the danger of plastic bag

31
Fitria Istikara 1306367883

Upload: fitria-istikara

Post on 08-Apr-2017

161 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: The Danger of Plastic Bag

Fitria Istikara

1306367883

Page 2: The Danger of Plastic Bag

1

BENARKAH KANTONG PLASTIK BERBAHAYA BAGI LINGKUNGAN?

Sadarkah bahwa material plastik telah menjadi bagian yang sangat erat dari kehidupan manusia sehari-hari? Banyak sekali barang atau benda yang terbuat dari material plastik yang digunakan oleh manusia dalam kegiatannya sehari-hari. Barang-barang tersebut seperti sikat gigi, piring plastik, botol kemasan air mineral, dan bahkan plastik ditemukan sebagai salah satu komponen pembuat barang elektronik seperti handphone. Plastik telah menjadi material yang sangat bermanfaat dan serbaguna dengan berbagai aplikasi (European Comission, 2011). Material plastik terus diproduksi dan dikembangkan demi memenuhi fungsi yang lebih kompleks dan spesifik untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun apakah penggunaan material plastik ini aman bagi lingkungan? Menurut PlasticsEurope (Association of Plastics Manufactures), material plastik ini digunakan dalam berbagai bidang yaitu bangunan dan konstruksi, transportasi, pengobatan dan kesehatan, kelistrikan dan elektronik, pertanian, olahraga, dan packaging. Dari kesemua penggunaaan tersebut, penggunaan plastik yang sedang mendapat perhatian khusus dan telah menjadi isu global beberapa tahun belakangan ini karena telah diketahui beberapa dampak negatifnya terhadap lingkungan adalah penggunaan material plastik sebagai kantong plastik.

Kantong plastik ditemukan oleh Gustaf Thulin Sten pada tahun 1960 dan pada tahun 1965 idenya mendapatkan U.S. patent dimana idenya tersebut disebut sebagai “The T-shirt plastic bag”. Sejak saat itu, penggunaan kantong plastik sebagai grocery bag atau retail bag yang berfungsi untuk membawa berbagai barang belanjaan dan barang lainnya pun mulai meluas. Di beberapa Negara penggunaan kantong plastik ini setiap tahunnya cenderung meningkat, namun terdapat pula Negara yang peng gunaan kantong plastiknya menurun. Sebagai contoh, penggunaan kantong plastik di Negara Inggris pada tahun 2006 sebesar 12,2 milyar kantong plastik dan angka ini terus menurun hingga tahun 2009 yaitu sebesar 7,2 milyar, namun angka ini kembali naik sebesar 7,6 milyar pada tahun 2010 dan terus meningkat hingga 8,5 milyar pada tahun 2014 (The Guardian, 2015). Sementara di Negara Australia pada tahun 2002, digunakan sebanyak 7 milyar kantong plastik yang terdiri dari 6 milyar kantong plastik jenis HDPE dan 900 juta jenis LDPE dimana angka 7 milyar ini setara dengan 2% atau 36.850 ton dari total plastik yang digunakan di Australia setiap tahunnya (Australian Bureau of Statistics, 2006). Di Negara Amerika, 30 milyar kantong plastik digunakan tiap tahunnya yang berarti sebanyak setengah juta kantong plastik digunakan setiap menitnya (Thurston County Solid Waste, 2012).

Universitas Indonesia

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Produksi Plastik Di Dunia Untuk Tahun 1950 s/d 2012

Sumber: PlasticsEurope

Page 3: The Danger of Plastic Bag

2

Berdasarkan Plastic Bags Fact Sheet yang dikeluarkan oleh Earth Policy Institute pada 16 Oktober 2014, penggunaan kantong plastik di dunia mencapai 1 triliun setiap tahunnya dimana sekitar 2 juta kantong plastik digunakan setiap menitnya. Sementara produksi plastik untuk jenis apapun (tidak hanya kantong plastik) di seluruh dunia, mulai tahun 1950 sampai dengan 2012, produksinya terus meningkat. Pada tahun 1950 diproduksi sebanyak 1,7 juta ton plastik dan pada tahun 2012 sebanyak 288 juta ton plastik (lihat gambar 1). Negara China menempati urutan pertama sebagai Negara dengan produksi material plastik terbesar di seluruh Negara dengan presentase sebesar 24,8%, sementara urutan kedua diduduki oleh Negara Eropa dengan presentase sebesar 20%, kemudian disusul oleh NAFTA 19,4%, Asia lainnya 16,4%, timur tengah 7,3%, Amerika latin 4,8%, Jepang 4,4%, dan CIS sebesar 2,9% (PlasticsEurope, 2015). Sayangnya, penggunaan kantong plastik yang mempermudah kehidupan manusia dalam membawa berbagai barang ataupun untuk keperluan lainnya berubah menjadi sebuah ancaman bagi lingkungan hanya dalam beberapa puluh tahun setelah penemuannya pada tahun 1960 karena kantong plastik ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan bumi yang mempengaruhi mahluk hidup dan komponen abiotik di dalamnya. Oleh karena itu masyarakat dunia sudah seharusnya dapat mengurangi penggunaan kantong plastik serta menggunakannya secara bijak untuk meminimalisasi dampak negatifnya.

Jika dilihat dengan menggunakan konsep Driver - Pressure – State – Impact – Response (DPSIR), produksi dan penggunaan kantong plastik yang cenderung meningkat didorong oleh (driver) jumlah penduduk dunia yang terus bertambah. Penduduk atau manusia masa kini umumnya memiliki perilaku konsumtif, aktivitas jual beli barang maupun jasa terus dilakukan dimana dalam aktivitas tersebut biasa digunakan kantong plastik sebagai alat untuk membawa barang belanjaan yang telah dibeli. Oleh karena hal tersebut, muncul tekanan (pressure) berupa meningkatnya proses manufaktur kantong plastik. Kantong plastik terus diproduksi oleh para produsen dimana kelestarian dan keselamatan lingkungan tidak menjadi prioritas penting dalam proses produksinya bahkan mungkin tidak dipikirkan sama sekali. Kemudian munculah berbagai permasalahan lingkungan (state) akibat kantong plastik ini, seperti pencemaran udara, tanah (darat), air permukaan, dan laut. Setiap State tersebut mengakibatkan banyak sekali dampak (impact) negatif terhadap lingkungan seperti matinya beberapa spesies hewan laut dan burung laut, meningkatnya jumlah CO2 yang berujung pada kenaikan suhu bumi, sumber daya alam tak terbarukan semakin menipis, bencana alam seperti banjir, masalah kesehatan, dll. Dampak ini tidak terjadi hanya pada salah 1 siklus hidup kantong plastik namun terjadi pada seluruh tahapannya mulai dari proses ekstraksi bahan baku hingga akhir hidupnya (end of life). Akibat dampak negatifnya tersebut, banyak pihak-pihak yang menyatakan kontra terhadap penggunaan kantong plastik sebagai suatu bentuk response.

Pihak yang kontra terhadap kantong plastik merupakan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan yang umumnya datang dari para aktivitis lingkungan maupun masyarakat. Pihak kontra menentang keberadaan kantong plastik karena kesadarannya atas bahaya yang dibawa oleh kantong plastik ini sepanjang siklus hidupnya. Plastik sendiri terbuat dari polyethylene (PE) dimana PE ini adalah polimer yang terdiri dari ikatan atau rantai panjang dari monomer ethylene. Jenis PE yang umum digunakan sebagai pembuat kantong plastik ada 3 yaitu High Density Polyethylene (HDPE), Low Density Polyethylene (LDPE), dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) (Lajeunesse, 2004). Jenis kantong HDPE biasa didapatkan ketika berbelanja di pasar maupun

Universitas Indonesia

Page 4: The Danger of Plastic Bag

3

supermarket, sementara kantong plastik jenis LDPE memiliki fisik yang lebih tebal dan mengkilat dimana biasa didapatkan ketika berbelanja di boutique dan department store (Planet Ark, n.d.).

Umumnya, hampir semua jenis kantong plastik tidak bisa terurai secara biologis (non-biodegradable) namun mereka tetap dapat terdegradasi. Saat terjadi degradasi, kantong plastik ataupun sampah plastik lainnya hanya hancur menjadi serpihan atau fragmen-fragmen plastik dengan ukuran yang sangat kecil yang disebut sebagai “microplastic”. Karena plastik ini merupakan material yang tergolong baru dimana belum diketahui secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk terdegradasi, namun dari berbagai sumber dikatakan bahwa kantong plastik diestimasi membutuhkan ratusan hingga ribuan tahun untuk terdegradasi. Kantong plastik dapat membutuhkan waktu hingga 1000 tahun agar dapat terdegradasi (Mangizvo, 2012). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk terdegradasi dan sifatnya yang non-biodegradable inilah yang mungkin menjadi permasalahan utama dari kantong plastik, mereka akan tetap berada di lingkungan selamanya walaupun sudah menjadi microplastic, mengakibatkan ancaman, bahaya, dan dampak negatif secara berkelanjutan terhadap lingkungan.

