tesis kebijakan formulasi hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan.pdf
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
1/212
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA
DALAMPENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Mataram
ASTAN WIRYANIM. I2B 013 009
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2015
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
2/212
Halaman Pengesahan
TESIS INI TELAH DI UJI
Pada tanggal, 01 Juni 2015
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Amiruddin, SH., M.Hum. Dr. Lalu Parman, SH., MH.
NIP.19670710 198503 1 001 NIP.19580408 198602 1 001
Mataram, 01 Juni 2015
Mengetahui ;
Program Studi Magister Ilmu HukumUniersitas Mataram
Ketua,
Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU.NIP. 19550815 198103 1 035
Program Studi PascasarjanaUniersitas Mataram
Direktur,
I Gde Ekaputra G., M.Agr, Ph.DNIP. 19550815 198103 1 035
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
3/212
TESIS INI TELAH DI UJI
PADA TANGGAL, 01 JUNI TAHUN 2015
MAJELIS PENGUJI TESIS BERDASARKAN SURAT KEPUTUSANDIREKTUR PRGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
NOMOR : /H18.4/HK/2015
Ketua : Dr. H. Muhammad Natsir, SH., M.Hum : ..............................
Anggota : Dr. Amiruddin, SH., MH. : ..............................
Anggota : Dr. Lalu Parman, SH., M.Hum : ..............................
Anggota : Prof. Dr. Hj. Rodliyah, SH., MH. : ..............................
Anggota : Dr. Muhammad Sood, SH., MH. : ..............................
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
4/212
CURRICULUM VITAE
Nama :ASTAN WIRYA
Tempat/tanggal lahir : Sukarara/LOTIM, 10 Februari 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama Islam : Islam
Pekerjaan : Polisi Kehutanan
Data Keluarga :
Istri : Dewi Karmila, ST.
Anak : -
Riwayat Pendidikan :
Perguruan Tinggi : 1. Strata Satu (S-1) Konsentarasi Sistem
Peradilan dan Penegakan Hukum Fakultas
Hukum UniversitanMataram
2. Strata Dua (S-2) Konsentrasi Hukum
Pidana Program Pasca Sarjana Magister
Ilmu Hukum Unversitas Mataram.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
5/212
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang Maha Agung, yang
Maha Suci, Yang Maha Menguasai Samudera Ilmu yang telah melimpahkan berkah,
rahmat serta ridho-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini dengan lancar. Shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW.,
beserta keluarga dan sahabat-Nya yang senantiasa menjadi teladan bagi umat
manusia. Adapun kajian penelitian tesis ini adalah Kebijakan Formulasi Hukum
Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan. Penyelesaian tesis ini,
tidak akan rampung tanpa bantuan, saran, arahan dan petunjuk yang diberikan
kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul
sampai penyusunan tesis.
Perjalanan panjang dalam studi di Program Pascasarjana Universitas Mataram
Program Studi Magister Ilmu Hukum, hingga penulisan tesis ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. H. Lalu Husni, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas Mataram dan sebagai dosen pengajar.
2. Bapak Prof. Dr. H. Galang Asmara, SH., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan ilmu pengetahuannya dan dalam setiap
kesempatan berdiskusi.
3. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU. Selaku Ketua Program Magister Ilmu
Hukum dan sebagai dosen pengajar.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
6/212
4. Bapak I Gde Ekaputra G., M.Agr, Ph.D., selaku Ketua Studi Program Pascasarjana
Hukum Universitas Mataram.
6. Bapak Dr. Lalu Parman, SH, M.Hum., yang telah meluangkan waktu di tengah-
tengah kesibukan beliau selalu meluangkan waktu dalam membimbing,
mentransfer ilmu penegetahuan kepada penulis khususnya dalam menyelesaikan
penulisan tesis ini.
7. Bapak Dr. Amiruddin, SH., MH., yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah
kesibukan beliau selalu meluangkan dalam membimbing penulis menyelesaikan
penulisan tesis ini dan telah memberikan ilmu dalam penulisan tesis ini.
8. Bapak Dr. H. Muhammad Natsir, SH., MH., selaku Dosen pengajar dan Ketua
Dewan Penguji tesis ini.
9. Ibu Prof. Dr. Hj. Rodliyah, SH., MH., dan Dr. Muhammad Sood, SH., M.Hum.,
selaku Dewan Penguji dan sebagai dosen pengajar.
10. Semua Guru Besar, Dosen dan seluruh civitas akademik pada Program
Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram yang semoga
dengan tulus dan ikhlas telah memberikan ilmu pengetahuan, membuka
wawasan dan mempasilitasi penulis untuk mengenal luasnya samudera ilmupengetahuan yang indah untuk diselami.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapakan terima kasih, khususnya
kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Keluaga Besar Korps Polisi
Kehutanan dan seluruh Rimbawan dimanapun berada yang telah memberikan
dukungan dan motivasi untuk mengikuti studi. Ucapan terima kasih dan doa penulis
untuk kedua orang tuaku Menggep dan Rahmin, mertua H. Abdul Karim dan Hj.
Maoizah dan istri tercinta Dewi Karmila, ST., semoga Allah SWT., membalas semua
kebaikan-kebaikanya. Doa-doanya selalu mengiringi penulis, sehingga mampu
menghadapi cobaan hidup dan menjadi berkah yang memberikan semangat dari
segala rintangan. Kepada seluruh saudara, sahabat dan kerabat yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan mendoakan, penulis
ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
7/212
Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Penulis
mengkharapkan semoga penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
dan semua pihak yang telah membacanya.
Mataram, Juni 2015
Hormat Penulis,
Astan Wirya
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
8/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
9/212
BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DIINDONESIA DAN KEBIJAKAN FORMULASI HUKUMPIDANA DALAM PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA
KEHUTANAN
A.TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA ...
1. Pengertian Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan ...........................
2. Jenis-jenis hutan ..................................................................................
2.1. Status Hutan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI ..................
2.2. Fungsi Hutan ....................................................................................
2.3. Kawasan Hutan Berdasarkan Tujuan Khusus (KHDTK)........................
2.4. Hutan berdasarkan Kepentingan Pengaturan Iklim Mikro dan ResapanAir ..................................................................................................
3.Perlindungan Hutan .............................................................................
4. Legalitas Hasil Hutan ...........................................................................
5. Modus Operandi dan Tipologi Pembalakan Liar ..................................
6. Perbuatan Perusakan Hutan ................................................................
B. KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA ...............................................
1. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana ....................................................
a. Ketentuan Pidana umum dalam KUHP yang terkait dengan
Tindak Pidana Kehutanan .................................................................
1.Pengerusakan(Pasal 406 sampai dengan Pasal 412 KUHP) ..................
2.Pencurian (Pasal 362-363 KUHP) ........................................................
3. Penyelundupan (Pasal 121 KUHP)......................................................
4. Pemalsuan (Pasal 261-276 KUHP) ......................................................
5. Penggelapan(Pasal 372-377 KUHP) ...................................................
6.Penadahan (Pasal 480 KUHP) ............................................................
54
54
57
58
61
63
64
64
66
73
79
80
85
86
87
88
89
89
91
92
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
10/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
11/212
(LP3H) ...................................................................................................
b. Kerjasama antar lembaga penegak hukum ................................................
2. Struktur Kelembagaan Lembaga Pencegahan dan PemberantasanPerusakan Hutan (LP3H) ........................................................................
a. Struktur dan Kelembagaan Lembaga P3H .................................................
b. Unsur-unsur dalam Lembaga P3H ........................................................
3. Kewenangan, Tugas dan Fungsi Lembaga Pencegahan danPemberantasan Perusakan Hutan (LP3H) ............................................
1. Ruang Lingkup Tugas dan Fungsi ......................................................
1.1. Pencegahan ....................................................................................
1.2 Penindakan atau Penegakan Hukum ..................................................
2. Penyelidikan dan Penyidikan ..............................................................
2.1. Penyelidikan ....................................................................................
2.2. Penyidikan ......................................................................................
3. Penuntutan ..........................................................................................
4. Persidangan di sidang pengadilan.....................................................
$4. Peran serta Masyarakat dan Kerjasama Internasional ...........................
