tesis - repository uin jambi
TRANSCRIPT
1
MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA RELIGIUS DI SMP
SATU ATAP KECAMATAN PELANGIRAN INDRAGIRI HILIR RIAU
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh
Magister Strata Dua (S-2) Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
OLEH SA’ALUDIN
NIM: MMP. 1622645
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDIN JAMBI 2018
i
2
ii
3
4
5
6
7
MOTTO
Artinya : Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Q.S. Al A‟raf :199).2
2Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya;
Departemen Agama Republik Indonesia (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hal. 237
vii
8
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan:
لحمد ٱ رب لميهٱلله لع
Tesis ini ku persembahkan kepada
Ayahanda ku Yusak,
Ibunda ku Siti Fatimah,
Ayahanda Mertua ku Fahmi,
Ibunda Mertua ku Elya Mulfa,
Istri ku Yerti Oktaviana, S. Pd.I dan anak ku tersayang Tiara Nursyatifa. Kakak ku Wahidah beserta suami dan anaknya, adik ku Ruzita, S.Pd.I dan
Syahrianto, S.Pd.I, serta sanak saudara jauh dan dekat yang selalu
menginspirasi penulis untuk selalu berjuang dan berkarya yang terbaik.
viii
9
ABSTRAK Sa’aludin, MMP 1622645 program studi Pendidikan Islam kosentrasi MPI, judul : Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Tesis Manajemen Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN STS Jambi, tahun 2018
Tesis ini membahas tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) model kepemimpinan kepala sekolah terkait visi misi sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, (2) budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, (3) upaya kepala sekolah dalam Mengembangkan Budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Semua data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan data yang terdiri atas tahapan memilah data pokok, penyajian data dan penarikan kesimpulan evaluasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang diterapkan kepala sekolah adalah dengan menggabungkan semua model di dalam aktivitas sehari-hari di sekolah. Kepala sekolah menerapkan semua model yakni visioner, transformasional, dan kurikulum. (2) Budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang dikembangkan berupa kebiasaan menggunakan memakai busana muslim dan muslimah ke sekolah, memperingati hari-hari besar islam, membiasakan mengucap salam, membiasakan berdo‟a sebelum dan sesudah belajar, hal tersebut sangat baik untuk dilakukan didalam lembaga pendidikan dan untuk membiasakan peserta didik agar belajar menghayati dan mempraktikkan agama dalam kehidupan sehari-hari. (3) Kepemimpinan kepala sekolah belum mampu mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
. Kata Kunci : Model Kepemimpinan, Budaya Religius
ix
10
ABSTRACT
Sa’aludin, MMP 1622645 study program on Islamic Education MPI concentration, title: Principal Leadership Model in Developing Religious Culture in the One Roof Junior High School Pelangiran District. Islamic Education Management Thesis, Postgraduate UIN Jambi STS, 2018 This thesis discusses the principal's leadership model in developing religious culture. This study aims to determine: (1) the principal's leadership model related to the vision and mission of the school in developing religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School, (2) religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School, (3) the efforts of principals in developing religious culture at Pelangiran District One Roof Junior High School. This research is qualitative research. Data is obtained through observation, interviews and documentation. All data collected is then analyzed using data consisting of stages of sorting out the main data, presenting data and drawing conclusions from the evaluation. The results of the study show that: (1) The leadership model of the principal in the One Roof Junior High School of Pelangiran District that is applied by the principal is by combining all the models in the daily activities at school. The principal applies all types of charismatic, participatory, and transformative. (2) Religious culture at Pelangiran District One Roof Junior High School which was developed in the form of the habit of using Muslim clothing and Muslim women to school, commemorating Islamic holidays, getting used to greetings, getting used to praying before and after learning, it is very good to do in educational institutions and to familiarize students to learn to live and practice religion in their daily lives. (3) Principal leadership has not been able to develop religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School. Keywords: Leadership Model, Religious Culture
x
11
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan peneltian ini kedalam sebuah bentuk laporan berbentuk
tesis yang berjudul Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam
Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran meski dirasakan masih banyak kekurangan, namun hanya ini
yang dapat penulis lakukan dalam proses penelitian sampai penulisan
telah dilakukan secara maksimal.
Penulis menyadari bahawa selama ini perjalanan studi maupun
penyelesaian tesis ini banyak mendapat pengalaman baru karena
mendapatkan motivasi dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa syukur dan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan. MA selaku rektor UIN SultanThaha
Saifuddin Jambi dan seluruh pembantu rektor atas segala motivasi
dan layanan fasilitas yang telah diberikan selama peneliti menjalani
proses penelitian hingga selesai.
2. Bapak Prof.Dr.H. Ahmad Husein Ritonga, MA selaku direktur
pascasarjana UIN SultanThaha Saifuddin Jambi.
3. Bunda Dr. Risnita M.Pd, selaku wakil direktur pascasarjana UIN
SultanThaha Saifuddin Jambi dan seluruh ketua kosentrasi dan
seluruh staf atas bantuan fasilitas dan kemudahan yang diberikan
selama peneliti berurusan dengannya.
4. Bapak Prof.Dr.H. Ahmad Syukri, SS., M.Ag dan Bapak Dr. H. Hidayat
M.Pd. Selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah
memberikan bimbingan yang berharga, petunjuk dan motivasi yang
berkelanjutan hingga selesainya tesis.
xi
12
5. Bapak dan Ibu Dosen pascasarjana UIN STS Jambi yang selalu
memotivasi dan memberikan ilmu-ilmu yang sangat berharga untuk
selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak H. Saini, S.Pd.I dan segenap guru SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan
tesis ini.
7. Seluruh teman teman mahasiswa Pascasarjana khusus konsentrasi
Manajemen Pendidikan Islam atas perhatian dan kritiknya selama ini
penulis merasa terbantu dalam membangun kepercayaan.
8. Seluruh pihak yang telah membantu selama perencanaan,
pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini penulis tidak dapat
memberi bantuan dalam bentuk materi kecuali hanya memanjatkan
doa semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan amal
yang sangat berguna, dimurah kan rezeki dan diangkat derajat hidup
oleh-Nya.
Dalam penulisan tesis ini masih banyak sekali kekeliruan dan
kelemahan yang terdapat di dalam isi, metode penelitian dan sistematika
penulisan sehingga kepada pembaca yang berminat kíranya dapat
memberikan kritikan dan masukan yang berharga untuk kesempurnaan
kemudian semoga bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan
agama.
Jambi, 23 Oktober 2018
Penulis
Sa’aludin NIM.MMP.1622645
xii
13
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN LOGO .................................................................................... ii NOTA DINAS .......................................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v MOTTO .................................................................................................. vii PERSEMBAHAN.................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................... ix ABSTRACT .............................................................................................. x KATA PENGANTAR ............................................................................... xi DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 19 C. Fokus Penelitian.......................................................................... 19 D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................ 19
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. LandasanTeori ............................................................................ 21 1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah .................................... 21 2. Budaya Religius ...................................................................... 33 3. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan
Budaya Religius ..................................................................... 45 B. Penelitian yang Relevan .............................................................. 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ................................................................ 50 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ........................................... 52 C. Jenis Dan Sumber Data ............................................................. 53 D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 54 E. Teknik Analisis Data .................................................................... 59 F. Uji Kepercayaan Data ................................................................ 63 G. Pelaksanaaan dan Waktu Penelitian ........................................... 65
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN DAN ANALISIS HASIL
PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................ 67
1. Sejarah Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ....... 67 2. Geografis. ............................................................................... 68 3. Struktur Organisasi ................................................................ 69 4. Keadaan Guru ........................................................................ 73
xiii
14
5. Keadaan Siswa ...................................................................... 74 6. Keadaan Sarana Prasarana ................................................... 75
B. Temuan Dan Analisis Hasil Penelitian ......................................... 79
1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ............................................................ 79
2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran..... ............. 88
3. Hasil Yang Dicapai Dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran..... .............................. 89
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 129 B. Implikasi ...................................................................................... 134 C. Rekomendasi .............................................................................. 135 D. Penutup ...................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA CURRIKULUM VITAE
xiv
15
DAFTAR GAMBAR GAMBAR Halaman 3. 1. Analisis Data Model Interaktif (Intractif Model of Data Analysis) ....... 53 4. 1. Struktur Organisasi SMP Satu Atap Kec. Pelangiran ....................... 62
xv
16
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman 3. 1. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian ............................................... 56 4. 1. Identitas Sekolah ........................................................................... 58 4. 2. Keadaan Personil Sekolah ............................................................. 64 4. 3. Keadaan Siswa .............................................................................. 56 4. 4. Keadaan Prasarana ....................................................................... 67 4. 5. Keadaan Sarana ............................................................................ 68
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada
kepemimpinan kepala sekolah, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan
kepala sekolah. Bagaimanapun, kepala sekolah merupakan unsur vital
bagi efektifitas lembaga pendidikan. Tidak kita jumpai sekolah yang baik
dengan kepala sekolah yang buruk atau sebaliknya sekolah yang buruk
dengan kepala sekolah yang baik. Kepala sekolah yang baik bersikap
dinamis untuk mempersiapkan berbagai macam program pendidikan.
Bahkan, tinggi rendahnya mutu suatu sekolah dibedakan oleh
kepemimpinan kepala sekolah.
Setiap lembaga pendidikan diharapkan memiliki suatu
kelebihan yang bersifat positif, misalnya berupa budaya yang di
berdayakan lembaga, untuk menjadi pembeda lembaga pendidikan
tersebut dengan lembaga pendidikan yang lain. Sehingga lembaga
tersebut memiliki keunikan/keunggulan yang dijanjikan kepada masyarakat
sebagai konsumen pendidikan. Oleh karena itu, agar kualitas pendidikan
meningkat, selain dilakukan secara struktural perlu diiringi pula dengan
pendekatan kultural.
Efektivitas individu, kelompok, dan organisasi dipengaruhi oleh
perilaku dan proses organisasi yang dijalankan oleh sejumlah orang untuk
mencapai tujuan organisasi. Penempatan aspek manusia merupakan
salah satu komponen yang paling penting dalam organisasi dan menjadi
asumsi dasar dalam perilaku organisasi.
Kepemimpinan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Leadership”.
Dalam ensiklopedi umum diartikan sebagai hubungan yang erat antara
seorang dan kelompok manusia, karena ada kepentingan yang sama.
Hubungan tersebut ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing
dari pemimpin dan yang dipimpin. Sutrisno menyatakan bahwa;
Kepemimpinan merupakan suatu proses yang melibatkan pemimpin dan
2
para pengikutnya, dimana sang pemimpin mempengaruhi mereka untuk
melakukan apa yang diinginkannya.
Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan istilah
khalifah dan ulil amri. Kata khalifah mengandung makna ganda. Di
satu pihak khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam
pemerintahan, di lain pihak khalifah diartikan sebagai wakil Tuhan di muka
bumi. Yang dimaksud wakil Tuhan itu bisa dua macam, pertama yang
diwujudkan dalam jabatan. Kedua fungsi manusia itu sendiri di muka
bumi sebagai ciptaan Tuhan3
Merujuk kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :4
Artinya:”ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor yang menjadi
kunci pendorong keberhasilan dan keberlangsungan suatu budaya
sekolah. Hal itu harus didukung dengan penampilan kepala sekolah.
Penampilan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat, dan
keterampilan, prilaku maupun fleksibilitas kepala sekolah. Agar fungsi
kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber 3Firman Kurnia Asy Syifa, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan
Budaya Islami Di Smp Muhamadiyah 3 Kaliwungu (Semarang: UIN FKIP, 2016), hal. 8. 4Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit hal. 6.
3
daya sekolah terutama dalam hal mengembangkan budaya sekolah
untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala
sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian,
keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan.
Kepala sekolah seperti ini memberi orientasi pada terbentuknya
budaya sekolah yang kuat strong cultural guna mendukung kesuksesan
pencapaian tujuan sekolah. Integrasi kepala sekolah dengan budaya
sekolah merupakan upaya-upaya untuk mengartikulasikan tujuan dan
misi sekolah, nilai-nilai sekolah, keunikan sekolah, simbol sekolah,
imbalan yang memadai, ikatan organisatoris berdasarkan saling
percaya dan komitmen antar guru, siswa, dan masyarakat.
Pemimpin adalah orang paling bertanggung jawab atas efektivitas
organisasi, dan sebagai jangkar organisasi pemimpin adalah bentuk
paling nyata dari integritas organisasi yang tugas utamanya
mengembangkan organisasi dan mengkreasikan nilai dan sistem
organisasi. Efektif atau tidaknya seorang pemimpin tergantung dari
bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola
kepemimpinannya sesuai situasi dan kondisi organisasi.5
Individu yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk
menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi
kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak
berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing
individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu
berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya.
Pada dasarnya organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang berbeda
baik sifat, karakter, keahlian, pendidikan, maupun latar belakang
pengalaman dalam hidupnya. Setiap individu dalam organisasi juga
mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri yang turut dipengaruhi latar
belakang budayanya masing-masing.
5Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada
Press, 2009), hal. 76.
4
Setiap organisasi atau instansi memiliki budaya yang tercermin dari
perilaku para anggotanya, para pegawainya, kebijakan-kebijakannya, dan
peraturan-peraturannya. Pola asumsi dasar diciptakan, ditemukan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri
dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi internal yang telah
bekerja cukup baik serta dianggap berharga, Untuk itu harus diajarkan
kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang
benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah system bias menjadi
sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak di dalam
meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya terbentuknya
budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi.
Budaya Organisasi merupakan karakteristik organisasi, bukan
individu anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, maka
budaya organisasi merupakan personalitas atau kepribadian organisasi.
Akan tetapi budaya organisasi membentuk perilaku organisasi
anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota organisasi sebagai
individu. Budaya organisasi timbul sebagai hasil bersama dari para
anggota organisasi agar tetap bertahan, dan budaya organisasi harus
ditanamkan kepada para anggota baru organisasi sebagai acuan dalam
berorganisasi.
Teori dasar yang menjadi landasan berpikir mengenai budaya
religius di sekolah adalah menurut Cepi Triatna, budaya sekolah adalah
nilai-nilai dasar sekolah merupakan perekat dan ciri khas organisasi yang
bisa membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya juga
ditularkan kepada setiap personel baru sekolah. Hobby dalam Cepi
Triatna juga menyatakan bahwa budaya sekolah sebagai nilai dan
keyakinan bersama di sekolah.6
6Cepi Triatna, Perilaku Organisasi dalam Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2015), hal. 175.
5
Pada sebuah organisasi seperti sekolah, keunikan individu akan
memberikan corak tersendiri pada budaya organisasi. Sehingga seluruh
personel sekolah baik kepala sekolah, guru, dan siswa akan mendapatkan
posisi dan tugas sesuai dengan kompetensi dan bidang yang telah
diberikan kepada mereka masing-masing. Hal ini sejalan dengan firman
Allah Swt dalam surat Az-Zukhruf ayat 32 berikut ini:
Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” 7
Menurut Luthan dalam Dadang Suhardan, karakteristik budaya pada
umumnya digunakan untuk:
1. Sebagai aturan perilaku, baik berkomunikasi, berperilaku,
memecahkan masalah maupun ritual
2. Norma aturan dalam bekerja
3. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi
4. Filosofi yang dijadikan pegangan atau way of life organisasi
5. Petunjuk dan pedoman dalam memecahkan masalah
6. Iklim organisasi dan ukuran kepuasan kerja.8
Budaya sekolah memberikan gambaran bagaimana seluruh aktivitas
akademika bergaul, bertindak dan menyelesaikan masalah dalam segala
urusan di lingkungan sekolahnya. Kebiasaan mengembangkan diri dan
7Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op. Cit, hal.706
8Dadang Suhardan, Supervisi Profesional (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 122
6
meningkatkan mutu pekerjaan merupakan kultur yang seharusnya hidup
sebagai suatu tradisi yang tidak lagi dianggap sebagai beban kerja.
Pembangunan budaya religius di sekolah perlu kerja sama antar
warga sekolah antara kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan,
sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Oleh
karena itu, pengembangan budaya religius membutuhkan pengelolaan
yang baik agar pengembangannya senantiasa selaras dengan visi dan
misi sekolah. Tanpa melalui pengelolaan yang baik kemungkinan
pencapaian tujuan berjalan kurang maksimal. Selain itu sekolah
merupakan sistem sosial yang di dalamnya terdapat pola-pola yang
mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan
antara individu dengan masyarakat, dan tingkah laku individu tersebut,
dalam hubungan timbal balik ini, kedudukan dan peranan memiliki peran
penting karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan
kepentingan-kepentingan individu tersebut.
Karena itu, kerjasama dalam lembaga pendidikan dilaksanakan
sesuai dengan peran mereka masing-masing. Peran tersebut
dilaksanakan oleh seseorang sesuai status dan kedudukan, hak dan
kewajiban, tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah sistem di mana
mereka berada. Peran merupakan suatu fungsi yang dibawakan oleh
seseorang pada saat ia menduduki jabatan tertentu. Orang dapat
melaksanakan fungsinya karena posisi yang didudukinya.
Sekolah sebagai sebuah kesatuan kerja yang formal dan mempunyai
sasaran masing-masing, cenderung memiliki kekhasan dalam interaksi
yang terjadi di antara para pegawai dalam mencapai sasaran. Suatu
budaya tidak dapat dikategorikan bernilai baik atau buruk. Kesan baik atau
buruk itu timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan
menggunakan budayanya sendiri tanpa memperhatikan dan
menyesuaikan dengan budaya lawan bicaranya.
Setiap kelompok manusia selalu membutuhkan sosok seorang
pemimpin. Hal tersebut diakibatkan masing-masing orang di dalam
7
kelompok tentu mempunyai pemikiran dan kehendak yang berbeda
bahkan saling bertentangan. Jika hal tersebut terjadi, maka kelompok
tersebut selalu berada dalam iklim perdebatan, disini peran pemimpin
sangat dibutuhkan.
Bagi sebuah sekolah, kepemimpinan sangat diperlukan guna
menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi pendidikan. Tidak ada
satupun organisasi pendidikan yang maju tanpa adanya kepemimpinan
yang baik. Pada kenyataannya, apapun bentuk organisasinya peran
seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Seorang yang menduduki posisi
sebagai pemimpin dalam suatu organisasi mengamban tugas
melaksanakan kepemimpinan.
Teori dasar yang digunakan mengenai kepemimpinan kepala
sekolah yaitu menurut Ordway Tead dalam Subagiyo, menyebutkan
kepemimpinan adalah “kombinasi dari serangkaian perangai dimana
seseorang mampu mendorong orang lain untuk menyelesaikan tugas
tertentu”9 Ordway Tead yang dikutip Euis Karwati menyatakan tujuh
metode kepemimpinan yang mempengaruhi setiap tindakan pemimpin
yang sukses yaitu: memberi perintah, celaan dan pujian, memupuk
tingkah laku pribadi yang benar, peka terhadap saran dan nasehat,
memperkuat rasa persatuan kelompok, mengembangkan rasa tanggung
jawab, serta membuat keputusan yang bernilai dan tepat pada
waktunya.10
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
manajemen sekolah. Kepemiminan berkaitan dengan masalah kepala
sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan
secara efektif dengan guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala
sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan
rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru,
9Soebagio Atmodiwirio,Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Azbadizya, 2005),
hal. 19. 10
Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah Membangun Sekolah yang Bermutu, (Bandung :Alfabeta, 2013), hal. 171-172.
8
baik sebagai individu maupun kelompok. Perilaku pemimpin yang positif
dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu
untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi.
Dalam sebuah lembaga pendidikan, seorang pemimpin yaitu kepala
sekolah berkewajiban: menjabarkan visi dalam misi target mutu,
merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai, menganalisis
tantangan, peluang, kekuatan, kelemahan sekolah,membuat rencana
kerja strategis, bertanggung jawab dalam membuat keputusan, melibatkan
guru dalam pengambilan keputusan, menjaga dan memotivasi kerja
tenaga pendidik, bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif,
melaksanakan dan merumuskan program supervisi, meningkatkan mutu,
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan, membantu dan membina lingkungan sekolah, menjalin
kerjasama yang baik, dan mendelegasikan sebagian tugas dan wewenang
kepada wakil sesuai dengan bidangnya.11
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia.12Dalam dunia pendidikan, kepala sekolah adalah
pemimpin paling menentukan dalam internal sekolah, dengan model
kepemimpinan yang dimiliki selalu mendapat tuntutan untuk berperan
memainkan gaya yang tepat dalam menjalankan kewenangan yang
melekat padanya. Hal ini harus dilakukan sebagai langkah optimalisasi
tugas dan fungsi dalam jajarannya, mulai dari wakil kepala, guru, dan
tenaga kependidikan untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran dan
kualitas output.
11
Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 117-118 12
Soekidjo Notoatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 16.
9
Menurut Hasan Hariri, Dedy H. Karwan, dan Ridwan dalam
Manajemen Pendidikan memperkenalkan tiga model kepemimpinan
dalam pendidikan13. Model kepemimpinan tersebut adalah:
1. Kepemimpinan visioner
Kepemimpinan ini difokuskan pada rekayasa masa depan yang
penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agen of change) yang unggul
dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih
yang provisional dan menjadi pembimbing anggota lainnya.
2. Kepemimpinan transformasional
Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah
kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu
mengidentifikasikan perubahan lingkungan serta mampu
mentransformasikan perubahan tersebut ke dalam organisasi.
3. Kepemimpinan kurikulum
Pemimpin kurikulum harus memiliki pengetahuan substansial dan
terbaru atas perkembangan kebijakkan pendidikan bangsa, dan
pengimplementasian. Pemimpin kurikulum juga harus rajin memonitor
diskusi yang terus berlangsung dan perubahan kebijakan yang
berpengaruh di semua level.
Model atau juga dikatakan sebagai gaya pemimpin sangat bervariasi
dan bukan elemen penting dari kepemimpinan. Visi, komitmen, energi,
dan semua risiko adalah elemen penting dalam kepemimpinan. Sangat
mudah untuk menyatakan bahwa seorang pemimpin otokratik akan
kurang berhasil dalam dunia usaha saat ini. Meskipun sering benar,
memiliki gaya partisipatif tidak begitu penting untuk menjadi pemimpin
yakni sebagai pemilik visi, sebagai orang yang sangat berkomitmen
terhadap visi tersebut, pemimpin seperti membawa energi yang besar
untuk mewujudkan visi dan memiliki pengikut.14
13
Hasan Hariri, Dedy H. Karwan, dan Ridwan, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), hal. 251-260 14
Alben Ambarita, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Yogyakarta: Graha ilmu, 2015), hal. 44.
10
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang besar dalam penetapan
keputusan di sekolah. Kepala sekolah juga dapat memberikan dukungan
dalam merencanakan dan melaksanakan budaya religius di sekolah.
Dengan berbagai macam model kepemimpinan, kepala sekolah memiliki
peluang lebih besar dalam mengembangkan budaya religius di sekolah.
Kepala sekolah berfungsi sebagai leader dan manajer di sekolah
yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan visi dan misi sekolah.
Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional dimana
kepala sekolah adalah seorang guru yang diberikan tugas tambahan
sebagai kepala sekolah atau madrasah untuk memimpin dan mengelola
sekolah atau madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu, kepala sekolah mempunyai lima dimensi kompetensi yang
telah ditetapkan juga di Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
yaitu: (1) kepribadian, (2) manajerial, (3) kewirausahaan, (4) supervisi, (5)
sosial. Kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang sukses adalah (1)
mampu mengelola lembaga yang dipimpinnya, (2) mampu mengantisipasi
perubahan, (3) mampu mengoreksi kekurangan dan kelemahan serta (4)
sanggup membawa lembaga pada tujuan yang telah ditetapkan,
sehubungan dengan hal ini kepemimpinan merupakan kunci sukses
bagi mutu sekolah.15
Kepemimpinan kepala sekolah harus kuat dan berkualitas sesuai
dengan perkembangan zaman. Kepala sekolah juga dituntut memiliki
kemampuan dan keterampilan kepemimpinan agar tujuan dan
program yang telah dibina dapat tercapai secara efektif, sehingga
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Meningkat tidaknya mutu sekolah
15
Akhmad Said, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Melestarikan Budaya Mutu Sekolah (EVALUASI. Vol.2, No. 1), (Malang: STAI Ma‟had Aly Al-Hikam, 2018), hal. 262-
263.
11
tergantung pada kebijaksanaan kepala sekolah yang diterapkan
terhadap semua aparatur sekolah.16
Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
memerlukan model dan gaya kepemimpinan. Model dan gaya
kepemimpinan kepala sekolah bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi ada
nilai-nilai yang mendasarinya. Owens menyodorkan beberapa dimensi,
salah satunya yaitu dimensi soft yang mempengaruhi terhadap
kinerja individu dan mutu, yaitu nilai-nilai (values), keyakinan (belief),
budaya (culture) dan norma perilaku. Nilai-nilai adalah pembentuk
budaya dan merupakan dasar dan landasan bagi perubahan
dalam hidup pribadi atau kelompok.
Budaya adalah dinamika sistem nilai dalam berbagai bidang
kehidupan yang berlaku dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai
pedoman manusia berperilaku. Perilaku manusia yang berasal dari
sistem nilai tersebut adalah hasil dari gagasan dan ide -ide manusia
yang disebut dengan sistem budaya (cultural system). Fungsi sistem
budaya adalah "menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta
tingkah laku manusia." Proses pembelajaran dari sistem budaya ini
dilakukan melalui tindakan pembudayaan atau institutionalization
(pelembagaan). Dalam prosesnya, seorang individu mempelajari dan
menyesuaikan intelektual dan sikapnya dengan norma yang hidup dalam
kebudayaannya. Jika diterapkan dalam organisasi, maka proses
pelembagaan budaya organisasi yang telah tertanam pada setiap
anggota organisasi, akan berpengaruh pada perilaku dan sikap para
anggota organisasi tersebut. "Hal ini karena telah terjadi proses
penanaman dan pengahayatan budaya organisasi kedalam jiwa para
anggota organisasi tersebut.
Tindakan pembudayaan pada sekolah harus dilandasi dengan
filosofi yang jelas tentang alasan-alasan diterapkannya budaya tersebut.
Budaya religius adalah salah satu budaya yang sangat jelas dasar
16
Ibid, hal. 269
12
filosofinya. Nilai-nilai perilaku religius yang dibingkai dalam kata akhlak
merupakan suatu budaya yang ideal untuk diterapkan di sekolah.
Adapun budaya religius yang harus diterapkan disekolah dan tindakan
pembudayaannya harus dikembangkan adalah: 1) budaya tepat waktu
2) budaya menjaga amanah dan memenuhi janji 3) budaya musyawarah
4) budaya senyum 5) budaya literasi 6) budaya profesional 7) budaya
yang mengacu pada sifat umum para rasul 8) budaya shalat berjamaah.
Proses pembudayaan yang dilakukan harus mampu mempengaruhi
dan memotivasi peserta didik agar mau mempelajari dan menyesuaikan
sikap dengan aturan dan norma yang sudah menjadi aturan.
Pengembangan budaya sekolah adalah bagian dari kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan kompetensi
tersebut, berarti kepala sekolah harus berakhlak mulia, mengembangkan
budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi
komunitas di sekolah. Selain itu kepala sekolah harus memiliki integritas
kepribadian sebagai pemimpin, agar strategi yang diterapkan terhadap
warga sekolah dapat berjalan dengan baik dan dilaksanakan dengan
suasana hati yang bahagia tanpa ada unsur paksaan.17
Dengan menyadari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin,
tentunya setiap kebijakan yang dikeluarkannya harus dilaksanakan
dengan baik oleh pelaksana kebijakan (Pelaksana kebijakan yang
dimaksud adalah pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta
warga sekolah yang terkait dengan sekolah tersebut termasuk orang tua.)
terutama kebijakan yang berhubungan dengan budaya sekolah. Budaya
religius sekolah yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan harus
diterapkan oleh kepala sekolah adalah budaya Islami.
17
M. Nandang Wijaya, Herawati, Ulil Amri Syafri, Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Islami Di SMPN Kecamatan Ciawi;Seminar Nasional (Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2018), hal. 201.
13
Nilai keagamaan atau nilai relegiusitas dalam sebuah organisasi
akan terwujud melalui pola interaksi. Salah satu indikator yang menjadi
acuan sebagaimana menurut Maragustam, bahwa nilai relegiusitas adalah
lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang
berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.18
Budaya relegius yang dimaksud pada pembahasan ini adalah
budaya yang masuk kepada budaya yang Islami di sekolah, budaya-
budaya Islami tersebut diantaranya:
a. Berpakaian (berbusana) Islami.
Pakaian sangat diperlukan oleh manusia sebagai penutup
aurat dan pelindung bagi pengaruh iklim yang membahayakan.
