tesis finale.docx

58
 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LAT AR BELAKANG Psoriasis adalah penyakit kulit hiperproliferatif kronis dengan etiologi multifaktor. Faktor penyebab psoriasis dapat dikategorikan dalam 4 kelompok; genetik, defek imun, hormon, dan lingkungan. Penyakit autoimun yang paling sering ditemukan adalah psoriasis, yang disebabkan oleh gangguan pada aktivitas sistem imun selular. Perubahan histo patol ogis pada psoriasis ditan dai denga n pola abnormal  pertumbuhan keratinosit, perubahan pembuluh darah dermis, dan inflamasi pada dermis dan epidermis. Penyebab psoriasis belum sepenuhnya dipahami. Stres dan faktor hormon dilaporkan berperan pada patogenesis psoriasis. 1-4 Pre val ensi pso riasis di sel uru h dunia ber vari asi , ber kis ar antara 0,1-11, !. 1 Persen tase kun"unga n pasien psoriasi s di Poliklinik #lmu $esehatan $ulit dan $elamin %umah Sakit dr. &ipto 'angunkusumo (%S&') *akarta sebesar +,!  pada tahun 01, meliputi 4 ,! pasien perempuan dan +, ! pasien laki-laki . /am baran kl inis kh as yang dapat ditem uk an pada ps or iasis berupa pl ak eritematosa berbatas tegas dengan skuama putih tebal. kuran lesi bervariasi, dari miliar sampai plakat dan dapat meliputi area tubuh yang luas. 1  Per"alanan penyakit ya ng kr on is me ny eba bk an pe ny aki t ini da pat memp enga ruhi fung si fisik,  psikologis, dan sosial seseorang. Pilihan pengobatan yang ada saat ini semakin ef ekt if meng atasi ge "al a kl inis, nam un tidak be rs ifa t pe rmanen dan hany a memberikan remisi sementara. $edua hal ini pada akhirnya memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien.  erdapat banyak 2ara untuk mengevaluasi dera"at keparahan psoriasis. 'etode yang paling a3al dan praktis pada praktek sehari-hari adalah dengan menilai luas  permukaan tubuh yang terlibat, dikenal dengan bod y sur fac e ar ea (S5), menggunakan rule of nine. 7  'etoda baku emas untuk menilai dera"at keparahan  psoriasis adalah dengan 2ara menghitung  psoriasis area and severity index Universitas Indonesia