Dampak negatif dari kantong plastik yang pertama adalah penggunaan sumber daya alam tak terbarukan dan besarnya energi yang digunakan. PE pembuat kantong plastik dibuat dari sumber daya alam yang tidak terbarukan seperti selulosa, batubara, gas alam, garam, dan dan tentunya minyak mentah (PlasticsEurope, n.d.). Dari semua bahan mentah tersebut, minyak mentah perlu diproses lebih lanjut karena terdiri dari campuran yang kompleks dari ribuan senyawa. Minyak mentah tersebut diekstraksi dari dalam bumi lalu dilakukan proses distilasi untuk mendapatkan fraksi minyak mentah dimana fraksi nafta menjadi elemen penting untuk produksi plastik. Selanjutnya hasil distilasi dibuat menjadi ethylene kemudian dipolimerosasi dan disempurnakan menjadi material yang dapat digunakan untuk membuat plastik. Selanjutnya minyak melalui reaksi kimia dimana minyak yang berbentuk cairan diubah menjadi plastik yang berbentuk padat yang kemudian dibuat menjadi butiran-butiran plastik (pellet). Butiran plastik ini dibuat menjadi lapisan-lapisan plastik menggunakan suhu tinggi kemudian dengan menggunakan blower lapisan diubah menjadi kantong plastik. Jika produksi kantong plastik terus dilakukan, maka ekstraksi bahan baku akan terus berlanjut yang dapat menyebabkan menipisnya sumber daya alam tak terbarukan bahkan mungkin dapat berujung pada kelangkaan dalam beberapa tahun lagi jika ekstraksi ini tidak dibatasi pada batas yang aman dan tidak diiringi dengan pemeliharaan dan pemulihan lingkungan.

Berdasarkan Institue For Lifecycle Environmental Assessment (1990), dalam menilai energi yang digunakan untuk produksi tas belanja, semua elemen dipertimbangkan yaitu energi yang digunakan saat transportasi, ekstraksi bahan baku, pemrosesan, dan energi yang terdapat dalam bahan baku, semuanya dikonversi dalam satuan energi yaitu kilojoule (kJ). 2 kantong plastik membutuhkan 990 kJ gas alam, 240 kJ minyak bumi (petroleum), dan 160 kJ batu bara (Institue For Lifecycle Environmental Assessment, 1990). Minyak yang digunakan dalam produksi plastik mengambil sebanyak 4% produksi minyak dunia (Equinox Center, 23 Oktober 2013). Selain banyaknya bahan mentah yang digunakan, kantong plastik juga membutuhkan energi yang besar seperti untuk mengoperasikan unit atau mesin pada pabrik manufaktur kantong plastik. Produksi 1 buah kantong plastik HDPE, membutuhkan energi sebesar 0,48 MJ (Clean Up Australia, 2015). Sebagai perbandingan, bahan bakar yang digunakan mobil untuk

Universitas Indonesia

Page 5: The Danger of Plastic Bag

4

menempuh jarak 1 km adalah 4,18 MJ yang setara dengan 8,7 kantong plastik (NOLAN ITU, 2002).

Dampak negatif yang ke-2, yang mungkin paling banyak dibahas dalam berbagai laporan, jurnal, ataupun artikel lokal bahkan internasional adalah dampak kantong plastik terhadap ekosistem dan kehidupan laut. Kantong plastik menempati urutan ke-6 sebagai sampah yang paling banyak dikumpulkan dari lautan dimana urutan lengkapnya mulai dari urutan ke-1 s/d ke-10 adalah puntung rokok, bungkus makanan, botol plastik kemasan air mineral, tutup botol, sedotan, kantong plastik (grocery bag), botol kaca, kantong plastik lainnya, kantong kertas (paper bags), dan kaleng minuman (International Coastal Cleanup dan Ocean Conservancy, 2014). Yang mengejutkan adalah Indonesia merupakan Negara yang menyumbangkan sampah plastik lautan terbanyak ke-2 dari seluruh Negara dengan presentase sebesar 10,5% (Ocean Summit, 2015). Sampah laut diestimasi sebanyak 80% berasal dari daratan dan 20%nya berasal dari lautan (Greenpeace, n.d.). Dampak negatif dari kantong plastik maupun sampah plastik lainnya yang berada di lautan umumnya dapat menyebabkan tersangkutnya hewan laut, termakan dan masuk ke dalam pencernaan hewan laut, serta membahayakan terumbu karang. Sampai saat ini terdapat sebanyak 267 spesies yang tersangkut ataupun memakan sampah plastik yang terdiri dari 86% kura-kura laut, 44% burung laut, 43% mamalia laut dan beberapa jenis ikan serta crustacean (Laist, 1997; Greenpeace, n.d.).

Sampah laut diketahui dapat melukai atau membunuh mamalia laut, kura-kura laut, dan burung laut akibat mereka terjerat atau terperangkap di dalam sampah laut tersebut. Sampah tersebut umumnya berupa jaring dan tali penangkap ikan, monofilamenet lines, six-pack rings, dan packing strapping bands (Sheavly, 2010). Akibat tersangkut pada sampah lautan, hewan laut dapat mati akibat tenggelam, mati lemas, ataupun tercekik. Sebagai contoh, segel plastik dari botol plastik kemasan air mineral dapat tersegel di leher anak anjing laut dan terus tersegel hingga mereka dewasa, mengakibatkan mereka tercekik dan pembuluh darahnya tertekan. Belitan dari sampah laut juga dapat mengurangi kemampuan hewan laut dalam berenang sehingga mereka kesulitan untuk mencari makan dan melarikan diri dari para predatornya. Sebanyak 32 spesies mamalia laut, 51 spesies burung laut, dan 6 spesies kura-kura laut yang menderita akibat tersangkut sampah plastik (Greenpeace, n.d.).

Kantong plastik dan sampah laut lain seperti jaring penangkap ikan dapat membahayakan terumbu karang dan organisme laut. Kantong plastik dan jaring-jaring ikan ini tersangkut pada terumbu karang, kemudian akibat adanya arus laut lama kelamaan jaring ini mengakibatkan hancurnya atau pecahnya bagian terumbu karang yang disangkutinya. Lalu jaring yang telah lepas bersamaan dengan terumbu karang sebelumnya akan menyangkut pada terumbu karang yang lain dan proses ini terus berulang hingga jaring cukup berat untuk tenggelam akibat banyaknya terumbu karang yang terperangkap di dalam jaring (NOAA, 2005). Alat tangkap ikan yang telah terlantar ataupun dibuang oleh para nelayan juga dapat melanjutkan fungsinya untuk menangkap organisme laut dengan sendirinya seperti ikan dan crustacean sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri dan menyebabkan kematian, proses ini disebut sebagai ghost fishing (NOAA, 2015). Sebagai contoh, jaring penangkap ikan sepanjang 1500 meter ditemukan telah menjaring sebanyak 99 burung laut, 2 ikan hiu, dan 75 salmon dimana jaring ini diestimasi telah berada di lautan selama 1 bulan dan telah menempuh jarak sejauh 60 mil (U.S. EPA, 1992; Greenpeace, n.d.). Ghost fishing akhirnya dapat menyebabkan kerugian ekonomi dimana ikan yang terperangkap tersebut seharusnya dapat ditangkap dengan semestinya dan dijual. Akibat ghost fishing ini diestiamsi

Universitas Indonesia

Page 6: The Danger of Plastic Bag

5

sebanyak 18,1 ton monkfish tertangkap setiap tahunnya oleh jaring penangkap ikan dimana angka ini merepresentasikan sebesar 1,46% dari penagkapan monkfish komersial di laut Cantarabian di utara Spanyol (Sancho et al, 2003).

Sampah lautan terutama kantong plastik dapat termakan oleh beberapa hewan laut seperti kura-kura laut dan mamalia laut. Para hewan laut tersebut salah mengira bahwa kantong plastik tersebut adalah makanan mereka karena visualisasinya yang melayang dan bergerak bebas di lautan yang sangat mirip dengan ubur-ubur. Kantong plastik dan sampah laut lainnya dapat tersangkut dan menutupi tenggorokan ataupun saluran pencernaan hewan laut sehingga menyebabkan kelaparan dan kekurangan gizi. Selain itu kantong plastik dan sampah laut lain yang termakan lama kelamaan dapat terakumulasi di dalam saluran pencernaan sehingga memberikan rasa kenyang. Akibatnya, hewan laut berhenti untuk mencari makanan kemudian mengakibatkan kelaparan dan berujung pada kematian secara perlahan. Autopsi pada seekor paus kecil (Minke whale) di pantai Normandia menemukan sebanyak 800 gram kantong plastik dan packaging lainnya di dalam perutnya (Marine Conservation Society, n.d.). Kemudian terdapat uji lain yang dilakukan pada 106 lumba-lumba Franciscana yang tertangkap secara tidak sengaja oleh para nelayan di pantai utara Argentina, diketahui 28% dari lumba-lumba tersebut memiliki sampah plastik di perutnya, namum tercatat tidak terjadi penyumbatan pada saluran penceranaan mereka (Denuncio et al, 2011; European Comission, 2011). Dampaknya tidak berhenti hanya sampai disitu saja, ketika hewan laut ini mati, mereka akan terdekomposisi dan material plastik yang ada dalam saluran pencernaan mereka akan dilepaskan kembali ke lingkungan yang dapat dimakan kembali oleh hewan lainnya (Ellis et al, 22 Desember 2005).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kantong plastik dan sampah plastik lainnya dapat terdegradasi dan berubah menjadi microplastic. Di lautan, sampah plastik umumnya dikategorikan menjadi macroplastic dengan diameter lebih dari 20mm, mesoplastic dengan diameter 5-20 mm, dan microplastic dengan diameter lebih kecil dari 5 mm (European Comission, 2011). Sementara berdasarkan GESAMP (2015), microplastic ini memiliki ukuran partikel sekitar 1 nm s/d 5 mm. Penyebab utama terjadinya degradasi pada plastik di luar ruangan adalah radiasi sinar ultraviolet yang memfasilitasi degradasi oksidatif polimer (Andrady et al, 1998; GESAMP, 2015) kemudian pembentukan microplastic di lautan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sifat dari polimer. Selama tahap degradasi, sampah plastik akan menjadi tidak berwarna, menjadi retak pada permukaannya, dan menjadi lemah serta rapuh akibat waktu. Kemudian akibat adanya gaya mekanik seperti angin, gelombang laut, gigitan hewan, dan aktivitas manusia, plastik ini akan hancur menjadi fragmen plastik yang lebih kecil (GESAMP, 2015). Di lautan, air menyerap dan menyebarkan sinar ultraviolet sehingga plastik yang mengapung di permukaan air akan lebih cepat terdegradasi atau hancur, sementara plastik yang berada di kedalaman tertentu dan di dasar laut akan hancur lebih lama akibat tidak adanya radiasi sinar ultraviolet dan temperatur yang lebih dingin (European Comission, 2011).

