tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asmangsung (direct

19
Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah Di Era Demokrasi Langsung (Sebuah Kajian Teoritik-Ketatanegaraan) A. Aziz Hakim Abstrak TheImpeachmentSystem implemented inLaw No. 32 cm the Year 2004 still uses repre sentative mechanism with centralistic nature. Thesystemis controvercial with direct demo cratic values. However, referendum can be used as an ideallegal mechanism imposed on the head of region impeachment. Pendahuluan UU No. 22 Tahun 1999.^ Anehnya, penerapan Asumsi yang dibangun atas dasar bahwa sistem demokrasi khususnya dalam sistem " pemberhenban. pemiiihan daiam UUD 1945 hasii amandemen tetiga sudah tidak menganut iagi sistem "asMangsung (direct democracy) pemiiihan meiaiuiperwaten.'Akantetapi sistem "ff nnmpakan suata hai yang yang dterapkan adaiah sistem pemiiihan secara fsec^lega -konstitusionaL' Sebab sistem !angsungolehrakyat.m-^inyasajadaiamsistem P^'^^an ^ra iangsung (^erendum) pemiiihan Presiden dan Wakii Presiden masih f -"ekamsme ideai daiam teon memakai sistem demokrasi proseduraP i™ jika krta komten terhadap Sistem ini juga diterapkan pada proses ataupun teon. Logika teordikal-demokratik pemiiihan kepaia daerah, yaitu dengan di f ' ""fT undangkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang P®™"''®" diiakukan o eh Pemerintahan Daerah sebagai hasii revisi dari '®f®f P®™®!®'®"' '®"P® mengikutsertakan rakyat, maka sah-sah saja jika proses ^ Sistem pemiiihan sebelum amandemen diiakukan oleh lembaga perwakilan. Dalam pemiiihan Presiden clehMPR, (lihat UUD 1945 sebelum amandemen) sedangkan daiam pemiiihan kepala daerahdilaksanakan oleh DPRD.(lihat proses pemiiihan sebelum di undangkannya UU No. 32/2004). Mengenai sistem Pilpres secara langsung, lihat UU No.23 Tahun 2003 Tentang Pemiiihan Presiden dan Wakii Presiden. ' ^Lihat Pasai 4 ayat6AUUD 1945hasii amandemen ketiga. ^ Daiam UU No.32/2004 Pasai 24 ayat 5 yang berbunyi sebagai berikut "Kepala Daerah dan Wakii Kepala Daerah dipilih dalam satupasangan secaralangsung oleh rakyat didaerah yang bersangkutan". ^ Daiam Pasai 1 Ayat 2 UUD hasiiperubahan ketiga, disebutitan bahwa; 'Kedauiatanberada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945". 50 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 50-68

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Sistem Pemberhentian (Impeachment)Kepala Daerah Di Era Demokrasi Langsung

(Sebuah Kajian Teoritik-Ketatanegaraan)

A.Aziz Hakim

Abstrak

TheImpeachmentSystem implemented inLawNo. 32 cm the Year 2004 still uses representative mechanism with centralisticnature. Thesystemis controvercial with direct democratic values. However, referendum can be used as an ideallegal mechanism imposedon the head of region impeachment.

Pendahuluan UU No. 22 Tahun 1999.^ Anehnya, penerapan

Asumsi yang dibangun atas dasar bahwasistem demokrasi khususnya dalam sistem " pemberhenban.pemiiihan daiam UUD 1945 hasii amandementetiga sudah tidak menganut iagi sistem "asMangsung (direct democracy)pemiiihan meiaiuiperwaten.'Akantetapi sistem "ffnnmpakan suata hai yangyang dterapkan adaiah sistem pemiiihan secara fsec^lega -konstitusionaL' Sebab sistem!angsungolehrakyat.m-^inyasajadaiamsistem P^'^^an ^ra iangsung (^erendum)pemiiihan Presiden dan Wakii Presiden masih f -"ekamsme ideai daiam teonmemakai sistem demokrasi proseduraP i™ jika krta komten terhadap

Sistem ini juga diterapkan pada proses ataupun teon. Logika teordikal-demokratikpemiiihan kepaia daerah, yaitu dengan di f ' ""fTundangkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang P®™"''®" diiakukan oehPemerintahan Daerah sebagai hasii revisi dari '®f®f P®™®!®'®"' '®"P® mengikutsertakan

rakyat, maka sah-sah saja jika proses

Sistem pemiiihansebelum amandemen diiakukan oleh lembaga perwakilan. Dalam pemiiihan PresidenclehMPR, (lihat UUD 1945 sebelum amandemen) sedangkan daiam pemiiihan kepala daerahdilaksanakanoleh DPRD.(lihat prosespemiiihan sebelum diundangkannya UU No. 32/2004). Mengenai sistem Pilpressecara langsung, lihat UU No.23 Tahun 2003 Tentang Pemiiihan Presiden danWakii Presiden.

' ^Lihat Pasai4 ayat6AUUD 1945hasii amandemen ketiga.^ Daiam UU No.32/2004 Pasai 24 ayat 5 yang berbunyi sebagai berikut "Kepala Daerah dan Wakii

Kepala Daerah dipilih dalam satupasangan secaralangsung oleh rakyat didaerah yang bersangkutan".^Daiam Pasai 1Ayat 2 UUD hasiiperubahanketiga, disebutitan bahwa; 'Kedauiatanberada ditangan

rakyat dandilaksanakan menurut UUD 1945".

50 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 50-68

Page 2: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

pemberhentiannya juga ada ditanganlembaga perwakilan, jadi sistem Ini menganutsistem demokrasi prosedural mumi (indirectdemocracy).^ Begitu juga sebaliknya, jika prasespemilihan itu dilakukan oleti rakyat langsungmaka logis, jika sistempembertientiannya jugaada di tangan kekuasaan rakyat, yakni denganmemakai sistem referendum.^ Penerapansistem referendum juga akan mengurangiseminimal mungkin adanya penyalahgunaankekuasaan dalam proses pembertientiannantinya. Jadi hal ini tidak dllaksanakan, KKNatau praktek "money politics" akan menjadibarang santapan oleh para wakil-wakil yangada di pariemen atau dl partai itu sending

Sistemreferendum ini jugaakan menjadisistem ideal dalam penataan kembali sistemotonomi daerah. Karena hak-hak demokrasi

iokal (iacal democracy), akan diwadahi dandinikmati langsung oleh rakyat daerah secara

^Dalam pemilihan ini sayakhususkan padapemilihan presiden maupun kepaia daerah, jadi bukan padapemilihan DPRatau DPD.

®Menurut Kranenburg, sistem referendum merupakan ciri demokrasi modem, dalam menata sistempemerinlahan. Lihat Rusminah, BentukPemerintahan dan implementasinya BerdasarkanUndang-UndangDasar, daiam Padmo Wahjono, Masalah Keatanegaraan Indonesia Dewasa ini, (Ghalia Indonesia, CetakanKedua, Jakarta, 1985), him. 55.

^Danharusdiatur secarajelasjugatentang rekruitmen calon kepala daerah,dengan memakai sistempartai. Sebab dalam pengalaman pemilihan kepala daerahsecara langsung ini, praktek penyalahgunaanwewenang beralih dari semula menjadi proyek DPRD, beralih kepartai. Jikahalini tidak diatur dengan baik,maka apa gunanya, alasantentang pengurangan praktek moneypolitics, sebagaisalahsatualasanpokokdiselenggarakannya pemilihan kepala daerahsecara langsung oleh rakyat.(penj

^Terlihat bahwa sejakOrde Lama dan Orde Baru sistem pemberhentian kepala daerahmasih beradadikekuasaanpusatdalamhalini Presidendan Menteri Daiam Negeri. Untukkajian ini juga penulis akanjelaskanpadababtiga tentang eksistensi kepala daerahpadamasaOrde Lama danOrdeBaru. (pen).

^Bahwa pergantian pemerintahan padabulan Mel 1998 (setelah Orde Bam jatuh) membuka babak bampenyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yaitu bergeser dari sentralisasi ke desentralisasi, atau yangsemula serba diatur dandidominasi oleh pemerintahan pusatmenjadi diserahkan kepadadaerah.Dengansemangatrefbrmasi dandemokratisasi, kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 22/1999 tentang OtonomiDaerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusatdan Daerah. LihatSunyoto Usman, Otonomi Daerah, DesentralisasidanDemokratisasi, daiam {Jumal Unisia, No. 46/XXV/lli/2002, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta), him. 237.

langsung, yang pada sistem otonomi daerah,dierasebeium reformasi takpemah dllaksanakansecara konsisten. Kedauiatan rakyat dalam halIni cenderung di dominasi oleh kekuasaan pusat,sehingga hak-hak demokrasi rakyat Iokal dlrampas oleh sistem yang otoriterdan sentralistik.^

Wajah Otda dan Demokrasi di EraReformasi.