BAB IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................
B. S A R A N .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN .........................................................................
155
157
159
159
161
162
164
164
166
167
167
168
172
176
183
186
187
189
200
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
12/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
13/212
THE CRIMINAL POLICY FORMULATION AT LAW ENFORCEMENT
PENAL FORESTRY
ABSTRACT
The criminal policy formulation at law enforcement penal forestry on this
thesis is about problem and what criminal formulation policy in tackling a forestry
criminal act and what competence and effort to eliminate forestry destruction
institution (LP3H) based on ordinance number 18 years 2013, regarding prevention,
and elimination of forestry impairment, this research is about normative and doctrinal
law and supporting by law element such premier, secondary and tarsier law.
Approach system in this thesis using statue approach, conceptual approach,
historical approach, meanwhile an analyze research basic law interpretation with
deductive and inductive concept as the explanation, logic interpretation and
systematic.
The criminal policy formulation at law enforcement penal forestry has been
direction through criminal law regulation (KUHP), an ordinance number 5 years 1990
regarding ecosystem resource and conservation, an ordinance number 41 years 1999
regarding forestry and ordinance number 18 years 2013, regarding prevention and
elimination of forestry impairment, an criminal law enforcement policy on the
ordinance number 18 year 2013 has been divide a type of criminal case, criminal
responsibilities and criminality system with minimum particularly up to maximum
which criminal responsibilities distinguish into personal, person to person around
forestry, corporate, and government authorities
An ordinance number 18 years 2013 regarding the P3H, dedicate and declare
tackling a forestry criminal act and what authority and effort to eliminate forestry
destruction istitution (LP3H), those institution under president supervise, institution
element including Forest Ministry, Indonesian Police, Public Persecutor and others,
institution structure lead by a chairman helping by some deputy such as preventiondeputy broad, measures, law, and cooperation, internal supervise and community
complain deputy, P3H institution has right and function for forest destruction
prevention, by input the local community participate, fill up a basic resource,
campaign of forest destruction. a right of law measures, investigation, pursuit, up to
court interrogation. Institution P3H also has right and function to coordinate
supervise a criminal forest lawsuit act.
Key word : Criminal policy, formulation law and penal forestry.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
14/212
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang lahir
dari proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan tonggak sejarah
kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Negara
Republik Indonesia 17 Agustus 1945, termaktub di dalam batang tubuhnya bahwa
Negara Indonesia adalah negara hukum1.Tujuan politik hukum negara Indonesia
juga dinyatakan jelas dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang Undang Dasar Tahun
1945 terdapat cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu :
1. Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Untuk memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut memelihara ketertiban dunia.
Berlandaskan pada hal itu, negara kesatuan Republik Indonesia
membentuk pemerintahan dengan menyelenggarakan pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya merupakan perubahan positif, perubahan ini
direncanakan dan digerakkan oleh suatu pandangan yang optimis berorientasi ke
masa depan yang mempunyai tujuan ke arah kemajuan serta meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain hakikat
1 Lihat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I tentangKedaulatan Negara, hasil amandemen ke-3 pada Pasal 1 ayat 3 bahwa Negara Indonesia adalahnegara hukum.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
15/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
16/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
17/212
Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk penanggulangan tindak pidana
kehutanan.
Kebijakan baru atau reformulasi dari suatu kebijakan tidak hanya
berangkat dari fakta-fakta kerusakan hutan (degradation)5 dan menurunnya
fungsi-fungsi hutan (deforestration),6 sebagai akibat dari kebebasan individu-
individu atau korporasi, bahkan potensi keikutsertaan dari komponen personal
pemangku kebijakan dari pemerintah atau negara ikut serta dalam pelanggaran
hukum khususnya perbuatan perusakan hutan. Bagaimana bisa berharap jika dari
pemangku kebijakan sampai pelaksana kebijakan dari suatu peraturan perudang-
undangan sebelumnya tidak menimbulkan efek jera akibat dari kurang efektifnya
sumber hukum matriel. Dalam pengkualifikasian dari delik-delik pidana yang
terdapat dalam peraturan perundangan-undangan sebelumnya bagi seseorang,
sehingga mereformulasikan kebijakan hukum pidana tidak hanya melihat
peraturan sebelumnya saja, akan tetapi lebih dari itu seperti bagaimana kebijakan
politik dari orang-orang yang berkepentingan terhadap sumber daya hutan,
apakah kepentingan pribadi atau orang lain bahkan keuntungan bagi korporasi.
Dengan kata lain kebijakan hukum pidana sebelumnya tidak mampu menampung
atau mengakomodir tindakan-tindakan kebaruan tindak pidana perusakan hutan,
dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
5 Degradation adalah penyusustan luas produktivitas dan fungsi hutan atau daya dukunglahan merosot akibat kegiatan yang tidak sesuai denngan ketentuan jenis pengelolaan hutan yangditetapkan, lihat Alam Setia Zein, ibid.,hlm. 40
6Deforestation adalah setiap perubahan yang terjadi di dalam ekosistem hutan sehingga
menyebabkan mundurnya nilai dan fungsi hutan. Lihat Alam Setia Zein, Op.cit, hlm. 91.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
18/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
19/212
Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakanpenegakan hukum di Indonesia. 8
Satjipto Raharjo sebagaimana pendapatnya yang dikutip oleh Nyoman
Sarikat Putra Jaya9 mengatakan bahwa; proses penegakan hukum itu
menjangkau pula sampai pada tahapan pembuatan hukum atau perundang-
undangan. Perumusan pikiran pembuat Undang-undang yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan
hukum itu nanti dijalankan.
Hukum pidana materiil, dilihat dari sudut dogmatis-normatif, menurut Barda
Nawawi Arief bersubstansikan pada 3 (tiga) masalah pokok dari hukum pidana,
maksudnya hukum pidana materiel terletak pada masalah mengenai yang saling
berkait yaitu10:
1. Perbuatan apa yang sepatutnya dipidana
2. Syarat apa yang seharusnya dipenuhi untukmempersalahkan/mempertanggung-jawabkan seseorang melakukanperbuatan itu; dan
3. Sanksi/pidana apa yang sepatutnya dikenakan pada orang tersebut.
Kebijakan hukum pidana pada hakekatnya mengandung politik hukum
negara dalam mengatur dan membatasi kekuasaan, baik kewenangan masyarakat
pada umumnya untuk bertindak dan bertingkah laku maupun kekuasaan atau
kewenangan penguasa atau aparat penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya, memastikan bahwa masyarakat taat dan patuh pada aturan hukum
8 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2002, hlm. 28.
9 Nyoman Sarikat Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Undip,Semarang, 2000, hlm. 23.
10Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan HukumPidana Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 136.
http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/ -
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
20/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
21/212
1. Criminal policy is the science of response (kebijakan hukum pidanasebagai ilmu pertanggungjawaban)
2. Criminal policy is the science of prevention (kebijakan hukum pidanasebagai sebagai ilmu pencegahan)
3. Criminal policy is a policy of designating human behavior as crime(kebijakan hukum pidana adalah sebagai kebijakan yang mempelajariperilaku kejahatan manusia).
4. Criminal policy is a rational total of response to crime (Kebijakan hukumpidana sebagai keseluruhan pertanggungjawaban pidana).12
Sebagaimana diutarakan oleh Barda Nawawi Arief13 bahwa kebijakan
atau upaya penanggulangan kejahatan (criminal policy) pada hakekatnya
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence)
dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).Seiring dengan
perkembangan kehidupan masyarakat modern, dalam menghadapi globalisasi
serta adanya proses industrialisasi dan modernisasi akan menumbuhkan
perubahan proses sosial dalam tata kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi
dan modernisasi, terutama industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada
kelangsungan hutan sebagai penyangga hidup dan kehidupan mahluk di dunia.
Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting dan strategis tidak hanya
sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan
hidup14.
