tesisku pasca ujian tutup
DESCRIPTION
tesis OCB dengan mutu layanan keperawatan di RSTRANSCRIPT
1
HUBUNGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
DI RSUD BATARA GURU KABUPATEN LUWU TAHUN 2013
RELATIONSHIP BETWEEN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) AND NURSING SERVIVE QUALITY IN
BATARA GURU REGIONAL GENERAL HOSPITAL OF LUWU REGENCY IN 2013
HAIRUDDIN SAFAATNIM : P4200210024
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
1
2
PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Hairuddin Safaat
NIM : P4200210024
Program Program : Magister Ilmu Keperawatan
Dengan ini menyatakan bahwa tesis dengan judul : “Hubungan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan mutu pelayanan
keperawatan di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu tahun 2013”, adalah
hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar pada program Magister Manajemen Keperawatan ataupun pada
program lainnya. Karya ini adalah milik saya, dan oleh karena itu saya
bertanggungjawab penuh atas keaslian tesis ini. Apabila dikemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Makassar, 20 Juni 2013
Yang Menyatakan,
Hairuddin Safaat
2
3
(OCB) DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RSUD
BATARA GURU KABUPATEN LUWU TAHUN 2013
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan
Disusun dan diajukan Oleh:
HAIRUDDIN SAFAAT
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
3
4
HUBUNGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
DI RSUD BATARA GURU KABUPATEN LUWUTAHUN 2013
Di susun dan Diajukan Oleh :
HAIRUDDIN SAFAAT
NOMOR POKOK : P4200210024
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal, 31 Juli 2013
Dan dinyatalan telah memenuhi syarat
Mengetahui
Komisi Penasehat
Dr. Elly L Sjattar, SKp. M. Kes Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes Ketua Anggota
4
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan
Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr.Ir. Mursalim. M.Sc
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji-puja dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan petunjuk-Nya, salawat kepada
Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul : “Hubungan Organizational Citizenship Behavior
(OCB) Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu Tahun 2013”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi
persyaratan Program Magister Manajemen Keperawatan pada Program
Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedoketeran Universitas
Hasanuddin Makassar.
Rampungnya hasil penelitian ini berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr.Ir. Mursalim. M.Sc, selaku direktur Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph. D. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
3. Ibu Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan FK. Unhas sekaligus sebagai anggota
penasehat yang atas segala bimbingan, nasehat dan motivasi kepada
penulis baik selama mengikuti pendidikan maupun selama penelitian.
4. Ibu Dr. Elly L Sjattar, SKp. M. Kes, selaku ketua penasehat atas
bimbingan dan arahan selama penelitian.
5. Prof. Dr. Rahman Kadir, M.Si., selaku penguji atas saran dan
perbaikan penelitian ini.
6. Dr. dr Irfan Idris, M. Kes., selaku penguji yang telah memberikan
bimbingan selama melakukan penelitian.
7. Dr. Werna Nontji, SKp. M. Kep selaku penguji yang telah memberikan
saran dan perbaikan dalam penelitian ini.
5
6
8. Direktur RSUD Batara Guru yang telah memberikan izin penelitian
9. Direktur Akper Sawerigading Pemda Luwu beserta rekan-rekan staf
yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama mengikuti
pendidikan, khususnya saudaraku Hardianto Dg.S.SKM.M.Kes atas
motivasinya dan sumbangsih pemikiran dalam penelitian ini.
10.Kepala seksi pembinaan dan pengendalian keperawatan RSUD Batara
Guru atas segala bantuan informasi dan telah memfasilitasi selama
melakukan penelitian
11.Para kepala ruang rawat inap RSUD Batara Guru atas kerjasamanya
selama penelitian dan perawat pelaksana atas partisipasinya dalam
penelitian ini.
12.Ayahanda (alm) Muh. Syafaat dan Ibunda Sainab atas segala do’a dan
tausiayah yang tetap insya Allah akan terus membimbing perjalanan
hidup anakmu.
13. Isteri (Yuliana,Amd.Keb) dan anak-anakku tercinta (Nadzilah
Nadafathul Islamy, Nuralifiyah Maghfirah Islamy, Najwa Aliqha Islamy),
atas segala pengorbanan, dukungan dan doanya.
14.Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Manajemen Keperawatan
terkhusus buat AKBP Ns. Dardin, Ns. Tety, Ns. Adam, Nr, Mardin, Ns.
Ikram Bauk, Ns. Lini Pondaag, Ns. Andi Arnoli atas kebersamaan dan
motivasinya.
15.Semua pihak yang berkonstribusi dalam penyusunan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki keterbatasan
olehnya diharapkan peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan
sehingga hasilnya lebih berkualitas.
Semoga jerih payah semua pihak yang memberikan konstribusi
bernilai amal jariah dan sekeping pengetahuan dalam penelitian ini dalam
pengembangan body pengetahuan keperawatan.
Makassar, 20 Juni 2013
Hairuddin Safaat
6
7
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................viii
ABSTRAK .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................9
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................10
1. Tujuan Umum.....................................................................................10
2. Tujuan Khusus...................................................................................10
D. Manfaat Penelitian...................................................................................11
1. Bagi Akademisi .................................................................................11
2. Bagi Praktisi ......................................................................................11
3. Bagi RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu .......................................11
4. Bagi peneliti ......................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................13
A. Konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB)................................13
1. Pengertian .........................................................................................13
2. Dimensi Organizational Citizenship ...................................................15
3. Manfaat Organizational Citizenship Behavior Bagi Perawat.............18
4. Determinan Demografi dengan Organizational Citizenship Behavior
(OCB).................................................................................................22
7
8
B. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan ..................................................27
1. Defenisi pelayanan keperawatan ......................................................27
2. Mutu Pelayanan Keperawatan...........................................................30
3. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan ...........................................44
4. Implikasi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terhadap
Mutu Pelayanan Keperawatan...........................................................49
5. Determinan Demografi Perawat yang Berpengaruh Terhadap Mutu
Pelayanan Keperawatan ...................................................................53
C. Kerangka Teori .......................................................................................57
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS .....................................................................................58
A. Kerangka Konseptual ............................................................................58
B. Defenisi Operasional .............................................................................59
C. Hipotesis ................................................................................................65
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................67
A. Rancangan Penelitian .............................................................................67
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................67
C. Populasi dan Sampel ..............................................................................68
D. Instrumen Penelitian ...............................................................................70
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................72
F. Pengolahan dan Analisa Data ................................................................77
1. Pengolahan Data ...............................................................................77
2. Analisa Data ......................................................................................77
G. Pertimbangan Etik ..................................................................................80
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................82
A. Hasil Penelitian ......................................................................................82
1. Analisa Univariat ...............................................................................82
2. Analisa Bivariat ..................................................................................86
3. Analisis Multivariat .............................................................................94
B. Pembahasan ...........................................................................................96
1. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ...........................................96
8
9
2. Keterbatan Penelitian ........................................................................135
3. Implikasi penelitian ............................................................................136
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................139
A. Kesimpulan ............................................................................................139
B. Saran ......................................................................................................140
1. Bagi Rumah Sakit ..............................................................................140
2. Bidang Keperawatan .........................................................................141
3. Perawat Pelaksana ...........................................................................141
4. Institusi Pendidikan ...........................................................................142
5. Peneliti selanjutnya ...........................................................................142
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................143
Lampiran-Lampiran
9
10
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Perhitungan besar sampel ..........................................................69
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Status Perkawinan, Pendidikan, Masa Kerja Dan Jenis Kepegawaian Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu Tahun 2013 (n=75) .........................................83
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu Tahun 2013 (n=75) .....................84
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Mutu Pelayanan Keperawatan Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75) .....................85
Tabel 5.4 Analisis Hubungan Karakteristik Perawat Pelaksana Dengan Organizational citizenship behavior (OCB) Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)...........86
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Karakteristik Perawat Pelaksana Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75) .....................89
Tabel 5.6 Analisis Hubungan Organizational citizenship behavior (OCB) Perawat Pelaksana Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75) ...........................................................92
Tabel 5.7 Hasil Seleksi Variabel Independen ............................................95
Tabel 5.8 Hasil Analisis Pemodelan Regresi Logistik Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Mutu Pelayanan Keperawatan di Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75) ............................................................96
10
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................57
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................58
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Administrasi Penelitian..............................................................1
Lampiran 2. Informed Concern.....................................................................2
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ................................................................3
Lampiran 4. Panduan Wawancara Fokus Grup Diskusi ...............................4
Lampiran 5. Master Tabel ............................................................................5
Lampiran 6. Output Uji Realibilitas dan Validitas .........................................6
Lampiran 7. Output Uji Normalitas Data.......................................................7
Lampiran 8. Output olah data........................................................................8
Lampiran 9. Hasil Diskusi Grup ....................................................................9
12
13
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Hairuddin Safaat
Tempat/Tanggal Lahir : Mindatte/Enrekang, 21 Desember 1973
Alamat : Perum Permata Benteng C/6 Palopo
Pendidikan : SDN 110 Lura Kab. Enrekang 1985
SMP Neg Kotu Kab. Enrekang 1988
SMA Neg 229 Cakke Kab. Enrekang 1991
Akper Depkes RI Makassar 1994
D.IV Perawat Pendidikan Unhas 1999
S1 Keperawatan PSIK Unhas 2007
Pekerjaan : Guru SPK Pemda Luwu 1995-1996
Dosen Akper Sawerigading Pemda Luwu
1996-sekarang
13
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga profesional
bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri
maupun bekerjasama dengan anggota kesehatan lainnya. Pelayanan
keperawatan diberikan dalam bentuk penampilan kerja perawat harus
didasari oleh kemampuan yang tinggi sesuai dengan standar asuhan
keperawatan sehingga dapat terjamin kualitasnya (Depkes RI, 2005).
Pelayanan keperawatan di rumah sakit khususnya pelayanan rawat
inap sering menjadi sorotan tajam dari masyarakat. Hal ini disebabkan
karena pelayanan rawat inap melibatkan interaksi yang sensitif dan
kompleks antara perawat dengan pasien dalam waktu yang lama.
Hubungan yang sensitif inilah yang menempatkan perawat sebagai
14
15
magnet kualitas layanan sehingga perlu menampilkan perilaku pelayanan
perawatan yang ideal (Ryan, 2007).
Broomberg & Mills (2004) menyatakan dalam pelayanan rawat inap
perilaku perawat berpengaruh pada kualitas layanan kesehatan. Pendapat
ini didukung oleh Ryan (2007) yang menjelaskan bahwa perilaku layanan
perawat mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien. Perawat merupakan
salah satu penentu baik buruknya mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit, karena tugas perawat yang mengharuskan melakukan interaksi
dengan pasien 24 jam dalam sehari dan menempati proporsi terbanyak
yaitu sekitar 40 % dari total keseluruhan karyawan di rumah sakit.
Berbagai pendapat tersebut menempatkan perawat merupakan sumber
daya manusia yang penting untuk dikembangkan secara terus menerus
sehingga memberikan konstribusi yang optimal dalam peningkatan mutu
layanan di rumah sakit.
Proses penilaian mutu pelayanan keperawatan sering menggunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan
berfungsi sebagai alat ukur untuk memantau kinerja pelayanan
keperawatan. Menurut Kepmenkes RI No 1239 tahun 2001 dan
Permenkes RI No 148 tahun 2010, mutu pelayanan keperawatan diukur
dari kemampuan perawat melaksanakan standar asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
15
16
perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan
dan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2000) menunjukkan bahwa
mutu pelayanan keperawatan di berbagai rumah sakit pemerintah di
Indonesia belum memuaskan ditinjau dari aspek struktur dan proses
(sistem) pemberian asuhan keperawatan. Permasalahan terkait pelayanan
keperawatan diantaranya masih terbatasnya jumlah perawat dan fasilitas
sarana pendukung, kompetensi perawat yang belum terstandar, belum
optimalnya fungsi manajemen keperawatan, belum adanya indikator mutu
pelayanan keperawatan dan masih rendahnya kepatuhan penerapan
standar asuhan keperawatan (SAK) dan standar operasional prosedur
(SOP). Kondisi ini mengakibatkan berbagai dampak diantaranya
pelayanan yang diberikan bersifat okupasi yang pada akhirnya pelayanan
keperawatan tidak terjamin kualitasnya (Sitorus ,2006). Pendapat yang
sama dikemukakan oleh Nurachmah (2007) bahwa saat ini pelayanan
keperawatan yang diberikan belum optimal dan profesional, dimana
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien belum komprehensif,
terpilah-pilah dan berorientasi pada tugas bukan berorientasi kepada
kebutuhan klien yaitu pasien, keluarga dan masyarakat.
Pasien dan keluarga mengharapkan layanan perawat yang ramah
serta didukung oleh sikap menaruh minat dan tampilan yang baik
sehingga membuat pasien dan keluarganya merasa tenang, aman dan
nyaman di rumah sakit. Pada kenyataannya masih banyak keluhan yang
16
17
disampaikan pasien dan keluarganya yang merasa kurang puas terhadap
pelayanan perawat. Perawat sering dianggap lamban dan bertindak,
kurang reponsif, kurang perhatian, tidak ramah dan kurang memberikan
informasi (Nurachmah, 2007).
Kondisi yang sama juga ditemui di RSUD Batara Guru Luwu dimana
hasil wawancara dengan beberapa pasien rawat inap sebagian masih
mengeluhkan perawat jarang menyediakan waktu untuk mendengarkan
keluhan pasien, kurang cekatan dan kurang responsif dalam menangani
keluhan pasien, perawat kurang mampu memberikan informasi
perkembangan pasien, sering kali penggantian cairan infus dan obat
injeksi dilakukan bila diingatkan oleh keluarga pasien dan masih terdapat
perawat yang kurang komunikasi saat melakukan tindakan.
Hasil wawancara dengan kepala seksi pembinaan dan pengendalian
keperawatan bahwa meskipun telah dilakukan berbagai upaya
diantaranya telah dilakukan dua kali pelatihan pengembangan model
pelayanan keperawatan profesional pemula, telah menyiapkan standar
asuhan keperawatan (SAK) dan standar operasional prosedur (SOP)
disetiap ruang rawat inap, instrument baku pencatatan proses asuhan
keperawatan tetapi belum mampu meningkatkan kepatuhan perawat
dalam menerapkan standar asuhan keperawatan.
Hal ini didukung hasil audit pendokumentasian proses keperawatan
seksi keperawatan RSUD Batara Guru pada tahun 2012, dari 57 catatan
keperawatan rerata tahap pengkajian yang memenuhi standar hanya
17
18
28,6%, tahap diagnosa keperawatan hanya 23,3 %, tahap perencanaan
44,4 %, tahap implementasi sebesar 46,5 % dan penerapan standar
evaluasi sebesar 20,7 %. Pencapaian kinerja perawat di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu masih jauh dari standar yang ditetapkan Depkes RI
yang memberikan syarat kinerja perawat baik dalam memberikan asuhan
keperawatan minimal 75 % (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan indikator-indikator internal dan eksternal menunjukkan
bahwa mutu pelayanan keperawatan di RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu masih rendah. Pihak rumah sakit telah melakukan perbaikan secara
formal seperti pelatihan, peningkatan insentif jasa tindakan keperawatan
tetapi hasil yang dicapai masih jauh dari standar mutu yang diharapkan.
Oleh sebab itu diperlukan pendekatan pemahaman perilaku
keorganisasian untuk menumbuhkan sikap kooperasi yang mengacu pada
pelayanan yang lebih pada pemeliharaan tujuan, untuk memelihara
keseimbangan internal, termasuk didalamnya adalah perilaku prososial
yang terjadi sehari-hari yang menyangkut akomodasi individual terhadap
kebutuhan orang lain dalam pekerjaan (Olorunniwo, 2006).
Berbagai upaya perbaikan mutu pelayanan keperawatan telah
dilakukan di RSUD Batara Guru tetapi pendekatan bagaimana
menumbuhkan ketulusan, perasaan senang hati, penggunaan waktu kerja
dengan efektif dan timbulnya budaya saling menolong untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien sesuai dengan standar belum
mendapat perhatian yang optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk
18
19
melaksanakan standar asuhan keperawatan perawat harus menampilkan
kontak fisik dan inderawi serta emosi yang selalu siap melayani pasien
secara kompeten, tulus dan penuh pengabdian dan melakukan tugas
ekstra lainnya selain tugas pokok yang harus dilakukan (Olorunniwo,
2006).
Perilaku prososial yang melebihi deskripsi peran yang ditetapkan
organisasi tersebut menurut Organ (2006) dikenal dengan istilah
organizational citizenship behavior (OCB). Menumbuhkan OCB bagi
perawat memang tidak mudah, hal ini disebabkan karena karakteristik
pekerjaan perawatan yang bekerja secara kontinu bersosialisasi dengan
orang yang sama (sakit), mempunyai privasi yang terbatas, skedul jam
kerja 24 jam per hari on-call access, 7 hari per minggu, dan menghadapi
keterbatasan fasilitas kebugaran dan rekreasi, sehingga kombinasi dari
faktor-faktor tersebut membentuk perilaku dan lingkungan kerja yang unik.
Sehingga dibutuhkan upaya ekstra untuk memahami dan menerapkan
perilaku tersebut sebagai salah satu keunggulan kompetitif yang sulit
ditiru, karena diramu dari keunggulan keunikan keperilakuan. Perawat
yang memiliki Organizational citizenship behavior sangat dibutuhkan
karena OCB melibatkan beberapa perilaku, misalnya perilaku menolong
orang lain, aktif dalam kegiatan organisasi, bertindak sesuai prosedur dan
memberikan pelayanan kepada semua orang (Organ dan Konovsky dalam
Emmerik dkk, 2005).
19
20
Pengalaman peneliti selama praktik residen di RSUD Batara Guru
kabupaten Luwu pada bulan Mei 2012 bahwa perilaku prososial yang
dimiliki perawat masih rendah dimana masih dijumpai perawat yang tidak
disiplin dalam jam kerja seperti datang terlambat dan pulang lebih awal,
melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan tugas seperti
mengurus urusan keluarga, banyak mengeluh dan masih sering terjadi
konflik antar perawat yang umumnya bersifat pribadi.
Hui (2001) menyebutkan bahwa SDM yang memenuhi kriteria sebagai
warga organisasi yang unggul, baik yang berfokus pada individu maupun
organisasi dapat diarahkan pada peningkatan kualitas layanan seperti
yang diharapkan. Hal ini merupakan alasan mengapa organizational
citizenship behavior merupakan perilaku yang penting dimiliki oleh
perawat karena adanya OCB akan meningkatkan kinerja setiap perawat
sehingga meningkatkan mutu pelayanannya. Jika perawat dalam
organisasi memiliki OCB akan mengendalikan perilakunya sendiri
sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan
organisasinya. Perilaku ini diperlukan mengingat pelayanan keperawatan
merupakan proses interaksi perawat dengan pasien dan tenaga
kesehatan lain di rumah sakit serta merupakan nilai-nilai yang mendasari
profesi keperawatan.
Beberapa kajian empiris telah membuktikan pengaruh OCB terhadap
service quality. Bienstock (2003) yang meneliti faktor-faktor yang
berpengaruh pada OCB dan pengaruh OCB terhadap service quality
20
21
hasilnya menunjukkan ada pengaruh positif hak asasi organisasi terhadap
OCB dan korelasi positif OCB dengan service quality. O’Connel (2001)
juga menemukan hubungan yang signifikan antara OCB dengan sikap
layanan kepada pelangga. Penelitian yang sama dilakukan oleh Yoon &
Suh (2003) yang menyatakan ada pengaruh positif antara OCB terhadap
service quality pada perusahaan agen travel di Korea. Penelitian Hui
(2001) juga mendukung penelitian Bienstock, Yoon & Suh yakni adanya
pengaruh positif antara OCB terhadap service quality pada teller bank di
Hongkong. Podsakoff dan MacKenzie (1997) membuktikan bahwa
semakin tinggi tingkat OCB di kalangan karyawan dalam sebuah
perusahaan, akan membuat tingkat kepuasan konsumen terhadap
perusahaan tersebut juga tinggi yang ditandai dengan rendahnya tingkat
komplain yang diterima perusahaan.
Penelitiannya lainnya dilakukan oleh Cholil (2011) tentang pengaruh
kepemimpimpinan tranformasional, kepercayaan pada supervisor dan
perilaku kewargaan organisasi terhadap kualitas pelayanan perawat
hasilnya OCB-Organizational (OCBO) berpengaruh pada kualitas
pelayanan dan OCB-Individu (OCBI) tidak berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan. Inti dasar dari hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa faktor yang dapat mendukung untuk perawat melakukan service
quality yang baik adalah dengan mempunyai perilaku OCB.
Kajian empiris tentang Organizational citizenship behavior pada
perawat hubungannya dengan mutu pelayanan keperawatan menarik
21
22
untuk diteliti mengingat upaya untuk menumbuhkan perilaku OCB yang
tidak mudah karena dipengaruhi oleh faktor internal perawat dan faktor
eksternal. Oleh karena itu selain menjadi pengontrol terhadap pengaruh
variabel eksogen, faktor demografi diduga juga dapat berpengaruh secara
langsung terhadap OCB.
Penelitian ini merupakan exetended replication penelitian yang
dilakukan oleh Cholil (2011), perbedaan penelitian ini adalah dilakukan
pengukuran determinan demografi perawat yang diduga sebagai perdiktor
terhadap variabel OCB hubungannya dengan mutu pelayanan
keperawatan serta perbedaan metode pengumpulan data disamping
perbedaan tempat penelitian dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan indikator-indikator internal dan eksternal mutu pelayanan
keperawatan yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa mutu
pelayanan keperawatan RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu masih
rendah. Pelayanan keperawatan seharusnya memenuhi harapan dan
keinginan pasien dengan menciptakan pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan standar asuhan keperawatan. Hal ini mengindikasikan bahwa
perawat seyogyanya tidak hanya melaksanakan tugas pokok yang bersifat
rutinitas tetapi juga mau melakukan tugas ektra yang melebihi deskripsi
peran yang ditetapkan hal ini dikenal sebagai perilaku prososial yang
disebut Organizational citizenship behavior (OCB).
22
23
Menumbuhkan OCB bagi perawat tidak mudah, hal ini disebabkan
karena karakteristik pekerjaan perawatan yang bekerja secara kontinu
bersosialisasi dengan orang yang sama (sakit), mempunyai privasi yang
terbatas, skedul jam kerja 24 jam per hari on-call access, 7 hari per
minggu, dan menghadapi keterbatasan fasilitas kebugaran dan rekreasi,
sehingga kombinasi dari faktor-faktor tersebut membentuk perilaku dan
lingkungan kerja yang unik (Broomberg & Mills, 2004).
Perawat yang memiliki Organizational citizenship behavior (OCB)
yang tinggi akan menciptakan suasana positif yang berpengaruh pada
peningkatan kualitas pelayanan dan memberikan kepuasan pasien dan
determinan bagi program manajemen sumber daya manusia dalam
mengawasi, memelihara dan meningkatkan sikap kerja (Organ, 2006).
Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan Organizational citizenship behavior
(OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu ?.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk diketahuinya hubungan Organizational citizenship behavior
(OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
2. Tujuan khusus
23
24
a. Diketahuinya hubungan karakteristik demografi perawat pelaksana
yang terdiri jenis kelamin, umur, status perkawinan, pendidikan, masa
kerja dan status kepegawaian dengan Organizational citizenship
behavior (OCB) perawat di ruang rawat inap RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
b. Diketahuinya hubungan karakteristik demografi perawat pelaksana
yang terdiri jenis kelamin, umur, status perkawinan, pendidikan, masa
kerja dan status kepegawaian dengan mutu pelayanan keperawatan
di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
c. Diketahuinya hubungan organizational citizenship behavior (OCB)
dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
d. Diketahuinya hubungan dimensi organizational citizenship behavior
(OCB) yang terdiri dari altruisme, courtesy, civic virtue,
conscientiousness dan sportmanship dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
e. Diketahuinya dimensi organizational citizenship behavior (OCB) yang
paling berhubungan dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang
rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
D. Manfaat Penelitian
24
25
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak
antara lain :
1. Bagi akademisi, dapat memberikan referensi dan bukti empirik sebagai
kontribusi ilmiah bidang pelayanan kesehatan
2. Bagi praktisi, diharapkan dapat menambah wawasan dalam kajian
manajemen khususnya untuk bidang pelayanan kesehatan, disamping
itu sebagai wahana aplikasi studi teoritis pada kondisi nyata, sehingga
dapat lebih memahami keterkaitan antara teoritik dengan empirik.
3. Bagi RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu, sebagai bahan
pertimbangan untuk menciptakan iklim rumah sakit yang
memungkinkan terciptanya perilaku Organizational citizenship behavior
(OCB) bagi perawat sebagai bagian dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga kepuasan pasien dapat lebih optimal melalui
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman ilmiah dalam menambah
wawasan dan pengetahuan tentang mediasi Organizational citizenship
behavior (OCB) terhadap pengaruh mutu pelayanan keperawatan
dengan tingkat kepuasan pasien serta dapat dijadikan referensi peneliti
lain yang berminat melakukan penelitian yang serupa.
25
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB)
1. Pengertian
Kinerja perawat biasanya dinilai berdasarkan pada job description
yang telah dirancang oleh rumah sakit, sehingga manajemen rumah sakit
dapat melihat kemampuan perawatnya dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sesuai dengan job desription. Melakukan pekerjaan
sesuai dengan tugas yang ada dalam job description ini disebut in role
behavior (Organ, 2006). Sedangkan melakukan pekerjaan yang tidak
sebatas dengan tugas-tugas yang terdapat dalam deskripsi kerjanya
disebut extra role behavior atau disebut dengan Organizational Citizenship
Behavior (OCB).
26
27
Organizational Citizenship Behavior (OCB) didefinisikan sebagai
perilaku individu yang memiliki kebebasan untuk memilih, yang secara
tidak langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem reward dan
memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi
(Organ, 2006). Organ juga mendefinisikan OCB sebagai perilaku dan
sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan
dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak
atau kompensasi. Menurut Organ (2006) organizational citizenship
behavior (OCB) adalah sebuah tipe spesial dari kebiasaan kerja yang
mendefinisikan sebagai perilaku individu yang sangat menguntungkan
untuk organisasi dan merupakan kebebasan memilih, secara tidak
langsung atau secara eksplisit diakui sistem penghargaan formal.
Johns yang dikutip Budihardjo (2004) mengemukakan bahwa OCB
memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra-role behavior yang tidak
termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau
perintah tertentu, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang
tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja. OCB
berhubungan dengan informal, perilaku prososial yang dipesan oleh
karyawan dengan sukarela untuk membantu karyawan lain dalam suatu
pekerjaan (Mackenzie, Podsakoff & Fetter ; Ensher yang dikutip
Budihardjo, 2004).
Utomo (2002) dalam Rini (2007) mendefenisikan OCB sebagai suatu
perilaku kerja karyawan yang bekerja tidak hanya pada tugasnya (in role)
27
28
tetapi juga bekerja tidak secara kontrak mendapatkan kompensasi
berdasarkan sistem penghargaan atau sistem penggajian formal. Aldag
dan Resce (1997) dalam Rini (2007) menyatakan perilaku ektstra peran
adalah perilaku individu dalam bekerja melebihi persyaratan yang
ditetapkan dan penghargaan atas keberhasilan kerja yang dijanjikan,
konstrubusi tersebut seperti perilaku menolong sesame yang lain,
kerelaaan melakukan pekerjaan tambahan, menjunjung prosedur dan
aturan kerja tanpa menghiraukan permasalahan peribadi, merupakan
perilaku prososial yang positif, konstruktif dan suka member pertolongan.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku dan sikap
perawat sebagai kontribusinya diluar deskripsi kerja formal, yang
dilakukan dengan sukarela, tidak berkaitan langsung dengan sistem
reward yang formal dan memberi kontribusi pada keefektifan dan
keefisienan pada fungsi organisasi.
2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Aspek OCB yang penting menurut William & Anderson (1991) yaitu
OCB-Individu (OCBI) mencakup altruism, mendahulukan kepentingan
orang lain yang segera memberikan manfaat khusus individual dan secara
tidak langsung berkonstribusi terhadap organisasi dan OCB-
Organizational (OCBO) yang mencakup kerelaan, compliance yang
memberikan manfaat langsung pada organisasi.
28
29
Organ (2006) mengidentifikasikan lima dimensi tentang Organizational
Citizenship Behavior (OCB) yaitu :
a. Altruism
Menunjukkan perilaku perawat dalam menolong rekan kerjanya yang
mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai
tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini
mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan
kewajiban yang ditanggungnya. Bentuk perilaku altruisme perawat antara
lain : menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat,
membantu orang lain yang pekerjaannya sedang menumpuk, membantu
proses orientasi perawat baru meskipun tidak diminta, membantu
mengerjakan tugas orang lain saat mereka tidak masuk, meluangkan
waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan pekerjaan maupun masalah pribadi, bersedia menjadi
sukarelawan untuk mengerjakan sesuatu tanpa harus diminta terlebih
dahulu, membantu orang lain di luar departemennya ketika mereka
menghadapi masalah, membantu para pasien atau pengunjung jika
mereka tengah dalam kesulitan, meluangkan waktu untuk belajar
berkaitan dengan tugas layanan keperawatan.
b. Courtesy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari
masalah–masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini
adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. Bentuk
29
30
perilaku courtesy perawat antara lain : mengizinkan seseorang untuk
mengambil tindakan demi kebaikan tim, menyimpan informasi yang
dirahasiakan oleh organisasi dan membangun kebersamaan dan
kekompakan dalam tim kerja.
c. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan
organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif
untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur–prosedur
organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber– sumber yang dimiliki
oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang
diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang
pekerjaan yang ditekuni. Bentuk perilakunya antara lain : memberikan
perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting bagi rumah sakit.
meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni, mensintesa/
memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki selama memberikan layanan
keperawatan dan ikut menjaga citra baik rumah sakit.
d. Conscientiousness
Perilaku yang melebihi standar minimum yang dipersyaratkan bagi
seorang karyawan seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan dan lain
sebagainya. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas. Bentuk perilaku conscientiousness perawat antara lain :
Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai, aktif
dan tekun menyelesaikan tugas-tugas layanan keperawatan, berbicara
30
31
seperlunya dalam percakapan telepon pada saat melaksanakan tugas,
tidak menghabiskan waktu dengan melakukan pembicaraan di luar
masalah pekerjaan, selalu berusaha menyelesaikan laporan dan
perencanaan kerja lebih awal dari waktunya, mempersiapkan diri dengan
baik sebelum melakukan pelayanan keperawatan, datang dengan segera
jika dibutuhkan dan konsisten terhadap perencanaan kerja.
e. Sportmanship
Menunjukkan suatu kerelaan/toleransi untuk bertahan dalam suatu
keadaan yang tidak menyenangkan tanpa mengeluh. Perilaku ini
menunjukkan suatu daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang
kurang atau bahkan tidak menyenangkan. Menurut (Podsakoff ) yang
dikutip Budihardjo (2004) dimensi ini kurang dapat perhatian dalam
penelitian empiris. Dikatakan pula bahwa sportsmanship seharusnya
memiliki cakupan yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya
menahan ketidakpuasan tetapi individu tersebut harus tetap bersikap
positif serta bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri demi
kelangsungan organisasi. bentuk perilakunya : menahan diri untuk
mengeluh atau mengumpat, tidak membesar-besarkan masalah yang ada
dan selalu memfokuskan hal negatif dari pekerjaannya daripada melihat
sisi positifnya.
