kita mulai berani bilang bahwa kita telah meninggalkan agama.
Bahwa kita telah menjadi manusia bebas. Bahwa kita telah menjadi diri sendiri saja.
Bukan berarti kita lalu ngawur dan tidak keruan, melainkan berarti bahwa kita telah
siap untuk jujur dan apa adanya saja. Kita tidak lagi munafik seperti orang beragama
itu. Kita bahkan akan merasa malu untuk pakai kata "Tuhan" yg kita tahu bisa berarti
apa saja. Kita mau sebut apapun tentang Tuhan tidak akan menjadi masalah karena
kata itu cuma sepotong ucapan yg keluar dari mulut kita.
T = Gara-gara sepotong percakapan via SMS itu, saya kembali berpikir mengenai
spiritualitas dan manusia. Diskusi panjang saya dengan teman-teman mengenai topik
di atas selalu berujung kepada pemahaman tentang Tuhan dan agama. Padahal
menurut saya spiritualitas nggak ada hubungannya sama semua itu kecuali dengan diri
pribadi. Jawaban saya pada pertanyaan di atas pasti akan mengundang decak sedih
dari kerabat yang takut saya tersesat jalan. Kenapa sih ya, bila kita punya pemikiran
yang berbeda tentang hidup dengan segala aksesorisnya, kita selalu di hakimi, seolah-
olah kita diharuskan punya keseragaman dalam berpikir. Sering sekali orang tidak
memahami bahwa perjalanan kita sebagai manusia adalah perjalanan yang sifatnya
sangat personal sekali, tak bisa dikembari oleh siapapun. Manusia walaupun punya
pemikiran yang kolektif, rame-rame, tapi juga punya uniqueness – individual thinking
yang berasal dari free will kita masing-masing. Dari situlah manusia belajar untuk
berkembang. Saya pikir sia-sia deh hidup kita kalau kita tidak mampu menjadi diri
sendiri – membebek dengan orang lain dan mengikuti jalan yang dibuat oleh orang
lain.
J = Manusia Indonesia boleh bilang dididik untuk menjadi budak agama. Orang tua
kita adalah budak agama, dan kita diharapkan untuk menjadi budak agama pula. Para
budak ini sudah banyak yg sadar, tetapi masih malu-malu kucing karena takut
dibilang "gila", pedahal tidak ada yg gila dalam soal agama kecuali mereka yg mau
memaksakan kemauannya kepada orang lain. Kita bisa saja secara legal menganut
suatu agama tertentu, tetapi para ulama tidak berhak untuk memaksa kita untuk
beribadah menurut agama tertentu itu kalau kita tidak mau. Yg gila itu adalah
pemaksaan untuk beribadah, pemaksaan untuk berpuasa, pemaksaan untuk beramal.
Semuanya tentu saja akan dilakukan demi nama Allah karena Allah sendiri tidak bisa
bertindak apapun. Yg betindak itu selalu manusia. Nah, di sini ada permainan logika,
tentu saja. Kita akan berpikir apakah benar itu Allah yg menyuruh ini dan itu kepada
para ulama ? Apakah benar bahwa Allah mengharamkan satu makanan dan
menghalalkan lainnya ? Apakah benar Allah membatasi gerak wanita supaya tetap
tunduk di bawah pria ? Apakah benar Allah bilang bahwa supaya tidak munafik para
pria harus berjenggot ria ? Kalau kita mau berpikir tanpa rasa takut dan gentar, maka
kita akan menemui kesimpulan yg sama bahwa segalanya itu cuma permainan saja.
Boleh bilang permainan paling menjijikkan yg pernah dan masih dipraktekkan di atas
bumi ini.
Namanya permainan agama. Dibilang bahwa ada Tuhan yg menurunkan agama untuk
umat manusia, lalu umat manusia dipaksa untuk mengikuti agama itu yg lalu disebut
sebagai "kebenaran". Lalu ada gerombolan manusia-manusia naluriah yg ingin hidup
enak dengan mengatur orang lain, mereka menempatkan dirinya sebagai "ulama".