Ketika gelombang reformasi bergulir,rezim Orba punJatuh.^Tuntutan reformasi untukmengubah paradigma pemerintahan daerahdengandesentralisasidan otonomi yangseluas-luasnya menjadi kenyataan, yaitu dengandikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999. Dalamkonteks ini secara historis, bahwa setiap terjadikemelut dalam ketatanegaraan, pada gilirannyadiikuti dengan pergantian tata pemerintahandaerah yang bam. UU No. 22 Tahun 1999 Ini

51

Page 3: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

semula berniat untuk memberdayakan Orde Bam, rakyat Indonesia terus menerusmasyarakat lokal. Namun apa artlnya dicekoki "sakralisasi konstitusi". SakrallsasIpemberdayaan tanpa disertai pencerdasan dan UUD 1945 oleh pemerintah Oria dan Orba Inl,pencerahan. Tidak aneh jika ada tendensi membentuk sikap masyarakat yang merasaphmordiaJistik dan putra daerah pun dikedepan- UUD 1945 sedemikian sempumanya, sehlnggakan untukmengisiposisl-posisistrategls.Dengan tidak perlu dirubah, diperbaiki, atau dikondisi seperti itu, belum dua tahun undang- amandemenJ^undang ini diimpiementasikan sudah Salati satu pembahan yang sangat fun-menimbuikan pro dan kontra untuk direvisi. Pada damental daiam UUD 1945 adaiah pembatiangilirannya timbul sUgmatisasi otonomi daerah. '' sistem "Kedaulatan Negara", seperti sudah

Namun yang sangat menggembirakan.arus dijelaskan pada alinea sebelumnya. Yaitureformasi pasca turunnya Presiden Soeharlo perubahan sistem kedaulatan rakyat, yangpada 21 Mei 1998, para intelektual, akademisi, semula kekuasaannya ada ditangan MPRmahasiswa, LSM, Ormas, maupun para beralih ketangan rakyat (lihat Pasa! 1 ayat 2penyelenggara negara di negeri tercinta ini mulai UUD 1945). Adanya perubahan ini menandakanmenyusun agenda untuk mengamandemen bahwa sistem demokrasi yang dianut daiamkonstitusi atau UUD 1945," yang di zaman konstitusi secara otomatis akan berubah, yaitusebeiumnya sangat di sakralkan. Di mata Novei perubahan dari sistem demokrsi secara takMi, bahwa di masa pemerintah Orde Lama dan langsung (direct democracy) ke sistem

Ibid.,... Bahkan ada buku saku tentang OtonomiDaerah Dage/an yang ditulis oleh Drs. Sidik Jatmika,M.Si. isinya memuat lelucon yang aktua! sejalan dengan dinamika otonomi daerah. Kaiau Anda berminatmembacanya sebaiknya tidak sendirian, sebab bisa senyum atau tertawa sendiri.Akhimya tidak sampai berumurempat tahun, undang-undang ini direvisi lag! dan diganti dengan UU No. 32Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah. Masannya, mungkin karena adanya distorsi, eksesif dan kontroversial. Tetapi yang pasti karena faktoryuridis forma! dan administratif daiam rangka penyesuaian tertradap adanyaAmandemen Kedua UUD 1945.

" Konstitusi juga didefenisikan sebagai suatu kerangka masyarakat polltik (negara) yang diorganisirdengan dan melalui hukum. Hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen dengan fungsi yangtelah diakui hak-hak yang telah ditetapkan. Negara konstitusi didefenisikan sebagai negara yang memilikikekuasaan-kekuasaan untuk memerintah, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan diantarakeduanya. Lihat C.F. Strong, Modem Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study ofHistoryandExisting Form, diterjemahkan, SPATeamwork, Konstitusi-konstitusiPolitikModem, Kajian TentangSejarah dan Bentuk-bentukKonstitusiDunia, Penerbit Nuansa dengan Nusa Media, Bandung 2004, him. 21-22. Dan Konstitusi yang kokoh yang mampu menjamin demokrasi yang berkelanjutan hanyalah konstitusi yangmengatur secara rinci batas-batas rind kewenangan dan kekuasaan lembaga-lembaga eksekutif, legislatif danyudikatif secara seimbang dan saiing mengawasi {cheekandbalanses), serta memberi jaminan yang cukupkepada hak-hak warga dan HakAsasi Manusia (HAM).Lihat Abdul Muktie Fajar, ReformasiKonstitusi DaiamMasa TransisiParadigmatik, pidato pengukuhan Guru Besarllmu Hukum padaFakultas Hukum UniversitasBrawijaya, disampaikan pada RapatTerbuka Senat Universitas Brawijaya, Maiang, 13 Juli 2002. Him. 4.

^^Howe\M\, Amandemen UUD 1945sebagaiPrasyaratMenujuCivilSoceity,Uaka\ahSem\r]ar Nasional"Mengkritisi Sakralisme Konstitusi dan Kekuasaan Sebagai Upaya Penguatan CivilSociet/ Kamis, 23 September1999 Gedung Auia IIAIN Suanan Kali JagaYogyakarta, hlm.1.

52 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL. 13 JANUARI2006; 50-68

Page 4: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

demokrasi langsung (direct demoracy). Tesisdemokrasi secara langsung menjadi teori yangkuat dan benar teiiihat jelas lagi, ketika sistemini diterapkan pada proses pemilihan presidendan wakil presiden secara langsung.

Dengan lahimya teori demokarsi langsung(demokrasi substantif) dalam sistem pemilihansecara langsung yang sudah ditetapkan daiamkonstitusi tersebut, maka secara otomatis juga,teori-teori yang mengatakan bahwa demokrasilangsung atau (referendum) yang dilakukan olehrakyat seperti halnya yang pemah diterapkan dlnegara-kota (city-state) pada masa klasik diAthena/YunanI kuno (abad ke-6 sampai abadke-3 SM)." sullt diterapkan pada era modemtelah "terbantah-kan" dengan hasilamandemen tersebut. Tesis tentang sull.tnyapenerapan sistem demokrasi dalam sistempemilihan inl juga seakan-akan sudah dijadlkanteori yang sakra! (doctrinal theory) oleh parapakar-pakar polltik, sosiologi, ilmu hukummaupun para teorltis demokrat, misalnya dalam*karangan-karangan tullsan mereka mengenaltesis demokrasi tak langsung dikatakan teoripaling efektif dan ideal, dengan alasan yangsederhana, yaitu karena geografis luas.

Fenomena "Money Politics" DalamPilkadal dan Distorsi Sistem

Pemberhentian

Saat mulal diundangkannya dlskursusmengenal pemilihan kepala daerah secaralangsung (Pilkadal), maka antuslasmasyarakat maupun pemeiintahterus bergullrsejalan dengan telahdiundangkannya UU No.32 Tahun 2004 sebagal pengganti UU No. 22Tahun 1999 tentang pemerlntahan Daerah.Sosialisasi terhadap Undang-undang itupunsegera dliakukan oleh pemerlntah ke selumhwilayah Indonesia dan dipimpin langsung olehDirektorat Jenderal Otonomi Daerah. Tercatat

ada 163 daerah yang meyelenggarakanPilkadal pada bulan Juni 2005. '*

MenumtAmien Rais ada3(tiga) manfeatyangbisa diambil dalam penerapan sistem pemilihanKepala Daerah secara langsung yaitu:^^

Pertama, adanya reduksl praktekmoneypolitics (politik uang) itu sampai padatitik minimal. Kita tidak usah menutup mata, tidak usahmalu-malu mengakul, bahwa sebagian besaratau mungkin sebagian terbesar pemilihangubernur, wallkota atau pemilihan bupati dl

Mirim Budlardjo, Dasar-Dasarllmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1995, him. 50" Agun Gunandjar Sudarsa, LatarBelakang Lahimya UUNo. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Khususnya MengenalPilkada. Tulisan ini disampaikan dalam Seminar Nasional Rlkada"Urgengsi Pemilihan KepalaDaerahSecaraLangsung danProblematikanya" di Auditorium Kampus II UniversitasAhmad Dahlan (UAD)Yogyakarta,Sabtu04Desember2004. Hlm.1. Hal initentu sajamerupakansebuah kemajuan signifikan dalam proses berdemokrasi(demokrasi lokal), bila pucuk pimpinan eksekutifdaerah dipillh secara langsung oleh rakyatdaiam sebuah pemilihanumum yang jujurdanadil. Hakikatatas proses Itu iaiah publik ataurakyatiah yang sesungguhnya menentukan siapapemimpinnya yang pantas mereka pilih. Dengan partisipasi poFitikyang optimal, maka hal ini akan berpengamh positifbag! kualitas demokrasi, khususnyadalam pengimplementasian nilakiilai demokrasi lokaL fpenj

Amin Rais, Mandat Langsung Dari Rakyat, Makalah yang disampaikan dalam katasambutan padaSeminar Nasional dengantema"Pemilihan Kepala DaerahKota/Kabupaten SebagaiWujud Demokrasi Lokarsebagai Key Notes, diseienggrakan olehADERKSI. Dikutip dariAgung Djojosoekarto (ed), Pemilihan LangsungKepala Daerah, Transformasi Menuju DemokrasiLokal, diterbitkan olehMosiasi DPRD Kota Selumh Indonesiabekeijasama dengana Konrad Adenauer-Stiftung, lihat him. iv-v.

53

Page 5: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

seantero negara kita ini, umumnya melibatkankasak-kusuk yang namanya politik uang. Jadikalau pemilihan langsung diterapkan, politik uang(insya Allah), bisa ditekan ke titik yang lebihmudah daripada membungkam ratusan ribuataujutaan rakyat. Itu suatu logika sederhana.

Kedua, jika pemilihan Itu dilakukan secaralangsung, maka mereka yang terpillh akanmemperoleh legitimasi yang betul-betui mantap.Karena dia langsung mendapat otorltas,langsung mendapatkan delegasi kekuasaan itubottom-up kepada sang bupati, walikota ataugubemur. Ini menyangkut kemantapan sebuahpemerintahan daerah. Kalau dipilih secaralangsung, ia akan mantap sekali. Gubemur.Bupati atau Walikota itu mengambil langkahdengan tegap, dengan jati diri, karenamandatnya itu berada langsung dari rakyat,dan bukan dari perwakilan yang secaralangsung, yaitu dari DPRD.