3. Manfaat Organizational Citizenship Behavior Bagi Perawat
a. Meningkatkan produktivitas rekan kerja.
31
32
Perawat yang menolong perawat lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya dan pada gilirannya meningkatkan
produktivitas rekan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku
membantu yang ditunjukkan perawat akan membantu menyebarkan best
practice ke seluruh unit kerja atau kelompok.
b. Meningkatkan produktivitas manajer.
Perawat yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. Perawat
yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan
menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
c. Menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi
secara keseluruhan.
Jika perawat saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan
tugas lain, seperti membuat perencanaan. Perawat yang menampilkan
concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal
dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab
yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang
diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting. Perawat
senior yang membantu perawat baru dalam pelatihan dan melakukan
orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk
32
33
keperluan tersebut. Perawat yang menampilkan perilaku sportmanship
akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak
untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
d. Membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk
memelihara fungsi kelompok.
Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,
moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga
anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan
waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok. Perawat yang menampilkan
perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam
kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik
manajemen berkurang.
e. Dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-
kegiatan kelompok kerja.
Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan
berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu
koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok. Menampilkan perilaku
courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan
anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang
membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
f. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik.
33
34
Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan
mempertahankan karyawan yang baik. Memberi contoh pada karyawan
lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak
mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan
loyalitas dan komitmen pada organisasi.
g. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.
Membantu tugas perawat yang tidak hadir di tempat kerja atau yang
mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara
mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja. Perawat yang
conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi
secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja.
h. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan.
Perawat yang mempunyai hubungan dekat dengan masyarakat
dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di
lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan
tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat. Perawat
yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di
organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan
harus diketahui oleh organisasi. Perawat yang menampilkan perilaku
conseientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab
34
35
baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan
organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
OCB penting dikembangkan di rumah sakit dengan alasan :
a. Mempunyai pengaruh terhadap evaluasi perawat dan mempengaruhi
keputusan kompensasi, promosi dan pelatihan
b. Mempunyai efek terhadap keefektivitasan dan kesuksesan organisasi
secara keseluruhan.
4. Determinan Demografi dengan Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Fokus demografi pada mulanya hanya mempelajari komposisi ukuran,
umur dan jenis kelamin (sex) populasi manusia, namun pada saat ini
pengertian tersebut telah berkembang lebih luas karena berinteraksi
dengan variabel sosiologi, psikologi, antropologi dan geografi seperti kelas
sosial, dan kesempatan ekonomi. Hal tersebut tentunya akan berpangkal
pada status kepegawaian, status perkawinan (marriage), pendidikan,
masa kerja (tenure) dan sebagainya.
Gender atau jenis kelamin (sex) merupakan sebuah variabel yang
mengekspresikan kategori biologis, sehingga merupakan sifat manusia
yang terkait oleh budaya setiap jenis kelamin dan seringkali
dipertimbangkan menjadi penentu sebuah hubungan kausal di tempat
kerja karena adanya disparitas kekuatan yang membedakan manusia,
35
36
sehingga mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi. Konotasi
pria lebih dekat pada sifat ambisius dan kompetitif sehingga selalu
mencari posisi kepemimpinan, sedangkan wanita lebih bersifat diferensial
dan emosional sehingga merupakan pendengar yang baik dan suportif
terhadap yang lain (Macionis, 1991 dalam Sarwono, 2001). Komrad
(2002) dalam Nufus (2011) mengungkapkan bahwa perilaku-perilaku
pekerja, bahwa perilaku menolong orang lain, bersahabat dan bekerja
sama degan orang lain lebih menonjol pada wanita daripada pria.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita lebih cenderung
mengutamakan pembentukan relasi dari pada pria (Gabrier dan Gardner,
1999 dalam Nufus,2011). Lovell (1999) dalam Nufus (2011) juga
menemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam
tingkatan OCB dimana perilaku menolong lebih besar pada wanita
daripada pria. Morrison (1994) dalam Nufus (2011) juga membuktikan ada
perbedaan persepsi OCB antara pria dan wanita dimana wanita lebih
menganggap OCB sebagai bagian dari in role dibandingkan pria.
Temuan-temuan tersebut membuktikan ada perbedaan mencolok antara
pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial dalam
lingkungan kerja. Wanita cenderung lebih mampu menginternalisasai
harapan-harapan harapan kelompok, rasa kebersamaan dan aktivitas
menolong sebagai bagian dari pekerjaan mereka. Berbeda dengan hasil
penelitian Sarwono (2001) yang justru menemukan pegawai pria memiliki
36
37
OCB yang lebih tinggi (48,34) daripada wanita (47,40) dan berhubungan
secara signifikan dengan arah positif.
Umur adalah kategori yang bermanfaat baik bagi individu maupun
masyarakat, sehingga perbedaannya memiliki kontribusi terhadap
stabilitas kemasyarakatan dan kesejahteraan. Salah satu konsekuensi
penting dari komposisi umur menurut Popenoe (1977) dalam Sarwono
(2001) adalah berhubungan dengan produktivitas, kemampuan untuk
memproduksi barang dan jasa, sehingga pekerja industri yang terlalu
muda atau terlalu tua secara ekonomi tidak produktif.
Hubungan negatif dan signifikan antara umur dengan altruism atau
OCBI (Organ & Konovsky, 1989 dalam Sarwono, 2001) dan kinerja serta
antara jenis kelamin dengan compliance (OCBO) dan OCB (Van Dyne &
Ang,1998) menunjukkan adanya perbedaan pengaruh umur dan jenis
kelamin terhadap altruism dan compliance yang dimiliki seseorang.
Perbedaan sifat dan perlakuan antara pria dan wanita diduga akan
memiliki derajat pengaruh yang berbeda terhadap OCB, sedangkan
secara kejiwaan pekerja yang lebih tua akan memiliki kematangan,
ketenangan dan ketekunan dalam bekerja sehingga umur dapat dijadikan
prediktor kinerja yang kuat (Steers & Porter, 1981; Neil & Snizek, 1998
dalam Sarwono, 2001). Hasil penelitian Sarwono (2011) menemukan
hubungan OCB dengan umur dan kinerja yang negatif dan signifikan.
Penelitian Sarwono (2001) yang menemukan tingkat pendidikan
bukan menjadi prediktor OCB yang kuat. Penelitian (Van Dyne & Ang,
37
38
1998) menemukan masa kerja dan pendidikan berhubungan negatif
dengan OCB sedangkan status kepegawaian berpengaruh positif
terhadapnya. Fungsi edukasi adalah sosialisasi, transmisi pengetahuan
kultural seperti nilai (value) dan kepercayaan (belief). Membantu individu
memilih dan belajar peran sosial serta mempertemukan antara bakat
(talent) dan kemampuannya (ability) dengan kebutuhan spesialisasi
pekerjaan (Popenoe, 1977 dalam Sarwono, 2001). Selain itu edukasi juga
berhubungan dengan stratifikasi sosial yaitu membantu menentukan
posisi di masa depan dalam struktur sosial (DeFleur et al., 1981).
Peningkatan tingkat pendidikan cenderung membuat individu lebih toleran
dan lebih demokratik (Popenoe, 1977 dalam Sarwono, 2001), karena
karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
mudah mengenali dan menganalisis bermacam kenyataan atau implikasi
tindakan yang tidak benar.
Status perkawinan (marriage) merupakan sebuah pengakuan sosial
terhadap perjanjian yang mengikat antara seorang pria dan seorang
wanita. Perjanjian menentukan hak dan kewajiban dari pasangan dengan
mengacu pada perilaku seksual dan provisi berbagai kepentingan seperti
makanan, perumahan, dan pakaian (DeFleur et al., 1981 dalam Sarwono,
2001). Terdapat bukti bahwa secara fisik dan emosional pria atau wanita
yang menikah lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menikah; lebih
rendah tingkat sakit kejiwaan, lebih baik tingkat kesehatannya dan
mempunyai hidup yang lebih lama (Popenoe, 1977 dalam Sarwono,
38
39
2001), sehingga patut diduga bahwa sifat toleran yang dimilikinya akan
meningkat pula. Hasil penelitian Sarwono (2001) menemukan status
perkawinan merupakan prediktor yang nyata dengan arah negatif
terhadap OCB.
Adapun masa kerja berhubungan dengan senioritas seorang pekerja
di dalam organisasi, sedangkan edukasi sebagai institusi sosial yang
tertua merupakan pengarahan formal dari pengalaman belajar. Perbedaan
sifat kerelaan dan OCB diduga disebabkan oleh lamanya masa kerja .
Hasil penelitian Sarwono (2011) menemukan tidak terdapat hubungan
OCB dengan masa kerja pegawai. Pekerja senior juga dinilai lebih
berpengalaman dalam menangani problema yang terjadi di lapangan dan
merupakan prediktor yang kuat terhadap komitmen dan kepuasan kerja
sehingga secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap kinerja
dan OCB (Steers & Porter, 1981; Neil & Snizek, 1998 dalam Sarwono,
2001).
Mengacu pendapat Roussseau (Van Dyne & Ang, 1998), status
kepegawaian dibedakan menjadi dua tipe pertama yaitu pegawai negeri
sipil; pekerja tradisional, berkelanjutan dan mempunyai hubungan
pekerjaan yang bersifat open-ended, regular (tetap), masih aktif bekerja
dan mendapat imbalan atau kompensasi atas jerih payahnya dari badan
atau lembaga pemerintah, sedangkan pegawai swasta oleh badan atau
lembaga nonpemerintah.
39
40
Status kepegawaian merupakan salah satu simbol kelas yang
memberikan kesempatan atau fasilitas hidup tertentu (life-chances) bagi
warganya seperti keselamatan serta standar hidup dan mempengaruhi
gaya dan perilaku hidup (life-style) warganya, sehingga menurut Weber &
Schumpeter status kepegawaian memberikan perbedaan kelas di dalam
masyarakat (Sarwono, 2001). Salah satu penyebab adanya kelas sosial
adalah adanya perbedaan distribusi sumber daya ekonomi yang meliputi
pendapatan (income), kesejahteraan (welfare) dan kekuatan (power).
Selanjutnya, stratifikasi sosial akan berpengaruh terhadap setiap dimensi
kehidupan sosial misalnya kesehatan dan nilai. Oleh sebab itu komponen
struktur sosial ini merupakan elemen penting dalam interaksi sosial karena
mengacu pada posisi sosial yang diraih individu di dalam masyarakat.
Hasil penelitian Sarwono (2001) menemukan status kepegawaian
berhubungan negatif dan signifikan dengan OCB.
B. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan
1. Defenisi pelayanan keperawatan
Pelayanan keperawatan (Nursing Service ) adalah seluruh fungsi,
tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh seorang
perawat dalam praktek profesinya. Sedangkan asuhan keperawatan
(Nursing Care) adalah suatu pelayanan keperawatan langsung berupa
bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang
40
41
diberikan oleh seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Griffith, 2000).
Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem
pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah pasti punya kepentingan untuk
menjaga mutu pelayanan, terlebih lagi pelayanan keperawatan sering
dijadikan tolok ukur citra sebuah rumah sakit di mata masyarakat,
sehingga menuntut adanya profesionalisme perawat pelaksana maupun
perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan
keperawatan kepada pasien (Nurachmah, 2007).
Pelayanan keperawatan profesional diberikan dalam bentuk asuhan
keperawatan. Menurut konsorsium kelompok kerja keperawatan, asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses
keperawatan yang berpedoman pada standar asuhan keperawatan
berdasar pada etik dan etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawab keperawatan (Sitorus ,2006).
Dengan melihat keperawatan sebagai suatu sistem, kita dapat melihat
secara sistematis pelayanan keperawatan dengan permasalahan yang
sering dijumpai di rumah sakit :
a. Input yang tendiri dari tenaga keperawatan, organisasi dan tata
laksana keperawatan (standar operasional prosedur, sistem informasi),
sarana dan prasarana keperawatan serta pasien yang dilayani.
41
42
b. Proses terdiri dari manajemen keperawatan dan keperawatan klinik
c. Output berupa pelayanan keperawatan yang dihasilkan oleh adanya
proses tersebut dan kepuasan pasien.
d. Outcame, penilaian agar semua proses berjalan dengan baik.
Griffith (2000) menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah
sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen
keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari :
a. Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan
keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu,
pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian
obat, dan lain-lain.
b. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik,
mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu
sehingga merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang
keadaan pasien.
c. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik
dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses
penyembuhan pasien itu sendiri.
d. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung
jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan
fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.
42
43
e. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit.
Program ini diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai
dengan penyakit yang di deritanya.
Dalam hal manajemen keperawatan di rumah sakit, tugas perawat
adalah:
a. Penanganan administratif, antara lain dapat berupa pengurusan
masuknya pasien ke rumah sakit, pengawasan pengisian dokumen
catatan medik dengan baik, membuat penjadwalan proses
pemeriksaan atau pengobatan pasien, dan lain-lain.
b. Membuat penggolongan pasien sesuai berat ringannya penyakit, dan
kemudian mengatur kerja perawatan secara optimal pada setiap
pasien sesuai kebutuhannya masing-masing.
c. Memonitor mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan
secara khusus maupun pelayanan lain secara umumnya.
f. Manajemen ketenagaan dan logistik keperawatan, kegiatan ini meliputi
staffing, schedulling, assignment dan budgeting (Aditama, 2003).
2. Mutu Pelayanan Keperawatan
a. Konsep mutu Pelayanan
Depkes RI (2005) mengemukan mutu adalah suatu derajat
kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai standar
profesi, sumberdaya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma,
43
44
etika hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Dalam hubungannya dengan masalah pelayanan, Leboeuf (2002)
menyatakan bahwa kualitas layanan merupakan kemampuan suatu
layanan yang diberikan oleh pemberi layanan dalam memenuhi keinginan
penerima layanan. Dari berbagai defenisi dan interpretasi tentang mutu
atau kualitas yang paling banyak diacu seperti yang dikutip oleh Azwar
(2000) adalah :
1) Menurut Crosby (1989), mutu adalah pemenuhan terhadap standar
(quality is compliance with standard)
2) Menurut Juran (1988) mutu adalah pemenuhan terhadap kepuasan
konsumen (quality is fitness for user, quality is costumer satisfaction)
Berdasarkan pendapat Crosby, pemenuhan terhadap standar berarti
terdapat beberapa tolok ukur yang ditetapkan yang harus dipenuhi.
Standar yang ditetapkan untuk menjamin tercapainya tujuan yang akan
dicapai. Standar tersebut merupakan indikator tertentu yang harus
dipenuhi sehingga dapat menjadi pedoman untuk mengevaluasi kualitas.
Sedangkan pendapat Juran, pemenuhan terhadap kepuasan konsumen
merupakan tolok ukur dari kualitas, bahwa kepuasan konsumen dapat
dicapai apabila harapannya terpenuhi.
Dari berbagai defenisi tentang mutu dapat dipahami bahwa mutu
pelayanan mengacu pada pencapaian standar kinerja yang telah
ditetapkan sehingga memenuhi kepuasan pasien. Standar merupakan
44
45
pernyataan deksripsi tentang apa yang diinginkan meliputi kualitas
struktur, proses maupun hasil (Gillies,2000). Standar penampilan kerja
sangat penting untuk membantu staf mengerti tentang lingkup harapan,
tanggung jawab, pengetahuan dan keterampilan dan kewajiban dari
pekerjaan, mendukung evaluasi tugas, memfasilitasi komunikasi antar
supervisor dengan bawahan tentang aktivitas yang berhubungan dengan
pekerjaan. Tanpa adanya standar penampilan kerja maka supervisor dan
bawahan mempunyai persepsi yang berbeda tentang harapan,syarat
pekerjaan dan penampian, supervisor akan kesulitan mengidentifikasi isu
penampian dan bawahan kesulitan mengerjakan apa yang seharusnya
dilakukan.
b. Mutu Pelayanan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawai
yang diberikan kepada pasien, memenuhi standar dan kriteria profesi,
sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan rumah sakit
serta mampu mencapai kepuasan dan harapan pasien. Nurachmah
(2007) dalam mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu diperlukan
beberapa komponen yang harus dilaksanakan yaitu : 1) sikap caring, yaitu
memberikan asuhan, memberikan dukungan emosional pada klien,
keluarga secara verbal maupun verbal selama memberikan asuhan
keperawatan. Inti dari caring adalah sejauhman perawat peduli kepada
pasien yang diwujudkan dalam sikap perhatian, tanggungjawab dan
45
46
ikhlas. 2) Hubungan perawat-klien yang terapeutik, merupakan inti dalam
pemberian asuhan keperawatan karena penyembuhan dan peningkatan
kesehatan pasien sangat ditentukan oleh hubungan perawat- pasien. 3)
Kolaborasi dengan tim kesehatan, merupakan hubungan kerjasama
dengan tim kesehatan dalam pemberian asuhan kesehatan. Elemen
penting dalam penerapan kolaborasi yaitu : a) kerjasama dalam
perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, penetapan
sasaran dan tanggung jawab, b) kerjasama secara koperatif, c) adanya
koordinasi dan d) menjalin komunikasi terbuka. 4) kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan pasien, merupakan kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan
pasien yang dilandasi oleh kepedulian, tanggung jawab terhadap
pelayanan yang dilakukan secara iklhas, tulus demi kemanusiaan. 5)
kegiatan penjaminan mutu, merupakan keselarasan antara tindakan
actual dengan kinerja yang ditentukan sebelumnya.
Penatalaksanaan kegiatan keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai
profesional yaitu management approach, compensatory reward,
professional relationship dan patient care delivery (Keliat, 2006).
1) Management approach
Menurut Gillies (2000) proses manajemen adalah merupakan
rangkaian kegiatan input, proses, dan output. Marquis (2012) menyatakan
proses manajemen dibagi lima tahap yaitu planning, organizing, staffing,
46
47
directing, controling yang merupakan satu siklus yang saling berkaitan
satu sama lain.
2) Compensatory reward
Fokus utama manajemen keperawatan adalah pengelolaan tenaga
keperawatan agar dapat produktif sehingga misi dan tujuan organisasi
dapat tercapai. Perawat merupakan sumber daya manusia kesehatan
yang mempunyai kesempatan paling banyak melakukan praktek
profesionalnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pengembangan
perawat digambarkan sebagai suatu proses pengelolaan motivasi staf
sehingga dapat bekerja secara produktif. Hal ini juga merupakan
penghargaan bagi profesi keperawatan karena melalui manajemen
sumber daya manusia yang baik maka perawat mendapatkan kompensasi
berupa penghargaan (compensatory-reward) sesuai dengan apa yang
telah dikerjakan.
3) Professional relationship
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan
merupakan standar dari hubungan antara pemberi pelayanan
keperawatan (tim kesehatan) dan penerima pelayanan keperawatan (klien
dan keluarga). Pada pelaksanaan hubungan profesional bisa saja terjadi
secara internal artinya hubungan yanu terjadi antara pemberi pelayanan
kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat antara perawat
dengan tim kesehatan dan lain-lain. Sedangkan hubungan profesional
47
48
secara ekstemal adalah hubungan yang terjadi antara pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan.
4) Patient care delivery
Praktek keperawatan profesional dengan ciri praktek yang didasari
dengan keterampilan intelektual, teknikal, interpersonal dapat
dilaksanakan dengan menerapkan suatu metode asuhan yang dapat di
pertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode asuhan untuk praktek
profesional tersebut adalah proses keperawatan.
Proses penilaian mutu pelayanan keperawatan sering menggunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan
adalah kualitas sempurna dari asuhan keperawatan yang meliputi
beberapa kriteria keefktifan asuhan yang bisa dievaluasi (Gillies, 2000).
Standar asuhan keperawatan meliputi standar proses yang berhubungan
dengan kualitas implementasi asuhan, standar muatan (content) yang
berhubungan dengan subtansi dari asuhan keperawatan dan standar hasil
(outcome) yaitu perubahan yang diharapkan pada pasien dan lingkungan
setelah intervensi dilakukan.
Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh
setiap tenaga professional. Standar praktik keperawatan adalah ekpektasi/
harapan-harapan minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang
aman, efektif dan etis. Standar praktik keperawatan merupakan komitmen
profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang
48
49
dilakukan oleh anggota profesi. Standar praktik keperawatan dapat
diartikan sebagai level pelayanan ideal yang berfungsi sebagai panduan
praktik. Marquis (2012) menjelaskan bahwa standar memiliki karakteristik
yang berbeda, eksis karena otoritas dan harus komunikatif serta harus
mampu mempengaruhi personal yang berada didalamnya. Sementara Mc
Closkey dan Grace (1990) dalam Suza (2008) menyatakan standar praktik
keperawatan adalah pernyataan tentang apa yang dibutuhkan oleh
seorang registered nurse untuk dijalankan sebagai profesional
keperawatan dan secara umum standar ini mencerminkan nilai profesi
keperawatan dan memperjelas apa yang diharapkan profesi keperawatan
dari para anggotanya serta diharapkan memberikan arahan dan
bimbingan langsung terhadap perawat yang ingin melakukan praktik
keperawatan. Sehingga standar sebagai alat pengukuran harus objektif,
terukur dan dapat dicapai.
Sebuah standar harus tertulis dan harus mencerminkan sistem nilai
yang konsisten dan digambarkan dengan jelas. Sebuah standar secara
komprehensif menguraikan aspek profesionalisme, termasuk system,
praktisi dan pasien. Standar harus jelas, ringkas, non ambigu dalam
penafsirannya dan tepat dalam mengarahkan. Sebuah standar harus
dilegatimasi melalui proses autorasi yang tepat oleh staf, hirarki
keperawatan, staf medis, kepala keperawatan dan struktur komite
(Suza,2008).
49
50
Tujuan standar asuhan keperawatan (Gillies, 2000) adalah untuk
meningkatkan kualitas keperawatan, mengurangi biaya perawatan,
menghindari perawat berbuat kelalaian. Oleh sebab itu profesi harus
membuat standar yang objektif untuk memandu praktisi individu dalam
penampilan asuhan yang aman dan efektif. Standar praktik harus mampu
mendefenisikan ruang lingkup dan dimensi keperawatan profesional.
Kebutuhan adanya standar asuhan keperawatan sebagai pedoman
dan sebagai dasar evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan, telah
dipenuhi oleh pemerintah dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
660/Menkes/SK/IX/1987 yang dilengkapi oleh Surat Edaran Direktur
Jenderal Pelayanan Medik No. 105/Yan.Med./Raw/1/1988 tentang
Penerapan Standar Asuhan Keperawatan bagi perawat kesehatan dan
diperbaharui Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik No.
YM00.032.6.7637 tertanggal 18 Agustus 1993 tentang berlakunya standar
asuhan keperawatan di rumah sakit.
Berdasarkan surat keputusan tersebut selanjutkan dijabarkan oleh
PPNI berdasarkan surat keputusan No.025/PP.PPNI/SK/K/XII/2009 yang
mengacu pada proses keperawatan sebagai berikut :
1) Standar Praktik Profesional
Standar I : Pengkajian Keperawatan. Perawat mengumpulkan data
tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat ,
singkat dan berkesinambungan.
50
51
Rasional : Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam
proses keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang
tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk merumuskan masalah klien
dan rencana tindakan.
Kriteria struktur :
a) Metode pengumpulan data yang digunakan dapat menjamin :
(1) Pengumpulan data yang sistematis dan lengkap.
(2) Diperbaharuinya data dalam pencatatan yang ada.
(3) Kemudahan memperoleh data.
(4) Terjaganya kerahasiaan.
b) Tatanan praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan
yang merupakan bagian integral dari sistem pencatatan pengumpulan
data klien
c) Sistem pencatatan berdasarkan proses keperawatan. Singkat,
menyeluruh, akurat dan berkesinambungan.
d) Praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang
menjadi bagian dari sistem pencatatan kesehatan klien.
e) Ditatanan praktek tersedia sistem penyimpanan data yang dapat
memungkinkan diperoleh kembali bila diperlukan.
f) Tersedianya sarana dan lingkungan yang mendukung.
Kriteria proses :
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan mempelajari data penunjang (pengumpulan data
51
52
penunjang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan uji
diagnosis), serta mempelajari catatan lain.
b) Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan,
rekam medis, serta catatan lain.
c) Klien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data.
d) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
(1) Status kesehatan klien saat ini
(2) Status kesehatan klien masa lalu
(3) Status biologis (Fisiologis)
(4) Status psikologis (Pola koping)
(5) Status social cultural
(6) Status spiritual
(7) Respon terhadap terapi
(8) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
(9) Resiko masalah potensial
Kriteria hasil :
a) Data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada.
b) Data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan
klien.
Standar II: Diagnosis Keperawatan. Perawat menganalisis data
pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
52
53
Rasional : diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan
rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.
Kriteria Struktur, tatanan praktek memberi kesempatan :
a) Kepada teman sejawat, klien untuk melakukan validasi diagnosis
keperawatan
b) Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian
dalam menetapkan diagnosis keperawatan yang tepat.
c) Untuk akses sumber-sumber dan program pengembangan profesional
yang terkait.
d) Adanya pencatatan yang sistematis tentang diagnosis klien.
Kriteria proses :
a) Proses dianogsis terdiri dari analisis, & interpretasi data, identifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan.
b) Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab
(E), gejala/tanda (S) atau terdiri dari masalah dengan penyebab (PE).
c) Bekerjasama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan
lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.
d) Melakukan kaji ulang dan revisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
Kriteria hasil :
a) Diagnosis keperawatan divalidasi oleh klien bila memungkinkan
b) Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima oleh teman sejawat
sebagai diagnosis yang relevan dan signifikan.
53
54
c) Diagnosis didokumentasikan untuk memudahkan perencanaan,
implementasi, evaluasi dan penelitian.
Standar III: Perencanaan. Perawat membuat rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan
kesehatan klien.
Rasional : perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis
keperawatan.
Kriteria Struktur,tatanan praktek menyediakan :
a) Sarana yang dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan.
b) Adanya mekanisme pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan.
Kriteria proses :
a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan keperawatan.
b) Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
c) Perencanaan bersifat individual (sebagai individu, kelompok dan
masyarakat) sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d) Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria hasil :
a) Tersusunnya suatu rencana asuhan keperawatan klien
b) Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap diagnosis
keperawatan.
c) Perencanaan tertulis dalam format yang singkat dan mudah didapat.
54
55
d) Perencanaan menunjukkan bukti adanya revisi pencapaian tujuan.
Standar IV: Pelaksanaan Tindakan (implementasi). Perawat
mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan.
Rasional : perawat mengimplementasikan rencana asuhan
keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi
klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang
diharapkan.
Kriteria struktur, tatanan praktek menyediakan :
a) Sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan.
b) Pola ketenagaan yang sesuai kebutuhan.
c) Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola ketenagaan secara
periodik.
d) Pembinaan dan peningkatan keterampilan klinis keperawatan.
e) Sistem Konsultasi keperawatan.
Kriteria proses :
a) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b) Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status
kesehatan klien.
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien.
d) Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah
tanggung jawabnya.
55
56
e) Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk
mencapai tujuan kesehatan.
f) Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas-
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
g) Memberikan pendidikan pada klien & keluarga mengenai konsep &
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakannya.
h) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
Kriteria hasil :
a) Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien secara
sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali.
b) Tindakan keperawatan dapat diterima klien.
c) Ada bukti-bukti yang terukur tentang pencapaian tujuan.
Standar V : Evaluasi. Perawat mengevaluasi perkembangan
kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai
rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Rasional : praktek keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang
mencakup berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang
telah dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung
pada pengkajian yang berulang-ulang.
Kriteria struktur :
56
57
a) Tatanan praktek menyediakan : sarana dan lingkungan yang
mendukung terlaksananya proses evaluasi.
b) Adanya akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam
penyempurnaan perencanaan
c) Adanya supervisi dan konsultasi untuk membantu perawat melakukan
evaluasi secara effektif dan mengembangkan alternatif perencanaan
yang tepat.
Kriteria proses :
a) Menyusun rencanaan evaluasi hasil tindakan secara komprehensif,
tepat waktu dan terus-menerus.
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan.
c) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien
d) Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
e) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
f) Melekukan supervisi dan konsultasi klinik.
Kriteria hasil :
a) Diperolehnya hasil revisi data, diagnosis, rencana tindakan
berdasarkan evaluasi.
b) Klien berpartisipasi dalam proses evaluasi dan revisi rencana tindakan.
c) Hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan
57
58
d) Evaluasi tindakan terdokumentasikan sedemikian rupa yang
menunjukan kontribusi terhadap efektifitas tindakan keperawatan dan
penelitian.
3. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
Pendekatan untuk menilai mutu pelayanan keperawatan berkaitan
dengan struktur, proses dan hasil akhir. Hermansyah (2006) menjelaskan
kriteria struktur meliputi konsep asuhan keperawatan, sumber daya
manusia (jumlah, kompetensi, tingkat pendidikan, dan perkembangan
profesi). Kriteria proses dari konsep asuhan keperawatan bermutu meliputi
a) fungsi proses asuhan keperawatan (pengkajian,diagnose,
perencanaan, implementasi dan evaluasi), b) proses interpersonal
(komunikasi efektif, cara berperilaku, hubungan terapeutik, melibatkan
pasien dan keluarga, ketepatan lingkungan yang mendukun, c) metode
pengorganisasian, tanggung jawab, koordinasi dan peran serta dalam
pengambilan keputusan, d) praktik keperawatan (pengetahuan,
kecakapan, kompetensi teknikal, e) karakteristik personal (caring, emapti,
humanistik, integritas dan ciri khas individu.
Sedangkan kriteria hasil mencakup : tingkat kesehatan (angka
kematian, kecacatan, kesakitan, ketidaknyamanan dan ketidakpuasan),
kepuasan pasien, pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien,
kejadian yang tidak diinginkan (jatuh, komplikasi, kontraktur, infeksi
nosokomial), proses yang tidak diinginkan (kesalahan pengobatan dan
pendokumentasian, pelayanan yang tidak terkoordinasi).