Pembangunan hutan berkelanjutan (sustainable forest) memerlukan
upaya yang sungguh-sungguh dalam penanggulangan dan pencegahan
kerusakan hutan, sebagai akibat dari tindak pidana kehutanan atau perusakan
12 Ibid. hlm. 4213 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Cet. Ke-2, hlm. 73.14 Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 6.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
22/212
hutan tersebut, telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial
budaya dan lingkungan hidup yang sangat besar, serta telah meningkatkan
pemanasan global (global warming),perubahan iklim (anomali iklim)yang telah
menjadi permasalahan dan isu, baik nasional, regional, dan internasional.
Dewasa ini tindakan perusakan hutan atau tindak pidana dibidang
kehutanan semakin meluas dan mengalami permasalahan yang kompleks.
Perbuatan perusakan hutan terjadi tidak hanya pada hutan dengan fungsi
produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi.
Perusakan hutan demikian, telah berkembang menjadi suatu perbuatan
kejahatan yang berdampak luar biasa (exstra ordinary crimes) dan sebagai
kejahatan yang terorganisir (orgenaized crimes), melibatkan multi pihak, baik
nasional, regional maupun internasional.
Dalam melakukan pencegahan perusakan hutan, sunggu telah lama
dilakukan, namun terdapat kendala yang disebabkan antara lain, oleh peraturan
perundang-undangan yang ada belum secara tegas mengatur tindak pidana
perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisasi dan kompleksitas kehidupan
sosial ekonomi, budaya dan politik. Oleh karena itu diperlukan landasan hukum
yang konprehensif dan tegas dalam bentuk Undang-undang agar perusakan
hutan terorganisasi dapat ditangani secara efektif dan efisien, serta memberikan
efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Kerusakan yang ditimbulkan tersebut,
telah mencapai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi
keberlangsungan kehidupan berbangsa dan negara. Oleh karena itu, upaya
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
23/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
24/212
pihak-pihak terkait melalui lembaga pencegahan dan pemberantasanperusakan hutan dalam upaya pemberantasan perusakan hutan.
c. Meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga kelestarian hutanterutama sebagai bentuk kontrol sosial pelaksanaan pemberantasan
perusakan hutand. Mengembangkan kerja sama internasional dalam rangka
pemberantasan perusakan hutan secara bilateral, regional, ataupunmultilateral
e. Menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetapmenjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistemsekitarnya guna mewujudkan masyarakat sejahtera.
Penanganan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang
optimal harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa (exstra ordinary), salah
satunya dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, didalamnya mengamanatkan pembentukan
Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LP3H), lembaga
khusus ini memiliki kewenangan tugas dan fungsi dalam melakukan pencegahan
dan pemberantasan perusakan hutan. Lembaga khusus anti perusakan hutan ini,
selain melakukan upaya pencegahan, memiliki kewenangan juga dalam
melakukan pemberantasan atau penindakan terhadap tindak pidana perusakan
hutan yang bersifat umum maupun terorganisir, baik dari perbuatan langsung,
tidak langsung, maupun perbuatan yang terkait lainnya dengan perusakan hutan.
Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LP3H) dengan
kewenangan tugas dan fungsi pemberantasan dengan penegakan hukum yang
konprehensif melalui penyelidikan dan penyidikan, penuntutan dan proses
peradilan yang cepat dan terintegrasi, kewenangan LP3H ini juga adalah
memiliki fungsi koordinasi dan supervisi terhadap lembaga lain yang menangani
tindak pidana dibidang kehutanan atau perusakan hutan.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
25/212
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, penelitian ini
menitikberatkan kajian permasalahan berkaitan dengan kebijakan formulasi
hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan dan
permasalahan mengenai Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan (LP3H) berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, hal ini dimaksudkan
untuk dapat memberikan pemikiran dan pemahaman mengenai kebijakan hukum
yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
26/212
B. Rumusan Permasalahan
Dalam rangka untuk penanggulangan pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan atau tindak pidana kehutanan menjadi sangat penting, agar
lebih memahami perkembangan atau kebaruan mengenai permasalahan hukum
khususnya dibidang kehutananyang terjadi dewasa ini. Berdasarkan pada latar
belakang di atas, dirumuskan kajian permasalahan berkaitan dengan penelitian
tesis sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam
penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan berdasarkan Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan.?
2. Bagaimanakah Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan (LP3H) berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk secara kritis menelaah dan
mengkaji dengan memaparkan landasan konseptual dan teoritis sehingga
dapat memperoleh jawaban dengan permasalahan tindak pidana kehutanan
atau perusakan hutan di Indonesia. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah :
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
27/212
a. Menganalisis berkaitan Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Tindak
Pidana Kehutanan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
b. Mengkaji Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan (LP3H) dalam penanggulangan tindak pidana
kehutanan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
D. Manfaat Penelitian
Bertitik tolak dari tujuan penelitian atau penulisan tesis ini, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat, berguna dan memberikan
kontribusi positif bagi banyak pihak yang berkepentingan, baik secara teoritis
maupun praktis antara lain manfaat tesebut adalah :
1. Secara teoritis
Manfaat penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum pidana dan
hukum lainya khususnya mengenai ikhwal kebijakan hukum pidana
dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan, pemberantasan
perusakan hutan atau penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana
indonesia, selain itu berguna untuk membangun pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pidana
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
28/212
pada khususnya, terutama berkaitan dengan penanggulangan tindak
pidana kehutanan.
2. Secara praktis
Penelitian ini secara praktis dapat memberikan manfaat sebagai
bahan masukan bagi lembaga atau instansi, atau pihak-pihak yang
berkepentingan, aparat penegak hukum khususnya (Penyidik, Jaksa dan
Hakim) dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), dalam
upaya penanganan, mengambil atau menerapkan hukum dalam
penanggulangan tindak pidana kehutanan, atau perbutan perusakan
hutan. Bagi aparat penegak hukum dan seluruh elemen terkait (stake
holders) dapat menjadi masukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pembatasan ruang lingkup dalam penelitian ini untuk menjaga agar
penelitian ini tidak membias dari isu hukum normatif, atau pokok
permasalahan yang diangkat, yaitu berkaitan dengan kebijakan hukum dalam
penanggulangan tindak pidana kehutanan berdasarkan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
29/212
Permasalahan hukum dalam penanggulahan tindak pidana kehutanan
atau perusakan hutan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, terdapat 2 (dua) pokok
pemasalahan yaitu :
1. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak
Pidana Kehutanan dan,
2. Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan (LP3H) dalam penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan.
Berdasarkan dari fokus permasalahan dan tujuan dari penelitian ini,
tampak secara jelas bahwa penelitian ini bergerak pada upaya penggalian
serta pemahaman akan arti tujuan hukum yakni :
1. Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secaramoralmengenai
sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian
besarteori,keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar.John Rawls,
menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari
institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" .
Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai : "Kita
tidak hidup di dunia yang adil"16 Kebanyakan orang percaya bahwa
ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan
16 http://id.wikepedia.org/wiki/ keadilan, John Rawls,A Theory of Justice(revised edn,Oxford: OUP), 1999, diposting pada 20 Nopember 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/John_Rawlshttp://id.wikepedia.org/wiki/http://id.wikepedia.org/wiki/http://id.wikipedia.org/wiki/John_Rawlshttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Moral -
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
30/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
31/212
tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma
ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma,
reduksi norma atau distorsi norma.
Kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia,
baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam
koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan
seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh
Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya
(homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang
merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman
untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini
adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari
perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturanAdalah Scerkeit
des Recht Selbst (kepastian tetang hukum itu sendiri)19
F. KERANGKA TEORITIK
Teori hukum normatif yang merupakan orientasi dalam studi ini
menggunakan beberapa pemikiran atau konstruksi, kritik dan sistematik
sebagai kerangka teori dalam mengembangkan permasalahan penelitian dan
menjawab setiap permasalahan hukum yang menjadi pokok bahasan dalam
kajian penelitian tesis ini, adapun teori-teori yang digunakan adalah sebagai
berikut :
19 Ibid., hlm. 292.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
32/212
1. Teori Perlindungan Hukum
Kehadiran hukum dalam suatu kekuasaan negara diorientasikan
untuk menjaga tertib kehidupan masyarakat dan melindungi berbagai hak
dan kewajiban yang tumbuh dan berlaku disuatu negara. Dalam
pandangan Jhon Locke bahwa kekuasaan tersebut justru untuk
melindungi hak-hak kodrat, dari bahaya yang mengancam, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar.20
Sebagai pemegang kedaulatan, maka negara harus mampu
memberikan perlindungan bagi kehidupan warga negaranya, baik dalam
hukum publik maupun hukum privat. Bukan sebaliknya, negara bardaulat
dapat bertindak sewenang-wenang atas warga negaranya. Sehingga
kedaulatan negara dengan hukumnya dapat mewujudkan keadilan
(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutilitiet) dan kepastian hukum
(rechtszekerheid).
Menurut muchsin21, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-
kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan untuk menciptakan
adanya ketertiban dalam pergaulan hidup manusia. Atas dasar itu, maka
perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek
20 Satjipto Rahardjo, Teori Hukum Strtegi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 72.
21Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia,Magister IlmuHukum Program Pascasarjana Uniersitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hlm. 14.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
33/212
hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipaksakan pelaksanaanya melalui sanksi.
Konsep teori perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah
atau negara, karena pemerintah atau negara sebagai titik sentralnya. Oleh
karena itu, terbentuklah 2 (dua)bentuk perlindungan hukum, yaitu :
a. Perlindungan hukum preventifperlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuanuntuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal initerdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud
untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b. Perlindungan hukum reresifperlindungan hukum refresif merupakan perlindungan hukumakhir yang berupa sanksi, seperti denda penjara dan hukumantambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atautelah dilakukan suatu pelanggaran.22
Berdasarkan itu, perlindungan hukum preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa atau permasalahan. Sementara
perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Seperti halnya perlindungan hukum dalam peradilan umum dan peradilan
administrasi ke dalam perlindungan hukum represif.
Konsep perlindungan hukum pun sangat terkait erat dengan fungsi
hukum sendiri. Mochtar Kusuma Atmaja menguraikan fungsi hukum
sebagai berikut :
Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalammasyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasanya adalahkonservatif, artinya hukum bersifat memelihara danmemepertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukandalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang yang
22 Ibid, hlm. 20.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
34/212
membangaun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yangsedang berubah cepat, hukum tidak memiliki fungsi demikian saja. Ia
juga harus membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandanganyang konservatif tentang hukum yang menitikberatkan pada fungsi
pemeliharaan ketertibaan dalam arti statis, dan sifat konservatifhukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatuperanan yang berarti dalam proses pembaruan.23
Pandangan atau konsepsi yang lebih luas di atas menunjukkan
kekuatan hukum yang dinamis dalam mengatur tertib hukum bagi suatu
masyarakat. Hukum tidak saja mengedepankan aspek-aspek represif
dalam penegakannya, tetapi peka dan sensitif atas perkembangan yang
sedang berlaku dalam masyarakat sehingga tindakan preventifnya dapat
dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga pada
akhirnya, hukum dapat menjadi penyangga kehidupan manusia.
2. Teori Keadilan
Keadilan menurut Plato, seperti dikutif Herman Bakir24,
mengemban fungsi menyelaraskan dan menyeimbangkan hal itu
berbunyi sebagai berikut :
Keadilan merupakan besaran-besaran atau aset-aset (virtues)tertentu yang akan membuat kondisi kemasyarakatan menjadi
selaras (mengharmonikan) dan seimbang. Keadilan yangdimaksudkan adalah besaran yang bersumber dari dalam jiwa tiap-tiap masyarakat manusia itu sendiri, yang pada dirinya tidak dapatdi pahami, dikreteriakan atau tidak dapat diekspesitkan(dijabarkan)melalui argumentasi-argumentasi (dirasionalkan).Kitatidak dapat berkharap banyak dengan tercapainya keadilan bilahanya mengandalkan kebijaksanaan dari para pilsuf dan doktrin-doktrin mereka, sebab dalam memahami keadilan mereka kerapkali
23Hasan Basri, Op.cit.,hlm. 8324 Herman Bakir, Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Refika Aditama, Cet.
Pertama, Bandung, 2007, hlm. 177.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
35/212
terjebak dalam keadaan dimana mereka memandang hukumhanyalah sekedar materi bertempramen spritual (mistik).
Bahwa untuk dapat memahami lebih jauh tentang bekerjanya
keadilan dalam jiwa tiap-tiap individu manusia, Plato menelaah sifat
manusia dalam konteks yang sangat luas, yakni dalam kaitannya dengan
sebuah Negara Kota25disebutkan :
1. Di dalam suatu masyarakat yang adil, tiap warganya harus dapat
memainkan perannya (fungsi kemasyarakatannya) yang palingsesuai dengan dirinya demikian juga halnya, dalam aset-asetekonomi perorangan.
2. Keadilan hanya akan menjadi pemenang ketika akal (naluri) jugamenang dan selera serta nafsu binatang semestinya diletakkan(dikendalikan) sedemikian rupa pada tempat sesuai tatananmasyarakat yang berkeadilan hanya akan dapat tercapaisepanjang akal manusia beserta keseluruhan prinsip-prinsiprasional lainnya dapat memandu penyelenggaraan dari elemen-elemen masyarakat, selain itu yang tidak kalah penting.
Masih dalam kaitanya dengan keadilan, dalam teori keadilan
yang dikemukakan oleh Aristoteles26.
Keadilan akan terjadi apabila kepada seseorang diberikan apayang menjadi miliknya. Seseorang dikatakan berlaku tidak adilapabila orang yang mengambil lebih dari bagian semestinya.Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang yang
tidak adil, karena semua hal yang didasarkan pada hukum dapatdianggap adil. Jadi keadilan adalah penilaian denganmemberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadihaknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidakmelanggar hukum.
25Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana FilsafatHukum Indonesia, Cet. Kelima, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 167.
26 Ibid, hlm 178.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
36/212
Dari orientasi ide keadilan tersebut, justru mengimplikasikan pada
setiap permasalahan apapun yang timbul harus diselesaikan dengan
berorientasi pada ide keadilan bukan paksaan. Permasalahan tindak pidana
kehutanan atau tindak pidana perusakan hutan merupakan permasalahan
keadilan yang harus diselesaikan berdasarkan ide keadilan yang bertumpu
kepada tujuan hukum yaitu; keadilan hukum, kepastian hukum dan
kemanfaatan yang akan mencapai tujuan pada perlindungan masyarakat
(soscial deffence)dan kesejahteraan masyarakat (social welfare).
Kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada
hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan.
Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral
dari politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian
"kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana".
3. Teori Kebijakan Kriminal (Criminal Policy Theory)
Kebijakan yang merupakan terjemahan dari kata policy atau beleid
adalah merupakan sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti
government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan
governance yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan
pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan- pilihan tindakan
yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian
sumberdaya alam, keuangan dan sumberdaya manusia untuk kepentingan
publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
37/212
Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi bahkan kompetisi
antara berbagai gagasan, teori, idiologi dan kepentingan-kepentingan yang
mewakili sistem politik suatu Negara27.
Kata kebijakan seringkali digunakan dalam istilah kebijakan publik dan
kebijakan sosial. Kedua istilah tersebut sering diartikan sama, namun
sebenarnya kebijakan publik dan kebijakan sosial secara kontekstual adalah
berbeda. Kebijakan publik berorientasi pada penyusunan kebijakan,
sedangkan kebijakan sosial berorientasi pada bidang telaah kebijakan. Secara
maknawi kebijakan sosial dapat merupakan bagian dari kebijakan publik dan
sebaliknya kebijakan publik merupakan bagian dari kebijakan sosial.