Ketiga, apabila dipilih secara langsung,maka rasa tanggung jawab Walikota atauBupati, akan lebih besar kepada konstituenyang telah memilihnya.

Menunit Arbi Sanit bahwa di revisinya UUNo. 32/1999 menj'adi UU No. 32/2004, yangmengatur tentang pemilihan kepala daerahsecara langsung seperti halnya pemilihanpresiden maka, kepala daerah yang terpillhbenar-benar atas aspirasi dan pilihan rakyat.bukan atas pilihan anggotadewan yang banyak

dicurigai memudahkan terjadinya politik uang.^®Dalam benak Rudy Alfonso, dengan adanyapemilihan daerah secara langsung makaterealisasi instrumen politik yang dapatmendukung terwujudnya desentralisasi politikdan demokrasi lokal. Melalui pemilihan kepaladaerah secaralangsung pendldikan politik rakyatdapat dilakukan pada tingkat bawah dan lebihefektif."

Dapat dikatakan bahwa UU No. 32/2004,khususnya pengaturan tentang pemilihan secaralangsung berbeda dari beberapa UU tentangpemerintahan daerah sebelumnya, khususnyapengaturan pemilihan kepala daerah sejakzaman Oria dan Orba, sebab UU No. 32/2004yang pertama kali menerapkan sistem Pilkadasecara langsung. Pada masa Oria dan Orbapemilihannya menjadi wewenang lembagaparlemen daerah (DPRD), atau wewenangpemerintah pusat (Presiden).^®

Kegembiraan rakyat dalam merespondatangnya UU No. 32/2004 ini lahir dari satuasumsi pokok disamping asumsi-asumsl lainseperti disebutkanAmien Rais dan Arbit Sanitdi atas, yaitu alasan pokoknya adalah karenapenerapan sistem Ini akan mengurangipraktek-praktek moneypolitics oleh DPRD diseputar pemilihan kepala daerah, seperti saatmasih memakai sistem pemilihan perwakilan.Praktek ini jugadigunakan sebagai proyek paraanggota dewan dengan calon kepala daerah.

Arbi Sanit, Tentang Revisi UU Otda:Jangan Kembalikan SentralisasiKekuasaan Sumben http://www.suaraDembaruan.com/News/2D04/08/26/index.html. 26Agustus 2004.

" RudyAlfonsoh, Mewujudkan Desentralisasi Politik, Makalah yang disampaikan dalam kata sambutanpadaSeminar Nasionai dengan tema"Pemilihan Kepala Daerah Kota/Kabupaten Sebagai Wujud DemokrasiLokal' sebagai Key Notes, diselenggarakan oleh ADERKSI. Dikutip dariAgung Djojosoekarto (ed), PemilihanLangsung Kepala Daerah. TransformasiMenuj'u DemokrasiLokal, diterbitkan olehAsosiasi DPRD Kota SeluruhIndonesia bekerjasama dengana KonradAdenauer-Stiftung, lihathlm. iv

^^.Wacana ini akandibahas tersendiri padababIII tentang Eksistensi Kepala Dearah.

54 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006;50-68

Page 6: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

maka isu-isu seputar jual beli suara atau istilahpraktek dagang sapi oleh calon kepala daerahdan para anggota dewan, sudah merupakan"ritual bahasa" (sudah mentradisi), di masyarakatketika menjelang detik-detik pemilihan. Inilahsalahsatu alasan umum masyarakat jika ditanyakepada mereka, kenapa mereka senang denganpemilihan kepala daerah secara langsung?^^Secara jujur, saya akan menjawab denganbahasa umum masyarakat tersebut, karenabahasatersebut sangatrasional dan masuk akal.

Namun kebanggaan tersebut menjadi luntur,ketika membaca bahwa sistem pemberhentlannya(impeachment) masih ada di pucuk kekuasaanDPRD. Bahkan ironlsnnya lag! Intervensi pusatmaslh dominan dalam proses pemberhentiankepala daerah (dalam hal Inl Preslden, MA,maupun Menteri Dalam Negeri). Di sin! terdapatadanya cacat dalam sistem pemberhentian dl

erapemilihan secara langsung. TerjadI paradoksdandistorsl teoritls sistem yang diterapkan dalamUU No. 32/2004 tersebut. Jika dbandlngkanundang-undang sebelumnya bahwa sistempemberhentian inl masih mempunyai kesamaandengan tata aturansebelumnya.

Selanjutnya, apakah sistem yang diterapkandalam undang-undang tersebut sudah benar-benar menyentuh substansi darl demokrasilangsung, sebagai manlfestasi dari tuntutan erademokrasi dl zaman reformasi Inl? Jawaban dari

persoalan Inl maslh mengundang pro dan kontra.Akan tetapi terlepasdari Itu semua sistemyangdianut dalam UU 32 tahun 2004 inl sesudah

mengalami perubahan secara fundamental,khususnya berkenaan dengan sistemdemokrasi substantif,^^ sebagai antitesis dariproses dialektika darl sistem representatif.^^Sehingga yang menjadi pertanyaan selanjutnya

" Demikian hasil jajak pendapat Kompas yang menyoroti persepsi masyarakat tertiadap rencana pemilihankepala daerah (pllkada) secara langsung. Dari 826 responden, mayoritas (95 persen) setuju kalau kepala daerah(seperti gubemur, bupati, dan wall kota) dipilih secara langsung oleh rakyat, sebagaimana dlamanatkan olehUndang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sumber datainl diambil dalam harianKompas dengan judul, Pemilihan Langsung Kepala Daerah DisambutAntusias, Tangga! dan tahunnya tidak ada.

^ Demokrasisubstentif memperiuas Ide demokrasi dl luar mekanlsme formal, lamenglntenslfkan konsepdengan memasukkan penekanan pada kebebasan yang dan diwakilkan kepentingan melalui forum publik yangdipilih dan partlsipasi kelompok. lamempakan pendalam demokrasi dl mana semua warga negara mempunyaiakses yang mudah pada proses pemerintahan dan suara dl dalam pengambllan keputusan secarakolektlf.Terdapat saluran yang efektifataspertanggungjawaban para pejabat negara. Demokrasi substantif menaruhperhatlan pada berkembangnya kesetaraan dan keadilan, kebebasan sipil dan hak asasi manusia: pendeknya,'partlsipasi murni dalam pemerintahan oleh mayoritas warga negara'. Baca, Jeff Haynes, Demokrasi danMasyarakatSipildiDunia Ketiga, (Obor Indonesia. Jakarta 2000), him.146

Salah satualasan yang prinsipil dalam pembahan sistem dari sistem demokrasi taklangsung kesistemlangsung adalah karena dengan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung akan dapat meminimalisasipolltik dagang sapi dl parlemen atau moneypolitics. Pemilihan kepala daerah secara perwakilan sangat rentanuntuk menjadi ajang politik dagang sapi antar partal keUmbang memperhatikan aspirasi sebaglan besar rakyat.Pemilihan yang diwakilkan kepada "segelintlr" orang akan mendorong terjadinya lobl-lobi politik dan bagi-bagikekuasaan yang sesuai dengan kepentingan mereka. Partal politik, dalam hal inl sebagai organlsasi yangmendelegasikan kademya dl parlemen, akan bermain secara polltis demi kepentingan partainya.Pilkada yangdllakukan secara perwakilan pada dasamya bukan pemilihan yang didasarkan pada kepentingan rakyatbanyak, namun pemilihan yang disesuaikan dengan kepentingan dewan, yang dalam hal Inl adalah partal

55

Page 7: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

adalah, bagaimana hak-hak rakyal dalaiti mempakan satu prinsip, dalam menegakkanproses pembertientian (Impeachment) kepala tecri demokrasi mumi dan substantif. Kedaulatandaerah, apakah memang hanya dilibatkan rakyat bukan hanya dalam pemilihan iangsung,dalam pemilihan kepala daerah, jika memang tap! kedaulatan rakyat hanjs juga dl akses dalamdemiklan apakah tidak bertentangan dengan proses pembertientian.teori dan sistem demokrasi secara Iangsung? Keikutsertaan masyarakat dalam prosesImplementasI dari roh demokrasi secara pemberhentlan (Impeachment) adalahIangsung haruslah utuh dan konsisten, merupakan hal yang sangat "subsfanf/f sekaliwalaupun pada akhirnya membutuhkan nllai dalam menggapal secara utuh nilal-nllalhargayangberatdantenagayangterkuras.Tapl demokrasi secara Iangsung. Apakah padatoh pada akhlmya juga hak-hak rakyal dalam akhirnya dengan menggunakan mekanlsmesistem demokrasi Ini benar terlaksana secara referendum.^^ Atau people power atauutuh dan konsisten. Karenabagalmanapunjuga mekanlsme informal lalnnya (forum ektrakelikut sertaan rakyat secara Iangsung dalam perlementer lalnnya).^^ Yang jelas dan palingproses pemberhentlan kepala daerah, prinslpil adalah adanya "keikutsertaan rakyat

polltik. Lahimya sistem pemilihan kepala daerah secara Iangsung akan menghlndari terjadinya praktik dagangsapl yang tak terpuji tersebut. Disisi lain bahwa dengan adanya pimllihan secara Iangsung, diharapkan mampumenghilangkan distorsi otda. Salah satudistorsi otda yang selama Inl hampirselaiu adadalam pemilihan kepaladaerah adalah Isu moneypolitics. Selama inl pemilihan kepala daerah sering diwamal dengan kasus suapyangcukup kental. DPRD yang seharusnya memegang tugas sebagal penyalur asplrasi rakyat seringmenyalahgunakan kewenangannya demi setumpuk uang yang disodcrkan kehadapannya. Maslh hangat dlIngatan kita tentang kasus pemilihan Gubemur Ball yang diwamal oleh Isu suap, dl mana setlap anggota dewandltengaral menerima uang "pelicin" sebesarRp 50juta. Mereka rela menjual harga dirl dengan membohongirakyat yang memllihnya demi kesenangan sesaal Suara rakyat pun terbengkalal. Dengan melibatkan secaraIangsung pemegang kekuasaan tertlnggl, yaknl rakyat peluang negatif tersebut akan bisa dikurahgi (pen). I