Hendaknya manusia, terutama umat Islam berpakaian dengan pantas
karena yang demikian itu melambangkan kebudayaan, keluwesan
dan kebersihan. Kita harus selalu ingat bahwa pakaian
merupakan berkah yang telah diberikan oleh Allah hanya kepada
manusia. Maka jika mampu, sejauh mungkin kita harus mengenakan
pakaian yang pantas, sopan dan indah dipandang serta menutupi
aurat sesuai dengan ketentuan syar‟i.Ketentuan berbusana dalam
Islam (berbusana Islami) merupakan salah satu ajaran/ syari‟at
Islam. Tujuannya tidak lain untuk memuliakan dan menyelamatkan
manusia di dunia dan di akhirat.
Mengenai berpakaian, Allah SWT berfirman:
Artinya:Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.
18
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Yogyakarta: NuhaLitera, 2010), hal 150.
14
Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (Q.S Al A‟raaf 26)19
b. Shalat berjamaah. Shalat menurut bahasa adalah do‟a. Sedangkan
shalat menurut istilah syara‟ adalah ibadah kepada Allah yang
berisikan bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan yang khusus,
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sedangkan
jama‟ah menurut bahasa berarti kumpulan, kelompok, sekawananAl-
Jama‟atu diambil dari makna Al-Ijtima‟u yang berarti berkumpul.
Batas minimal dengan terwujudnya makna terkumpul adalah dua
orang, yaitu imam dan makmum. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:“Shalat jamaah lebih baik 27 derajat dibanding shalat sendirian.”
(HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)20
Adapun shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh orang
banyak bersama-sama, sekurang-kurangnya dua orang, seorang
diantara mereka lebih fasih bacaannya dan lebih mengerti tentang
hukum Islam. Shalat berjamaah memiliki keutamaan dibandingkan
shalat sendirian. Diantara keutamaan shalat berjamaah adalah: 1)
Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan shalat
sendirian, 2) Keutamaan shaf pertama adalah selalu terbaik
dalam shalat berjamaah. 3) Terhindar dari lupa dan memberi ingat
kepada imam apabila lupa terhadap sesuatu, 4) Melahirkan syi‟ar
keagungan Islam, 5) Menjawab salam imam, 6) Mengambil manfaat
dengan jalan berkumpul untuk berdo‟a, berdzikir dan memperoleh
berkah dari orang yang sempurna shalatnya, 7) Menghidupkan sendi-
sendi ukhuwah (persaudaraan) antara tetangga, 8) Mendengar (qira‟ah) 19
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Bandung: Syaamil Qur‟an, 2012), hal. 153. 20https://rumaysho.com/15780-27-derajat-dalam-shalat-berjamaah.html.
15
bacaan imam, 9) Berta‟min (mengaminkan bacaan imam). Seorang
muslim yang sadar tentang keberadaan diri selaku hamba Allah,
maka dia melakukan shalat itu bukan karena melakukan kewajiban
semata, tetapi dia merasa berkewajiban untuk melaksanakannya
sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
sebagai tanda syukur atas limpahan rahmat dan karunia yang
diterimanya.
c. Dzikir secara bersama-sama.
Secara etimologis, zikir berasal dari bahasa Arab, yaitu
dzakara, yadzkuru, zikir yang berarti menyebut atau mengingat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zikir mempunyai arti puji-
pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang. Jadi, zikir
kepada Allah (dzikrullah) secara sederhana dapat diartikan ingat
kepada Allah/menyebut nama Allah secara berulang-ulang. Berdzikir
bisa dilakukan dengan mengingat Allah dalam hati atau
menyebutnya (berupa ucapan- ucapan zikrullah) dengan lisan atau
bisa juga dengan mentadaburi atau mentafakuri (memikirkan
kekuasaan Allah) yang terdapat pada alam semesta ini. Agar zikir
bisa khusuk dan membekas dalam hati, maka perlu dikerjakan
sesuai adab yang diajarkan dalam Islam. Allah berfirman:
Artinya:41.Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah,
dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, 42. dan
bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (Q.S Al
Ahzab 41-42).21
d. Tadarus/membaca Al Qur‟an
Al Qur‟an merupakan sumber hukum yang pertama dalam
Islam, didalamnya terkandung hukum atau aturan yang menjadi
21
Al-Qur‟an dan Terjemah, Op.Cit, hal. 423.
16
petunjuk bagi mereka yang beriman. Menerangkan bagaimana
seharusnya hidup seorang muslim, hal-hal yang harus dilakukan dan
mana yang harus ditinggalkan demi mencapai kesejahteraan hidup
di dunia dan di akhirat. Sebagai bacaan yang berisi pedoman dan
petunjuk hidup maka sudah seharusnya bila seorang muslim selalu
membaca, mempelajari dan kemudian mengamalkannya. Terdapat
suatu ayat dalam Al Qur‟an yang secara khusus diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW sebagai perintah agar beliau dan umatnya
membaca Al-Qur‟an. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu „anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda:“Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa‟at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).22
e. Menebar ukhuwah melalui kebiasaan berkomunikasi secara Islami
(Senyum, Salam, dan Sapa)
Budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa) yang seringkali kita lihat di
sekolah-sekolah adalah cita-cita nyata dari sebuah lingkungan
pendidikan. Dengan adanya budaya 3S ini akan lebih
meningkatkan hubungan yang harmonis antara pimpinan
sekolah, guru, para karyawan sekolah dan siswa.
f. Membiasakan adab yang baik.
Istilah adab, menurut Naquib al- Attas adalah disiplin tubuh, jiwa
dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan pengakuan
tempat yang tepat hubungannya dengan kemampuan dan potensi
22
https://muslim.or.id/8669-keutamaan-membaca-al-quran.html.
17
jasmaniah, intelektual ruhaniah, dan juga adab meliputi kehidupan
material dan spiritual. Maka penekanan adab mencakup amal dan
ilmu, mengkombinasikan ilmu dan amal serta adab secara harmonis.
Untuk mewujudkan nilai-nilai adab ini, maka diperlukan pembiasaan
melalui Adab Masuk Sekolah; Adab di Luar Kelas; Adab di Dalam
Kelas; Adab Makan Minum; Adab Kebersihan; Adab Berbicara; dan
Adab Bergaul.
g. Menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan dalam menunjang
terciptanya ciri khas agama Islam.
Sarana pendidikan tersebut antara lain: 1) Tersedianya
mushalla/masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan aktifitas, 2)
Tersedianya perpustakaan yang dilengkapi dengan buku- buku
dari berbagai disiplin, khususnya mengenai ke-Islaman, 3)
Terpasangnya kaligrafi ayat-ayat dan hadits Nabi, kata hikmah
tentang semangat belajar, doa‟-do‟a, dan pengabdian kepada agama,
serta pembangunan nusa dan bangsa; 4) Terpeliharanya suasana
sekolah yang bersih, tertib, indah, dan aman serta tertanam rasa
kekeluargaan; 5) Adanya organisasi atau lembaga yang bisa
mengembangkan minat dan bakat siswa; 6) Adanya komitmen
setiap warga sekolah menampilkan citra Islami, antara lain: Cara dan
model busana sesuai dengan aturan berbusana yang Islami, tata
cara pergaulan yang sopan mencerminkan sikap akhlakul karimah,
Disiplin dengan waktu dan tata tertib yang ada, sehingga dapat
menumbuhkan sikap interest dari masyarakat terhadap sekolah.
Memiliki semangat belajar yang tinggi dan pemikiran yang luas.
Sehingga dalam menghadapi heterogenitas budaya global tidak
bersikap fanatik.
h. Melakukan berbagai kegiatan yang dapat mencerminkan suasana
keagamaan, berupa: 1) Do‟a bersama sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan pembelajaran, 2) Tadarus Al-Qur‟an (15-20
menit) sebelum jam pertama dimulai, dipimpin oleh guru yang
18
mengajar pada jam pertama. 3) Shalat dhuhur berjama‟ah dan
kultum (kuliah tujuh menit), atau bimbingn keagamaan secara berkala,
4) Mengisi peringatan hari-hari besar keagamaan dengan kegiatan
yang menunjang internalisasi nilai-nilai agama, dan menambah
ketaatan beribadah, 5) Mengintensifkan praktik beribadah, baik
ibadah mahdhah maupun ibadah sosial, 6) Melengkapi bahan kajian
mata pelajaran umum dengan nuansa keislaman yang relevan
dengan nilai-nilai agama, 7) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
yang bernuansa keagamaan, 8) Memakai simbol-simbol keagamaan
pada hari-hari tertentu, misalnya pada hari jum‟at memakai baju
kurung bagi perempuan dan baju melayu bagi laki-laki.23
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator budaya religius
seseorang, yakni; 1) komitmen terhadap perintah dan larangan agama,2)
bersemangat mengkaji ajaran agama, 3) aktif dalam kegiatan agama, 4)
menghargai simbol-simbol agama, 5) akrab dengan kitab suci, 6)
mempergunakan pendekatan agama dalam membentuk pilihan, 7) ajaran
agama dijadikan sebagai sumber perwujudan ide24
Bertolak dari indikator di atas, maka grand tour penulis selama
berada di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menunjukkan bahwa
model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran bervariasi. Kemudian penulis juga melihat di sekolah telah
menerapkan pengembangan budaya religius sebagaimana setiap hari
jum‟at diadakan kegiatan keagamaan seperti pembacaan yasin dan tahlil,
pelaksanaan sholat zuhur berjama‟ah yang diselenggarakan di mesjid
yang berdekatan dengan sekolah. Namun demikian masih ada sebagian
siswa yang tidak mengikuti kegiatan tersebut dengan berbagai alasan dan
adanya sebagian siswi yang belum konsisten untuk berbusana muslim.
23
Abdurrahman R. Mala, Membangun Budaya Islami Di Sekolah, (Gorontalo: IAIN Sultan Amai, Vol. 11, 2015), hal. 6-9. 24Amru Almu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi Islam, Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, (2016): hal. 114.
19
Penulis juga melihat kurangnya dukungan orang tua siswa dan siswi
dalam upaya mengembangkan budaya religius. 25
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul keinginan penulis untuk
mengangkat penelitian ini dalam sebuah tesis yang berjudul: “Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah
penelitian yang akan dibahas adalah model kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran yang belum berjalan maksimal. Maka rumusan masalah
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran?
3. Bagaimana hasil yang dicapai kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran?
C. Fokus Penelitian
Agar tidak terjadi kesimpang siuran pada penelitian ini, maka peneliti
membatasi masalah Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam
Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran adalah hubungan kepemimpinan terhadap budaya religius.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Ingin mengetahui model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran.
25
Observasi, Budaya Islami Sekolah, 2017.
20
b. Ingin mengetahui kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran.
c. Ingin mengetahui hasil yang dicapai kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan penelitian adalah:
a. Bagi lembaga
Untuk memberikan masukan dan referensi bagi lembaga pendidikan
untuk mengetahui dan mengembangkan lembaga pendidikan tersebut
ke arah yang lebih baik.
b. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan keilmuan penulis dan sebagai dasar
untuk menyelesaikan studi di pascasarjana.
c. Bagi pembaca dan masyarakat
1. Sebagai bahan bacaan.
2. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan.
3. Sebagai bahan perbandingan bagi lembaga pendidikan lain.
4. Sebagai referensi atau rujukan pengembangan suatu lembaga.
21
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan, mengarahkan, dan jika perlu memaksa orang atau
kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat
sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan
untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan
efisien.26
Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan
orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai
suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan
seorang pemimpin adalah unik dan tidak dapat diwariskan secara
otomatis. Setiap pemimpin memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada
situasi yang berbeda.27
Kepemimpinan adalah bentuk konkret dari jiwa pemimpin. Salah satu
bentuk konkret itu adalah sifat terampil dan berwibawa serta cerdas dalam
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas yang
merupakan cita-cita dan tujuan yang ingin diraih oleh pemimpin. Sifat
dasar yang biasanya dimiliki pemimpin adalah memiliki pengalaman yang
lebih banyak dibandingkan anak buahnya, memiliki ilmu pengetahuan
yang luas dari yang dipimpinnya, prestasi kerja cemerlang, karir dan
jabatannya terbaik dalam organisasi, kesempatan yang lebih besar dalam
26
Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Manajemen Pendidikan: Analisis dan Solusi Terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2012), hal.102-103. 27
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 287.
21
22
menempati jabatan tertinggi dan tertentu, kewibawaan yang dibanggakan
oleh anggota organisasi, meraih kekuasaan secara politik dengan
berbagai cara dan strategi, memiliki para pendukung yang loyal dan
komitmen pada visi dan misi yang diembannya, menguasai metode dan
teknik dalam mengelola organisasi.28
Kesiapan pemimpin dalam menghadapi perubahan sangat
diperlukan dengan tindakan hati-hati dari seorang pemimpin karena
pemimpin membawa organisasinya kemana ia akan melangkah bukan
hanya dirinya tetapi juga bawahannya, staf-stafnya, dan orang yang
mempercayakan kepemimpinannya, terutama dalam membangun
hubungan. Beberapa definisi yang cukup ideal dalam kepemimpinan
adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan
struktur dalam harapan dan interaksi.
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam
suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke
arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
3. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit,
pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-
pengarahan rutin organisasi.
4. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas-aktivitas suatu
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
5. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai
bersama.
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan
yang berarti terhadap suatu kolektif, dan yang mengakibatkan
kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai
sasaran.
28
Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 249-250.
23
Sehingga, para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten
memberikan kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, serta yang
diharapkan dan dipersepsikan melakukannya. Kerangka kerja
kepemimpinan memperlihatkan bahwa pemimpin memiliki antusiasme
yang tinggi, mempunyai harapan dan memilki energi dalam membangun
kepemimpinannya. Ketiga aspek tersebut bersinggungan langsung
dengan moral purpose, understanding change, relationship building,
knowledge creation and sharing, and coherence making.
Dari kelima aspek tersebut memadukan kepada komitmen baik
secara eksternal maupun internal dan apa pun hasil yang terbaik dapat
dirasakan dampaknya oleh seorang pemimpin.29
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang bertugas dan
bertanggung jawab dalam mengembangkan mutu sekolah. Karakteristik
kepemimpinan adalah melakukan transformasi. Kepemimpinan
transformasional kepala sekolah menuntut kemampuan dalam hal:
pertama, berkomunikasi secara persuasif. Kepala sekolah yang mampu
berkomunikasi secara persuasif, akan menjadi faktor pendukung dalam
proses transformasi kepemimpinannya. Kedua, motivasi dan kemampuan,
baik kemampuan intelektual maupun kemampuan dalam manajerial
organisasi sekolah, berupa pengelolaan ke dalam (internal) atau
pengelolaan keluar (eksternal) . Ketiga, kejelasan dalam visi dan misi,
pemberian rangsangan intelektual, serta perhatian secara pribadi
terhadap permasalahan individu anggota organisasinya. Keempat,
membangun perubahan dengan sikap keteladanan, motivasi inspirasional,
pertimbangan individual dan stimulasi intelektual dan pribadi. Sehingga
dari beberapa sikap tersebut, seorang pemimpin akan menganggap
kepada bawahannya sebagai mitra kerja (kerja sama tim). Sebab tinggi
29
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Pengelolaan Pendidikan; Dari Teori Menuju Implementasi (Jakarta: RajaGrafindo Persada), hal. 66-67.
24
rendahnya kerja sama tim (mitra kerja) di sekolah sangat dipengaruhi oleh
kepemimpan kepala sekolah.30
Kepala sekolah perlu mengadopsi karakteristik kepemimpinan
transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat
berfungsi secara optimal. Sebab kepemimpinan transformasional
merupakan kepemimpinan yang selalu mengutamakan pemberian
kesempatan dan mendorong kepada semua elemen stakeholder yang ada
untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga
semua unsur yang ada, bersedia tanpa paksaan untuk ikut berpartisipasi
secara optimal dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu juga bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik
dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi
mencapai tujuan. Maka dari itu kepemimpinan transformasional sangat
penting terhadap keberlangsungan sekolah dalam mengorganisasikan apa
yang akan menjadi supervisi bagi sekolah, sehingga menjadi penunjang
dalam meningkatkan kualitas sekolah itu sendiri.
Peran utama yang harus diemban kepala sekolah yang
membedakannya dari jabatan lainnya adalah peran sebagai pemimpin
pendidikan. Kepemimpinan pendidikan mengacu kepada kualitas tertentu
yang harus dimiliki kepala sekolah untuk mengemban tanggung jawabnya
secara berhasil. Kualitas tersebut adalah:
a. Visi dan misi. Kepala sekolah harus mengetahui dengan persis apa
yang ingin dicapainya (visi) dan bagaimana mencapainya (misi). Ia
akan berusaha secara konsisten untuk terus berupaya menggalang
komitmen untuk mewujudkan visi itu.
b. Kompetensi. Kepala sekolah harus memiliki sejumlah kompetensi
untuk melaksanakan misi guna mewujudkan visi itu. Kepala sekolah
perlu memiliki sejumlah kompetensi yaitu memfasilitasi
pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran
30
Jurnal, Transformational Leadership Model Of Headmaster In Improving Quality Of Madrasah, vol, hal. 3
25
yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas
sekolah; membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan
sekolah yang kondusif; menjamin bahwa manajemen organisasi dan
pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan
lingkungan belajar, bekerjasama dengan orang tua murid dan anggota
masyarakat; memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas;
memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik,
sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih luas.
c. Integritas. Kepala sekolah harus memiliki karakter tertentu yang
menunjukkan integritasnya. Integritas adalah ketaatan pada nilai-nilai
moral dan etika yang diyakini seseorang dan membentuk perilakunya
sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat.31
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam manajemen
berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:
a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan
tingkat kedewasan guru dan pegawai lain di sekolah.
e. Bekerja dengan tim manajemen.
f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produtif sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.32
Faktor dominan yang mempengaruhi proses kepemimpinan dapat
dipetakan atau dipolakan sebagai berikut:
31
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management: Analisis Teori dan Praktik (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 206-207. 32
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 126.
26
Kemampuan
Jabatan situasi
Gambar 1. Segitiga Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
1) Faktor kemampuan individu. Dalam kepemimpinan faktor pribadi yang
berupa berbagai kompetensi seorang pemimpin sangat
mempengaruhi proses kepemimpinannya. Dalam hal ini, konsepsi
kepemimpinan memusatkan perhatian kepada pribadi pemimpin
dengan berbagai kualitas atau kemampuan yang dimilikinya.
2) Faktor jabatan. Seorang pemimpin dalam berperilaku harus
mengindahkan dalam posisi mana ia berada. Seorang pemimpin
harus memiliki citra tentang perilaku kepemimpinan yang digunakan
sehingga sesuai dengan situasi yang menyertainya.
3) Faktor situasi dan kondisi. Situasi khusus selalu membutuhkan tipe
kepemimpinan yang khusus pula. Seorang pemimpin harus memiliki
fleksibilitas yang tinggi terhadap situasi dan kondisi yang menyertai
para bawahannya.33
Menurut Scott Eacott dalam bukunya School Leadreship and
Strategy in Managerialist Times menyebutkan bahwa educational
leadership is widely taught in universities (Bates & Eacott, 2008), the
proliferation of professional standards and leadership capability
frameworks combined with an inherent anti-intellectualism is highly
problematic for school leaders and, by implication, for future generations,
34 yang maksudnya kepemimpinan pendidikan secara luas diajarkan di
universitas, proliferasi standar profesional dan kemampuan kepemimpinan
kerangka kerja yang dikombinasikan dengan anti-intelektualisme yang
33
Bahar Agus Setiawan, Transformasional Leadership: Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 32. 34
Scoot Eacott, School Leadreship and Strategy in Managerialist Times (Netherlands: Sense Publishers, 2011), hal. 64.
Kepemimpinan
27
melekat sangat bermasalah bagi para pemimpin sekolah dan,
implikasinya, untuk generasi mendatang.
Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, kepala sekolah
mempunyai tiga misi utama sebagai pemimpin pendidikan: (1)
pengembangan kemampuan profesional dalam kepemimpinan
pendidikan, (2) pengembangan kemampuan personal dalam
kepemimpinan pendidikan, dan (3) pengembangan kemampuan sosial
dalam kepemimpinan pendidikan. Kritik yang membangun bagi para
pemimpin pendidikan konsep dasar dari Fred Luthans dimodifikasi oleh
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh bahwa pendidikan diharapkan memiliki
5 (lima) keterampilan kepemimpinan pendidikan yang dijelaskan berikut
ini:
1. Fleksibilitas budaya, para pemimpin pendidikan harus memiliki
keterampilan bukan hanya mengelola, tetapi juga mengenali dan
mengamati nilai perbedaan di dalam organisasi mereka.
2. Keterampilan komunikasi, pemimpin pendidikan harus mampu
berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulisan.
3. Keterampilan Human Resource Development (HRD), pemimpin
pendidikan harus memiliki keterampilan pengembangan sumber
daya manusia untuk menegmbangkan iklim pembelajaran,
mendesain dan melaksanakan program pelatihan, mentransfer
informasi dan pengalaman, menilai hasil, memberikan konseling
karir, membuat perubahan organisasional, dan mengadaptasi materi
pembelajaran.
4. Kreativitas, pemimpin pendidikan harus memilki keterampilan tidak
hanya kreatif, tetapi juga memberikan iklim yang bisa mendorong
kreativitas dan membantu orang-orang organisasi supaya kreatif.
5. Manajemen pribadi dari pembelajaran, artinya bahwa pemimpin
pendidikan sangat perlu untuk terus menerus mempelajari
pengetahuan dan keterampilan baru, dan menjadi pembelajar yang
28
mandiri supaya terus-menerus mengalami peningkatan baik secara
kognitif, afektif, dan psikomotor untuk perubahan pribadi.35
Menurut Wahyudi dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam Organisasi Pembelajar, menyebutkan beberapa model
kepemimpinan dalam pendidikan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Partisipatif
Gaya partisipatif dicirikan dengan kadar suportif tinggi dan kadar
pengarahan yang rendah (hubungan tinggi dan tugas rendah).36 Gaya
kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang
cenderung pelibatkan diri secara partisipatif dalam interaksinya dengan
bawahan semisal tenaga kependidikan, tenaga pendidik, dan peserta didik
dalam pengambilan keputusan pesantren, baik dalam keputusan strategis
maupun keputusan yang bersifat teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.
b. Kepemimpinan Otokratif
Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai
diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Pemimpin otokratis
adalah pemimpin yang memiliki wewenang (authority) tunggal.37 Dengan
demikian, pemimpin bergaya otokratif cenderung: Memperlakukan
bawahan sebagai mekanis dalam organisasi, dan kurang menghargai
harkat dan martabat bawahan; Mengutamakan orientasi pelaksanaan dan
penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas dengan
kepentingan dan kebutuhan bawahan; Mengabaikan peranan bawahan
dalam proses pengambilan keputusan.
c. Gaya Lezess Faire
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan lezess faire meliputi:
persepsi tentang peranan, nilai yang dianut, sikap dengan hubungannya
dengan bawahan, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan yang
diigunakan. Pemimpin pendidikan yang menggunakan gaya lezess faire
35
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Op. Cit., hal. 84-85. 36
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar, (Bandung : Alfabeta, 2012), hal.137. 37
Hikmat, Manajemen Pendidikan(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 255.
29
akan memberikan kebebasan yang terhadap guru dan staf dalam
menjalankan tugas.38 Kecenderungan gaya demikian adalah; Pertama,
menghargai rasa solidaritas dalam kehidupan dalam kebersamaan;
Kedua, memiliki loyalitas tinggi pada lembaga, dan patuh terhadap norma
dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama; dan, Ketiga,
Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang telah
menjadi tanggung jawabnya.
d. Kepemimpinan Transformatif
Kepemimpinan transformasional memiliki ciri dominan yaitu
memiliki sensitivitas terhadap pengembangan organisasi,
mengembangkan visi bersama antarkomunitas organisasi,
mendistribusikan peran kepemimpinan, mengembangkan kultur sekolah,
dan melakukan usaha restrukturisasi.39 Kecendrungan kepemimpinan
transformatif adalah: pertama, mendorong terjadinya transformasional
lebih cepat dengan memberdayakan seluruh potensi organisasi mulai dari
bawahan hingga pada jajaran atas; kedua, kepemimpinannya lebih
transaksional dalam menjalankan roda organisasi/lembaga. Dalam
konteks transformasioal, pendidikan yang memberikan banyak sekali
kesempatan dan fasilitas untuk belajar menjadi sangat penting.
Pendidikan berperan untuk menemukan diri sejati (nasf) manusia,
mengembangkan potensi-potensi diri untuk kebaikan, memberikan
kemajuan batin untuk mendekatkan diri kepada-Nya, setelah itu, ia
menyumbangkan kemanfaatan pengetahuan (knowledge) pada orang lain
atau masyarakat (community based education).
e. Kharismatis
Kharisma adalah aura seorang yang lebih menonjol dalam
menjalankan proses pengelolaan organisasi/lembaga dengan
memberdayakan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki.
Pemimpin kharismatis dalam konteksnya adalah pemimpin menimbulkan
38
Ibid, hal. 59 39
Sudarwan Danim, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 53.
30
kekaguman bawahan. Tipe kepemimpinan kharisma adalah dikagumi
pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara argumentatif.40 Ciri pemimpin demikian:
1) Mempunyai daya tarik seolah memiliki nilai magis sehingga cendrung
merajakan pemimpin hingga bawahan kuat melancarkan kritik‟
2) Kharismanya tidak terkait dengan umur, kekayaan, kesehatan, dan
ketampanan;.
3) Kelemahan mendasar pada pemimpin demikian, terletak pada
kekaguman bawahan pada pemimpin, sehingga menaruh rasa hormat
yang berlebihan dan bawahan cenderung hanya melempar kata pujian
tanpa adanya kekuatan melakukan kritikan konstruktif bagi organisasi.
Sementara Abdul Wahab dan Umarsio dalam bukunya
Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, menyebutkan
delapan model kepemimpinan, yaitu:
a. Model kepemimpinan Kontinum (Otokratis Demokratis)
Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu
dari cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yang
disebut dengan perilaku demokratis.
b. Model Kepemimpinan Ohio
Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor
tentang gaya kepemimpinan, yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi.
Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam
menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok
kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan
metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi
mengacu kepada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan
timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan antara
pemimpin dengan anggota stafnya.
40
Ibid, hal 67
31
c. Model Kepemimpinan Likert (Likert‟s Management System)
Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk
memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan
dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu.
d. Model Kepemimpinan Managerial Grid
Dalam model Managerial Grid yang disampaikan oleh Blake dan
Mouton, seperti yang dikutip oleh E. Mulyasa, memperkenalkan model
kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap produksi atau
tugas dan perhatian pada orang.
e. Model Kontingensi Fiedler
Dalam teori kontingensi (kemungkinan), variabel-variabel yang
berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan
suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian
tujuan.
f. Kepemimpinan Situasional
Teori ini menekan pada ciri-ciri pribadi pemimipin dan situasi,
mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-
ciri pribadi ini dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku
yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dan kemungkinan
yang bersifat kepribadian dan situasional.
g. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Reddin. Model tiga
dimensi ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang
kembangkan oleh Universitas Ohio dan Model Managerial Grid.
Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu
dimensi lainnya, yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku
tugas tetap sama.
h. Model Kepemimpinan Combat
Model kepemimpinan combat diangkat dari strategi pertempuran
yang seringkali digunakan para jenderal dalam peperangan. Beberapa
32
karakteristik dari model combat tersebut, sebagaimana yang
dideskripsikan oleh J. Salusu, sebagai berikut:
a. Seorang pemimpin harus bersedia menanggung risiko seperti halnya
seekor kura-kura yang berani maju dengan memunculkan lehernya
keluar.
b. Berusaha menjadi inovator dan untuk itu perlu secara terus-menerus
belajar.
c. Segera bertindak karena tanpa bergerak seseorang tidak bisa
memimpin.
d. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi
beroleh lebih banyak.41
Idealnya, pendidikan memang harus seperti itu, apalagi pendidikan
yang berbasis agama, yakni pendidikan Islam. Sebab akhir-akhir ini
muncul berbagai kekhawatiran tentang pendidikan Islam. Realitas
pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual
deadlock.
Di antara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya
pembaharuan (inovasi-inovasi strategi pembelajaran dan managemen
pengelolaan sekolah-sekolah Islam), dan kalau pun ada, kalah cepat
dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek, selalu left behind.
Kedua, praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan
yang lama (tradisional) dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif,
inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran
pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme
verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi
humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam
menitikberatkan pada pembentukan „abd atau hamba Allah dan tidak
seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah
41
Abdul Wahab H.S. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), hal. 97-110.