58
59
Penilaian mutu pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan
menilai kinerja perawat selama melakukan asuhan keperawatan dan
pendokumentasian yang dilakukan dengan membandingkan standar
asuhan keperawatan. Audit dokumentasi merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, audit pada penerapannya
mengevaluasi kualitas pelayanan. Penelitian yang dilakukan Wong (2009)
menemukan bahwa audit merupakan usaha yang efektif untuk
meningkatkan kinerja perawat khususnya dalam melakukan dokumentasi
keperawatan. Retrospective audit dilakukan dengan cara mengaudit
dokumentasi yang telah selesai ditulis oleh perawat (Gillies, 2000).
Dokumentasi tersebut berisi form baku yang telah dibuat oleh rumah sakit
mengenai lima proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Potter & Perry,
2005).
Audit merupakan penilaian pekerjaan yang telah dilakukan. Terdapat
tiga kategori audit keperawatan yaitu : audit struktur,audit proses, dan
audit hasil. Audit Struktur berfokus pada sumber daya manusia,
lingkungan perawatan, termasuk fasilitas fisik, peralatan, organisasi,
kebijakan, prosedur, standar, SOP dan rekam medik, pelanggan (internal
maupun eksternal). Standar dan indikator diukur dengan menggunakan
cek list. Audit proses merupakan pengukuran pelaksanaan pelayanan
keperawatan untuk menemukan apakah standar keperawatan tercapai.
Pemeriksaan dapat bersifat restrospektif, concurrent, atau peer review.
59
60
Restropektif adalah audit dengan menelaah dokumen pelaksanaan
asuhan keperawatan melalui pemeriksaan dokumentasi asuhan
keperawatan.
Concurent adalah mengobservasi saat kegiatan keperawatan sedang
berlangsung. Peer review adalah umpan balik sesama anggota tim
terhadap pelaksanaan kegiatan. Audit hasil adalah audit produk kerja
yang dapat berupa kondisi pasien, kondisi SDM, atau indikator mutu.
Kondisi pasien dapat berupa keberhasilan pasien dan kepuasan. Kondisi
SDM dapat berupa efektivitas dan efisiensi serta kepuasan. Untuk
indikator mutu umum dapat berupa BOR, ALOS, TOI, Angka Infeksi
Nosokomial (NI), angka dekubitus dan sebagainya
Sumber data penilaian sebuah mutu diperoleh dari hasil pengukuran
yang realibel. Pengukuran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan
perbandingan capaian kinerja dengan standar yang telah ditetapkan
(Ilyas, 2002). Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Rivai
(2011) adalah:
1) Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur.
Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis
pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat
dengan adanya penilaian kinerja ini. Ada empat hal yang harus
60
61
diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik dan
benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.
a) Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah
standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan
jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
b) Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut
disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat
penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.
c) Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat
dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
d) Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu
mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau
mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias-bias
penilai.
2) Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu
kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris
(empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis
(systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
61
62
a) Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja
dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan
pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil,
dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b) Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari
penilaian kinerja tersebut.
c) Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d) Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja,
yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan
kinerja.
e) Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan
lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik.
Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin
justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk
cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f) Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan
sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang
memang menentukan kinerja. Pengukuran kinerja juga berarti
membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja
sebenarnya yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau
62
63
obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur
oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif.
Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang
berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan
penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah
dikumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan
dengan melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan
pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan
dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja
aktual.
4. Implikasi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terhadap Mutu
Pelayanan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang bermutu dapat dicapai jika pelaksana
asuhan keperawatan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi
profesi dan organisasi rumah sakit. Dalam melaksanakan standar asuhan
keperawatan perawat harus menampilkan kontak fisik dan inderawi serta
emosi yang selalu siap melayani pasien secara kompeten, tulus dan
penuh pengabdian dan melakukan tugas ekstra lainnya selain tugas
pokok yang harus dilakukan. Hal ini mengindikasikan bahwa
organizational citizenship behavior merupakan perilaku yang penting
dimiliki oleh perawat karena adanya OCB akan meningkatkan kinerja
setiap perawat sehingga meningkatkan mutu pelayanannya.
63
64
Jika perawat dalam organisasi memiliki OCB akan mengendalikan
perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk
kepentingan organisasinya. Perilaku ini diperlukan mengingat pelayanan
keperawatan merupakan proses interaksi perawat dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain di rumah sakit serta merupakan nilai-nilai yang
mendasari profesi keperawatan.
Banyak faktor untuk mencapai service quality yang baik yaitu dengan
menumbuhkan ketulusan, perasaan senang hati dan timbulnya suatu
budaya dimana para pekerja akan bekerja sama saling tolong menolong
demi memberikan kualitas layanan yang baik (Olorunniwo, et al., 2006).
Sikap perilaku para pekerja yang dilakukan secara suka rela, tulus senang
hati tanpa harus di perintah dan dikendalikan dalam memberikan
pelayanan dengan baik yang menurut Organ et al, (2006) dikenal dengan
istilah Organizational citizenship behavior (OCB).
Dengan adanya organizational citizenship behavior (OCB) yang tinggi
diharapkan berdampak baik bagi pelayanan terhadap masyarakat. Dalam
hal ini perawat diharapkan lebih cakap, lebih responsif, lebih sigap, ramah
terhadap pasien dalam menjalankan tugas dan tetap bertahan di rumah
sakit serta merasa mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan rumah
sakit.
Beberapa penelitian yang menguatkan bahwa kualitas pelayanan
dipengaruhi oleh organizational citizenship behavior. Podsakoff dan
MacKenzie (1997) membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat OCB di
64
65
kalangan karyawan dalam sebuah perusahaan, akan membuat tingkat
kepuasan konsumen terhadap perusahaan tersebut juga tinggi yang
ditandai dengan rendahnya tingkat komplain yang diterima perusahaan.
Hasil penelitian Bell (2004) menunjukkan terdapat hubungan positif
secara langsung antara OCB dengan kualitas jasa yang dipersepsikan
konsumen. Bienstock (2003) yang meneliti faktor-faktor yang berpengaruh
pada OCB dan pengaruh OCB terhadap service quality hasilnya
menunjukkan ada pengaruh positif hak asasi organisasi terhadap OCB
dan korelasi positif OCB dengan service quality. Penelitian yang sama
dilakukan oleh Yoon & Suh yang menyatakan ada pengaruh positif antara
OCB terhadap service quality pada perusahaan agen travel di Korea.
Penelitian Hui (2001) juga mendukung penelitian Bienstock, Yoon & Suh
yakni adanya pengaruh positif antara OCB terhadap service quality pada
teller bank di Hongkong.
Sarwono (2001) yang menemukan rerata skor OCB pegawai lembaga
pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan pegawai lembaga swasta.
Nufus (2011) yang membuktikan adanya hubungan antara Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dengan kinerja karyawan. Demikian juga
dengan penelitian Karambajaya (1989) dalam Nufus (2011) yang secara
empiris membuktikan bahwa karyawan yang berkinerja baik memiliki OCB
yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang berkinerja kurang
baik. Houston (2000) dan Allison (2001) juga menemukan adanya
pengaruh OCB dengan kinerja.
65
66
Penelitian yang dilakukan oleh Cholil (2011) tentang pengaruh
kepemimpimpinan tranformasional, kepercayaan pada supervisor, dan
perilaku kewargaan organisasi terhadap kualitas pelayanan perawat
hasilnya OCB-Organizational (OCBO) berpengaruh pada kualitas
pelayanan dan OCB-Individu (OCBI) tidak berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan. Keberadaan OCB dapat menjadi variabel intervenning antara
moral, komitmen dan motivasi dengan service quality pekerja sosial
tersebut.
OCB secara empiris telah terbukti berpengaruh pada service quality
pada berbagai perusahaan jasa. Berbagai variabel antesenden OCB
sesungguhnya mencerminkan proses terbentuknya sikap perawat dalam
organisasi rumah sakit. Selanjutnya dampak atau konsekuensi dari OCB
adalah peningkatan kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa OCB memiliki pengaruh
langsung (direct effect) terhadap mutu pelayanan keperawatan.
5. Determinan Demografi Perawat yang Berpengaruh Terhadap Mutu
Pelayanan Keperawatan
Karakteristik perawat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerjanya dalam menerapkan standar asuhan
keperawatan. Secara umum karakteristik individu seperti jenis kelamin,
umur, lama kerja, status pernikahan, jenis kepegawaian berhubungan
dengan kinerja (Netty, 2002).
66
67
a. Jenis kelamin
Berdasarkan studi psikologi bahwa wanita lebih bersedia memenuhi
wewenang dan pria lebih agresif. Pria lebih besar kemungkinan
mengharapkan kesuksesan dari pada wanita. Perempuan biasanya tidak
bersifat agresif, suka memelihara dan mempertahankan sifat kelembutan,
keibuan tanpa mementingkan diri sendiri dan tidak mengharapkan balas
jasa (Koderi, 1999 dalam Faisal Rizal, 2005). Sifat-sifat tersebut identik
dengan profesi keperawatan. Panjaitan (2004) dalam penelitiannya
menyatakan ada hubungan signifikan antara jenis kelamin pria dengan
perempuan berkaitan dengan kinerja perawat, demikian halnya dengan
penelitian Wahyudi (2010) yang menemukan ada hubungan jenis kelamin
dengan kinerja perawat, sedangkan Nufus (2011) menemukan tidak ada
pengaruh jenis kelamin dengan kinerja.
b. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap
pembentukan kerja seseorang. Menurut Siagian, (2002), terdapat korelasi
antara kinerja dengan umur seorang karyawan, artinya kecenderungan
yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut umur karyawan, kinerja
dan tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Umur
sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada
perilaku kerja individu. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap
kemampuan dan keterampilannya.
67
68
Robbin (2001) menyatakan bahwa pada karyawan profesional dengan
semakin meningkatnya usia, semakin berpengalaman dan semakin
meningkat kemampuan profesionalnya. Hubungan umur dengan kinerja
secara empiris telah banyak dibuktikan dengan hasil yang berbeda-beda.
Studi Lusiani (2004) menunjukkan bahwa kinerja perawat rumah sakit
memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman kerja dalam
tahun (p value =0,025). Hasil penelitian Burdahyat (2009), Rusmiati (2006)
dan Baiduri (2003) yang menyimpulkan umur tidak berhubungan dengan
kinerja. Hasil penelitian lainnya Wahyudi (2010), Soefullah (2009) Netty
(2002) yang membuktikan adanya hubungan umur dengan kinerja
perawat.
c. Masa kerja
Lama kerja merupakan rentang waktu yang telah dilewati seorang
karyawan menjalankan aktivitas pekerjaannya. Robins (2001) menyatakan
lama kerja menentukan seseorang dalam menjalankan tugas, semakin
lama seseorang bekerja semakin terampil dan semakin cepat
menyelesaikan tugsanya. Sehingga lama kerja akan memberikan
pengalaman perawat mengasah keterampilannya. Hasil penelitian
Burdahyat (2009) dan Netty (2002) yang menyatakan tidak ada hubungan
lama kerja dengan kinerja. Berbeda dengan hasil penelitian lainnya yang
menemukan lama kerja berhubungan dengan kinerja perawat. Seperti
hasil penelitian Wahyudi (2010), Nufus (2011) juga dan Lusiani (2004)
68
69
menunjukkan bahwa kinerja perawat rumah sakit memiliki hubungan yang
bermakna dengan pengalaman kerja dalam tahun.
d. Status perkawinan
Adapun status perkawinan (marriage) merupakan sebuah pengakuan
sosial terhadap perjanjian yang mengikat antara seorang pria dan seorang
wanita. Terdapat bukti bahwa secara fisik dan emosional pria atau wanita
yang menikah lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menikah; lebih
rendah tingkat sakit kejiwaan, lebih baik tingkat kesehatannya dan
mempunyai hidup yang lebih lama, sehingga patut diduga bahwa sifat
toleran yang dimilikinya akan meningkat pula sehingga pada akhirnya
mempengaruhi pula perilakunya dalam bekerja (Aryee et al., 2002). Kedua
hal tersebut seringkali memicu timbulnya dua sifat yang bertentangan
yaitu toleran dan egois. Burdahyat (2009), Rusmiati (2006) dan Baiduri
(2003) yang menyimpulkan status perkawinan tidak berhubungan dengan
kinerja.
e. Pendidikan
Sementara latar belakang pendidikan keperawatan yang tinggi sangat
mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan, semakin tinggi pendidikan
keperawatan maka kemampuan memberikan asuhan keperawatan juga
semakin meningkat (Jackson,2000). Hasil penelitian Adji (2002)
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang
mempunyai hubungan paling dominan dengan kinerja perawat. Berbeda
69
Proses
Management approach:Perencanaan
Pengorganisasian Pengarahan Pengendalian
Compensatory RewardProfessional Relationship
Patient Care Delivery System
Input
Tenaga keperawatanOrganisasi dan tata laksana keperawatan (standar operasional prosedur, sistem informasi), Standar praktik profesional, standar kinerja kinerja profesionalSarana dan prasarana keperawatan Pasien
70
dengan penelitian Wahyudi (2010) dan Burdahyat (2009) yang
menemukan tidak ada hubungan pendidikan dengan kinerja perawat.
f. Status kepegawaian
Menurut Weber & Schumpeter dalam Adji (2002), status kepegawaian
merupakan salah satu simbol kelas yang memberikan kesempatan atau
fasilitas hidup tertentu (life-chances) bagi warganya seperti keselamatan
serta standar hidup dan mempengaruhi gaya dan perilaku hidup (life-style)
warganya. Oleh sebab itu komponen struktur sosial ini merupakan elemen
penting dalam interaksi sosial karena mengacu pada posisi sosial yang
diraih individu di dalam masyarakat. Khususnya di Indonesia, status
pegawai negeri sipil diyakini lebih memberikan perasaan aman
dibandingkan dengan status pegawai swasta.
C. Kerangka teori
Berdasarkan tinjauan teoritis dapat dijelaskan bagan kerangka teori
penelitian ini sebagai berikut :
70
71
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Marquis,2012, Keliat, 2006, Gillies,2000)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERSIONAL DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
71
V. Independen V. Dependen
Organizational citizenship behavior :AltruismeCourtesyCivic virtueCoenscientousness Sportsmanship
Faktor demografi perawat :Jenis kelaminUmurStatus perkawinanPendidikan Status kepegawaianMasa kerja
Mutu pelayanan keperawatan :
Pelaksanaan standar asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi dan pendokumentasian)
V. Counfounding
72
A. Kerangka Konseptual
Berdasarkan alur pikir variabel penelitian dapat digambarkan
kerangka konseptual penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
B. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
1. Variabel penelitian
72
73
a. Variabel bebas adalah Organizational citizenship behavior (OCB)
terdiri dari altruisme (X1), Courtesy (X2), Civic virtue (X3),
Coenscientousness (X4), dan Sportsmanship(X5)
b. Variabel counfounding adalah demografi perawat (jenis kelamin,
umur, status perkawinan, pendidikan, masa kerja dan status
kepegawaian).
c. Variabel terikat adalah mutu pelayanan keperawatan (Y)
2. Defenisi Operasional
a. Organizational citizenship behavior (OCB)
Adalah perilaku perawat yang tidak termasuk dalam deksripsi kerja
formal yang dilakukan secara secara sukarela dan memberi konstrbusi
pada keefektifan dan efisiensi pada fungsi layanan keperawatan berupa
perilaku menolong rekan kerja, menjaga hubungan baik dengan rekan
kerja, bertanggung jawab meningkatkan kualitas layanan, perilaku yang
melebihi standar minimum yang dipersyaratkan dan memiliki daya
toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang kurang atau bahkan tidak
menyenangkan. Data yang diperoleh diklasifikasikan dalam 2 kategori
dengan menggunakan batasan nilai median dengan skala ordinal, dengan
kriteria objektif :
a) OCB rendah ≤ 105
b) OCB tinggi >105
1) Altruisme yaitu perilaku perawat yang senang menolong rekan kerja
yang mengalami kesulitan yang sedang dihadapi yang berhubungan
73
74
dengan layanan keperawatan tanpa ada paksaan, meluangkan waktu
untuk belajar berkaitan dengan tugas layanan keperawatan dan
memberikan motivasi rekan kerja untuk melakukan layanan
keperawatan yang lebih baik. Pengukuran data dilakukan berdasarkan
jumlah total skor yang diperoleh masing-masing responden. Data yang
diperoleh diklasifikasikan dalam 2 kategori dengan menggunakan
batasan nilai median dengan skala ordinal, dengan kriteria objektif :
c) Altruisme rendah ≤ 31
d) Altruisme tinggi >31
2) Courtesy yaitu perilaku perawat dalam menjaga hubungan dengan
rekan kerja, menjaga kerjasama, menghargai dan menunjukkan
perilaku mencegah permasalahan dalam layanan keperawatan.
Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang
diperoleh masing-masing responden. Data yang diperoleh
diklasifikasikan dalam 2 kategori dengan menggunakan batasan nilai
median dengan skala ordinal, dengan kriteria objektif :
a) Courtesy rendah ≤ 18
b) Courtesy tinggi > 18
3) Civic virtue, yaitu perilaku perawat yang bertanggungjawab menjaga
citra rumah sakit dan berpartisipasi dalam peningkatan layanan
keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai prosedur
meskipun tidak mendapat pengawasan dan menjaga dan
melestrasikan inventaris ruang perawatan. Pengukuran data dilakukan
74
75
berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing-masing
responden. Data yang diperoleh diklasifikasikan dalam 2 kategori
dengan menggunakan batasan nilai median dengan skala ordinal,
dengan kriteria objektif :
a) Civic virtue rendah ≤ 19
b) Civic virtue tinggi > 19
4) Coenscientousness yaitu perilaku perawat dalam melakukan layanan
keperawatan diatas dari persyaratan minimal yang ditentukan.
Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang
diperoleh masing-masing responden. Data yang diperoleh
diklasifikasikan dalam 2 kategori dengan menggunakan batasan nilai
median dengan skala ordinal, dengan kriteria objektif :
a) Coenscientousness rendah ≤ 19
b) Coenscientousness tinggi > 19
5) Sportsmanship yaitu perilaku perawat untuk menerima dan ikhlas
menerima keadaan yang kurang ideal dalam pekerjaannya tanpa
mengeluh. Diukur dengan menggunakan kuesioner terstruktur dimana
perawat pelaksana diminta memberikan pilihan sesuai kondisi yang
tertuang dalam kuesioner. Pengukuran data dilakukan berdasarkan
jumlah total skor yang diperoleh masing-masing responden. Data yang
diperoleh diklasifikasikan dalam 2 kategori dengan menggunakan
batasan nilai median dengan skala ordinal, dengan kriteria objektif :
a) Sportsmanship rendah ≤ 18
75
76
b) Sportsmanship tinggi > 18
b. Demografi perawat
Adalah ukuran, distribusi dan komposisi yang merupakan atribut
dari perawat yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status perkawinan,
jumlah anak, pendidikan, status kepegawaian dan masa kerja.
1) Jenis kelamin
Adalah ciri biologi yang berkaitan dengan jenis kelamin. Variabel
ukur dengan pernyataan terstruktur dalam kuesioner dengan skala
pengukuran nominal dinyatakan dalam:
a) Pria
b) Wanita
2) Umur
Umur hidup perawat pelaksana dalam tahun sejak lahir sampai
saat menjadi responden. Data yang diperoleh kalisfikasikan dalam 2
kategori dengan menggunakan batasan nilai median dengan skala
nominal, dengan kriteria objektif :
a) Umur Muda : ≤ 31 tahun
b) Umur Tua : > 31 tahun
3) Pendidikan
Pendidikan adalah jenis jenjang pendidikan formal (keperawatan)
yang telah dicapai berdasarkan ijazah terakhir responden. Cara mengukur
76
77
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terukur dan
terstruktur dengan skala pengukuran nominal dan dikategorikan :
a) Diploma III Keperawatan
b) S1 keperawatan/Ners
3) Status perkawinan
Status perkawinan adalah keterangan ada atau tidaknya pasangan
hidup perawat. Cara mengukur melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang terukur dan terstruktur dengan skala pengukuran nominal
dan dikategorikan :
a) Kawin
b) Tidak kawin
4) Masa kerja
Masa kerja adalah lamanya (dalam tahun) sebagai perawat
terhitung sejak pertama kali bekerja sampai sampai saat menjadi
responden. Masa kerja dikategorikan dengan skala nominal, dengan
kriteria objektif :
a) Baru : ≤ 5 tahun
b) Lama : > 5 tahun
5) Status kepegawaian
Status kepegawaian responden saat pengambilan data. Cara
mengukur melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang
77
78
terukur dan terstruktur dengan skala pengukuran nominal dan
dikategorikan :
a) Sukarela/Honor daerah
b) PNS
c. Mutu pelayanan keperawatan
Mutu pelayanan keperawatan adalah hasil penilaian kinerja
perawat dalam melaksanakan standar asuhan keperawatan yang
menggunakan metodologi proses keperawatan meliputi : pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi dan
pendokumentasian. Hasil pengukuran penerapan standar asuhan
keperawatan adalah nilai mutu pelayanan keperawatan secara
keseluruhan. Data yang diperoleh diklasifikasikan dalam 2 kategori
dengan menggunakan skala ordinal, dengan kriteria objektif :
a) Pelayanan keperawatan bermutu baik ≥ 61
b) Pelayanan keperawatan bermutu kurang < 61
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah:
78
79
1. Hipotesis mayor :
Ha1 : ada hubungan organizational citizenship behavior dengan mutu
pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
2. Hipotesis minor :
a. Ha2 : ada hubungan karakteristik demografi perawat pelaksana
yang terdiri jenis kelamin, umur, status perkawinan, pendidikan,
masa kerja dan status kepegawaian dengan Organizational
citizenship behavior (OCB) perawat di ruang rawat inap RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
b. Ha3 : ada hubungan karakteristik demografi perawat pelaksana yang
terdiri jenis kelamin, umur, status perkawinan, pendidikan, masa
kerja dan status kepegawaian dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
c. Ha4 : ada hubungan altruisme perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
d. Ha5 : ada hubungan courtesy perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
79
80
e. Ha6 : ada hubungan civic virtue perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
f. Ha7 : ada hubungan conscientiousness perawat dengan mutu
pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
g. Ha8 : ada hubungan sportmanship perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu.
h. Ha9 : ada dimensi organizational citizenship behavior yang paling
berhubungan dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat
inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
80
81
Penelitian dilakukan dengan cara mengamati variabel-variabel
sehingga penelitian ini tergolong jenis penelitian non-ekperimental
(observasional) karena tidak dilakukan manipulasi terhadap sejumlah
variabel oleh peneliti dengan menggunakan Cross Sectional-studi.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif meliputi deskriptif
analitik serta analisa kualitatif. Rancangan penelitian untuk menganalisis
hubungan Organizational citizenship behavior (OCB) dengan mutu
pelayanan keperawatan di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
B. Waktu Dan Lokasi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanan di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,
dalam hal ini adalah unit rawat inap yang terdiri dari ruang rawat VIP,
kelas I, kelas II dan kelas III (bangsal interna, bedah, anak dan
kebidanan dan Intesive Care Unit ).
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 Maret s/d 12 Mei 2013.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2008) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan
81
82
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian adalah seluruh
perawat pelaksana (termasuk bidan) yang bertugas di ruang rawat inap
RSUD Batara Guru kabupaten Luwu. Instalasi rawat inap dipilih sebagai
unit populasi karena pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
dilaksanakan mulai dari tahap pengkajian keperawatan hingga evaluasi
keperawatan yang dilakukan selama 24 jam. Berdasarkan data Desember
2012, jumlah perawat pelaksana dan bidan pelaksana di ruang rawat inap
(kelas I,II,III dan VIP, ICU) sebanyak 93 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah karaktersistik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono,2008). Sampel penelitian ini adalah seluruh
perawat pelaksana di ruang rawat inap Batara Guru kabupaten Luwu yang
dipilih sebagai responden melalui prosedur teknik sampling.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan sample minimal size.
Besarnya sampel dihitung menurut rumus Slovin (Umar, 2003):
Keterangan :n = ukuran sampelN = ukuran populasie = presisi yang diinginkan untuk diambil 5 %
Besar sampel :
82
n= N
1+Ne2
n=931 ,23
=75n=93
1+93(0 .05 )2
83
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 75 responden.
Pemilihan sampel dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama
dengan proportionate stratified random sampling yaitu teknik pengambilan
sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara
proporsional berdasarkan ruangan dimana perawat pelaksana berada.
Tabel 4.1 Perhitungan besar sampel
Ruang rawat inap Besar sub populasi/bangsal
Besar Sampel ni =
NiNn
Kelas III interna 13 13/93x75 = 11Kelas III bedah 12 12/93x75 = 10Kelas III anak 10 10/93x75 = 8Kelas III kebidanan 21 21/93x75 = 17Kelas III ICU 10 10/93x75 = 8Kelas I 9 9/93x75 = 7Kelas II 9 9/93x75 = 7VIP 9 9/93x75 = 7Jumlah 93 75
Keterangan :ni : Jumlah sampel tiap kelasn : jumlah sampel seluruhnyaNi : jumlah populasi tiap kelasN : jumlah populasi seluruhnya
Tahap kedua pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi (Sugiyono,2008). Tahap kedua pemilihan sampel dilakukan
dengan cara undian terhadap beberapa sampel yang telah memenuhi
kriteria inklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
83
84
a. Perawat pelaksana yang bekerja diruang rawat inap dengan status
pegawai negeri sipil, honorer dan sukarela yang telah bekerja di
Rumah Sakit Batara Guru Kabupaten Luwu lebih dari 6 (enam) bulan.
b. Bersedia menjadi responden
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :
a. Perawat pelaksana yang sedang sakit
b. Perawat pelaksana yang sedang cuti.
c. Perawat pelaksana yang sedang mengikuti program tugas belajar
D. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Kuesioner terstruktur yang diisi oleh responden terdiri dari kuesioner A
yang digunakan untuk variabel determinan demografi perawat
(umur,jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, masa kerja dan
jenis kepegawaian) dan kuesioner B untuk mengukur organizational
citizenship behavior (OCB) perawat dalam bentuk skala bertingkat
(rating scale), menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Smith
(1983) dalam Cholil (2010) yang diadaptasikan pada penelitian ini.
Jumlah pertanyaan OCB, sebanyak 28 aitem pertanyaan terdiri 8
aitem pertanyaan tentang altruisme terdiri dari 6 aitem pertanyaan
favorable (no : 2,3 dan 4) dan 2 aitem pertanyaan unfavorable (no : 1
dan 5). Pertanyaan tentang Courtesy sebanyak 5 pertanyaan terdiri
dari 3 aitem pertanyaan favorable (no : 6,7 dan 8) dan 2 aitem
84
85
pertanyaan unfavorable (no :9 dan 10). Pertanyaan tentang civic virtue
sebanyak 5 pertanyaan favorable. Pertanyaan tentang coenscien-
tousness sebanyak 5 pertanyaan terdiri dari 4 aitem pertanyaan
favorable (no : 16,17,19 dan 20) dan aitem pertanyaan unfavorable
(no :18). Pertanyaan tentang sportsmanship sebanyak 5 pertanyaan
terdiri dari 3 aitem pertanyaan favorable (no :22,24 dan 25) dan 2
aitem pertanyaan unfavorable (no : 21 dan 23). Skala pengukuran
dengan skala lima point (a Five-Point) atau Skala Likert. Pertanyaan
favorable diberi skor 5 jika sangat sering (SS), skor 4 jika sering (S),
skor 3 jika kadang-kadang (KK), skor 2 jika hampir tidak pernah (HTP)
dan skor 1 jika tidak pernah (TP), skor untuk pertanyaan unfavorable
adalah kebalikan dari skor favorable.
2. Daftar cheklis (observasional terstruktur) kuesioner C, untuk menilai
mutu pelayanan keperawatan berdasarkan pelaksanaan standar
asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat pelaksana
dengan metode observasi dan wawancara serta studi dokumentasi
catatan keperawatan. Daftar cheklis disusun berpedoman pada
standar pelaksanaan asuhan keperawatan dari PPNI (2009) yang
mengacu pada proses keperawatan dan standar asuhan keperawatan
(SAK) di RSUD Batara Guru. Jumlah aitem penilaian sebanyak 48
dengan kategori pengukuran menggunakan rating scala ( skor 2 jika
melakukan dengan sempurna, skor 1 jika melakukan tetapi tidak
sempurna dan skor 0 jika tidak melakukan). Jumlah aitem peniliaian
85
86
pelaksanaan pengkajian sebanyak 12 aitem, diagnosa keperawatan 6
aitem, rencana keperawatan 8 aitem, implementasi 16 aitem dan
evaluasi sebanyak 6 aitem.
3. Focus Group Diskusi (FGD) dengan menggunakan pedoman
wawancara yang berujuan untuk cross chek dari hasil jawaban
kuesioner. FGD dilakukan setelah pengumpulan data kuesioner diolah
dengan sumber informasi dari responden dan pihak manajemen dalam
hal ini kepala ruangan dan seksi keperawatan dan pasien untuk
melengkapi data kuantitatif tentang organizational citizenship behavior
(OCB) perawat dan mutu pelayanan keperawatan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur yaitu cara pengumpulan data melalui tatap muka langsung
(personality adminitreted quetionnaraires) dan observasi langsung, studi
dokumentasi dan wawancara mendalam (Fokus group diskusi).
Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahapan yaitu :
1. Tahap persiapan
a. Administrasi penelitian
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengurusan komisi etik dan
administrasi ijin penelitian ke pihak terkait dalam hal ini Dinas kesbangpol
& Linmas Kabuaten Luwu dan RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Setelah mendapatkan ijin penelitian peneliti berkoordinasi dengan kepala
86
87
seksi pembinaan dan pengendalian keperawatan untuk membuat daftar
responden berdasarkan unit perawatan.
b. Persiapan nemurator
Khusus untuk format observasi dibentuk tim observer sebanyak 3
(tiga) orang dengan sebelumnya diberikan penjelasan tentang tujuan
penelitian dan metode observasi sehingga memiliki kesamaan persepsi
tentang penilain instrument. Tim observer dipilih dengan kriteria : kepala
ruangan atau preceptor klinik, pendidikan minimal S1
kekeparawatan/ners, masa kerja minimal 5 tahun, bukan bagian dari
responden. Tim observer akan melakukan observasi diruangan lain untuk
menghindari subjektifitas pengukuran.
c. Uji Coba Instrumen
Sebelum kuesioner digunakan dilakukan uji coba dalam bentuk uji
uji validitas dan reliabililas untuk mengetahui kevalidan dan kekonsistenan
butir-butir pernyataan yang dilakukan terhadap 25 perawat di Rumah Sakit
Andi Djemma Masamba. Alasan pemilihan rumah sakit tersebut karena
sama-sama rumah sakit milik pemerintah daerah dengan type C dan
metode asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode fungsional.