^ DefinisI "referendum"adalah pelaksanaan pemungutan suara b^l suatu komunitas masyarakat dl suatudaerah (dalamsatunegara) untuk menentukan masa depannyasendiri. Referendum sama dengan melaksanakanpemilihan umum. Bedanya bukan untuk memilih presiden atauwakil-wakjl rakyat yang akan duduk diparlemen(DPR), tapi rakyatdibenlcan kebebasan untuk menentukan pillhannya apakah Ingin merdeka (memisahkan din) atautetap berintegrasi dengan sebuah negara yang selama Ini menjadi induknya. Lihat Apa itu referendum, htb'J/www.andaclub.8m.com/berTta4.htm. Walaupun konsep Inl hanya diterapkan dalam persoalan pemilihan tersebut,namun mekanismenya bIsadipakai dalam proses! pembeihentian kepaladaefah dalam hal inl mengimpedchment.ipen).

^ Sistem atau mekanlsme yang disebutkan tersebut harus dl mmuskan kemball dalam aturan perundang-undangan, sebabmekanlsme dancaratersebut walaupun secarakonstituslonal tidak diatur dalam UUD1945namun lamempunyai posisi substanslal dalam menerapkan nilakiilai demokrasi secara Iangsung dalam proses!pemberhenfa'an kepala daerah. Dengan bahasa lain bahwa perlunya peran gerakan/kelompok penekan (ekstraparlementer) dalam prosespemberhentlan kepala daerah, sebagaltuntutan daii adanya perubahan sistem,dari sistem demokrasi secara takiangsung kesistem demokrasi secaraIangsung. Walaupun hal ini menjadi prodankontra dikalangan paracendekiawan, pemlkir, akademisi maupun pakar polltik. Artinya mekanlsme ekstrapariementer juga harus dl formalkan dalam undang-undang pemilihan kepala daerah, sehlngga adanya ruang-ruang penyempumaan sistem demokrasi dleraotonomi.(pen).

56 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARI2006; 50-68

Page 8: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

/angsung'yalam pemt3erhentian kepala daerah.Sehingga hakekat demokrasi secarasubstansia!yang di anut UUD 1945 sebagai basilamandemen, dengan menghasilkan wajah dankarakter demokrasi keindcnesiaan, seperti terteradalam konstitusi UUD 1945 Pasal 1ayat2 bahwa" kedaulatan adalah ditangan rakyat dandilaksanakan oleh undang-undang dasar", jugadisebutkan dalam Pasal 18 ayat 4 bahwa"Gubemur, Bupati, dan Walikota masing-masingsebagai kepala pemen'ntahan daerah propinsi,kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis,^^benar-benar terakumulasi secara sistematis

sebagai satu sistem demokrasi yangdiidealisasikan, secara konslsten danutuh seperti

_yang digariskan dalam kerangka teoritls dari nllai-nilai demokrastis itu sendiri. Juga sebagai satusistem teori baku yang sudah ditetapkan sebagainilai-nilai ideal sebagai suatu kerangka dasardalam disiplin ilmu hukum, ilmu negara maupunilmu politik, yang merupakan dasarpengetahuandalam membangun bangsa dan negara (nationstate) menuju cita-dta yang Utroh dan humanissejahtera (walfaresate)sebagai tuntutan dari arusperubahan zaman yang harus diterima denganbekal dasar ilmu pengetahuan. ^

Fenomene ketldakserasian dalam teori

demokrasi di Indonesia ini juga dikemukakan

oleh Benget Silitonga ®dalam artikelnya dengantesis sebagai berikut:

Demokrasi telah "dibajak" Ituiah kesimpulanpanting riset bertema "Pilihan-pilihanDemokrasi Indonesia Pasca-Soeharto"

Sepanjang 2003-2004 yang diselenggara-kan Perkumpulan Demos. Perubahaninstrumen demokrasi justru diambil alih,digunakan dan dibajak oleh elite politik lamauntuk konsolidasi kepentingannya.Desentralisasi politik dalam bentuk otonomidaerah awalnya didesain untuk prosesdemokrasi, namun dalam implementasinyaditelikung menjadi praktik rekonsolidasi status quo. Ini membuktikan bahwa aspek

. .keterwakilan (representasi) masih tetapburuk. Partai politik (parpol) dipandang masihtetapsebagai alat kepentingan sekelompokorang.2^Ternyata demokrasi bukan sekadar

perubahan kebijakan politik. Demokrasisejatinya menyangkut sejauh mana negara daninstitusi demokrasi patuh terhadap hukum,bebas dari kepentingan modal, dan sejauhmana rakyat, sebagai pemberi mandat, berhakikut secara kolektif mengambil keputusanmenyangkut kepentingan bersama.^®

Memang demokrasi modern mengidap

Amandemen UUD 1945Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat (Dalam Satu Naskah),(Media Pressindo, cetakan kelima, Yogyakarta, 2004), him. 5,7 dan 18.

®Dalam kondisi apapun suatu ilmu secara teoritis harus netral, artinya ilmu harus fokus padasistem teoritlsyang sudahdigariskan oleh ilmu itu sendiri sebagai landasan ideal dalam memformat alam (cosmos). Hal inisesuaidengan fitrah ilmu itu sendiri sebagai dasardalam menata secarateratur kepentingan-kepentinganmanusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon), yang syarat dengan konflik baik itu padatingkat indlvidumaupun kelompok. (pen)

Benget Silitonga KoordinatorOivisi Studidan Pendidikan Perhimpunan Bakumsu diMedan, Penelitipada ProyekRiset "Masalah-Masalah dan Pilihan DemokrasidiIndonesia", 2003-2004, yang diselenggarakanperkumpulan DemosJakarta.

^ Benget Silitonga, PUkada dan Pembajakan Demokrasi, Kompas (Jakarta) 21 Februari 2005.2® Ibid.

57

Page 9: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

sejumlah paradoks, yang disebut NobertoBobbio sebagai musuh demokrasi. Keempatparadoks itu iaiah "skala besarkehidupan sosialmodern, peningkatan birokratisasi aparatnegara, tekniskeputusahyangdibutuhkan, sertakecendervngan civil society menjadi mass so-ciety .."(Bobbio: Wich Sosialisme, 1986p

Demokrasi ideal adalah sebuah demokrasilangsung, tanpa sekat perwakilan seperti padaagoro, temu publik pada negara YunanI kuno.Sebuah temu publik yang memungkinkan semuapihak yang berkepentingan bertatap mukalangsung sehingga nilai-nilai kebersamaan,keadilan, dan kesetaraan taktersekatsegala bentukperwakilan. Betapapun, tidaklah setiap bentukperwakilan adalah sekat. yang tentu diterima ^potensi fallacy penafeiran, kepentingan, bahkanpenyelewengan diametral mereka yang mewakiliteqadi diwakili balk sengaja maupun tidak.^

Joko J. Prihatmoko dalam bukunya"Pemilihan Kepala Daerah Langsung filosofi,sistem dan Problem Penerapan di Indonesia"menyebutkan bahwa:

Ide atau gagasan pilkada langsung munculsebagai reaksi atas penyimpangan-penyimpangan demokrasi dalam pilkadapenwakilan oleh DPRD 5 tahun terakhir.Keprihatinan dan kekecewaan terhadappraktek pilkada menurut UU No. 22 tahun1999 dan PP151/2000 tersebutdisebabkanoleh dua isu krusial, yakni maraknya politikuang (money politics) dan campur tangan

(intervensi) pengurus politik ditingkat lokalmaupun pusat".^^

- Yang menjadi pertanyaan selanjutnyaadalah jika salah satu misi yang mau di embanoleh undang-undang Pemerintahan Daerahtersebut adalah untuk meminimalisir adanyapraktek-praktek KKN dan penyalahgunaankekuasaan lainnya, maka bagaimanakahdengan sistem pemberhentian (impeachment)kepala daerah dengan masih menggunakansistem representatif, dengan menggunakanmekanisme prosedural dan kekuasaannyamasih berada pada lembaga formal yaituDPRD, Mahkamah Agung, dan Presiden tanpaada.suatu mekanisme kekuasaan dari rakyatsendirl sebagai pilar demokrasi yang sudahditentukan dalam UUD1945 dan UU 32 Tahun2004, sehingga apa yang diinginkan olehkonstitusi sekarang ini benar-benar terealisasisebagai suatukerangka sistem teoritik keilmuanyang metodologis, sistematis dan konsisten.^^

Fenomena Seputar SistemPemberhentian (Impeachment) KepalaDaerah di Era Pemilihan Langsung

Persoalan yang paling krusial dan palingfundamental yang dihadapi dalam sistempemberhentian kepala dearah di era pemilihanlangsung, khususnya diatur dalam UU No. 32Tahun'2004 dan PP No. 6/2005 adalahdikarenakan sistem atau mekanisme

^ Budiarto Danujaya, Demokrasidan Umit, opini Kompas, Selasa, 15 November 2005, hlm.7.^/b/d.,hlm.7.