33
fi al-ardl (atau pemaksimalan sumber daya manusia). Kelima, kurang
memperhatikan segi-segi afektif dan psikomotorik.42
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa model
kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan dan strategi kepala
sekolah dalam menggerakkan warga sekolah untuk melakukan suatu
tindakan pencapaian tujuan sekolah. Ciri-ciri model kepemimpinan kepala
sekolah yang baik adalah mengetahui visi dan misi, memiliki sejumlah
kompetensi, memberdayakan bawahan, integritas terhadap sekolah, dan
menjalin hubungan baik dengan guru, siswa, dan masyarakat.
2. Budaya Religius
Istilah budaya mula-mula datang dari disiplin ilmu Antropologi
Sosial. Apa yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Istilah
budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian,
kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan
pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau
penduduk yang ditransmisikan bersama. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), budaya diartikan sebagai: pikiran; adat istiadat;
sesuatu yang sudah berkembang; sesuatu yang menjadi kebiasaan
yang sukar diubah.43
Istilah kebudayaan atau culture dalam bahasa Inggris, berasal dari
kata kerja dalam bahasa Latin colere yang berarti bercocok- tanam
(cultivation); dan bahkan di kalangan penulis pemeluk agama Kristen
istilah cultura juga dapat diartikan sebagai ibadah atau sembahyang
(worship). Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi
atau akal); dan ada kalangannya juga ditafsirkan bahwa kata budaya
merupakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya” yang berarti
42
Anshori, LAL, Transformasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hal. vii-viii 43
Kristiya Septian Putra, Implementasi Pendidikan Agama Islam Melalui Budaya Religius (Religious Culture) Di Sekolah, (Banyumas: Jurnal Pendidikan, 2015), Vol. III, hal. 20.
34
daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa dan rasa. Karenanya ada juga
yang mengartikan bahwa kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa
dan rasa. Lebih lanjut Koentjaraningrat sendiri mendefinisikan
kebudayaan merupakan: “.keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar”44
Budaya merupakan pola kegiatan manusia yang secara sistematis
diturunkan dari generasi kegenerasi melalui berbagai proses
pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok
dengan lingkungannya.45Organisasi sebagai sekumpulan masyarakat
yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama juga
mempunyai budaya sendiri yang disebut budaya organisasi.
Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan,
filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagai (isi budaya organisasi) yang
dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan
anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota
baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi
pola pikir, sikap dan prilaku anggota organisasi dalam memproduksi
produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.46
Menurut Schein yang dikutip oleh Achmad Sobirin mengemukakan
bahwa budaya organisasi adalah keyakinan, tatanilai, makna dan asumsi-
asumsi secara kolektif di shared oleh sebuah kelompok sosial guna
membantu mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan
mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka
dalam merespon lingkungan.47
Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dari makna bersama
(shared meaning) yang menekankan pentingnya norma-norma kelompok
kerja, sentimen-sentimen, nilai-nilai dan interaksi-interaksi yang muncul
44
Ibid. Hal. 20. 45
Wibowo, Budaya Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 16 46
Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal. 10 47
Achmad Sobirin, Budaya Organisasi(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hal. 129
35
di tempat kerja pada saat mereka menggambarkan sifat dan fungsi-
fungsi organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain.
Semua interaksi sekolah pada eksternal maupun internal tentu menjadi
bagian dari budaya sekolah.48
Schein yang dikutip oleh Moh Pabundu Tika menyebutkan bahwa
budaya organisasi terdiri dari tiga level, yaitu: (1) artifak, yang mencakup
semua fenomena yang bisa dilihat, didengar dan dirasakan, yang terdiri
dari cerita-cerita/legenda, ritual/upacara, bahasa organisasi, dan struktur
fisik; (2) nilai-nilai adalah solusi yang muncul dari seorang pemimpin
dalam organisasi dengan maksud memecahkan masalah-masalah rutin
dalam organisasi tersebut. Mencakup kepercayaan yang disadari dan
evaluasi apa yang baik dan buruk, benar atau salah; dan (3) asumsi-
asumsi bersama, terdiri dari ketidaksadaran (persepsi atau kepercayaan
yang sudah ada sebelumnya), dan model mental yang ideal.49
Robbins memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai
berikut: (1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (inovation and risk
taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan
bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. (2) Perhatian terhadap detil
(attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan
karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada
rincian. (3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation), adalah sejauh
mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan
perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil
tersebut. (4) Berorientasi kepada manusia (people orientation), adalah
sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil
pada orang-orang di dalam organisasi. (5) Berorientasi tim (team
orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
48
Syaiful Sagala, Memahami Organisasi Pendidikan: Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 122. 49
Moh Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 22
36
tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama.
(6) Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam
organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi
sebaik-baiknya. (7) Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan
organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.50
Terdapat beberapa indikator budaya sekolah yang baik yaitu:
a. Tujuan-tujuan sekolah yang mencerminkan keunggulan yang ingin
dicapai dan diperlihatkan dengan jelas kepada seluruh warga sekolah,
ditetapkan dan diumumkan secara luas di sekolah
b. Fasilitas fisik di sekolah dirawat dengan baik, termasuk segera
diperbaiki fasilitas yang rusak
c. Penampilan fisik sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman serta
memperhatikan keamanan
d. Pekarangan dan lingkungan sekolah ditata sedemikian rupa sehingga
memberi kesan asri, teduh, dan nyaman.
e. Kondisi kelas yang menyenangkan
f. Acara penting di sekolah dijadwal sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu waktu belajar
g. Guru mau mengubah metode mengajar, bila metode yang lebih baik
diperkenalkan kepadanya
h. Penciptaan relasi kekeluargaan dan kebersamaan51
Budaya sekolah yang harus dipelihara supaya meningkatkan mutu
akademik seperti dikemukakan oleh John Saphier Mattiuw King adalah:
a. Kolegialitas. Kolegialitas adalah iklim kesejawatan yang menimbulkan
rasa saling hormat menghormati dan menghargai sesama profesi
kependidikan. Dalam kultur kesejawatan, teguran dan sapaan serta
kritik membangun tidak pernah terasa sebagai sesuatu yang
menyakitkan melainkan sebuah komunikasi pemberitahuan yang
dapat dijalankan tanpa paksaan.
50
Wibowo, Budaya Organisasi,Op. Cit., hal. 37-38. 51
E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 91.
37
b. Eksperimentasi. Sekolah merupakan tempat yang subur untuk
mengadakan percobaan-percobaan ke arah menemukan pola kerja
yang lebih baik. Setiap orang bebas mengeluarkan ide dan
kreativitasnya demi kemajuan bersama.
c. High expectation. Harapan setiap orang untuk memperoleh prestasi
yang tertinggi yang pernah dicapainya. Setiap guru tentu
mengharapkan agar ia berkembang sesuai dengan profesinya.
d. Trust and confidence. Kepercayaan dan keyakinan yang kuat
merupakan bagian penting yang dianut dalam kehidupan suatu
profesi. Kepercayaan dan keyakinan lahir karena kekuatan dan
kemampuan akademik berdasarkan pada teori yang mendukungnya.
Kondisi sekolah yang budayanya kondusif akan memberikan peluang
bagi setiap orang supaya kepercayaan diri berdasarkan teori yang
mendukungnya akan diberi insentif supaya lahir gagasan baru.
e. Reaching out to the knowledge base. Sekolah merupakan tempat
dimana ilmu pengetahuan dikembangkan secara luas, objektif, dan
proporsional. Pengkajian, pengembangan gagasan baru, penelitian,
pengembangan konsep baru semuanya memerlukan pemahaman
landasan keilmuan.
f. Appreciation and recognition. Supervisor yang baik adalah supervisor
yang dapat memberi pengakuan dan penghargaan atas prestasi guru
yang dicapainya. Kultur sekolah yang memelihara penghargaan
biasanya dilakukan dalam upacara yang menjunjung tinggi prestasi
seseorang. Dengan demikian orang akan memiliki rasa harga diri
karena dihormati secara formal.
g. Caring, celebration, and humor. Memberi perhatian, saling
menghormati, memuji dan memberi penghargaan atas kebaikan
seseorang di sekolah adalah perbuatan yang terpuji. Humor dan
saling menggembirakan adalah budaya pergaulan yang sehat. Kultur
sekolah yang saling menghargai atas prestasi orang akan menjadikan
lingkungan sekolah sebagai tempat kerja yang disukai.
38
h. Involvement in decision making. Keterlibatan staf sekolah dalam
mengambil keputusan merupakan bagian penting dalam
pengembangan budaya sekolah. Kultur sekolah yang melibatkan staf
membuat putusan menjadikan masalahnya menjadi transparan dan
staf menjadi bertanggung jawab.
i. Protection of what‟s important. Melindungi dan menjaga kerahasiaan
pekerjaan merupakan kultur dan tradisi di sekolah. Kultur sekolah
yang baik orang-orangnya akan mengetahui mana yang baik untuk
dibicarakan secara terbuka dan mana yang harus dijaga kerahasian.
j. Tradisi. Penilaian, penghargaan, penghormatan, upacara promosi
jabatan adalah tradisi yang melekat dengan sistem yang ada dalam
dunia pendidikan termasuk sekolah. Memelihara tradisi yang sudah
berjalan lama dan dianggap baik adalah budaya di sekolah.
k. Honest, open communication. Kejujuran dan keterbukaan di
lingkungan sekolah memang semestinya terpelihara. Kultur sekolah
semestinya membebaskan orang dari rasa takut untuk berbicara.52
Terkait dengan budaya sekolah, sekolah juga dapat menerapkan
manajemen masjid sekolah sebagai laboratorium pendidikan karakter
yang religius dengan beberapa cara, yaitu:
a. Perencanaan kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium
pendidikan karakter.
Saat ini semakin banyak orang tua yang menginginkan anaknya
tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara spiritual.
Alhasil orang tua pun menginginkan agar pihak sekolah dapat
mewujudkannya melalui praktik pendidikan karakter bagi putra-putrinya.
Tentu saja keinginan ini bukanlah tanpa alasan, krisis karakter yang kini
52
Dadang Suhardan, Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 124-129.
39
melanda bangsa Indonesia dapat berpengaruh terhadap karakter anak-
anak mereka.53
b. Pengorganisasian kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium
pendidikan karakter.
Budaya kerja di sekolah dapat menjadi faktor pendukung yang dapat
menjadikan bidang biah (lingkungan dalam konteks pergaulan di suatu
tempat), wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK dapat berkoordinasi
dengan baik melalui komunikasi verbal.54
c. Pelaksanaan kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium
pendidikan karakter
Berbagai program kegiatan yang dilaksanakan di masjid sekolah
pada dasarnya ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pihak
sekolah dalam membentuk karakter peserta didik.55
d. Penilaian kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium pendidikan
karakter
Kegiatan penilaian berbagai program kegiatan masjid sekolah
dilakukan melalui pengawasan dan pengamatan (observasi). Pengawasan
merupakan penilaian yang memiliki fungsi kontrol terhadap perilaku
peserta didik. Itulah sebabnya pengawasan dilakukan pada saat peserta
didik mengikuti berbagai pelaksanaan program kegiatan masjid sekolah.
Tidak ada instrumen khusus dalam pengawasan ini. Pengawasan
dilakukan dengan memberikan komentar terhadap perilaku yang
ditampilkan peserta didik maupun memberikan contoh suatu perbuatan
kepada peserta didik. Dengan demikian penilaian dalam bentuk
pengawasan ini dilakukan secara spontan pada situasi dan kondisi-kondisi
tertentu.56
53
M. Najib, Novan Ardy wiyani dan Solichin, Manajemen Masjid Sekolah Sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasinya (Yogyakarta:Gava Media, 2015), hal. 83. 54
Ibid, hal. 106. 55
Ibid, hal. 125. 56
Ibid, hal. 137.
40
Penciptaan suasana atau budaya religius berarti menciptakan
suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam suasana atau iklim
kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya ialah berkembangnya
suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta
keterampilan hidup oleh para warga Perguruan Tinggi. Dalam arti kata,
penciptaan suasana religius ini dilakukan dengan cara pengamalan,
ajakan (persuasif) dan pembiasaan-pembiasaan sikap agamis baik secara
vertikal (habluminallah) maupun horizontal (habluminannas) dalam
lingkungan Perguruan Tinggi. Melalui penciptaan ini, mahasiswa akan
disuguhkan dengan keteladanan kepala Perguruan Tinggi dan para
guru dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan, dan salah satunya yang
paling penting adalah menjadikan keteladanan itu sebagai dorongan untuk
meniru dan mempraktikkannya baik di dalam Perguruan Tinggi atau di
luar Perguruan Tinggi. Sikap mahasiswa sedikit banyak pasti akan
terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya. Istilah budaya mula-mula
datang dari disiplin ilmu antropologi sosial. Apa yang tercakup dalam
definisi budaya sangatlah luas. Istilah budaya dapat diartikan sebagai
totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua
produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi
suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.
Menurut Nurkholis Majid, agama bukanlah sekedar tindakan-
tindakan ritual seperti sholat dan membaca Al-qur‟an serta membaca do‟a.
Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia yang
terpuji dalam kehidupan sehari-hari , yang dilakukan demi memperoleh
ridho Allah. Dengan demikian maka agama adalah, meliputi keseluruhan
tingkah laku manusia dalam hidup ini, dengan tingkah laku itu
membentuk keutuhan manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau
iman kepada Allah dan tanggung jawab di hari kemudian.57
57
Amru Al Mu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi Islam. Vol. 3 No. 1, J-PAI, hal. 107-109
41
Konsep Islam tentang budaya agama dapat dipahami dari
doktrin keagamaan. Dalam Islam seseorang diperintahkan untuk
beragama secara kaffah, hal ini dijelaskan dalam Al-qur‟an surat Al
Baqarah ayat 208:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.58
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka disintesiskan bahwa
budaya religius adalah suatu tradisi yang diyakini dan dijalankan oleh
kepala sekolah, guru, siswa, dan staf di sekolah berdasarkan nilai-nilai
religius. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator budaya religius
seseorang, yakni; 1) komitmen terhadap perintah dan larangan agama,2)
bersemangat mengkaji ajaran agama, 3) aktif dalam kegiatan agama, 4)
menghargai simbol-simbol agama, 5) akrab dengan kitab suci, 6)
mempergunakan pendekatan agama dalam membentuk pilihan, 7)59
Konsep budaya religius juga dapat dilihat dari tiga hal sebagai
berikut:
1. Budaya Religius Sebagai Orientasi Moral
Moral adalah keterikatan spiritual pada norma-norma yang telah
diterapkan, baik yang bersumber pada ajaran agama, budaya masyarakat
atau berasal dari tradisi berfikir secara ilmiyah. Keterikatan spiritual
tersebut akan mempengaruhi keterikatan sikapnya terhadap nilai-nilai
kehidupan (norma) yang akan menjadi pijakan utama dalam menetapkan
suatu pilihan, pengembangan perasaan dan menetapkan tindakan.
58
Al-Quran dan Terjemahannya, Op. Cit, hal. 40. 59
Loc.cit, hal. 114
42
Keterikatan pada norma-norma agama akan membentuk sikap
tertentu dalam menyikapi segala persoalan. Moral yang dilaksanakan atas
pijakan agama, maka pertimbangan-pertimbangan moralnya akan lebih
berorientasi pada kewajiban beragama. Sedangkan sumber-sumber
moral lainnya hanya dibenarkan manakala dianggap sesuai dengan
ajaran agama. Segala tindakan moral yang didasari ketentuan agama
muncul karena rasa tanggungjawab kepada Tuhan. Segala tindakan yang
diambil dirasakan sebagai keharusan robbani. Sedangkan motif memilih
tindakan tersebut semata-mata karena ingin mendapat keridhaan Tuhan.
Oleh karena itu internal control pada moral yang berorientasi pada
agama (orientasi moral religius) akan lebih jauh lebih dominan untuk
melakukan suatu tindakan moral daripada eksternal control. Inilah yang
membedakan orientasi moral religius dengan orientasi moral yang hanya
sekedar didasarkan atas hasil pemikiran manusia.
Budaya religius yang terbentuk dari keterikatan yang kuat pada
norma-norma yang diterapkan oleh agama akan menjadikan seorang
dapat mengukur kebenaran suatu hal dari sudut pandangan agama.
Sebagai orientasi moral, budaya religius bermakna keterikatan
spiritual pada norma-norma ajaran agama yang akan menjadi acuan
pertama ukuran moral.
2. Budaya Religius Sebagai Internalisasi Nilai Agama
Internalisasi nilai agama ialah proses memasukkan nilai agama
secara penuh kedalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak
berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui
pemahaman ajaran agama secara utuh dan diteruskan dengan kesadaran
akan pentingnya ajaran agama, serta ditemukannya posibilitas untuk
merealisasikannya dalam kehidupan nyata.
Dari segi isi, agama terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan
perangkat nilai-nilai kehidupan yang harus dijadikan barometer para
pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam
kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut dengan nilai agama.
43
Oleh sebab itu nilai-nilai agama merupakan seperangkat standar
kebenaran dan kebaikan.
Nilai-nilai agama adalah nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam diri. Oleh karena itu seberapa banyak dan seberapa jauh nilai- nilai agama bisa mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan dalam diri seseorang, kepribadian dan budaya religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika budaya religius sudah muncul dan terbentuk, maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai. dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan. Allah berfirman dalam Al
Qur‟an Surat Al Maidah ayat 48:
Artinya:”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu.”60
Ayat ini mempunyai makna bahwa manusia memiliki
kebudayaan dunia yang berkaitan tentang tata cara hidup bahkan
60
Al-Quran dan Terjemahannya, Op. Cit, hal. 154.
44
mulai dari wahyu yang diturunkan Allah SWT pada mereka (tiap-tiap
umat) hingga masa pelbagai penyimpangan aqidah. Karena itulah Allah
menyuruh untuk kembali kepada jalan kebaikan yang dituntun-Nya.
Pelajaran penitng dari ayat ini adalah tentang nilai kearifan. Dalam
konteks budaya modern sering disebut dengan kearifan universal dan
kearifan lokal (local wisdom).
Untuk itulah berbagai aspek yang berkenan dengan agamanya
itu perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat
membuahkan pemahaman keagamaan yang komprehensip. Dengan
kwalitas pemahaman yang komprehensip, seseorang akan terbimbing
pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya.
3. Budaya Religius Sebagai Etos Kerja dan Keterampilan Sosial
Seperangkat ajaran dalam agama bertujuan membimbing,
mendorong untuk berbuat dan memilih tindakan tertentu. Lebih
penting dari itu agama berperan sebagai sumber etos kerja, bagi
seseorang pemeluk agama, etos kerja muncul dari dorongan sikap yang
terbentuk oleh nilai-nilai agama. Sebagai etos kerja, budaya religius
memberikan dorongan kepada seseorang dalam mencari makna
religius bagi tindakan yang pilihannya, Demikian, tindakan dan
perbuatan yang dilakukannya tindakan lagi dirasakan sebagai beban,
melainkan sebagai sumber kepuasan batiniyah.
Kesanggupan seseorang menampilkan nilai-nilai agama dalam
kehidupannya sebagai suatu keterampilan sosial sangat tergantung
pada kuat lemahnya pemahaman agama yang ada dalam jiwanya.
Pemahaman agama tersebut tampil dalam bentuk tindakan
dan perilaku terhadap lingkungan selaras dengan apa yang
diperintahkan oleh ajaran agama. Bagi yang memiliki budaya religius,
agama secara konsekuen tampil dalam bentuk tindakan-tindakan yang
mendukung terbentuknya tatanan sosial yang harmonis.
Banyak hal bentuk pengalaman yang bisa dilakukan di sekolah
yang dilakukan dengan pembiasaan sehari-hari di sekolah, seperti:
45
saling mengucapkan salam, pembiasaan menjaga wudu (misal; laki-laki
hanya bisa berjabat tangan hanya dengan siswa laki-laki dan guru laki
laki, begitu pula sebaliknya.), pembiasaan berdoa, sholat dhuha, zuhur
secara berjamaah, mewajibkan siswa dan siswi menutup aurat, hafalan
surat-surat pendek dan pilihan dan lain sebagainya. Pembiasaan
tersebut merupakan sistem nilai yang perlu dibangun agar pembentukan
budaya religius berbasis sekolah bisa di praktekkan dalam kehidupan
sehari -hari di masyarakat.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Religius
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 poin 2
menyebutkan: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
61Undang-Undang ini dapat dipahami adanya korelasi antara suasana
pendidikan di sekolah (mengenai kepemimpinan kepala sekolah, visi
misi dan tujuan sekolah, dan kegiatan lainnya menyangkut pelaksanaan
pendidikan di sekolah) terhadap pengembangan budaya religius di
sekolah.
Mengingat pentingya kepemimpinan terhadap apa yang dipimpinnya,
Ali bin Abi Thalib ra pernah melontarkan ungkapan, "kebenaran tanpa
tata aturan yang rapi akan dikalahkan kebatilan yang tertata rapi."
Sudah menjadi sunatullah, suatu aturan atau organisasi agar berjalan
dengan baik memerlukan kepemimpinan yang baik pula.
kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang penting
dalam menjalankan aktivitas kegiatan pendidikan dan bertanggung
jawab untuk meningkatkan suasana budaya religius yang terjadi pada
61
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 2.
46
masyarakat sekolah. Upaya mengembangkan budaya Islami yang
dilakukan oleh kepala sekolah memerluakan suatu kompetensi dan
strategi dalam mewujudkannya.
Pengembangan budaya sekolah adalah bagian dari kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan
kompetensi tersebut, berarti kepala sekolah harus berakhlak mulia,
mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah. Selain itu kepala sekolah harus
memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, agar strategi yang
diterapkan terhadap warga sekolah dapat berjalan dengan baik dan
dilaksanakan dengan suasana hati yang bahagia tanpa ada unsur
paksaan.
Dengan menyadari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin,
tentunya setiap kebijakan yang dikeluarkannya harus dilaksanakan
dengan baik oleh pelaksana kebijakan (Pelaksana kebijakan yang
dimaksud adalah pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta
warga sekolah yang terkait dengan sekolah tersebut termasuk orang
tua.) terutama kebijakan yang berhubungan dengan budaya sekolah.
Budaya religius sekolah yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan
harus diterapkan oleh kepala sekolah adalah budaya Islami.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
melaksanakan budaya religius adalah suatu usaha untuk
menumbuhkembangkan beberapa pokok masalah dalam kehidupan
beragama yang datangnya dari Allah SWT terdiri dari tiga unsur pokok
yaitu aqidah, ibadah, dan akhlak yang menjadi pedoman perilaku
sesuai dengan aturan-aturan illahi untuk mencapai kesejahteraan serta
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Agama menjadi sumber
paling luhur bagi manusia sebab yang digarap oleh agama ialah
masalah mendasar untuk kehidupan manusia yaitu perilaku (akhlak).62
62
Amru Al Mu‟Tasim, Op. Cit, hal. 114.
47
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Tesis yang ditulis oleh Meira Dwi Indah Purnama berjudul
“Kepemimpinan Partisipatif Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
Budaya Sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pelita Ibu Kota
Jambi” tahun 2013, diajukan pada program Pascasarjana IAIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Hasil penelitian di lapangan diperoleh
suatu gambaran yaitu pertama, kurangnya dukungan kebijakan kepala
sekolah terhadap budaya sekolah di SMP Pelita Ibu Kota Jambi,
melalui perencanaan manajemen kepemimpinan yang dilakukan,
pelaksanaan manajemen kepemimpinan, bentuk-bentuk perencanaan
kepemimpinan yang dilakukan meliputi memprogramkan pelaksanaan
proses belajar mengajar, kepala sekolah memberikan petunjuk yang
jelas, sekolah berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerjasama yang harmonis
dengan bawahannya, selalu memecahkan masalah dan mengambil
keputusan sesuai batas tanggung jawab masing-masing. Kedua,
kepala sekolah kurang melibatkan bawahannya dalam mengambil
keputusan terhadap budaya sekolah, melalui aspek kepemimpinan
yang diterapkan oleh kepala, cara kepala mengambil keputusan.
Ketiga, ada pro dan kontra antara guru terhadap program peningkatan
budaya sekolah meliputi faktor internal yaitu keuangan kurang
transparan, lemahnya koordinasi ke dalam, keputusan banyak bernilai
emosional, keputusan kurang terbuka dan transparan. Faktor
eksternal yaitu masalah pengembangan sarana, kurangnya kerjasama
dan koordinasi antara pihak departemen agama dengan pihak
sekolah, anggaran pemerintah terbatas, dan sulitnya mendapatkan
bantuan pemerintah. Ketiga, upaya yang dilakukan yaitu peningkatan
sumber daya manusia, proses meningkatkan kemampun pribadi,
kepemimpinan harus tumbuh dari tindakan bersama dalam
48
memecahkan masalah, kepemimpinan harus menyusun peraturan
dengan baik, dilakukan rekrutmen dan penempatan guru, dan peran
kepala sekolah dalam manajemen sekolah. Persamaan penelitian
adalah kedua penelitian membahas mengenai kepemimpinan kepala
sekolah dan budaya di sekolah. Perbedaan penelitian adalah
penelitian Meira fokus kepada budaya sekolah dan dilaksanakan di
SMP kota Jambi sedangkan penelitian ini akan fokus pada budaya
religius di sekolah dan dilaksanakan di SMP Satu Atap Pelangiran.
2. Tesis yang ditulis oleh Hamdi berjudul “Pengelolaan Budaya Sekolah
dalam Meningkatkan Disiplin Siswa pada Sekolah Menengah Pertama
Negeri 24 Sarolangan”, tahun 2015, diajukan pada program
Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa pertama perencanaan kepala sekolah dalam
mengelola budaya sekolah di sekolah SMP Negeri belum dilakukan
secara optimal, dimana kepala sekolah tidak membuat rencana
terlebih dahulu. Perencanaan budaya sekolah dalam meningkatkan
disiplin siswa baik jangka pendek, menengah dan panjang tidak dibuat
secara detail. Pelaksanaan disiplin sekolah tidak dilakukan secara
serius, pengelolaan budaya sekolah dalam meningkatkan disiplin
siswa dalam aktifitas belajar sudah ada namun dalam kegiatan
ekstrakurikuler tidak dilakukan secara optimal. Persamaan kedua
penelitian adalah sama-sama membahas mengenai budaya sekolah
dan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Perbedaan kedua
penelitian adalah penelitian hamdi fokus kepada pembentukan budaya
sekolah untuk meningkatkan disiplin siswa, sedangkan penelitian ini
berfokus tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya Islami.
3. Tesis yang ditulis oleh Muhammad Sahid berjudul “Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Memotivasi Guru pada MAN 2 Sarolangun”
tahun 2014, diajukan pada program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
49
umum kepemimpinan kepala sekolah pada MAN 2 Sarolangun belum
berjalan secara optimal dikarenakan masih lemah pengawasan yang
dilakukan kepala sekolah, belum adanya reward bagi guru yang
berprestasi dan punishment atau hukuman bagi guru yang melanggar
aturan di MAN. Persamaan penelitian adalah kedua penelitian
membahas mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Perbedaan penelitian
adalah penelitian Sahid membahas kepemimpinan kepala sekolah
untuk memotivasi guru sedangkan penelitian ini akan membahas
mengenai kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya religius di sekolah.
4. Wiwik Wijayanti, Md. Niron, dan Dwi Esti Andriyani, Model
Kepemimpinan Transformasional Guru Dalam Implementasi Program
Sekolah Sehat Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Min) II Kota
Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Education, 2016.
5. Abdurrahman R. Mala, Membangun Budaya Islami di sekolah,
Gorontalo: Jurnal Irfani, 2015
6. Amru Almu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi
Islam, Mojokerto: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2016.
Berdasarkan landasan teori yang penulis ambil terdapat
persamaan pada kajian penelitian relevan di atas, baik yang berbentuk
tesis maupun yang berbentuk jurnal publikasi, persamaan dengan
penelitian penulis, dimana pada setiap penelitian tersebut sangat
menyentuh tentang variabel penelitian penulis, sedangkan perbedaan
pada penelitian penulis terletak pada kajian spesifik dan situasi sosial
penelitian.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metotologi diambil dari kata metode. Oleh Sebab itu, metodologi dapat
diartikan dengan ilmu yang berkenaan tentang metode atau uraian metode.63
Metodologi terdiri atas dua kata yaitu: “Metoda” dan “Logi”. “Logi” berasal dari
kata logos yang berarti “ilmu”. Jadi, metodologi ialah, suatu ilmu yang
membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau
menguasai kompetensi tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Pendekatan” di sini adalah metode
atau cara mengadakan penelitian seperti halnya: eksperimen atau non-
eksperimen. Tetapi di samping itu juga menunjukkan jenis atau tipe penelitian
yang diambil, dipandang dari segi tujuan misalnya eksploratif, deskriftif atau
historis. Masih ada lagi pandangan dari subjek penelitiannya, misalnya populasi
atau kasus. Penentuan pendekatan ini akan sangat menentukan apa variabel
atau objek penelitian yang akan di tatap, dan sekaligus menentukan subjek
penelitian atau sumber dimana kita akan memperoleh data.64
Denzin dan Lincoln65 mendefenisikan peneltian kualitatif sebagai berikut
suatu pendekatan a priori yang didasarkan pada asumsi filosofis (pendekatan
naturalistis interpretatif) pada penelitian kualitatif dan sumber-sumber informasi
sama dan pendekatan naratif yang tersedia bagi peneliti. Sementara itu menurut
Lodico, Spaulding, dan Voegtle penelitian kualitatif, yang juga disebut penelitian
interpretatif atau penelitan lapangan adalah suatu metodologi yang dipinjam dari
disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi dan diadaptasi ke dalam seting
pendidikan.66
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatit diskriftif. Metode
penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
63
Shabri Shaleh Anwar, dkk, Indonesia menulis Philosophy of Pen, (Tembilahan: Indragiri Dot Com, 2017), hal.69 64
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hal. 64 65
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisi Data, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2012), hal.1. 66
Ibid, hal.2.