Uji reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh sebuah alat ukur dapat diandalkan atau
dipercaya. Kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat
ukur, apabila dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari
jawaban/pertanyaan jika pengamatan dilakukan secara berulang. Apabila
87
88
suatu alat ukur digunakan secara berulang dan hasil pengukuran yang
diperoleh relative konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal atau
reliabel. Pengujian reliabilitas terhadap seluruh item atau pertanyaan yang
dipergunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula Cronbach
Alpha (koefisien alpha cronbach), dimana secara umum yang dianggap
reliable apabila nilai alpha cronbach-nya > 0,6 (Hastono, 2007).
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur
construct yang akan diukur. Pengujian homogenitas dilakukan untuk
menguji analisis validitas tersebut. Untuk pertanyaan yang digunakan
mengukur suatu variabel, skor masing-masing item dikorelasikan dengan
total skor item dalam satu variabel. Jika skor item tersebut berkorelasi
positif dengan total skor item dan lebih tinggi daripada interkorelasi antar
item, maka menunjukkan kevalidan dari instrument tersebut. Korelasi ini
dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Product Moment
Pearson. Suatu alat ukur dapat dikatakan valid apabila Corrected Item
Total Correlation-nya lebih besar atau sama dengan 0,4 (Sofiyuddin;
2009).
Uji reabilitas pada instrument observasi dilakukan dengan cara uji
interrater reliability antara peneliti dengan observer guna menyamakan
persepsi antara peneliti dengan observer (nemurator) kepada 15 perawat
pelaksana. Alat yang digunakan untuk uji interrater reliability adalah uji
Kappa dengan prinsip bila nilai koefisien kappa > 0,6 atau p value < alpha
(0,05), maka persepsi antara peneliti dengan nemurator data sama, bila
88
89
nilai koefisien kappa < 0,6 atau p value > alpha (0,05), maka persepsi
antara peneliti dengan nemurator data terjadi perbedaan (Hastono, 2007).
d. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan pada responden uji
coba sebanyak 25 responden nilai r tabel dengan menggunakan df= n-2
pada tingkat kemaknaan 5 % diperoleh angka 0,413. Nilai r hasil
(corrected item-total correlation) pada semua variabel organizational
citizenship behavior (OCB) lebih dari r tabel sehingga disimpulkan aitem-
aitem pernyataan tersebut semuanya valid. Untuk memastikan kuesioner
layak digunakan sebagai instrument penelitian dilakukan uji realibilitas
dimana semua variabel mempunyai r hasil (nilai Cronbach's Alpha) =
0,719-0,748 lebih besar dibandingkan dengan r tabel sehingga
disimpulkan bahwa kuesioner-kuesioner tersebut adalah realibel (dapat
dilihat pada lampiran 6)
Berdasarkan hasil uji interrarter realibility terhadap hasil observasi
mutu pelayanan keperawatan antara peneliti dengan nemurator
menunjukkan koefisien kappa > 0,6 atau p < alpha (0,05), dengan
demikian dapat disimpulkan tidak ada perbedaan persepsi mengenai mutu
pelayanan keperawatan yang dilakukan perawat dalam melaksanakan
standar asuhan keperawatan yang diamati antara peneliti dengan
nemurator (uji interrarter realibility dapat dilihat pada lampiran 6).
2. Tahap pelaksanaan
89
90
Dimulai dengan penjelasan tujuan penelitian kepada calon
responden dan partisipasi yang diharapkan. Setelah menyetujui
responden diminta untuk menandatangani lembar informed concern
sebagai bukti keikutsertaan secara sukarela. Sebelum responden
menjawab kuesioner, peneliti memberikan penjelasan setiap aitem
pertanyaan, kemudian diberi kesempatan untuk menjawabnya dan selama
pengisiannya peneliti menunggu sampai semua responden menjawab
semua pertanyaan untuk menghindari pengisian jawaban yang cenderung
sama. Proses pengisian dilakukan tiga tahap sesuai dengan jadual shif
disetiap ruangan rawat inap dan pengisian membutuhkan waktu kurang
lebih 20-30 menit dan dilaksanakan pada saat waktu istirahat.
Pengumpulan data melalui oberservasi dilakukan dengan metode
audit proses untuk mengukur pelaksanaan standar asuhan keperawatan
sehingga menemukan apakah standar asuhan keperawatan tercapai yang
dilakukan melalui pemeriksaan dokumentasi asuhan keperawatan dan
mengobservasi penampilan kerja setiap responden dalam melakukan
proses asuhan keperawatan dengan pengamatan selama satu shif.
Responden tidak diberitahu kapan akan dilakukan observasi untuk
menghindari halo efek sehingga data yang dikumpulkan sesuai dengan
kondisi atau perilaku yang sebenarnya (alamiah). Wawancara mendalam
(FGD) dilakukan setelah pengumpulan data kuesioner dan observasi
terkumpul.
F. Pengolahan Dan Analisa Data
90
91
2. Pengolahan data
a. Editing
Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan,
kejelasan makna jawaban, keajegan dan kesesuaian jawaban satu sama
lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman data.
b. Koding
Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan
cara menandai masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu.
c. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan
d. Entry.
Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan-
pertanyaan.
3. Analisa data
Tahap analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisa statistik dengan program komputer, data dianalisa
berdasarkan skala ukur dan tujuan penelitian.
a. Analisa univariat
Dilakukan pada setiap variabel yang terdapat pada instrument
penelitian yang meliputi 1) data demografi responden, 2) organizational
citizenship behavior (OCB), dan 3) mutu pelayanan keperawatan dengan
perhitungan berupa distribusi tabel frekuensi berdasar semua variabel,
91
92
proporsi, prosentase, distribusi frekuensi serta pembahasan tentang
gambaran variabel yang diamati.
b. Analisis bivariat
Analisis ini dilakukan pada dua variabel dengan tujuan untuk mencari
kebermaknaan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis hubungan kebermaknaan dilakukan dengan metode statistik Uji
Chi-Square karena skala variabel adalah kategorik. Selanjutnya data
disajikan dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom yang
datanya berskala nominal atau kategori (Crosstab). Variabel-variabel yang
memunculkan hubungan bermakna Chi-Square ( x2 ) nilai p < 0,05 akan
diteruskan ke dalam analisis multivariat, sementara variabel yang
memunculkan hubungan tidak bermakna tidak digunakan untuk
dilanjutkan pada analisis multivariat.
c. Anlisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
variabel independen yang paling berhubungan dengan variabel dependen
setelah dikontrol dengan variabel pengganggu. Uji multivariat digunakan
analisis Logistik Regression dengan pertimbangan variabel dependen
berupa variabel kategorik (Sofiyuddin,2009).
Tahapan dalam pemodelan analisis Logistik Regression sebagai
berikut :
1) Menentukan variabel bebas yang mempunyai nilai p<0,05 dalam uji
hubungan dengan variabel terikat yaitu dengan metode chi square
92
93
2) Variabel bebas yang masuk kriteria no.1 di atas, dimasukkan ke dalam
model logistik regresi bivariat dengan p≤0,25
3) Di dalam penentuan model yang cocok dengan melihat nilai dari wald
statistik untuk masing-masing variabel bebas. Namun untuk variabel
bebas yang tidak cocok (p>0,05) tetapi mempunyai arti teoritis penting
tidak dikeluarkan untuk dilakukan analisis
4) Pada proses langkah no.2 dan no.3 dibuat kriteria jelas dari masing-
masing variabel bebas pada penelitian ini adalah dalam bentuk skala
ordinal
5) Penentuan variabel yang paling dominan dilakukan dengan melalui
nilai Odd Ratio (OR), variabel yang mempunyai nilai OR tertinggi,
maka disebut sebagai variabel yang paling dominan berhubungan
dengan kinerja perawat (Hastono, 2007).
d. Analisis Kualitatif
Tujuan analisa kualitatif untuk cross chek hasil kuesioner tentang
organizational citizenship behavior (OCB) baik yang berfokus pada
individu maupun organisasi dan hasil cheklis tentang mutu pelayanan
keperawatan dalam bentuk pelaksanaan standar asuhan keperawatan,
sehingga lebih lanjut dapat membuat langkah-langkah pelaksanaan
produk kebijakan dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan terkait
dengan pelaksanaan standar asuhan keperawatan. Pelaksanaannya
dilakukan setelah analisa kuantitatif yang dilakukan dengan cara
pengolahan data melalui Focus Group Diskusi (FGD).
93
94
G. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik
meliputi:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity).
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan
pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh ada paksaan
atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam penelitian.
Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka
dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat
penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang
mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.
Prinsip ini tertuang dalam informed consent yaitu persetujuan untuk
berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan
yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan
penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality).
Peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut
privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang
dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara
meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek kemudian diganti
dengan kode tertentu.
94
95
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice
inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa
penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan
secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna
bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits).
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek
penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan
(beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan
bagi subjek penelitian (nonmaleficience). Peneliti harus
mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian/resiko dari
penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
95
96
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan mulai dari tanggal 19
Maret s/d 12 Mei 2013 di RSUD Batara Guru Belopa merupakan rumah
sakit tipe C milik pemerintah Kabupaten Luwu terletak di JL. Tomakaka
Belopa. Rumah Sakit ini mulai didayagunakan pada tanggal 28 September
2005. Dalam rangka pencapaian visi “Terwujudnya Rumah Sakit yang
maju, mandiri dan berdaya saing melalui pelayanan kesehatan bermutu”
pengelola rumah sakit terus melakukan pengembangan sarana dan
prasarana.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dimaksudkan untuk menggambarkan secara
menyeluruh dari komponen variabel bebas yaitu Organizational citizenship
behavior (OCB) terdiri dari dimensi altruisme, Courtesy , Civic virtue,
Coenscientousness, dan Sportsmanship dan variabel terikat yaitu mutu
pelayanan keperawatan berdasarkan pelaksanaan standar asuhan
keperawatan oleh perawat pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten
Luwu serta variabel karakteristik individu sebagai variabel counfounding.
a. Karakteristik Responden
Gambaran karakteristik perawat pelaksana berdasarkan jenis kelamin
umur, status perkawinan, pendidikan, masa kerja dan jenis kepegawaian
diruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu disajikan pada
tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Status Perkawinan, Pendidikan, Masa Kerja Dan Jenis
96
97
Kepegawaian Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu Tahun 2013 (n=75)
Variabel Jumlah ProsentaseJenis kelamin :- Laki-laki- Perempuan
471
5.394.7
Total 75 100Umur :- Muda (≤ 31 tahun)- Tua (> 31 tahun)
3837
50.749.3
Total 75 100Status perkawinan :- Belum kawin - Kawin
2055
26.773.3
Total 75 100Pendidikan :- Diploma III keperawatan- S1 Kep/Ners
669
8812
Total 75 100Masa kerja :- Baru (≤ 5 tahun)- Lama (> 5 tahun)
5223
69.330.7
Total 75 100Status kepegawaian:- PNS- Honor daerah/sukarela
4629
61.338.7
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa karakteristik jenis kelamin
responden mayoritas adalah perempuan (94.7 %), responden yang
berumur ≤ 31 tahun dan > 31 tahun jumlahnya hampir sama yaitu 50.7 %:
49.3 %, lebih banyak responden yang menikah (73.3 %), mayoritas
berpendidikan Diploma III Keperawatan (88 %), masa kerja sebagian
besar ≤ 5 tahun yaitu 69.3 % dan jenis kepegawaian lebih banyak adalah
PNS (61.3 %).
b. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perawat Pelaksana
97
98
Hasil pengumpulan data berikutnya adalah variabel Organizational
citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana yang terdiri dari dimensi
altruisme, courtesy , civic virtue, coenscientousness, dan sportsmanship
disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu Tahun 2013 (n=75)
Variabel Jumlah ProsentaseOrganizational Citizenship Behavior (OCB) :- Rendah - Tinggi
3936
52.048.0
Total 75 100Sub variabel OCB :Altruisme:- Rendah - Tinggi
4134
54.745.3
Total 75 100Courtesy :- Rendah - Tinggi
4233
56.044.0
Total 75 100Civic virtue:- Rendah - Tinggi
4035
53.346.7
Total 75 100Conscientiousness :- Rendah - Tinggi
3936
52.048.0
Total 75 100Sportmanship:- Rendah - Tinggi
4233
56.044.0
Total 75 100
Pada tabel 5.2 diketahui Organizational Citizenship Behavior (OCB)
perawat pelaksana didapatkan gambaran antara perawat pelaksana
dengan OCB rendah dan tinggi mendekati nilai yang sama (52 % dan
48%). Sub variabel semua dimensi OCB lebih banyak pada kategori
98
99
rendah dari pada kategori tinggi, secara berurutan dari jumlah terbanyak
kategori rendah adalah courtesy dan sportmanship masing-masing (56
%), altruisme (54.7%), civic virtue sebanyak (53.3%) dan
conscientiousness (52 %).
c. Mutu Pelayanan Keperawatan
Gambaran mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana dalam
melaksanakan standar asuhan keperawatan diruang rawat inap RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu disajikan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Mutu Pelayanan Keperawatan Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)
Variabel Jumlah ProsentaseMutu Pelayanan Keperawatan:- Kurang - Baik
4134
54.745.3
Total 75 100
Hasil penelitian pada tabel 5.3 diperolah data bahwa mutu pelayanan
keperawatan perawat pelaksana dalam melaksanakan standar asuhan
keperawatan lebih banyak yang kurang bermutu dari pada kategori
bermutu baik yaitu (54.7 % dan 45.3 %).
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada panelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara Organizational citizenship behavior (OCB) dengan sub
variabel altruisme, courtesy, civic virtue, coenscientousness, dan
99
100
sportsmanship) sebagai variabel independent dengan mutu pelayanan
keperawatan perawat pelaksana dalam melaksanakan standar asuhan
keperawatan sebagai variabel dependent, serta variabel karakteristik
perawat pelaksana yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status
perkawinan, pendidikan, masa kerja dan jenis kepegawaian dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) dan dengan mutu pelayanan
keperawatan. Semua variabel yang diuji baik variabel independent dan
dependent maupun variabel karakteristik perawat merupakan variabel
kategorik sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji chi square.
a. Hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan Organizational
citizenship behavior (OCB)
Tabel 5.4 Analisis Hubungan Karakteristik Perawat Pelaksana Dengan Organizational citizenship behavior (OCB) Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)
VariabelOrganizational citizenship
behavior (OCB)Total
PRendah Tinggi
n %N % N %Jenis kelamin- Laki-laki 2 50 2 50 4 100 1.000- Perempuan 37 52.1 34 47.9 71 100Umur- Muda (≤ 31 tahun) 20 52.6 18 47.4 38 100 0.912- Tua (> 31 tahun) 19 51.4 18 48.6 37 100
VariabelOrganizational citizenship
behavior (OCB)Total P
Rendah Tinggin %N % N %
Status perkawinan :- Belum Kawin 11 55 9 45 20 100 0.755- Kawin 28 50.9 27 49.1 55 100Pendidikan
100
101
- D.III 37 56.1 29 43.9 66 100 0.058- S1/Ners 2 22.2 7 77.8 9 100Masa kerja- Baru (≤ 5 tahun) 19 57.6 14 42.4 33 100 0.395- Lama (> 5 tahun) 20 47.6 22 52.4 42 100Status pegawai- PNS 20 43.5 26 56.5 46 100 0.065- Honorer/ Sukrela 19 65.5 10 34.5 29 100
Bermakna pada α 0.05
Hasil analisis hubungan pada tabel 5.4 menunjukkan antara perawat
pelaksana laki-laki dengan perempuan dengan Organizational citizenship
behavior (OCB) yang tinggi mendekati nilai yang sama sebanyak 50 % :
47.9 %, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p :
1.000 artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis umur perawat pelaksana antara umur tua (> 31 tahun)
dengan berumur muda ( ≤ 31 tahun) proporsi Organizational citizenship
behavior (OCB) tinggi mendekati nilai yang sama yaitu 48.6 % : 47.4 %,
perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.912
artinya tidak ada hubungan antara umur dengan Organizational
citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
Hasil analisis status perkawinan menunjukkan perawat pelaksana
yang menikah lebih banyak dengan Organizational citizenship behavior
(OCB) tinggi yaitu 49.1 % dibandingkan yang belum menikah yaitu 45 %,
perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.755
101
102
artinya tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis tingkat pendidikan menunjukkan perawat pelaksana
yang berpendidikan S1/Ners lebih banyak dengan Organizational
citizenship behavior (OCB) tinggi yaitu 77.8 % dibandingkan Diploma III
keperawatan yaitu 43.9 %, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.058 artinya tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan Organizational citizenship behavior (OCB) perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis masa kerja menunjukkan perawat pelaksana dengan
masa kerja lama (> 5 tahun) lebih banyak dengan Organizational
citizenship behavior (OCB) tinggi yaitu 52.4 % dibandingkan yang baru
bekerja ≤ 5 tahun yaitu 42.4 %, perbedaan ini tidak bermakna secara
statistik dengan nilai p : 0.359 artinya tidak ada hubungan antara masa
kerja dengan Organizational citizenship behavior (OCB)perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis status kepegawaian menunjukkan perawat pelaksana
dengan status PNS lebih banyak dengan Organizational citizenship
behavior (OCB) tinggi yaitu 56.5 % dibandingkan yang berstatus tenaga
Honorer/Sukarela yaitu 34.5 %, perbedaan ini tidak bermakna secara
statistik dengan nilai p : 0.065 artinya tidak ada hubungan antara jenis
102
103
kepegawaian dengan Organizational citizenship behavior (OCB)perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
b. Hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan mutu
pelayanan keperawatan
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Karakteristik Perawat Pelaksana Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)
VariabelMutu pelayanan Total
PKurang Baikn %N % N %
Jenis kelamin- Laki-laki 2 50 2 50 4 100 1.000- Perempuan 39 54.9 32 45.1 71 100Umur- Muda (≤ 31 tahun) 22 57.9 16 42.1 40 100 0.572- Tua (> 31 tahun) 19 51.4 18 48.6 35 100Status perkawinan :
- - Belum Kawin 12 60 8 40 20 100 0.578- - Kawin 29 52.7 26 47.3 55 100
Pendidikan - - D.III 39 59.1 27 40.9 66 100 0.038*- - S1/Ners 2 22.2 7 77.8 9 100
Masa kerja- - Baru (≤ 5 tahun) 21 63.6 12 36.4 33 100 0.169- - Lama (> 5 tahun) 20 46.6 22 52.4 42 100
Status pegawai- - PNS 21 45.7 25 54.3 46 100 0.050*- - Honorer/ Sukrela 20 69 9 31.1 29 100* Bermakna pada α 0.05
Hasil analisis hubungan pada tabel 5.5 menunjukkan perawat
pelaksana laki-laki memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik
sebanyak 50 % sedangkan perempuan 45.1 %, perbedaan ini tidak
bermakna secara statistik dengan nilai p : 1.000 artinya tidak ada
103
104
hubungan antara jenis kelamin dengan mutu pelayanan keperawatan
perawat pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis umur perawat pelaksana yang berumur > 31 tahun lebih
banyak memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 42.1%
dibandingkan yang berusia ≤ 31 tahun yaitu 48.6 %, perbedaan ini tidak
bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.572 artinya tidak ada
hubungan antara umur dengan mutu pelayanan keperawatan perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis status perkawinan menunjukkan perawat pelaksana
yang sudah menikah lebih banyak memberikan pelayanan keperawatan
bermutu baik yaitu 47.3 % dibandingkan yang belum menikah yaitu 40 %,
perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.578
artinya tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan mutu
pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
Hasil analisis tingkat pendidikan menunjukkan perawat pelaksana
yang berpendidikan S1/Ners lebih banyak memberikan pelayanan
keperawatan bermutu baik yaitu 77.8 % dibandingkan Diploma III
keperawatan yaitu 40.9 %, perbedaan ini bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.038 artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu.
104
105
Hasil analisis masa kerja menunjukkan perawat pelaksana dengan
masa kerja lama (> 5 tahun) lebih banyak memberikan pelayanan
keperawatan bermutu baik yaitu 52.4 % dibandingkan yang baru bekerja
≤ 5 tahun yaitu 36.4 %, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.169 artinya tidak ada hubungan antara masa kerja
dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu.
Sedangkan hasil analisis status kepegawaian menunjukkan perawat
pelaksana dengan status PNS lebih banyak memberikan pelayanan
keperawatan bermutu baik yaitu 54.3 % dibandingkan yang berstatus
honorer/sukarela yaitu 31.1 %, perbedaan ini bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.050 artinya ada hubungan antara jenis kepegawaian
dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu.
c. Hubungan Organizational citizenship behavior (OCB) perawat
pelaksana dengan mutu pelayanan keperawatan
Tabel 5.6 Analisis Hubungan Organizational citizenship behavior (OCB) Perawat Pelaksana Dengan Mutu Pelayanan
105
106
Keperawatan Diruang Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)
VariabelMutu pelayanan Total P
Kurang Baikn %N % N %
OCB- Rendah 35 89.7 4 10.3 39 100 0.000*
- Tinggi 6 16.7 30 83.3 36 100Sub variabel dari OCB :Altruisme - Rendah 35 85.4 6 14.6 41 100 0.000*
- Tinggi 6 17.6 28 82.4 34 100Courtecy- Rendah 29 69.0 13 31.0 42 100 0.005*
- Tinggi 12 36.4 21 63.6 33 100Civic virtue- Rendah 33 82.5 7 17.5 40 100 0.000*
- Tinggi 8 22.9 27 77.1 35 100Coenscientousness- Rendah 34 87.2 5 12.8 39 100 0.000*
- Tinggi 7 19.4 29 80.6 36 100Sportsmanship- Rendah 33 78.6 9 21.4 42 100 0.000*- Tinggi 8 24.2 25 75.8 33 100
* Bermakna pada α 0.05
Hasil analisis hubungan antara Organizational citizenship behavior
(OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh
bahwa perawat pelaksana yang mempunyai OCB tinggi lebih banyak
memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 83.3 %
dibandingkan yang bermutu rendah hanya 16.7 %, perbedaan ini
bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan
antara Organizational citizenship behavior (OCB) dengan mutu pelayanan
keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis hubungan antara dimensi altruisme dengan mutu
pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh bahwa perawat
106
107
pelaksana yang mempunyai altruisme tinggi lebih banyak memberikan
pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 82.4 % dibandingkan yang
bermutu rendah hanya 17.6 %, perbedaan ini bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan antara altruisme dengan
mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
Hasil analisis hubungan antara dimensi courtecy dengan mutu
pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh bahwa perawat
pelaksana yang mempunyai courtecy tinggi lebih banyak memberikan
pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 82.4 % dibandingkan yang
bermutu rendah hanya 17.6 %, perbedaan ini bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.005 artinya ada hubungan antara courtecy dengan mutu
pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
Hasil analisis hubungan antara dimensi civic virtue dengan mutu
pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh bahwa perawat
pelaksana yang mempunyai civic virtue tinggi lebih banyak memberikan
pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 77.1 % dibandingkan yang
bermutu rendah hanya 22.9 %, perbedaan ini bermakna secara statistik
dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan antara civic virtue dengan
mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu.
107
108
Hasil analisis hubungan antara dimensi coenscientousness dengan
mutu pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh bahwa
perawat pelaksana yang mempunyai coenscientousness tinggi lebih
banyak memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 80.6 %
dibandingkan yang bermutu rendah hanya 19.4 %, perbedaan ini
bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan
antara coenscientousness dengan mutu pelayanan keperawatan perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil analisis hubungan antara dimensi sportsmanship dengan mutu
pelayanan keperawatan diruang rawat inap diperoleh bahwa perawat
pelaksana yang mempunyai sportsmanship tinggi lebih banyak
memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik yaitu 75.8 %
dibandingkan yang bermutu rendah hanya 24.2 %, perbedaan ini
bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan
antara sportsmanship dengan mutu pelayanan keperawatan perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui variabel independen
yang paling berhubungan dengan variabel dependen. Uji analisis yang
digunakan adalah analisis regresi logistik karena semua variabel adalah
variabel kategorik.
1) Pemilihan kandidat
108
109
Pemilihan dilakukan dengan seleksi bivariat menggunakan uji Chi-
Square. Seleksi bivariat bertujuan mengetahui p value, apabila seleksi
bivariat didapatkan nilai p < 0.25 dijadikan variabel kandidat untuk uji
multivariate. Berikut ini variabel yang masuk dalam kandidat multivariat,
yaitu :
Tabel 5.7 Hasil Seleksi Variabel Independen
Variabel P Altruisme 0.000*Courtecy 0.005*Civic virtue 0.000*Coenscientousness 0.000*Sportsmanship 0.000*
* Kandidat yang masuk uji multivariat
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa semua sub variabel OCB
masuk dalam uji multivariate karena memiliki niliai p < 0.25 yaitu altruisme,
courtecy, civic virtue, coenscientousness dan sportsmanship.
2) Pemodelan multivariat
Pemodelan dilakukan untuk semua kandidat yang mempunyai nilai
nilai p < 0.05, artinya setelah melalui perhitungan statistik bila ditemukan
variabel kandidat yang memiliki nilai p > 0.05, maka dikeluarkan dari
model. Hasil analisis model hubungan antara sub variabel dengan
menggunakan analisis regresi logistik sebagai berikut :
Tabel 5.8 Hasil Analisis Pemodelan Regresi Logistik Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perawat Pelaksana dengan Mutu Pelayanan Keperawatan di Rawat Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu,Tahun 2013 (n=75)
Variabel B SE P OR 95 % CI
109
110
Altruisme 2.217 1.128 0.049 9.176 1.006-83.720Courtecy 0.704 0.791 0.374 2.022 0.429-9.539Civic virtue 2.388 0.890 0.007 10.888 1.901-62.362Coenscientousness 1.484 1.038 0.153 4.411 0.577-33.703Sportsmanship 0.859 0.809 0.289 2.360 0.483-11.531
α =0.05
Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel
yang paling berhubungan secara bermakna dengan mutu pelayanan
keperawatan adalah sub varibel civic virtue dengan nilai OR : 10.888
dengan taraf signifikan p : 0.007. Hal ini berarti perawat pelaksanan yang
memiliki perilaku civic virtue yang tinggi berpeluang memberikan
pelayanan keperawatan 11 kali lebih bermutu dibandingkan dengan
perawat dengan Civic virtue yang rendah.
D. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian meliputi interpretasi dan hasil diskusi
dengan membandingkan dengan kajian literatur, hasil-hasil penelitian
terdahulu serta implikasi penelitian untuk pelayanan dan penelitian.
1. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan di
ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu. Sub variabel
independen yang diteliti adalah altruisme, courtecy, civic virtue,
conseientiousness dan sportsmanship.
a. Organizational citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana di
ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu
110
111
Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan gambaran bahwa
perawat pelaksana dengan OCB rendah sebanyak 52 % dan OCB tinggi
48 %. Sub variabel semua dimensi OCB lebih banyak pada kategori
rendah dari pada kategori tinggi. Proporsi hasil penelitian ini
berkesesuaian dengan hasil penelitian Sarwono (2001) yang menemukan
rerata skor OCB pegawai lembaga pemerintah lebih rendah dibandingkan
dengan pegawai lembaga swasta.
Dari gambaran proporsi disimpulkan bahwa perawat pelaksana lebih
banyak memiliki OCB rendah sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang
terkait dengan OCB. Dari hasil diskusi kelompok (FGD) mengindikasikan
bahwa baik faktor individu maupun faktor organisasi di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu memberikan konstribusi sehingga masih banyak perawat
yang memiliki OCB rendah. Permasalahan utama yang dikemukakan
dalam diskusi kelompok adalah belum optimalnya penerapan sistem
penghargaan atas kinerja perawat dan pihak manejer keperawatan yang
dirasakan kurang aspiratif. Beberapa perawat merasa kurang puas karena
potensi untuk pengembangan dirinya belum mendapat perhatian dari
rumah sakit seperti jarangnya kegiatan pelatihan baik tekhnis perawatan
maupun manajemen keperawatan, pihak rumah sakit kurang aspiratif
terhadap keluhan perawat berkaitan dengan beban kerja dan
keterbatasan instrument keperawatan dan ketidakjelasan sistem penilaian
kinerja yang berlaku di rumah sakit.
111
112
Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pertukaran sosial yang
dikemukkan Hogan (1984) dalam Djati (2011) yaitu distributive justice,
yang menyatakan bahwa seseorang dalam hubungan pertukaran dengan
pihak lain akan mengharapkan imbalan yang yang diterima oleh setiap
pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dilakukannya, semakin
besar pengorbanan, makin tinggi imbalan dan keuntungan yang diterima.
Jadi, jika perawat merasa apa yang dia kerjakan akan mendapat
penghargaan (reward) dan imbalan dari pihak lain, maka individu tersebut
akan dengan senang hati melakukannya, walaupun itu di luar tanggung
jawab formal dari pekerjaannya. Masih rendahnya perawat pelaksana
yang memiliki OCB yang tinggi menunjukkan bahwa pengendalian dan
optimalisasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemunculan perilaku
tersebut penting mendapat perhatian dari pihak manajemen rumah sakit.
Berdasarkan hasil univariat pada sub dimensi OCB yang berfokus
pada individu yaitu altruisme dan courtecy menunjukkan lebih banyak
dengan kategori rendah dari pada kategori tinggi. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan penelitian Nufus (2011) yang menyatakan bahwa altruisme
dan courtecy karyawan tergolong tinggi. Penjelasan yang bisa
dikemukaan bahwa secara konseptual perilaku seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor tunggal, tetapi oleh sejumlah faktor yang kompleks
dan dinamis. Disisi lain perilaku altruisme juga dipengaruhi oleh
karakteristik individu semisal sikap, kepribadian dan sebagainya.
112
113
Kepribadian yang antagonis dapat menyebabkan terjadinya sikap saling
curiga, skeptis dan tumbuhnya keyakinan irasional.
Pada sub dimensi OCB berfokus ada organisasi yaitu civic virtue,
conscientiousness dan sportmanship semuanya lebih banyak dengan
kateori rendah. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
Nufus (2011) yang menyatakan bahwa perilaku OCB yang berfokus pada
organisasi memiliki varian yang tinggi pada karyawan. Masih rendahnya
OCB yang berfokus pada organisasi menggambarkan pentingnya pihak
manajemen rumah sakit melakukan upaya-upaya menciptakan perilaku
perawat untuk yang mencintai dan memiliki kepedulian terhadap
kemajuan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Yoon dan Suh
(2003) bahwa adanya optimisme yang menjamin adanya efek positif dari
OCB berfokus pada organisasi bagi kepentingan pengembangan
keberhasilan organisasi rumah sakit.