Joko J.Prihatmo, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistem dan Problem Penerapan diIndonesia, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005), him. 6.

Metodologis berarti sesuai dengan metode atau caratertentu, sistematis adalah berdasarkan suatusistem dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. SoeijonoSaoekanto, PengantarPenelitianHukum, (Jakarta, Ul Press, 1986), him. 42.

58 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 50-68

Page 10: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

pembertientiannya masih memakai paradigmaatau pola-pola lama, seperti halnya dalamperaturan perundang-undangan sebelumnya.Misalnya saja dalam hal inl sistemPemillhannya pada Masa Proklamsl (UU No. 1Tahun 1945 Komite Nasional Daerah, UU No.22 Tahun 1948 Pokok-pokok PemerinatahanDaerah). Masa Republik Indonesia Serlkat(RIS) dan UUDS. Masa DemokrasiTerpimpin (Dekrit Presiden 5 Juli Tahun1959-11 Maret 1966)1dengan PeraturanPresiden No. 6 Tahun 1959. UU No. 18

Tahun 1965 Tentang Pokok-pokokPemerintahan Daerah. Sistem Pemllihan

Pada Masa Orde Baru denganmenggunakan UU No. 5 Tahun 1974Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan diDaerah bahkan pada UU No. 22 Tahun1999". Dalam sistem inl, kekuasaan pusatbaik dalam sistem pengangkatan sampaidengan sistem pemberhentian kepaladaerah, sangat dl didomlnasi sekali olehkekuasaan pusat. (pen).

Proses pemberhentian yang dilakukanpada aturan-aturan sebelumnya (sebelumlahir UU No. 32/2004 dan PP No. 6 /2005)dengan melalul lembaga prosedural dalamhal Inl (Presiden,DPRD, MA, Menteri Dalam

Negeri, Gubernur atau Badan Peradllan)sesungguhnya sah-sah saja, karena sistemdemokrasi atau Jeori kedaulatan yangditerapkan dalam sistem "konstltusionai-ketatanegaraan" atau UUD 1945 masihmenganut sistem. pemilihan demokrasiperwakilan (indirect democracy)^, dan bukanmenggunakan sistem teorltik ala pemilihansecara langsung atau demokrasi langsung (directdemocracy), makayangmenjadi persoalankemudian adalah, ketika teori tentang sistempeberhentian ini diterapkan dalam UU No. 32/2004dan PP No. 6 /2005 masih menggunakansistem prosedural (paradigma parlementer),pada hal sistem pemilihan yang dianut dalamkonstitusi/UUD 1945 hasil amandemen,maupun dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005 sudah berubah secara fundamental bahkan

mungkin revolusioner. Hal Inl terlihat Juga bahwakesungguhan dalam merubah sistem demokarsisecara langsung juga samar-samar, karenasecara normatif maupun secara emperik nilal-nilai demokrasi dalam persoalan "pemilu" dl erademokrasi langsung inl tidak begitu sempumaatau meminjam istilah Affan Gaffar praktekdemokrasi di Indonesia adalah "demokrasi yangtidak wajar^ (uncommon democracy), khususnyamakna sistem pemberhentian secara langsung

Walapun sah karena didasari dengan teori perwakilan yang dianut oleh UUD saat itu, namun menunitDr. Affan Gaffar bahwa perjalanan demokrasi Indonesia sejak kemerdekaan sampai orde baru, penyebabkegagalan demokrasi, yaitu karena Lembaga Kepresidenan yang sangatkuat Menumt Dr.Affan Gaffar, hal inisangat berbahaya sekali jika UUD 1945 memberikan peluang bagi munculnya sebuah eksekutifyang sangatkuat. Hal ini akan sangat berbahaya kalau kekuasaan jatuh ketangan seorang yang memilki p/ed/spos/s/untukmenjadi otoriter dan despotik. Dan itulah yang dialami padamasaorde baru. Proses manipuiasi nilai-nilai yangterkandung dalam UUD 1945 terjadi, secarasadaratau tidak, karena penguasa merasa bahwa dirinyalah yangyang berhak menginterpretasikannya. Hal ini terlihat bagaimana Presiden menginterpretasikan perwakilan diDPR/MPR, kedudukan Presidensebagai PanglimaTertinggiAngkatan Bersenjata, dan haknya untuk membentukkebijakasanaan publikyang diwujudkan dalam Kepres dan Inpres. Lihat. Affan Gafar, Politik Indonesia..., op.cit.,him.ix-x.

59

Page 11: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

di era demokrasi langsung.^ Yang menjadipertanyaan adalah apakah ideal secarakonstitusi pengaturan tentang sistempemberhentian kepala daerah yangditerapkan dalam UU No. 32/2004 dan PP No.6 tahun 2005 di era pemilihan langsung(demokrasi iangsung)?

Yang paling fundamental dalam sistempembeitientian kepala daerali di era pemilihansecara langsung adalah sistem Ini masihmenganut azas pemilihan secara langsungseperti yang digunakan dalam UU pemerintahansebelumnya. Yaitu ketentuan pemberhentian(keputusan akhir) adalah berada ditangan pusat.Padahal nllal dalam pimlllhan yang diterapkandalam sistem pemilihan kepala daerah dalamUU No. 32/2004 dn PP No. 6/ 2005 adalah nllal-

nilai pemilihan yang berbaslskan pada landasandari nilai-nllal teoritik demokrasi langsung (directdemocracy), danbukan lagi padateori demokrasisecarataklangsung (indirect democracy) sepertiUU pemerintahah daerah pada masa-masasebelumnya.

Fenomena tentang sistem pemberhentian kepala daerah yang maslh memakalmekanlsme sentrallstik Ini tentunya tidaksesual dengan nila-nilai demokrasi langsung.ApalagI jlka dikerucutkan pada persoalanpenguatan tatanan dan nllai-nllal demokrasilokal (local democracy) di era pembangunantentang diskursus otonomi lokal. Bahkanmenurut Mahfud MD, bahwa sistem

penerapan dalam menentukan ekslstensipengangkatan kepala daerah yang masihberada dl tangan pusat, akan membukapeluang bagi pusat untuk mengambilkeputusan yang mungkin berlawanan dengahkehendak rakyat sehlngga melahirkan situasiyang tIdak demokratls. Jlka arus bawahbergerak menurut irama demokratisasi,sementara arus atas dan produk hukumnyatIdak slap bekerja menurut arus itu, makatimbulnya kasus-kasus seperti Kalteng danDeliserdang merupakan konsekuensi logls.^®Atau kita kita llhat persoalan-persoalan kasusseputar kepala daerah yang bemasalah pascapemilihan secara langsung, misalnya kasusBupati (Temanggung), atau sengketa hasilpemilihan kepala daerah OKI (Depok). JadIsistem pemberhentian kepala daerah yangditerapkan dalam era pemilihan secaralangsung ini mengundang problematika dandistorsi sistem.

Tidak Ada Yang Baru dalam Sistem"Pemberhentian Kepala Daerah" di EraPemilihan Langsung (Pilkadal)

Masyarakat umum memang senang danpuas meilhat penerapan sistem pemilihanlangsung yang diterapkan dalam prosespemilihan kepaladaerah. Dan mungkin jlkakitamenanyakan pada mereka, paradlgma apayang baru dalam pemilihan yang diterapkan

^ Ide tentang demokrasi yang tidak wajar ((uncommon Democracy! adalah lahir dari bahasapeslmlstisdariDr. Affan Gaffar, darimeilhat fenomena demokrasi dl Indonesia, menurutnya bahwasebuah demokrasiyang tidakwajar tetapmerupakan sebuah demokarsi, hanya sajatidak sempuma karena kondisi soslal ekonomlyang belum menopang. Ketidakwajarannya adalah menyangkut kemungkinan rotasi kekuasaan yang sangatterbatas./b/d., him.xii.

^ Mahfud MD, Hukum danPilar-pilarDemokrasi, (Gama Media bekerjasama dengan YayasanAdlkaryaIKAPI danTheFordFundatlon, CetakanPertama, Yogyakarta. 1999), him. 283.

60 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 50-68

Page 12: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. SIstem Pemberfientian (Impeachment) Kepala Daerah...

dalam pemilihan kepala daerah era reformasiini? maka jawaban sederhananya "karenapemilihan kepala daerah, di tahun 2005 inidipilih langsung oleh rakyat, danbukan DPRD",dan inilah yang disebiit baru.