50
51
intsrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
besifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.67
Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan, 1)
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda, 2). Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan
antara peneliti dan responden, 3). Metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-
pola nilai yang dihadapi.
Dalam penelitian kualitatif, gejala dari suatu objek bersifat holistik
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan
menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi
keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat, pelaku, dan
efektivitas yang berinteraksi secara sinergis.68
Penelitian ini dilakukan dengan paradigma kualitatif dengan alasan bahwa
permasalahan yang diangkat lebih bersifat kualitatif terutama yang berkaitan
dengan model kepemimpinan kepala sekolah dan budaya religius. Sejak pertama
kali peneliti melakukan kunjungan awal ke SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran, peneliti telah melakukan pengamatan. Proses pengumpulan data
telah dilakukan sejak kunjungan awal hingga proses penelitian berlangsung.
Dalam rangka memperoleh data lapangan yang akurat, maka peneliti melakukan
pengamatan dan wawancara secara langsung dengan para pengguna
pendidikan di sekolah yaitu kepala sekolah , guru, staf, dan siswa. Oleh karena
itu, peneliti menentukan orang-orang yang menjadi subjek penelitian dengan
pertimbangan tertentu sehingga data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan
peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
lebih konsekuen yaitu sesuai dengan keadaan di lapangan dalam memperoleh
hasil deskriftif di lapangan.
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
67
Sugioyono, Metode Penelian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal.5. 68
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2012), hal.285.
52
Adapun situasi sosial dan subjek penelitian ini yaitu:
1. Situasi Sosial Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat diperoleh di rumah
berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut jalan yang sedang
ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, di desa, di sekolah atau wilayah suatu
Negara, situasi sosial tersebut dapat dinamakan sebagai obyek penelitian yang
ingin dipahami lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada situasi
sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam
aktivitas (activity) yang ada pada tempat (place) tertentu. Pada penelitian
kualitatif peneliti memasuki situasi sosial tertentu, yang dapat berupa lembaga
pendidikan tertentu., melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang
dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada
orang yang diwawancarai dilakukan dengan cara purposive, yaitu dipilih dengan
pertimbangan dan tujuan tertentu.69 Situasi sosial penelitian adalah di SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data responden atau informan
penelitian. subjek penelitian bisa berbentuk manusia, binatang tumbuh-
tumbuhan, benda, dan lain-lain. oleh sebab itu subjek penelitian berkenaan
dengan dari siapa dan dari mana data diperoleh serta dimana data itu melekat.70
Adapun subjek penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, guru, staf administrasi,
dan beberapa orang siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Secara
keseluruhan subjek penelitian ini meliputi warga sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran.
C. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini yaitu:
69
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 279-299 70
Darwis Amri, Metode Penelitian Pendidikan Islam, (Pekan Baru Riau: Suska Press, 2015), hal.48
53
1. Jenis Data
Data adalah segala sesuatu yang dicatat. segala sesuatu itu bisa
berbentuk dokumen, batu-batuan, air, pohon, dan manusia.
Jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diambil langsung, tanpa perantara dari
sumbernya. sumber ini dapat berupa benda-benda, situs atau manusia.
Misalnya, seorang antropologi mendapatkan data primernya dengan cara
datang langsung ke suatu desa untuk mengamati kehidupan suatu suku desa
tersebut. Data primer pada umumnya dikumpulkan beberapa cara, yaitu
wawancara, dokumentasi dan observasi. Data primer dalam penelitian ini
adalah informasi atas model kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
b. Data Skunder
Data Skunder adalah Data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya. Data skunder biasanya diambil dari dokumen-dokumen (laporan,
karya tulis orang lain, Koran dan majalah).71 Data skunder berfungsi sebagai
data pendukung seperti data dalam bentuk grapik, tata tertib sekolah , dan
dokumentasi sekolah yang menunjukkan profil sekolah .
Data sekunder itu dapat mempunyai sumber primer atau sumber
sekunder. Apabila tanggung jawab terhadap pengumpulan data dan
penerbitannya berada dalam satu tangan, data itu dinamakan bersumber
primer. Tetapi apabila tanggung jawab dalam pengumpulan data itu berada
dalam tangan yang berlainan dengan penerbitnya, sumber data itu dinamakan
sumber data sekunder. Dalam hal ini dikatakan, bahwa data yang digunakan
adalah data sekunder dengan sumber sekunder.72
2. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari
mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka
sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila
peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang
71
Darwis Amri, Ibid, hal.142 72
Margono, Metodologi Penelitian pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hal.25
54
menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian atau variabel
penelitian.73 Adapun sumber data dalam penelitian ini meliputi:
a. Sumber data berupa manusia yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, dan
siswa.
b. Sumber data berupa suasana atau peristiwa dalam model kepemimpinan
kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius.
c. Sumber data berupa dokumen, yaitu hal-hal yang terkait mengenai penelitian
yang diteliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian
yaitu kualitas intsrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan cara. Bila dilihat dari
setting, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah. Bila dilihat dari sumber
data, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber
sekunder. Bila dilihat dari segi cara atau tekhnik pengumpulan data, maka
tekhnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,
dokumentasi, dan gabungan ketiganya.
Teknik Pengumpulan data merupakan cara-cara tertentu atau teknik-teknik
tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. penelitian
harus menjelaskan dalam desain dan laporan hasil penelitiannya tentang cara-
cara teknik-teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitiannya.
beberapa cara yang bisa digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data.
Observasi bisa dilakukan secara terlibat (partisipasi) dan tidak terlibat (non
partisipasi). Dalam pengamatan terlibat , peneliti ikut terlibat dalam aktivitas
orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian, sedangkan dalam
pengamatan yang tidak terlibat, peneliti tidak ikut terlibat dalam aktivitas
orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian. Dalam desain
penelitiannya, peneliti harus tahu siapa dan apa yang diobservasi, bagaimana
73
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hal.172
55
cara melakukan observasi, dimana dilakukan observasi, misalnya daftar
checklist, kamera dan lain-lain. Hal-hal yang diobservasi harus sesuai dengan
masalah penelitian (rumusan masalah) dan indikator-indikator dalam konsep
operasional.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi:
a. Observasi berperan serta
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data peneliti. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh
sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan
ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.
b. Observasi Nonpartisipan
Kalau dalam observasi partisipan, peneliti terlibat langsung dengan
aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi
nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen.74
Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi langsung
dengan pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan
alat standar lain untuk kepentingan tersebut, dalam hal ini, tehnik yang
digunakan adalah observasi nonpartisipan dimana peneliti berada di luar
subjek, pada dasarnya meliputi pengamatan tentang kepentingan
pengamatan peneliti, dalam observasi ini peneliti tidak terlibat langsung dalam
kehidupan orang yang diobservasi, dan secara terpisah berkedudukan selaku
pengamat. Dengan demikian diharapkan bahwa data yang diperoleh oleh
peneliti dari responden maupun informan yang berkaitan masalah model
kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius
sebagai upaya kepala sekolah dalam mewujudkan visi sekolah.
2. Wawancara
74 Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal.234-236.
56
Cara ini dilakukan dengan cara melakukan dialog secara lisan dimana
peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden atau informan dan
responden atau informan juga menjawab secara lisan. Sebagaimana halnya
observasi, dalam desain penelitiannya, peneliti juga harus menjelaskan siapa
yang diwawancarai, wawancara tentang apa, kapan dan dimana dilakukan
wawancara, apa alat yang digunakan untuk melakukan wawancara, bisa
berupa pedoman wawancara harus sesuai dengan masalah penelitian
(rumusan masalah) dan indikator-indikator dan konsep operasional.
Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara mendetail
dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus permasalahan yang
diteliti. Dari wawancara ini diharapkan respon dari opini subjek penelitian yang
berkaitan dengan kompetensi manajerial. Untuk lebih fokusnya menjawab
permasalahan yang diteliti dibuat pedoman wawancara terstruktur dan tak
terstruktur.75 Melalui wawancara maka peneliti akan menggali ide dan
informasi yang kemudian dapat dikonstruksikan dalam topik tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri (self-report), atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau
keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa anggapan yang perlu
dipegang oleh peneliti dalam metode interview adalah:
a) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang diri
sendiri.
b) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar
dan dapat dipercaya.
c) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti.
75
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal.4.
57
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur,
dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan
menggunakan telepon.
a) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi
apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,
pengumpul data telah menyiapkan instrumen.
b) Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar yang ditanyakan.76 Adapun
secara umum dilakukan wawancara ini adalah untuk memperoleh seluruh
data yang berkaitan dengan kepala sekolah, guru/pendidik/tenaga pendidik
dalam mengembangkan budaya religius , begitu juga untuk menggali data
terkait profil, visi, misi, serta dokumen-dokumen yang terkait dengan model
kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen
dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dengan demikian yang dimaksud dengan teknik dokumentasi
ialah upaya menarik kesimpulan yang shahih dari suatu bahan tulisan atau
film (rekaman) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Lofman dalam Lexy
J. Moleong menyatakan bahwa sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan, namun mengabaikan data yang berasal dari dokumen
merupakan tindakan yang kurang benar.77
Cara atau teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis
sejumlah dokumen yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam desain
penelitiannya, peneliti harus menjelaskan dokumen apa yang dikumpulkan
76
Sugiyono, Op.Cit, hal. 194-197. 77
Lexy J. Moleong, Op.Cit, hal.122.
58
dan bagaimana cara mengumpulkan dokumen tersebut. Pengumpulan data
melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera (video shooting), atau
dengan cara foto kopi. Teknik pengumpulan di atas adalah alternatif, artinya
peneliti boleh memilih salah satu diantara cara-cara di atas untuk digunakan
sebagai cara pengumpulan data, tentunya disesuaikan dengan masalah yang
diteliti.
Teknik ini dilakukan sebagai bukti data penguat, yang dapat
menjelaskan dan menyatakan bahwa peneliti benar-benar mengunjungi dan
melakukan penelitian pada lembaga yang menjadi garapan peneliti yaitu SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.
E. Teknis Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif
adalah tahap memasuki lapangan dengan grand tour dan minitour question,
analisis datanya dengan analisis domain. Tahap kedua adalah menentukan
fokus, teknik pengumpulan data dengan minitour question, analisis data
dilakukan dengan analisis taksonomi. Selanjutnya pada selection, pertanyaan
yang digunakan adalah pertanyaan yang struktural, analisis data dengan
komponensional. Setelah analisis komponensional dilanjutkan analisis tema. Jadi
analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman dilakukan secara interaktif
melalui proses data reduction, display, dan verification. Sedangkan menurut
Spradley dilakukan secara berurutan, melalui proses analisis domain taksonomi,
komponensional, dan tema budaya.78
Teknis analisis data merupakan suatu proses mengklasifikasi, memberikan
kode-kode tertentu, mengolah dan menafsirkan data hasil penelitian, sehingga
data hasil penelitian menjadi bermakna. Dalam desain penelitiannya, peneliti
harus menjelaskan cara atau teknik apa yang digunakan untuk menganalisis
data.79
78
Sugiyono, Metodologi Penelitian pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal.401 79
Darwis Amri, Metode penelitian Pendidikan Islam, (Pekan Baru Riau: Suska press, 2015), hal.62-64.
59
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan
model Miles dan Huberman.80 Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan
pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan
data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan
analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai
setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.
Miles dan Huberman, mengemukan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh.
Adapun langkah-langkah analisis data menggunakan model Miles dan
Huberman dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Hasil pengamatan dan wawancara yang ditemukan data yang sedemikian
banyak dan kompleks serta campur aduk, maka langkah yang perlu diambil
adalah mereduksi data. Reduksi data ialah aktifitas peneliti dalam memilih dan
memilah data yang dianggap relevan untuk disajikan. Menurut Miles dan
Huberman, data reduction refer to the process of selecting, focusing, simplying,
abstracting and transforming the “row” data that appear in writtien up fieldnot.81
Proses pemilihan data memfokuskan pada informasi yang mengarah untuk
pemecahan masalah, pemaknaan, dan penemuan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi.
Data kualitattif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka
macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian
singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.
Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-
peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. Proses analisis data mestinya
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.
Setelah dikaji, langkah berikutnya adalah membuat rangkuman untuk setiap
kontak atau pertemuan dengan informan. Dalam merangkum data biasanya ada
80
Sugiyono, Ibid, hal.404-412. 81
Matthew B. Miles And A. Michael Huberman, Terjamahan: Analisis Data Kualitatif, (London: Beverly Hills, 2009), hal.21.
60
satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan tersebut. Kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan ini disebut abstraksi, yaitu membuat ringkasan yang inti,
proses, dan persyaratan yang berasal dari responden tetap dijaga. Dari
rangkuman yang dibuat ini kemudian peneliti melakukan reduksi data yang
kegiatannya mencakup unsur-unsur spesifik termasuk (1) proses pemilihan data
atas dasar tingkat relevansi dan kaitannya dengan setiap kelompok data, (2)
menyusun data dalam satuan-satuan sejenis. Pengelompokan data dalam satu
sejenis ini juga dapat diekuivalenkan sebagai kegiatan kategorisasi/variabel, (3)
membuat koding data sesuai dengan kisi-kisi kerja penelitian. Kegiatan lain yang
termasuk dalam mereduksi data yaitu memfokuskan, menyedehanakan dan
mentransfer dari data kasar ke catatan lapangan. Dalam penelitian kualitatif
naturalistik, ini merupakan kegiatan kontinu dan oleh karena itu peneliti perlu
sering memeriksa dengan cermat hasil catatan yang diperoleh dari setiap terjadi
kontak antara peneliti dengan informan.
2. Penyajian Data
Penyajian data disajikan secara sistematis, agar lebih mudah dipahami
tentang hubungan antar bagian yang mempengaruhi proses pengelolaan
pelayanan. Menurut Miles dan Huberman, we define a display as an orgnized
assembly of information that pemits conduction drawing and action tacking.82
Bentuk penyajian data lebih banyak berupa narasi yaitu pengungkapan secara
tertulis, tujuannya adalah untuk mempermudah mengikuti kronologis alur
peristiwa, sehingga dapat terungkap apa sebenarnya terjadi dibalik peristiwa
tersebut, melalui display data ini dapat dipahami pula interaksi antar bagian
konteks utuh. Teknis penyajian data yang runtun dan sistematis sangat
membantu peneliti dalam menarik kesimpulan data verifikasi yang memadai
berupa pola hubungan yang permanen diantara sekolah, guru, staf dan siswa.
Ada tiga alur pada penelitian kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi/kesimpulan. Di sini peneliti harus siap bergerak diantara empat sumbu
kumparan itu selama pengumpulan data. Selama bergerak bolak-balik diantara
kegiatan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi selama
waktu penelitian.
82
Matthew B. Miles And A. Michael Huberman, Ibid, hal.21.
61
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari penelitian ini sebagai
konfigurasi yang utuh. Kesimpulan atau verifikasi dilakukan selama penelitan
berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji
kebenarannya dan kesesuaiannya sehingga validitas terjamin. Adapun alur
analisis data yang ditempuh sebagai mana pola pendekatan fenomenologis yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1
Analisis Data Model Interaktif (Intractif Model of Data Analysis)
Penarikan kesimpulan sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang
utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian dalam pikiran
penganalisis dengan menulis suatu tinjauan ulang pada catatan. Menarik
kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari proses analisis data, yaitu dengan
cara merumuskan kesimpulan penelitian, baik kesimpulan sementara maupun
kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara dapat dibuat terhadap setiap data yang
ditemukan pada saat penelitian sedang berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat
dibuat setelah seluruh data dianalisis.
F. Uji Keterpercayaan Data
Beberapa teknik pemeriksaan kebenaran data dalam penelitian kualitatif
adalah:
1. Perpanjangan keikutsertaan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sekaligus sebagai instrument.
keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Data Colecction
Conclution
Data Display Data Reduction
62
keikutsertaan tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
perpanjangan pada latar penelitian. Peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai
kejenuhan penelitian tercapai.
2. Ketekunan atau keajegan pengamatan
Ketekunan atau keajegan pengamatan yaitu mencari secara konsisten
interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang
konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi dari berbagai pengaruh
dan mencari apa yang dapat diperhitungkan dan tidak dapat diperhitungkan.
3. Triangulasi
Triangulasi berarti membandingkan dan meninjau kembali derajat
kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui alat yang berbeda.
Tjetjep dalam buku Sugiyono mengartikan triangulasi sebagai prosedur
peninjauan keshahihan kesahan data melelui indeks-indeks intern lain yang
dapat memberi bukti yang sesuai. Tujuan proses triangulasi adalah untuk
menentukan hasil penelitian menjadi lebih tepat dan meyakinkan karena ia
bersumber dari berbagai informasi. Menurut Nasution triangulasi bertujuan untuk
meninjau kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari pada sumber
lain pada masa yang berbeda dan sering dengan teknik yang berbeda pula.83
Berdasarkan teknik triangulasi tersebut di atas, maka dimaksud untuk mengecek
kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan tentang model
kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir dari sumber hasil
observasi, wawancara maupun dokumentasi, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan keseluruhan data yang diperoleh di lapangan dalam
penelitian tersebut.
83
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 72-76
63
4. Konsultasi Pembimbing
Teknik ini juga digunakan untuk membangun keterpercayaan atau keabsahan
yang merupakan suatu proses dimana seseorang peneliti mengekspos serta
mengkonsultasikan hasil penelitian yang diperolehnya kepada dosen
pembimbing, dengan melakukan suatu diskusi dan konsultasi secara analitis
dengan tujuan untuk menelaah aspek-aspek penemuan yang mungkin masih
bersifat implisit. Melalui teknik ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh
pertanyaan dan saran konstruktif, serta dapat memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk mengembangkan dan menguji langkah-langkah selanjutnya dalam
suatu desain metodologis yang muncul.
G. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian
Pada umumnya penelitian kualitatif memerlukan waktu yang relative lama,
3 bulan sampai 6 bulan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan proposal,
kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar, pengesahan judul dan izin
riset, pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam waktu yang
berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing sebelum
diajukan kepada sidang munaqasah. Hasil sidang munaqasah dilanjutkan
dengan perbaikan dan penggandaan laporan penelitian tesis. Untuk itu perlu
direncanakan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal penelitian berisi aktivitas
yang dilakukan dan kapan akan dilakukan.84 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
84
Sugiyono, Metode penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 402
64
Tabel 3.1
Pelaksanaan dan Waktu Penelitian
No Kegiatan
Juli 18
Agus 2018
Sept 2018
Oktober 2018
Nopem 2018
Des 2018
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi dengan pembimbing
√ √
2 Koleksi data √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Draf awal s/d akhir Tesis dibaca pembimbing
√ √ √ √ √
4 Revisi draf awal s/d akhir Tesis
√ √ √ √ √
5 Ujian Pra Tesis √ √
6 Revisi/Perbaikan √ √ √ √
7 Konsultasi dengan pembimbing
√ √ √
8 Ujian Tesis √ √
9 Revisi/Perbaikan √ √ √
10 Wisuda √
65
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN
DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi
1. Sejarah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Satu Atap Kecamatan
Pelangiran
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau menempati tanah hibah yang
diberikan oleh masyarakat Kecamatan Pelangiran dengan luas tanah
20000 m2. Pembangunan sekolah adalah dari Pemerintah Pusat dan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi
Riau yang berdiri pada tahun 1982.
Sebagaimana pada wawancara penulis dengan Bapak H. Husaini,
S.Pd.I selaku Kepala Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau
menjelaskan: “Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan
Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau berdiri pada tahun
1982 atas usulam masyarakat setempat seluas tanah 20000 m2.
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah sebuah sekolah
swasta yang didirikan atas kerjasama masyarakat sekitar dengan para
pengelola sekolah saat ini. Sebagaimana lembaga pendidikan pada
umumnya, keberadaan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
dipengaruhi oleh lingkungan baik dalam hal kebutuhan penyelenggaraan
proses pembelajaran maupun penggunaan lulusan di lapangan.
Dukungan masyarakat terhadap sekolah sangat besar sehingga kini
sekolah ini tetap terus bertahan dan berkembang. Beberapa perubahan
sudah banyak terjadi seperti perubahan sarana fisik, program
pembelajaran, dan pergaulan siswa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel identitas Sekolah
Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten
Indragiri Hilir Provinsi Riau berikut ini:
65
66
Tabel 4.1 Identitas Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan
Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau85
No Identitas Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nama Sekolah:
No. Statistik Sekolah:
Alamat:
a. Jalan
b. Kecamatan
c. Kabupaten
d. Provinsi
Sekolah dibuka Tahun:
Status Awal Sekolah:
Sekolah Negeri Tahun:
Waktu penyelenggaran
sekolah:
Kode Pos:
Status Kepemilikan:
SMP Satu Atap Pelangiran
10497384
Desa Simpang Kateman
Jl. H. Halidi Pasar Lubuk Kempas
Pelangiran
Indagiri Hilir
Riau
2008
Negeri
2008
Pagi
29255
Hak Milik
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sejak awal berdirinya sampai saat
ini belum ada pergantian kepala sekolah.
2. Geografis
Secara geografis Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau terletak di
pesisir sungai Kateman Desa Simpang Kateman Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dan memiliki akses jalan lintas
antar unit pemukiman transmigrasi. Desa Simpang Kateman Kecamatan
Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebenarnya memiliki
banyak jenis pendidikan walaupun kondisi desa ini termasuk desa
85
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
67
terpencil. Untuk memudahkan dan mengetahui letak geografis dari
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, dapat diketahui batas-batas di
bawah ini:
a. Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan lintas masyarakat
b. Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan masyarakat
c. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan masyarakat
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Pos Pembantu Kesehatan
3. Struktur Organisasi
Suatu organisasi tidak akan terlepas dari suatu struktur organisasi
kepengurusan. Karena kepengurusan itulah yang akan menjalankan
roda-roda organisasi. Maju atau mundurnya suatu organisasi sangat
tergantung pada orang yang duduk dikepengurusan tersebut. Kemudian
tugas seorang pemimpin untuk mengatur dan memberikan kebijakan
dalam mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh karena
pemimpinlah yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki berbagai
kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Untuk mengatur
dan menyusun program kegiatan sekolah agar dapat berjalan dengan
lancar dan terorganisir, diperlukan satu organisasi untuk pembagian
tugas secara merata dan profesional serta pengurus sekolah yang
sesuai dengan jabatannya masing-masing.
Struktur organisasi merupakan tolak ukur dalam suatu lembaga
organisasi baik lembaga pendidikan ataupun lembaga lainnya. Lembaga
pendidikan dapat membangun suatu organisasi yang cerdas emosi
artinya setiap tim yang resonan, akan menemukan arti dari keterkaitan
mereka dan saling sinerji. Di dalam organisasi terbaik, orang-orangnya
memiliki visi bersama tentang siapa diri mereka secara kolektif, dan
mereka memilki ikatan kimiawi yang khusus. Mereka perasaan cocok,
68
saling pengertian, serta perasaan sejahtera atas kehadiran satu sama
lain.
Tanggung jawab pemimpin yang cerdas emosi adalah menciptakan
organisasi resonan dengan cara: (a) para pemimpin melibatkan staf di
dalam menemukan kebenaran tentang diri mereka sendiri dan
organisasi, (b) mereka mengenali kebenaran tentang apa yang
sebenarnya sedang terjadi, (c) mereka membantu orang-orang untuk
mengungkapkan apa yang membahayakan, menyakitkan, dan apa yang
membangun kekuatan-kekuatan organisasi, (d) mereka menyatukan
orang di sekitar impian tentang apa yang bisa dicapai, (e)mereka
menciptakan dan menunjukkan cara-cara baru dalam bekerja bersama
kepada orang-orang, dan (f) mereka membangun resonansi dengan
memastikan bahwa resonansi bisa dipertahankan melalui sistem-sistem
yang mengatur pasang surutnya relasi dan kerja di dalam organisasi.86
Organisasi yang baik dapat menunjukkan kegiatan yang baik dan juga
merupakan pendukung dan pelaksanaan semua program kerja
organisasi tersebut. Susunan struktur organisasi pada suatu sekolah
berarti merupakan suatu kegiatan-kegiatan dalam sekolah. Disamping itu
juga mempermudah pencapaian tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Untuk memudahkan manajemen organisasi sekolah, Sekolah
Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran sama dengan
lembaga pendidikan lainnya yang juga memiliki struktur organisasi.
Struktur organisasi tersebut memiliki peran penting dalam pembagian
wewenang, tugas dan pelaksanaan program yang direncanakan
sebelumnya. Struktur tersebut dibangun dalam internal sekolah yang
dibentuk kepala sekolah sebagai bagian pemberdayaan sumber daya
manusia yang dimiliki.
86
Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome, Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 58
69
Wujud implementasi amanah jabatan harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan memperhatikan aspek kebersamaan dalam
mencapai tujuan pendidikan, dimana kepala madrasah, wakil kepala,
guru, tenaga kependidikan, komite sekolah dan lainnya harus menyadari
bahwa mereka memiliki tanggungjawab yang berat sebagai anggota
organisasi dalam pengelolaan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
Dengan demikian, maka setiap pengurus atau anggota organisasi
yang mendapat tugas dan amanah agar semestinya dapat menjalankan
tugas dengan sebaik-baiknya. Disamping itu juga, tindakan-tindakan
pengurus organisasi yang tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab
harus diberikan perbaikan dengan mengedepankan asas-asas
musyawarah untuk mencari mufakat dan menemukan solusi. Kondisi ini
sesungguhnya diciptakan untuk mewujudkan suatu tatanan kerja yang
demokratis dan harmonis dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab
yang diemban sebagai konsekuensi logis dari jabatan yang dipegang
dalam suatu bagian organisasi Madrasah Sekolah Menengah Pertama
Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
Dalam suatu lembaga pendidikan tentunya ada struktur organisasi
yang dijadikan sebagi pedoman menjalankan tugas pokok dan fungsi
dari masing-masing personil sekolah. Sekolah Menengah Pertama Satu
Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau saat
ini dipimpin oleh Kepala Sekolah yang bertugas sebagai pemimpin dan
supervisor mengkoordinir kegiatan sekolah, yang maksudnya agar
kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan visi, misi dan
tujuan sekolah tersebut.
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau telah membuat struktur organisasi
sekolah yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
70
STRUKTUR ORGANISASI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SATU ATAP KECAMATAN
PELANGIRAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU87
……… ……….
Gambar 4.1
Dengan adanya struktur organisasi akan memudahkan pimpinan
mengadakan pengawasan, koordinasi, dan mengambil berbagai
keputusan yang diperlukan dalam organisasi sekolah tersebut,
sedangkan organisasi tanpa struktur, membuat personil sulit untuk
melaksanakan aktivitas dalam melaksanakan program kerja yang
berdasarkan Tugas dan Fungsi masing-masing personil. Kemudian
dalam organisasi harus mempunyai program kerja yang jelas, sehingga
membuat semakin mudah dalam pencapaian tujuan suatu organisasi.
87
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
Kepala Sekolah Ketua Komite
Waka. Sekolah
Pembantu Waka. Sekolah
Administrasi
Laboratorium Perpustakaan
Siswa-Siswi
Penjaga Sekolah
Guru Mapel
Wali Kelas
71
4. Keadaan Guru
Guru adalah salah satu faktor dominan dalam menentukan
kelancaran dan pencapaian tujuan dari kegiatan belajar mengajar, tidak
hanya tergantung pada kuantitas guru yang tersedia juga termasuk dari
kualitas guru itu sendiri seperti pengalaman dan latar belakang
pendidikan yang dimiliki harus sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkannya.
Keberadaan guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik dalam
dunia pendidikan sangatlah dibutuhkan, guru memiliki andil yang sangat
besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul
karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam
perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir
bahkan sampai meninggal dunia.