Terkait dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik
secara generik pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor
pembangunan yang mencakup aspek manusia dalam kontek masyarakat atau
kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang
pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian. Dalam arti
spesifik atau sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial
sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau
kesejahteraan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
manusia, terutama mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak
beruntung (disad pantaged group) dan kelompok rentan (fuel merable
group).
27Edi Suharto, Kebijakan sosial Sebagai Kebijakan Publik, Alfa Beta, Bandung, 2007,hlm. 3
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
38/212
Beberapa ahli seperti Magil, Marshal, Rein, Huttma, Specker dan Hill
yang dikutif dari desertasi Lalu Parman mengartikan kebijakan sosial dalam
kaitannya dengan kesejahteraan sosial yakni 28:
1. Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (publicpolicy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal daripemerintah seperti kebijakan ekonomi, transportasi,komunikasi, dan pertahanan keamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (magil1986).
2. Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitandengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap
kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosialatau bantuan keuangan (Marshal, 1965)
3. Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biayasosial, peningkatan pemerataan dan pendistribusian pelayanan danbantuan sosial (Rein, 1970)
4. Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan atau,5. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan
kesejahteraan (welfare) baik dalam arti luas yang menyangkutkualitas hidup manusia, maupun dalam dalam arti sempit yangmenunjuk pada beberapa jenias pemberian pelayanan kolektif
tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (specker, 1995)6. Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam
kaitannya dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996)
Berkenaan dengan upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan
masalah sosial dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial, maka istilah
kebijakan digunakan sebagai suatu istilah yang bermakna dan berorientasi
secara khusus dalam mengatasi salah satu masalah sosial yaitu kejahatan.
Kejahatan sebagai problem sosial dapat merintangi kemajuan untuk
mencapai kualitas hidup yang pantas bagi semua orang, untuk itu
28Lalu Parman, Op.cit,hlm. 71
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
39/212
pencegahan kejahatan harus didasarkan pada sebab-sebab dan kondisi-
kondisi yang menimbulkan kejahatan.
Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy)atau dikenal
dengan istilah politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral
dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu,
dapat dikatakan tujuan akhir dari atau tujuan utama politik kriminal ialah
perlindungan masyarakat untuk mencapai kebahagiaan masyarakat
(happines of the citizen), kehidupankultural yang sehat dan menyegarkan
(a whole some and cultural living), kesejahteraan masyarakat (social
welfare) atau untuk mencapai keseimbangan (equality).29
Pembaharuan hukum pidana menurut Barda Nawawi Arief30
adalah menuntut adanya penelitian dan pemikiran terhadap masalah
sentral yang sangat fundamental dan strategis, termasuk dalam klasifikasi
masalah yang demikian antara lain masalah kebijakan dalam menetapkan
atau merumuskan suatu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana dan
sanksi yang dapat dikenakan.
Kebijakan kriminal menurut Marc Ancel31 adalah sebagai The
rational organization of the control of crime by society, sedangkan G.
Peter Hoefnagels mengemukakan bahwa, Criminal policy is the rational
29Ibid,hlm. 8130Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara,Balai Penerbitan Undip, Semarang, 1996, hlm. 3.31 Barda Nawawi Arief., Op.cit,. hlm. 27
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
40/212
organization of the social reactions to crime .terdapat tiga arti kebijakan
kriminal dengan mengatakan bahwa Politik kriminalini dapat diberi arti
sempit, lebih luas dan paling luas. Dalam arti sempit, politik kriminal itu
digamabarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, dalam artian
yang lebih luas, ia merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak
hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan, jaksa dan
penyidik, dalam artian yang paling luas ia merupakan keseluruhan
kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan
resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari
masyarakat. Kebijakan kriminal merupakan usaha yang rasional dari
masyarakat untuk mencegah kejahatan dan mengadakan reaksi terhadap
kejahatan. Usaha yang rasional itu merupakan konsekuwensi logis, sebagai
masalah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan hukum
pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada
kemutlakan dalam bidang kebijakan karena pada hakekatnya dalam
masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian
dan pemilihan dari berbagai macam alternatif.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
41/212
Kebijakan kriminal pada hakekatnya juga merupakan bagian
integral dari politik sosial. Usaha penanggulangan kejahatan, dapat
dijabarkan 32:
1. Pencegahan penanggulangan kejahatan, harus menunjangtujuan (goal), social welfare, dan social defence. Dimanaaspek social welfare dan social defence yang sangatpenting adalah aspek kesejahteraan dan perlindunganmasyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilaikepercayaan, kebenaran, kejujuran/keadilan.
2. Pencegahan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan
pendekatan integral ada keseimbangan sarana penaldan non penal.
3. Pencegahan penanggulangan kejahatan dengan saranapenal atau penal law enforcement policy yangfungsionalisasi/operasionalisasinya melalui beberapa tahap: (1) Formulasi (kebijakan legislatif). (2) Aplikasi (kebijakanyudikatif). (3) Eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).
Melaksanakan politik kriminal antara lain berarti membuat
perencanaan untuk masa yang akan datang dalam menghadapi atau
menanggulangi masalah yang berhubungan dengan kejahatan. Termasuk
dalam perencanaan itu ialah di samping merumuskan perbuatan-perbuatan
apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, juga menetapkan sanksi-
sanksi apa yang diterapkan terhadap si pelanggar atau pelaku yang
melekukan perbuatan pidana.
Kebijakan integral penanggulangan kejahatan terlihat bahwa untuk
mencapai tujuan akhir tersebut ditempuh dengan dua kebijakan yaitu;
kebijakan sosial (social policy) dan kebijakan kriminal (criminal policy)
32 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Kebijakan PenanggulanganKejahatan, Undip, Semarang, 2000.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
42/212
yang merupakan bagian dari kebijakan sosial itu sendiri. Dalam hal
penaggulangan kejahatan atau politik kriminal digunakan pula dua
kebijakan, yaitu dengan menggunakan kebijakan penal, dengan
menggunakan sanksi pidana dan kebijakan non penal 33. Apabila berbagai
cara tidak mampu mengendalikan perbuatan negatif masyarakat, baru
sarana penal difungsikan menjadi ultimum remidium untuk
menanggulangi kejahatan, melalui kriminalisasi dan dekriminalisasi.
4. Teori Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy Theory)
Istilah kebijakan hukum pidana disebut juga dengan istilah politik
hukum pidana. Dalam kepustakaan asing juga digunakan istilah penal
policy, criminal law policy atau strafrechtpolitiek. Untuk mengartikan
istilah kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana dapat
dilihat dari sudut pandang politik hukum atau dari sudut pandang politik
kriminal.
Menurut Satjipto Rahardjo politik hukum adalah aktifitas memilih dan
cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum
tertentu dalam masyarakat. Dalam studi politik hukum ada beberapa
pertanyaan mendasar yaitu :
1. Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada;
33 Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1996, hlm. 8.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
43/212
2. Cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam
mencapai tujuan tersebut;
3. Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu
diubah; dan
4. Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk
membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik34.
Mahfud M.D., mengartikan politik hukum sebagai arahan atau
garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan
melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara.
Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan
hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Selain itu politik
hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan
hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan
negara. Dalam pengertian ini, pijakan utama politik hukum nasional adalah
tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang
harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu.35 Lebih lanjut
Mahfud MD., menjelaskan bahwa politik hukum mengandung dua sisi yang
tak terpisahkan yakni sebagai arahan pembuatan hukum atau legal policy
lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus
34Satjipto Rahardjo, Op Cit, hlm. 352.35 Mahfud M. D., Membangun Politk Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers,
Jakarta, 2010, hlm. 15-16.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
44/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
45/212
c. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulagi harusmerupakan perbuatan yang tidak dikehendaki karena perbuatantersebut mendatangkan kerugian bagi masyarakat;
d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya
dan hasil (cost and benefid principale).36
Kebijakan formulasi perbuatan yang hendak dilarang dapat
dirumuskan dalam rumusan undang-undang pidana dengan
menjadikannya suatu perbuatan pidana. Konsep perbuatan pidana
atau tindak pidana yang diparalelkan dengan pengertian criminal act,
mengalami pergeseran baik secara substansi maupun prosedur
penetapannya. Kebijakan hukum pidana merupakan usaha untuk
mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai
dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang
akan datang. Kata sesuai dalam pengertian tersebut mengandung
makna baikdalam memenuhi syarat keadilan dan dayaguna37.
Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling terkait
antara pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang
rasional, pendekatan ekonomis dan fragmatis, serta pendekatan yang
berorientasi pada nilai.38
Kebijakan penegakan hukum pidana merupakan serangkaian
proses yang terdiri dari tiga tahap kebijakan yaitu :
36Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Op. cit, hlm. 18.37Aloysius Wisnubroto,Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan
Komputer, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 1999, hlm. 11.38 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara, Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1994, hlm. 61.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
46/212
a. Tahap kebijakan legislatif yaitu menetapkan atau merumuskanperbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapatdikenakan oleh badan pembuat undang-undang.
b. Tahap kebijakan yudikatif yaitu menerapkan hukum pidana oleh
aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, danpengadilan.
c. Tahap kebijakan eksekutif yaitu melaksanakan hukum pidana secarakongkrit, oleh aparat pelaksana pidana.39
Pada tahap kebijakan legislatif ditetapkan sistem pemidanaan,
maka pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem
kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Pidana tidak hanya
dapat dilihat dalam arti sempit atau formal, tetapi juga dapat dilihat dalam
arti luas atau material. Dalam arti sempit atau formal, penjatuhan pidana
berarti kewenangan menjatuhkan atau mengenakan sanksi pidana
menurut Undang-undang oleh pejabat yang berwenang (hakim).
Sedangkan dalam arti luas atau material, penjatuhan pidana
merupakan mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang
berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada
putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat
pelaksana pidana. Hal ini merupakan satu kesatuan sistem penegakan
hukum pidana yang integral. Oleh karena itu keseluruhan
sistem/proses/kewenangan penegakan hukum pidana itupun harus
terwujud dalam satu kesatuan kebijakan legislatif yang integral.
Mengingat pentingnya pemidanaan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih besar yaitu perlindungan masyarakat (social
39Barda Nawawi Arief, Op.,Cit, hlm. 18-19.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
47/212
defence) dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), perlu diperhatikan
juga berkaitan denngan teori-teori penjatuhan pidana atau teori
pemidanaan, yakni :
1. Teori absolut atau vergeldings theorie adalah teori yang mempunyai
ajaran bahwa yang dianggap sebagai dasar dari pidana ialah sifat
pembalasan (vergelding or vergeltung). Diantara penganut teori ini
adalah Immanuel Kant yang memandang pidana sebagai
kattegorische imperatief yakni; seseorang harus dipidana oleh hakim
karena ia telah melakukan kejahatan, sedangkan Hegel berpendapat
bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi adanya
kejahatan.
Menurut Andeanes bahwa tujuan utama (primair) menurut
teori ini adalah untuk memuaskan tuntunan keaslian (to satisfy the
clims of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang
menguntungkan adalah sekunder.40 Aliran ini berpendapat bahwa
pidana adalah pembalasan, pemberian pidana dapat dibenarkan,
karena telah menjadi suatu kehajahatan yang telah menggoncangkan
masyarakat. Kejahatan adalah perbuatan yang telah menimbulkan
penderitaan anggota masyarakat lainnya, sehingga untuk
mengembalikan keadaan seperti semula, maka penderitaan itu harus
dibalas dengan penderitaan pula yaitu pidana (nestapa) terhadap
pelaku.
40Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op-Cit, hlm. 11.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
48/212
2. Teori relatif atau teori tujuan (doel theorien)
Menurut teori ini bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang
membuat kejahatan melainkan supaya orang jangan melakukan
kejahatan. Penjatuhan pidana dimaksudkan tidak untuk memuaskan
tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu
sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat, teori itu
disebut :
a. Teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence)b. Teori reduktif ( untuk mengurangi frekuensi kejahatan); atauc. Teori tujuan (utilitarian theory), pengimbalan mempunyai
tujuan tertentu yang bermanfaat.41
Aliran ini menurut Koeswadji menafsirkan tujuan pokok dari
pemidanaan, adalah untuk :
1. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (de handhaving van de
maatshappelijke orde).
2. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai
akibat dari terjadinya kejahatan (het herstel van het door de misdaad
onstance maatshappelijke nadeed).
3. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering van de dader).
4. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijke maken van de
misdadinger).
5. Untuk mencegah kejahatan (ter voorkoMing van de misdaad).42
.
41Ibid, hlm. 12.42 Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya, Bandung, 1993, hlm. 12.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
49/212
3. Teori gabunganantara teori absolut dan teori relatif.
Teori ini menggunakan kedua teori di atas atau gabungan dari
teori absolut dan relatif sebagai dasar pemidanaan, dengan
pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-
kelemahan :
1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena
dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti
yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus yang segera
melaksanakan.
2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan
karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukuman berat,
kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki
masyarakat, dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit
dilaksanakan43. Dalam teori ini diperhitungkan adanya pembalasan,
prevensi general, serta perbaikan sebagai tujuan pidana.
Dalam penelitian ini akan lebih ditekankan mengenai teori relatif
atau teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham. Pokok aliran utilitarian ini
mangatakan bahwa suatu tindakan mempunyai nilai moral apabila
tindakan tersebut memberikan konsekuensi yang baik pada orang-orang
lain sebanyak banyaknya.44
43 Ibid. hlm. 244 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum: Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press, 2006, hlm. 155.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
50/212
Jeremy Bentham mengungkapkan esensi dari teori aliran
utilitarianisme ini dengan semboyan : the greatest happiness for the
greatest number.45Pemikiran yang mendasari aliran ini adalah bahwa
pada akhirnya setiap perbuatan manusia itu haruslah dievaluasi guna
meningkatkan kesejahteraan umum atau taraf sosial (sebagai
konsekuensi dari kebahagiaan/kemapanan/kepuasan yang telah dicapai
oleh masyarakat mayoritas). Look to the future and promote human
welfare(melihat ke masa depan dan meraih kesejahteraan masyarakat),
merupakan ajaran dari aliran utilitarianisme yang berhubungan dengan
etika, namun secara formal ajaran ini dapat dilihat dari prinsip utilitas,
yaitu : of all the possible action open to you, perform that action with
the greatest tendency to bring about the balance of happiness over
misery for mankind as a whole(dari segala kemungkinan perbuatan
yang akan dilakukan, lakukanlah perbuatan tersebut dengan
mengutamakan keseimbangan dari kebahagiaan dengan
mengesampingkan penderitaan bagi umat manusia secara
menyeluruh).46
Ajaran utilitarianisme terkadang disebut dengan teori kebahagiaan
terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan
(kenikmatan) terbesar untuk orang banyak, karena kenikmatan adalah
satu-satunya kebaikan intrinsik dan penderitaan adalah satu-satunya
45 Jeffrie G. Murphy dan Coleman Jules L, The phylosophy of law: An Introduction ToJurisprudence, Totowa NJ, Rowman & Allenheld, 1984, hlm. 74.
46Ibid.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
51/212
kejahatan intrinsik. Bagi Bentham, moralitas bukanlah persoalan
menyenangkan Tuhan atau masalah kesetiaan pada aturan-aturan
abstrak, melainkan adalah upaya untuk mewujudkan sebanyak mungkin
kebahagiaan di dunia. Oleh karena itu, Bentham memperkenalkan
prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan asas kegunaan atau
manfaat (the principle of utility). Salah satu penganut teori ini adalah
Senecayang terkenal dengan ucapannya ;
nemo prudens punit quia peccatum est, sed ne pecceter (artinya :no reasonable man punishes because there has been a wrongdoing, but in order that there should be no wrong doing = tidakseorang normal pun dipidana karena telah melakukan suatuperbuatan jahat, tetapi ia dipidana agar tidak ada perbuatan jahat).Johanes Andenaes menyebut teori ini juga sebagai teori pelindungmasyarakat.47
Aliran ini menurut Koeswadji menafsirkan tujuan pokok dari
pemidanaan, yaitu :
1) Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat;
2) Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai
akibat dari terjadinya kejahatan;
3) Untuk memperbaiki si penjahat;
4) Untuk membinasakan si penjahat;
5) Untuk mencegah kejahatan.48
Penerapan sanksi pidana atau pemidanaan terhadap pelaku tindak
pidana kehutanan atau tindakan perusakan hutan sebagaimana dalam
47 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.cit, hlm. 1.48 Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya, Bandung, 1993, hlm. 12.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
52/212
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan adalah untuk menanggulangi kejahatan
kehutanan dan mencapai tujuan pemidanaan atau politik kriminal pada
masa-masa yang akan datang.