Akan tetapi jika dikaji lebih dalam lagitentang pengaturan sistem °pemberhentiannya"yang diterapkan dalam UU No.32/2004 dan PPNo. 6/2005. Penulis mungkin, termasuk orangyang memprotes bahwa sistem yang diterapkandalam kedua tata aluran penindang-undanganIni bukanlah sistem yang Ideal yang diterapkandi era pemilihan secara langsung, terutamapula dalam zaman reformasi sekarang ini,pasca amandemen UUD 1945. Di samping itujuga sistem pemberhentlan yang diterapkam-pada kedua UU tersebut sesungguhnya masihberkarakter Orde sebelumnya, sebab tidak adayang beda dalam proses pemberhentlan yangdilakukan pada era pemilihanan langsung atauera Orde Reformasi, jika dibandingkan sistemyang pernah diterapkan dalam prosespemberhentlan yang dilakukan padamasa OrdeBaru.^ Salah satu ha! yang mendasar karenabentuk atau konfigurasi yang ditcnjolkan dalamsistem pemberhentlan adalah masih bercoraksentraiistik, dan masih mengandung nilai-niiai

otorltarian seperti yang dilakukan pada masaOrde Baru. Kekuasaan dalam prosespemberhentlan ini yang masih didomlnasi oleheksekutif sentral (presiden/menteri dalamnegeri). Inilah yang merupakan persoalanpokgk identitas konfigurasi demckrasi yang tidakIdeal diera demokrasi langsung. Jika dianalisisdari kacamata konfigurasi sistem politik, makapraktek pemberhentlan dalam kedua aturanpemndang-undangan ini yang jika di kaitkandengah pilar-piiar demokrasi merupakan sistemyang pincang, tidak seimbang, dan lebihbertumpuh pada iembaga eksekutif (dominasieksekltifpusat). Pllar-pilarselain Iembaga eksekutifternyata sangat lemah dan tidak mampumeiakukan kontroi yang efektif dalam mekanlsmeyang cheks and balance terhadap eksekutif.^

Reailtas tersebut dalam dunia akademis

sering disebut sebagai sistem "executive heavy".Lembaga eksekutif memborong hampir semuakekuasaan dan meiakukan intervensi terhadapberbagai lembaga lain baik terhadap lembaga-lembaga formal kenegaraan maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dalam hai ini produkhukum kemudian masih berkarakter elitis

karena selaiu bersumber dari atas dan tidak

melibatkan partisipasi serta tidak menyerap

^ Menurut Muhtar Mas'oed, pada zaman orde baru Presiden Soeharto telah menciptakan suatu kantoryang dikendalikan sendiri danyang (karena tersediahnya buah pembangunan) mampu menciptakan sumber-sumbersendiri. Kantoryang kemudian berkembangsemacam ')3oivef-/?aus"inilah yang memungkinkan Presidenmembangun jaringan patronase yang memperkukuh posisinya vis-^-vis birokrasinya sendiri maupun parapenantang diluar birokrasi itu. Pelajaran yang dipetik dari fenomena ini adalah bahwasaat itu "kantoreksekutifsekuatyang tidak muncul dalam ruang kosong. Mula-mula iamungkin muncul dari "kehamsanstnikturaruMmenciptakan mesin birokrasi yang fleksibei danefektifdemi meiaksanakan program reformasi sosial, ekonomidan poiitik. Kemudian, ketika mesin itu temyata bukan hanya efektif sebagai sumber inisiatif dan energi bagipengembangan rezim, tetapi juga sebagai mekanlsme penggalangan dukungan sekuat politik pribadi, makadorongan bagi peiestaiiannyasemakin kuat. Muhtar Mas'oed, Lembaga Kepresidenan dan Resep PengendalianPolitik di Indonesia, Uhat Riza NoerArfani, Demokrasilndonesia Kontemporer, Cetakan Pertama, diangkat dariSeminarAhll PPSKBekerjasamadengan PenerbitRajawali Press, Yogyakakarta. 1996, him. 108-109.

Mahfud. MD, Hukum dan..., op. cit., him. 395-396.

61

Page 13: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

aspirasi dari masyarakat. Hukum-hukum kitayang mewadahi pengaturan tentang pilar-pilardemokrasi, memang memberi peluang kepadapemerintah (eksekutif) untuk melakukanintervensi yang dapat melemahkan pilar-pilardemokrasi sendirl. Presiden mempunyaiberbagai hak prerogatif balk dalam pembuatankebijakan maupun dalam penempatanpejabat-pejabat negara yang dalam prakteklebih banyak dipergunakan untuk memberiImbalan jasa.^®

Maka dari fenomena ini jugamengindikasikan bahwa salah satu tuntutanadanya amandemen konstitusl/UUD 1945 adalahbagaimana mengatur kembali kekuasaanpresiden yang di masaOrde Baru kekuasaannyasangat besar sekali. Dalam DUD 1945 basilamandemen juga masih memberi kewenanganyang lebih besar kepada Presiden untukmengatur lebih lanjut (atribusi) mengenai semuapersoalan yang dianggap penting. Dalam praktekini presiden menggunakan kekuasaan polltikuntuk membuat aturan yang lebih memberikemungkinan kekuasaan tersentralisir.^

Sehingga dengan realitas yang problematiktersebut, maka bisa dikatakan bahwa ccrak dari"sistem pemberhentian yang diterapkan di erapemilihan langsung sekarang ini", tidakmemperlihatkan wajah yang baru, tap! masihmemperlihatkan sosoknya yang lama, yaitusosoksentrafistik, jadi tidak ada bedanya secaraprinsipil tentang penerapan sistempemberhentian kepala daerah di era pemilihanlangsung dengan era pemilihan secara tak

langsung. Kalau memang begini, bagaimanasesungguhnya wajah dari demokrasi langsungdi era reformasi sekarang ini?

Inkonsistensi Teorl Sistem Demokrasi

Konstitusional.

Persoalan yang dihadapi dalam sistempemberhentian kepala daerah juga adalahkarena,tidak sinkronnya penerapan sistemdariteori demokrasi dalam konstitusi. Demokrasi

yang dianut dalam sistem UU No. 32/2004 danPP No. 6/2005 adalah demokrasi langsung(direct democracy). Hal ini merupakanamanah konstitusi atau DUD 1945 hasii

amandemen ketiga yang disahkan padatanggal 10 November 2001. Ada tlga pasaidalam DUD 1945 yang dijadikan landasanutama dalam penentuan tentang nilai-niiaidemokrasi langsung oleh rakyat, yaitu;

Pasal 1ayat 2 UUD1945 yang menjelaskantentang bentuk pemerintahan Republik Indonesia.Adapun bunyi pasalnya adalah:

"Kedaualatan berada ditangan rakyat dandllaksanakan menurut Undang-UndangDasar.''"

Pasal 6A UUD 1945 pengaturan tentangsistem pemilihan presiden dan wakil presiden.Bunyi pasal tersebut adalah:

"Presiden dan Wakil Presiden dipllihdalam satu pasangan secara langsungoleh rakyat.^^Pasal 18 Ayat 4 yang mengatur tentang

pemilihan Kepala Daerah, adapun bunyi pasal

^ Mahfud MD. op.ait, him. 396-397.Mahfud MD, Kontrollah Kekusaan Presiden SejakSekarang, hasil wawancara dengan Kompas, dimuat

tanggal 13 Mei 1999.^ UUD 1945 Hasil Amandemen Ketiga yang disahkan padatanggal 10November 2001.

ibid.

62 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 50-68

Page 14: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentlan (Impeachment) Kepala Daerah...

tersebut adalah; .

'Gubemur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahanpropinsi, kabupaten, dan kota dipilihsecara demokralis/^

Makna Rasa! 18 ayat 4 UUD 1945tersebut, tentang pemilihan kepala daerahyang "dipilih secara demokratis" masih belunfipast! apakah menggunakan sistem pemilihansecara langsung atau taklangsung? Persoalanprinslpll tersebut terjawab dengandiundangkannya UU No. 32/2004 pada Pasal24 ayat 5 yang berbunyi sebagai berikut:^^

"Kepala daerah dan wakll kepala daerahdiplllh dalam satu pasangan secaralangsung oleh rakyat di daerah yangbersangkutan.

Dari uralan tersebut diatasjelaslah bahwa"teon demokrasl" yang dianut dalam prosespemilihan di Republlk Indonesia ini adalah teoridemokrasi secara langsung (direct democracy),dan bukan lag! teori demokrasl secara taklangsung (Indirect democracy). Dan keduasistem In! mempunyal lingkup nllal yangsecarasubstantif sangatjauh berbeda, karena keduateori Inl punya nilai-nilai dan mekanisme

sistemlk yang harus diterapkan padatempatnya.

Seperti sudah disampaikan dalam uralanterdahulu bahwa dalam sistem pemilihandikena! dengan dua macam sistem yaltu,sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat(demokrasi langsung) dan sistem demokrasisecara tak langsung (demokrasi taklangsung).Kedua teori inl adalah dua hal yang berbedayang dikenal dalam "teori demokrasi" sehlnggasecara otomatis dapat dikatakan bahwa keduateori inl mempunyai ruang lingkup keilmuanyang berbeda juga.*" Misalnya, dalam teoridemokarsi tak langsung, sistem pemilihankepala daerah cenderung dilaksanakan olehlembaga perwakilan, dl Indonesia kita kenaldengan dewan perwakilan rakyat (DPRD),tanpa mellbatkan langsung rakyat dalamproses pemilihan kepala daerah tersebut.Sehlngga sistem ini juga popular dilstilahkandengan sistem pemilihan perwakilan atausistem demokrasl parlemen. Hak dankewenangan sepenuhnya diserahkan kepadalembaga perwakilan (DPR) untuk menentukansiapa yang akan jadi kepala negara ataukepala daerah. Sedangkan dalam teori