Guru merupakan orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
proses pembelajaran, guru juga adalah tenaga pendidik yang sangat
penting dalam proses pembelajaran, di mana guru merupakan tenaga
edukatif yang bertugas mengajar, mendidik, membimbing dan
mengarahkan siswa ke arah yang bermakna dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Guna meningkatkan kerangka prilaku dan sumber
daya manusia yang cerdas, berbudi pekerti yang baik dan memiliki
prinsip budaya relegius, sangatlah diharapkan suatu sekolah memiliki
tenaga pendidik dan kependidikan yang handal dan kompeten pada
bidang masing-masing. Melihat hal tersebut penulis telah mengetahui
dan mencatat seluruh personil di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.
72
Tabel 4.2 Keadaan Personil Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau88
No Nama/ NIP Tingkat/Jurusan Jabatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
H. Saini, S.Pd.I
Mukhtar, S.Pd.I
H. Hasanuddin, S.Pd.I
Rubianti, S.Pd.I
Raunah, A.Ma
Nurhayati
Yohana Ramadiani, A.Ma
Rito Mantono
Reni, A.Ma
Anita
Junaidah, S.Pd.I
Jakfar Sidik, S.Pd.I
Harmini, S.Pd
Sarianah, S.Pd.I
Imran Mus, S.Pd.I
Mohammad Khadari
S-1/ PAI
S-1/ PAI
S-1/ PAI
S-1/ PAI
D-2/ PGMI
SMA
D-2/ PGMI
SMA
D-2/ PGMI
SMA
S-1/ FKIP
S-1/ PAI
S-1/ FKIP
S-1/ FKIP
S-1/ PAI
SMA
Kepala Sekolah
Guru PKn
Guru Mulok
Guru PAI
Guru Seni Budaya
Guru Bahasa Indonesia
Guru Matematika
Guru Penjaskes
Guru IPA
Guru IPS
Guru Bahasa Indonesia
Guru TIK
Guru Bahasa Inggris
Guru IPA
Guru IPS
Tata usaha
5. Keadaan Siswa
Keberadaan siswa di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran juga merupakan unsur utama dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Tanpa siswa
maka penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran tidak akan
terlaksana. Siswa adalah objek tujuan pendidikan. Dengan demikian
keberadaan siswa tentunya penting bagi tercapai sasaran pendidikan
yang telah ditentukan.
88
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
73
Di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran,
siswanya tergabung dalam suatu organisasi yang disebut OSIS. Dalam
organisasi ini siswa dapat memantapkan kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler dalam menunjang pencapaian peningkatan apresiasi
penghayatan seni serta menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara.
Kegiatan-kegiatan di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran pada umumnya dilaksanakan oleh organisasi
siswa intra sekolah (OSIS) yaitu kegiatan rutin dan kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan rutin antara lain adalah upacara bendera setiap
hari senin, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang berada dibawah
naungan OSIS adalah pramuka, PMR, kesenian, olahraga serta hal-hal
lain yang berkaitan dengan studi minat.
Siswa sebagai unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Maka untuk mengetahui keadaan siswa di Sekolah Menengah
Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir
Provinsi Riau dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 4.3 Keadaan Siswa Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau89
No Kelas
Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis
Kelamin Jumlah
L P
1
2
3
VII
VIII
IX
24
13
13
19
16
17
43
29
30
Jumlah 50 52 102
6. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung ikut menunjang dan menentukan kelancaran
89
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
74
kegiatan pendidikan dan pengajaran. Fungsinya untuk mempermudah
tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, sarana dan prasarana
sangatlah penting baik di lembaga formal maupun pendidikan non
formal.
Pada dasarnya ada tiga faktor penting yang harus ada dalam
sebuah lembaga pendidikan, dimana ketiga faktor tersebut sangat
menentukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran, terutama di Sekolah
Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ketiga faktor
tersebut adalah guru, siswa dan instrumen belajar. Ketidakadaan salah
satu dari ketiga faktor tersebut, maka kegiatan belajar mengajar di
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran tidak
akan berjalan dengan baik dan maksimal. Sarana dan prasarana
merupakan salah satu bentuk dari instrumen belajar yang cukup
menentukan dalam keberhasilan pendidikan dan pengajaran, karena ia
merupakan salah satu faktor yang vitas dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran yang harus ada di Sekolah Menengah
Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran.
Apabila sarana dan prasarana kurang mendukung, maka
penyelenggaraan atau pelaksanaan proses pembelajaran di madrasah
tersebut tidak dapat berjalan dengan sempurna sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan. Demikian sebaliknya, ketersediaan sarana
dan prasarana yang mendukung dan lengkap akan berimplikasi pada
proses belajar mengajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan
memberi variasi pada proses belajar mengajar, baik secara khusus
maupun secara umum dalam implementasi belajar mengajar berbagai
bidang studi, termasuk pelajaran akidah akhlak.
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dalam menyelengggarakan
pendidikan telah memiliki berbagai fasilitas. Berbagai fasilitas tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
75
Tabel 4.4 Keadaan Prasarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir90
No Jenis Prasarana Jumlah kondisi
Baik Rusak
1
2
3
4
5
6
7
8
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ruang Kelas
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Guru
Ruang Administrasi
Ruang UKS
Ruang Kesiswaan
Perpustakaan
Laboratorium
Rumah Dinas Kepsek
Rumah Dinas Guru
Meja Guru dalam Kelas
Meja/ Kursi Guru
Meja/ Kursi Siswa
Papan Tulis
Lemari Arsip
Sumur/ Ledeng
Listrik
WC Guru
WC Siswa
Lapangan Upacara
Lapangan Olahraga
3
1
1
1
1
1
1
-
-
-
3
16
102
3
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
16
80
3
1
1
1
2
1
2
3
3
22
Untuk mendukung jalannya proses pembelajaran di Sekolah
Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran harus diperlukan
adanya sarana dan prasarana yang bersifat memadai dalam
pelaksanaan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimaksud disini
90
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
76
adalah semua fasilitas peralatan baik langsung maupun tidak langsung
yang berfungsi sebagai penunjang dan memperlancar dalam kegiatan
pembelajaran. Pada hakikatnya sarana dan prasarana tersebut dapat
pula mempermudah tercapainya tujuan pendidikan.
Tabel 4.5 Keadaan Sarana Sekolah Menengah Pertama Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau91
No Jenis Fasilitas Jumlah Kondisi
Baik Rusak
1 Tiang Bendera 1 1
2 Bendera Merah Putih 2 2
3 Tong Sampah 6 4 2
4 Mikrofon 2 2
5 Sound System 1 1
6 Tabung Air 1 1
7 Dispenser 2 2
8 Mesin Air 1 1
9 Mesin Rumput - -
10 Tenda 4 4
11 Kotak Obat 1 1
12 Kotak Kit UKS 1 1
13 Meteran 1 1
14 Tensi Meter 1 1
15 Stetoscop - -
16 Timbangan 1 1
17
Gambar Presiden dan Wakil
Presiden
7
Pasang
7
Pasang
18 Gambar Burung Garuda 5 5
19 Gambar Pancasila 5 5
20 Jam Dinding 7 7
91
Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018
77
Untuk menunjang lancarnya proses belajar mengajar, sarana dan
prasarana sangat diperlukan. Tanpa adanya sarana dan prasarana,
pendidikan dan pengajaran tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai
lembaga pendidikan formal tidak terlepas dari sarana dan prasarana.
Tetapi hal itu tidak dapat terpenuhi semua karena sarana dan prasarana
yang dimaksud belum lengkap. Sarana dan prasarana yang dimiliki
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran dalam
rangka menunjang dan membantu terlaksananya kegiatan pendidikan
dan proses pembelajaran.
Dari keterangan prasarana dan sarana yang ada di Sekolah
Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten
Indragiri Hilir Provinsi Riau menunjukkan bahwa sekolah telah berusaha
semaksimal mungkin dalam mencukupi kebutuhan sekolah khususnya
yang berkaitan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran. Dari
prasarana dan sarana yang ada tersebut, maka pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan sehingga guru dapat melaksanakan
pembelajaran secara aktif. Prasarana dan sarana pendidikan merupakan
kebutuhan pokok sekolah dalam melaksanakan pembelajaran sehari-hari
di sekolah. Tanpa adanya prasarana dan sarana yang baik, tentunya
dalam pencapaian tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara
optimal.
B. Temuan Dan Analisis Penelitian
1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran
Dalam suatu lembaga pendidikan memiliki pimpinan tertinggi yaitu
kepala sekolah selaku pelaksana di lapangan dan bertugas selaku
supervisor pendidikan yang bertanggung jawab dalam mengawasi dan
mengkoordinir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh setiap anggota
pimpinan. Dalam hal ini kepala sekolah, mempunyai tanggung jawab,
78
baik yang berkenaan dengan proses pembelajaran maupun dalam
proses jalannya administrasi sekolah tersebut.
Model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran menjadi salah satu tema penelitian yang dibangun dengan
teori-teori model kepemimpinan. Dari beberapa teori yang diuraikan
kemudian dikembangkan ke dalam beberapa indikator penelitian.
Indikator model kepemimpinan kepala sekolah yang baik adalah
mengetahui visi dan misi, memiliki sejumlah kompetensi,
memberdayakan bawahan, integritas terhadap sekolah, dan menjalin
hubungan baik dengan guru, siswa, dan masyarakat. Data hasil
penelitian dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan juga
observasi mengenai bagaimana model kepemimpinan yang diterapkan
kepala sekolah.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang memimpin atau
mengendalikan sebuah lembaga, dan berperan mempengaruhi orang
lain yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya, sehingga mengikuti
kehendak pemimpin. Kepala sekolah dalam salah satu wawancara
dengan peneliti menyebutkan: Kepemimpinan dalam kaitannya dengan
kelembagaan tak bisa di posisi hanya sebagai kedudukan seseorang,
tetapi tak lepas juga dari proses sosial. Dalam kedudukannya sebagai
pemimpin sangatlah penting sebab di sana ada hak dan kewajiban, baik
pemimpin maupun yang dipimpin. Sebagai proses sosial, kepemimpinan
meliputi tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan yang
menyebabkan bergeraknya suatu kepemimpinan dimana masyarakat
yang dipimpinnya bergerak dalam interaksi dan sosialisasi.92
Berdasarkan hasil penelitian di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran maka temuan penelitian yaitu: berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala sekolah menyatakan bahwa “Sebagai pemimpin saya
memahami dan mengelaboraikan visi dan misi sekolah ke dalam setiap
92
Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018
79
program kerja sekolah. Dalam implementasi kegiatan sekolah saya
menjabarkannya melalui tindakan pengembangan sekolah. Pola
kepemimpinan yang diterapkan juga akan mendukung pencapaian visi
dan misi sekolah. Saya juga menginstruksikan kepada seluruh guru, staf,
dan juga siswa untuk mengetahui visi dan misi sekolah, karena visi dan
misi sekolah dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama sebagai
sebuah identitas SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.”93
Sebagai upaya mencapai visi yang dicanangkan tersebut, pimpinan
yakni kepala sekolah mengembangan visi tersebut ke dalam beberapa
misi sebagai tugas yang dijalankan dalam aktivitas pendidikan setiap
hari. Visi tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa kegiatan
di sekolah.
Dalam era keterbukaan sekarang pemimpin yang dianggap mampu
membangun sistem kelembagaan yang kuat adalah pemimpin yang
memiliki visi, misi, dan mampu mengembangkannya untuk pencapaian
tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan besar di
tengah masyarakat agar amanah dalam mengemban tugas pendidikan
bagi generasi penerus bangsa.
Visi tersebut merupakan tekad bersama untuk menjadikan SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai lembaga yang unggul dan
terkemuka di mata masyarakat, dan mampu membekali tunas-tunas
bangsa dasar-dasar keilmuan dan keislaman. Untuk mewujudkan visi
tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa misi yang dijalankan
dengan amanah masyarakat dalam mengantarkan seluruh personel
sekolah menjadi generasi yang berilmu dan beriman dalam menemukan
dunianya dan mengabdikan diri pada agama dan negara.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah tentu telah
memiliki kompetensi diri sehingga dipercaya untuk mengelola sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan wakil kepala bidang kurikulum
93
Wawancara, Kepala Sekolah, Pengetahuan Kepala Sekolah mengenai Visi dan Misi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018.
80
menyatakan bahwa dalam hal kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan sekolah, kepala sekolah sering
melakukan interaksi dengan pembicaraan dengan seluruh personel
sekolah. Kepala sekolah juga mampu memberikan fasilitas kepada
personel sekolah untuk mensukseskan setiap program sekolah. Kepala
sekolah tidak pernah segan untuk langsung turun dan membantu guru
atau staf yang terkadang sedang mengerjakan suatu fasilitas sekolah.
Seperti yang sering terjadi pada saat guru-guru mengkondisikan siswa-
siswa yang hendak mengikuti kegiatan rutin membaca surat yasin pada
hari jumat dan melaksanakan upacara pada hari senin, kepala sekolah
ikut serta dalam memberikan instruksi kepada mereka. Kepala sekolah
juga sering melakukan komunikasi langsung dengan orang tua ketika
ada kegiatan yang melibatkan partisipasi orang tua.94
Upaya kongrit dari kepala sekolah bertujuan untuk memperbaiki
sekolah adalah dimulai dari dalam dirinya sendiri, yaitu berupaya
memiliki kemampuan mengelola sekolah secara baik dan optimal,
sehingga tenaga kependidikan, akan dapat memberikan pengabdian
yang terbaiknya terhadap peserta didik demi tercapainya produktifitasnya
yang berkualitas.
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, kepala sekolah SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran harus menguasai beberapa
keterampilan. Masing-masing keterampilan kepala sekolah diuraikan
sebagai berikut : 1) Keterampilan Konseptual (Conceptial Skill). Kepala
sekolah sebagai manajer tingkat atas (top Manager) di lingkungan
sekolah perlu memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan
gagasan demi kemajuan sekolah, 2) Keterampilan Kemanusiaan
(Humanity Skill). Selain kemampuan konsektual, kepala sekolah juga
perlu dilengkapi dengan orang lain, yang disebut dengan keterampilan
94
Wawancara, Wakil Kepala Bidang Kurikulum, Kompetensi Kepala Sekolah dalam Kepemimpinan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018
81
kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh
kepala sekolah terhadap guru, staf dan pegawai lainnya yang ia pimpin,
dan yang ke 3) Keterampilan Teknis (Technical Skill). Keterampilan
teknis ini adalah merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu
pekerjaan tertentu, misalnya mengunakan program komputer dan
teknologi internet. 95
Melihat beratnya beban dan tanggung jawab yang dipikul oleh
kepala sekolah, maka kompetensi yang luas dan memadai harus dimiliki
oleh seorang kepala sekolah, dan kepala sekolah juga harus tetap
belajar untuk mengembangkan kompetensinya secara aktif melakukan
kaderisasi supaya mampu meneruskan estafet pemikiran dalam
kepemimpinan yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan pada masa-
masa yang akan datang, yang tantangannya jauh lebih hebat dari
sekarang. Upaya serius inilah yang akan mengantarkan kesuksesan dan
kecemerlangan suatu lembaga pendidikan yang dalam mengemban
amanah bangsa ini sebagai lembaga yang mempersiapkan lahirnya
kader masa depan bangsa yang berkualitas.
Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran telah
berusaha memfasilitasi pengembangan guru maupun siswa dengan
berinteraksi secara langsung untuk menyebarkan semangat kepada
seluruh personel sekolah. Kepala sekolah juga melaksanakan visi
pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh
orang tua yang termasuk ke dalam komite sekolah.
Kepemimpinan yang dijalankan kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran menunjukkan sebuah upaya untuk membantu,
membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah yang kondusif.
Sehingga seluruh warga sekolah dapat membangun budaya atau
kebiasaan yang baik. Kepala sekolah menjamin bahwa manajemen
organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk
95
Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah. (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 146-147.
82
menciptakan lingkungan belajar. Hal ini juga didukung dengan adanya
kerjasama pihak sekolah, orang tua murid dan anggota masyarakat.
Dalam setiap aktivitas yang dijalankan kepala sekolah memberi contoh
(teladan) tindakan berintegritas.
Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah memiliki berbagai
tugas dan tanggung jawab. Kepala sekolah merupakan pemimpin
sebuah lembaga, untuk itu dituntut mampu memproyeksikan diri dalam
bentuk sikap memimpin, dan sikap seorang manajer (leadership)
terutama didalam lingkungan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,
sehingga tugas yang harus dijalankan terlaksana dengan baik apalagi
yang menyangkut masalah yang berkenaan dengan perannya yang
dapat menunjang proses Pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu
rekam jejak seorang pemimpin madrasah sangat penting diketahui:
pertama, latar belakang pendidikannya. Kedua, pengalaman mengajar.
Ketiga pendidikan dan latihan yang pernah diikuti sebelum menjadi
kepala sekolah.
Kepala sekolah dalam kepemimpinnya telah memberdayakan guru
dan juga staf sehingga terjalin hubungan yang baik antara kepala
sekolah dengan seluruh personel sekolah. Berdasarkan hasil observasi
peneliti di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menunjukkan kepala
sekolah telah berupaya untuk memberdayakan guru dan staf yang
memenuhi standar kualifikasi yang ditentukan yaitu memiliki jenjang
pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing,
memenuhi kriteria standar minimum yaitu mampu mengoperasikan
komputer dengan baik, memiliki pengalaman kerja, memenuhi karakter
personel yang diinginkan, memprediksikan kebutuhan seluruh personel
sekolah di waktu yang akan datang, menempatkan mereka pada posisi
jabatan yang tepat. Dan kepala sekolah telah menggunakan informasi
untuk memadukan kebutuhan (permintaaan) sekolah dengan suplai
sumber daya manusia dan sumber daya yang ada melalui pengalokasian
yang tepat.
83
Model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran menunjukkan sebuah penciptaan hubungan kerja yang
harmonis dan pemberian motivasi kepada personel. Berdasarkan hasil
pengamatan peneliti di sekolah maka dalam rangka melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai pemimpin yang memiliki tugas motivator dan
innovator, kepala sekolah memiliki strategi dan pendekatan lebih
bersahabat kepada bawahan, hal ini dilakukan untuk menjalin hubungan
yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberi teladan kepada semua
warga sekolah dan mendorong personel sekolah mengembangkan
suasana pembelajaran atau lingkungan sekolah yang inovatif.96
Pemimpin pendidikan sebagai inovator tercermin dari cara-cara ia
melakukan pekerjaannya yang konstruktif, kreatif, delegatif, rasional, dan
objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptabel dan fleksibel.
Cerminan tersebut telah dimiliki kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran, bahwa beliau lebih konstruktif yaitu berusaha
mendorong guru, staf, dan siswa untuk berkembang secara optimal,
sedangkan kreatif yaitu beliau mencari gagasan dan cara-cara terbaru
dalam melaksanakan kegiatan, delegatif yaitu beliau mendelegasikan
tugasnya kepada personel sekolah, sedangkan integratif yaitu beliau
mengintegrasikan seluruh kegiatan sehingga sinergis untuk mencapai
tujuan, sedangkan rasional dan objektif yaitu beliau juga bertindak
berdasarkan pertimbangan rasio objektif. Sedangkan pragmatis yaitu
beliau juga menetapkan kegiatan prioritas dan target yang akan dicapai,
sementara ketauladanan beliau memiliki makna tersendiri di mata
bawahan yang dipandang kharismatis.
Terdapat beberapa prinsip yang diterapkan pemimpin pendidikan,
khususnya kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, untuk
mendorong guru dan tenaga kependidikan untuk membangun lingkungan
96
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Hubungan Kerja SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
84
belajar dan budaya yang kondusif. Prinsip tersebut bahwa bawahan giat
bekerja apabila kegiatannya menarik dan menyenangkan, tujuan
kegiatan disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada tenga
kependidikan sehingga mereka mengetahui tujuan; tenaga kependidikan
harus selalu diberitahu tentang hasil pekerjaannya; pemberian hadiah
lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan; usaha memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi
fisiknya, merasa aman dan lain-lain.
Keberhasilan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menjadi
sekolah yang didatangi siswa karena berbagai faktor yang ditunjukan
pemimpinnya. faktor tersebut menjadi motivasi bagi bawahan dalam
menyambut masuknya siswa lebih banyak di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran yang dipimpinnya. Karena itu kepemimpinan SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran tak bisa dilepaskan dari sosok kepala yang
berpengaruh, sentral dan berperan ganda dalam mengantarkan lembaga
yang di bangun dan dipimpinnya menjadi sebuah lembaga yang dapat
menghasilkan warga berbudaya religius yang dapat melakukan
perubahan dan mewarnai zamannya.
Kepala sekolah memiliki integritas yang tinggi terhadap sekolah
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Dimana pelaksanaan tugas
kepala sekolah sebagai seorang pemimpin terlaksana sebagaimana
Tupoksi pimpinan lembaga pendidikan. Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti di lapangan ditemukan bahwa kepala sekolah mengawasi secara
langsung kurikulum, siswa, personalia, administrasi sarana dan
prasarana, kearsifan, dan keuangan. Kepala sekolah mengawasi seluruh
personel dalam mengelola kurikulum diwujudkan dalam penyusunan
kelengkapan data administrasi pembelajaran, penyusunan kelengkapan
data admnistrasi bimbingan konseling, praktikum dan data kegiatan
belajar mengajar. Sedangkan pengelolaan admnistrasi siswa dapat
diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan data admnistrasi siswa,
85
data kegiatan ekstra kurikuler, dan administrasi hubungan sekolah
dengan orang tua. Selain itu, administrasi personalia juga dapat
diwujudkan dalam data administrasi majelis guru serta kelengkapan
lainnya. Semua proses administrasi ini sangat mendukung
kepemimpinan kepala sekolah dalam mewujudkan kegiatan-kegiatan
yang positif yang akan membentuk karakter dan budaya sekolah.97
Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai
leader pendidikan sudah seharusnya memiliki karakter, kepribabadian,
keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta
pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kepribadian kepala sekolah
sebagai leader tercermin dalam sifat-sifat yang terbangun menjadi jiwa
atau ruhnya sekolah. Sifat-sifat yang harus dimiliki kepala sekolah dalam
kepemimpinan di sekolah agar menjadi teladan yang baik bagi siswa,
yaitu jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan
keputusan, berjiwa besar, stabil emosi, dan tentu, teladan. Ini adalah
beberapa sifat yang harus dimiliki dalam menjalankan tugas
kepemimpinan kepala sekolah.
Sebagai pemimpin yang memiliki kuasa dalam perencanaan
program sekolah dan juga pengambil keputusan serta pembuat
kebijakan sekolah, kepala sekolah menjalankan tugas pengorganisasian.
Kepala sekolah melakukan pengorganisasian yang menjadi bagian
perencanaan sumber daya manusia dalam penelitian ini yaitu tenaga
kependidikan. Guru dan tenaga kependidikan telah mengetahui tugas
yang harus mereka selesaikan dengan adanya analisis pekerjaan dan
spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan kepala sekolah. Deskripsi
pekerjaan tersebut berisi uraian tugas dan tanggung jawab setiap
personel sekoalh, alur penerimaan dan pengiriman informasi, ruang
kerja, peralatan atau komputer dan ATK, kualifikasi pekerjaan, balas jasa
atau upah, dan penempatan pada pekerjaan yang sesuai dengan
97
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018.
86
kemampuan guru dan staf. Tujuannya untuk memberikan pelayanan
yang baik kepada setiap orang yang membutuhkan informasi atau data
sekolah dan alat sekolah, membangun kerjasama yang baik dengan
kepala sekolah dan dewan guru. Sehingga budaya kerjasama terjalin
antara kepala sekolah dan guru.
Pengarahan yang dilakukan kepala sekolah sebagai penjelasan,
petunjuk serta pertimbangan dan bimbingan terhadap guru, staf, dan
siswa yang terlibat dalam kegiatan sekolah. Kegiatan dilakukan dalam
berbagai cara antara lain dengan melaksanakan orientasi tentang
pekerjaan yang akan dilakukan guru dan staf. Kepala sekolah memiliki
tipe kepemimpinan yang langsung turun untuk memberikan petunjuk
secara lisan dan langsung dari kepala langsung. Kepala sekolah sering
memberikan penjelasan singkat, memberikan petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.
2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kepemimpinan kepala sekolah dapat diterapkan dengan mencari
salah satu atau sebagian dari berbagai model kepemimpinan yang
digunakan untuk;
a. Sosialisasi nilai-nilai religius yang disepakati sebagai sikap dan
perilaku ideal yang diingin dicapai pada masa mendatang di
lembaga pendidikan.
b. Penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan
dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di
lembaga pendidikan yang mewujudkan nilai- nilai religius yang
telah disepakati tersebut.
c. Pemberian penghargaan terhadap prestasi warga lembaga
pendidikan, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik
sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung
87
sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan
nilai-nilai religius yang telah disepakati.98
Berdasarkan hasil penelitian diantara kendala yang dihadapi dalam
mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran meliputi dukungan orang tua dalam menerapkan budaya
religius sekolah.
3. Hasil Yang Dicapai Dari Pengembangan Budaya Religius di SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran berusaha untuk membangun
sebuah budaya Religius yang dapat mempertahankan nilai-nilai keislaman
dalam menjaga moral sumber daya manusia sekolah. Dalam penelitian ini
ciri-ciri budaya Religius yang baik adalah mengucap salam, berakhlak
muslim, memupuk harapan semua orang, saling menghargai, memberi
kenyamanan, kebersamaan, dan kekeluargaan.
Pada hakikatnya proses pembelajaran merupakan interaksi edukatif
yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam situasi dan kondisi
tertentu. Mengajar merupakan tugas professional yang membutuhkan
penampilan maksimal pendidik agar dapat menghasilkan output yang
maksimal pula. Penampilam pembelajaran yang maksimal membutuhkan
beberapa kompetensi pendidik masing-masing. Salah satu kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah kompetensi religius.
Kompetensi religius merupakan suatu kemampuan yang memuat nilai-nilai
keagamaan baik secara lahir maupun batin yang mesti melekat dan
menjadi contoh bagi peserta didik, orang tua, sesama pendidik, dan
masyarakat.
Kompetensi religius merupakan sesuatu yang menjadi dasar pokok
untuk menyelaraskan konsep budaya religius. Sedangkan budaya
religius itu sendiri adalah cara berfikir dan cara bertindak warga
sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).
98
Edi Mulyadi, Strategi Pengembangan Budaya Religius Di Madrasah, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan, 2018), Vol. 6, hal. 10.
88
Konsep Islam tentang budaya religius dapat dipahami dari doktrin
keagamaan. Dalam Islam seseorang diperintahkan untuk beragama
secara kaffah, hal ini dijelaskan dalam Al-qur‟an surat Al Baqarah ayat
208:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”99
Budaya religius merupakan modal dasar bagi suatu sekolah yang
memiliki siswa dan lingkungan muslim agar menjadi jati diri untuk dapat
hidup di tengah-tengah masyarakat, untuk mendapatkan hal tersebut
harus dimulai pada diri setiap manusia, di sekolah misalnya harusnya
semua warga sekolah memiliki pola hidup berbudaya religius.
Pelaksanaan budaya religius di sekolah tentunya membutuhkan
adanya keterkaitan dengan kepemimpinan. Mengenai kepemimpinan
sebagai upaya untuk mengembangkan budaya religius perlu diperhatikan
model kepemimpinan yang relevan terhadap situasi dan kondisi yang
ada, bisa dilihat warga sekolahnya seperti apa, kondisi dan iklim
lingkungannya bagaimana, dan tak kalah pentingnya kepekaan dan rasa
kesungguhan kepala sekolah, para pendidik, serta segenap peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian, budaya Religius yang diterapkan di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran terdiri dari beberapa kebiasaan
yang dijalankan dengan berdasarkan ajaran Islam. Budaya Religius yang
tercermin di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah:
a. Membiasakan Memakai Busana Muslim dan Muslimah ke Sekolah.
Cara berpakaian adalah tata krama yang telah diatur dalam syariat,
di dalam Islam cara berpakaian bukan sekedar aksi ekonomi ataupun
99
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Log. Cit, hal. 40.
89
produk budaya. Cara berpakaian adalah bentuk ibadah yang telah
tersurat. Busana yang baik menunjukkan jati diri orang yang memakai
busana tersebut. Busana yang mencerminkan perilaku muslim dan
muslimah yaitu busana yang menutupi aurat yang sesuai dengan ajaran
agama. Di dunia pendidikan memakai busana muslim dan muslimah
mengajarkan anak-anak didik untuk membiasakan diri sejak dini untuk
selalu menjaga aurat dan penampilan mereka agar senantiasa selalu
dalam koridor agama.