Upload: tita-jacoeb

Post on 05-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

56

BAB 1PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANGPsoriasis adalah penyakit kulit hiperproliferatif kronis dengan etiologi multifaktor. Faktor penyebab psoriasis dapat dikategorikan dalam 4 kelompok; genetik, defek imun, hormon, dan lingkungan. Penyakit autoimun yang paling sering ditemukan adalah psoriasis, yang disebabkan oleh gangguan pada aktivitas sistem imun selular. Perubahan histopatologis pada psoriasis ditandai dengan pola abnormal pertumbuhan keratinosit, perubahan pembuluh darah dermis, dan inflamasi pada dermis dan epidermis. Penyebab psoriasis belum sepenuhnya dipahami. Stres dan faktor hormon dilaporkan berperan pada patogenesis psoriasis.1-4Prevalensi psoriasis di seluruh dunia bervariasi, berkisar antara 0,1-11,8%.1 Persentase kunjungan pasien psoriasis di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sebesar 3,6% pada tahun 2012, meliputi 46,5% pasien perempuan dan 53,5% pasien laki-laki.5Gambaran klinis khas yang dapat ditemukan pada psoriasis berupa plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama putih tebal. Ukuran lesi bervariasi, dari miliar sampai plakat dan dapat meliputi area tubuh yang luas.1 Perjalanan penyakit yang kronis menyebabkan penyakit ini dapat mempengaruhi fungsi fisik, psikologis, dan sosial seseorang. Pilihan pengobatan yang ada saat ini semakin efektif mengatasi gejala klinis, namun tidak bersifat permanen dan hanya memberikan remisi sementara. Kedua hal ini pada akhirnya memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien.6 Terdapat banyak cara untuk mengevaluasi derajat keparahan psoriasis. Metode yang paling awal dan praktis pada praktek sehari-hari adalah dengan menilai luas permukaan tubuh yang terlibat, dikenal dengan body surface area (BSA), menggunakan rule of nine.7 Metoda baku emas untuk menilai derajat keparahan psoriasis adalah dengan cara menghitung psoriasis area and severity index (PASI). Metode ini memperkirakan derajat keparahan psoriasis melalui kombinasi penilaian terhadap luas permukaan tubuh, derajat eritema, deskuamasi, serta ketebalan/indurasi lesi.8 Pada tahun 2010, Puzenat9 menganalisis berbagai penelitian mengenai penilaian derajat keparahan psoriasis selama 29 tahun. Penelitian ini merekomendasikan PASI sebagai metode penilaian derajat keparahan psoriasis untuk praktek sehari-hari maupun pada penelitian ilmiah. Namun PASI tetap menunjukan berbagai keterbatasan, misalnya rendahnya sensitivitas pada derajat ringan sampai sedang dengan keterlibatan BSA minimal. Sebagai contoh, peningkatan BSA dari 9 menjadi 10% akan menyebabkan naiknya PASI 2 kali lipat apabila parameter lain tidak berubah. Keterbatasan ini menyebabkan para ahli menilai bahwa PASI tidak cukup untuk digunakan sebagai metode penilaian tunggal sehingga direkomendasikan agar menggunakan beberapa metoda penilaian derajat keparahan psoriasis pada penelitian.Hormon prolaktin adalah neuropeptida yang terutama disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Ekspresi prolaktin dan reseptor prolaktin juga terdapat pada berbagai jenis populasi sel kulit, meliputi keratinosit, fibroblas, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Prolaktin berperan sebagai modulator neuroendokrin pada pertumbuhan sel epitel dan sistem imun kulit.2 Prolaktin adalah salah satu hormon yang segera meningkat pada keadaan stres fisis dan psikoemosional.10-13 Prolaktin adalah prototype mediator neuroendokrin terhadap stres.14 Eksaserbasi psoriasis seringkali dipicu oleh stres psikoemosional.15-17 Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah efek stres pada psoriasis berhubungan dengan perubahan kadar prolaktin serum. Penggunaan berbagai obat antipsikotik juga diketahui dapat meningkatkan kadar prolaktin serum, yang kemudian dapat menyebabkan eksaserbasi psoriasis.18 Kadar prolaktin berbeda antar kelompok etnis. Hal ini dibuktikan pada penelitian oleh Sachidhanandam, dkk. (2010) yang meneliti konsentrasi beberapa hormon pada plasma laki-laki India sehat yang berasal dari 3 etnis yang berbeda. Penelitian ini mendapatkan hasil kadar prolaktin pada etnis Rajputs (mewakili ras Kaukasia) lebih tinggi secara bermakna (p 12

b. Penilaian luas dengan "rule of nine" atau dengan menghitung dengan luas tangan pasien, diperkirakan luas 1 tangan pasien mewakili 1% dari total luas permukaan tubuhnyaBSAPemeriksaan fisis%NumerikKategorik

Ringan: < 3%Sedang: 3-10%Berat : > 10%

7.Kadar prolaktin serumKonsentrasi prolaktin ditentukan dengan pemeriksaan laboratoriumElecsys Prolactin II dengan metode electrochemiluminescence immunoassay dengan teknologi chemiluminescentLaboratoriumng/LNumerikKategorik

Normal: 4,0-10,0 ng/LMeningkat: > 10 ng/L

3.8ANALISIS STATISTIKAnalisis akan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap deskriptif dan inferensial. Pada tahap analisis deskriptif, maka setiap variabel akan dijelaskan sesuai dengan jenis datanya. Data numerik akan dinilai sebarannya dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan batasan p> 0,05 untuk sebaran normal. Apabila sebaran data normal akan ditampilkan rata-rata dan standar deviasi. Untuk data numerik sebaran tidak normal akan ditampilkan median, minimum dan maksimumnya. Data kategorikal akan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase. Untuk mempermudah penjelasan data secara skematis akan digunakan grafik histogram, boxplot, atau grafik batang dan pie sesuai dengan jenis datanya. Pada tahap analitik/inferens akan dilakukan analisis korelasi antara kedua variabel numerik, yaitu korelasi antara kadar prolaktin serum dengan skor PASI dan BSA akan dianalisis dengan koefisien korelasi Pearson (jika sebaran data normal) atau Spearman (jika sebaran data tidak normal). Korelasi dinyatakan dengan nilai r. Korelasi kuat apabila nilai r = 0,7-1,0, korelasi sedang r = 0,3-0,69, dan korelasi lemah r =0-0,29.3.9KERANGKA OPERASIONAL