42 UUD 1945 Hasil Amandemen Kedua yang disahkan padatanggal 18November 2000.^ Lihat UU. No. 32Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.** Menurut Robert A. Dahl, bahwa gagasan demokrasi modem merupakan hasil dari dua tranformasi

besar dalam kehldupan poiitik. Pertama, seperti yang kita lihat, telah melanda Yunani dan Roma Kuno padaabad kelima S.M., dan telahsumt dari dunia lauttengahsebelum permulaan era Kristlani. Seribu tahunkemudian, beberapa dari negara-kota yang terdapatdi Italia dlAbad Pertengahan juga telah ditransformasikanmenjadi pemerintahan kerakyatan, yang telah surut padawaktu zaman renaisans. Dalam keadaan seperti itu,gagasan dan praktek demokrasi dan republiken itu adalah pada negara-kota. Dalam kedua keadaan itu,pemerintah kerakyatan padaakhimya tenggelam dalam sistem pemerintahan. Transformasi besarkedua, yangsekarang menjadi pewarisnya, telah dimulai dengan perubahan yang berangsur-angsurdari gagasan demokrasiitu yang menjauh dari lokus historisnya dalam negara-kota kedalam kawasan bangsa, negara, ataunegaranasionai yang jauh lebih iuas. Lihat RobertA. Dahl, DemokrasidanParaPengkritiknya. JudulAsli: DemocracyandItsCritics, byYale University, London NW3 2PN, England. Diterjemahkan danditerbitkan pertama kali oleh(Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992), him. 3-4

63

Page 15: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

demokrasi langsung, sistem pemilihandiserahkan kepada rakyat, tanpa melibatkanlembaga perwakilan (DPR) dalam prosesipemilihan tersebut. Sistem in! sekarangdiiaksanakan pada sistem pemilihan kita diIndonesia yang dipopuierkan dengan sistempemilihan secara langsung oleh rakyat atausistem demokrasi langsung. Hak dankewenangan sepenuhnya ditentukan olehrakyat untuk menentukan siapayang akan jadikepaia negara/pemerintahan dan kepaladaerah. Jadi pada prinsipnya bahwa keduateori ini punya standar keiimuan masing-masing yang harus di dijadikan patokan dalammenentukan sebuah sistem kenegaraan,bukan serta merta dipakai asai-asaian.

Tentunya j'ika dianalisis lebih jauh iagibahwa teori ini j'uga harus berlaku dalamsistem pemberhentian. Karena hai yang takmasuk akai (logika demokrasi konstitusional)jika dalam proses pemilihannya menggunakanteori demokrasi langsung, tapi dalam prosespemberhentiannya masih menganut teoridemokrasi tak iangsung, seperti dijeiaskandalam uraian tersebut di atas pada subtentangmekanisme pemberhentian kepaia daerahbahwa terlihat tidak ada unsur-unsur

keterlibatan iangsung dari rakyat dalam prosespemberhentian, tapi hanya dilakukan olehlembaga yang nota benenya masuk dalamsistem perwakilan. Maka dapat disimpulkanbahwa sistem pemberhentian kepaia daerahyang di anut dalam era pemilihan iangsungini tidak sinkron dengan teori sistem yangditerapkan dalam konstitusi/UUD dan UU No.32/2004, yang jelas-jelas menganut faham

demokrasi secara langsung, atau mekanismereferendum. Dan penerapan ini tentunyapenerapan dalam sistem pemberhentiankepaia daerahdalam UU No. 32/2004 maupunPP No. 5/2005 tidak konsisten denganprinsip-prinsip teoritis sistemdemokrasi yangdianutdalam konstitusi, sebagai dasar utamadalam mengatur sistem ketatanegaraan direpublik ini.

Urgensi Referendum (Turut Serta Rakyat)Dalam Proses Pemberhentian KepaiaDaerah di Era Pemilihan Langsung

Menurut Krannenburg dalam bukunya"Algemene Staatsleet^ halaman 89 dikatakanbahwa cirl demokrasi modern dibedakan

dalam tiga golongan yaitu:^1. Pemerintahan rakyat melalul perwakilan

dengan sistem parlementer;2. Pemerintahan rakyat melalui perwakilan

dengan pemisahan kekuasaan; dan3. Pemerintahan rakyat melalui perwakilan

dengan disertai pengawasan langsungoleh rakyat {yaitu misainya dengan referendum atau adanya inisiatif daripadarakyat).Dari teori yang disampaikan Krannenburg

ini bisa diambil sebuah contoh bahwa salah

satu ciri pokok demokrasi modern adalahpenggunaan mekanisme "referendum" yangmerupakan salah satu mekanisme ideal dalamsistem pemerintahan demokarsi modem.

Tentunya urgensi sistem referendummerupakan sistem yang ideal untukdimasukkan dalam proses pemberhentian

^ Rusminah, Bentuk Pemerintahan dan Implementasinya Berdasarkan Undang-Undang Dasar, dalamPadmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, (Ghalia Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta,1985), him. 55.

64 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARi 2006; 50-68

Page 16: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. SistemPemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

kepaladaerah. Karena secara ' eoiitilC sistemini tidak bertentangan sama sekall dengan"teori demokrasi konstitusional", balk dalamUUD 1945 maupun UU No. 32/2004 dan PPNo. 5/2005.

Sistem pemberhentian (Impeachment)yang diterapkandalam UU No.32tahun 2004,tersebut jika dikaji dalam pendekatan teoridemokrasi masih menggunakan mekanismerepresentatif atau demokrasi secara taklangsung (indirect democration).^^ Sebabproses pemberhentlannya hanyamenggunakan kekuatan lembaga negara formal, seperti disebutkan di atas yaitu DPRD,MA dan Presiden, Gubemur untukBupati danWalikota. Sistem inilah yang menurut penuiismasih mempunyai kekurangan dalammenata kembali tatanan dari nilai-nilai

demokrasi langsung secara utuh dankonsisten. Salahsatu halyangsangat prinsipildan menyalahi teori demokrasi langsung

adalah tidak diikutsertakannya rakyat dalamprosesi pemberhentian tersebut. Pada hai jikaditeliti, sistem demokrasi yang diterapkandalam UU No. 32 tahun 2004 tersebut

mengandung teori demokrasi secaralangsung (direct democracy), dan bukan lagimenerapkan sistem demokrasi secara taklangsung (indirect democration), seperti yangdiatur dalam undang-undang sebelumnyamisalnya UU No. 22 tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah.

Kajian terhadap seputar sistempemberhentian (impeachment) kepala daerahdalam format UU No. 32 tahun 2004. menurutpenuiis Ini sangatlah penting untuk dikaji secaradalam, khususnya dalam memperbaiki konsepdan sistem ketatanegeraan di era otonomidaerah ini, sebab adanya ketidakcocokanpenerapan sistem atau bahasa yang idealnyaadalah terjadinya inkonsistensi teoritis yangdipakai dalam UU No. 32 tahun 2004. '

^ Sistemdemokrasi yangterdapatdinegara-kota (city-state) Yunani kuno (abad ke-6sarripai abad ke-3s.M.) merupakan demokrasi langsung (directdemocracy) yaitu suatubentuk pemerintahan dimanahakuntukmembuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung olehseluruh.warga negarayangbertindakberdasarkan prosedurmayoritas. Miriam Budiardjo, Dasar-dasarllmu Politik, (FTGramedla Pustaka Utama,Jakarta 1995], him. 53-54. Demokrasi Athena sudah lamadiambil sebagaisumberinspirasi fundamental bagipemikiran politik Baratmodem. HalIni tidakberarti bahwaBaratsudah berada pada posisi yangtepat untukmenelusun banyak unsurwarisan demokratisnya hanya kepadaAthena saja;sebab, bagaimana ditemukanolehpenelifan historis danarkeologis akhir-ahkir ini, beberapa diantara pembaharuan-pembaharuan (inovasi)politikyang pokok, balk konseptual maupun inst'tusionai dari tradisi politik Baratdapatditelusuri padaperadaban-peradaban diTimur. Masyarakat negara-kotaatau polls, misalnya, terdapatdiMesopotamia lamasebelumlamuncul di Barat.Namun demikian, cita-cita politik Athena—persamaan antarwaiga negara, kebebasan,penghormatan terhadap hukum dankeadilan—telah diambil secarakeseluruhan bagi pemikiran politik Baratdankarenaalasaninilah makaAthena merupakan titiktolakyangbermanfaat UhatDavis Held, Democracyand TheGlobal Order. From Modem Sate to Cosmopolitan Govemance, Polity Press, 1995.Demokrasidan TatananGlobal, dariNegara Modem hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Penerjemah Damanhuri, (Pustaka Pelajar,Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2004), him. 6.

Menurut penuiis, dalam memformulasikan teori kita harus konsisten dantepatteori. Yang terpentingadalah adanyakeserasian teori, seperti yangsudahdigariskan dalam ilmu perundang-undangan, dalam halmembuat aturan perundang-undangan atau peraturan hukum lainnya, sehingga roh dari sistem teori atau

65

Page 17: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Kekuatan Hukum (Legal Power) SistemReferendum dalam Pemberhentian

Kepaia Daerah di Era Demokrasi.