Wawancara dengan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran, ia mengatakan: “Memakai busana muslim dan muslimah
ketika berada dilingkungan sekolah sudah diterapkan sejak dahulu,
karena sekolah ini adalah warga sekolahnya mayoritas muslim maka ini
menjadi kebiasaan siswa untuk menunjukkan jati dirinya sebagai orang
muslim”.100
Meskipun memakai busana muslim dan muslimah hanya selama
berada di lingkungan sekolah setidaknya peserta didik bisa mengerti
bahwa berpakaian menutupi aurat adalah identitas, aturan, kewajiban
dari agama yang mereka yakini. Dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menganjurkan untuk membiasakan pesertadidik dengan
memakai pakaian yang muslim dan muslimah bagi yang beragama Islam
ketika berada di dalam lingkungan sekolah.
Ketika penulis melakukan observasi di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran tersebut tentang penerapan pemakaian busana muslim dan
muslimah siswa ternyata memang betul bahwa kebiasaan memakai
busana muslim dan muslimah diterapkan oleh siswa dan siswi tetapi ada
sebagian peserta didik yang tidak memakai pakaian muslim dan
muslimah.101 Hal ini sependapat dengan hasil wawancara dengan guru
agama di sekolah tersebut, ia mengatakan bahwa:
100
Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
101Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
90
“Saya sebagai guru agama di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran ini sudah memberikan arahan agar ketika para peserta didik
akan sekolah maka harus memakai busana muslim dan muslimah
karena selain busana ini adalah sebagai identitas agama juga
mengajarkan kepada anak-anak untuk selau menutup aurat terutama
sekali anak-anak perempuan. Siswa dan siswa sudah memakai busana
muslim ketika berada dilingkungan sekolah tetapi masih ada juga peserta
didik yang tidak memakai busana muslim”.102
Memakai busana muslim dan muslimah memang sudah menjadi
peraturan yang wajib di agama Islam, namun di lingkungan pendidikan di
Indonesia adalah hal yang tabu untuk memakai busana muslim ke
sekolah kecuali di sekolah-sekolah Islam. Penerapan memakai pakaian
muslim dan muslimah ini adalah PR untuk semua kalangan untuk lebih
menjadi kebutuhan pribadi. Ketika penulis melakukan observasi di
sekolah dasar tersebut mengenai penerapan memakai busana muslim di
sekolah adalah ketika hari Jum‟at para siswa semuanya memakai
busana muslim dan muslimah tetapi ketika di hari-hari lainnya para
siswa-siswi tidak memakai pakai muslim sehingga di sini terlihat bahwa
tidak ada ketetapan peraturan dari pihak sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran.103
Hal ini senada dengan apa yang penulis dapatkan dari Wawancara
dengan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan
bahwa: “Kami hanya memakai busana muslim ketika hari Jum‟at saja,
tetapi ketika hari-hari lain kami tidak memakai busana muslim. Bagi yang
senang memakai busana muslim maka ia memakai busana muslim, bagi
yang tidak suka memakai busana muslim juga tidak dipermasalahkan
oleh guru”.104
102
Wawancara, Guru Agama, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
103Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
104Wawancara, Siswa, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
91
Dari informasi yang penulis dapatkan dari ibu kantin sekolah SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang berjualan di sekolah tersebut ia
mengatakan: “tidak semua anak di sekolah ini memakai pakaian muslim
dan muslimah, dan ketika hari Jum‟at anak-anak perempuan pagi-pagi
memakai jilbab tetapi ketika jam istrhat pertama jilbabnyapun sudah
dilepas”.105
Pemakaian busana muslim ini harus bisa diterapkan dilingkungan
sekolah agar terciptanya suasana lingkungan yang agamis dan
memberikan efek pada hati para peserta didik untuk menyadari dan
menghayati arti dari pakaian yang mereka pakai sehingga ketika
memakai busana muslim dan muslimah di lingkungan sekolah maka
akan terasa nuansa yang agamis yang sesuai dengan syari‟at Islam dan
ajaran Rasulullah SAW, meskipun sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran ini bukan berada di bawah naungan Departemen Agama
tetapi warga sekolahnya adalah secara keseluruhannya beragama Islam.
Dari hasil wawancara dan observasi penulis di atas maka dapat
diketahui bahwa penerapan memakai busana muslim dan muslimah
disekolah tersebut belumlah tercapai sepenuhnya dikarenakan tidak
adanya ketetapan peraturan yang kuat dari pihak sekolah sehingga
peserta didik tidak merasa takut ketika tidak memakai pakaian yang baik.
Maka hal ini belum sejalan dengan teori budaya dengan pendekatan
historis yang menekankan pada warisan sosial dan tradisi kebudayaan,
dimensi keyakianan dimana sikap relegius berpegang teguh pada
pandangan teologis dan doktirin yang diyakini dan firman Allah yang
menjadi aturan disetiap gerak gerik umat manusia.Dan firman Allah surat
Al-Ahzab ayat 59:
105
Wawancara, Ibu Kantin, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
92
Artinya:”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( Q.S. Al Ahzab:59).106
b. Penerapan Memperingati Hari Besar Islam
Kegiatan memperingati hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan
Maulid Nabi adalah tradisi Islam yang kental dilaksanakan oleh
masyarakat muslim di Indonesia, demikian pula di lembaga pendidikan.
Seperti halnya di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran telah
melakukan hal ini sebagai salah satu kebiasaan sekolah tersebut. Hal ini
sebagai mana telah dikemukakan oleh Kepala Sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran mengatakan: “Kegiatan memperingati hari-hari
besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan Maulid Nabi merupakan salah satu
kebiasaan sekolah ini sejak dahulu yang direncanakan olah pihak
sekolah dan dilaksanakan oleh guru dan para peserta didik sekolah SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran ini, diharapkan dengan kegiatan ini
para siswa dapat lebih mengenal kebiasaan yang Religius dan dapat
menampilkan kegiatan yang Religius”.107
Melalui pembiasaan memperingati hari-hari besar Islam, siswa
siswa dapat dididik dengan ajaran agama Islam secara utuh yang
mencakup semua dimensi yang dimilikinya, hati dan akalnya, jasmani
dan rohaninya serta akhlak dan keterampilannya serta menanamkan
konsep-konsep keimanan ke dalam jiwa mereka secara dini.
Pengamatan penulis di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dalam
106
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op. Cit, hal. 603. 107
Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018
93
kegiatan hari besar keagamaan, seperti Isra‟ Mi‟raj Nabi Besar
Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tahun, dimana para siswa
dan siswi antusias mengikuti acara ini. Di dalam acara Isra‟ Mi‟raj
tersebut para guru dan siswa saling bekerja sama untuk mensukseskan
acara tersebut. Acaranya cukup sederhana guru dan siswa membawa
makanan dari rumah masing-masing dan saling bertukar makanan
sehingga disini terciptanya keakraban sesama pelajar. Para siswa dan
siswi juga menampilkan persembahan yang bersifat Religius seperti
kosidahan robana, puisi Islam, dan ceramah singkat oleh para peserta
didik yang dipilih oleh guru pelatih.108
Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan melalui wawancara
dengan guru penjas di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
ini, ia mengatakan: “dalam rangka memperingati Isra‟ Mi‟raj Nabi ini kami
sengaja melatih siswa untuk menampilkan persembahan yang Religius
agar mereka bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang modern
saja, tetapi juga mengetahui tentang budaya Islam”.109 Senada dengan
penjelasan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ia mengatakan,
“saya merasa sangat senang ketika hari-hari perayaan ini dilaksanakan,
karena kami bisa mengajak orang tua untuk ikut dalam peringatan acara
ini, saya juga merasa bangga karena dapat menampilkan persembahan
kosidahan Religius di depan semua orang”.110
Berdasarkan wawancara dan observasi di atas dapat diketahui
bahwa kegiatan peringatan hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan
Maulid Nabi merupakan kebiasaan di sekolah tersebut sehingga didalam
kegiatan tersebut semua elemen baik itu dari para guru, siswa,
lingkungan dan pengisian acara semuanya bernuansa islam. Hal ini
mencerminkan suasana yang relegius untuk memotivasi dan
mengenalkan kepada peserta didik akan sejarah-sejarah Islam,
108
Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018 109
Wawancara, Guru, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 110
Wawancara, Siswa, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
94
mengakrabkan para peserta didik sesama pesera didik, para peserta
didik kepada guru-guru, para guru dengan wali murid.
c. Pembiasaan Mengucap Salam
Kebiasaan Nabi Muhammad SAW adalah digolongkan Hadist
Fi‟liyah atau Sunnah Fi‟liyah yaitu Sunnah Nabi yang disandarkan
kepada perbuatan Nabi. Apabila umatnya mengikuti kebiasaan tersebut
maka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Salah satu kebiasaan
Nabi Muhammad yaitu mengucap Assalamu‟alaikum ketika bertemu
dengan para shahabat dan ketika berkumpul disuatu majelis. Mengucap
salam berarti mendo‟akan orang yang diberi salam supaya sejahtera,
dan selamat. Mengucap salam seharusnya menjadi kebiasaan para umat
Islam untuk mendapatkan pahala dari Allah dengan cara yang sangat
mudah. Seharusnya kebiasaan ini juga bisa diterapkan di dunia
pendidikan ketika di lihat dari segi pembelajaran dan pembiasaan.
Penuturan dari Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran bahwa: “para guru selalu mengucapkan salam ketika akan
memasuki kelas dan ketika akan menutup pelajaran. Hal tersebut untuk
membiasakan murid agar menjawab salam dan
mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari”.111
Membiasakan mengucap salam sangatlah baik untuk diajarkan
kepada peserta didik sejak dini untuk pembinaan rasa ke imanan, rasa
beragama, dan agar mereka juga akan terbiasa mengucapkan salam
ketika sudah berada diluar lingkungan sekolah sehingga akan
mempengaruhi hatinya untuk selalu memberikan salam ketika akan
memasuki rumah, dan bertemu dengan teman-teman mereka.
Tetapi penuturan dari Guru Agama SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran ini mengatakan: “anak-anak zaman sekarang lebih suka
menyapa temannya dengan perkataan Hi, Hallo dari pada mengucapkan
111
Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018
95
Assalamu‟alaikum, karena perkembangan zaman yang sangat maju
mengikuti kebiasaan barat dari pada kebiasaan timur”.112
Penulis melihat, di lingkungan sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran ini sebagian peserta didiknya sering mengabaikan menjawab
salam ketika temannya memberikan salam, bahkan ada yang tidak
menjawab sama sekali. Ketika guru akan membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam, tetapi ada juga muridnya malah asik mengobrol
sama teman yang lain dari pada menjawab salam dari gurunya.113
Hal tersebut sangatlah tidak bersifat relegius karena tidak adanya
penghayatan dari dalam diri peserta didik.Hal serupapun di terangkan
oleh siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan:
“ketika saya akan masuk ke dalam kelas maka saya memberi salam
sampai tiga kali baru teman-teman mau menjawab salam saya”.114
Agama dan penghayatannya sangat penting dibiasakan di dalam
dunia pendidikan, karena pendidikan adalah proses pembentukan
tingkah laku dan dalam pembiasaan yang terbentuk dari kecil maka akan
terciptanya generasi muda yang akan selalu menghayati setiap
melakukan ibadah sehingga dewasa nanti. Maka dari itu sesuatu
pembiasaan adalah metode pembelajaran yang amat baik untuk
membentuk jiwa peserta didik.
Dan dari hasil wawancara dan observasi di atas tersebut bahwa
tidak semua peserta didiknya tidak menjawab salam ketika salam
diucapkan, ada sebagian peserta didik yang sudah mengerti dan faham
tentang menghayati dan praktik penerapan pembiasaan mengucap
salam tersebut dan untuk siswa yang belum melakukan hal yang baik
pada membiasakan salam ini adalah tugas kepala sekolah dan guru agar
kebiasaan tersebut berjalan dengan baik maka dari itu harus adanya
komunikasi yang baik, kerjasama yang baik, untuk mengajarkan peserta
didik secara perlahan dan bertahap.
112
Wawancara, Guru, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 113
Observasi, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 114
Wawancara, Siswa, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
96
d. Membiasakan Berdo‟a Sebelum dan Sesudah Belajar
Dalam dunia Islam, do‟a bukan hanya berarti sholat, tetapi ketika
hendak melakukan suatu hal yang baik hendaklah berdo‟a. Di dalam
pendidikan pembiasaan berdo‟a ketika hendak belajar dan sesudah
belajar sudah tidak asing lagi didengar. Berdo‟a adalah meminta,
meminta kepada sang pencipta agar apa yang diinginkan akan terkabul.
Suatu pembiasaan berdo‟a ketika hendak memulai atau selesai belajar
sangat dianjurkan agar pelajaran yang dipelajari dapat melekat didalam
hati. Do‟a sangat baik untukdibiasakan kepada peserta didik sejak dini
agar ketika mereka sudah dewasa pembiasaan do‟a tersebut selalu
melekat didalam hati mereka.
Wawancara dengan Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran, ia mengatakan: “Para peserta didik disekolah ini sudah
terbiasa dengan berdo‟a ketika akan memulai pelajaran dan ketika
pelajaran telah usai, dan itu di tunjukkan dengan suararamainya peserta
didik membaca do‟a dengan suara yang lantang”.115
Pembiasaan berdo‟a dalam memulai pelajaran dengan sesudah
pelajaran sangat baik dari sikap, perilaku dan pengahyatan dari agama
yang di yakini. Dengan berdo‟a maka itu menunjukkan bahwa seseorang
itu memiliki Tuhan, yaitu Allah SWT. Hasil wawancara dengan guru
agama sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran tersebut
menuturkan kepada penulis: “Para peserta didik sudah terbiasa
membaca do‟a ketika memulai pelajaran dan menutup pelajaran,
berdo‟anya juga pasheh dalam penyebutan huruf-hurufnya karena di
rumahpun mereka mengaji dan terbiasa dengan do‟a-do‟a”.116
Observasi penulis melihat bahwa memang disekolah tersebut
ketika akan memulai pelajaran jam pertama maka para peserta didik
115
Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.
116Wawancara, Guru Agama, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September
2018.
97
berdo‟a dengan khusyuk, ketika sudah selesai belajar para peserta didik
tidak lagi berdo‟a dan guru yang mengajarnyapun tidak menyuruh para
peserta didik tersebut membaca do‟a setidak-tidaknya mengucap Al-
Hamdulillah saja tidak diucapkan akan tetapi membaca do‟anya ketika
pelajaran terakhir selesai dan akan pulang kerumah.117 Wawancara
dengan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran mengatakan: “kami
selalu berdo‟a ketika akan memulai pelajaran pada jam pertama setelah
habis kami tidak berdo‟a lagi tetapi akan berdo‟a lagi ketika jam pelajaran
terakhir selesai”.118
Hal tersebut pembiasaan berdo‟a ketika akan memulai pelajaran
dan menutup pelajaran belumlah sepenuhnya dalam mengahyati,
membiasakan membaca do‟a disekolah tersebut, hal tersebut
memerlukan strategi dari kepala sekolah dan para guru agar terciptanya
budaya relegi dan pembiasan yang baik. Salah satu faktor keberhasilan
strategi itu adalah penggerakan dan pelaksanaan, maka seharusnya
seluruh elemen disekolah tersbeut harus mendukung kebiasaan, aturan
dan kebijakan yang telah dibuat. Dalam Alqur‟an juga ditegaskan tentang
berdo‟a pada surat Al-Baqoroh ayat 186.
وإذا دعىج أ جية قرية فئو ي عى ي عثادي ٱلدهاعسألك دعان إذا
)٦٨١ :البقراة(فليستجيث ىاليولي ؤمى ىاتيلعلهه ميرش د ون
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.119
117
Observasi. Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 118
Wawancara, Siswa, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 119
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.cit. hal 35.
98
4. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Dalam kepemimpinan sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah
serta dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan kesiswaan.
Kepala Sekolah merupakan orang yang pertama dalam mengemban
tugas sebagai penanggung jawab di bidang kepemimpinan sekolah,
meningkatkan kualitas pembelajaran dan mewujudkan suasana kehidupan
sekolah yang kondusif dalam pembelajaran, demi terwujudnya visi, misi
dan tujuan sekolah tersebut. Mengingat pentingnya struktur organisasi
demi kelancaran pelaksanaan pembelajaran dan memberikan tanggung
jawab pada seluruh komponen sekolah mengenai tugas dan fungsinya
masing-masing.
Komunikasi antara kepala sekolah terhadap pendidik dan peserta
didik sangat diharapkan dalam upaya pengembangan model
kepemimpinan dan budaya religius, karena dengan terjalinnya sinergitas
yang mantap akan mudah mewujudkan cita-cita yang telah ditetapkan
dalam program-program sekolah. Penerapan model kepemimpinan dan
budaya religius tersebut dapat terlihat dari kegiatan keseharian di
Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya masing-masing.120
Adapun berdasarkan data yang penulis kumpulkan selama
melakukan penelitian penulis menemukan bahwa Model Kepemimpinan
Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran diantaranya dapat penulis jabarkan sebagai
berikut:
a. Menerapkan model kepemimpinan kharismatik
Dalam pelaksanaan kepemimpinan kesehariannya kepala sekolah
sering menunjukkan dan menerapkan model kepemimpinan yang
kharismatik yang menjadikan diri sosok pemimpin yang disegani, hal ini
120
Observasi, Tanggal 6 Agustus 2018
99
terbaca pada pengamatan penulis dalam kegiatan di sekolah, baik dalam
berbicara, bersikap, dan berinteraksi antar warga sekolah, sehingga hal ini
seringkali memberikan efek yang baik terhadap jalannya sekolah,
kemudian kepala sekolah selalu memberikan contoh yang baik pada para
pendidik dan peserta didik.121
Penulis melihat adanya corak dan warna tersendiri dari sikap
berprilaku oleh kepala sekolah yang menunjukkan model yang dapat
memberikan kewibawaan sehingga disadari atau tidak sangat berimbas
pada program kerja yang dibuat oleh kepala sekolah. Kepala sekolah
bersama-sama pendidik senantiasa melakukan upaya-upaya yang
berorientasi terhadap pengembangan budaya religius.
Berdasarkan observasi yang penulis lihat dalam pelaksanaan tugas
kepala dan pendidik, yaitu:
1) Kepala sekolah merencanakan, melaksanakan program-program
kepala sekolah.
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial
ekonomi warga sekolah.
4) Menunjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik pendidik, serta nilai-nilai religius dan etika.
5) Memelihara dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa.122
Sebagaimana yang diungkapkan Bapak H. Saini, S.Pd.I selaku
Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa: para pendidik yang telah lama
mengajar di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri
Hilir Provinsi Riau ini yang sudah cukup lama menjadi pendidik yang dapat
dijadikan contoh dalam perkembangan kepribadian dan penanaman nilai
121
Dokumentasi, Tanggal 6 Agustus 2018 122
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
100
budaya religius pada peserta didik. pihak pendidik selalu memberikan
bimbingan yang baik pada siswa. Baik itu dalam belajar maupun dalam
tingkah laku sehari-hari. Pihak pendidik selalu memberikan bimbingan
dalam pelaksanaan keseharian yang diterapkan di sekolah, seperti shalat
berjamaah, dan kegiatan keagamaan lainnya seperti peringatan hari besar
Islam dan kegiatan pada hari jum‟at.123
Selanjutnya melalui wawancara dengan guru Pendidikan Agama
Islam, Ibu Rubianti, S.Pd.I menjelaskan bahwa:
Dalam membangun nilai-nilai keagamaan pada siswa, khususnya
dalam pelaksanaan pembelajaran di luar jam pembelajaran, saya selalu
berusaha dalam memberikan contoh serta bimbingan terhadap siswa
dalam upaya menerapkan prinsip budaya religius. Seperti dalam awal dan
akhir pelaksanaan pembelajaran, di mana siswa dibiasakan untuk
mengucapkan salam dan berdo‟a. memberikan kebiasaan mengucapkan
salam ketika siswa berpapasan atau bertemu dengan masyarakat atau
orang lain, mengajak siswa bersemangat dalam mengkaji ajaran agama,
berbusana yang sopan dengan nilai-nilai religius. Seperti yang kita ketahui
bahwa kebersihan itu sebagian dari iman, maka untuk membiasakan sikap
dan prilaku hidup bersih hendaknya dimulai dari para pendidik dan tenaga
kependidikan untuk memberikan contoh tersebut, seperti jika ada melihat
sampah langsung diambil dan dibuang ke tempat sampah, peserta didik
yang melihat tentunya akan mencontoh perilaku tersebut. kemudian lagi
ada program sekolah yakni kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI),
kegiatan shalat Dhuha setiap hari jum‟at.124
Pengamatan penulis di lokasi penelitian menemukan bahwa dalam
setiap pelaksanaan sekolah, Kepala Sekolah senantiasa menerapkan
model kepemimpinan yang baik kepada tenaga pendidik, kependidikan dan
kepada peserta didik. Sikap dan prilaku Kepala Sekolah tersebut telah
123
Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
124 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
101
mencerminkan model kepemimpinan yang mengarah dan membentuk pada
panutan oleh setiap personil sekolah. Pengamatan penulis lainnya ialah
dalam pelaksanaan pembelajaran, pendidik selalu menerapka metode
pembelajaran, yang salah satu metode pembelajaran yang lazim digunakan
pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya dalam
meningkatkan pengamalan sikap keagamaan dan budaya religious yaitu
metode demonstrasi, seperti pada materi shalat, pendidik lebih dahulu
menunjukkan gerakan dan bacaan shalat, kemudian membimbing peserte
didik secara langsung dalam pelaksanaan shalat zuhur berjama‟ah, dengan
adanya bimbingan secara langsung tersebut tentunya dapat meningkatkan
pengalaman dan pengamalan peserta didik dalam beribadah. Kemudian
penulis juga melihat bahwa guru Pendidikan Agama Islam dan guru mata
pelajaran lainnya selalu bersikap memberikan contoh dalam upaya
menciptakan lingkungan sekolah yang bersih seperti mengambil dan
membuang sampah pada tempatnya, mengucapkan salam jika bertemu
dengan orang lain, senantiasa mengajak siswa untuk shalat dan mengaji.125
Kemudian hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian tentang Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Religius
di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir
Provinsi Riau, menggambarkan adanya kriteria kepemimpinan Kepala
Sekolah sebagai berikut:
g. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
h. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
i. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
125
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
102
j. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan
tingkat kedewasan guru dan pegawai lain di sekolah.
k. Bekerja dengan tim manajemen.
l. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produtif sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.126
b. Senantiasa partisipatif
Partisipatif dicirikan dengan kadar suportif tinggi dan kadar
pengarahan yang rendah (hubungan tinggi dan tugas rendah). Gaya
kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang
cenderung pelibatkan diri secara partisipatif dalam interaksinya dengan
bawahan semisal tenaga kependidikan, tenaga pendidik, dan peserta didik
dalam pengambilan keputusan, baik dalam keputusan strategis maupun
keputusan yang bersifat teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.
Hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian menemukan bahwa
Kepala Sekolah selalu berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan
tindakan dalam mengembangkan kemajuan pendidikan di SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, hal ini dapat terlihat
bahwa Kepala Sekolah memiliki adanya rasa yakin dan percaya pada
bawahan dalam segala hal, Kepala Sekolah selalu berusaha untuk
memperoleh ide-ide dan pendapat dari personil sekolah lainnya yang
selanjutnya ide-ide tersebut digunakan secara konstruktif, diberikannya
penghargaan dan ganjaran lainnya atas keikutsertaan dan keterlibatan
setiap personil dalam suatu kegiatan sekolah. Melihat kenyataan ini
Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten
Indragiri Hilir telah membangun model kepemimpinan partisipatif dengan
membangun hubungan antar sesama secara tulus dan bijaksana yang
ditunjukkan melalui kemampuannya secara aktif dan penuh perhatian,
memahami dan merasakan suasana hati personilnya. Kepala Sekolah
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir selalu
126
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
103
proaktif untuk menggali gerak hati para stafnya yang kemudian melahirkan
emosi positif dalam diri stafnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, H. Saini, S.Pd.I
yang mengatakan: Dalam membangun ide-ide kreatif dan positif para
personil di sekolah kami, saya selalu meminta masukan-masukan
pendapat dari para pendidik dan staf saya untuk mencapai apa yang
dirumuskan dalam visi, misi, dan tujuan sekolah serta apa yang menjadi
program kerja kami di sekolah. Sebagai contoh dalam menyikapi
persoalan-persoalan kesiswaan terhadap pengaruh prilaku-prilaku yang
datangnya dari luar yang bersifat negatif, saya meminta masukan kepada
personil saya untuk memberikan jalan keluar yang terbaik. Kemudian
pada saat pembelajaran telah selesai saya dan para pendidik berbincang-
bincang tentang perangkat pembelajaran dan rumusan pembelajaran
yang telah disusun oleh para pendidik tersebut agar benar-benar dapat
dimasukkan nilai-nilai religius dalam setiap mata pelajaran yang mereka
ampu.127
Sebagaimana juga yang diungkapkan oleh salah satu siswa kelas IX
yang bahwa: Dalam keseharian di sekolah, Kepala Sekolah sering kami
lihat berkumpul dan berbincang-bincang dengan para guru apalagi saat-
saat jam istirahat, jarang sekali kami melihat Kepala Sekolah berada di
ruangan Kepala Sekolah. Kemudian Kepala Sekolah kami juga sering
berada di tengah-tengah atau bersama-sama kami para siswa, terkadang
Kepala Sekolah bertanya tentang keadaan-keadaan kami pada saat di
rumah atau pada saat kami berada pada jam bukan jam pembelajaran.
Dengan adanya cara Bapak Kepala Sekolah kami seperti itu, kami dari
siswa merasa mendapat perhatian dari sekolah.128
127
Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
128 Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
104
Kemudian salah satu siswa kelas VIII yang mengatakan Kepala
Sekolah kami selalu memberikan motivasi kepada kami pada saat beliau
berjalan-jalan memeriksa sekitar sekolah, Bapak Kepala Sekolah kami
sering jalan-jalan sekitar sekolah baik pada waktu jam belajar atau juga
jam istirahat. Bapak Kepala Sekolah kami disegani oleh kami dan para
guru, walaupun beliau sepertinya tidak pemarah, tapi cara beliau berada
dalam kebersamaan baik dengan kami para siswa dan mungkin juga
dengan para guru kami. Kami sangat mendukung cara beliau yang
demikian.129
Pengamatan penulis dalam pelaksanaan pembelajaran dan
kegiatan keseharian di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten
Indragiri Hilir menemukan bahwa Kepala Sekolah memang selalu bersikap
partisipatif. Dalam kegiatan rapat atau musyawarah di sekolah saya
melihat bahwa Kepala Sekolah memang banyak menggali pendapat-
pendapat para pendidik dan staf sekolah lainnya, kemudian lagi para
pendidik diberikan honor atas keterlibatan mereka dalam memajukan
sekolah dan upaya pembinaan siswa. Saat saya melakukan penelitian di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir pihak
sekolah disibukkan juga dengan adanya kegiatan persiapan akreditasi
sekolah. Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
Kabupaten Indragiri Hilir tampak memiliki perhatian penuh dan serius
kepada para personilnya dalam bekerja.
Hasil pengamatan penulis di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir menemukan bahwa Kepala Sekolah
memilki keinginan yang kuat dalam memajukan pendidikan di sekolah
tersebut. kemudian hal yang dilakukan para pendidik dalam kegiatan
keseharian di sekolah, khususnya dalam membangun nilai-nilai religius di
sekolah yaitu:
129
Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
105
1. Mampu melibatkan mereka sebagai subjek dalam proses
pembelajaran dan proses-proses dalam pengambilan keputusan
dimana setiap pendidik harus berkeyakinan bahwa semua siswanya
dapat belajar, memperlakukan siswanya secara adil dan mampu
memahami perbedaan siswa yang satu dengan yang lainnya.