Microplastic dapat menyebabkan beberapa hal, pertama, meyebabkan paparan eksternal terhadap permukaan tubuh organisme laut. Microplastic yang tadinya berada di luar, dapat masuk ke dalam tubuh organisme laut melalui insang. Ke-2, microplastic juga dapat termakan dan tercerna oleh organisme laut seperti burung laut, mamalia laut, ikan, dan invertebrata seperti kerang. Ke-3, microplastic yang telah termakan dan masuk ke dalam tubuh, dapat bergerak dari usus menuju sistem peredaran darah dan kemudian tertahan atau tersimpan pada jaringan dan organel organisme laut. Ke-4,

Universitas Indonesia

Page 7: The Danger of Plastic Bag

6

microplastic ini dapat masuk ke dalam rantai makanan. Sebagai contoh, ikan kecil secara tidak sengaja memakan microplastic, lalu ikan yang lebih besar memakan ikan kecil tersebut, kemudian ikan tersebut ditangkap dan dikonsumsi oleh manusia. Lalu dampak yang ke-6, microplastic dapat bertindak sebagai vektor penyebar bahan kimia. Microplastic di lautan membawa bahan kimia yang dapat dianggap sebagai kontaminan dimana bahan kimia tersebut berasal dari 2 sumber (Teuten et al, 2009; GESAMP 2015). Sumber yang pertama berasal dari kandungan plastik itu sendiri seperti bahan additive, monomer, dll. Ke-2, kontaminan berupa senyawa hidrofobik dan logam yang bersumber dari lingkungan laut sekitar, kontaminan ini dapat menempel pada microplastic kemudian dibawa dan disebarkan ke lingkungan yang lebih jauh. Kontaminan yang dibawa termasuk persistent organic pollutants (POPs) seperti PCBs, DDT, dan bisphenol-A yang mengganggu fungsi endokrin (KIMO, 2010).

Selain dampak kantong plastik dan sampah laut lain terhadap ekologi lautan, terdapat cukup banyak pembahasan mengenai dampak sosial dan ekonominya yang lebih mengarah pada sektor wisata pesisir dan laut. Pesisir dan lautan merupakan lokasi wisata yang banyak dikunjungi para wisatawan karena keindahan alamnya dan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan. Berdasarkan KIMO (2010), pantai, pesisir, dan laut ini dapat digunakan untuk berbagai aktivitas rekreasi yang berbeda seperti berenang, menyelam, memancing, dan berbagai olahraga air. Namun sayangnya keberadaan sampah lautan ini menyebabkan lokasi wisata terlihat kotor dan kumuh sehingga mengurangi sisi estetika atau keindahan suatu lokasi wisata serta mengganggu kenyamanan para wisatawan. Hal tersebut mengakibatkan penurunan minat dan kunjungan wisatawan karena umumnya kebersihan lingkungan merupakan prioritas penting bagi seseorang dalam memilih lokasi wisata untuk dikunjungi. Akumulasi sampah di pantai dan pesisir ini pun kemudian memiliki dampak ekonomi yang serius terhadap komunitas masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata (UNEP, 2011). Dalam kasus yang lebih ekstrim, sampah laut dapat menjadi alasan dari penutupan sebuah pantai seperti kasus di New Jersey dan New York pada tahun 1988 (KIMO, 2010), tentunya akibat hal tersebut banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Selain itu terdapat dampak ekonomi secara langsung akibat sampah lautan ini yaitu peningkatan biaya yang dikeluarkan untuk membersihkan sampah (termasuk pengumpulan, pemindahan, dan pembuangan), sebagai contoh

Universitas Indonesia

Gambar 2. Beberapa Dampak Negatif Dari Sampah Laut (Marine Debris)

Sumber: Ocean Summit 2015

Page 8: The Danger of Plastic Bag

7

Negara Inggris menghabiskan sekitar €18 juta setiap tahunnya untuk membersihkan sampah laut (KIMO, 2010). Sampah laut juga dapat menyangkut pada baling-baling kapal, menyumbat katup, dan merusak lambung kapal (ACZISC, 2012) sehingga tentunya terdapat biaya tambahan untuk perbaikan kapal. Di Negara Inggris pada tahun 2008, terdapat 286 penyelamatan terhadap kapal yang rusak akibat baling-balingnya tersangkut sampah laut dan menghabiskan biaya sebesar €830.000 s/d €2.189.000 (KIMO, 2010).

Dampak negatif kantong plastik yang ke-3 adalah pencemaran tanah. Kantong plastik yang tertimbun ataupun sengaja ditimbun dalam tanah dapat menciptakan suatu lapisan isolasi yang menjaga air tetap berada di atas tanah dan dapat mencegah air hujan ataupun pupuk untuk menyerap ke dalam bagian tanah yang lebih dalam (Sharjah City Municipality, n.d.). Selain itu, kantong plastik dapat menghalangi biodegradasi dari material di sekitarnya akibat dari waktu degradasinya yang sangat lama. Di Negara Yaman, selain memberikan pemandangan yang buruk bagi lingkungan, kantong plastik juga menyebabkan pencemaran tanah, membunuh tanaman serta hewan (Moharam et al, 2014). Kantong plastik yang berakhir dan tertimbun di tanah ternyata juga dapat menyebabkan permasalahan yang serius terhadap pertanian. Karena kantong plastik tidak terurai atau membusuk, mereka tetap berada di tanah pertanian dan menghalangi pertumbuhan tanaman. Dampak negatif paling signifikan dari kantong plastik terhadap pertanian adalah berkurangnya kesuburan tanah, penurunan fiksasi nitrogen, hilangnya nutrisi di dalam tanah, penurunan jumlah tanaman panen, mempengaruhi flora dan fauna di dalam tanah, dll (Jalil et al, 2013). Walaupun kantong plastik ini tipis, namun akar tanaman tidak dapat menembusnya untuk bergerak di dalam tanah dan mencari nutrisi.

Dampak negatif ke-4, kantong plastik memiliki kontribusi pada pencemaran udara yang berupa bahan kimia beracun dan CO2. Manufaktur, transportasi, dan

pembuangan kantong plastik menghasilkan emisi greenhouse gas (GHG), pengasaman atmosfer, dan mempengaruhi ozon (ICF International, 2010). Dari berbagai sumber diketahui bahwa pembakaran kantong plastik dan sampah palstik lainnya menghasilkan polutan udara. Polutan itu seperti karbon monoksida, dioksin dan furans, Polynuclear Aromatic Hydrocarbons (PAHs), Volatile Organic Compounds (VOCs), Particulate Matter (PM), dan aldehid dimana mereka menyebabkan beberapa gangguan kesehatan baik pada manusia maupun hewan serta gangguan terhadap lingkungan (lihat Tabel 1).

Universitas IndonesiaTabel 1. Polutan Yang Dihasilkan Dari Pembakaran Plastik

Sumber: Saskatchewan Ministry of Environment

Page 9: The Danger of Plastic Bag

8

Produksi 2 kantong plastik menghasilkan 1.1 kg polutan udara yang berkontribusi pada hujan asam dan kabut (Institue For Lifecycle Environmental Assessment, 1990; Ellis et al, 2005).