Pasien laki-laki Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM

AnamnesisPemeriksaan fisis

Bukan psoriasis vulgaris Psoriasis vulgaris

SeleksiKriteria penerimaanKriteria penolakan

Subyek penelitianBukan subyek penelitian

Penentuan derajat keparahan psoriasis

Penatalaksanaan psoriasis Pemeriksaan kadar prolaktin serum

Normal

MeningkatHasil

Pengolahan data dan analisis statistik

Konsul IPD endokrinologi

BAB 4BAB 4HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sejak awal bulan September sampai pertengahan bulan November 2013, telah dilakukan pengumpulan SP secara consecutive sampling berdasarkan kriteria penerimaan dan kriteria penolakan di Poliklinik IKKK Divisi Alergi Imunologi FKUI/RSCM dan klinik swasta di Jakarta. Terhadap SP dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis, kemudian dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar prolaktin di laboratorium Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM.Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan dilakukan analisis terhadap korelasi kadar prolaktin dengan derajat keparahan psoriasis vulgaris dengan menghitung skor PASI dan luas permukaan tubuh yang terkena, BSA.

4.1 KARAKTERISTIK DEMOGRAFIK DAN KLINIS SUBYEK PENELITIANKarakteristik demografik SP tercantum pada tabel 4.1.1. Rerata usia adalah 38,32 tahun (simpang baku 10,80 tahun). Pada penelitian ini usia SP termuda adalah 19 tahun dan paling tua 60 tahun. Telaah sistematis oleh Parisi, dkk. (2013) menunjukkan bahwa psoriasis dapat terjadi pada segala rentang usia, dengan puncak antara usia 30-39 tahun.67 Sebuah penelitian di Cina pada tahun 2012 mendapatkan rerata usia pasien psoriasis adalah 41.84 + 21.59 tahun.68 Penelitian di Chile oleh Valenzuela, dkk (2011) juga mendapati rentang usia terbanyak pada usia 30-49 tahun, yaitu sebanyak 50.3%.69 Namun, pada ketiga penelitian terdahulu, para peneliti tidak membedakan jenis kelamin SP. Pemilihan rentang usia 18-60 tahun pada penelitian ini disebabkan oleh pengaruh usia, yaitu pubertas dan andropause, yang dapat mempengaruhi kadar prolaktin.2,70SP terbanyak berasal dari suku Jawa, yaitu sebanyak 36.6%, kemudian diikuti oleh suku Sunda sebanyak 29.3%. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hasanah (2013), yang mendapatkan 38.9% pasien psoriasis di RSCM berasal dari suku Jawa.71 Pada sensus penduduk tahun 2000 juga didapatkan penduduk DKI Jakarta terbanyak berasal dari suku Jawa.72Tingkat pendidikan SP terbanyak adalah tamat Sarjana Strata 1 (46.3%), diikuti oleh tamat Sekolah Menengah Atas sebanyak 22.0%. Penelitian sebelumnya oleh Setyorini pada tahun 2010 mendapatkan tingkat pendidikan pasien psoriasis tamat Sekolah Menengah Atas dan tamat Sarjana Strata 1 dalam jumlah yang sama, yaitu 40%.73 Menurut data Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 2011, tingkat pendidikan penduduk DKI terbanyak adalah tamat Sekolah Menengah Atas, diikuti oleh Sarjana Strata 1.74 Namun, penulis tidak mendapatkan penelitian mengenai kaitan tingkat pendidikan dan psoriasis.Tabel 4.1.1 Distribusi karakteristik demografik pasien laki-laki dengan psoriasis di RSCM dan klinik swasta di Jakarta tahun 2013 (N = 41)KarakteristikJumlah(n)Persentase(%)

Usia (Rerata + Simpang Baku)

38,32+10,80

SukuAmbonFloresJawaMaduraMelayuMinangSundaTapanuliTionghoa

11151251222

2,42,436,62,44,912,229,34,94,9

PendidikanTamat Sekolah DasarTamat Sekolah Menengah PertamaTamat Sekolah Menengah AtasTamat Akademi / DiplomaTamat Sarjana Strata 1Tamat Sarjana Strata 2

1595192

2,412,222,012,246,34,9

Berbagai penelitian terdahulu mengenai psoriasis jarang yang hanya membatasi 1 jenis kelamin saja. Umumnya, dilakukan bersamaan pada laki-laki dan perempuan.