2. Menguasai bidang ilmu yang diajarkan dan mampu menghubungkan
dengan bidang ilmu lain serta menerapkannya dalam dunia nyata, dan
3. Dapat menciptakan, memperkaya, dan menyesuaikan metode
mengajarnya untuk menarik sekaligus memelihara minat siswa.130
Dari observasi dan wawancara penulis dapat diketahui bahwa
salah satu model Kepala Sekolah dalam membangun budaya religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir yaitu
dengan memberikan kesempatan kepada para pendidik untuk senantiasa
berperan aktif dalam menangkal dan mengawasi budaya-budaya yang
tidak relevan bagi siswa baik di sekolah maupun di tengah-tengah
masyarakat. Dengan memberikan kesempatan tersebut maka motivasi
terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut dapat meningkatkan
konsep budaya sekolah yang religius karena didasarkan azas
kebersamaan.
c. Berorientasi Transformatif
Kepemimpinan transformasional memiliki ciri dominan yaitu
memiliki sensitivitas terhadap pengembangan organisasi,
mengembangkan visi bersama antarkomunitas organisasi,
mendistribusikan peran kepemimpinan, mengembangkan kultur sekolah,
dan melakukan usaha restrukturisasi. Kecendrungan kepemimpinan
transformatif adalah: pertama, mendorong terjadinya transformasional
lebih cepat dengan memberdayakan seluruh potensi organisasi mulai dari
bawahan hingga pada jajaran atas; kedua, kepemimpinannya lebih
transaksional dalam menjalankan roda organisasi/lembaga
130
Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
106
Kendala kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran diuraikan
sebagai berikut:
a. Kebiasaan Siswa yang dibawa dari Rumah
Lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, sangatlah penting dalam
pembentukan rohani peserta didik. Di sekolah hanya beberapa jam saja
para peserta didik berada dilingkungan sekolah tetapi dilingkungan
keluarga lebih banyak para peserta didik menghabiskan waktu. Suatu
pembiasaan jika itu sudah melekat di diri para peserta didik maka ketika
berada diluar rumahpun akan dibawa kebiasaan tersebut. Hal tersebut
dijelaskan oleh Guru melalui wawancara dengan penulis ia mengatakan:
“Kendala kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dan
guru-guru dalam mengembangkan membentuk pembiasaan dalam
pengahayatan dari agama yang diyakini adalah kebiasaan peserta didik
yang telah dibawa dari lingkungan keluarga, seperti cara berpakaian dan
seperti tutur sapa yang kurang baik, bersikap yang belum terbentuk
menjadi baik, dan cara memperlakukan teman dengan kurang baik.131
Kebiasaan yang dibawa dari rumah dan ajaran orang tua dirumah
terkadang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh guru disekolah,
sehingga ini menjadi pertentangan dihati para peserta didik dan
membuat para peserta didik tersebut akan menjadi bingung dalam
menentukan sikap mereka. Seperti yang utarakan oleh siswa SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran ia mengatakan: “Dirumah saya tidak terlalu
dipermasalahkan oleh orang tua untuk bertutur sapa yang baik,
berbicarapun sesuka saya dan berbicara yang kurang baik kepada
siapapun terutama dengan yang lebih muda dari saya, apalagi untuk
memakai busana muslimah dan yang saya contoh adalah bagaimana
sikap orang tua saya di rumah tetapi disekolah saya disuruh oleh guru
agar melakukan apa yang jarang saya lakukan. Hal tersebut bagi saya
131Wawancara, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius
di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
107
sangat susah untuk merubah kebiasaan yang telah ada sejak sebelum
saya masuk sekolah”.132
Melalui dunia sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,
diharapkan para guru terutama kepala sekolah untuk dapat
menggerakan, membiasakan dan mengarahkan hal-hal yang baik agar
apa yang diajarkan oleh Agama Islam akan sejalan dengan budaya
peserta didik tanpa membuat peserta didik tersebut merasa banyak
melakukan kesalahan.
Seperti penuturan dari guru agama SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran menjelaskan kepada penulis bahwa: “waktu para peserta
didik lebih banyak di luar lingkungan sekolah dari pada di sekolah
sehingga ini menjadi kendala kepala sekolah dan guru-guru untuk
mengembangkan budaya relegius mereka, yang mana kebiasaan yang
mereka bawa itu belum baik seperti belum berbicara yang sopan kepada
teman, selalu ribut ketika ada siraman rohani yang guru berikan”.133
Dari keterangan di atas maka dapat diambil pemahaman bahwa
apa yang menjadi kebiasaan yang kurang baik dari lingkungan keluarga,
lingkungan bermain, hal tersebut akan mempengaruhi sikap siswa untuk
menghayati agama. Dalam Islam tanggung jawab pendidikan bermula
dari keluarga, jika keluarga tidak mampu membentuk keperibadian anak
maka tanggung jawab pendidikan dibebankan kepada di luar rumah
seperti sekolah. Maka diharapkan kepada pihak sekolah agar dapat
mengarahkan sikap yang kurang baik dari siswa tersebut akan menjadi
baik karena peran kepala sekolah, guru adalah mengajar sekaligus
mendidik dan sebagian besar peserta didik lebih mempercayai apa yang
dikatan oleh gurunya dari pada orang tuanya.
b. Tidak Adanya Kerja Sama yang Baik
132Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 133Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
108
Kerja sama, gotong royong, saling bantu adalah suatu sikap yang
baik untuk dilakukan didalam suatu lebaga organisasi baik itu organisasi
pendidikan. Sikap tersebut seolah-olah sebagai obat untuk menjadikan
pekerjaan yang berat akanmenjadi ringan. Dalam mengembangkan
budaya relegiusitas siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala
sekolah seorang saja, tetapi hal tersebut menjadi tugas dari semua
pihak, guru, masyarakat sekitar, orang tua dirumah, dan teman. Hal
tersebut agar dalam hal pencapaian untuk menghayati suatu agama
akan terasa mudah dikarenakan ada kerja sama tersebut.
Penuturan dari kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran tersebut mengatakan: “Hal yang menjadi kendala saya dalam
mengembangkan budaya relegius siswa adalah tidak adanya kerja sama
yang baik antara guru, orang tua, dan siswa. Misalnya dalam
mempersiapkan acara memperingati hari besar Islam, Cuma satu orang
guru saja yang mau ikut berpartisipasi melatih anak-anak qosidahan
rebana sedangkan guru yang lainnya mengabaikan persiapan tersebut.
Dan dengan orang tua murid ketika acara Isra‟ Mi‟raj sudah diundang
untuk ikut dalam acara tersebut tetapi cuma setengahnya saja yang
datang”.134
Dari hal tersebut nampaklah bahwa kerja sama antara sesama guru
saja belum berjalan dengan baik apa lagi kerja sama orang tua murid
dengan masyratakat sekitar. Seperti halnya penuturan dari Guru Penjas
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran mengatakan: “ketika saya melatih
peserta didik dalam persembahan acara Isra‟ Mi‟raj dari guru-guru hanya
saya saja yang melatihnya dan kepala sekolah cuma sebentar ikut
melatih peserta didik tersebut bahkan guru agama saja tidak ada
memunculkan diri ketempat latihan peserta didik”.135
134Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 135Wawancara, Guru Penjas, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
109
Maka dapat dipahami bahwa kerja sama yang baik akan
menimbulkan efek yang baik bagi semua warga sekolah, karena
pekerjaan yang berat akan terasa ringan, dan akan membuat pengertian
di hati masing-masing murid dalam mengembangkan sikap budaya
relegius siswa.
c. Sumber Daya Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik tidak di
Latar Belakangi dengan Pendidikan Islam
Suatu proses pendidikan yang panjang akan mempengaruhi
perkembangan jiwa seseorang. Pendidikan yang dilatar belakangi oleh
pendidikan yang Islam akan cenderung baik dari pada pendidikan yang
non Islam. Dari proses pendidikan yang Islam tersebut akan melahirkan
rohani yang baik, karena jiwa dan hatinya sudah ditempa dengan ajaran-
ajaran Islam.
Keterangan yang penulis dapatkan dari kepala sekolah SMP Satu
Atap Kecamatan Pelangiran menuturkan: “Jenjang pendidikan yang saya
tempuh dari semenjak saya bersekolah tidak ada sekolah yang Religius,
saya sekolah madrasahpun tidak pernah. Dan itu menjadi salah satu
kendala saya dalam mengembangkan budaya relegius siswa karena
saya juga belum sepenuhnya memahami apa itu tentang mengahayati
agama dan prakktek sehari-hari”.136
Seperti halnya keterangan dari Guru tersebut menerangkan:
“zaman saya bersekolah kemaren tidak ada dikampung saya sekolah
pesantren maupun madrasah. Maka dari itu jenjang pendidikan sayapun
dari sekolah-sekolah umum, cuma saya dari kecil ikut mengaji di
rumah”.137
Pendidikan akan mempengaruhi proses kehidupan, pendidikan
yang baik, sosialisasi yang baik jugaakan menimbulkan efek yang baik.
136Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 137Wawancara, Guru Penjas, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
110
Pendidikan Islam diharapkan akan melahirkan jiwa-jiwa yang sholeh.
Sikap beragama dan menghayati agama serta mempraktikkannya
kedalam kehidupan sehari-hari merupakan proses pendidikan. Hasil
observasi pada latar belakang pendidikan tenaga kependidikan dan
tenaga pendidik dilihat dari data keadaan tenaga kependidikan dan
tenaga pendidik adalah cuma satu orang guru saja yang jenjang
pendidikannya dilatar belakangi pendidikan Islam dan sarjana pendidikan
dan sertifikasinya yaitu guru kelas bukan guru agama sedangkan guru
yang lainnya tamatan sekolah-sekolah umum.138
Pendidikan yang ditempuh juga salah satu syarat dalam
pembentukan sikap, tingkah laku, sebagai pemimpin pendidikan disuatu
lembaga sekolah harus bisa memotivasi bawahannya untuk bersikap
sesuai dengan ajaran islam meskipun pendidikan bawahnnya tidak
dilatar belakangi dengan pendidikan Islam.
Strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu:
a. Memberikan Teladan
Keteladanan merupakan faktor mutlak yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah dan guru di suatu sekolah. Keteladanan memang mudah
dikatakan, tetapi sulit untuk dilakukan. Sebab, keteladanan lahir melalui
proses pendidikan yang panjang, mulai dari pengayaan materi,
perenungan, penghayatan, pengalaman, ketahanan, hingga konsistensi
dalam aktualisasi. Dalam hal ini pendidikan mengalami krisis
keteladanan. Inilah yang menyebabkan degradasi pengetahuan dan
dekadensi moral menjadi akut di negeri ini. Banyak tenaga kependidikan
yang sikap dan perilaku mereka tidak bisa menjadi contoh bagi peserta
didik. Mereka kehilangan mentor yang bisa di-gugu dan ditiru.
Sebagaimana hasil dari Wawancara dengan kepala sekolah SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan: “keteladanan salah
138Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
111
satu cara kami untuk memberikan contoh kepada peserta didik untuk
selalu membiasakan apa yang diperintahkan oleh Allah serta
menghayatinya di dalam hati”.139 Memberikan teladan atau contoh yang
baik seharusnya timbul dari dalam hati dan diapresiasikan dengan
perbuatan. Jadi apa yang ada dihati selaras dengan perbuatan anggota
tubuh.
Hasil wawancara dengan guru SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran mengatakan bahwa: “Kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran sering memberikan teladan dalam hal kebersihan
seperti kepala sekolah sering ikut mengambil sampah dengan peserta
didik ketika operasi semut, kedisiplinan seperti lebih dahulu datang
kesekolah dari pada guru-guru yang lain, tanggung jawab seperti dalam
kegiatan memperingati hari besar Islam jika ada yang kurang maka
kepala sekolahlah yang menutupi kekurangan tersebut, serta khusyuk
dalam mengikuti acara keagamaan agar kami sebagai guru mengikuti
dan meneruskan keteladanan kepada peserta didik. Serta dapat tercipta
keteladanan yang berantai”.140
Keteladanan di lingkungan sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran bukan hanya di lakukan oleh kepala sekolah seorang saja,
namun para guru juga harus mempunyai sikap yang baik untuk
ditunjukkan dan dicontoh oleh semua orang baik itu di lingkungan
sekolah maupun di luar lingkungan sekolah sehingga tidak menimbulkan
pro dan kontra bagi peserta didik maupun masyarakat sekitar. Hal ini
ketika penulis melakukan pengamatan kepada guru-guru ketika mereka
berada di lingkungan sekolah mereka memakai busana muslim dan
muslimah tetapi ketika jam pelajaran habis dan para guru pulang
kerumah masing-masing maka hal yang dilakukannya di sekolah bertolak
belakang dengan apa yang ada di luar sekolah, guru-guru tidak lagi
139Wawancara, Kepala sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 140Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
112
mengenakan pakaian yang menutupi aurat. Juga masalah kedisiplinan,
Bapak Ibu guru selalu memberikan arahan kepada siswanya selalu tepat
waktu ketika akan memasuki jam pelajaran tetapi para guru rata-rata
terlambat 7 Menit ketika akan memberikan materi pelajaran.141
Hal senada yang diterangkan oleh siswa SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran ia mengatakan: “guru-guru di sekolah selalu
menasehati kami agar tidakhanya memakai busana muslim dan
muslimah ketika di sekolah saja, tetapi ketika sudah berada di luar
sekolah harus memakai busana muslimah juga. Tetapi kenyataannya ibu
juga tidak memakai busana muslimah ketika sudah di luar lingkungan
sekolah”.142
Dari keterangan di atas bahwa sikap yang baik untuk ditiru oleh
peserta didik tidak lagi ditunjukkan oleh guru di sekolah tersebut
sehingga apa yang dikatakan oleh lisan tidak senada dengan perbuatan
badan. Hal ini menjadi sikap yang dinamakan keteladanan untuk
memberikan contoh yang baik kepada peserta didik tidak lagi dijumpai.
Observasi yang dilakukan ketika acara peringatan Isra‟ Mi‟raj Nabi salah
seorang guru terlihat asyik bercakap-cakap dengan salah satu wali murid
ketika penceramah sedang berpidato di depan, hal tersebut malah
mengundang para peserta didik untuk mengikuti perbuatan yang tidak
khusyuk tersebut.143
Maka menurut penulis hal tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh
seorang figur peserta didik, karena tidak mencerminkan sikap
keteladanan yang baik tetapi akan menimbulkan hal yang negatif agar
peserta didik untuk mengikuti sikap yang kurang baik tesebut.
Seharusnya sebagai model harus bisa menjaga perbuatan, sikap, dan
perkataan agar tidak ada hal yang bisa menimbulkan hal yang serupa
141Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 142Wawancara, SIswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 143Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
113
akan terjadi kepada peserta didik juga. Maka salah satu strategi yang
baik akan berjalan seharusnya adanya kerja sama yang baik. Ketika
kepala sekolah berperilaku baik dan memberikan teladan yang baik
maka seharusnya gurupun ikut mencontohkan yang baik.
Sebagai umat manusia wajib menjadikan Rasulullah teladan yang
baik dari segi kehidupan. Karena beliau adalah uswah hasanah (teladan
yang baik). Firman Allah dalam Al-qur‟an surat al-ahzab ayat 21:
وٱليومٱلخر وذكر أسوة حسنة لمن كان يرجوا ٱلل لقد كان لكم في رسول ٱلل
كثيرا )١٢: الاحزاب(ٱلل
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.144
b. Membiasakan Perbuatan yang Mengandung Nilai Ibadah
Kebaikan dapat ditunjukkan dengan cara bertutur sapa, bersikap,
bertindak, bergaul dengan sesama, membiasakan hidup bersih dan
saling tolong menolong. Hal ini dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari. Suatu pekerjaan atau tindakan baik itu dalam hal yang besar
maupun hal yang kecil akan terasa ringan apabila sudah terkonsep
dalam diri untuk menjadikannya suatu kebiasaan. Membiasakan hal-hal
yang baik ini dimulai dari diri sendiri maka akan menimbulkan efek
kebaikan juga kepada orang lain.
Di sekolah dasar tesebut dapat dilihat bahwa kebiasaan-kebiasaan
kecil yang mengandung suatu ibadah yaitu masalah kebersihan. Setiap
pagi para siswa melakukan operasi semut yaitu mengambil sampah lalu
sampah tersebut dimasukkan kedalam tong sampah dan selalu para
siswanya melakukan piket kelas sebelum lonceng berbunyi dan selalu
mencuci tangan ketika sehabis belajar dan bermain.145
144Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Op.cit. hal. 595. 145Observasi. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
114
Menurut keterangan dari guru mengatakan bahwa: “kami sebelum
masuk kelas selalu mengambil sampah yang berserakan. Hal ini untuk
membiasakan siswa dengan hal-hal yang kecil tapi bernilai suatu ibadah
yaitu menjaga kebersihan. Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah untuk
selalu hidup bersih karena kebersihan itu sebagian dari iman”.146
Dalam kebudayaan lokal dan ajaran Islam terkadang sejalan dan
terkadang juga tidak selaras, dalam hal kebersihan, gotong royong, sikap
yang baik, perbuatan yang mengandung suatu ibadah walaupun dalam
sekala kecil tetapi sangat mempengaruhi nilai di mata Allah. Seperti
pengamatan penulis yaitu ketika ada seorang keluarga peserta didik
meninggal dunia maka sebagai ungkapan tolong menolong kepada
sesama maka para peserta didik yang lainnya menyisihkan uang saku
mereka untuk dibagikan kepada keluarga yang meninggal bahkan ada
juga yang memberikan bahan pangan berupa beras, walaupun yang
mereka berikan itu tidaklah banyak tetapi hal tersebut sangat baik untuk
dibiasakan kepada peserta didik untuk saling memberi, saling tolong
menolong ketika orang mendapatkan musibah.147
Pengamatan penulis dilingkungan sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran tersebut tidak semua peserta didiknya yang
melakukan hal-hal yang baik, ada juga peserta didik yang melakukan
suatu kegiatan yang bertentangan dengan adat, budaya, dan agama. hal
tersebut terlihat dari kebiasaan buang air kecil. Para siswa terutama laki-
laki ketika ingin buang air kecil melakukannya di belakang gedung
sekolah, tempat terbuka dan hal itupun dilakukan sambil berdiri.148
Dari penuturan yang didapat dari murid SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran ia mengatakan: “hal-hal seperti buang air kecil ditempat
terbuka itu sudah biasa kami lakukan, karena para guru tidak
146 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 147Observasi. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 148Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di
SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
115
memperbolehkan kami buang air kecil atau buang air besar di WC
sekolah”.149
Dari penuturan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran mengatakan:“Dalam hal siswa-siswa yang melakukan buang
air kecil di belakang gedung sekolah dan ditempat terbuka memang betul
kami dari pihak sekolah tidak memperbolehkan siswa untuk
menggunakan WC sekolah karena anak-anak tersebut ketika sudah
selesai buang air kecil dan buang air besar maka mereka tidak mau
membersihkannya lagi sehingga WC sekolah hanya dikhususkan kepada
guru dan tamu saja”.150
Dari hasil wawancara dan observasi diatas maka hal tersebut
bukanlah pembiasaan yang baik tetapi sangat bertentangan dengan
akidah Islam dan tidak mencerminkan budaya yang baik. Upaya untuk
menanamkan budaya, pembiasaan yang baik sebenarnya dapat
dilakukan secara produktif melalui latihan untuk mengembangkan rasa
keimanan di dalam jiwa, selalu memberikan motivasi, dan penggerakan
yang penting untuk selalu berada di koridor agama yang benar.
c. Memberikan Motivasi
Memotivasi bawahan yaitu guru, pegawai sekolah, serta siswa
merupakan salah satu tugas utama pemimpin, kepala sekolah tidak
hanya mengetahui bagai mana caranya menumbuhkan motivasi secara
umum, tetapi mereka juga harus dapat mengajak staf pengajarnya
memahami tentang bagaimana caranya manumbuhkan motivasi tersebut
agar mereka dapat menerapkannya,. Tidak ada kepala sekolah yang
bisa membina anak buahnya satu persatu. Oleh karena itu kepala
sekolah juga menerapkan pola pembinaan berjenjang. Kepala sekolah
harus dapat mengajarkan cara-cara menumbuhkan motivasi wakilnya
149 Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 150 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
116
agar mereka dapat melakukan hal yang sama kepada staf mengajarnya
masing-masing. Demikian seterusnya secara berantai sehingga pada
akhirnya semua individu yang ada dalam sekolah akan terbina
motivasinya.
Menurut penuturan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran menuturkan: “Saya sering memotivasi para guru ketika kami
sedang duduk di kantor ketika jam istirahat agar para guru harus menjadi
model siswa agar siswa berperilaku yang baik, sopan, dan juga
memotivasi siswa ketika upacara bendera tentang hal-hal yang
menyangkut masalah disiplin, berperilaku baik, belajar menghayati dari
agama yang dianut”.151
Komitmen terhadap misi yang dijalankan, kecintaannya kepada
pekerjaan dari semua individu yang terlibat, dedikasi untuk standar kerja
yang tinggi, kegigihan mencapai tujuan sekolah, serta selalu menjadi
motivator baik dari segi materi maupun non materi. Menjadi seorang
motivator yaitu kepala sekolah mempunyai kemampuan dalam
membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa dalam diri
staf dan peserta didik.
Seperti penuturan dari guru SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
ia mengatakan: “kepala sekolah sering memotivasi guru dan siswa ketika
upacara bendera, salah satunya tentang berperilaku yang baik, ini salah
satu cara kepala sekolah untuk dapat meningkatkan pengetahuan guru
dan siswa tentang kebiasaan dari agama yang diyakini”.152
Pemberian motivasi dan memberikan siraman rohani oleh kepala
sekolah dapat diharapkan agar para pendengar motivasi tersebut akan
mengikuti motivator tersebut. Pemberian motivasi terus menerus sangat
baik bagi orang yang mendengar dan diharapkan memberikan efek baik
kedalam jiwa bawahan dan peserta didik. Memberikan motivasi juga baik
151 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 152 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.
117
dengan melakukan penulisan kata-kata mutiara dan ditempel ditempat
strategis sekolah. Dalam konteks sekolah, diusahakan banyak tempat
yang bisa ditempelkan kata mutiara, larangan dan kata bijak.
d. Memberikan Reward dan Sanksi
Untuk mendorong dan mempercepat proses dari belajar
menghayati, membiasakan suatu ibadah maka seyogyanya pihak
lembaga pendidikan memberikan reward kepada siswa yang mentaati
aturan, mendengarkan saran guru dan memberikan sanksi kepada siswa
yang tidak mengikuti proses pembelajaran menghayati agama dengan
khusyuk.
Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran, melalui wawancara dengan penulis sebagai
berikut: “Ada tahap-tahap yang harus dilakukan agar siswa belajar
menghayati agama yang diyakini, jika seorang siswa melakukannya
kegiatan disekolah dengan baik terus menerus maka kami akan
memberikan hadiah yaitu berupa materi dan non materi, jika melakukan
yang kurang baik maka akan dinasehati dan apabila melakukannya lagi
maka kami akan menghukum siswa dengan hukuman yang mendidik”.153
Hal ini dialami oleh Siswi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran
melalui wawancara dengan penulis yang mangatakan: “Saya pernah
diberi hadiah oleh guru ketika dalam acara penerimaan lapor, saya
dikasih tahu oleh guru bahwa perilaku saya selama sekolah dan ketika
mengikuti kegiatan agama selalu baik maka guru memuji saya di depan
teman-teman dan saya juga dikasih buku tulis sebagai hadiah karena
telah menjadi siswa yang baik”.154
Reward yang diberikan harus menarik, sehingga mampu membuat
para siswa untuk berlomba-lomba untuk memburunya, disinilah
153 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan
Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 154Wawancara, siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
118
pentingnya pelatihan, pembiasaan, motivasi dan praktik yang sangat
mendukung proses membudayakan sikap relegi. Pemberian sanksi
kepada peserta didik sangat perlu dilakukan sebagai wujud tanggung
jawab pihak sekolah untuk mendidik siswa agar memiliki rasa keimanan
yang baik. Siswa bisa menghormati dan memahami setiap praktik
keagamaan sehari-hari yang dilakukan disekolah dan itu bermanfaat
baik.
Hal ini dialami oleh siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,
melalui wawancara dengan penulis yang mengatakan: “Jika dalam suatu
kegiatan keagamaan saya berbuat hal yang kurang baik, maka guru
akan menghukum saya dengan mengambil sampah di lapangan sekolah.
Hukuman tersebut membuat saya malu dengan teman”.155
Menurut penulis ketika hadiah yang diterima sesuai dengan apa
yang dilakukan peserta didik, maka dalam hal pemberian reward dan
sanksi tersebut dapat dijadikan strategi kepala sekolah agar tercapainya
tujuan yang diinginkan. Jika melakukan hal yang baik maka akan
mendapat hadian dan jika melakukan hal yang melanggar suatu agama,
budaya, dan kebiasaan maka akan mendapatkan sanksi. Reward
seyogyanya diberikan ketika diakhir tahun, sedangkan sanksi diberikan
setiap saat sebagai proses hukuman dan pembinaan perilaku.
Kepala sekolah juga disebut sebagai pemimpin. Sedangkan
pengertian pemimpin itu sendiri adalah kepemimpinan atau leadership
merupakan seni dan keterampilan orang dalam memanfaatkan
kekuasaannya dalam mempengaruhi orang lain agar melaksanakan
aktivitas tertentu yang diarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan.
Kepala sekolah juga disebut kepemimpinan pendidikan.
Soetopo dan Soemanto dalam Syafaruddin menjelaskan bahwa
kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan
155
Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018
119
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara
bebas dan suka rela. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang
proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh
yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai pemimpin
pendidikan, maka kepala sekolah adalah tergolong pemimpin resmi
(formal leader) atau pemimpin sebagai kedudukan (status leader ).
Kepemimpinan kepala sekolah berarti proses membina hubungan
timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin dengan
mengandalkan kemampuan komunikasi interpersonal sehingga terjalin
saling pengertian dan kerja sama antar personil di sekolah. Jadi, dapat
dipahami bahwa kepala sekolah dan pemimpin itu mempunyai
pengertian bahwa jabatan fungsional yang bertugas mempengaruhi
perilaku agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Dari uraian di atas maka dapat dipahami bahwa strategi kepala
sekolah adalah seluruh rangkaian upaya dan segala cara kepala sekolah
yaitu dari mulai teknik, metode, dan model yang digunakan oleh kepala
sekolah serta melibatkan sumberdaya alam, sumber daya manusia,
fisik, non fisik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Menurut peneliti strategi kepala sekolah dalam budaya relegiusitas dapat
diterapkan dengan cara:
a. Kepala sekolah beserta guru dan karyawan di lingkungan sekolah
menjadi teladan atau menjadi model bagi siswa dalam
mencontohkan sikap keagamaan di sekolah maupun di luar
sekolah.
b. Kepala sekolah membuat peraturan tentang kegiatan rutin yang
religius di sekolah.
c. Guru bidang studi agama harus bisa menjadi penggerak kedua
setelah kepala sekolah dalam memperingati hari-hari besar islam.
d. Guru-guru mata pelajaran yang umum harus memulai pelajaran
dengan memasukkan nilai nilai religius kedalam pelajaran.
e. Menciptakan lingkungan sekolah dengan nuansa yang relegius.
120
Membiasakan melakukan kegiatan rutin setiap harinya untuk lebih
mengenalkan siswa siswi tentang agama Islam. Contohnya
melakukan siraman rohani selama 5 menit sebelum masuk ke kelas
masing masing.
Model model penciptaan suasana budaya religius Religius di SMP
Satu Atap Kecamatan Pelangiran diantaranya:
a. Model struktural
Penciptaan suasana relegius dengan model struktural, yaitu
penciptaan suasana relegius yang disemangati oleh adanya peraturan-
peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan
atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model
ini biasanya bersifat „‟top down„‟, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat
atas prakarsa atau instruksi dari pejabat/ pemimpin atasan.
b. Model Formal
Penciptaan suasana relegius dengan model formal, yaitu
penciptaan suasana religi yang didasari atas pemahaman bahwa
pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-
masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja. Sehingga
pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan.
Jadi penciptaan suasana religi formal tersebut berimplikasi
terhadap pengembangan agama yang lebih berorientasi pada
keakhiratan sedangkan masalah keduniaan dianggap tidak penting.
c. Model mekanik.
Model mekanik ini adalah yang didasari oleh pemahaman bahwa
kehidupan terdiri dari berbagai aspek, dan pendidikan dipandang
sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan.
Model mekanik ini berimplementasi terhadap pengembangan pendidikan
agama yang lebih menonjol fungsi moral dan spritual atau dimensi afektif
daripada kognitif dan psikomotor.
d. Model Organik.
121
Model organik ini adalah penciptaan suasana religi yang
disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah
kesatuan atau sebagai sistem yang terdiri atas komponen-komponen
yang rumit. Yang berusaha mengembangkan pandangan pandangan
semangat hidup yang agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup
dan keterampilan hidup yang religi.
Dalam pengambilan keputusan, gaya seorang pemimpin juga
sangat besar pengaruhnya dalam pengambilan keputusan, karena itu
ketetapan dan prosedur perlu diciptakan melalui kesepakatan sesuai
sistem yang berlaku, dan pemimpin bersangkutan dapat memprakarsai
terciptanya sistem dan prosedur untuk meningkatkan kualitas seleksi
keputusan yang ditetapkan, sebab apapun keputusan yang lahir dalam
lembaga adalah menjadi tanggung jawab pemimpin tertinggi tanpa
memberikan tanggun jawab kepada bawahan. Sedangkan posisi
bawahan dalam kontek kepemimpinan diposisikan sebagai pendukung
dan memberikan gagasan namun keputusan akhir terletak pada
pemimpin tertinggi.