Dampak negatif yang ke-5 berkaitan dengan salah satu sifatnya. Kantong plastik memiliki sifat yang ringan, akibatnya kantong plastik sangat mudah untuk terbawa angin dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh. Kantong plastik ini dapat tersangkut di cabang-cabang pohon, mengisi saluran air, berakhir di jalan, atau berakhir di badan air seperti danau, sungai, dan laut. Di Cape Town, Afrika Selatan, terdapat lebih dari 3000 kantong plastik yang menutupi setiap 1 kilometer jalan yang ada (Mangizvo, 2012). Kantong plastik juga dapat termakan oleh hewan ternak dan anjing, yang berakibat pada komplikasi sistem pencernaan dan gangguan kesehatan, kemudian dapat berujung pada kematian dan kerugian ekonomi terhadap pemiliknya (Adane et al, 2011). Kemudian kantong plastik yang menyumbat saluran air telah meyebabkan banjir bandang di beberapa kota besar maupun pinggiran kota sehingga menimbulkan kerugian keuangan yang tidak terhitung (Jalil et al, 17 Agustus 2013). Di Mumbai, India, pada tahun 2005 terjadi banjir bandang akibat saluran air yang ada tertutup oleh kantong plastik hingga menyebabkan kematian pada 1000 jiwa (Environmental News Network, 2010). Selain it kantong plastik yang menyumbat saluran air dapat menyebabkan air limbah maupun air hujan di dalamnya meluap dan menjadi tempat berkembangnya virus, bakteri, dan serangga (Thurston County Solid Waste, 2012). Saluran yang tersumbat juga dapat menciptakan bau busuk dan habitat yang menguntungkan bagi vektor penyebar penyakit seperti demam berdarah dan malaria (Ellis et al, 2005; Adane et al, 2011).

Dari penjelasan tersebut, diketahui kantong plastik ataupun sampah plastik lainnya memiliki banyak sekali dampak negatif yang serius dan mungkin masih banyak dampak lainnya yang belum teridentifikasi. Bagian terparahnya adalah kantong plastik tidak akan pernah benar-benar hilang dari lingkungan karena sifatnya yang non-biodegradable, mereka hanya dapat terdegradasi menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil, hal tersebut pun diprediksi terjadi dalam waktu ratusan hingga ribuan tahun. Ketika sampah plastik masih berukuran macro hingga plastik ini terdegrasi menjadi microplastic mereka tetap menyebarkan dampak secara terus menerus melalui media penyebaran berupa air, tanah, dan udara. Kemudian hal ini diperparah dengan penggunaan kantong plastik dengan pola sekali pakai oleh para konsumen, menyebabkan akan lebih banyak lagi kantong plastik yang dibutuhkan, diproduksi, digunakan, dan dibuang ke lingkungan.

Dari pengetahuan akan dampak negatif kantong plastik tersebutlah umumnya muncul berbagai pihak yang kontra terhadap kantong plastik. Berbagai aksi dan upaya pun kemudian dilakukan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik demi mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan ataupun untuk tujuan lainnya. Telah tercatat beberapa upaya tersebut seperti pelarangan penggunaan kantong plastik, pajak untuk kantong plastik ketika berbelanja, skema tanggung jawab dari produsen ataupun retailer, kampanye, dan pengenalan jenis kantong plastik lain dan alternatif tas lainnya (Pro Europe, 2010). Setidaknya terdapat 26 negara dan 88 pemerintah lokal yang telah melarang pendistribusian kantong plastik, dan sebanyak 26 negara dan banyak sekali komunitas yang telah memberlakukan pajak untuk mengurangi penggunaan kantong plastik (Thurston County Solid Waste, 2012).

Universitas Indonesia

Page 10: The Danger of Plastic Bag

9

Upaya pertama yang akan dibahas adalah larangan kantong plastik, entah itu manufakturnya ataupun penggunaannya. Salah 1 komponen dari larangan ini adalah adanya biaya lebih per kantong plastik jika konsumen tidak membawa tas (reusable bag) sendiri dari rumah atau mungkin yang lebih umum dikenal dengan pajak. Di San Diego, salah 1 kota di Kalifornia, Negara Amerika Serikat, larangan kantong plastik bersamaan dengan pajak sebesar 10% dapat mengurangi kantong plastik sekali pakai sebesar 86% atau penurunan sebanyak 348 juta kantong plastik setiap tahunnya, selain itu juga terjadi pengurangan energi sebesar 74 juta MJ, emisi CO2 sebesar 6.418 ton, limbah padat sebesar 270.000 kg, sementara terjadi kenaikan untuk konsumsi air sebesar 30 juta galon (Equinox Center, 2013). Pada tahun 2002 di Negara India, manufaktur dan penggunaan kantong plastik dilarang di kota Bombai dalam usaha untuk mengurangi jumlah kantong plastik yang menyumbat saluran air hujan dan menyebabkan banjir (NOLAN ITU, 2002). Namun berdasarkan Earth Policy Institue (2014), larangan kantong plastik ini memiliki implementasi yang kurang baik sehingga larangan ini kurang atau bahkan tidak berjalan di beberapa Negara. Negara Kenya melarang manufaktur dan impor kantong plastik pada tahun 2007, namun ternyata larangan tersebut tidak ditegakkan. Pada tahun 2002 pemerintah Bangladesh melarang manufaktur dan penggunaan kantong plastik di Dhaka dan kemudian di seluruh Bangladesh, karena kurangnya penegakkan larangan maka tidak terjadi penurunan penggunaan kantong plastik yang signifikan.

Upaya yang ke-2 adalah pajak terhadap penggunaan kantong plastik yang dapat mengurangi jumlah kantong plastik yang digunakan oleh para konsumen. Tujuan utama dari pajak ini adalah untuk menghukum konsumen yang memakai kantong plastik dengan maksud agar para konsumen tersebut memiliki kebiasaan untuk membawa reusable bag sendiri (Ellis et al, 2005). Pajak tertua terhadap kantong plastik terdapat di Denmark yaitu pada tahun 1993 yang berlaku bagi para pembuat kantong plastik atau produsen yang membayar pajak berdasarkan berat kantong plastik (Earth Policy Institue, 2014). Tujuan diberlakukannya pajak di Denmark adalah untuk mempromosikan penggunaan reusable bag (NOLAN ITU, 2002). Negara Australia memperkenalkan pajak kantong plastik pada tahun 2003 sebesar 15-30 sen untuk setiap kantong plastik, dalam 2 tahun, konsumsi kantong plastik mengalami penurunan dari 5,95 milyar menjadi 1,92 milyar, selain itu 85% retailer menyadari kode pada produk plastik serta 1 dari 4 retailer benar-benar berhenti menggunakan kantong plastik (Ellis et al, 2005). Pada tahun 1989, Negara Italia memperkenalkan pajak kantong plastik karena kantong plastik di pantai dan laut Italia mengancam kehidupan ikan lumba-lumba yang mungkin dapat mati akibat memakan kantong plastik. Italia memungut 100 lira Italia untuk setiap kantong plastik dimana harga ini lebih mahal dibandingkan dengan pengganti kantong plastik seperti paper bag (Dikgang et al, 2010; NOLAN ITU, 2002).Pada beberapa kasus, pajak ini dapat efektif hanya dalam jangka pendek dan tidak stabil pada jangka panjang. Sebagai contoh, Negara Irlandia telah memperkenalkan pajak terhadap kantong plastik pada tahun 2002 yang dapat menurunkan penggunaan kantong plastik secara signifikan selama 5 tahun pertama yaitu sebesar 95%, namun setelah itu penggunaan kantong plastik kembali meningkat yang kemudian mendorong pemerintah untuk menaikan pajak pada tahun 2007 (Pro Europe, 2010). Namun dibalik hal tersebut, Negara Irlandia merupakan Negara pertama di dunia yang memberlakukan pajak kantong plastik langsung terhadap konsumen di seluruh supermarket, toko, apotek, dan seluruh toko penjualan lainnya (Ellis et al, 2005; Earth Policy Institue, 2014).

Universitas Indonesia

Page 11: The Danger of Plastic Bag

10

Upaya yang ke-3 adalah dengan meningkatkan tanggung jawab para produsen ataupun retailer terhadap kantong plastik. Pada tahun 2006 di Kalifornia dikeluarkan peraturan yang mengharuskan retailer untuk menempatkan tong daur ulang kantong plastik di depan toko, sebagai hasilnya, terdapat kurang dari 5% kantong plastik yang di daur ulang (Thurston County Solid Waste, 2012). NTUC FairPrice, salah 1 supermarket di Singapur memperkenalkan Green Rewards Scheme pada tahun 2007 dimana konsumen yang membawa tas belanja sendiri ataupun memilih untuk tidak menggunanakan kantong plastik akan diberikan uang sebesar 10 sen. Pada tahun 2013 sebanyak 8 juta kantong plastik berhasil disimpan, 9 juta pada tahun 2014, dan sekitar 46,5 juta kantong plastik selama 8 tahun sejak pertama diberlakukannya skema ini. Sementara IKEA, salah 1 toko furnitur Swedia, mulai memberlakukan pajak untuk kantong plastik pada tahun 2007, dan benar-benar tidak menyediakan kantong plastik di kasir pada Maret 2007 (Shah, 2015).

Upaya yang ke-4 terkait dengan kepedulian dan perilaku konsumen terhadap kantong plastik. Banyak sekali masyarakat yang belum sadar terhadap bahaya dan dampak yang dihasilkan oleh kantong plastik. Oleh karena itu salah 1 upaya penting dalam menangani dampak negatif kantong plastik adalah dengan meningkatkan perhatian dan kepedulian konsumen terhadap kantong plastik serta merubah perilaku konsumen melalui edukasi dan dorongan. Di Negara Inggris, pemerintah mendanai kampanye nasional yang dikenal sebagai “Get a bag habit” untuk merubah perilaku konsumen (Pro Europe, 2010). Negara Hong Kong melakukan kampanye “No plastic bag, please” dan melarang para retailer untuk menyediakan kantong plastik secara gratis kepada konsumen (NOLAN ITU, 2002). Para retailer memainkan peran penting dalam merubah kebiasaan konsumen seperti memberlakukan larangan dan pajak terhadap kantong plastik agar konsumen dapat menggunakan lebih sedikit kantong plastik dan menggunakan alternatif tas yang lebih ramah lingkungan.