Karakteristik klinis SP tercantum dalam tabel 4.1.2. Skor PASI pada seluruh SP berkisar antara 1,4 25,2 dengan median 7,2. Derajat keparahan yang diukur dengan metode PASI paling banyak adalah derajat sedang (43,9%), dengan nilai median 7,9 (6,4 12,0). Kemudian diikuti oleh derajat ringan sebanyak 39,0% dengan nilai median 2,9, dan derajat berat sebanyak 17,1% dengan nilai median 14,0. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Oepangat (2010) yang mendapatkan skor PASI pasien psoriasis laki-laki dan perempuan di RSCM dan klinik swasta di Jakarta, yaitu 38,1% untuk derajat ringan dan 61,9% untuk derajat sedang-berat.75

Derajat keparahan menurut luas permukaan tubuh yang terkena/BSA berkisar antara 1,1 55,0% dengan nilai median 11,0 . Derajat keparahan menurut BSA yang terbanyak adalah derajat berat sebanyak 56,1% dengan nilai median 18,0. Kemudian diikuti oleh derajat sedang sebanyak 29,3% dengan median 8,7 dan derajat berat ringan sebanyak 14,6% dengan nilai median 2,0. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Hasanah (2013) di RSCM, Jakarta yang mendapatkan nilai BSA derajat berat sebanyak 47,2%, diikuti oleh derajat sedang sebanyak 36,1%, dan derajat ringan sebanyak 16,7%.71

Psoriasis merupakan penyakit yang bersifat kronik residif. Pada penelitian ini terdapat 16 SP (39,1%) dengan lama sakit 5 tahun. Lama sakit terpanjang 31 tahun dan lama sakit tersingkat 0,25 tahun (3 bulan) dengan nilai median 6 tahun. Batasan lama sakit 5 tahun dilaporkan dalam penelitian oleh Maraee, dkk.(2009), kadar prolaktin lebih tinggi secara bermakna pada pasien psoriasis dengan durasi penyakit > 5 tahun.64

Tabel 4.1.2 Distribusi karakteristik klinis pasien laki-laki dengan psoriasis di RSCM dan klinik swasta di Jakarta tahun 2013 (N = 41)KarakteristikJumlah(n)Persentase(%)

Skor PASIRingan (12)

16187

39,043,917,1

BSARingan (10)

61223

14,629,356,1

Lama sakit (tahun)5162539,160,9

PASI: Psoriasis area and severity indexBSA: Body surface area

4.2 KADAR PROLAKTIN SERUM PADA SUBYEK PENELITIAN

Kadar prolaktin serum pada 41 SP berkisar antara 4,0-27,9 ng/mL, dengan nilai median 9,48 ng/mL (tabel 4.2.1). Hasil ini sedikit berbeda bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Robati, dkk. (2013) di Iran yang mendapatkan nilai median kadar prolaktin pada pasien psoriasis laki-laki yaitu sebesar 12,9 ng/mL dengan nilai minimum 5,3 ng/mL dan nilai maksimum 22,6 ng/mL.76 Hasil penelitian ini juga lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian oleh El-Khateeb, dkk. (2011) di Mesir, yang mendapatkan rerata kadar prolaktin pada pasien psoriasis laki-laki sebesar 18,3+6,4 ng/mL.2 Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ras pada SP yang dapat mempengaruhi kadar prolaktin serum. Kriteria eksklusi pada penelitian sebelumnya hanya mencakup terapi yang diperoleh pasien, penyakit sistemik, dan konsumsi obat yang dapat mempengaruhi kadar prolaktin serum. Penelitian sebelumnya tidak memperhitungkan faktor konsumsi rokok pada SP yang dapat mempengaruhi kadar prolaktin serum.

Pada penelitian ini terdapat 19 SP (46,3%) dengan kadar prolaktin serum yang meningkat (tabel 4.2.1). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian oleh Gorpelioglu, dkk. (2008) di Turki yang mendapatkan hanya 23,0% pasien psoriasis yang mengalami peningkatan kadar prolaktin.63 Hasil ini juga berbeda dibandingkan penelitian terdahulu oleh Giasuddin, dkk. (1998) di Libya, yaitu sebanyak 25,0% pasien psoriasis dengan kadar prolaktin yang meningkat.23 Namun, kedua penelitian sebelumnya tidak membedakan jenis kelamin SP.

Tabel 4.2.1. Distribusi karakteristik kadar prolaktin serum pasien laki-laki dengan psoriasis di RSCM dan klinik swasta di Jakarta tahun 2013 (N = 41)

KarakteristikJumlah(n)Persentase(%)

Kadar prolaktin serum Median (Minimum Maksimum)

9.48 (4.0 27.9)

Klasifikasi Kadar prolaktin serumNormal (4,0-10,0 ng/ml)Tidak normal ( >10,0 ng/ml)

2219

53,746,3

Pada penelitian ini, dari 19 SP dengan kadar prolaktin yang meningkat, lebih banyak dijumpai pada derajat keparahan berat, yaitu pada kelompok BSA >10% sebesar 52,6% (10 SP).