Banyak gaya kepemimpinan dan cara untuk menguji kualitas
seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan yang telah ditetapkan
bersama, salah satunya konsep pemimpin tertinggi dapat diajukan
kepada bawahan atau publik untuk mendapatkan legitimasi melalui
sosialisasi, sebaliknya bawahan juga dapat menyusun konsep prosedur
untuk disarankan kepada pemimpin guna mendapatkan respon, baik
respon seorang pemimpin tertinggi demikian juga respon organisasi.
Dalam organisasi terdapat sistem kepemimpinan terpusat pada
atasan, dan juga sistem kepemimpinan yang berpusat pada bawahan.
Sistem terpusat atasan adalah menetapkan pengambilan keputusan dari
pemimpin tertinggi, sebaliknya terpusat bawahan memberi peluang
bawahan untuk menggagas, dan berpikir untuk memajukan organisasi.
122
Sedangkan penerimaan ide menjadi gagasan lembaga bergantung pada
proses yang harus ditempuh sebagai keputusan organisasi. Dengan
demikian, banyak gaya kepemimpinan yang bisa ditempuh untuk
menciptakan kualitas kepemimpinan melalui prosedur dalam
menetapkan keputusan menjadi keputusan bersama.
Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dapat
menerapkan Perilaku kontinu pemimpin menunjukan bahwa :
1) Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada
bawahannya. Dari gaya tersebut terlihat bahwa otoritas yang digunakan
atasa terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit
sekali;
2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih banyak
menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga hampir mirip
dengan gaya pertama. Bawahan disini belum banyak dilibatkan dalam
pengambilan dan pembuatan keputusan;
3) Pemimpin memberikan pemikiran atau ide yang mengundang
pertanyaan. Dalam gaya ini pemimpin telah menunjukan kemajuan
karena membatasi penggunaan otoritas dan memberi kesempatan
kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meski
bawahan telah memiliki keterlibatan dengan sedikit ruang;
4) Pemimpin memberikan keputusan kepada yang bersifat sementara
yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan mulai diberikan peran untuk
melibatkan wewenang dalam gagasan, pembuatan konsep dan
keterlibatan mereka adalam memutuskan, sementara otoritas pemimpin
tertinggi sudah mulai dikurangi wewenangnya. Hal dapat tercipta jika
pemimpin tertinggi memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap
bawahan.
5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran dan membuat
keputusan, gaya yang demikian jelas memperlihatkan semakin
123
rendahnya otoritas digunakan seorang pemimpin, sebaliknya
kebebasan bawahan dalam menyertakan diri berpartisipasi dan
mengusulkan ide-ide dan gagasannya menjadi keputusan organisasi
sangat terbuka. Kewenangan demikian, akan menjadi organisasi
menjadi milik semua, sebab dalam implementasi ide selanjutnya akan
menjadikan pengusul ide sebagai tokoh organisasi yang diperhitungkan
karena kecerdasannya
6) Pemimpin merumuskan batas-batas dan meminta kelompok bawahan
untuk membuat gagasan, prakarsa, konsep dan menetapkan
keputusan. Dalam konsep ini menunjukan bahwa partisipasi bawahan
lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas. Bahkan disini
nampak ruh demokrasi telah mulai tumbuh seiring dengan tingginya
tanggung jawab yang diemban bawahan.
Di konteks kekinian, pemimpin lembaga pendidikan termasuk
lingkungan pesantren, perlu diberi full authority agar dapat
mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan
pemimpin visioner, transparan, demokratis, dan kolegial, dan kecerdasan
dan kecermatan pemimpin dalam menentukan gaya menjadi faktor
dominan.
Pemimpin SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dituntut untuk
memiliki karakter:
1) Visioner, yaitu berwawasan luas dan matang sehingga mampu
merumuskan visi, misi, dan program, dan proaktif mengikuti zaman;
2) Pemersatu yaitu menyatukan seluruh unsur dan potensi yang berbeda
sehingga menjadi kekuatan sinergisitas dan komplementer;
3) Pemberdaya yaitu memotivasi dan dorongan kepada yang lain untuk
mengembangkan potensi;
124
4) Pengendali yaitu mampu menjaga keseimbangan antara rasio dan
emosi, sehingga tidak hanya berdasar akal tetapi tidak menuruti
emosi;
5) Pengintegrasi yaitu taat atas prinsip-prinsip moral dan hukum dalam
aspek kehidupan termaksuk kehidupan akademik.156
Sifat demikian menggambarkan efektifitas memimpin, dan hal ini
terdapat peluang ditranfer ke dalam sekolah yang memiliki karakter
tersendiri. Selain itu, perubahan sekolah dari budaya patriarkhi ke
demokratisasi memerlukan proses panjang dalam prosesnya bermuatan
pembelajaran seiring pengalaman pengurus dan lembaga.
Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan
proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan
cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan,
ketidakberdayaan, dan buruknya akhlak serta keimanan.157 Dalam
konteks sekolah teori ini juga dipakai untuk meningkatkan kualitas dan
pembelajaran tuntas sekolah agar siswa, orang tua murid, guru, tenaga
kependidikan puas adanya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah
kepribadian (personality), pengalaman masa lalu, dan harapan
pemimpin; harapan dan perilaku atasan; karakteristik harapan dan
perilaku bawahan; kebutuhan tugas; iklim dan kebijakan organisasi;
harapan dan perilaku rekan.
Dalam fenomena yang melekat pada sekolah, kepemimpinan
kepala sekolah lebih menempatkan pimpinan sebagai panutan, dan
seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah mulai dari guru, karyawan
156
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, Ed. Sayed Mahdi (Jakarta: Erlangga), hal 110. 157
Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 120.
125
hingga siswa menjadikan kepala sekolah sebagai ayah, selain itu
kebijakan sekolah pada umumnya harus mengacu pada persetujuan
kepala sekolah, sehingga posisi kepala sekolah dalam SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran sangat tinggi.
Kepemimpinan penting hadir dalam kumpulan orang banyak karena
pemimpin adalah orang paling bertanggung jawab atas efektivitas
organisasi, dan sebagai jangkar organisasi, serta pemimpin adalah
bentuk paling nyata dari integritas organisasi. Tugas utama seorang
pemimpin bukan mengembangkan organisasi, namun mengkreasikan
nilai bagi organisasi dan mengembangkan kreasi nilai tersebut.
Pemimpin yang berkarisma sering menjaga perilakunya di depan
bawahannya agar terkesan berkompeten dibidangnya, mahir
menyuarakan ideologinya yang berhubungan dengan tujuan organisasi,
sehingga tercipta aspirasi bersama yang diakomodasikan terhadap
bawahan, dan pemimpin demikian selalu memberikan contoh-contoh
perilaku yang baik agar ditiru oleh para bawahanya. Kepemimpinan
demikian, pada umumnya terdapat di pesantren.
Dengan demikian, pemimpin kharismatis cenderung lebih dikagumi
publik yang dalam konteks pesantren lebih tepat disebut pemimpin yang
bernilai lebih, sebab tipe demikian mempunyai khas dan daya tariknya
yang memikat sehingga mampu mempengaruhi lingkungan kerja
terutama bawahan, santri dan mudah mendapatkan sejumlah pengikut
yang besar dalam ajaran yang disampaikan. Intinya, tipe pemimpin
demikian adalah public figure dimata pengikut meski pengikut tidak
mudah memberi alasan argumentatif.
Dalam dunia pendidikan, pemimpin seperti kepala sekolah adalah
personal paling menentukan dalam dalam mengambil kebijakan atau
keputusan mendasar, dengan tuntutan kerja yang dimiliki mendorong
seorang pemimpin untuk berperan lebih aktif dalam menjalankan
menjalankan amanah, kewenangan dan status yang melekat padanya,
126
hal ini harus dilakukan sebagai langkah optimalisasi tugas dan fungsi
dalam jajarannya, mulai dari pimpinan tertinggi sampai kepada bawahan
semisal guru dan tenaga kependidikan dalam upayanya meningkatkan
mutu proses pembelajaran dan kualitas output.
Pimpinan memiliki otoritas pimpinan tinggi sehingga garis
instruksinya jelas. Gaya kepemimpinan ini terkesan memberi peluang
bawahan untuk berkreasi karena berada dalam penguasaan pimpinan,
sehingga kegiatan cenderung hanya ada jika ada instruksi dari atas.
Kedua, pemimpin paling tinggi memberikan peluang kepada bawahan
mengambil kebijakan dalam skala tertentu, gaya ini memberi peluang
bawahan berkreasi dalam mengaplikasikan idenya.
Dalam pengembangan lembaga pendidikan SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran dibutuhkan kepemimpinan professional dalam
mengemban manajemen pendidikan dengan pendekatan tertentu untuk
memotivasi guru dan siswa dalam mendidik dan mendalami nilai-nilai
religius. Dengan demikian, walaupun di sekolah diberlakukan pendidikan
formal, namun ciri khas sekolah tetap diajarkan untuk membekali siswa
dengan pengetahuan agama dapat terpelihara dengan baik.
Maka kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran dalam mengembangkan budaya Religius menunjukkan
sebuah tipe pemimpin yang kharismatis. Kepemimpinan ini memiliki
keunggulan tersendiri dalam memberdayakan bawahan. Sebab memiliki
daya pikat yang menjadikan bawahan mengagumi, dan bawahan
termotivasi bekerja dan berkarya mewujudkan pemikirannya dalam
pengembangan lembaga. Selain itu, pemimpin kharismatis dimata
bawahan cenderung dipersepsikan sebagai pemimpin mumpuni, dan
semua instruksi dan nasihatnya dipandang benar dan jika dapat
diaplikasikan gagasannya.
127
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekolah merupakan tempat dimana siswa mendapatkan pendidikan
dan kasih sayang, sekolah juga merupakan tempat siswa bergaul. Sekolah
bertanggung jawab akan proses pembelajaran siswa. Sekolah
mengajarkan siswa berbagai macam pendidikan yang menjadikan siswa
dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
Sosialisasi dalam sekolah sangat dibutuhkan dalam rangka
memenuhi fungsi sekolah yang sekarang ini semakin berkurang.
Kurangnya fungsi sosialisasi terjadi dikarenakan pihak sekolah kurangi
memenuhi peran dan fungsi dalam pendidkan. Hal tersebut terjadi karena
adanya banyak faktor. Sehingga untuk memenuhi peran dan fungsi
tersebut sekolah menjalin kerjasama dengan lembaga terkait dan
masyarakat untuk mendidik siswa-siswanya sekaligus menjadi tempat
kepercayaan masyarakat.
Berdasarkan dari temuan penelitian penulis sebagaimana yang
terungkap pada pembahasan terdahulu yang berjudul Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, maka kesimpulan
yang dapat ditarik dari uraian pada pembahasan sebelumnya adalah:
1. Model kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang
diterapkan adalah model kepemimpinan visioner, transformasional,
dan kurikulum. Kepala sekolah memiliki integritas yang baik dalam
kepemimpinan dengan melakukan komunikasi secara langsung
dengan seluruh warga di sekolah. Sebagai pimpinan tertinggi di
sekolah kepala sekolah telah melakukan berbagai upaya untuk
memberdayakan personel sekolah dan menjabarkan visi dan misi
sekolah ke dalam kegiatan sekolah. Sehingga terjalin hubungan
127
128
kerja yang baik antara pimpinan dan bawahan.Strategi yang
dilakukan kepala sekolah dalam pengembangan budaya religius di
sekolah adalah: 1. melakukan koordinasi dengan guru dan
karyawan; 2. melakukan bimbingan dan rapat bulanan secara
individu dan kelompok kepada guru dan karyawan; 3. Pemberian
penghargaan (reward) kepada guru dan karyawan yang berprestasi
baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan.
2. Kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu
kurangnya dukungan orang tua dalam menerapkan nilai-nilai religius
dan kurangnya sarana prasarana pendidikan yang ada di sekolah.
Hal ini tidak selaras terhadap visi sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran yaitu: “Mewujudkan SMP Satu Atap Simpang
Kateman Kecamatan Pelangiran sebagai salah satu SMP yang
berkualitas dan berprestasi, baik mutu maupun moral kepribadian
anak didik dan guru”. Kendala tersebut juga tidak selaras dengan
misi SMP tersebut yaitu:
1) Meningkatkan kedisiplinan guru dan murid.
2) Meningkatkan pelatihan-pelatihan bagi guru.
3) Melengkapi sarana dan prasarana sekolah.
4) Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
Sedangkan tujuan SMP Satu Atap Kecamatan pelangiran
yaitu:”Menciptakan manusia beriman, bertakwa, dan bermoral”.
3. Hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam mengembangkan
budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu
peningkatan penerapan berbusana muslim dan karakter siswa yang
baik . Model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran dalam mengembangkan budaya religius
menganut gaya kepemimpinan demokratis (kepala sekolah
menjadi uswah hasanah bagi para anggota, senang menerima
129
saran, masukan dari bawahan, memberikan motivasi serta tegas
dalam memimpin). Budaya sekolah yang baik adalah budaya yang
mempersiapkan tatanan masyarakat yang beradab, humanis,
religius, dan peduli pada masalah.
Salah satu model budaya sekolah adalah budaya religius
yang mempunyai warna tersendiri dan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu pembentukan karakter peserta didik.
Penciptaan suasana atau budaya Islami berarti menciptakan
suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam suasana atau
iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau
dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan
dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga
sekolah. Dalam arti kata, penciptaan suasana religius ini dilakukan
dengan pengamalan, ajakan (persuasif) dan pembiasaan-
pembiasaan sikap agamis baik secara vertikal (habluminallah)
maupun horizontal (habluminannas) dalam lingkungan sekolah.
B. Implikasi
Berdasarkan dari temuan penelitian penulis yang berjudul Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran kesimpulan dan
temuan pada penelitian, adapun implikasi yang dimaksud sebagai
berikut:
Untuk peningkatan peranan kepala sekolah SMP Satu Atap
Kecamatan Pelangiran dalam mengembangkan budaya Islami, penulis
akan memberikan implikasi diantaranya:
Pertama, untuk kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan
Pelangiran agar dapat menjalankan fungsinya sebagai kepala sekolah
yang sesungguhnya bagi bawahannya dan siswa, diantaranya dapat
melakukan teladan, membuat kebijakan, serta memberikan contoh-
130
contoh yang baik agar menjadi panutan dalam bersikap disekolah dan
sehari-hari.
Kedua, kepada guru SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran agar
lebih meningkatkan lagi kerja sama, pengetahunnya demi membantu
kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin di
sekolah tersebut. Ketiga, Kepada masyarakat sekitar agar ikut serta
mendukung strategi kepala sekolah dalam mengembangkan budaya
islami siswa di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran karena sekolah
tersebut adalah tanggung jawab bersama. Adanya sekolah karena
kebutuhan masyarakat. Keempat, Kepada siswa dan siswi agar dapat
menerapkan hal-hal yang baik untuk lebih memahami, mengayati dari
agama islam dari sejak dini yaitu agama yang diyakini. Karena ketika
sudah dewasa hanya tinggal memperdalam lagi.
C. Rekomendasi
Berdasarkan dari temuan penelitian penulis yang berjudul Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, adapun rekomendasi
penulis sebagai berikut:
1. Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran selaku
pemimpin atau supervisor untuk selalu memperhatikan kualitas dan
mutu pendidikan dengan mengarahkan guru untuk menerapkan
kompetensi yang dimiliki.
2. Kepala sekolah untuk senantiasa berkomunikasi yang baik dengan
guru dan siswa dan bersikap terbuka dengan berprilaku
mengarahkan sesuatu tugas dengan jelas, terarah dan disertai
pengawasan. Selain itu kepala sekolah berprilaku mendukung
bawahan dengan melakukan pujian, mau mendengarkan keluhan
guru dan turut membantu dalam upaya pemecahan suatu masalah.
3. Motivasi prestasi merupakan motivasi yang didasarkan pada
kekuatan yang ada dalam diri manusia. Oleh karen itu guru
131
hendaknya mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi
mengingat akan tugas guru yang erat kaitannya dengan
keberhasilan belajar (keberhasilan pembelajaran) para siswa.
4. Kepala sekolah harus berusaha untuk membuat situasi dan kondisi
organisasi yang stabil dan timbul rasa kekeluargaan, sebab guru
akan mempunyai motivasi berprestasi jika mereka bergaul dan
bekerja sama yang baik diantara mereka.
5. Guru dapat menerapkan kompetensi sosial dan budaya untuk
menanamkan nilai-nilai religius serta karakter terpuji pada diri
siswa.
6. Siswa diharapkan lebih aktif dalam pelaksanaan pembelajaran
sehingga dapat mencapai ketuntasan pembelajaran yang maksimal
dan menerapkan nilai-nilai atau budaya religius yakni budaya yang
berorientasi akhlak terpuji.
7. Orang tua untuk dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan
dalam membangun budaya-budaya religius pada diri siswa.
D. Penutup
Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis. Hanya do‟alah yang dapat penulis
kirimkan semoga segala pengorbanan yang diberikan mendapat
balasan pahala dari Allah SWT dan sangat besar harapan penulis
untuk menjadikan tulisan ini sebagai referensi yang dapat kita telaah
yang mungkin terdapat sekelumit pengalaman yang bisa diteruskan
untuk memajukan dan mencerdaskan generasi penerus harapan
bangsa dan agama. Selanjutnya harapan saya kepada semua pihak
dapat memberikan sumbang berupa saran dan masukan demi untuk
kesempurnaan penulisan dan isi dari tesis ini, semoga Allah SWT
selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kita semua
132
serta segala amal dan perbuatan kita diridhoi-Nya. Aamiin Ya
Robbal‟aalamiin. Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb
Jambi, November 2018
Penulis
Sa’aludin NIM.MMP. 1622645
133
DAFTAR PUSTAKA Achmad Sobirin. Budaya Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009. Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome. Kepemimpinan Berbasis
Multiple Intellegence. Bandung: Alfabeta, 2011. Almu‟tasim Amru.Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi
Islam.Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 3, 2016. Alben Ambarita. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015. Akhmad Said. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Melestarikan
Budaya Mutu Sekolah (Jurnal Evaluasi Vol. 2 No. 1). Malang: STAI Ma‟had Aly Al-Hikam, 2018.
Anshori LAL. Transformasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gaung Persada
Press, 2010. Agustinis Johanes Djohan. 5 Pilar Kepemimpinan di Abad 21. Malang:
MNC, 2016. Bahar Agus Setiawan.Transformasional Leadership: Ilustrasi di Bidang
Organisasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Cepi Triatna. Perilaku Organisasi dalam Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015. Darwis Amri. Metode Penelitian Pendidikan Islam. Pekanbaru Riau: Suska
Press, 2015. Dadang Suhardan.Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan
Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta, 2010. Dedi Mulyasana. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012. Departemen Agama RI, Al Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya. Bandung:
Sygma Examedia Arkanleema, 2007. Emzir. Metodolgi Penelitian Kuantitatif Analisis Data. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2012. E. Mulyasa.Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011.
134
_________Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta:
Bumi Aksara, 2013. Euis Karwati dan Donni Juni Priansa.Kinerja dan Profesionalisme Kepala
Sekolah Membangun Sekolah yang Bermutu. Bandung : Alfabeta, 2013.
Firman Kurnia Asy Syifa. Kepemeimpinan Kepala Sekolah dalam
Mengembangkan Budaya Islami di SMP 3 Kaliwungu. Semarang: UIN FKIP, 2016.
Hikmat.Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2009. Imam Gunawan.Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Bumi Aksara, 2013. Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung
Persada Pres, 2008. Ismail Nawawi Uha. Manajemen Perubahan. Bogor: Ghalia Indonesia,
2014. Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya,
2010. M. Nandang Wijaya, Herawati dan Ulil Amri Syafri. Peran Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Islami Di SMPN Kecamatan Ciawi; Seminar Internasional. Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2018.
M. Naib, Novan Ardy Wiyani dan Solichin. Manajemen Masjid Sekolah
Sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media, 2015.
Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,
2011. Matthew B. Miles adn A. Michael Huberman. Terjemah: Analisis Data
Kuantitatif. London: Beverly Hill, 2009. Maragustam. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna. Yogyakarta:
Nulhalitera, 2010. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2010.
135
Moh Pabundu Tika.Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Muhammad Rohman dan Sofan Amri.Manajemen Pendidikan: Analisis
dan Solusi Terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2012.
Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi,
2013. Mukhtar dan Iskandar.Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Gaung Persada Press, 2009. Mujamil Qomar. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Ed. Sayed Mahdi. Jakarta: Erlangga, 2015. Muwahid Shulhan. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras,
2013. Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013. ____________. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014. Norman K. Denzin dan Lincoln.Handbook of Qualitative Research.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Petter A. Topping. Manajerial Leadership. New York: McGraw Hiil, 2002. Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia,
2014. Ramayulis dan Mulyadi. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2017. Sadili Samsudin.Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka
Setia, 2010. Scoot Eacott. School Leadreship and Strategy in Managerialist Times.
Netherlands: Sense Publishers, 2011. Shabri Shaleh Anwar, dkk. Indonesia Menulis Philosophy of Pen.
Tembilahan: Indragiri.Com, 2017.
136
Sowiyah. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi, 2016
Soebagio Atmodiwirio.Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Azbadizya, 2005. Soekidjo Notoatmojo.Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta, 2009. Sudarwan Danim.Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional
Kekepalasekolahan. Jakarta : Rineka Cipta, 2009. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013. Sugiyono.Metode Penelitian Pendidikan; Pendektan Kualitatif, Kuantitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012. _______. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2015. _______. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2015. Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013. Uhar Suharsaputra. Kepemimpinan Inovasi Pendidikan. Bandung: Rafika
Aditama, 2016. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sisten Pendidikan
Nasional, Pasal 1 ayat 2. Syaiful Sagala.Memahami Organisasi Pendidikan: Budaya dan
Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2013. Veithzal Rivai dan Sylviana Murni.Education Management: Analisis Teori
dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Wahyudi.Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Bandung: Alfabeta, 2012.
Wibowo.Budaya Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Wirawan.Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2007.
137
MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN
BUDAYA RELIGIUS DI SMP SATU ATAP KECAMATAN PELANGIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
A. PERTANYAAN UNTUK KEPALA SEKOLAH 1. Kapan bapak mulai bertugas menjadi kepala sekolah? dan sepanjang
pengetahuan bapak, bagaimana sejarah berdirinya sekolah ini? 2. Bagaimana kondisi pendidik, peserta didik, staf di sekolah ini ? 3. Bisa dijelaskan sedikit bagaimana proses input, dan output pendidikan di sekolah
ini ? 4. Bagaimana model kepemimpinan bapak selama bertugas di sekolah ini? apakah
ada model bapak tersendiri? 5. Menurut perjalanan tugas bapak apakah model kepemimpinan sangat
menentukan tingkat keberhasilan siswa? jika demikian, adakah peningkatan atau kemajuan jika beberapa model kepemimpinan?
6. Model kepemimpinan seperti apa yang bapak terapkan untuk budaya religius di sekolah?
7. Sejauh ini apa saja yang menjadi kendala terbesar bagi bapak dalam mengembangkan budaya religius di sekolah?
8. Lantas langkah-langkah apa yang bapak ambil untuk mengatasi kendala tersebut?
9. Bisa dijelaskan sedikit pak, apakah kondisi warga sekolah sudah sangat menunjang dan mendukung untuk mengembangkan budaya religius? Jika demikian dari faktor apa saja yang dapat menunjang dan mendukung peningkatan tersebut?
10. Sejauh ini bagaimana perhatian dan andil dari masyarakat terhadap upaya bapak dalam mengembangkan budaya religius di sekolah?
B. PERTANYAAN UNTUK GURU / WAKAKURIKULUM / STAF
1. Berapa lama bapak/ibu telah mengabdi di sekolah ini? 2. Bisa dijelaskan, menurut bapak/ibu bagaimana model/pola/contoh kepemimpinan
kepala sekolah di sekolah ini? Apakah terdapat model tersendiri oleh kepala sekolah?
3. Bagaimana pandangan bapak/ibu mengenai kepemimpinan dan kebijakan yang diambil kepala sekolah terhadap pengembangan budaya religius di sekolah ini?
4. Model kepemimpinan seperti apa yang kepala sekolah terapkan untuk mengembangkan budaya religius di sekolah?
C. PERTANYAAN UNTUK ORANG TUA/WARGA
1. Bagaimana penilaian bapak/ibu tentang sekolah ini? Apakah sudah cukup baik? 2. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu mengenai kepemimpinan kepala
sekolah ini?
138
3. Bagaimana penilaian bapak/ibu tentang model atau contoh kepemimpinan kepala SMP Satu Atap di Pelangiran ini? Bagaimana jika dibandingkan dengan sekolah lain?
4. Menurut pandangan bapak/ibu apakah ada pengembangan budaya religius atau budaya yang bernilai agamis di SMP Satu Atap di Pelangiran ini?
5. Apakah ada respon atau semacam dukungan dari bapak/ibu terhadap pengembangan budaya religius atau budaya yang bernuansa Islam di SMP Satu Atap di Pelangiran ini?
D. PERTANYAAN UNTUK SISWA/SISWI
1. Menurut kalian apakah sekolah ini menyenangkan? 2. Bagaimana pendapat kalian tentang kepemimpinan kepala sekolah kalian? 3. bagaimana pendapatmu tentang adanya pengembangan budaya religius atau
yang bernuansa agama di sekolah ini? 4. Apakah ada penghargaan atau pujian terhadap kami yang berbuat baik atau
berhasil dalam pembelajaran di sekolah? 5. Apakah ada sanksi yang diberikan oleh guru kamu jika ada yang berbuat tidak
seperti membuang sampah sembarangan?
Obesrvasi:
1. Kepemimpinan kepala Sekolah 2. Program Kerja kepala Sekolah 3. Kualitas Layanan Sekolah 4. Lingkungan sekolah 5. Profil Sekolah, Sejarah, Visi, misi, Tata Tertib atau peraturan sekolah, Struktur
Sekolah, Program sekolah, Program tahunan, program semesteran, Kurikulum, Guru, Siswa, , Organisasi sekolah.
6. Kegiatan-kegitan kepala sekolah 7. Program pendidik dan peserta didik di sekolah 8. Peran kepala sekolah sekolah dalam memperdayakan guru di sekolah 9. Kegiatan-kegiatan di sekolah, kepala sekolah, guru, murid, orang tua siswa, warga 10. keterangan masyarakat terkait kepemimpinan kepala sekolah
Dokumentasi (Dokumen/Foto yang mendukung)
1. Dokumen Kepemimpinan kepala Sekolah 2. Dokumen Program Kerja Kepala Sekolah 3. Dokumen Layanan Sekolah 4. Dokumen Sekolah, dan akreditasi sekolah 5. Dokumen Buku Profil Sekolah yang Visi Misi, Program Kerja, Job Description,
Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Sarana Prasarana 6. Dokumen Prestasi Sekolah baik bidang Akedemik maupun Kegiatan
Ekstrakurikuler
139
7. Dokumen kegiatan Kepala Sekolah dan Majelis majelis guru 8. Dokumen kegiatan sekolah 9. Dokumen Penelitian
140
DOKEMENTASI
Penerapan budaya sehat melalui senam dan kegiatan cinta tanah air
Budaya Religius dan Budaya Kerja
141
DOKUMENTASI
Kegiatan yasinan bersama
Kegiatan pembelajaran PAI
142
DOKUMENTASI
Bersama kepala sekolah dan majelis guru
Kondisi lokasi SMP Satu Atap Kec. Pelangiran
143
DOKUMENTASI
peringatan HUT Ke-73 RI
Kegiatan perjusami SMP Satu Atap Kec. Pelangiran
144
CURRICULUM VITAE
Informasi Diri
Sa’aludin dilahirkan di Teluk Pinang, Kecamatan Gaung Anak Serka, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau pada hari selasa, Tanggal 07 Agustus 1981. putra dari pasangan Yusak bin Kamarudin dan Siti Fatimah binti Nasrun. Istri Sa’aludin bernama Yerti Oktaviana binti Fahmi.
Riwayat Pendidikan
Penulis Mengenyam Pendidikan Dasar di SD Negeri 003 Kecamatan Gaung Anak Serka pada tahun 1986-1992, ijazah Madrasah Tsanawiyah Abbasiyah Kecamatan Gaung Anak Serka diperoleh pada tahun 1992-1995, ijazah Madrasah Aliyah Swasta Kecamatan Gaung Anak Serka diperoleh pada tahun 1995-1998, memperoleh gelar akademik Sarjana Pendidikan Islam dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Auliaurrasyidin Tembilahan pada tahun 2009-2011.
Pegalaman Kerja
Pengalaman kerja yaitu sebagai Tenaga Pendidik Madrasah Ibtidaiyah Baiturrahman di Kecamatan Pelangiran sejak tahun 1999-2007. Selanjutnya menjadi Tenaga Pendidik Madrasah Tsanawiyah Baiturrahman Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir sejak tahun 2004 sampai saat ini.