Upaya-upaya tersebut umumnya dibuat untuk mencegah lebih banyak kantong plastik yang akan digunakan atau sebelum digunakan. Lalu adakah upaya yang dilakukan setelah kantong plastik digunakan atau saat kantong plastik telah menjadi sampah? Daur ulang kantong plastik merupakan salah 1 upaya tersebut. Nyatanya, kantong plastik 100% dapat didaur ulang dan digunakan kembali (RAN, 2008; APBA, n.d.). Namun memang daur ulang cukup sulit dilakukan karena kantong plastik ini sering sekali menyangkut pada fasilitas daur ulang seperti pada proses pemisahan. Umumnya konsumen secara individual membuang sampah kantong plastik ke tempat sampah di depan toko yang menyediakan jasa daur ulang kantong plastik. Hasil daur ulang dapat digunakan untuk membuat kantong plastik baru, produk bangunan, dll yang dapat menghemat energi dan mengurangi konsumsi minyak dunia (Planet Ark, n.d.; Rutan Poly Industries, n.d.). Sayangnya tingkat daur ulang kantong plastik ini masih sangat rendah di berbagai Negara. Di Negara Amerika Serikat pada tahun 2009, plastik HDPE yang terdiri dari bags, sacks, dan wraps dengan berat total 660.000 ton, hanya 40.000 ton yang didaur ulang atau sebesar 6,1%, sementara dari 2 juta ton plastik jenis LDPE/LLDPE hanya 320.000 ton yang didaur ulang atau sebesar 13,4% (U.S. EPA, 2010). Di Kalifornia pada tahun 2009, yang juga merupakan bagian dari Amerika Serikat, dari 53.000 ton kantong plastik yang dikeluarkan oleh retailer untuk para konsumen, sebanyak 1.500 ton yang dikumpulkan dan didaur ulang sehingga tingkat daur ulangnya sebesar 3% (CalRecycle, 2010). Menurut Ellis (2005), tingkat produksi kantong plastik meningkat dengan lebih cepat dibandingkan dengan tingkat daur ulangnya. Kemudian terdapat pula upaya yang memanfaatkan teknologi yang salah satunya dilakukan oleh Akino Ito,

Universitas Indonesia

Page 12: The Danger of Plastic Bag

11

seorang penemu dari Jepang. Ito membuat sebuah teknologi yang dapat menkorversi kantong plastik dan sampah plastik lainnya menjadi minyak kembali untuk skala rumah tangga, mengingat plastik merupakan produk yang terbuat dari minyak bumi. Alat ini disebut sebagai Blest Machine yang diperkenalkan pada tahun 2001. Cara kerjanya adalah dengan memanaskan kantong plastik dan sampah plastik lainnya hingga menjadi cairan dan terus dipanaskan hingga menjadi gas. Gas lalu didinginkan dengan air sehingga didapatkan minyak kembali. Minyak yang dihasilkan dapat dipisah menjadi 3 jenis yaitu gasoline, diesel, dan kerosene.

Yang perlu diperhatikan sebelum memperkenalkan dan memberlakukan upaya-upaya tersebut adalah mengusulkan alternatif tas yang efektif dan praktis serta lebih ramah lingkungan bagi konsumen, dan mempertimbangkan konsekuensi dari upaya penanganan kantong plastik tersebut karena bisa saja para konsumen beralih ke penggunaan tas jenis lain dengan dampak lingkungan yang lebih besar (Pro Europe, 2010). Terdapat beberapa jenis tas alternatif pengganti kantong plastik konvensional yang umum diperkenalkan dan disediakan oleh para retailer di toko-toko dimana tas ini dianggap dan diperkirakan lebih ramah lingkungan. Jenis tas tersebut seperti biodegradable plastic bag, oxo-biodegradable plastic bag, fabric reusable bag, paper bag. Biodegradable plastic bag terbuat dari bahan nabati seperti tepung jagung dan gandum dimana kantong plastik ini dapat terurai atau hancur secara biologis oleh bantuan mikroorganisme dengan keberadaan oksigen (Planet Ark, n.d.). Oxo-biodegradable plastic bag merupakan salah 1 jenis dari biodegradable plastic bag. Jenis kantong plastik ini ditambahkan dengan bahan aditif tertentu yang dapat mempercepat proses penguraian secara biologis melalui reaksi oksidasi dengan keberadaan oksigen dan dengan bantuan sinar matahari, panas, dan tekanan. Sementara fabric reusable bag merupakan jenis tas yang terbuat dari kain seperti kain katun dan kanvas, calico (blacu), hemp (rami), dan jute (goni). Kemudian paper bag merupakan jenis tas yang terbuat dari kertas dengan ketebalan tertentu.

Berdasarkan seminar diet kantong plastik berjudul “Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020” yang diadakan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada bulan Oktober tahun 2015, diketahui bahwa di Indonesia sendiri telah dilakukan beberapa upaya oleh beberapa pihak terkait seperti pemerintah, retailer, ataupun komunitas lingkungan untuk menangani permasalahan kantong plastik. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, datang dari pemerintahan kota Bandung. Menurut sumber, Tety Mulyawati, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Kota Bandung, di Kota Bandung telah terdapat peraturan yang mengatur pengurangan penggunaan kantong plastik yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 dimana peraturan ini tidak disahkan semata tanpa adanya upaya lain. Perda tersebut diiringi oleh dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat serta pelaku usaha di kota Bandung seperti kampanye, talk show, kegiatan ilmiah dan sosialisasi pasar. Kemudian kota Bandung juga sudah dapat mengolah sebagian limbah padat yang dihasilkan sendiri. Dari total volume sampah sebesar 1800 ton/hari, 600 ton telah diolah sendiri tiap harinya.

Menurut Sastria Hamid yaitu Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRI), para retailer memberlakukan pembayaran untuk penggunaan kantong plastik serta mengganti kantong plastik dengan jenis kantong plastik yang lebih ramah lingkungan seperti oxo-biodegradble. Pada tahun 2010, Carrefour mulai mengganti kantong plastik dengan kantong plastik biodegradable dan pada tahun 2012 mulai memberlakukan sistem pembayaran atau pembelian kantong plastik di beberapa cabangnya. Berdasarkan Yuvlinda Susanta, Dept. Head of Corporate Communication and

Universitas Indonesia

Page 13: The Danger of Plastic Bag

12

Sustainabillity dari Supermarket Superindo, diketahui bahwa Superindo telah menyediakan 3 pilihan tas untuk membawa barang belanjaan yaitu kardus, reusable bag, dan biodegradable plastic. Jika konsumen memilih untuk tidak menggunakan kantong plastik konvensional, maka Superindo akan memberikan biaya insentif kepada konsumen yang dapat diambil langsung oleh konsumen ataupun dapat disumbangkan untuk kepentingan sosial. Sayangnya, alokasi pendapatan dari biaya insentif tersebut tidaklah tepat dimana pendapatan tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung program-program lingkungan. Dari hal tersebut terlihat bahwa salah 1 hal yang perlu diperhatikan dalam pajak adalah memutuskan bagaimana pendapatan biaya pajak akan digunakan, karena terkadang pajak yang didapat hanya masuk ke perpajakan umum atau kepentingan lainnya dan bukannya untuk kepentingan lingkungan. Sementara salah 1 contoh komunitas yang aktif dalam penanganan kantong plastik adalah komunitas Gerakan Diet Kantong Plastik. Komunitas ini aktif dalam mengkampanyekan pola penggunaan kantong plastik secara bijak kepada masyarakat. Kampanye bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang berlebihan.

Mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan Universitas Indonesia sendiri telah melakukan percobaan kecil untuk tidak menggunakan kantong plastik jenis packaging lainnya dalam kurun waktu seminggu yang disebut sebagai diet kantong plastik. Untuk beberapa hari pertama, dirasakan perbedaan yang sangat signifikan saat tidak digunakannya kantong plastik. Mahasiswa terbiasa memuat makanan dan minuman yang dibelinya dengan menggunakan kantong plastik ataupun kemasan plastik lainnya seperti plastik bening. Namun karena diet kantong plastik, mahasiswa harus mencari alternatif lain seperti membawa bekal makanan dan minuman sendiri dari rumah dengan tempat makan dan botol minum pribadi. Mahasiswa juga terbiasa membawa barang belanjaannya dalam kantong plastik karena kantong plastik ini diberikan secara gratis. Karena diet yang dilakukan, mahasiswa harus selalu membawa tas ramah lingkungan atau reusable bag yang biasa terbuat dari kain. Walaupun cukup sulit dilakukan karena belum memiliki kesbiasaan tersebut, namun setelah percobaan selesai dilakukan, cukup banyak mahasiswa yang mulai memiliki kebiasaan untuk mengurangi menggunakan kantong plastik dan menghindari penggunaan kantong plastik sekali pakai.