Lalu ada aparat yg memaksa orang yg masih berani berpikir bebas. Lalu bisa ada
pembakaran buku-buku yg dianggap "sesat". Lalu ada pengrusakan tempat ibadah
orang lain yg dianggap menyembah "berhala". Lalu ada bermacam ragam lagi
kelakuan aneh-aneh yg dilakukan oleh manusia atas nama si Allah ini yg kita semua
sudah tahu cuma isapan jempol saja karena kita mau bilang apapun tentang Allah
tidak akan menjadi masalah karena Allah tidak bisa menjawab.
Kita bisa bertanya kepada "Allah", tentu saja. Itu boleh saja, dan tidak dilarang. Tetapi
yg menjawab tentu saja diri kita sendiri. Kita bertanya-jawab dengan diri kita sendiri,
dan secara tidak tahu malu kita akan bersaksi bahwa kita bertanya-jawab dengan
Allah. Itu kelakuan orang beragama dari dahulu sampai sekarang. Dan kalau kelakuan
seperti itu kita buka apa adanya, orangnya akan mulai memaki-maki dan
mengeluarkan sumpah serapah. Manusia beragama itu paling rajin bersumpah
serapah. Ada puja dan puji kepada Tuhan, dan ada sumpah serapah kepada manusia
lain. Pedahal Tuhan itu cuma kata benda abstrak, itupun bentuknya tidak jelas. Yg
jelas adalah manusia yg berhadapan dengan manusia lainnya. Ada manusia yg merasa
dirinya ber-Allah, dan ada manusia yg tidak merasa perlu ber-Allah. Semuanya
manusia biasa saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Paling yg membedakan adalah penggunaan otak dengan wajar. Mereka yg ber-Allah
biasanya tidak menggunakan otaknya dengan wajar karena, ingatlah, mereka percaya
bahwa otak manusia terbatas. Dan tentu saja otak mereka terbatas karena mereka
dengan sengaja membatasi diri. Mereka membatasi untuk menggunakan otak mereka
secara wajar. Segalanya akan mereka simplifikasi menjadi Tuhan dan Setan. Segala
sesuatu yg memberikan mereka keuntungan akan disebut berasal dari Tuhan, dan
segala sesuatu yg merugikan mereka dari Setan. Itu perhitungan untung rugi yg cukup
normal. Perhitungan dagang biasa. Orang beragama itu pedagang, mereka
mengumpulkan profit berbentuk tiket masuk Surga. Tentu saja tidak ada yg melarang.
Asalkan dilakukan di dalam ruang pribadi mereka sendiri, hal itu sah saja. Tetapi
kalau sudah mengganggu orang lain maka kita yg sudah lebih dewasa secara spiritual
wajib untuk mengingatkan. Ingatkan saja bahwa agama mereka cuma pemikiran thok.
Mereka mau pakai jenis paling primitif juga tidak dilarang. Asalkan tidak
mengganggu orang lain itu boleh saja.
T = The ultimate spirituality yang sempat ditanyakan oleh teman saya tadi – menurut
saya – adalah cara kita berjalan menyusuri ruang-ruang kehidupan kita sendiri,
membangun setiap langkah, value dan pikiran kita yang murni, yang berasal dari kita
sendiri. Dalam kenyataannya, banyak banget jalan yang ditawarkan oleh dunia dalam
usahanya mencari dan memahami hidup. Ada yang dengan agama, ada yang dengan
ilmu pengetahuan, ada dengan kepercayaan dan lain sebagainya. Buat saya, semua itu
adalah pijakan pertama untuk tahu dan sadar bahwa ada yang lebih dari pada hanya
“yang ini”, ada berbagai alternatif jalan yang bisa kita susuri. Setelah itu, saatnya kita
untuk mengeksplorasi diri sendiri, tanpa perlu takut salah, karena tidak ada yang
pernah salah. “Kesalahan” adalah semata-mata cara untuk mengetahui pilihan-pilihan
yang paling tepat untuk diri kita.
J = Ya, memang seperti itulah. Anda termasuk orang yg berani keluar dari kotak. Saya
juga keluar dari kotak setelah mencoba berbagai kotak-kotak itu. Semuanya terasa
sesak. Saya sudah keluar masuk berbagai kotak agama dan kepercayaan. Dari yg
paling fanatik sampai yg paling liberal, dan ternyata saya menemukan bahwa
semuanya cuma bermain dengan fantasi saja. Imajinasi yg terakhir dan sempurna
itulah agama. Dan tentu saja mereka juga akan berbicara tentang "akhlak", sesuatu yg
bahkan lebih lucu lagi dibandingkan dengan konsep Tuhan dan kitab suci. Kalau mau
berbicara tentang akhlak, saya bahkan menemukan bahwa semakin beragama seorang
manusia, maka orangnya itu akan semakin "tidak berakhlak". Orang yg tidak
berakhlak adalah orang yg menutup mata terhadap realita. Orang yg memilah-milah
segala sesuatu dengan bilang ini Tuhan dan itu Setan. Itulah ketidak-berakhlakan
orang beragama.