5. Teori Kewenangan (Authority Theory)
Wewenang merupakan bagian penting dari aspek hukum, terutama
segi hukum tata negara dan hukum administrasi negara, karena objek dari
Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah
berkaitan erat dengan wewenang atau kewenangan pemerintah dalam
mengelola dan melaksanakan kekuasaan negara sehingga ruang lingkup
wewenang pemerintah meliputi wewenang keputusan (beschikking) dan
juga wewenang dalam rangka melaksanakan tugas serta pengaturan
(rechtgelling).
Kewenangan (authority)berbeda dengan wewenang (competence)
kewenangan merupakan kekuasaan formal, yang berasal dari kekuasaan
legislatif atau dari kekuasaan eksekutif. Dalam hal kewenangan terdapat
wewenang untuk melakukan kewenangan publik.
Prajudi Admosudirjo49 memberikan pengertian wewenang adalah
kekuasaan terhadap golongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap
49 Pramuji Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994,hlm. 78.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
53/212
suatu bidang pemerintah dibidang urusan tertentu. Secara teoritik
kewenangan diperoleh melalui 3 (tiga)cara, yakni sebagai berikut :
1.Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah olehpembuat Undang-undang kepada organ pemerintah.
2. Delegasi pelimpahan wewenang pemerintahan dari satupemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
3. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan dari satupemerintahan mengizinkan kewenangannya di jalankan olehorgan lain atas namanya.
Kewenangan atributif dalam arti yuridis wewenang kamampuan
bertindak yang diberikan oleh Undang-undang untuk melakukan
hubungan-hubungan hukum, yakni hubungan yang dapat menimbulkan
akibat hukum.
Kewenangan delegasi adalah wewenang yang merupakan hak dan
kekuasaan untuk pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Sedangkan kewenangan mandat (mandate)adalah suatu kekuasaan
untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan adanya
hubungan atasan dan bawahan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan.
G. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan landasan konsep yang akan
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang di gunakan oleh
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
54/212
peneliti dalam penulisan ini. Konsep merupakan bagian penting dari
rumusan teori. Kegunaan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah
menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.
Pengertian konsep sendiri diartikan sebagai kata yang menyatakan
abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang yang khusus yang
lazim disebut dengan definisi opersional. Pentingnya definisi operasional
adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua atau ganda dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu juga
dipergunakan untuk memeberikan arah pada proses penelitian ini. Dalam
penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel pokok yaitu; Kebijakan Formulasi
Hukum Pidana dan Penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan.
1. Kebijakan Hukum Pidana
1.1. Kebijakan
Dalam bukunya Barda Nawawi Arief istilah kebijakan yang
dalam bahasa Inggris policy ataupolitiek dalam bahasa
Belanda sering disebut sebagai politik yang berarti kebijakan.
Secara umum politik atau kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip-
prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah
(dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam
mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik,
masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan
peraturan perunndang-undangan dan pengaplikasian hukum atau
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
55/212
peraturan, dengan suatu tujuan umum yang mengarah pada upaya
mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga
negara).50
1.2. Kebijakan Hukum
Terdapat banyak definisi menegenai kebijakan hukum atau
politik hukum. Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum
adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi
hukum yang akan dibentuk51. Sedangkan Teuku Mohammad
Radhie52 mendefinisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan
kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di
wilayahnya dan menegenai arah perkembangan hukum yang akan
dibangun.
Menurut ahli lain berpendapat Satjipto Raharjo53yang di kutif
dari tesis Muhammad Aziz Hakim medefinisikan politik hukum
sebagai aktifitas memilih cara yang hendak dipakai untuk memilih
dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial
dengan hukum tertentu yang cakupannya meliputi jawaban atas
beberapa pertanyaan dasar, yaitu ; 1) tujuan apa yang hendak di
capai melalui sistem yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana
50Barda Nawawi Arif, Op-Cit, hlm. 23-24.51Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Ghalilia Indonesia, Jakarta,
1986.52 Teuku Mohammad Radhie, Pembaharuan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Jakarta, 1973.53Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1991.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
56/212
yang dirasa paling baik yang dipakai dalam mencapai tujuan
tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu
perlu diubah; 4) dapatkah suatu pola yang baku dan mapan
dirumuskan untuk membantu dalam memutuskan proses pemilihan
tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
1.3. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana
Kebijakan formulasi hukum pidana merupakan istilah yang
berasal dari politiek dari Belanda dan policy dari Inggris, dari
istilah asing tersebut, maka istilah politik hukum pidana atau
sering juga disebut dengan istilah kebijakan hukum pidana dalam
kepustakaan asing istilah politik hukum pidana sering dikenal
dengan berbagai istilah, antara lain; penal policy atau criminal
law policy atau strafrechtspolitiek.54Sedangakan istilah formulasi
atau formula merupakan pembentukan, penyusunan atau
perumusan yang berkaitan erat dengan pengaturan atau disebut
sebagai kebijakan legislatif atau formulatif.
2. Penanggulangan tindak pidana
Penanggulangan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana penal maupun non penal atau dikenal istilah upaya
54Aloysius Wisnu Subroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penaggulangan PenyalahgunaanKomputer, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999, hlm. 10
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
57/212
hukum litigasi dan upaya hukum non litigasi55. Kegiatan non penal dengan
melakukan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat. Penanggulangan
kejahatan (criminal policy) atau penanggulangan tindak pidana dengan
penggunaan sarana penal dilakukan dengan menggunakan sarana hukum
pidana melalui penegakan hukum (law enforcement). istilah penegakan
hukum dapat dipergunakan terjemahan dari echtshandhaving, yang
dimaksud disini adalah hukum yang berkuasa dan ditaati melalui sistem
peradilan pidana yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
lembaga pemasyarakatan56. Koesnadi Hardjosoemantri mengemukakan
bahwa ada suatu pendapat yang keliru yang cukup meluas diberbagai
kalangan, yaitu bahwa penegakan hukum hanya melalui proses
pengadilan. Adapula pendapat yang keliru, seolah-olah penegakan hukum
adalah semata-mata tanggung jawab aparat penegak hukum. penegakan
hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk itu
pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak.
Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan akan tetapi
masyarakat berperan dalam penegakan hukum57. Andi Hamzah
menyebutkan bahwa istilah penegakan hukum dalan Bahasa Indonesia,
selalu diasosiasikan dengan force, sehingga ada yang berpendapat bahwa
55Hermansyah, Buku Panduan Peran Serta Masyarakat Dalam Penegakan Hukum BidangKehutanan, EC-Indonesia Plegt Support Project Forest Law Enforcement, (Goverment Ang Trade) Kementerian Kehutanan RI, Jakarta, 2010, hlm. 9.
56 Marjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, PusatPelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta,1999, hlm. 78-79.
57Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya, cet. II, Edisi I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
58/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
59/212
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam peraturan
perundang-undangan lainnya59.