Tabel 4.2.2 Distribusi karakteristik derajat keparahan penyakit pada subyek penelitian berdasarkan kadar prolaktin (N = 41)

KarakteristikKadar prolaktinP

NormalMeningkat

Jumlah(n = 22)Persentase(%)Jumlah(n = 19)Persentase(%)

Skor PASIRinganSedangBerat

9103

56,255,642,9

784

43,844,457,1

0,82

BSARinganSedangBerat

3613

50,050,056,5

3610

50,050,043,5

0,91

PASI: Psoriasis area and severity indexBSA: Body surface areap: tingkat kemaknaan4.3 KORELASI KADAR PROLAKTIN DENGAN DERAJAT KEPARAHAN PSORIASISPada penelitian ini dilakukan analisis terhadap variabel derajat keparahan psoriasis dengan kadar prolaktin serum. Data variabel numerik derajat keparahan psoriasis yaitu skor PASI dan luas permukaan tubuh yang terkena/BSA disajikan dalam bentuk korelasi. Pada penelitian ini sebaran data skor PASI, BSA, dan kadar prolaktin tidak terdistribusi normal, sehingga uji kemaknaan korelasi menggunakan uji Spearman.Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi positif yang lemah dan tidak bermakna (r = 0,14; p = 0,35) antara kadar prolaktin dengan skor PASI (gambar 4.3.1). Hal ini menunjukkan peningkatan skor PASI diikuti dengan peningkatan kadar prolaktin walaupun secara statistik tidak bermakna.

r = 0,14p = 0,35Gambar 4.3.1. Korelasi kadar prolaktin dengan skor PASI pada subyek penelitian (N = 41)Hasil penelitian ini mendapatkan korelasi positif lemah dan tidak bermakna (r = 0,11; p = 0,48) antara luas permukaan tubuh yang terkena (BSA) dengan kadar prolaktin (gambar 4.3.2). Hal ini menunjukkan peningkatan persentase luas permukaan tubuh yang terkena/BSA diikuti dengan peningkatan kadar prolaktin, walaupun secara statistik tidak bermakna.

r = 0,11p = 0,48Gambar 4.3.2. Korelasi kadar prolaktin dengan BSA pada subyek penelitian (N = 41)Penelitiaan oleh Azizzadeh, dkk. (2009) di Iran mendapatkan hasil terdapat korelasi positif sedang yang bermakna secara statistik antara derajat keparahan psoriasis (PASI) dengan kadar prolaktin serum (r = 0,52; p = 0,00).3 Pada penelitian oleh Dilme-Carreras, dkk (2010) di Spanyol juga terdapat korelasi positif bermakna antara PASI dan kadar prolaktin serum (r = 0,33; p = 0,02).24 Namun, pada kedua penelitian terdahulu tidak dibedakan jenis kelamin SP.Sepanjang pengetahuan peneliti belum ada penelitian mengenai korelasi kadar prolaktin serum dengan derajat keparahan psoriasis pada pasien laki-laki. Walaupun pada penelitian ini didapatkan korelasi lemah dan tidak bermakna antara kadar prolaktin dengan derajat keparahan psoriasis, namun terdapat korelasi positif pada kedua variabel tersebut. Koefisien korelasi kadar prolaktin dengan skor PASI sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien korelasi kadar prolaktin dengan BSA. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada penghitungan PASI, derajat keparahan dinilai dengan menilai luas permukaan tubuh (BSA) yang dikaitkan dengan derajat eritema (E), indurasi (I), dan skuamasi (S), sehingga dapat menggambarkan keparahan secara lebih akurat.7

4.4 HASIL TAMBAHANMeskipun sejak awal penelitian tidak dirancang untuk melihat korelasi kadar prolaktin serum dengan lama sakit, perbedaan kadar prolaktin berdasarkan kekerapan merokok pada subyek penelitian (Index Brinkman), dan perbedaan kadar prolaktin berdasarkan suku, namun penulis mencoba mengolah data yang tersedia sebagai hasil tambahan.4.4.1. Korelasi kadar prolaktin serum dengan lama sakitPada penelitian ini didapatkan korelasi negatif lemah dan tidak bermakna antara kadar prolaktin dengan lama sakit (r = -0,00; p = 0,95). Hal ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya, yaitu kadar prolaktin lebih tinggi secara bermakna pada pasien dengan lama sakit >5 tahun dibandingkan dengan pasien dengan lama sakit