Menumbuhkan OCB bagi perawat memang tidak mudah, hal ini
disebabkan karena karakteristik pekerjaan perawatan yang bekerja
secara kontinu bersosialisasi dengan orang yang sama (sakit),
mempunyai privasi yang terbatas, skedul jam kerja 24 jam per hari on-call
access, 7 hari per minggu, dan menghadapi keterbatasan fasilitas
kebugaran dan rekreasi, sehingga kombinasi dari faktor-faktor tersebut
membentuk perilaku dan lingkungan kerja yang unik (Broomberg & Mills,
2004). Sehingga dibutuhkan upaya ekstra untuk memahami dan
113
114
menerapkan perilaku tersebut sebagai salah satu keunggulan kompetitif
yang sulit ditiru, karena diramu dari keunggulan keunikan keperilakuan.
Dalam sistem pelayanan keperawatan yang dinamis seperti sekarang
ini, dimana tugas semakin sering dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas
sangatlah penting, organisasi rumah sakit menjadi sangat membutuhkan
perawat yang mampu menampilkan Organizational citizenship behavior
(OCB) yang baik. Perawat yang memiliki Organizational citizenship
behavior sangat dibutuhkan karena OCB melibatkan beberapa perilaku,
misalnya perilaku menolong orang lain, aktif dalam kegiatan organisasi,
bertindak sesuai prosedur dan memberikan pelayanan kepada semua
orang (Organ dan Konovsky dalam Emmerik dkk, 2005 ). Jika perawat
dalam organisasi memiliki OCB yang baik akan mengendalikan
perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk
kepentingan organisasinya. Perilaku ini diperlukan mengingat pelayanan
keperawatan merupakan proses interaksi perawat dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain di rumah sakit serta merupakan nilai-nilai yang
mendasari profesi keperawatan.
b. Mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu
Masih banyaknya perawat pelaksana yang memiliki OCB yang rendah
akan cenderung berdampak pada rendahnya mutu pelayanan
keperawatan berdasarkan penerapan standar asuhan keperawatan. Hasil
analisis univariat menunjukkan bahwa mutu pelayanan keperawatan
114
115
perawat pelaksana dalam melaksanakan standar asuhan keperawatan
lebih banyak berada pada kategori rendah (54.7 % ) dari pada kategori
tinggi (45.3 %). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sitorus (2000) menemukan bahwa mutu pelayanan
keperawatan di berbagai rumah sakit pemerintah di Indonesia belum
memuaskan ditinjau dari aspek struktur dan proses (sistem) pemberian
asuhan keperawatan.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Royani
(2010) yang menyatakan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan di RSUD kota Cilegon
berdasarkan hasil observasi antara kategori baik (53.8 %) dan kurang
(46.7%) proporsinya hampir sama. Demikian juga dengan penelitian yang
dilakukan Sastradijaya (2004) yang menyatakan bahwa kinerja perawat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di RSUD Kota Cilegon
didapatkan jumlah yang sama antara perawat yang berkinerja baik dan
kurang. Hasil penelitian lain dengan metode evaluasi diri yang dilakukan
Wahyudi (2010) yang menemukan ada 52.4 % perawat pelaksana dalam
melaksanakan standar asuhan keperawatan dengan kinerja baik dan
47.6% kinerja kurang di RSUD dr. Slamet Garut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat pelaksana merupakan proses yang dinamis dan senantias
berfluktuasi dengan cepat. Proporsi ini mengindikasikan bahwa sebagian
115
116
perawat masih memerlukan pembinaan melalui pelatihan, workshop studi
lanjut agar dan pengembangan metode asuhan keperawatan seingga
mampu memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik.
Pelayanan keperawatan dikatakan bermutu jika memenuhi standar yang
ditetapkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Marquis (2012)
menjelaskan bahwa standar memiliki karakteristik yang berbeda, eksis
karena otoritas dan harus komunikatif serta harus mampu mempengaruhi
personal yang berada didalamnya. Lebih lanjut Gillies (2000) menyatakan
bahwa asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan
manusiawai yang diberikan kepada pasien, memenuhi standar dan kriteria
profesi, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan rumah
sakit serta mampu mencapai kepuasan dan harapan pasien. Dengan
demikian kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang
bermutu dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal dimana
perawat itu berada.
c. Hubungan karakteristik demografi perawat pelaksana dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) perawat di ruang rawat
inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu
1) Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan Organizational citizenship behavior
(OCB) yang tinggi antara perawat pelaksana laki-laki dengan perempuan
proporsinya hampir sama, dan penelitian menyimpukan tidak ada
116
117
hubungan antara jenis kelamin dengan Organizational citizenship behavior
(OCB) perawat pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sarwono (2001)
menemukan pegawai pria memiliki OCB yang lebih tinggi (48,34) daripada
wanita (47,40) tetapi tidak berhubungan secara signifikan. Sementara
beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda seperti penelitian
Lovell (1999) dalam Nufus (2011) menemukan perbedaan yang signifikan
antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB dimana perilaku menolong
lebih besar pada wanita daripada pria. Morrison (1994) dalam Nufus
(2011) juga membuktikan ada perbedaan persepsi OCB antara pria dan
wanita dimana wanita lebih menganggap OCB sebagai bagian dari in role
dibandingkan pria.
Penjelasan yang dapat diberikan adalah proporsi perawat laki-laki
dalam penelitian ini sangat kecil dibandingkan dengan perawat wanita,
disamping karena subjek penelitian yang berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perilaku OCB antara perawat laki-laki dan wanita
tidak berbeda secara signifikan. Hal ini tidak mengherankan karena sudah
menjadi tuntutan dan merupakan nilai-nilai dasar profesi dimana setiap
perawat diharapkan mampu menerapkan nilai kemanusiaan dengan
mementingkan orang lain. Perawat harus menghargai kepentingan orang
di atas kepentingan diri sendiri, mempunyai sifat kemanusiaan terhadap
sesama, untuk mampu memberikan perawatan yang berkualitas.
117
118
2) Umur
Hasil penelitian menemukan umur perawat pelaksana tidak
berhubungan dengan Organizational citizenship behavior (OCB) perawat
pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sarwono (2001)
yang menemukan hubungan OCB dengan umur yang negatif dan
signifikan. Penjelasan yang dari hasil penelitian ini adalah proporsi
perawat pelaksana antara yang berumur lebih tua (> 31 tahun) dan
perawat muda (≤ 31 tahun) mendekati jumlah yang sama. Hal ini dapat
dilihat dimana perawat senior dan perawat muda baik yang memiliki OCB
tinggi maupun rendah proporsinya hampir sama. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembentukan Organizational citizenship behavior
(OCB) pada perawat tidak ditentukan oleh peningkatan umur, sehingga
kematangan, ketenangan dan ketekunan dalam bekerja baik perawat
yang lebih tua maupun muda tidak berbeda atau kalaupun berbeda dalam
taraf yang tidak signifikan. Oleh sebab itu penelitian menyimpulkan umur
bukan menjadi prediktor OCB yang kuat.
3) Status perkawinan
Hasil analisis tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) perawat pelaksana di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sarwono (2001)
menemukan status perkawinan merupakan prediktor yang nyata dengan
118
119
arah negatif terhadap OCB. Demikian halnya dengan pendepat Popenoe,
(1977) dalam Sarwono, (2001) yang menyatakan terdapat bukti bahwa
secara fisik dan emosional pria atau wanita yang menikah lebih baik
dibandingkan dengan yang tidak menikah, lebih rendah tingkat sakit
kejiwaan, lebih baik tingkat kesehatannya dan mempunyai hidup yang
lebih lama sehingga patut diduga bahwa sifat toleran yang dimilikinya
akan meningkat pula.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa antara perawat yang belum
dan sudah menikah proporsi yang memiliki OCB rendah maupun tinggi
proporsinya hampir sama. Perbedaaan status perkawinan diduga akan
mempengaruhi emosional perawat sehingga akan berpengaruh pula pada
toleransi terhadap situasi yang dihadapinya akan tetapi pada perawat
yang sudah menikah dapat menyebabkan konflik antara pekerjaan dan
keluarga sehingga berpengaruh pada kesejahteraan psikologinya serta
perilakunya dalam bekerja. Sebaliknya perawat yang belum menikah
seharusnya memiliki waktu yang lebih banyak dalam melakukan tugas-
tugas ektra seperti menggantikan rekan kerja yang tidak masuk, datang
lebih awal dan pulang paling akhir akan tetapi pada penelitian ini proporsi
yang memiliki OCB rendah lebih banyak. Oleh sebab itu penelitian
menyimpulkan status perkawinan bukan menjadi prediktor OCB yang
kuat.
4) Pendidikan
119
120
Hasil analisis tingkat pendidikan menunjukkan perawat pelaksana
yang berpendidikan S1/Ners lebih banyak dengan Organizational
citizenship behavior (OCB) tinggi dibandingkan Diploma III keperawatan
tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sarwono (2001) yang
menemukan tingkat pendidikan bukan menjadi prediktor OCB yang kuat.
Hasil penelitian ini berbeda dengan Van Dyne & Ang (1998) yang
menemukan pendidikan berhubungan negatif dengan OCB.
Penjelasan penelitian bahwa proporsi perawat dengan pendidikan S1
keperawatan/ ners proporsinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
perawat dengan pendidikan Diploma III keperawatan, akan tetapi proporsi
perawat dengan OCB yang tinggi lebih banyak pada perawat S1
keperawatan/Ners. Hal ini mencerminkan bahwa selain dipandang
memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang operasi organisasi, serta
mempunyai komitmen dan loyalitas yang lebih kuat sehingga diduga akan
mempunyai OCB yang lebih tinggi dibandingkan perawat dengan
pendidikan yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Popenoe
(1977) dalam Sarwono (2001) bahwa peningkatan tingkat pendidikan
cenderung membuat individu lebih toleran dan lebih demokratik, karena
karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
mudah mengenali dan menganalisis bermacam kenyataan atau implikasi
tindakan yang tidak benar.
5) Masa kerja
120
121
Hasil analisis masa kerja menunjukkan perawat pelaksana dengan
masa kerja yang lebih senior (> 5 tahun) lebih banyak dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) tinggi dibandingkan yang baru
bekerja (≤ 5 tahun), perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sarwono (2001) yang
menemukan tidak terdapat hubungan OCB dengan masa kerja pegawai.
Hasil penelitian menemukan bahwa meskipun masa kerja tidak
berhubungan secara signifikan dengan OCB perawat akan tetapi perawat
senior lebih banyak yang memiliki OCB tinggi. Hal ini sejalan dengan
pendapat (Steers & Porter, 1981; Neil & Snizek, 1998 dalam Sarwono,
2001) bahwa pekerja senior dinilai lebih berpengalaman dalam menangani
problema yang terjadi di lapangan dan merupakan prediktor yang kuat
terhadap komitmen dan kepuasan kerja sehingga secara langsung atau
tidak akan berpengaruh terhadap OCB.
6) Status Kepegawaian
Status kepegawaian menunjukkan perawat pelaksana dengan status
PNS lebih banyak dengan Organizational citizenship behavior (OCB)
tinggi dibandingkan yang berstatus tenaga Honorer/Sukarela, akan tetapi
penelitian menyimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kepegawaian
dengan Organizational citizenship behavior (OCB)perawat pelaksana di
RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sarwono (2001)
yang menemukan status kepegawaian berhubungan negatif dan signifikan
121
122
dengan OCB.Meskipun hasil penelitian tidak menemukan adanya
hubungan antara status kepegawaian dengan OCB perawat pelaksana
akan tetapi jika dilihat dari proporsi perawat berstatus PNS memiliki OCB
tinggi lebih besar sebaliknya perawat pelaksana berstatus tenaga
honorer/sukarela lebih banyak dengan OCB rendah. Khususnya di
Indonesia, status pegawai negeri sipil diyakini lebih memberikan perasaan
aman dibandingkan dengan status pegawai swasta akan tetapi karena
seorang pegawai dengan status PNS merasa lebih aman dan tidak
mungkin di berhentikan karena tidak berperilaku propososial sehingga
perilaku OCB sulit ditumbuhkan.
Secara umum penelitian tidak menemukan adanya hubungan
karakteristik perawat pelaksana yang terdiri dari jenis kelamin, umur,
status, status perkawinan, pendidikan, masa kerja da status kepegawaian.
Sehingga memberikan implikasi manajemen rumah sakit harus
memperlakukan perawat secara adil dan proporsional tanpa memandang
karakteristik demografinya.
d. Hubungan Karekteristik Perawat Pelaksana dengan Mutu
Pelayanan Keperawatan
1) Jenis kelamin
Analisis univariat memberikan gambaran mayoritas proporsi
responden berjenis kelamin perempuan dan uji statistik menunjukkan tidak
ada hubungan antara jenis kelamin dengan mutu pelayanan keperawatan
122
123
perawat pelaksana di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu dengan nilai
p : 1.000.
Merujuk pada hasil penelitian dengan melihat mayoritas perawat
adalah perempuan menunjukkan profesi perawat identik dengan naluri
keibuan (mother instink), rasa ingin meringankan dan memberikan
pertolongan kepada orang lain. Hasil penelitian ini serasi dengan
penelitian Nufus (2011) yang menemukan tidak ada pengaruh jenis
kelamin dengan kinerja. Sedangkan penelitian Panjaitan (2004)
menyatakan ada hubungan signifikan antara jenis kelamin pria dengan
perempuan berkaitan dengan kinerja perawat. Demikian halnya dengan
penelitian Wahyudi (2010) yang menemukan ada hubungan jenis kelamin
dengan kinerja perawat.
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan jenis
kelamin dengan kinerja perawat. Penjelasannya adalah proporsi laki-laki
sangat sedikit dibandingkan perempuan dan hasil analisis bivariat
menggambarkan proporsi laki-laki maupun perempuan yang memberikan
pelayanan keperawatan bermutu baik dan kurang relatif sama. Perbedaan
ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan antara perawat
perempuan lebih bermutu daripada laki-laki atau sebaliknya. Menurut
Macionis, (1991) dalam Sarwono (2001) konotasi pria lebih dekat pada
sifat ambisius dan kompetitif sehingga selalu mencari posisi
kepemimpinan, sedangkan wanita lebih bersifat diferensial dan emosional
123
124
sehingga merupakan pendengar yang baik dan suportif terhadap yang
lain.
2) Umur
Analisis univariat memberikan gambaran sebagian besar responden
berusia ≤ 31 tahun lebih banyak dibandingkan > 31 tahun. Hal ini
menjelaskan bahwa sebagain besar perawat pelaksana yang bekerja di
RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu berada pada rentang usia dewasa
awal yang merupakan fase dimulainya berkomitmen untuk masa depan.
Hasil analisi bivariat memberikan gambaran perawat pelaksana > 31
tahun yang memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik sebesar
lebih banyak dibandingkan perawat pelaksana ≤ 31 tahun. Hasil analisi
bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan mutu
pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu dengan p : 0.572. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian Burdahyat (2009), Rusmiati (2006) dan Baiduri (2003) yang
menyimpulkan umur tidak berhubungan dengan kinerja.
Beberapa penelitian yang memberikan hasil berbeda seperti penelitian
Wahyudi (2010), Soefullah (2009) Netty (2002) yang membuktikan adanya
hubungan umur dengan kinerja perawat. Robbin (2001) menyatakan
bahwa pada karyawan profesional dengan semakin meningkatnya usia,
semakin berpengalaman dan semakin meningkat kemampuan
profesionalnya. Bagi perawat kedewasaan dari segi usia dalam menjaga
124
125
dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Penjelasan yang
dapat diberikan adalah proporsi umur responden ≤ 31 tahun dan > 31
tahun tidak terpaut jauh (50.7 % : 49.3 %) dengan umur minimum 23
tahun dan maksimum 43 tahun. Umur bukan predictor terhadap kinerja.
Hal ini menjadi logis karena perawat yang lebih muda lebih banyak
mendapat mendapatkan pelajaran analitik dari hasil pendidikan yang
relative lebih baru sedangkan perawat yang lebih tua mendapatkan
pelajaran dari pengalaman empiris yang member implikasi mempercepat
penurunan kesenjangan antara perawat muda dan perawat senior.
3) Status perkawinan
Analisis univariat memberikan gambaran lebih banyak responden
yang telah menikah dibandingkan yang belum menikah. Status
perkawinan merupakan sebuah pengakuan sosial terhadap perjanjian
yang mengikat antara seorang pria dan seorang wanita. Hasil analisi
bivariat memberikan gambaran perawat pelaksana yang sudah menikah
lebih banyak memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik
dibandingkan yang belum menikah, perbedaan ini tidak bermakna secara
statistik dengan nilai p : 0.578 artinya tidak ada hubungan antara status
perkawinan dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di
RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian Burdahyat (2009), Rusmiati (2006) dan Baiduri (2003)
yang menyimpulkan umur tidak berhubungan dengan kinerja.
125
126
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi perawat yang sudah
menikah yang memberikan pelayanan keperawatan bermutu baik dan
kurang proporsinya mendekati nilai yang sama. Penjelasan yang dapat
diberikan yaitu perawat yang sudah menikah akan menghadapi peran
ganda sebagai tenaga profesional dan ibu rumah tangga terlebih dengan
bertambahnya jumlah anak. Jumlah anak penting untuk diperhatikan
karena peningkatan variabel tersebut yang melampaui titik optimal akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologi dan juga ekonomi karyawan
sehingga pada akhirnya mempengaruhi pula perilakunya dalam bekerja
(Aryee et al., 2002). Kedua hal tersebut seringkali memicu timbulnya dua
sifat yang bertentangan yaitu toleran dan egois.
4) Pendidikan
Analisis univariat memberikan gambaran mayoritas tingkat pendidikan
responden adalah Diploma III keperawatan dibandingkan S1
keperawatan/Ners. Hasil analisi bivariat memberikan gambaran perawat
pelaksana yang berpendidikan S1/Ners lebih banyak dengan mutu
pelayanan keperawatan berkualitas tinggi yaitu 77.8 % dibandingkan
Diploma III keperawatan yaitu 40.9 %, Sehingga dapat disimpulkan
perawat yang berpendidikan S1 Keperawatan/Ners lebih berpeluang untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik (nilai OR : 5). Hal
ini sejalan pendapat Jackson (2000) bahwa latar belakang pendidikan
keperawatan yang tinggi sangat mempengaruhi kualitas asuhan
126
127
keperawatan, semakin tinggi pendidikan keperawatan maka kemampuan
memberikan asuhan keperawatan juga semakin meningkat.
Hasil uji statistik memberikan kesimpulan ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di
RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu dengan nilai p : 0.038. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Adji (2002) menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempunyai hubungan paling
dominan dengan kinerja perawat (p = 0,001, OR= 80,325). Hal ini sesuai
dengan pendapat Notoatmodjo (2005) bahwa pendidikan merupakan
proses pembentukan perilaku dan kemampuan baru semakin baik
pendidikan akan meningkatkan kapabilitas dan kapasitas individu. Fungsi
edukasi adalah sosialisasi, transmisi pengetahuan kultural seperti nilai
(value) dan kepercayaan (belief). Pendidikan akan membantu individu
memilih dan belajar peran sosial serta mempertemukan antara bakat
(talent) dan kemampuannya (ability) dengan kebutuhan spesialisasi
pekerjaan (Popenoe, 1977 dalam Sarwono 2001). Selain itu edukasi juga
berhubungan dengan stratifikasi sosial yaitu membantu menentukan
posisi di masa depan dalam struktur sosial (DeFleur 1981 dalam Sarwono
2001). Peningkatan tingkat pendidikan cenderung membuat karyawan
akan lebih mudah mengenali dan menganalisis bermacam kenyataan atau
implikasi tindakan yang tidak benar (Sims & Keenan, 1998 dalam
Sarwono 2001).
127
128
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Royani (2011) yang
menemukan tidak ada hubungan pendidikan dengan kinerja perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Demikian halnya dengan hasil
penelitian Wahyudi (2010) dan Burdahyat (2009) yang juga menemukan
tidak ada hubungan pendidikan dengan kinerja perawat. Penjelasan yang
diberikan adalah karena proporsi pendidikan S1 Keperawatan/Ners sangat
jauh dibandingkan dengan responden yang berpendidikan Diploma III
Keperawatan.
5) Masa kerja
Hasil analisis masa kerja menunjukkan perawat pelaksana yang
bekerja > 7 tahun lebih banyak dengan mutu pelayanan keperawatan
berkualitas baik yaitu 56.5 %, perbedaan ini tidak bermakna secara
statistik dengan nilai p 0.199 artinya tidak ada hubungan antara masa
kerja dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Royani (2011) yang menemukan masa kerja perawat tidak
berhubungan dengan kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Demikian halnya dengan hasil penelitian Burdahyat (2009) dan Netty
(2002) yang menyatakan tidak ada hubungan lama kerja dengan kinerja.
Berbeda dengan hasil penelitian lainnya yang menemukan masa kerja
berhubungan dengan kinerja perawat. Seperti hasil penelitian Wahyudi
(2010), Nufus (2011) juga dan studi Lusiani (2004) menunjukkan bahwa
kinerja perawat rumah sakit memiliki hubungan yang bermakna dengan
128
129
pengalaman kerja dalam tahun. Menurut Robbin (2001) masa kerja
dihubungan dengan pengalaman menekuni pekerjaan tertentu. Masa kerja
menentukan seseorang dalam menjalankan tugas, semakin lama
seseorang bekerja semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan
tugasnya, sehingga lama kerja akan memberikan pengalaman perawat
mengasah keterampilannya. Perawat senior juga dinilai lebih
berpengalaman menangani problema yang terjadi di lapangan dan
merupakan prediktor yang kuat terhadap komitmen dan kepuasan kerja
sehingga secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap kinerja.
Hal ini mencerminkan bahwa perawat senior selain dipandang memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang operasi organisasi, serta mempunyai
komitmen dan loyalitas yang lebih kuat sehingga diduga akan mempunyai
sifat altruistik dan kerelaan yang lebih tinggi dibandingkan yang lebih
muda. Bagi seorang perawat pengalaman klinis yang telah dilalui
merupakan proses belajar empiris dalam meningkatkan keterampilannya
sehingga berdampak pada peningkatan mutu pelayanan yang diberikan.
Pernyataan ini mengacu pada Gillies (2000) bahwa semakin lama
seseorang menjalani masa kerja semakin baik kinerjanya.
Penjelasan yang dapat diberikan bahwa mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat pelaksana merupakan proses yang dinamis dan senantias
berfluktuasi dengan cepat. Pengalaman kerja yang lebih lama belum
menjamin perawat senior akan lebih produktif dibandingkan dengan
129
130
perawat yunior, hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan
mengembangkan diri dengan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi
keperawatan dan sistem pengawasan dan supervisi kepatuhan perawat
dan menerapkan standar asuhan keperawatan. Hal ini di dukung oleh
pernyataan perawat bahwa kegiatan supervisi maupun pengawasan
belum dilaksanakan dengan baik dan kemampuan melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai standar belum memadai karena sebagian besar
belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan di bidang keperawatan.
6) Status kepegawaian
Hasil analisis jenis kepegawaian menunjukkan perawat pelaksana
yang berstatus PNS lebih banyak dengan mutu pelayanan keperawatan
berkualitas tinggi yaitu 54.3 % dibandingkan yang bertatus honor daerah/
sukarela yaitu 31.1 %, perbedaan ini bermakna secara statistik dengan
nilai p 0.05 artinya ada hubungan antara jenis kepegawaian dengan mutu
pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Wahyudi (2010) yang menemukan tidak ada hubungan jenis kepegawaian
dengan kinerja perawat.
Konstribusi status kepegawaian sebagai predictor terhadap mutu
pelayanan sebesar (OR : 0.37) yang berarti bahwa perawat pelaksana
yang PNS lebih berpeluang memberikan pelayanan keperawatan 0.4 kali
lebih bermutu dibandingkan dengan perawat dengan honor
daerah/sukarela. Menurut Weber & Schumpeter dalam Sarwono (2001)
130
131
status kepegawaian merupakan salah satu simbol kelas yang memberikan
kesempatan atau fasilitas hidup tertentu (life-chances) bagi warganya
seperti keselamatan serta standar hidup dan mempengaruhi gaya dan
perilaku hidup (life-style) warganya. Oleh sebab itu komponen struktur
sosial ini merupakan elemen penting dalam interaksi sosial karena
mengacu pada posisi sosial yang diraih individu di dalam masyarakat.
Khususnya di Indonesia, status pegawai negeri sipil diyakini lebih
memberikan perasaan aman dibandingkan dengan status pegawai
swasta.
Gambaran penelitian ini dapat dimaknai bahwa mutu pelayanan yang
diberikan oleh perawat yang bertatus PNS lebih baik dibandingkan
dengan non PNS (Honorer/ Sukrela). Hal ini sangat wajar karena perawat
berstatus PNS memiliki jaminan masa depan yang berdampak pada
timbulnya rasa aman sehingga dapat lebih fokus dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
e. Hubungan Organizational citizenship behavior (OCB) dengan Mutu
Pelayanan Keperawatan di ruang rawat inap RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
Hasil analisis menggambarkan proporsi perawat pelaksana yang
mempunyai OCB tinggi lebih banyak memberikan pelayanan keperawatan
bermutu baik dibandingkan yang bermutu kurang demikian halnya dengan
perawat pelaksanan dengan OCB rendah juga lebih banyak yang
memberikan pelayanan bermutu kurang dibandingkan bermutu baik.
131
132
Perbedaan ini bermakna secara statistik dimana analisis bivariat
membuktikan ada hubungan antara Organizational Citizenship Behavior
(OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan perawat pelaksana di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu (p 0.000).
Temuan ini konsisten dengan penelitian Nufus (2011) yang
membuktikan adanya hubungan antara Organizational Citizenship
Behavior (OCB) dengan kinerja karyawan. Demikian juga dengan
penelitian Karambajaya (1989) dalam Nufus (2011) yang secara empiris
membuktikan bahwa karyawan yang berkinerja baik memiliki OCB yang
lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang berkinerja kurang baik.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh temuan Bienstock (2003) yang
meneliti faktor-faktor yang berpengaruh pada OCB dan pengaruh OCB
terhadap service quality hasilnya menunjukkan ada pengaruh positif hak
asasi organisasi terhadap OCB dan korelasi positif OCB dengan service
quality. Demikian halnya dengan Podsakoff dan MacKenzie (1994)
menemukan tim asuransi yang memiliki OCB yang baik mampu
meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Podsakoff (1997)
menemukan keterkaitan erat antara OCB dengan kinerja tim, keterkaitan
erat terutama pada antara OCB dengan kinerja tim secara kuantitas.
Lebih lanjut Bell (2004) menunjukkan terdapat hubungan positif secara
langsung antara OCB dengan kualitas jasa yang dipersepsikan
konsumen. Demikian halnya dengan penelitian Hui (2001) juga
132
133
menemukan adanya pengaruh positif antara OCB terhadap service
quality.
Hasil penelitian membuktikan bahwa OCB perawat pelaksana yang
tinggi akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam penerapan
standar asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian Nufus (2011) yang menyatakan OCB memberikan konstribusi
38.4 % terhadap kinerja karyawan. Hal ini didukung oleh Mackenzie,
Podsakoff, Ensher yang dikutip Budihardjo (2004) bahwa OCB
meningkatkan efektivitas organisasi melalui meningkatnya performa kerja
karyawan dari segi kuantitas dan kualitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
OCB berkonstribusi langsung terhadap performa kerja karyawan,
konsekuensi logis jika karyawan mau melaksanakan perilaku dan sikap
diluar deskripsi kerja formal yang dilakukan dengan sukarela maka tugas-
tugas formalnya yang merupakan tugas utamanya akan dijalankan
dengan lebih baik. Uraian yang sama dari Olorunniwo, et al., (2006)
bahwa OCB karyawan memberikan konstribusi penting untuk mencapai
service quality yang baik yaitu dengan tumbuhnya ketulusan, perasaan
senang hati dan timbulnya suatu budaya dimana para pekerja akan
bekerja sama saling tolong menolong demi memberikan kualitas layanan
yang baik.
Perawat dalam melaksanakan standar asuhan keperawatan harus
menampilkan kontak fisik dan inderawi serta emosi yang selalu siap
melayani pasien secara kompeten, tulus dan penuh pengabdian dan
133
134
melakukan tugas ekstra lainnya selain tugas pokok yang harus dilakukan.
Hal ini mengindikasikan bahwa organizational citizenship behavior
merupakan perilaku yang dibutuhkan perawat dalam meningkatkan mutu
pelayanannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wibowo (2007)
menjelaskan bahwa organisasi dapat menciptkan kinerja yang baik
manakala organisasi mampu menciptakan perilaku yang diharapkan
dalam mencapai maksud tersebut. Dengan demikian mutu pelayanan
yang diberikan oleh perawat berproses dengan sangat dinamis dalam diri
perawat dan dipengaruhi oleh Organizational citizenship behavior serta
faktor internal maupun eksternal lainnya. Sehingga manajer keperawatan
penting untuk menciptakan kondisi kerja yang menumbuh kembangkan
OCB bagi perawat dan mengatasi berbagai faktor penghambat munculnya
OCB.
Agar perawat memiliki OCB yang tinggi sehingga mampu memberikan
pelayanan keperawatan yang bermutu sesuai dengan standar yang
ditetapkan maka sebaiknya melakukan penilaian secara detail aspek-
aspek yang dapat meningkatkan dan menghambat OCB perawat, baik
yang berfokus pada individu yaitu altruisme dan courtecy maupun OCB
yang berfokus pada organisasi yaitu civic virtue, conscientiousness dan
sportsmanship. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (1983) dalam
Wibowo (2007) menyatakan bahwa seharusnya untuk mengukur kinerja
karyawan tidak hanya job description (in-role behavior), tetapi juga melihat
Organizational Citizenship Behavior (extra role behavior). Dalam
134
135
penelitian Organ (2006) menunjukkan bahwa OCB tidak hanya
mempengaruhi kinerja tetapi juga mempengaruhi manajer mengevaluasi
karyawan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa agar OCB berdampak langsung
terhadap kinerja maka konstribusi pribadi harus diagregasi dalam
penilaian kinerja organisasi.
Temuan penting dalam penelitian ini bahwa Organizational citizenship
behavior menerangkan proporsi halo efek terhadap mutu pelayanan
keperawatan dan merupakan determinan bagi program manejmen sumber
daya manusia dalam mengawasi, memelihara dan meningkatkan sikap
perawat yang akumulasinya akan memberikan dampat pada citra rumah
sakit. OCB secara empiris telah terbukti berpengaruh pada mutu
pelayanan keperawatan, berbagai variabel antesenden OCB
sesungguhnya mencerminkan proses terbentuknya sikap perawat dalam
organisasi rumah sakit. Selanjutnya dampak atau konsekuensi dari OCB
adalah peningkatan kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa OCB memiliki pengaruh
langsung (direct effect) terhadap mutu pelayanan keperawatan.