Berdasarkan penjelasan mengenai upaya penanganan dampak negatif dari kantong plastik, diketahui bahwa terdapat berbagai jenis upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dari seluruh penjuru dunia dengan target sasarannya adalah masyarakat dunia yang berperan sebagai pengguna kantong plastik. Terbukti bahwa setiap jenis upaya dapat menurunkan penggunaan kantong plastik namun dengan presentase penurunan yang berbeda. Apapun upaya yang dilakukan, kesuksesan dan efektivitasnya bergantung pada seberapa besar peran aktif berbagai pihak dalam mengimplementasikan upaya tersebut. Para pembuat kebijakan harus mampu membuat kebijakan yang jelas dan tepat guna, dapat mensosialisasikan kebijakan tersebut, dan dapat menegakkan kebijakan tersebut dengan tegas. Sementara masyarakat dunia yang berperan sebagai konsumen harus mampu mengikuti dan melaksanakan kebijakan yang telah dibuat dengan kesadaran bahwa benar kantong plastik memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sehingga penggunaannya sudah seharusnya dikurangi. Jika hal tersebut dapat dilakukan maka berbagai upaya penanganan kantong plastik dapat diimplementasikan dengan baik dan dihasilkan persentase penurunan produksi maupun penggunaan kantong plastik yang signifikan. Hasil akhirnya, dampak negatif kantong plastik dapat dikurangi serta masyarakat dunia dapat terbiasa dengan pola hidup yang lebih ramah lingkungan.

Universitas Indonesia

Page 14: The Danger of Plastic Bag

13

Namun walau sudah diketahui banyak sekali dampak negatif yang serius dari kantong plastik dan sudah banyak upaya yang dilakukan sebagai penanganannya, mengapa masih banyak kantong plastik yang beredar di seluruh Negara? Mengapa masih banyak konsumen yang menggunakannya? Hal ini disebabkan karena masih terdapat banyak pihak-pihak yang mendukung keberadaan serta penggunaannya atau yang disebut sebagai pihak yang pro terhadap kantong plastik. Pihak ini berpendapat bahwa kantong plastik merupakan pilihan tas belanja yang tepat dimana kantong plastik ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan memiliki banyak sekali keunggulan jika dibandingkan dengan jenis tas belanja lainnya. Pihak pro kantong plastik umumnya datang dari para produsen, retailer, ataupun konsumen yang tidak mengetahui dampak negatif kantong plastik terhadap lingkungan. Terdapat beberapa pendapat mengenai kantong plastik yang datang dari pihak pro kantong plastik yang didapatkan dari sebuah blog, diantaranya (1) mempermudah membawa barang yang berukuran kecil; (2) bersifat kuat dan ringan; (3) murah dan dapat dibuang; (4) mudah didapat; (5) terbuat dari minyak sehingga dapat dibakar; (6) dapat dilipat dan tidak memakan banyak tempat di lemari; (7) cocok untuk piknik dan berkemah terutama untuk membawa barang yang dapat basah karena sifatnya yang tahan air; (8) tidak membahayakan hewan; (9) hanya mengambil sekitar 0,2% lahan di landfill; (10) menghasilkan lebih sedikit sampah dibandingkan dengan jenis sampah lainnya. Lalu benarkah pendapat-pendapat tersebut?

Pedapat pertama terbukti benar karena kantong plastik biasanya tersedia dalam berbagai ukuran, dari ukuran yang besar, sedang, hingga kecil yang memmungkinkan penggunaan kantong plastik dapat disesuaikan dengan jumlah atau ukuran dari barang yang ingin dibawa, termasuk barang berukuran kecil. Namun akibat dari ketersediaan ukurannya pula lah terkadang konsumen menggunakan kantong plastik besar hanya untuk membawa barang-barang berukuran kecil ataupun dalam jumlah yang sedikit kemudian segera dibuang setelah dipakai 1 kali. Kemudian pendapat ke-2 juga terbukti benar dimana dinyatakan bahawa kantong plastik bersifat kuat dan ringan. Kantong plastik memiliki kapasitas berkisar antara 10 pon hingga 28 pon dimana kantong plastik ini dapat menahan suatu barang dengan berat 1000 kali dari beratnya sendiri (Health and Safety Ontario, 2011; PlasticsEurope, 2015). Jika dibandingkan dengan tas jenis lain, kantong plastik ini membutuhkan lebih sedikit truk pengangkut akibat sifatnya yang ringan dan tidak memakan banyak ruang. Dibutuhkan 7 truk untuk mengirim paper bag namun hanya dibutuhkan 1 truk untuk mengangkut kantong plastik dengan jumlah yang sama (RAN, 2008). Namun sifatnya yang ringan membuatnya mudah terbawa oleh angin ke berbagai tempat seperti saluran air, jalan, pohon, dan laut yang kemudian menyebabkan banjir, kematian pada hewan, dll. Lalu pendapat ke-3 yang menyatakan kantong plastik murah dan dapat dibuang terbukti kebenarannya dimana kenyataannya kantong plastik diberikan secara gratis saat berbelanja sehingga dapat diperkirakan harga kantong plastik sangatlah murah. Dalam pembelian dalam jumlah besar, 1 kantong plastik dapat dibeli dengan harga 1 sen, sementara 1 paper bag dihargai 5 sen atau bahkan lebih (Rutan Poly Industries, n.d.). Pendapat ke-4 terbukti benar bahwa kantong plastik dapat dengan mudah didapat karena umumnya memang kantong plastik diberikan secara gratis saat berbelanja di segala jenis toko penjualan seperti supermarket, pasar, apotek, warung, dll. Namun dengan pengecualian untuk toko yang memberlakukan pajak untuk setiap kantong plastik yang digunakan ataupun di Negara atau di kota yang penggunaan kantong plastiknya dilarang. Akibat pemberian secara gratis inilah konsumen terbiasa dengan keberadaannya dan merasa tidak masalah jika tidak membawa tas belanja sendiri saat berbelanja. Pendapat ke-5 benar adanya bahwa

Universitas Indonesia

Page 15: The Danger of Plastic Bag

14

kantong plastik terbuat dari minyak bumi sehingga dapat dibakar. Walaupun begitu kantong plastik tidak bisa dibakar begitu saja karena terbukti plastik yang dibakar menghasilkan berbagai macam polutan udara (lihat Tabel 1). Pendapat ke-6 juga benar bahwa kantong plastik dapat dilipat dan memakan ruang yang kecil di lemari atau tempat lainnya. Ketebalannya yang sangat tipis memungkinkan kantong plastik tidak membutuhkan banyak ruang terutama jika dibandingkan dengan paper bags, baik di tempat kasir, di ruang penyimpanan, dan tempat lainnya (Rutan Poly Industries, n.d.). Pendapat ke-7 terbukti benar karena salah 1 sifat kantong plastik adalah tahan terhadap air. Akibatnya kebanyakan konsumen langsung membuang kantong plastik yang telah terkena air karena merasa kantong palstik tersebut sudah kotor dan tidak layak payak.

Untuk pendapat ke-8 terbukti salah karena diketahui bahwa kantong plastik telah meyebabkan kematian terhadap beberapa hewan akibat kantong plastik ini tersangkut, termakan, ataupun menyebabkan luka pada hewan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pendapat ke-9 menyatakan bahwa kantong plastik ini hanya menggunakan sebagian kecil dari landfill yang ada dan kenyataannya kondisi tersebut terjadi di banyak Negara. Di Australia, kantong plastik yang masuk ke dalam landfiil hanya sebesar 0,2% setiap tahunnya (NOLAN ITU, 2002). Di Kanada, jika seluruh kantong plastik yang digunakan berakhir di landfill maka kantong plastik akan merepresentasikan kurang dari 1% dari seluruh sampah dalam satuan berat (EPIC, n.d.). Di balik fakta tersebut, tetap saja sampah kantong plastik ini lebih berbahaya dibandingkan dengan sampah jenis lainnya karena dapat mencemari tanah. Kemudian bukan hal yang tidak mungkin bahwa sampah plastik di suatu landfill akan memiliki jumlah atau pun berat yang melebihi jenis sampah lainnya karena kantong plastik ini terakumulasi terus-menerus akibat waktu degradasinya yang sangat lama. Lalu Pendapat ke-10 mengatakan bahwa sampah kantong plastik yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan sampah jenis lain dan pendapat ini benar adanya. Menurut Gogte (2009), dari seluruh aliran sampah yang dihasilkan hanya sekitar 2%-nya yang berupa kantong plastik. Berdasarkan PlasticsEurope pun didapatkan informasi yang sama, keberadaan kantong plastik dalam keseluruhan sampah biasanya di bawah 5%. Di Negara Inggris, kantong plastik hanya menyumbangkan 0,01% dari seluruh jenis sampah yang dihasilkan (Pro Europe, 2009). Di Negara Australia, dari seluruh sampah sekitar 2,02%-nya adalah kantong plastik (NOLAN ITU, 2002). Di Amerika Serikat, kantong plastik HDPE merepresentasikan 0,6% dari seluruh sampah (Reason Foundation, 2014).