Secara jelas bahwa kekuatan hukum[constitutional of power) atau landasankonstitusi dalam menerapkan sistem referendum terhadap proses pemberhentian KepaiaDaerah adaiah berlandaskan pada teoridemokrasi konstitusional (constitutional democracy) adaiah terdapat dalam Pasal 1 ayat2 DUD 1945 hasil amandemen dan yaitu LIUNo. 32 Tahun 2004 pada Pasal 24 ayat 5.Kedua pasaltersebut merupakan teksnormatifyang dijadikan landasan tafslran dalammenerapkan sistem referendum.^

Pasal 1 ayat2 dan Pasal24 ayat 5 UUD1945 tersebut, mengandung nilai-nilai dan ruhdemokrasi murni atau demokrasi secara

langsung (direct democracy) khususnya dalamsistem pemilihan Kepaia Daerah. Asumsi yangdibangun setelah panjang lebar dalammengkaji (Lihat Bab II) tentang terori-teoridemokrasi khsususnya teori mekanismedeniokratis dalam sistem pemilihan, makapenulis mengambil sebuahtafsiran bahwa teori"demokrasi secara langsung/d/recf democracy"

dan "demokarsi secara tak langsung"mempunyai ruang dan sistem nilai yangberbeda. Demokarsi secara langsungmemprioritaskan kedaulatan memilih secaraotonom ditangan rakyat tanpa di wakilkan olehparlemen (lembaga formal), sebagai contoh kitalihat padapenerapan pemilihan yang dilakukanpada pemilihan 2004 (Pilpres, SBY-Kalla) rakyatsendiri yang menentukan, bukan anggotaparlemen (DPR), jadi dalam hal ini legitimasikekusaan presiden langsung dari rakyat, tanpaDPR. Sistem ini jugaditerapkan dalam Pilkada,dengan mekanisme pemilihan secaralangsung. Jika dibandingkan dengan sistem"demokrasi taklangsung", yang menganut teoribahwa kedaulatan memilih adaiah di tangananggota parlemen (DPRD), maka secara jelasjugadapatdisimpulkan juga bahwa corak dansistem pemilihan secara susbstantif sangatjauh berbeda sekali. Sebab yang satu langsungdari rakyat (pemegang murni demokrasi).sedangkan yang satu dilakukan oleh anggotaparlemen (diwakilkan dari pemegang murnidemokrasi), konsep Inilah menjadi salah satujustifikasi teoritik-konstitusional, bahwa tipekedua teori tersebut mempunyai ruang lingkupkosepsi dan sistem yang berbeda. Adaiah hal

konsep dalam membuat aturan tersebut tidak kontradiktif dalam suatu batang tubuh, atau aturan-aturan yangtidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi secara hirarkhis. Sistem pemberhentian (impeachment)kepaia daerah dalam UU No.32 tahun 2004, masih mempunyai sistem yang kontradlkitifdan adanya kejanggalanteoritls, khususnya berkenaan dengan teori nilai demokrasi itu sendiri. Sistem pemilihan kepaia daerah tidakmemakai sistem pemilihan demokrasi langsung secara mumi (democration substantive), akan tetapi sistemdemokrasi yang diterapkan dalam UU No. 32tahun 2004, memakai sistem yang disebut "quasidemocracy",atau demokrasi campuran. Akan tetapi menurut penulis ada hal-hal yang harus dirumuskan kembali tentang teoriatau sistem demokrasi, khususnya dalam pemberhentian kepaia daerah, yaitu dalam proses keikutsertaanrakyat (referendum) atau pemberhentian langsung oleh rakyat. Sebab dengan adanya sistem ini maka roh daridemokrasi yang diinginkan konstitusi, sebagai hasil amandemen ke empat akan terealisasi.

Sistem referendum ini merupakan sistem formal dalam ilmu negara dan ilmu polilik, yang merupakanbagian dari sistem pemerintahan negara, di samping sistem Presidensial, dan parlementer. Lihat Moh. MahfudMD, Dasardan StniklurKatalanegaran Indonesia,{Ull Press, Yogyakarta), him. 83

66 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARI2006; 50-68

Page 18: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

Hakim. Sistem Pemberhentian (Impeachment) Kepala Daerah...

yang logis, jika dalam sistem pemilihan denganmemakal konsep perwakilan, penerapansistem pemberhentian "Kepala Daerah"digunakan juga sistem pemberhentian denganmemakai sistem perwakilan. Yaitu kekuasaanmutlak dl tangan anggota parlemen (DPR)atau lembaga formal lainnya, dan bukan dltangan rakyat langsung, sebab dalam teoriperwakilan (demokrasi prosedural) kekuatanrakyat tidak menjadi prioritas, tapiyang priorltasadalah di tangan DPR. Dan hak rakyatlangsung dalam teori tidak menjadi agendakonstitusional untuk diundangkan.

Secara logika, jika penerapan sistempemberhentian "Kepala Daerah" langsung ataupemungutan suara langsung "Referendum'dllakukan oleh rakyat, dan bul^n oleh lembagaperwakilan atau dalam sistem kita yang berhakadalah DPR, MA, Presiden, Mendagri atauGubemur untuk Bupati dan Walikota. Secarateoritis sistem ini sangat bertentangan dengannilai-nilai pemilihan langsung oleh rakyat(demokrasi langsung). Dengan melihat landasan"kons&usionar6emokias\ tersebut, yaknl bahwareferendum merupakan mekanisme legal danideal yang harus diterapkan dalam "sistempemberhentian kepala daerah dl era pemilihansecara langsung".

Usulan adanya penerapan sistempemberhentian kepala daerah denganmemakai sistem "referendum" tersebut adalah

merupakan tugas dan menjadi PR juga bag!para ahli hukum tatanegara, politisi danpembuat undang-undang (legislatif), untuk dljadikan bahan renungan dalam memformatkembali sistem ideal demokrasi langsung diera reformasi ini, khususnya dalam sistempemberhentian kepala daerah (Pilkadal)ataupun dalam sistem pemberhentian f/m-peachment) kepala negara (Pilpres).

SImpulan

Sistem pemberhentian (Impeachment)yangditerapkan dalam UU No.32 tahun2004,tersebut masih menggunakan mekanismerepresentatif atau demokrasi secara taklangsung (Indirect democratlon) yang bersifatsentralistik, sistem ini tidak sesuai dengan nila-nilai demokrasi langsung. Untuk Itu, referendum merupakan mekanisme legal dan. idealyang harus diterapkan dalam "sistempemberhentian kepala daerah dlera pemilihansecara langsung".

Daftar Pustaka

Affan Gaffar. 2000. Politik Indonesia, TransisiMenuju Demokrasi, ctk.Kedua, PustakaPelajar, Yogyakarta.

Agung Djojosoekarto (ed), PemilihanLangsung Kepala Daerah,Transformasi Menuju DemokrasiLokal, diterbitkan oleh Asoslasi DPRDKate Seluruh Indonesia bekerjasamadengana Konrad Adenauer-Stlftung

Agun Gunandjar Sudarsa, Latar BelakangLahirnya UU No. 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan DaerahKhususnya Mengenal Pilkada. Tu/zsanini disampaikan dalam SeminarNasional Pilkada Vrgengsl PemilihanKepala Daerah Secara Langsung danProblematikanya'diAuditorium KampusII Unlversitas Ahmad Dahlan (UAD)Yogyakarta^, Sabtu 04 Desember 2004

David Held. 2004. Democracy and The GlobalOrder; From Modem Sate to Cosmopolitan Governance, Polity Press, 1995.Demokrasi dan Tatanan Global, dariNegara Modem hingga Pemerintahan

67

Page 19: tetiga sudah tidak menganut iagi sistem asMangsung (direct

KosmopoJitan, Penerjemah Damanhuri,Ctk. Pertama, PustakaPelajar, Yogyakarta

JeffHaynes. 2000. Demokrasi danMasyarakatSipil di Dunia Ketiga, OborIndonesia,Jakarta.

Joko J. Prihatmo. 2005. Pemllihan KepalaDaerah Langsung Filosofi, Sistem danProblem Penerapan di Indonesia,Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Novel All, Amandemen UUD 1945 sebagaiPrasyarat Menuju Civil Soceity,Makalah Seminar Nasional "Meng-kritisi Sakralisme Konstitusi dan

Kekuasaan Sebagai Upaya PenguatanCivil Society" Kamis, 23 September1999 GedungAula I IAIN Suanan KaliJaga Yogyakarta. Seminar Ini jugadiikuti langsung penulis.

Moh. Mahfud MD, 1993. Dasar dan StrukturKetatanegaraan Indonesia, PenerbitUIIPress, Yogyakarta1999. Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi

ctk. Pertama, Gama Media bekerjasamadengan Yayasan Adikarya IKAPI danThe FordFundation, Yogyakarta

Miriam Budiardjo. 1995. Dasar-dasar llmuPolitik, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Padmo Wahjono. 1985. Masalah Ketata-negaraanIndonesia Dewasa ini, ctk. Kedua,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soerjorio Soeakanto. 1986. PengantarPenelitian Hukum, ctk. Ketiga, 1986, illPress, Jakarta.

Sunyoto Usman, Otonomi Daerah,Desentralisasi dan Demokratisasi,dalamJumal Unisia, No. 46/XXV/III/2002,Universitas Islam Indonesia.

Benget SHitonga, "Pilkada dan PembajakanDemokrasi", Kompas (Jakarta) 21Februan 2005.

Budiarto Danujaya, "Demokrasi dan Limit",opini Kompas, Selasa, 15 November2005.

MahfudMD, Kontrollah Kekusaan Presiden SejakSekarang, hasil wawancara denganKompas, dimuat tanggal 13 Mei 1999.

Arbi Sanit, Tentang RevisI UU Otda: Jangan-Kembalikan Sentralisasi Kekuasaan

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/News/2004/08/26/index.html, 26Agustus 2004

http://www.andaGlub.8m.com/berita4.htmUUD 1945, Perubahan Pertama, Kedua dan

Ketiga dalam satu Naskah, MediaPresindo,Yogyakarta, 2004

UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang PemenntahanDaerah.

UU. No.23 Tahun 2003 Tentang PemilihanPresiden dan Wakil Presiden.

PP. No. 6 Tahun 2005 Tentang Juklak UU. No.32/2004.

68 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL. 13 JANUARI2006; 50-68