Di agama apapun praktek seperti itu ada, walaupun menggunakan istilah yg berbeda-
beda. Dan ketidak-berakhlakan yg paling sempurna ditemukan dalam pengagungan
kotak mereka sendiri. Mereka tanpa malu bilang bahwa kotak mereka adalah kotak yg
paling mulia karena jatuh dari atas langit. Pedahal cuma kerangkeng buatan dunia ini
saja. Dibuat oleh nenek moyang kita, dan diwariskan turun temurun dengan
peringatan wanti-wanti agar tidak keluar dari kotak karena ada banyak yg "jahat'.
Mereka akan bilang bahwa segalanya di luar kotak itu "jahat", dan yg di dalam kotak
itu "baik". Akibatnya mereka akan ngamuk sejadi-jadinya kalau ditunjukkan
kenyataan bahwa banyak manusia di luar kotak itu yg hidup biasa-biasa saja dan tidak
kekurangan suatu apapun. Banyak yg tidak beragama dan biasa-biasa saja. Banyak yg
beragama dengan kotak tertentu itu justru bejad.
Dan tentu saja sedikit demi sedikit mereka yg berada di dalam kotak tertentu itu akan
keluar juga. Mereka akan keluar dengan diam-diam. Mula-mula dengan sembunyi-
sembunyi, kemudian akan mulai berbicara dengan berbisik-bisik. Pada akhirnya
semua yg telah keluar dari kotak tertentu itu akan berteriak dengan lantang bahwa
mereka telah tertipu. Bahwa agama yg diwariskan turun temurun itu cuma permainan
fantasi belaka. Bukan untuk mencerdaskan manusia melainkan untuk membodohinya.
Bukan tentang spiritualitas melainkan tentang perbudakan manusia oleh manusia
lainnya. Cepat atau lambat mereka akan berteriak bahwa sang raja telanjang.
Walaupun mulanya semua orang memuja-muji jubah baru sang raja, orang akhirnya
akan berteriak juga bahwa ternyata sang raja bugil. Telanjang. Porno.
T = Konsep apapun yang ditawarkan: entah mengabdi, entah karma, entah berbakti,
semua adalah untuk kita pelajari dan putuskan sendiri. Tapi, buat saya sendiri konsep
yang ditawarkan itu kok ya nggak ada yang pas ya .. ? Seperti pertanyaan kenalan
saya “Bukannya untuk mengabdi pada sang pencipta ?“ menurut saya sih kayak
hubungan budak dan tuannya. Saya kurang cocok dengan pola pemikiran yang seperti
itu. Sedari dulu saya sudah punya pemikiran tersendiri mengenai hubungan antara
“Tuhan” dengan manusia. Dan takut kepada Tuhan tentunya tidak termasuk dalam
pemikiran saya. Ngapain kita musti takut ? Bukankah kita seharusnya merasa “cinta”
kepadanya karena dia sudah memberikan begitu banyak “anugerah” buat kita ?
Kenapa kita harus dipaksa takut ? Yang namanya dipaksa tentu tidak pernah tulus.
Dari situ saya mulai berpikir kritis tentang adanya reward and punishment dalam
ajaran agama yang ujung-ujungnya adalah tentang neraka dan surga – the ultimate
weapons of religions. Sejak kecil saya sudah merasa bahwa surga dan neraka adalah
“state of mind “ – walaupun konfirmasinya baru saya baca jauh bertahun-tahun
kemudian. Agama selalu membawa surga dan neraka sebagai pilihan tujuan akhir,
dengan aturan-aturan yang harus kita lakukan di dunia agar kita bisa mendapatkan the
best place in the after life. Semua pemikiran itu membuat saya belajar memahami
bahwa agama itu seperti kurikulum sekolahan dengan Tuhan sebagai kepsek nya. Ada
ujian, ulangan, tes, dan yang lulus dapet hadiah ijazah, yang nggak lulus yah silahkan
dihukum dengan mengulang. Pada akhirnya, perjalanan saya untuk mencoba
mengetahui tentang eksistensi”NYA” melalui jalan agama malah membuat saya tidak
mempercayai”NYA”. Bukan hanya karena enggak masuk akal, tetapi persyaratan
untuk menemui”NYA” terlalu rumit, aturannya terlalu njelimet.. Rasanya kalau harus
dan wajib mengikuti aturan yang tertulis mengenai tata cara bertemu dengan”NYA”
sampai matipun saya nggak pernah ketemu, lalu kalau begitu apa iya saya nggak bisa
masuk surga - the ultimate destination for human souls ?