Pendapat pihak pro lainnya adalah kantong plastik ini memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis tas belanja lainnya. Perbandingan dampak berbagai jenis tas belanja telah dipaparkan pada berbagai laporan dimana salah 1-nya adalah laporan berjudul “Life Cycle Assesment of Supermarket Carrier Bags: A Review of The Bags Available in 2006” yang dikeluarkan oleh Environment Agency di Negara Inggris pada Februari 2011. Laporan ini berisi hasil sebuah penelitian yang menilai dampak lingkungan dari siklus hidup berbagai jenis tas belanja di Negara Inggris mulai dari tahap produksi hingga pembuangan pada tahun 2006. Tas belanja tersebut antara lain jenis HDPE konvensional, HDPE dengan bahan aditif, biopolymer (tas biodegradable), paper bag, LDPE, polypropylene (PP), dan cotton bag. Terdapat 9 dampak yang dinilai dan dibandingkan antara lain penipisan sumber daya, pengasaman, eutrofikasi, keracunan pada manusia, keracunan pada air tawar, keracunan pada kehidupan laut, dan oksidasi fotokimia (pembentukan kabut). Dampak tersebut dinilai pada ekstraksi atau produksi bahan baku, proses produksi, transportasi, akhir hidup (termasuk pengumpulan, landfill, dan insenerasi), serta daur ulang. Agar

Universitas Indonesia

Page 16: The Danger of Plastic Bag

15

perbangdingan tiap jenis tas sebanding, dampak dinilai dari jumlah tas belanja yang dibutuhkan untuk membawa barang belanjaan selama sebulan yaitu sebanyak 483 barang.

Perlu dicatat bahwa hasil penelitian berdasarkan secondary use tiap jenis tas sebagai tempat sampah (bin liners) dengan presentasi sebesar 40% dimana tidak termasuk primary use untuk digunakan kembali sebagai tas belanja. Hasil penelitian menunjukan bahwa kantong plastik HDPE konvensional memiliki dampak lingkungan terendah yaitu 8 dari 9 kategori indikator dampak yang ada. Sementara dampak lingkungan tertinggi dihasilkan oleh starch-polyester blend bag yaitu 7 dari 9 kategori dengan dampak tertingginya adalah global warming potensial (GWP) dan penurunan abiotik. Kemudian jenis tas lainnya harus digunakan berulang kali untuk mencapai tingkat GWP yang sama dengan HDPE konvensional, LDPE 5 kali, Non-woven PP bag 14 kali, paper bag 4 kali, dan cotton bag 173 kali. Namun masih terdapat beberapa ketidakjelasan mengenai laporan ini sehingga data, hasil, dan kesimpulan mengenai kantong plastik yang memiliki dampak lingkungan terendah belumlah dapat dipercaya sepenuhnya. Ketidakjelasan itu seperti jumlah tas yang diuji untuk setiap jenis tas, cara menentukan jumlah barang yang dibawa selama sebulan, cara pengumpulan data untuk setiap indikator dampak, primary reuse untuk setiap jenis tas tidak dibahas. Kemudian akan lebih baik jika perbandingan dibuat tanpa penggunaan kembali.

Walaupun berdasarkan laporan tersebut dan mungkin beberapa laporan lainnya dipaparkan bahwa kantong plastik memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis tas lain, bukankah tetap saja kantong plastik menimbulkan dampak negatif yang sangat serius terhadap lingkungan yang sudah tidak dapat dielakan? Tetap saja penggunaan kantong plastik yang awalnya mempermudah kehidupan manusia kini berubah menjadi sebuah ancaman bagi lingkungan. Dampak negatif kantong plastik pun lebih sering dibahas dalam berbagai kesempatan jika dibandingkan dengan jenis tas lain yang mengindikasikan bahwa sesungguhnya kantong plastik menghasilkan dampak yang lebih membahayakan dan lebih mengkhawatirkan dibanding tas belanja lainnya. Dampak negatif terus dihasilkan kantong plastik selama siklus hidupnya dimana dampak terbesar mungkin dihasilkan saat kantong plastik telah menjadi sampah dan dibuang ke lingkungan, sifatnya yang non-biodegradable dan waktu degradasinya yang memakan waktu hingga ratusan tahun membuatnya terus berada di lingkungan tanpa pernah benar-benar lenyap dan justru terus terakumulasi di lingkungan. Buktinya kantong palstik merupakan jenis tas belanja yang paling mudah dibuang dan ditemukan di lingkungan sebagai sampah, berbeda dengan tas jenis lain yang tidak semudah itu untuk dibuang karena dianggap lebih berharga. Sementara tas belanja seperti paper bag, cotton bag, dan biodegradable bag lainnya dapat terurai di lingkungan karena terbuat dari bahan organik seperti pohon dan tanaman jenis lain dimana dampak negatifnya lebih besar pada tahap penggunaan sumber daya alam serta tahap proses produksi. Oleh karena itu perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk menangani dampak negatifnya.

Solusi yang dapat dilakukan secepatnya secara individual adalah mengurangi penggunaan kantong plastik dan hindari pola penggunaan sekali pakai, lalu gunakan kantong plastik berulang kali baik sebagai tas belanja kembali atau untuk fungsi lainnya seperti untuk menampung sampah dapur. Kemudian jika kantong plastik sudah benar-benar tidak dapat dipakai, buang kantong plastik secara benar ke tempat sampah. Solusi lainnya adalah beralih ke penggunaan reusable bag seperti tas belanja yang terbuat dari kain. Namun penggunaan reusable bag ini juga perlu diperhatikan agar dampak

Universitas Indonesia

Page 17: The Danger of Plastic Bag

16

lingkungan yang dihasilkan lebih rendah dibanding kantong plastik seperti menggunakannya berulang kali, selalu membawanya saat belanja, dan mencucinya jika sudah kotor untuk menghindari tumbuhnya bakteri dan bibit penyakit lainnya. Sementara pembuat kebijakan seperti pemerintah sudah seharusnya dapat tegas menegakkan upaya-upaya yang telah dibuat seperti larangan dan pajak ataupun mengeluarkan kebijakan lainnya yang lebih tepat dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi agar tidak merugikan banyak pihak. Jika upaya seperti larangan dan pajak tersebut terus dilakukan maka masyarakat dapat terbiasa untuk mengurangi penggunaan kantong plastik atau bahkan berhenti total menggunakannya sehingga permintaan dan produksi pun akan menurun atau terhenti. Sumber daya alam yang ada pun seperti minyak bumi dapat digunakan untuk keperluan lain seperti untuk bahan bakar. Retailer juga harus selalu memberikan pilihan tas belanja alternatif seperti kardus bekas dan reusable bag agar konsumen dapat segera beralih ke pilihan yang lebih ramah lingkungan. Kemudian yang terpenting dari semua itu adalah meningkatkan pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap permasalahan kantong palstik dan pengenalan jenis tas alternatif lain serta cara menggunakan tas tersebut agar lebih ramah lingkungan. Sekecil apapun upaya dan penurunan jumlah kantong plastik yang dihasilkan dari upaya tersebut, akan sangat membantu untuk mengurangi dampak negatif dari kantong plastik.

REFERENSI

Adane, L. dan Muleta, D. (13 Mei 2011). Survey on The Usage of Plastic Bags, Their Disposal and Adverse Impacts on Environment: A Case Study in Jimmy City, Southwestern Ethiopia, 3 (8), pp. 234-248. Diakses 27 Desember 2015. http://www.academicjournals.org/article/article1379595494_Adane%20and%20Muleta%20(1).pdf

American Progressing Bag Aliances (APBA). (n.d.). The Facts About Plastic Bags: Recyclable, Affordable, and Convenient. Diakses 1 Januari 2016. http://www.co.thurston.wa.us/solidwaste/recycling/docs/FactsAboutPlasticBags.pdf

Andrady, A. L., Hamid, S. H., Hu, X. dan Torikai, A. (1998). Effects of Increased Solar Ultraviolet Radiation on Materials. Diakses 26 Desember 2015. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.526.2708&rep=rep1&type=pdf

Australian National Retailers Association (ANRA). (22 Mei 2006). Plastic Carrier Bags: Working Towards Continous Environmental Improvement. Diakses 30 Desember 2015. http://www.scew.gov.au/system/files/resources/0c513e54-d968-ac04-758b-3b7613af0d07/files/ps-pbag-rpt-anra-report-ephc-chair-200605.pdf

California Department of Resources Recycling and Recovery (CalRecycle). (Agustus 2010). Characterization Study To Determine The Plastic Carryout Bag Co-Mingled Recycling Rates. Diakses 31 Desember 2015. http://www.calrecycle.ca.gov/Publications/Documents/Plastics/2011003.pdf

Canadian Plastics Industry Association. (n.d.). Plastic Shopping Bags and Energy Recovery. Diakses 28 Desember 2015. http://www.plastics.ca/_files/file.php?filename=file_Plastic_Shopping_Bags_and_Energy_Recovery_Backgrounder.pdf

Universitas Indonesia

Page 18: The Danger of Plastic Bag

17

Clean Up Australia. (Agustus 2015). Report on Actions to Reduce Circulation of Single-use Plastic Bags Around The World: August 2015. Diakses 23 Desember 2015. https://www.cleanup.org.au/PDF/au/cua_plastic_bag_usage_around_world_april_2010.pdf