Dengan demikian jelas bahwa Organizational citizenship behavior
perawat perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kinerja yang
berbasis perilaku (behavior based) dalam memberikan kontribusi efek
terhadap organisasi. Seperti diketahui bahwa kinerja ini berpengaruh lebih
besar terhadap organisasi dibandingkan yang berbasis imbalan
(outcomed based) sehingga keputusan untuk mempertahankan atau
135
136
meningkatkan kualitas perawatan pasien rumah sakit tergantung
kemampuan manajemen untuk mengetahui dan memelihara kapabilitas
perilaku karitatif keorganisasian (OCB) perawat.
Menurut Organ et al, (2006) Organizational citizenship behavior terdiri
dari beberapa dimensi yaitu altruisme, courtesy, civic virtue,
conscientiousness dan sportmanship sehingga untuk lebih memahami
konstribusi OCB secara utuh terhadap mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan penerapan standar asuhan keperawatan diperlukan analisis
perdimensi sebagai berikut :
1) Hubungan altruisme dengan Mutu pelayanan keperawatan
Gambaran proporsi perawat pelaksana yang mempunyai altruisme
tinggi lebih banyak memberikan pelayanan keperawatan bermutu tinggi
dibandingkan yang bermutu rendah demikian sebaliknya. Perbedaan ini
bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 artinya ada hubungan
antara altruisme dengan mutu pelayanan keperawatan di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
perawat pelaksana yang memiliki altruisme yang tinggi akan mampu
memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Nufus (2011) yang
menemukan pengaruh signifikan altruisme dengan kinerja karyawan.
Demikian juga dengan hasil penelitian Huston (2000) dalam Nufus (2011)
yang menyatakan peningkatan altruisme akan meningkatkan kinerja. Jadi
baik secara teoritis maupun kajian empiris menunjukkan adanya
136
137
keselarasan dengan hasil penelitian yang menyatakan jika perawat
memiliki altruisme yang tinggi akan memberikan pelayanan keperawatan
yang lebih bermutu dibandingkan dengan perawat dengan altruisme
rendah. Hal ini diperkuat dari nilai OR : 9.176 yang berarti bahwa perawat
pelaksana dengan altruisme tinggi lebih berpeluang memberikan
pelayanan keperawatan 9 kali lebih bermutu dibandingkan dengan
perawat dengan altruisme rendah. Kontribusi altruisme terhadap kinerja
perawat lebih tinggi dari hasil penelitian Nufus (2011) menemukan
konstribusi altruisme terhadap kinerja karyawan hanya 5 %.
Hasil penelitian juga menemukan masih lebih banyak perawat
pelaksana dengan altruisme yang rendah menggambarkan bawa perilaku
individu tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal tetapi oleh sejumlah faktor
yang kompleks dan dinamis. Altruisme bukan sekedar perilaku tetapi cara
yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Hal ini sesuai dengan
pendapat William & Anderson (1991) bahwa antecendent contextual
performance berhubungan dengan watak, sehingga dalam operasionalnya
altruisme tidak terlepas dari aspek karakteristik perawat seperti
kepribadian.
Altruisme menunjukkan suatu pribadi yang lebih mementingkan
kepentingan orang lain dibandingkan dengan kepentingan pribadinya.
Perilaku ini sangat dibutuhkan dalam pelayanan keperawatan
sebagaimana nilai-nilai dasar dari profesi keperawatan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurachmah (2007) bahwa kemampuan perawat dalam
137
138
memberikan asuhan keperawatan yang bermutu harus ditunjang oleh
pemahaman terhadap peran dan nilai-nilai profesional seperti caring dan
altruisme. Membantu orang lain tanpa paksaan pada tugas-tugas
berkaitan erat dengan operasional pelayanan keperawatan. Perilaku
altruistic memungkinkan kelompok secara kompak dan efektif untuk
menutupi kelemahan masing-masing. Hal ini sesuai dengan penelitian
George & Bettenhausen (1990) dalam Nufus (2011) menemukan
keterkaitan erat antara perilaku altruistic dengan kinerja karyawan.
Perawat yang menolong perawat lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya dan pada gilirannya meningkatkan
produktivitas rekan tersebut. Membantu tugas perawat yang tidak hadir di
tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan
stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja. Jika
perawat saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam
suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan
tugas lain, seperti membuat perencanaan. Perilaku menolong dapat
meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara
anggota kelompok, sehingga berimplikasi pada peningkatan mutu layanan
keperawatan.
2) Hubungan Courtecy dengan Mutu pelayanan keperawatan
Proporsi perawat pelaksana yang mempunyai dimensi courtecy
rendah lebih banyak dibandingkan dengan yang tinggi. Deskripsi hasil
138
139
analisis memberikan gambaran bahwa diantara perawat yang memiliki
perilaku courtecy yang tinggi sebanyak 63.6 % memberikan pelayanan
bermutu baik, kemudian perawat yang memiliki perilaku courtecy rendah
sebanyak 69 % memberikan pelayanan kurang bermutu.Hasil uji statistik
menyimpulkan ada hubungan antara courtecy dengan mutu pelayanan
keperawatan di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu (p 0.006).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nufus
(2011) yang menemukan ada pengaruh secara signifikan antara courtecy
dengan kinerja karyawan (p : 0.022). Demikian halnya dengan penelitian
Houston (2000) dan Allison (2001) yang menyatakan peningkatan
courtecy akan meningkatkan kinerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan
nilai OR : 2.022 yang berarti bahwa perawat pelaksana dengan courtecy
tinggi lebih berpeluang memberikan pelayanan keperawatan 2 kali lebih
bermutu dibandingkan dengan perawat dengan courtecy rendah. Nilai
konstribusi perilaku courtecy tersebut sejalan dengan hasil penelitian
Nufus (2011) yang menemukan courtecy memberikan konstribusi sebesar
3.8 terhadap kinerja karyawan
Hasil penelitian menunjukkan masih lebih banyak perawat pelaksana
dengan courtecy yang rendah. Penjelasan yang dapat dikemukaan adalah
secara faktual karakteristik responden memiliki usia yang relatif sebaya
dari pada yang terpaut jauh. Hal ini berkaitan dengan budaya bahwa sikap
penghargaan dan penghormatan biasanya dilakukan yang muda ke yang
lebih tua sehingga perilaku courtecy lebih rendah.
139
140
Perawat yang memiliki dimensi courtecy akan memberikan
penghargaan dan respek terdapat orang lain, perilaku ini sangat
dibutuhkan dalam pelayanan keperawatan. Perawat yang memiliki
courtecy yang tinggi akan memberikan sumbangsih dalam tim kerja dan
mencegah terjadinya masalah dalam pelayanan. Perawat yang sopan,
yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, saling memberi
informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain, akan menolong
manajer terhindar dari krisis manajemen. Perawat yang menampilkan
perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam
kelompok, akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan
waktu dan tenaga untuk diselesaikan sehingga waktu yang dihabiskan
untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang sehingga dapat
memfokuskan pada peningkatan mutu layanan keperawatan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurachmah (2001) menyatakan
bahwa untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermutu seorang
perawat perlu membangun komunikasi dan kerjasama dalam tim kerja.
Demikian halnya dengan pendapat Marquis & Houston (2006) bahwa
adanya hubungan yang harmonis akan memudahkan interaksi sehingga
kinerja tim akan lebih optimal.
3) Hubungan civic virtue dengan Mutu pelayanan keperawatan
Proporsi perawat pelaksana yang mempunyai civic virtue rendah lebih
banyak dibandingkan dengan yang tinggi. Deskripsi hasil analisis
memberikan gambaran bahwa diantara perawat yang memiliki perilaku
140
141
civic virtue yang tinggi sebanyak 77.1 % memberikan pelayanan bermutu
baik, kemudian perawat yang memiliki perilaku civic virtue rendah
sebanyak 82.5 % memberikan pelayanan kurang bermutu.Hasil uji statistik
menyimpulkan ada hubungan antara civic virtue dengan mutu pelayanan
keperawatan di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu (p : 0.000).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nufus
(2011) yang menemukan ada pengaruh secara signifikan antara civic
virtue dengan kinerja karyawan (p : 0.019). Demikian halnya dengan
penelitian Houston (2000) dan Allison (2001) yang menyatakan
peningkatan civic virtue akan meningkatkan kinerja. Hal ini dapat dilihat
nilai OR : 10.888 yang berarti bahwa perawat pelaksana dengan civic
virtue tinggi lebih berpeluang memberikan pelayanan keperawatan 11 kali
lebih bermutu dibandingkan dengan perawat dengan civic virtue rendah.
Perawat yang memiliki dimensi civic virtue akan membantu dalam
koordinasi antara anggota tim yang pada akhirnya secara potensial
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dalam tim keperawatan yang
pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Menurut
Organ (2006) dimensi civic virtue mengindikasikan tanggung jawab pada
kehidupan organisasi dengan meningkatkan kualitas bidang pekerjaan
yang ditekuni. Bentuk operasional dimensi civic virtue yaitu meningkatkan
mutu pelayanan perawat adalah menghadiri pertemuan dan diskusi bagi
peningkatan layanan keperawatan meskipun tidak diwajibkan, berusaha
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, menjaga nama baik
141
142
profesi keperawatan dan rumah sakit dan melakukan tindakan
keperawatan sesuai prosedur meskipun tidak mendapat pengawasan dari
kepala ruangan. Jadi jelas perilaku civic virtue jika dimiliki oleh perawat
akan memberikan sumbangsih dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang bermutu baik.
4) Hubungan conscientiousness dengan mutu pelayanan keperawatan
Proporsi perawat pelaksana yang memiliki dimensi conscientiousness
rendah lebih banyak dibandingkan dengan yang tinggi. Deskripsi hasil
analisis memberikan gambaran bahwa diantara perawat yang memiliki
perilaku conscientiousness yang tinggi sebanyak 80.6% memberikan
pelayanan bermutu baik dan perawat yang memiliki perilaku
conscientiousness rendah sebanyak 87.2 % memberikan pelayanan
kurang bermutu. Hasil uji statistik menyimpulkan ada hubungan antara
conscientiousness dengan mutu pelayanan keperawatan di RSUD Batara
Guru Kabupaten Luwu (p : 0.000).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Nufus (2011) yang
menemukan ada pengaruh secara signifikan antara conscientiousness
dengan kinerja karyawan (p : 0.000). Demikian halnya dengan penelitian
Houston (2000) dan Allison (2001) yang menyatakan peningkatan
conscientiousness akan meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai hasil
penelitian dimana nilai OR : 4.441 yang berarti bahwa perawat pelaksana
dengan conscientiousness tinggi lebih berpeluang memberikan pelayanan
keperawatan 4 kali lebih bermutu dibandingkan dengan perawat dengan
142
143
conscientiousness rendah. Perawat yang menampilkan concentioussness
yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer
sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih
besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh
manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ilyas (2002) bahwa karyawan yang
memiliki disiplin diri yang tinggi akan mengembangkan kemampuan diri
untuk menjalankan tugasnya dengan disiplin pula. Pada penelitian ini
masih lebih banyak perawat dengan conscientiousness rendah.
Penjelasan yang dapat diberikan adalah bahwa untuk menampilkan
perilaku conscientiousness dipengaruhi oleh karakteristik individu juga
oleh faktor organisasi. Faktor organisasi yang dapat diidentifikasi dari hasil
diskusi grup sebagai faktor penghambat munculnya perilaku
conscientiousness adalah sebagian besar menyatakan kemauan untuk
memberikan konstribusi yang tinggi dalam pelayanan akan tetapi
kompetensi untuk menjalankan tugas-tugasnya yang dirasakan masih
kurang mendapatkan perhatian semisal kegiatan seminar maupun
pelatihan teknis perawatan.
Kesimpulan penting yang dapat ditarik adalah dimensi
conscientiousness merupakan perilaku kreatif dan inovatif secara sukarela
untuk meningkatkan kemampuannya yang terbukti secara empiris
berhubungan dengan layanan keperawatan yang bermutu. Perilaku
conscientiousness perawat yang tinggi akan cenderung meningkatkan
143
144
kinerja yang tinggi secara konsisten sehingga mengurangi variablilitas
dalam memberikan layanan keperawatan. Perawat yang menampilkan
perilaku conseientiousness misalnya kesediaan untuk memikul tanggung
jawab baru dan mempelajari keahlian baru akan meningkatkan
kemampuannya terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.
5) Hubungan sportmanship dengan mutu pelayanan keperawatan
Analisis univariat menggambarkan proporsi perawat pelaksana yang
memiliki dimensi sportmanship rendah lebih banyak dibandingkan dengan
yang tinggi. Deskripsi hasil analisis bivariat memberikan gambaran bahwa
diantara perawat yang memiliki perilaku sportmanship yang tinggi
sebanyak 75.8% memberikan pelayanan bermutu baik dan perawat yang
memiliki perilaku sportmanship rendah sebanyak 78.6 % memberikan
pelayanan kurang bermutu. Hasil uji statistik menyimpulkan ada hubungan
antara sportmanship dengan mutu pelayanan keperawatan di RSUD
Batara Guru Kabupaten Luwu (p : 0.000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nufus (2011) yang
menemukan ada pengaruh secara signifikan antara sportmanship dengan
kinerja karyawan (p : 0.013). Demikian halnya dengan penelitian Houston
(2000) dan Allison (2001) yang menyatakan peningkatan sportmanship
akan meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai hasil penelitian dimana nilai OR
: 2.360 yang berarti bahwa perawat pelaksana dengan sportmanship
tinggi lebih berpeluang memberikan pelayanan keperawatan 2 kali lebih
bermutu dibandingkan dengan perawat dengan sportmanship rendah.
144
145
Hasil penelitian menemukan masih leboh banyak perawat dengan
sportmanship rendah. Penjelasan yang diberikan adalah bahwa perilaku
perawat untuk bertoleransi dengan kesulitan-kesulitaan yang dihadapi
ketika merasakan beban yang berlebihan tanpa harus mengeluh sulit
dihindari, karena OCB merupakan perilaku pro sosial tanpa reward
dilakukan secara suka rela. Sebagaimana di ungkapkan dalam diksusi
grup dimana para perawat mengeluhkan bebab kerja yang berat baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Beban kerja secara kualitatif berkaitan
dengan peningkatan kompetensi tekhnis keperawatan melalui pelatihan
yang dianggap belum mendapat perhatian yang optimal dari pihak rumah
sakit. Sedangkan beban kerja kuantitatif berkaitan dengan belum
berjalannya mekanisme kerja dan sistem klasifikikasi pasien di semua
ruang rawat inap. Hal ini didukung oleh hasil diskusi grup dijelaskan
perawat pelaksana sulit untuk bertahan dalam suatu keadaan tanpa
mengeluh misalnya saat akan melakukan tindakan keperawatan tetapi
mengalami hambatan dengan keterbatasan instrument dan bahan
sehingga sulit melakukan tindakan sesuai prosedur.
Menurut Organ (2006) karyawan yang menampilan perilaku
sportsmanship akan memberikan konstribusi dalam kinerja karena tidak
menghabiskan waktu untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil.
Perawat yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong
manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan
dengan keluhan-keluhan kecil karyawan sehingga meningkatkan iklim
145
146
kerja yang positif dan menyenangkan dan memberikan konstribusi dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
6) Variabel yang paling berhubungan dengan mutu pelayanan
keperawatan
Hasil analisis multivariate dengan menggunakan analisis regresi
logistik, akhirnya penelitian menyimpulkan variabel OCB yang paling
berhubungan dengan mutu pelayanan keperawatan adalah sub varibel
civic virtue dengan nilai p 0.007 dan nilai OR : 10.888. Nilai koefisien
determinasi pada hasil analisis menunjukkan perubahan mutu pelayanan
keperawatan yang lebih baik dipengaruhi oleh variabel civic virtue sebesar
10 kali dibandingkan dengan perawat dengan civic virtue rendah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sub variabel civic virtue
merupakan sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja. Perilaku civic virtue menunjukkan perilaku partisipasi
sukrela terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun
sosial ilmiah. Dimensi ini merupakan tanggung jawab individu untuk
meningkatkan kualitas pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan Organ (2006)
yang menyatakan civic virtue direpresentasikan sebagai komitmen
terhadap organisasi secara keseluruhan.
146
147
Perawat yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi
aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi
diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kelompok. Penjelasan ini dapat dimaknai bahwa
perawat yang memiliki dimensi civic virtue akan melakukan pelayanan
keperawatan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab yang tinggi
sehingga berimplikasi pada mutu pelayanan yang diberikan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa mutu pelayanan keperawatan
berhubungan dengan Organizational citizenship behavior khususnya sub
dimensi civic virtue, memberikan ilmplikasi pentingnya pihak rumah sakit
memperhatikan faktor ini untuk tercapainya mutu pelayanan keperawatan
yang baik.
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit untuk
memunculkan Organizational citizenship behavior bagi perawat. Beberapa
determinan penting bagi terbentuknya OCB bagi perawat adalah gaya
kepemimpinan, prinsip keadilan, iklim kerja dan kualitas kehidupan kerja
(Organ, 2006). Gaya kepemimpinan mempengaruhi kepercayaan
bawahan kepada atasannya yang akan membentuk keunggulan kualitas
kooperasi, koordinasi, fungsional dan persetujuan yang bersifat positif.
147
148
Prinsip keadilan merupakan salah satu prasyarat untuk mendukung
efektifitas organisasi. Terciptanya keadilan dapat menumbuhkan sikap
dan perilaku positif perawat untuk mendukung pencapaian organisasi.
Bentuk penerapan prinsip keadilan diantaranya dalam sistem
penghargaan khusunya tentang mekanisme dan besaran jasa insentif dan
penjejangan karir bagi perawat. Jika perawat merasakan adanya keadilan
akan memberikan kepuasan kerja sehingga memacu munculnya OCB.
Hal ini sesuai dengan Organ (2006) bahwa seseorang yang memiliki
kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki loyalitas yang tinggi, dapat
bekerjasama, tolong menolong, sportif sehingga akan berpengaruh pada
terbentuknya OCB.
Iklim dan kualitas kerja yang mendukung operasionalisasi kegiatan
organisasi. Rumah sakit sebagai organisasi yang menyediakan pelayanan
kesehatan memiliki karakteristik yang tidak sama dengan organisasi
lainnya. Adanya karakteristik tersebut menyebabkan iklim kerja yang ada
di rumah sakit berbeda dengan organisasi lainnya, terutama terhadap
para perawat yang merupakan mayoritas tenaga kerja di sebuah rumah
sakit. Menurut Swansburg (2001) iklim kerja keperawatan disusun oleh
manajer perawat yang pada gilirannya menentukan perilaku dari perawat
klinis yang berpraktik dalam menyesuaikan dengan iklim kerja
keperawatan tersebut. Iklim kerja keperawatan rumah sakit yang dirasa
baik akan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kualitas kerja perawat
pelaksana. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk
148
149
pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin
termasuk tim keperawatan. Tim keperawatan merupakan tim kesehatan
garda depan yang menghadapi masalah kesehatan klien selama 24 jam
secara terus menerus,oleh karena itu diperlukan iklim kerja yang kondusif
sehingga memunculkan OCB dalam diri perawat yang pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas dari pelayanan kesehatan dari rumah sakit itu
sendiri.
2. Keterbatan Penelitian
Secara kesuluruhan penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan.
Pertama penggunaan metode cross-sectional study memiliki kendala
kurangnya inferensi causalitas, selain itu data longitudinal dapat
menimbulkan biasnya estimasi parameter sehingga hasilnya kurang baik.
Kedua, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode angket dan observasi. Observasi digunakan bertujuan
untuk mendapartkan informasi dengan sangat objektif, tetapi dalam
pelaksanaannya banyak faktor yang mempengaruhi objektivitas data
tersebut. Salah satu cara untuk mengontrol bias dari objektivitas
pengamatan dengan menggunakan alat bantu audio untuk merekam
perilaku pada saat subjek penelitian diamati sehingga setiap detail dapat
dinilai dengan lebih objektif, akan tetapi karena responden menolak
menggunakan alat bantu tersebut sehingga memungkinkan adanya bias
pada saat melakukan pengamatan. Keterbatasan lainnya adalah
observasi hanya dilakukan satu kali setiap responden. Idealnya setiap
149
150
responden dilakukan beberapa kali pengamatan sehingga lebih objektif
karena dapat menghitung rata-rata dari setiap objek pengamatan.
Masalah lain dalam pengumpulan data melalui observasi adalah kesulitan
mengatur jadual shif dari setiap responden akibat keterbatasan jumlah
perawat diruangan, maka peneliti dan enumator harus mengikuti jadual
shif setiap responden sehingga waktu penelitian lebih lama dan
memungkinkan peneliti dan enumator mengalami kelelahan yang
berdampak pada kurangnya ketelitian pada saat melakukan pengamatan.
Ketiga, penggunaan metode self evaluative pada variabel OCB
sehingga subjektifitas dapat mempengaruhi responden pada saat
menjawab pernyataan penelitian. Sehigga untuk mengontrol
kecendrungan subjektifitas peneliti dan enumator menunggu sampai
responden menjawab keseluruhan kuesioner.
Keempat adalah ketidaknormalan distribusi data meskipun umum
terjadi pada riset keprilakuan tetapi perlu dilakukan metode estimasi yang
tepat misalnya menggunakan metode estimasi ADF (asymptotically
distribution free) yaitu metode yang tidak mensyarakatkan normalitas data
meskipun melibatkan jumlah responden yang besar, sehingga untuk
penelitian mendatang perlu dilakukan perbaikan instrument sehingga
pengukuran variabel bebas dapat dilakukan lebih utuh.
3. Implikasi penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat berimplikasi pada :
a. Pelayanan keperawatan
150
151
Hasil penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa
Organizational citizenship behavior berhubungan dengan mutu pelayanan
keperawatan. Perawat yang memberikan pelayanan yang bermutu tentu
akan meningkatkan kepuasan kepada pasien yang pada akhirnya
meningkatkan citra rumah sakit. Terbuktinya OCB perawat pelaksana
berhubungan dengan mutu pelayanan keperawatan sehingga hasil
penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pimpinan rumah sakit
khususnya bidang keperawatan untuk mengetahui dan memelihara
kapabilitas perilaku karitatif keorganisasian (OCB) perawat, demikian
halnya dengan proses evaluasi kinerja perawat dengan memasukkan
unsur penilaian OCB dalam penilian kinerja perawat dalam melaksanakan
standar asuhan keperawatan.
Secara umum penelitian tidak menemukan adanya hubungan
karakteristik perawat pelaksana yang terdiri dari jenis kelamin, umur,
status, status perkawinan, pendidikan, masa kerja da status kepegawaian
dengan Organizational citizenship behavior perawat, sehingga
memberikan implikasi manajemen rumah sakit harus memperlakukan
perawat secara adil dan proporsional tanpa memandang karakteristik
demografinya.
b. Pendidikan Keperawatan
Penelitian memberikan implikasi pada institusi pendidikan
keperawatan pentingnya menanamkan dimensi OCB sebagai nilai-nilai
dasar profesi keperawatan dan memasukkan unsur OCB dalam penilaian
151
152
sikap mahasiswa sehingga menumbuhkan sikap kecintaan pada
profesinya.
c. Penelitian
Penelitian ini memberi implikasi sebagai rujukan untuk pengembangan
lebih luas tentang keterkaitan OCB perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan. Terutama dengan mengesplorasi baik secara metodologi
maupun pengembangan variabel-variabel yang mampu menghasilkan
formulasi lebih utuh untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan OCB perawat.
152
153
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteritik demografi
perawat pelaksana yang terdiri jenis kelamin, umur, status perkawinan,
pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian dengan
Organizational citizenship behavior (OCB) perawat di ruang rawat inap
RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
2. Karakteristik demografi perawat pelaksana yang berhubungan
signifikan dengan dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang
rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu adalah tingkat
pendidikan dan status kepegawaian sedangkan jenis kelamin, umur,
status perkawinan dan masa kerja tidak berhubungan secara
signifikan.
3. Ada hubungan yang signifikan antara Organizational citizenship
behavior (OCB) dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat
inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu. Perawat pelaksana dengan
153
154
OCB tinggi lebih berpeluang memberikan pelayanan keperawatan 44
kali lebih bermutu dibandingkan dengan perawat dengan OCB rendah.
4. Semua dimensi Organizational citizenship behavior (OCB) yaitu
altruisme, courtecy, civic virtue, coenscientousness dan sportsmanship
berhubungan signifikan dengan mutu pelayanan keperawatan di ruang
rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu.
5. Sub variabel organizational citizenship behavior (OCB) yang paling
berhubungan dan signifikan dengan mutu pelayanan keperawatan di
ruang rawat inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu adalah civic
virtue, perawat dengan civic virtue yang tinggi berpeluang memberikan
pelayanan keperawatan yang bermutu 10 kali dibandingkan dengan
perawat dengan civic virtue rendah
B. Saran
1. Pimpinan Rumah Sakit
a. Memberikan reinforcement bagi perawat dengan organizational
citizenship behavior (OCB) yang tinggi dan yang berkinerja baik secara
proporsional, adil dan konsisten tanpa memandang karakteristik
demografinya. Adapaun bentuknya dapat fleksibel seperti insentif,
pujian yang tulus, memprioritaskan dalam kegiatan pelatihan maupun
pendidikan lanjut bahkan dalam hal promosi, dan bagi perawat yang
belum optimal OCBnya dimotivasi oleh pimpinan rumah sakit dengan
melakukan pembinaan secara khusus.
154
155
b. Dalam rekruitmen perlu mempertimbangkan memasukkan dimensi-
dimensi organizational citizenship behavior (OCB) dalam tes seleksi
penerimaan perawat baru.
c. Perlunya pimpinan rumah sakit mengkomunikasikan dan
mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan perawat dengan
kebutuhan dan tujuan organisasi.
2. Bidang keperawatan
a. Pentingnya memasukkan unsur organizational citizenship behavior
(OCB) dalam penilaian kinerja perawat.
b. Manajer keperawatan pada semua level penting untuk jadi role model
dalam penerapan organizational citizenship behavior (OCB) karena
perubahan perilaku akan lebih cepat melalui belajar pengamatan
terhadap nilai-nilai yang di contohkan oleh atasan.
c. Penting bagi manajer merumuskan perencanaan pembinaan sikap
yang dapat menumbuhkan OCB, mengenali staf secara pribadi dan
menyediakan waktu dan tempat khusus untuk melakukan pembinaan,
serta melakukan proses monitoring dan follow-up agar menjamin
terjadinya perbaikan sikap.
d. Kepala ruangan perlu berkomunikasi secara intensif dengan semua
staf perawat untuk mempererat hubungan dengan semua staf,
memahami problematika masing-masing sehingga pendekatan kepada
staf disesuaikan dengan kepribadian masing-masing.
3. Perawat pelaksana
155
156
Pentingnya melakukan evaluasi dan reflaksi diri sejauhmana
konstribusi dan keprilakuan positif yang mendukung peningkatan mutu
pelayanan keperawatan, memahami kelemahan dalam penerapan standar
asuhan keperawatan dan berusaha melakukan perbaikan pengetahuan
dan keterampilan melalui jenjang formal maupun non formal dan yang tak
kalah pentingnya adalah memahami dan mengaplikasi OCB yang
merupakan nilai-nilai dasar profesi keperawatan.
4. Institusi Pendidikan
Pentingnya pengembangan soft skill mahasiswa melalui kegiatan
keorganisasian dan pengenalan profesi yang lebih baik serta penilaian
sikap yang lebih proporsional sehingga memungkinkan munculnya
perilaku OCB.
5. Peneliti selanjutnya
Melakukan penelitian lanjut dengan perbaikan dan pengembangan
instrument dan desain penelitian lain atau dengan metode penelitian
kualitatif sehingga mampu mengekplorasi lebih dalam pengalaman
perawat berkaitan dengan OBC dan pelayanan keperawatan.
156
157
DAFTAR PUSTAKA
Aditama Y .(2003)., Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Universitas Indonesis Press, Depok
Adji.I., (2002)., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Di RSU Raden Mattaher Jambi Tahun 2020. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Digilib Digital 203676442. Accessed: 23/10/2012
Anonim. (2001) Kepmenkes RI No 1239 Tahun 2001 Dan Permenkes RI No 148 Tahun 2010
Aryee,S. Budwar.P.S And Chen., (2002)., Trus As Mediator Of The Relationship Between Organizational Justice And Work Outcomes : Test Of A Social Exchange Model “ Journal Of Organizational Behavior Vol. 25 No.2 195-228.
Azwar, A.(2000). Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, IDI, Jakarta
Baiduri.S. (2003)., Hubungan Antara Karakteristik Individu, Motivasi Kerja Perawat, Dan Kepemimpinan Kepala Ruang Rawat Inap Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Assobhiring Tangerang. Tesis Program Studi Administrasi Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Digilib Digital 2124790023 Accessed: 26/10/2012
Bell, Simon, J. (2004). “Raising The Bar Of Service Quality: The Role Of Salesperson-Organiza-Tional Relationship, Organozational Citizenship Behavior”, Bulent Menguc Departemen Of Management University Of Melbourne, No. 2, Pp. 1-22
Bienstock.C.C, De Moranvile.,And Smith, R.K (2003),” Organizational Citizenship Behavior And Service Quality “ The Journal Of Services Marketing Vol.4 No. 5 357-376.
157
158
Broomberg & Mills (2004), Evaluating The Quality Of Nursing Care In The Context Of Acomparasion Of Contracted-Out South Afarican Hospital.Anne.Mills.Ac.UK
Budihardjo (2004), Peran Strategi SDM Dalam Menghadapi Persaingan Global, Dalam Proceeding Temu Ilmiah I Asosiasi Psikologi Industry & Organisasi. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga., Surabaya. Journal Of Managerial Psychology, Vol. 15 (4): 17-24
Burdahyat (2009), Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Perawat Di RSU Sumedang. Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 2124554320 Accessed: 23/10/2012
Cholil.,M. (2011) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kepercayaan Pada Supervisor, Dan Perilaku Ideal Kewargaan Organisasi Terhadap Kualitas Layanan Perawat. Jurnal Akuntasi & Manajmenen Vol.22 No. 3 Desember 2011.
Departemen Kesehatan RI., (2005), Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit, Cetakan Ke Lima Jakarta. Depkes RI
Djati,S.Pantja (2011). Variabel Atsenden Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dan Pengaruhnya Terhadap Service Quality Oada Perguruan Tinggi Swasta Di Surabaya. Jurnal Mitra Ekonomi Dan Manajemen Bisnis Vol.2 No.2 Oktober 2011, 259-272.,Issn2087-1090
Faisal Rizal. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja Pegawai Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2004. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia
Fandi Tjiptono & Gregorius Chandar (2011) Service Quality & Satisfaction. Penerbit ANDI, Yogyakarta
Gillies, Dee Ann. (2000). Manajemen Keperawatan, Sebagai Suatu Pendekatan Sistem, Penerjemah Dika Sukmana,Rika Widya Sukmana, Yayasan Iapkp., Bandung
Griffith, J.R, (2000). The Well Managed Community Hospital, Health Administration Press, Ann Arbor, Michigan
Hastono,(2007)., Analisis Data Kesehatan : Basic Data Analysis For Health Research Training. Fakultas Kesehatan Masyarakat Ui.