J = Agama itu dibuat oleh orang sadis untuk orang masokhistis. Mereka yg sifatnya
sadis atau gemar menyakiti orang lain akan menempatkan diri sebagai ulama, dan
mereka yg sifatnya masokhistis atau gemar disakiti akan menempatkan diri sebagai
umat. Tentu saja itu seperti panci ketemu tutup, klop. Buat orang-orang normal seperti
anda, agama is just a toy. Permainan masa lalu. Tidak masuk akal dan tidak pantas
untuk diberikan perhatian. Hanya manusia yg masih belum berani keluar dari
kotaknya saja yg akan bertahan di agama. Biarkan saja. Itu urusan orangnya sendiri.
Asalkan tidak mengganggu manusia lainnya, maka sebaiknya kita biarkan saja orang
lain berfantasi ria dengan Tuhan dan berbagai syariatnya itu.
Kita tahu segalanya itu buatan manusia demi uang, dan kita bisa bilang bahwa agama
tidak lain dan tidak bukan merupakan perbudakan manusia atas manuisa lainnya. Kita
bisa dan berhak bilang seperti itu. Itu opini saja, pendapat pribadi. Dan orang-orang
beragama itu tentu saja berhak juga untuk melabel semua orang lain yg tidak percaya
sebagai "Setan". Saya Setan, anda juga Setan. Pedahal itu cuma permainan kata saja.
Tuhan dan Setan cuma permainan kata yg digunakan oleh manusia yg tidak mau
menggunakan otak mereka.
T = Perjalanan hidup saya yang zig-zag – macem-macem banget , tapi seruuuuu …. –
membuat saya tersadar bahwa kitalah yang berkuasa atas diri kita sendiri. Bukan
agama, bukan Tuhan dan bukan siapapun. Inilah yang saya pahami sebagai pencarian
spiritualitas. Sebuah proses untuk mencari dan memahami diri sendiri. Menjadi diri
sendiri. Enjoy. Saya meyakini bahwa setiap orang akan mencari spiritualitasnya
sendiri, lewat jalan yang dirasa paling cocok untuknya. Ada yang memilih untuk
berjalan mencari di luar jalur mainstream, ada yang memilih untuk setia di jalur yang
telah disediakan. Kalau buat saya, meninggalkan konsep keagamaan dan ketuhanan
yang serba maha adalah buah dari semua proses itu ditambah dengan menuruti intuisi
dan kata hati. Pemahaman saya adalah bahwa kita berkuasa atas diri sendiri untuk
berbuat dan mengambil keputusan, yang berarti kita juga harus mampu mengambil
tanggung jawabnya. Bukan sepotong-sepotong. Konsekuensinya, kita nggak akan
punya savior dan kambing hitam untuk dilempari tanggung jawab. Bukankah kalau
manusia punya pola pikir yang seperti ini tugas Tuhan, Malaikat Pencatat juga akan
semakin ringan ?
J = Tuhan dan Malaikat Pencatat is of course cuma aktor-aktor ciptaan para ulama. Ini
permainan wayang yg terakhir dan sempurna. Dalangnya para ulama itu yg
menciptakan Tuhan, nabi-nabi, dan Malaikat Pencatat. Kita yg telah keluar dari
permainan itu bisa melihat dengan jelas. Mereka yg masih menjadi wayang tidak bisa
melihat. Mereka memuja-muji the agama yg katanya terakhir dan sempurna, pedahal
kita bisa lihat dengan jelas bahwa ternyata sang raja bugil. Bahwa the agama is our
own creation. Ciptaan kita sendiri yg bisa kita pakai dan buang anytime.