Hukum pidana atau perbuatan pidana dibidang kehutanan dalam
peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur ditemukan
beberapa istilah diantarannya, penebangan liar atau pembalakan liar
(illegal logging), perusakan hutan adalah perbuatan pidana yang dalam
peraturan perundangan dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya. Jenis-jenis perbuatan pidana ini ditemukan
seperti; pembalakan liar atau penebangan tanpa izin (illegal Logging),
pertambangan tanpa izin (illegal mining), perkebunan dalam kawasan
hutan tanpa izin, perambahan (ocuvasi) kawasan hutan, pendudukan,
penguasaan hutan tanpa izin, penggunaan kawasan hutan non prosedural
dan perbuatan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
Perbuatan pidana berupa perusakan hutan menimbulkan kerugian
negara dan kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup yang
sangat besar serta telah meningkatkan pemanasan global (global
warming), perubahan iklim (climeted iklim), banjir, tanah longsor dan
sebagainya, hal ini telah menjadi kekawatiran dan menjadi permasalahan
ditingkat nasional, regional, dan internasional.
59 Anonim, Buku Saku Ketentuan Tindak Pidana Kehutanan, Direktorat Penyidikan danPerlindungan Hutan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan,EC-Indonesia FLEGT SP (Forest Law Enforcement, Goverment and Trade), 2008.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
60/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
61/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
62/212
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is by the
judge thorough judicial process ).
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian hukum ini
adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu
pendekatan ini mengkaji dan meneliti peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah hkum kehutanan atau
tindak pidana kehutanan, serta peraturan perundang-undangan lain
yang terkait. Dalam hal ini peneliti melihat hukum sebagai sistem
tertutup yang mempunyai sifat komprehensif, norma-norma hukum
yang terdapat di dalamnya berkaitan antara satu dengan yang
lainnya secara logis dan sistematik. Bahwa di samping bertautan
antara satu dengan lainnya, norma hukum juga tersusun secara
hirarkis.63
b. Pendekatan konsep (conseptual approach), yaitu pendekatan ini
digunakan untuk memahami unsur-unsur abstrak yang terdapat
dalam pikiran. Menurut Ayn Rand secara pilsafat konsep
merupakan integrasi mental atas dua unit atau lebih yang
diisolasikan menurut ciri khas dan yang disatukan dengan definisi
63 Haryono dalam Jonny Ibrahim, Op.Cit. hlm. 249
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
63/212
yang khas. Dalam pendekatan konsep (conseptual approach)
penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji konsep yang berkaitan
dengan konsep pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan
atau tindak pidana kehutanan serta konsep yang terkait dengan
masalah itu.
c. Pendekatan sejarah (historical approach), yaitu suatu pendekatan
yang digunakan untuk mengetahui, memahami dan mengkaji
bagaimana perkembangan hukum dan latar belakang lahirnya suatu
perundang-undangan.
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Jenis dan sumber bahan hukum dalam penelitian hukum ini
adalah bahan hukum sekunder yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan tersier. Bahan hukum dimaksud adalah sesuai dengan
penelitian hukum, mencakup :
1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terkait dengan
peraturan perundang-undangan, yang berkaitan penanggulangan
tindak pidana kehutanan atau perbuatan perusakan hutan.
Khususnya yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
64/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
65/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
66/212
5.Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dilakukan
dengan analisis penelitian hukum normatif, analisis penelitian hukum
normatif dilakukan dengan cara penafsiran berkaitan dengan asas-asas
hukum yang terkait dengan kebijakan formulasi hukum pidana dalam
penanggulangan tindak pidana kehutanan. Dengan tujuan untuk
memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam melakukan analisis bahan hukum sekunder terhadap
penelitian ini dilakukan dengan pendekatan beberapa penafsiran yakni,
penafsiran historis, penafsiran ekstensif atau penafsiran memperluas,
dan penafsiran yang mempertentangkan66. Semua tipe penafsiran di
atas diuraikan secara sistematis dengan mengunakan kerangka berfikir
deduktif dan induktif, sebagai suatu penjelasan dan interpretasi secara
logis dan sistematis. Penjelasan secara logis sintesis menunjukkan cara
berfikir deduktif-induktif, yaitu cara berfikir deduktif adalah berangkat
dari umum ke hal-hal yang bersifat khusus, sedangkan cara berfikir
induktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari hal-hal khusus
kemudian dicari generalisnya yang bersifat umum. Setelah analisis
bahan hukum selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif
yaitu dengan cara menuturkan dan menggambarkan sesuai
permasalahan yang diteliti.
66Amirudin dan Zainal Asikin, Op.Cit. hlm. 165
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
67/212
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA
DAN KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN
A. Tinjauan Umum Mengenai Pengelolaan Hutan Indonesia
1. Pengertian Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan
Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai sebutan hutan, misalnya
hutan belukar, hutan perawan, hutan alam dan lain-lain. Kata hutan dalam
bahasa Inggris disebut dengan forrest, sedangkan hutan rimba disebut
dengan jungle. Akan tetapi pada umumnya persepsi umum tentang hutan
adalah penuh dengan pohon-pohonan yang tumbuh tidak beraturan.67
Dalam Black Laws Dictionary hutan di definisikanForrest is a tract of
land, not necessarily wooded, reserved to the king or a grantee, for
hunting deer and other game68.
Hutan adalah suatu bidang daratan, berpohon-pohon yang dipesan
oleh raja untuk berburu rusa dan permainan lain.
Menurut pendapat dari salah satu ahli kehutanan Herman Haeruman
J.S.69 menyatakan bahwa :
Hutan adalah pelindung tanah, tempat berlindung selama bergerilya
67 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Cet. I, Erlangga,Jakarta, 1995, hlm. 11.
68 Garner, Black Laws Dictionary, Seventh Edition, West Group, Dallas, 1999, hlm. 660.69 Herman Haeruman J.S., Hutan Sebagai Lingkungan, Kantor Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1980, hlm. 6.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
68/212
melawan penjajah, tempat nyaman dan sejuk, pencegah banjirmaupun erosi dan sebagainya, serta ekosistem peyangga danpendukung kehidupan bagi banyak makhluk.
Sementara itu Mochtar Lubis70 mengemukakan pengertian hutan sebagai
berikut :
Hutan adalah sebuah ekosistem yang berciri tumbuh-tumbuhanberkayu seperti misalnya pepohonan dan semak. Perkebunan karet,kelapa sawit ataupun kebun buah-buahan tidak dipandang sebagaihutan.
Adapun pengertian hutan menurut Dangler sebagaimana dikutip oleh
Sukardi71adalah sebagai berikut :
Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas,sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagimenentukan lengkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukupluas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal).
Sedangkan dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1
Udang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, bahwa Hutan didefinisikan adalah sebagai
berikut :
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisisumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antarayang satu dan yang lainnya.
70 Mochtar Lubis, Menuju Kelestarian Hutan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988,hlm. 196.
71 Sukardi, Illegal Logging dalam Perspektif Hukum Pidana (Kasus Papua), Cet. I,Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2005, hlm. 12.
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
69/212
-
7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf
70/212
dilakukan judicial review yang dilakukan kepada Mahkamah Konstitusi dan
hasil pemeriksaan tersebut telah diputuskan dengan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor : 45/PUU-IX/2011, dalam putusan mahkamah tersebut
mengabulkan permohonan pemohon terhadap prase kata ditunjuk tidak
relevan dan tidak memenuhi rasa keadilan72, sehinga definisi kawasan hutan
tersebut untuk menjamin kepastian hukum, sebagaimana terdapat dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan. Kawasan Hutan sebagaimana terdapat
dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan kawasan hutan adalah
wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka
penunjukan kawasan hutan masih tetap berlaku, tetapi tidak mempunyai nilai
kepastian hukum dan tidak dapat dijadikan acuan dalam menentukan kawasan
hutan. Dapat dikatakan sebagai kawasan hutan apabila telah dilakukan proses
penetapan kawasan hutan mulai dari penunjukan kawasan hutan, proses tata
batas kawasan hutan, pemetaan dan dilakukan penetapkan kawasan hutan.
2.
Jenis-jenis Hutan
Berdasarkan jenis-jenis hutan, dilakukan pengelompokan jenis-jenis
hutan berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
72 Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 45/PUU-IX/2011, tanggal 21 Februari 2012