Hermansyah (2006), Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat Inap Di
158
159
RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu. Tesis Program Pasca Sarjana Fik.UI Digilib Digital 31564320154 Accessed: 23/10/2012
Houston, David.J;(2000) Public Service Motivation: A Multivariate-Test;, Vol. 48 Journal Of Public Administration Research And Theory; October: 2000
Hui ,C.Lam,S,S,K., And Schabroack,J. (2001). “Can Good Citizens Lead The Way In Providing Quality Service : A Fiel Quasi-Expriment”, Academy Of Management, Journal Vo; 44, No.2:988-998
Ilyas,(2002)., Kinerja, Penilaian Dan Penelitian., Jakarta, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI.
Jackson, S.E.; Schwab, R.L. and Schuler, R.S. (2000). Toward an Understanding of the Burnout Phenomenon, Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No.4, 630–40
Keliat, Dkk (2006)., Modul Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa (MPKP Jiwa) Jakarta, FKUI dan WHO.
Kreitner dan Kinicki (2005), Organizational Behavior, Salemba Empat, Jakarta
Leboeuf, Michael,(2002) Memenangkan Dan Memelihara Pelanggan, Pustaka Tangga, Jakarta
Lusiani (2004), Hubungan Karakteristik Individu Dan Sistem Penghargaan Dengan Kinerja Perawat Menurut Persepsi Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta, Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 20589744321 Accessed: 23/10/2012
MacKenzie, S.B., P.M. Podsakoff., and M. Ahearne. (1998). Some Possible Antecedents And Consequences Of In-Role And Extra-Role Salesperson Performance. Journal of Marketing, 62 : 87-98
Marquis, B.L, Dan C.J.Houston.(2012)., Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, Teori & Aplikasi Edisi 4 Alih Bahasa Widyawati,Wilda Eka Handayani, Fruriolina Ariani., EGC, Jakarta
Netemeyer J., Allen, N & Smith, C. (1997). Commitment To Organizational And Occupations, Extension And Test Of Three-Component Conceptualization. Journal Of Applied Psychology, 78: 538-551
Netty (2002), Hubungan Antara Karakteristik Perawat Pelaksana, Pemahaman Proses Keperawatan Dan Supervise Dengan Pelaksanaan Proses Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSAB
159
160
Harapan Kita. Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 2358620012 Accessed: 23/10/2012
Notoatmodjo Soekidjo (2005). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nufus.H., (2011)., Pengaruh Organizational Citizenship Behavior (Ocb) Terhadap Kinerja Karyawan PT Putra Pertiwi Karya Utama. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Nufus_Yahoo.Com. Accessed: 23/10/2012
Nurachmah, E., (2007) Asuhan Keperawatan Bermutu, Artikel Pd Persi
O’connel.,M.S., Doverspike.,D. Watss C.N, And Hatrupp., (2001)., Predictors Of Organizational Citizenship Behavior Among Maexican Retail Sales And Dispositional Predictors Of Organizational Citizenship Behavior, Personnel Psychology
Olorunniwo, F., Hsu, M.K., Udo, G.F., (2006), “Service Quality, Customer Satisfaction, And Beha-Viour Intentions In The Service Factory”. Journal Of Service Marketing, Vol 20. No.1, Pp. 59-72.
Organ, Dennis W. Et.Al. (2006)., Organizational Citizenship Behavior. Its Nature, Antecendents, And Consequences. California: Sage Publications, Inc
Organ.,Konovsky,Emmerik, (2005). Organizational Citizenship Behavior.Its Nature, Antesendents And Consequences, California: Sage Publication.Inc
Panjaitan.R.U (2004), Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Budaya Organisasi Dan Hubungannya Dengan Kinerja Di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor., Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 253076329 Accessed: 22/10/2012
Pengurus Pusat PPNI., (2010)., Standar Profesi dan Kode Etik Perawat Indonesia, Jakarta., Diupload melalui www.ppni.go.id. accessed: 23/10/2012
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental Of Nursing, Concepts, Proccess And Practise. St.Louis : Mosby Year Book Inc.
PPNI., (2009) , Standar Profesi Perawat Indonesia. Jakarta. Diupload melalui www.ppni.go.id. accessed: 23/10/2012
Rini, A.S, Kaihatu. T.S (2007), Kepemimpinan Tranformasional dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasaan atas kelualitas kehidupan kerja, komitmen organisasi, dan perilaku ektra peran studi pada guru-guru
160
161
SMU di kota Surabaya. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 98.No 1 Maret 2007. 46-61. Diperoleh melalui http/www.petra.ac.id/ puslit/journals/dir.php?departemenID=MAN Accessed: 14/11/2012
Robbins, Stephen P. (2001). Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Edisi 8, Jilid 1, Terjemahan, Jakarta: Prehalindo
Royani (2011), Hubungan Sistem Penghargaan Dengan Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Instalasi Rawat Inap RSUD Cilegon, FIK.UI Jakarta, Digilib Digital 20285355. Royani_Yahoo.Com. Accessed: 23/10/2012
Rusmiati (2006) Hubungan Lingkungan Organisasi Dan Karakteristik Perawat Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 3420087533 Accessed: 19/10/2012
Ryan, P. (2009). “Integrated Theory of Health Behavior Change: Background and intervention development. Clinical Nurse Specialist”. The Journal for advanced practice Nursing. Vol. 23, No. 3:161-171.
Sarwono.S.S., Soeroso.,A., (2001).,Determinasi Demografi Terhadap Perilaku Karitatif Keorganisasian., Jurnal Siasat Bisnis.JSB No. 6 Vol. 1 Th. 2001 ISSN : 0853 –7665
Sastradijaya (2004), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSU Cilegon, Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Fik.UI Digilib Digital Accessed: 21/10/2012
Siagian, S. (2002) Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku (Cetakan ke-8.). Jakarta: CV Massagung.
Sims, R.L., and J.P. Keenan. (1998). Predictors of external whistleblowing: Organizational and intrapersonal variables. Journal of Business Ethics, 17: 411-421
Sitorus. R. (2006) Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) Di Rumah Sakit . Penataan Struktur Dan Proses Pemberian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat. Panduan Implementasi. EGC. Jakarta
Soefullah (2009), Pengaruh Pelatihan Asuhan Keperawatan Dan Supervise Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana Di RSUD Indramayu. Tesis Program Pasca Sarjana Fik.UI Digilib Digital 3178532098 Accessed: 25/11/2012
Sofiyuddin,S.,(2009)., Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, Dan Multivariat, Dilengkapi Dengan Menggunakan SPSS, Salemba, Jakarta
161
162
Sugiyono., (2008). Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung
Suza., (2008), Standar Untuk Praktik Keperawatan.Http.Library.Usu.Ac.Id /Download/Fk/Keperawatan/ Accessed: 23/10/2012
Swanburg. C. Russell. (2000). Pengantar Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, Untuk Perawat Klinis. Alih Bahasa Samba. Suharyati. EGC. Jakarta
Umar, H.( 2003). Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Van Dyne & Ang (1998), Organizational Citizenship Behaviour: Con-Struct Redifinition, Measurement, And Validation, Academy Of Management Journal, 37 (4): 765-802.
Veithzal Rivai, Mulyadi. D (2011),Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta
Wahyudi (2010)., Hubungan Persepsi Perawat Tentang Persepsi Profesi Keperawatan Kepamampuan, Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di RSUD Dr Slamet Garut. Tesis Program Pasca Sarjana FIK.UI Digilib Digital 23543279 Accessed: 14/11/2012
Wibowo (2007)., Manajemen Kinerja, PT Rajagrafindo Persada; Jakarta.
William, L.J., & Anderson, S.E. (1991). Job Satisfaction And Organizational Commitment As Predictors Of Organizational Citizenship And In-Role Behaviours. Journal Of Management, 17 (3): 601-617
Wong, Y. T., Wong, C. S., and Ngo, Y. H. 2002.” Loyalty to supervisor, and trust in supervisor of workers in Chinese join venture: A test of two compeling model”. International Journal of Human Resource Management. Vol. 13, No. 6:883-900.
Yoon, M. H., and Suh, J. 2003. “Organizational citizenship behaviors and service quality as external effectiveness of contact employees”. Journal of Business Research. Vol. 56, No. 8:597-611.
162
163
LEMBAR INFORMED CONCERN
Yth. Rekan Sejawat
di_Tempat
Dengan Hormat,
Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka penyelesaian tugas akhir pada
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan (PSMIK) Pasca Sarjana Unhas maka
saya :
Nama : Hairuddin Safaat
Nim : P4200210024
Alamat : Jl. Perum Permata Benteng Blok C No. 6 Kota Palopo
No HP : 081355002202
Bermaksud melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Ruang Rawat
Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu“. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
hubungan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan mutu pelayanan
keperawatan. Adapun metode pengumpulan data penelitian ini adalah melalui kuesioner
dan observasi berkaitan dengan proses asuhan keperawatan.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan dampak apapun termasuk
hubungan dengan pimpinan-staf, rekan sejawat maupun dengan pasien. Hal tersebut
karena semua informasi dan kerahasiaan identitas yang diberikan akan dijaga dan
hanya dipergunakan untuk penelitian semata. Jika rekan sejawat telah memutuskan
163
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN (PSMIK)JL. PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM 10 MAKASSAR 90245TELP.0411.586296,5040399. FAX 0411-586297
164
untuk berpartisipasi dalam penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang
objektif agar diperoleh hasil maksimal dan jika selama menjadi responden merasakan
ketidaknyamanan, sejawat dapat mengundurkan diri dengan sebelumnya menyampaikan
kepada peneliti. Rekan sejawat tidak mendapatkan manfaat langsung dari penelitian ini
tetapi akan sangat bermanfaat dalam peningkatan mutu layanan keperawatan dan
pengembangan ilmu keperawatan.
Melalui penjelasan ini maka saya harapkan rekan sejawat berkenan menjadi
responden penelitian ini dengan dengan menandatangani lembar persetujuan. Atas
kesediaan dan partisipasinya sebelumnya saya haturkan terima kasih.
Belopa, ………,……. 2013
Hormat saya,
(Hairuddin Safaat)
PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN
Setelah membaca penjelasan dan memperoleh jawaban atas pertanyaan yang saya
ajukan, maka saya memutuskan untuk menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh Ners Hairuddin Safaat, mahasiswa Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan (PSMIK) Pasca Sarjana Unhas dengan judul : Hubungan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Ruang Rawat
Inap RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu Tahun 2013“.
Saya menyadari bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini sehingga saya dapat
berkonstribusi dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan saya mengetahui
bahwa tidak ada resiko atas keikutseraaan saya dan saya diberitahu bahwa segala
informasi yang saya berikan berkenaan dengan penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.
Belopa, ………,……. 2013
164
Tanda Tangan Peneliti
Hairuddin Safaat
Tanda Tangan Responden
……………………
165
HUBUNGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD BATARA GURU
KABUPATEN LUWU TAHUN 2013
Kuesiuoner A : Kuesioner Data Demografi1. Umur : ……………2. Masa bekerja : ……………3. Jenis Kelamin : 1.laki-laki 2.perempuan4. Status perkawinan : belum kawin kawin janda duda5. Pendidikan : 1. D III keperawatan 2. S1 Keperawatan/Ners (S1 kebidanan)6. Jenis kepegawaian : PNS Honor daerah Sukarela
Kuesioner B : ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)Petunjuk: beri tanda silang (x) pada kolom yang sesuai dengan pengalaman anda :- Silang (X) SS (Sangat Sering) bila kondisi yang dimaksud hampir selalu anda
melakukannya- Silang (X) S (Sering) bila kondisi yang dimaksud lebih sering anda lakukan dari pada
tidak melakukannya.- Silang (X) K (Kadang-kadang) bila kondisi yang dimaksud hanya kadang-kadang
melakukannya- Silang (X) HTP (Hampir Tidak Pernah) bila kondisi yang dimaksud lebih sering anda
tidak lakukan dari pada melakukannya- Silang (X) TP (Tidak Pernah) bila kondisi yang dimaksud tidak pernah anda lakukan
NO Pernyataan SS S K HTP TP
165
166
Altruisme1. Menolak menggantikan rekan kerja yang tidak masuk kerja 2. Membantu rekan kerja yang pekerjaannya sedang menumpuk3. Membantu proses orientasi perawat baru meskipun tidak diminta 4. Meluangkan waktu untuk belajar berkaitan dengan tugas layanan keperawatan5. Menolak melakuan layanan keperawatan kepada pasien yang bukan
tanggungjawabnya6. Membantu mengatasi masalah pribadi rekan kerja 7. Meluangkan waktu untuk membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan
dalam melakukan tindakan keperawatan.8. Memberikan motivasi rekan kerja untuk melakukan layanan keperawatan yang
lebih baikCourtesy
9. Menghalangi rekan untuk mengambil tindakan meskipun untuk kebaikan tim/ rumah sakit karena bukan tugas utama.
10. Menyimpan informasi yang dirahasiakan oleh organisasi11. Membangun kebersamaan dan kekompakan dalam tim kerja12. Membiarkan perawat lain melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan
masalah layanan keperawatan13. Tidak melaporkan jika terjadi tindakan eror atau kejadian yang Tak Dinginkan
(KTD) saat melakukan tindakan keperawatan Civic Virtue
14. Menghadiri pertemuan seperti rapat ruangan dan diskusi yang dianggap penting bagi peningkatan layanan keperawatan meskipun tidak diwajibkan.
15. Mensintesa/ memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki selama memberikan layanan keperawatan
16. Selalu berusaha menjaga nama baik profesi keperawatan dan rumah sakit17. Melakukan tindakan keperawatan sesuai prosedur meskipun tidak mendapat
pengawasan dari kepala ruangan18. Menjaga dan melestrasikan inventaris ruang perawatan
Conscientiousness19. Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai dan
pulang paling akhir setelah merampungkan tugas-tugasnya20. Aktif dan tekun menyelesaikan tugas-tugas layanan keperawatan
21. Waktu kerja lebih banyak dihabiskan dengan melakukan hal-hal yang tidak berhubungan dengan layanan keperawatan
22. Selalu berusaha menyelesaikan laporan seperti pendokumentasian askep dan perencanaan kerja lebih awal dari waktunya
23. Mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan pelayanan keperawatan seperti membuat rencana kerja harian dan konsisten melaksanakannyaSportmanship
24. Mengeluh untuk hal-hal yang tidak penting berkaitan dengan pekerjaaan25. Tidak membesar-besarkan masalah yang ada berkaitan dengan pekerjaaan26. Selalu memfokuskan hal negatif dari pekerjaannya dari pada melihat sisi
positifnya27. Menunda kebutuhan pribadi untuk kepentingan layanan keperawatan28. Berusaha menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan masalah layanan
keperawatan
Kuesioner C. Mutu pelayanan keperawatan
166
167
Checklist terdiri dari 48 item pernyataan yang harus diberikan penilainya oleh peneliti dengan 3 alternatif jawaban yaitu : Dilakukan Dengan Sempurna (S) , Dilakukan Tapi Kurang Sempurna (KS) , Tidak Dilakukan (TD).
No Perlaksanaan proses keperawatanObservasi
I II IIIDS KS TD DS KS TD DS KS TD
A. Pengkajian1. Menggunakan alat pemeriksaan fisik yang lengkap2. Melakukan pengkajian fisik secara sistimatis sesuai dengan
format pengkajian3. Melakukan pengkajian psikososial sesuai format pengkajian4. Melakukan pengkajian spiritual sesuai format pengkajian5. Melakukan pengkajian dengan metode wawancara seperti
mengkaji keluhan utama, riwayat penyakit, dll6. Melakukan pengkajian dengan metode visual (penglihatan)
seperti keadaan fisik, ekpresi wajah, dan prilaku pasien 7. Melakukan pengkajian dengan metode auskultasi
(pendengaran) seperti bunyi pernafasan, jantung dll8. Melakukan pengkajian dengan metode perkusi seperti
dinding dada, abdomen dll9. Melakukan pengkajian dengan metode perabaan/palpasi
seperti meraba nadi, kulit dll10 Memanfaatkan data hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi dll11. Menyampaikan hasil pengkajian kepada pasien dan
keluarga12 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman
pendokumentasianB. Diagnosa keperawatan13. Merumuskan diagnosa keperawatan aktual :problem,
etiologi symptom dan risiko : problem, etiologi.14. Diagnosa keperawatan mengarah pada fungsi mandiri
perawat15. Diganosa keperawatan disusun berdasarkan prioritas
menurut tingkat kebutuhan Maslow16. Diagnosa keperawatan yang ditetapkan berkesesuian
dengan hasil pengkajian
17. Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain, pasien dan rekan sejawat untuk memvalidasi keabsahan diagnosis keperawatan yang dirumuskan
18. Diagnosa keperawatan dicatat dengan jelas sesuai dengan pedoman pendokumentasian
C. Rencana keperawatan19. Perencanaan berdasarkan diagnosa keperawatan yang
telah ditegakkan dan mengacu pada standar asuhan keperawatan (SAK)
20. Rencana tindakan keperawatan disusun menurut urutan prioritas (hirarki Mawlow)
21. Rumusan tujuan keperawatan mengandung unsur komponen klien, perubahan prilaku kondisi klien dan kriteria hasil
22. Rencana rindakan keperawatan mengacu pada kepada
167
168
tujuan dengan menggunakan kalimat perintah, terinci dan jelas.
23. Rencana tindakan keperawatan menggambarkan keterlibatan klien dan keluarga
24. Rencana tindakan keperawatan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain
25. Rencana tindakan yang akan dilakukan disampaikan kepada pasien dan keluarganya.
26. Rencana keperawatan dicatat dengan jelas sesuai dengan pedoman pendokumentasian
D. Implementasi27. Melaksanakan tindakan keperawatan mengacu pada
rencana keperawatan yang telah ditetapkan28. Sebelum melakukan tindakan perawat menyiapkan set alat
cukup dan sesuai dengan kebutuhan tindakan29. Set alat diatur dengan rapih dan memisahkan alat steril
dengan non steril30. Perawat menjelaskan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga mencakup tujuan dan prosedur kerja
31. Sebelum melakukan tindakan keperawatan perawat meminta persetujuan pasien dan keluarga
32. Mengatur posisi pasien yang nyaman selama melakukan tindakan keperawatan
33. Melakukan komunikasi terapeutik selama melakukan tindakan keperawatan
34. Mempertahakan prinsip aseptic dan antiseptic selama tindakan keperawatan
35. Cekatan dan tidak ragu selama melakukan tindakan keperawatan
36. Melakukan tindakan sesuai prosedural (SOP) 37. Memperhatikan respon klien selama melakukan tindakan
keperawatan38. Selama melakukan tindakan perawat menerapkan prinsip
universal precaution (kewaspadaan umum) seperti mencuci tangan, menggunakan sarung tangan, masker, dll
39. Melakukan tindakan keperawatan secara konsisten dengan waktu yang telah direncanakan seperti secara rutin melakukan observasi dan memeriksa keadaan pasien,mengukur tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan, cairan infus, serta keadan umum pasien
40. Selama melakukan tindakan memperhatikan privasi pasien seperti mamasang sampiran dll
41. Memberikan pendidikan kesehatan/ informasi pada pasien dan keluarganya mengenai cara asuhan mandiri dengan komunikasi yang jelas
41. Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dicatat dengan ringkas dan jelas sesuai dengan pedoman pendokumentasian seperti mencamtumkan nama, paraf, tanggal dan jam tindakan.
E. Evaluasi 43. Menilai respon subjektif pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan
168
169
44. Menilai respon objektif pasien setelah melakukan tindakan keperawatan
45. Memberitahukan kepada klien/keluarga hal-hal yang perlu diperhatian berhubungan dengan tindakan keperawatan yang telah dilakukan
46. Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil
47. Melakukan revisi rencana dan tindakan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi
48. Hasil evaluasi dicatat dengan ringkas dan jelas sesuai dengan pedoman dokumentasi mencakup unsur Subjektif, Objektif, Analisis, Planning (SOAP).
PANDUAN WAWANCARA
No Topik Peserta Informasi yang dikumpulkan1.
2.
Persepsi tentang Organizational Citizenship Behavior perawat meliputi : OCB individu dan OCB organisasi
Penerapan standar asuhan keperawatan
a. Kasie pembinaan dan pengendalian keperawatan
b. Seksi pengendalian mutu keperawatan
1. Job deskripsi dari perawat pelaksana
2. Dimensi OCB : altruisme, courtesy Civic Virtue, Conscientiousness dan Sportmanship
3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
169
170
(pengkajian, diagnose, rencana, implementasi dan evaluasi)
c. Kepala ruangan
d. Ketua tim
menerapkan standar proses asuhan keperawatan : kebijakan, instrumen baku dan pedoman pendokumentasian askep, SAK, SOP dan metode pelayanan keperawatan diruang rawat inap, supervisi, audit dokumentasi dan pengendalian mutu keperawatan
Content Analysis :- Mencatat seluruh informasi
yang diperoleh dari wawancara/diskusi
- Menganalisis hasil diskusi dengan tujuan mencari trend dan pola yang berulang muncul dalam satu fokus group
- Interaksi dalam fokus grup untuk memperjelas perspektif temuan/ kesimpulan
3. Menyampaikan jawaban hasil kuesioner yang diisi oleh perawat pelaksana meliputi : OCB individu dan OCB organisasi
Perawat pelaksana di ruang rawat inap
Mendapatkan masukan dari kelompok perawat pelaksana tentang jawaban kuesioner OCB individu dan OCB organisasi. Jawaban dikelompokkan menjadi 2 kategori :1. Mengapa perawat
pelaksana memilih jawaban sangat sering maupun sering ?
2. Mengapa perawat pelaksana memilih hampir tidak pernah dan tidak pernah?
4. Kemampuan perawat dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan (pengkajian, diagnose, rencana, implementasi dan evaluasi)
Perawat pelaksana di ruang rawat inap
Mendapatkan masukan tentang hambatan dalam menerapkan asuhan keperawatan sesuai standar.
170
171
Lampiran 4. Pedoman Focus Group Diskusi (FGD)
No Topik Peserta Informasi yang dikumpulkan1.
2.
Persepsi tentang Organizational Citizenship Behavior perawat meliputi : OCB individu dan OCB organisasi
Mutu pelayanan keperawatan : Penerapan standar asuhan keperawatan (pengkajian, diagnose, rencana, implementasi,evaluasi, dokumentasi)
e. Kasie pembinaan dan pengendalian keperawatan
f. Seksi pengendalian mutu keperawatan
g. Kepala ruangan
4. Job deskripsi dari perawat pelaksana
5. Persepsi dimensi OCB perawat pelaksana: altruisme, courtesy Civic Virtue, Conscientiousness dan Sportmanship
6. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan standar proses asuhan keperawatan : kebijakan, instrumen baku dan pedoman pendokumentasian askep, SAK, SOP dan metode pelayanan keperawatan diruang rawat inap, supervisi, audit dokumentasi dan pengendalian mutu keperawatan
Content Analysis :- Mencatat seluruh informasi yang
diperoleh dari wawancara/diskusi - Menganalisis hasil diskusi
dengan tujuan mencari trend dan pola yang berulang muncul dalam satu fokus group
- Interaksi dalam fokus grup untuk memperjelas perspektif temuan/ kesimpulan
3. Menyampaikan jawaban hasil kuesioner yang
Perawat pelaksana di ruang rawat inap
Mendapatkan masukan dari kelompok perawat pelaksana tentang jawaban
171
172
diisi oleh perawat pelaksana meliputi : OCB individu dan OCB organisasi
kuesioner OCB individu dan OCB organisasi. Jawaban dikelompokkan menjadi 2 kategori :3. Mengapa perawat pelaksana
memilih jawaban sangat sering maupun sering ?
4. Mengapa perawat pelaksana memilih hampir tidak pernah dan tidak pernah?
4. Kemampuan perawat dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan (pengkajian, diagnose, rencana, implementasi,evaluasi pendokumentasian)
Perawat pelaksana di ruang rawat inap
Mendapatkan masukan tentang hambatan dalam menerapkan asuhan keperawatan sesuai standar.
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen OCB
Correlations
Alt-1 Alt-1 Alt-1 Alt-1 Alt-1 Alt-1 Alt-1 Alt-1 Total_alt
altruisme_1
Pearson Correlation
1 .515** .090 .276 .481* .376 .330 .397* .727**
Sig. (2-tailed) .008 .668 .182 .015 .064 .108 .049 .000
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _2
Pearson Correlation
.515** 1 .158 -.359 .544** .294 .074 -.183 .444*
Sig. (2-tailed) .008 .450 .078 .005 .154 .725 .381 .026
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _3
Pearson Correlation
.090 .158 1 .140 .284 .273 .706** .037 .520**
Sig. (2-tailed) .668 .450 .505 .168 .187 .000 .859 .008
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _4
Pearson Correlation
.276 -.359 .140 1 .041 .105 .313 .714** .441*
Sig. (2-tailed) .182 .078 .505 .845 .617 .127 .000 .027
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _5
Pearson Correlation
.481* .544** .284 .041 1 .796** .278 .187 .799**
Sig. (2-tailed) .015 .005 .168 .845 .000 .179 .372 .000
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _6
Pearson Correlation
.376 .294 .273 .105 .796** 1 .172 .116 .699**
Sig. (2-tailed) .064 .154 .187 .617 .000 .410 .581 .000
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _7
Pearson Correlation
.330 .074 .706** .313 .278 .172 1 .345 .625**
Sig. (2-tailed) .108 .725 .000 .127 .179 .410 .091 .001
172
173
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
altruisme _8
Pearson Correlation
.397* -.183 .037 .714** .187 .116 .345 1 .525**
Sig. (2-tailed) .049 .381 .859 .000 .372 .581 .091 .007
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Total_ altruisme
Pearson Correlation
.727** .444* .520** .441* .799** .699** .625** .525** 1
Sig. (2-tailed) .000 .026 .008 .027 .000 .000 .001 .007
N 25 25 25 25 25 25 25 25 25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 25 100.0
Excludeda 0 .0
Total 25 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.748 9
Correlations
Courtecy_1 Courtecy_2 Courtecy_3 Courtecy_4 Courtecy_5 Courtecy
Courtecy_1 Pearson Correlation 1 .140 -.060 .158 .284 .484*
Sig. (2-tailed) .505 .775 .450 .168 .014
N 25 25 25 25 25 25
Courtecy_2 Pearson Correlation .140 1 .457* -.359 -.023 .404*
Sig. (2-tailed) .505 .022 .078 .913 .045
N 25 25 25 25 25 25
Courtecy_3 Pearson Correlation -.060 .457* 1 .172 .253 .635**
Sig. (2-tailed) .775 .022 .410 .223 .001
N 25 25 25 25 25 25
Courtecy_4 Pearson Correlation .158 -.359 .172 1 .544** .535**
Sig. (2-tailed) .450 .078 .410 .005 .006
N 25 25 25 25 25 25
Courtecy_5 Pearson Correlation .284 -.023 .253 .544** 1 .779**
Sig. (2-tailed) .168 .913 .223 .005 .000
N 25 25 25 25 25 25
173
174
Courtecy Pearson Correlation .484* .404* .635** .535** .779** 1
Sig. (2-tailed) .014 .045 .001 .006 .000
N 25 25 25 25 25 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 25 100.0
Excludeda 0 .0
Total 25 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.719 6
Correlations
CivicVirtue_1 CivicVirtue_2
CivicVirtue_3
CivicVirtue_4
CivicVirtue_5
Civic_Virtue
CivicVirtue_1 Pearson Correlation 1 .069 .205 .065 .027 .435*
Sig. (2-tailed) .743 .325 .758 .899 .030
N 25 25 25 25 25 25
CivicVirtue_2 Pearson Correlation .069 1 .201 .172 .020 .561**
Sig. (2-tailed) .743 .334 .410 .924 .004
N 25 25 25 25 25 25
CivicVirtue_3 Pearson Correlation .205 .201 1 .190 .679** .736**
Sig. (2-tailed) .325 .334 .364 .000 .000
N 25 25 25 25 25 25
CivicVirtue_4 Pearson Correlation .065 .172 .190 1 .305 .581**
Sig. (2-tailed) .758 .410 .364 .139 .002
N 25 25 25 25 25 25
CivicVirtue_5 Pearson Correlation .027 .020 .679** .305 1 .655**
Sig. (2-tailed) .899 .924 .000 .139 .000
N 25 25 25 25 25 25
Civic_Virtue Pearson Correlation .435* .561** .736** .581** .655** 1
Sig. (2-tailed) .030 .004 .000 .002 .000
N 25 25 25 25 25 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
174
175
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 25 100.0
Excludeda 0 .0
Total 25 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.725 6
Correlations
Conscie_1 Conscie_2 Conscie_3 Conscie_4 Conscie_5Conscientiousness
Conscie_1 Pearson Correlation 1 .435* .077 -.078 .281 .505*
Sig. (2-tailed) .030 .715 .709 .174 .010
N 25 25 25 25 25 25
Conscie_2 Pearson Correlation .435* 1 .305 -.055 .586** .732**
Sig. (2-tailed) .030 .139 .793 .002 .000
N 25 25 25 25 25 25
Conscie_3 Pearson Correlation .077 .305 1 .305 .267 .662**
Sig. (2-tailed) .715 .139 .138 .198 .000
N 25 25 25 25 25 25
Conscie_4 Pearson Correlation -.078 -.055 .305 1 .068 .429*
Sig. (2-tailed) .709 .793 .138 .747 .032
N 25 25 25 25 25 25
Conscie_5 Pearson Correlation .281 .586** .267 .068 1 .728**
Sig. (2-tailed) .174 .002 .198 .747 .000
N 25 25 25 25 25 25
Conscientiousness
Pearson Correlation .505* .732** .662** .429* .728** 1
Sig. (2-tailed) .010 .000 .000 .032 .000
N 25 25 25 25 25 25
175
176
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 25 100.0
Excludeda 0 .0
Total 25 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.740 6
Correlations
Sportmanship_1 Sportmanship_2 Sportmanship_3 Sportmanship_4 Sportmanship_5 Sportmanship
Sportmanship_1 Pearson Correlation 1 .372 -.219 .121 .134 .438*
Sig. (2-tailed) .067 .293 .563 .522 .028
N 25 25 25 25 25 25
Sportmanship_2 Pearson Correlation .372 1 .141 .069 .010 .544**
Sig. (2-tailed) .067 .501 .743 .963 .005
N 25 25 25 25 25 25
Sportmanship_3 Pearson Correlation -.219 .141 1 .458* .622** .685**
Sig. (2-tailed) .293 .501 .021 .001 .000
N 25 25 25 25 25 25
Sportmanship_4 Pearson Correlation .121 .069 .458* 1 .353 .624**
Sig. (2-tailed) .563 .743 .021 .083 .001
N 25 25 25 25 25 25
Sportmanship_5 Pearson Correlation .134 .010 .622** .353 1 .722**
Sig. (2-tailed) .522 .963 .001 .083 .000
N 25 25 25 25 25 25
Sportmanship Pearson Correlation .438* .544** .685** .624** .722** 1
Sig. (2-tailed) .028 .005 .000 .001 .000
N 25 25 25 25 25 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
176
177
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 34 100.0
Excludeda 0 .0
Total 34 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.735 6
Uji Interarrater Realibility (Kappa) Tim Nemurator
Responden1.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 7 0 0 7
tidak sempurna 0 28 2 30
sempurna 0 7 4 11
Total 7 35 6 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .521 .113 5.946 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden1.nemurator_2 * peneliti
177
178
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 7 0 0 7
tidak sempurna 0 31 4 35
sempurna 0 4 2 6
Total 7 35 6 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .514 .123 5.624 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden2.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 6 2 0 8
tidak sempurna 2 28 1 31
sempurna 0 7 2 9
Total 8 37 3 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .460 .126 4.471 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden2.nemurator_2 * peneliti
178
179
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 6 2 0 8
tidak sempurna 2 29 1 32
sempurna 0 6 2 8
Total 8 37 3 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .488 .128 4.644 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden3.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 4 1 0 5
tidak sempurna 3 24 0 27
sempurna 0 14 2 16
Total 7 39 2 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .270 .113 3.301 .001
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden3.nemurator_2 * peneliti
179
180
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 5 2 0 7
tidak sempurna 2 23 0 25
sempurna 0 14 2 16
Total 7 39 2 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .308 .108 3.791 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden4.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 3 1 0 4
tidak sempurna 4 23 2 29
sempurna 0 12 3 15
Total 7 36 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .212 .125 2.166 .030
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden4.nemurator_2 * peneliti
180
181
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 5 3 0 8
tidak sempurna 2 16 2 20
sempurna 0 17 3 20
Total 7 36 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .193 .105 2.302 .021
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden5.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 1 0 6
tidak sempurna 2 19 0 21
sempurna 0 14 7 21
Total 7 34 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .418 .104 4.568 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden5.nemurator_2 * peneliti
181
182
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 5 3 0 8
tidak sempurna 2 17 0 19
sempurna 0 14 7 21
Total 7 34 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .373 .100 4.218 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden6.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 4 0 9
tidak sempurna 2 18 0 20
sempurna 0 14 5 19
Total 7 36 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .327 .100 3.857 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden6.nemurator_2 * peneliti
182
183
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 5 4 0 9
tidak sempurna 2 22 0 24
sempurna 0 10 5 15
Total 7 36 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .410 .110 4.410 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden7.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 3 0 8
tidak sempurna 2 18 0 20
sempurna 0 9 11 20
Total 7 30 11 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .529 .101 5.296 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden7.nemurator_2 * peneliti
183
184
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 5 3 0 8
tidak sempurna 2 22 0 24
sempurna 0 5 11 16
Total 7 30 11 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .545 .098 6.150 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden8.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 4 0 9
tidak sempurna 2 24 1 27
sempurna 0 7 5 12
Total 7 35 6 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .451 .118 4.471 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden8.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 4 3 0 7
tidak sempurna 3 21 0 24
sempurna 0 11 6 17
Total 7 35 6 48
184
185
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .379 .111 4.000 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden9.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 3 0 8
tidak sempurna 3 17 2 22
sempurna 0 15 3 18
Total 8 35 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .200 .110 2.242 .025
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden9.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 7 1 0 8
tidak sempurna 1 24 3 28
sempurna 0 10 2 12
Total 8 35 5 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .400 .123 3.973 .000
185
186
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden10.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak sempurna 13 1 14
sempurna 9 25 34
Total 22 26 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .568 .114 4.196 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden10.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak sempurna 15 3 18
sempurna 7 23 30
Total 22 26 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .574 .118 4.039 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden11.nemurator_1 * peneliti
186
187
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 1 0 0 1
tidak sempurna 3 23 1 27
sempurna 0 14 6 20
Total 4 37 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .256 .117 2.480 .013
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden11.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 3 1 0 4
tidak sempurna 1 28 0 29
sempurna 0 8 7 15
Total 4 37 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .568 .115 5.371 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden12.nemurator_1 * peneliti
187
188
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 6 0 0 6
tidak sempurna 3 25 0 28
sempurna 0 7 7 14
Total 9 32 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .518 .106 6.031 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden12.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 7 0 0 7
tidak sempurna 2 26 0 28
sempurna 0 6 7 13
Total 9 32 7 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .594 .098 6.716 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden13.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 5 2 0 7
tidak sempurna 2 22 1 25
sempurna 0 13 3 16
Total 7 37 4 48
188
189
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .318 .114 3.532 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden13.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 7 1 0 8
tidak sempurna 0 29 0 29
sempurna 0 7 4 11
Total 7 37 4 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .560 .105 6.641 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden14.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 8 1 0 9
tidak sempurna 1 20 1 22
sempurna 0 7 10 17
Total 9 28 11 48
189
190
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .562 .095 6.453 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden14.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 7 1 0 8
tidak sempurna 2 24 0 26
sempurna 0 3 11 14
Total 9 28 11 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .587 .082 7.442 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden15.nemurator_1 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_1 tidak melakukan 6 3 0 9
tidak sempurna 1 18 1 20
sempurna 0 17 2 19
Total 7 38 3 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .258 .098 3.355 .001
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
190
191
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .258 .098 3.355 .001
N of Valid Cases 48
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Responden15.nemurator_2 * peneliti
Crosstab
Count
peneliti
Totaltidak melakukan tidak sempurna sempurna
nemurator_2 tidak melakukan 6 3 0 9
tidak sempurna 1 22 1 24
sempurna 0 13 2 15
Total 7 38 3 48
Symmetric Measures
ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .327 .109 3.791 .000
N of Valid Cases 48
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Kesimpulan uji validitas dan realibilitas dan uji Interarrater Realibility (Kappa) Tim Nemurator
Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Organizational Citizenship Behavior (OCB) (n=25)
Sub Variabel OCB Jumlah aitem pertanyaan
Validitas (r hasil)
Realibilitas (nilai alpha)
Altruisme 8 0,441-0,799 0,748Courtesy 5 0,624-0,729 0,719Civic virtue 5 0,669-0,728 0,725Coenscientousnes 5 0,683-0,733 0,740Sportsmanship 5 0,681-0,734 0,735
191
192
Hasil Analisis Uji Interarrater Realibility (Kappa) Tim Nemurator Dengan Peneliti Terhadap Observasi Mutu Pelayanan Keperawatan (n=15)
No.Responden nemurator_1 * peneliti nemurator_2 * peneliti kriteria koefisien
kappaP koefisien
kappaP
1 0.521 0.000 0.514 0.000 Realibel 2 0.460 0.000 0.488 0.000 Realibel3 0.270 0.001 0.308 0.000 Realibel4 0.212 0.030 0.193 0.021 Realibel5 0.418 0.000 0.373 0.000 Realibel6 0.327 0.000 0.410 0.000 Realibel7 0.529 0.000 0.545 0.000 Realibel8 0.451 0.000 0.379 0.000 Realibel9 0.200 0.025 0.400 0.000 Realibel
10 0.568 0.000 0.574 0.000 Realibel11 0.256 0.000 0.568 0.000 Realibel12 0.518 0.000 0.594 0.000 Realibel13 0.318 0.000 0.560 0.000 Realibel14 0.562 0.000 0.587 0.000 Realibel15 0.258 0.001 0.327 0.000 Realibel
Lampiran 7Hasil Uji Normalitas
Descriptives
Statistic Std. Error
ditribusi umur Mean 31.5733 .57990
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 30.4179
Upper Bound 32.7288
5% Trimmed Mean 31.4148
192
193
Median 31.0000
Variance 25.221
Std. Deviation 5.02204
Minimum 23.00
Maximum 43.00
Range 20.00
Interquartile Range 8.00
Skewness .370 .277
Kurtosis -.689 .548
distribusi lama kerja Mean 6.3067 .33042
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 5.6483
Upper Bound 6.9650
5% Trimmed Mean 6.0926
Median 7.0000
Variance 8.188
Std. Deviation 2.86155
Minimum 2.00
Maximum 17.00
Range 15.00
Interquartile Range 4.00
Skewness 1.157 .277
Kurtosis 2.975 .548
distribusi altruisme Mean 29.7467 .51748
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 28.7156
Upper Bound 30.7778
5% Trimmed Mean 30.0667
Median 31.0000
Variance 20.084
Std. Deviation 4.48147
Minimum 16.00
Maximum 36.00
Range 20.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -1.116 .277
Kurtosis .795 .548
distribusi courtecy Mean 17.8133 .41053
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 16.9953
Upper Bound 18.6313
5% Trimmed Mean 17.9704
Median 18.0000
Variance 12.640
Std. Deviation 3.55533
Minimum 9.00
Maximum 24.00
Range 15.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -.537 .277
Kurtosis -.342 .548
193
194
distribusi civic virtue Mean 17.9733 .46537
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 17.0461
Upper Bound 18.9006
5% Trimmed Mean 18.1519
Median 19.0000
Variance 16.243
Std. Deviation 4.03020
Minimum 6.00
Maximum 24.00
Range 18.00
Interquartile Range 7.00
Skewness -.718 .277
Kurtosis -.186 .548
distribusi counscientiousness Mean 18.4533 .36628
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 17.7235
Upper Bound 19.1832
5% Trimmed Mean 18.6407
Median 19.0000
Variance 10.062
Std. Deviation 3.17206
Minimum 11.00
Maximum 23.00
Range 12.00
Interquartile Range 4.00
Skewness -1.021 .277
Kurtosis .276 .548
distribusi sportmanship Mean 17.5200 .41214
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 16.6988
Upper Bound 18.3412
5% Trimmed Mean 17.6407
Median 18.0000
Variance 12.739
Std. Deviation 3.56924
Minimum 8.00
Maximum 24.00
Range 16.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -.473 .277
Kurtosis -.305 .548
distribusi OCB Mean 1.0155E2 1.84374
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 97.8729
Upper Bound 1.0522E2
5% Trimmed Mean 1.0268E2
Median 1.0500E2
Variance 254.954
Std. Deviation 1.59673E1
Minimum 56.00
194
195
Maximum 124.00
Range 68.00
Interquartile Range 22.00
Skewness -1.027 .277
Kurtosis .572 .548
distribusi mutu layanan Mean 62.6267 .96006
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 60.7137
Upper Bound 64.5396
5% Trimmed Mean 61.9852
Median 61.0000
Variance 69.129
Std. Deviation 8.31439
Minimum 46.00
Maximum 92.00
Range 46.00
Interquartile Range 7.00
Skewness 1.487 .277
Kurtosis 2.830 .548
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ditribusi umur.122 75 .008 .961 75 .020
distribusi lama kerja.144 75 .001 .903 75 .000
distribusi altruisme.157 75 .000 .901 75 .000
distribusi courtecy.131 75 .003 .952 75 .007
distribusi civic virtue.187 75 .000 .926 75 .000
distribusi counscientiousness.177 75 .000 .886 75 .000
distribusi sportmanship.130 75 .003 .965 75 .037
distribusi OCB.121 75 .008 .912 75 .000
distribusi mutu layanan.221 75 .000 .855 75 .000
a. Lilliefors Significance Correction
195
196
Lampiran 8 out put olah dataFrequency Table
distribusi jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid laki-laki 4 5.3 5.3 5.3
perempuan 71 94.7 94.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
distribusi status perkawinan responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid kawin 48 64.0 64.0 64.0
belum kawin 27 36.0 36.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
distribusi tingkat pendidikan responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Diploma III keperawatan 66 88.0 88.0 88.0
S1 kep/Ners 9 12.0 12.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
distribusi jenis kepegawaian responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid PNS 46 61.3 61.3 61.3
Hononer daerah/Sukrela 29 38.7 38.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
196
197
klasifikasi lama kerja
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid ≤ 5 tahun 30 40.0 40.0 40.0
> 5 tahun 45 60.0 60.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi umur
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid ≤31 tahun 44 58.7 58.7 58.7
> 31 tahun 31 41.3 41.3 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi altruisme
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 41 54.7 54.7 54.7
tinggi 34 45.3 45.3 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi courtecy
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 42 56.0 56.0 56.0
tinggi 33 44.0 44.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi civic virtue
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 40 53.3 53.3 53.3
tinggi 35 46.7 46.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi counscientiousness
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 39 52.0 52.0 52.0
tinggi 36 48.0 48.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi sportmanship
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 42 56.0 56.0 56.0
197
198
klasifikasi altruisme
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 41 54.7 54.7 54.7
tinggi 34 45.3 45.3 100.0
tinggi 33 44.0 44.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi OCB
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 39 52.0 52.0 52.0
tinggi 36 48.0 48.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
klasifikasi mutu
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid rendah 41 54.7 54.7 54.7
tinggi 34 45.3 45.3 100.0
Total 75 100.0 100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
distribusi jenis kelamin responden * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi status perkawinan responden * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi tingkat pendidikan responden * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi status kepegawaian responden * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi umur * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi lama kerja * klasifikasi OCB
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi lama kerja * klasifikasi OCB
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
198
199
klasifikasi lama kerja
kurang 5 tahun Count 19 14 33
% within klasifikasi lama kerja
57.6% 42.4% 100.0%
% of Total 25.3% 18.7% 44.0%
lebih 5 tahun Count 20 22 42
% within klasifikasi lama kerja
47.6% 52.4% 100.0%
% of Total 26.7% 29.3% 56.0%
Total Count 39 36 75
% within klasifikasi lama kerja
52.0% 48.0% 100.0%
% of Total 52.0% 48.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .734a 1 .392
Continuity Correctionb .389 1 .533
Likelihood Ratio .736 1 .391
Fisher's Exact Test .486 .267
Linear-by-Linear Association .724 1 .395
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.84.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi umur * klasifikasi OCB
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
klasifikasi umur kurang 31 tahun Count 20 18 38
% within klasifikasi umur 52.6% 47.4% 100.0%
% of Total 26.7% 24.0% 50.7%
lebih 31 tahun Count 19 18 37
% within klasifikasi umur 51.4% 48.6% 100.0%
% of Total 25.3% 24.0% 49.3%
Total Count 39 36 75
% within klasifikasi umur 52.0% 48.0% 100.0%
% of Total 52.0% 48.0% 100.0%
199
200
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .012a 1 .912
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .012 1 .912
Fisher's Exact Test 1.000 .548
Linear-by-Linear Association .012 1 .912
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.76.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi status kepegawaian responden * klasifikasi OCB
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
distribusi status kepegawaian responden
PNS Count 20 26 46
% within distribusi status kepegawaian responden
43.5% 56.5% 100.0%
% of Total 26.7% 34.7% 61.3%
Honorer/sukarela Count 19 10 29
% within distribusi status kepegawaian responden
65.5% 34.5% 100.0%
% of Total 25.3% 13.3% 38.7%
Total Count 39 36 75
% within distribusi status kepegawaian responden
52.0% 48.0% 100.0%
of Total 52.0% 48.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.461a 1 .063
Continuity Correctionb 2.635 1 .105
Likelihood Ratio 3.505 1 .061
Fisher's Exact Test .096 .052
Linear-by-Linear Association 3.415 1 .065
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.92.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi tingkat pendidikan responden * klasifikasi OCB
200
201
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
distribusi tingkat pendidikan responden
D. III keperawatan
Count 37 29 66
% within distribusi tingkat pendidikan responden
56.1% 43.9% 100.0%
% of Total 49.3% 38.7% 88.0%
S1/Ners Count 2 7 9
% within distribusi tingkat pendidikan responden
22.2% 77.8% 100.0%
% of Total 2.7% 9.3% 12.0%
Total Count 39 36 75
% within distribusi tingkat pendidikan responden
52.0% 48.0% 100.0%
% of Total 52.0% 48.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.633a 1 .057
Continuity Correctionb 2.404 1 .121
Likelihood Ratio 3.794 1 .051
Fisher's Exact Test .079 .059
Linear-by-Linear Association 3.585 1 .058
N of Valid Casesb 75
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.32.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi status perkawinan responden * klasifikasi OCB
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
distribusi status perkawinan responden
belum kawin Count 11 9 20
% within distribusi status perkawinan responden
55.0% 45.0% 100.0%
% of Total 14.7% 12.0% 26.7%
kawin Count 28 27 55
% within distribusi status perkawinan responden
50.9% 49.1% 100.0%
201
202
% of Total 37.3% 36.0% 73.3%
Total Count 39 36 75
% within distribusi status perkawinan responden
52.0% 48.0% 100.0%
% of Total 52.0% 48.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .098a 1 .754
Continuity Correctionb .003 1 .958
Likelihood Ratio .098 1 .754
Fisher's Exact Test .799 .480
Linear-by-Linear Association .097 1 .755
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.60.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi jenis kelamin responden * klasifikasi OCB
Crosstab
klasifikasi OCB
Totalrendah tinggi
distribusi jenis kelamin responden
laki-laki Count 2 2 4
% within distribusi jenis kelamin responden
50.0% 50.0% 100.0%
% of Total 2.7% 2.7% 5.3%
perempuan Count 37 34 71
% within distribusi jenis kelamin responden
52.1% 47.9% 100.0%
% of Total 49.3% 45.3% 94.7%
Total Count 39 36 75
% within distribusi jenis kelamin responden
52.0% 48.0% 100.0%
% of Total 52.0% 48.0% 100.0%
202
203
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .007a 1 .934
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .007 1 .934
Fisher's Exact Test 1.000 .662
Linear-by-Linear Association .007 1 .935
N of Valid Casesb 75
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
distribusi jenis kelamin responden * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi status perkawinan responden * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi tingkat pendidikan responden * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
distribusi status kepegawaian responden * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi umur * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi lama kerja * klasifikasi mutu
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
klasifikasi lama kerja * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
klasifikasi lama kerja kurang 5 tahun Count 21 12 33
% within klasifikasi lama kerja
63.6% 36.4% 100.0%
% of Total 28.0% 16.0% 44.0%
lebih 5 tahun Count 20 22 42
% within klasifikasi lama kerja
47.6% 52.4% 100.0%
% of Total 26.7% 29.3% 56.0%
Total Count 41 34 75
% within klasifikasi lama kerja
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
203
204
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.913a 1 .167
Continuity Correctionb 1.321 1 .250
Likelihood Ratio 1.927 1 .165
Fisher's Exact Test .243 .125
Linear-by-Linear Association 1.888 1 .169
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.96.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi umur * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
klasifikasi umur kurang 31 tahun Count 22 16 38
% within klasifikasi umur
57.9% 42.1% 100.0%
% of Total 29.3% 21.3% 50.7%
lebih 31 tahun Count 19 18 37
% within klasifikasi umur
51.4% 48.6% 100.0%
% of Total 25.3% 24.0% 49.3%
Total Count 41 34 75
% within klasifikasi umur
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .324a 1 .569
Continuity Correctionb .114 1 .736
Likelihood Ratio .324 1 .569
Fisher's Exact Test .646 .368
Linear-by-Linear Association .320 1 .572
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.77.
b. Computed only for a 2x2 table
204
205
distribusi status kepegawaian responden * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
distribusi status kepegawaian responden
PNS Count 21 25 46
% within distribusi status kepegawaian responden
45.7% 54.3% 100.0%
% of Total 28.0% 33.3% 61.3%
Honorer/sukarela
Count 20 9 29
% within distribusi status kepegawaian responden
69.0% 31.0% 100.0%
% of Total 26.7% 12.0% 38.7%
Total Count 41 34 75
% within distribusi status kepegawaian responden
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.901a 1 .048
Continuity Correctionb 3.017 1 .082
Likelihood Ratio 3.973 1 .046
Fisher's Exact Test .059 .040
Linear-by-Linear Association 3.849 1 .050
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.15.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi tingkat pendidikan responden * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
distribusi tingkat pendidikan responden
D. III keperawatan Count 39 27 66
% within distribusi tingkat pendidikan responden
59.1% 40.9% 100.0%
% of Total 52.0% 36.0% 88.0%
S1/Ners Count 2 7 9
% within distribusi tingkat pendidikan responden
22.2% 77.8% 100.0%
205
206
% of Total 2.7% 9.3% 12.0%
Total Count 41 34 75
% within distribusi tingkat pendidikan responden
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.344a 1 .037
Continuity Correctionb 2.984 1 .084
Likelihood Ratio 4.482 1 .034
Fisher's Exact Test .070 .041
Linear-by-Linear Association 4.286 1 .038
N of Valid Casesb 75
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.08.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi status perkawinan responden * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
distribusi status perkawinan responden
belum kawin Count 12 8 20
% within distribusi status perkawinan responden
60.0% 40.0% 100.0%
% of Total 16.0% 10.7% 26.7%
kawin Count 29 26 55
% within distribusi status perkawinan responden
52.7% 47.3% 100.0%
% of Total 38.7% 34.7% 73.3%
Total Count 41 34 75
% within distribusi status perkawinan responden
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
206
207
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .313a 1 .576
Continuity Correctionb .088 1 .766
Likelihood Ratio .315 1 .575
Fisher's Exact Test .611 .385
Linear-by-Linear Association .309 1 .578
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.07.
b. Computed only for a 2x2 table
distribusi jenis kelamin responden * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalrendah tinggi
distribusi jenis kelamin responden
laki-laki Count 2 2 4
% within distribusi jenis kelamin responden
50.0% 50.0% 100.0%
% of Total 2.7% 2.7% 5.3%
perempuan Count 39 32 71
% within distribusi jenis kelamin responden
54.9% 45.1% 100.0%
% of Total 52.0% 42.7% 94.7%
Total Count 41 34 75
% within distribusi jenis kelamin responden
54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .037a 1 .847
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .037 1 .848
Fisher's Exact Test 1.000 .618
Linear-by-Linear Association .037 1 .848
N of Valid Casesb 75
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.81.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi OCB * klasifikasi mutu
207
208
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi OCB rendah Count35 4 39
Expected Count21.3 17.7 39.0
% within klasifikasi OCB89.7% 10.3% 100.0%
% of Total46.7% 5.3% 52.0%
tinggi Count6 30 36
Expected Count19.7 16.3 36.0
% within klasifikasi OCB16.7% 83.3% 100.0%
% of Total8.0% 40.0% 48.0%
Total Count41 34 75
Expected Count41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi OCB54.7% 45.3% 100.0%
% of Total54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 40.339a 1 .000
Continuity Correctionb 37.444 1 .000
Likelihood Ratio 45.084 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 39.801 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.32.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi altruisme * klasifikasi mutu
208
209
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi altruisme rendah Count 35 6 41
Expected Count 22.4 18.6 41.0
% within klasifikasi altruisme 85.4% 14.6% 100.0%
% of Total 46.7% 8.0% 54.7%
tinggi Count 6 28 34
Expected Count 18.6 15.4 34.0
% within klasifikasi altruisme 17.6% 82.4% 100.0%
% of Total 8.0% 37.3% 45.3%
Total Count 41 34 75
Expected Count 41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi altruisme 54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 34.394a 1 .000
Continuity Correctionb 31.715 1 .000
Likelihood Ratio 37.492 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
33.935 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.41.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi sportmanship * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi sportmanship
rendah Count 33 9 42
Expected Count 23.0 19.0 42.0
% within klasifikasi sportmanship 78.6% 21.4% 100.0%
% of Total 44.0% 12.0% 56.0%
tinggi Count 8 25 33
209
210
Expected Count 18.0 15.0 33.0
% within klasifikasi sportmanship 24.2% 75.8% 100.0%
% of Total 10.7% 33.3% 44.0%
Total Count 41 34 75
Expected Count 41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi sportmanship 54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 22.010a 1 .000
Continuity Correctionb 19.873 1 .000
Likelihood Ratio 23.118 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 21.717 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.96.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi counscientiousness * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi counscientiousness
rendah Count34 5 39
Expected Count21.3 17.7 39.0
% within klasifikasi counscientiousness 87.2% 12.8% 100.0%
% of Total45.3% 6.7% 52.0%
tinggi Count7 29 36
Expected Count19.7 16.3 36.0
% within klasifikasi counscientiousness 19.4% 80.6% 100.0%
% of Total9.3% 38.7% 48.0%
Total Count 41 34 75
210
211
Expected Count41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi counscientiousness 54.7% 45.3% 100.0%
% of Total54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 34.657a 1 .000
Continuity Correctionb 31.978 1 .000
Likelihood Ratio 37.979 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 34.195 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.32.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi civic virtue * klasifikasi mutuCrosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi civic virtue
rendah Count 33 7 40
Expected Count 21.9 18.1 40.0
% within klasifikasi civic virtue 82.5% 17.5% 100.0%
% of Total 44.0% 9.3% 53.3%
tinggi Count 8 27 35
Expected Count 19.1 15.9 35.0
% within klasifikasi civic virtue 22.9% 77.1% 100.0%
% of Total 10.7% 36.0% 46.7%
Total Count 41 34 75
Expected Count 41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi civic virtue 54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square26.794a 1 .000
Continuity Correctionb
24.442 1 .000
Likelihood Ratio28.592 1 .000
211
212
Fisher's Exact Test.000 .000
Linear-by-Linear Association26.437 1 .000
N of Valid Casesb
75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.87.
b. Computed only for a 2x2 table
klasifikasi courtecy * klasifikasi mutu
Crosstab
klasifikasi mutu
Totalkurang baik
klasifikasi courtecy rendah Count 29 13 42
Expected Count 23.0 19.0 42.0
% within klasifikasi courtecy 69.0% 31.0% 100.0%
% of Total 38.7% 17.3% 56.0%
tinggi Count 12 21 33
Expected Count 18.0 15.0 33.0
% within klasifikasi courtecy 36.4% 63.6% 100.0%
% of Total 16.0% 28.0% 44.0%
Total Count 41 34 75
Expected Count 41.0 34.0 75.0
% within klasifikasi courtecy 54.7% 45.3% 100.0%
% of Total 54.7% 45.3% 100.0%
212
213
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-sided)Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.966a 1 .005
Continuity Correctionb 6.702 1 .010
Likelihood Ratio 8.084 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .005
Linear-by-Linear Association 7.860 1 .005
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.96.
b. Computed only for a 2x2 table
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 75 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 75 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 75 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Model Summary
Step -2 Log likelihoodCox & Snell R
SquareNagelkerke R
Square
143.591a .549 .734
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 1.473 5 .916
213
214
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
klasifikasi mutu = kurang klasifikasi mutu = baik
TotalObserved Expected Observed Expected
Step 1 1 20 19.610 0 .390 20
2 7 7.505 1 .495 8
3 6 6.251 2 1.749 8
4 4 3.927 3 3.073 7
5 3 2.743 6 6.257 9
6 1 .684 10 10.316 11
7 0 .280 12 11.720 12
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a altruisme_1(1) 2.217 1.128 3.861 1 .049 9.176 1.006 83.720
courtecy_1(1) .704 .791 .792 1 .374 2.022 .429 9.539
civicvirtue_1(1) 2.388 .890 7.189 1 .007 10.888 1.901 62.362
counscientiousness_1(1)
1.484 1.038 2.046 1 .153 4.411 .577 33.703
sportmanship_1(1) .859 .809 1.125 1 .289 2.360 .483 11.531
Constant -3.918 .941 17.329 1 .000 .020
a. Variable(s) entered on step 1: altruisme_1, courtecy_1, civicvirtue_1, counscientiousness_1, sportmanship_1.
Lampiran 9. Hasil Focus Group Diskusi (FGD)
No
Topik Peserta Hasil jawaban kuesioner dan
Temuan dan Masukan dari FGD
214
215
observasi1. Persepsi
tentang Organizational Citizenship Behavior perawat
- Kasie pembinaan dan pengendalian keperawatan
- Kepala ruangan dan
- Ketua tim
52.0 % OCB perawat pelaksana kategori rendah
- Pihak manejemen menyadari belum melakukan pendekatan perilaku keorganisasian untuk menumbuhkan perilaku OCB.
- Perilaku perawat diasumsikan dalam kategori cukup baik dalam menjalankan tuga-tugas baik yang dilakukan secara individu maupun tim.
- Pihak manajemen telah menerapkan sanksi bagi perawat yang melakukan pelanggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku dan peningkata jasa keperawatan akan tetapi di rasakan belum memiliki daya ungkit untuk meningkatkan perilaku perawat yang di harapkan rumah sakit.
- Di sadari beberapa kelemahan seperti sistem penjenjangan karir dan sistem penghargaan yang belum optimal.
2. Organizational Citizenship Behavior perawat meliputi : altruime, courtecy, civicvirtur, conseientious-ness dan sportsmanship
- Perawat pelaksana
OCB perawat pelaksana lebih banyak kategori rendah (52 %). Sub variabel semua dimensi OCB lebih banyak pada kategori rendah dari pada kategori tinggi
- Belum optimalnya penerapan sistem penghargaan atas kinerja perawat dan pihak manejer keperawatan yang dirasakan kurang aspiratif. Beberapa perawat merasa kurang puas karena potensi untuk pengembangan dirinya belum mendapat perhatian dari rumah sakit seperti jarangnya kegiatan pelatihan baik tekhnis perawatan maupun manajemen keperawatan, pihak rumah sakit kurang aspiratif terhadap keluhan perawat berkaitan dengan beban kerja dan keterbatasan instrument keperawatan dan ketidakjelasan sistem penilaian kinerja yang berlaku di rumah sakit.
- Pemunculan Organizational Citizenship Behavior pada perawat memerlukan iklim kerja yang kondusif, sistem penghargaan, yang dirasakan saat ini masih perlu adanya perhatian dan pembenahan dari pimpinan RS
2. Penerapan standar mutu pelayanan keperawatan
- Seksi pengendalian mutu keperawatan
- Kepala ruangan dan
- Ketua tim
54.7 % mutu pelayanan rendah
- Setiap ruangan telah dilengkapi SAK, SOP format pendokumentasian asuhan keperawatan
- Pelaksanaan supervisi dan audit penerapan standar asuhan keperawatan belum berjalan,
- Telah di lakukan pelatihan penerapan metode asuhan keperawatan disetiap ruangan,
- Pelatihan di fokuskan pada perawat di ruang kritis seperti ICu dan IRD
- Alat/instrument keperawatan belum memadai
215
216
3. Kemampuan perawat dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan (pengkajian, diagnose, rencana, implementasi dan evaluasi)
- Perawat pelaksana
54.7 % mutu pelayanan rendah
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pemeriksaan fisik dan penetapan diagnosa keperawatan dan tindakan keperawatan yang kompleks.
- Keterbatasan jumlah perawat sehingga tidak memiliki waktu yang cukup dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
- Belum optimalnya fasilitas pelayanan keperawatan.
- Kurangnya kegiatan pelatihan berkaitan dengan asuhan keperawatan
216
217
217