Denuncio, P., Bastida, R., Dassis, M., Giardino, G., Gerpe, M. dan Rodriguez, D. (2011). Plastic Ingestion ini Franciscana Dolphins, Pontoporia Blainvillei (Gervais and d’Orbigny, 1844), from Argentina. Diakses 26 Desember 2015. http://oceanografia-gral-fis.at.fcen.uba.ar/Seminarios/12_Dolphins_Denuncio_etal_inpress2011.pdf

Dikgang, J., Leiman, J. dan Visser M. (8 Juli 2010). Analysis Of The Plastic-Bag Levy in South Africa. Diakses 30 Desember 2015. http://www.econrsa.org/papers/p_papers/pp18.pdf

Earth Policy Institute. (16 Oktober 2014). Plastic Bags Fact Sheet. Diakses 22 Desember 2015. http://www.earth-policy.org/press_room/C68/plastic_bags_fact_sheet

Ellis, s., Kantner, S., Saab, A. dan Watson, M. (22 Desember 2005). Plastic Grocery Bags: The Ecological Footprint. Diakses 26 Desember 2015. http://www.vipirg.ca/archive/publications/pubs/student_papers/05_ecofootprint_plastic_bags.pdf

Environment And Plastics Industry Council (EPIC). (n.d.). Plastic Shopping Bags Get The Job Done!. Diakses 2 Januari 2016. http://www.farnell.ca/forms/documents/Recycle_Your_Plastic_Bags_Fact_Sheet_May_08.pdf

Environmental News Network (ENN). (9 Agustus 2010). Plastic Bag Problems in India. Diakses 27 Desember 2015. http://www.enn.com/top_stories/article/41640

Geere, D. (21 Oktober 2010). Japanese ‘Blest Machine’ Recycles Plastic Into Oil at Home. Diakses 30 Desember 2015. http://www.wired.co.uk/news/archive/2010-10/21/blest-machine

Gogte, M. (2009). Are Plastic Grocery Bags Sacking the Environment?. Diakses 1 Januari 2016. http://www.ijqr.net/journal/v3-n4/08.pdf

Health and Safety Ontario. (2011). Reusable Bag Guidelines. Diakses 2 Januari 2016.http://www.wsps.ca/WSPS/media/Site/Resources/Downloads/Resuable_Bag_Guidelines.pdf?ext=.pdf

ICF International. (Maret 2010). Master Environmental Assessment on Single-Use and Rusable Bags. Diakses 27 Desember 2015. http://plasticbaglaws.org/wordpress/wp-content/uploads/2010/04/MEA_green-cities-CA.pdf

Institute for Lifecycle Environmental Assessment. (1990). Paper vs. Plastic Bag. Diakses 26 Desember 2015. http://web.mit.edu/course/3/3.a30/www/refs/Institute%20for%20Lifecycle%20Environmental%20Assessment.pdf

Universitas Indonesia

Page 19: The Danger of Plastic Bag

18

Jalil, M. A., Mian, M. N. dan Rahman, M. K. (17 Agustus 2013). Using Plastic Bags and Its Damaging Impact on Environment and Agriculture: An Alternative Proposal. Diakses 26 Desember 2015, 3 (4). http://www.macrothink.org/journal/index.php/ijld/article/view/4137

Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection (GESAMP). (2015). Sources, Fate and Effects of Microplastics in The Marine Environment: A Global Assessment. Diakses 26 Desember 2015. http://ec.europa.eu/environment/marine/good-environmental-status/descriptor-10/pdf/GESAMP_microplastics%20full%20study.pdf

Kommunernes Internationale Milioorganisation (KIMO). (September 2010). Economic Impacts of Marine Litter. Diakses 27 Desember 2015. http://www.kimointernational.org/WebData/Files/Marine%20Litter/Economic%20Impacts%20of%20Marine%20Litter%20Low%20Res.pdf

Koushal, V., Sharma, R., Sharma M., Sharma R. dan Sharma V. (2014). Plastic: Issues Challenges and Remediation. Diakses 28 Desember 2015. http://www.omicsonline.com/open-access/plastics-issues-challenges-and-remediation-2252-5211.1000134.pdf

Lajeunesse, S. (20 September 2004). Plastic Bags: Plastic Bags Are Not Created Equal Because They Are Meant For Different Purpose, 82 (83), pp. 51. Diakses 23 Desember 2015. http://pubs.acs.org/cen/whatstuff/stuff/8238plasticbags.html

Larsen, J. dan Venkova, S. (Earth Policy Institute). (1 Mei 2014). The Downfall of The Plastic Bag: A Global Picture. Diakses 30 Desember 2015. http://www.earth-policy.org/plan_b_updates/2014/update123

Laskow, S. (10 Oktober 2014). How the Plastic Bag Became So Popular. Diakses 22 Desember 2015. http://www.theatlantic.com/technology/archive/2014/10/how-the-plastic-bag-became-so-popular/381065/

Mangizvo, R. V. (22 April 2012). The Incidence of Plastic Waste and Their Effects in Alice, South Africa, 1 (2), pp. 49-53. Diakses 27 Desember 2015. http://www.onlineresearchjournals.org/JSS/pdf/2012/apr/Mangizvo.pdf

Marine Consevation Society. (n.d.). Why Go Plastic Bag Free?. Diakses 28 Desember 2015. http://www.mcsuk.org/downloads/pollution/beachwatch/Why%20go%20plastic%20bag%20free.pdf

Moharam, R. dan Maqtari, M. A. A. (2014). The Impact of Plastic Bags on The Environment: A Field Survey of The City Of Sana’a And The Surrounding Areas, Yemen, 2 (4), pp. 61-69. Diakses 28 Desember 2015. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjd_OTHyI_KAhXIGI4KHdGLDN4QFggaMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.researchpublish.com%2Fdownload.php%3Ffile%3DThe%2520Impact%2520of%2520Plastic%2520Bags%2520on%2520the%2520Environment-778.pdf%26act%3Dbook&usg=AFQjCNFI4ZUIkYfBSWz9eZvso83P9Hbl2g&sig2=o7v9yLCscSFtpWjs4VQDZw&bvm=bv.110151844,d.c2E

National Oceanic And Atmospheric Administration (NOAA). (Maret 2015). 2015 NOAA Marine Debris Program Report. 2015 NOAA Marine Debris Program Report: Impact of Ghost Fishing Via Derelict Fishing Gear. Diakses 25 Desember 2015.

Universitas Indonesia

Page 20: The Danger of Plastic Bag

19

http://marinedebris.noaa.gov/sites/default/files/publications-files/Ghostfishing_DFG.pdf

NOLAN ITU. (Desember 2002). Plastic Shopping Bags-Analysis of Levies and Environmental Impacts Final Report. Diakses 30 Desember 2015. http://www.greenbag.com.au/UserFiles/AU_analysis.pdf

Packaging Recovery Organization Europe (Pro Europe). (February 2010). Plastic Bags. Diakses 28 Desember 2015. http://www.pro-e.org/files/10-02_Plastic-bags.pdf

PlasticsEurope. (Maret 2015). Plastic Carrier Bags. Diakses 2 Januari 2016. http://www.plasticseurope.org/documents/document/20150423105756-06_plastic_bags_onepagermar2015.pdf

Posatto, f. e., Barletta, M., Costa, M. F., Ivar Do Sul, J. A. dan Dantas, D. V. (2011). Plastic Debris Ingestion by Marine Catfish: An Unexpected Fisheries Impact. Diakses 26 Desember 2015. http://imedea.uib-csic.es/master/cambioglobal/Modulo_III_cod101608/tema%2011-invasoras%202013-2014/plastics/Plastic_debris_ingestion_by_marine_catfish_An_unexpected_fisheries_impact_1_.pdf

Press Association. (24 Juli 2015). UK Plastic Bag Use Up For Fifth Year. Diakses 22 Desember 2015. http://www.theguardian.com/environment/2015/jul/24/uk-plastic-bag-use-up-for-fifth-year

Reason Foundation. (Juli 2014). Evaluation of The Effects of California’s Proposed Plastic Bag Ban. Diakses 2 Januari 2016. http://reason.org/files/california_plastic_bag_ban.pdf

Retail Association of Nevada (RAN). (April 2008). Nevada News. RAN Encoureges Plastic Bag Recycling. Diakses 1 Januari 2016. http://www.rannv.org/documents/8/April%202008.pdf

Rutan Polu Industries. (n.d.). Everything You Need To Know About Plastic Bags. Diakses 2 Januari 2016. http://rutanpoly.com/wp-content/uploads/2014/06/Everything-you-need-to-know-about-plastic-bags.pdf

Sancho, G., Puente, E., Bilbao, A., Gomez, E. dan Arregi, L. (2003). Catch Rates of Monkfish (Lophius spp.) by Lost Tangle Nets in The Cantaribian Sea (Northen Spain). Diakses 25 Desember 2015. http://docum.azti.es/aztipub.nsf/0/1f7c1060c7c7decdc1256bf2002d6e54/$FILE/catch-rates.pdf

Saskatchewan Ministry of Environment. (September 2012). EPB 433- Health and Environmental Effects of Burning Waste Plastics. Diakses 28 Desember 2015. http://www.saskh2o.ca/PDF/epb433.pdf

Shah, V. (22 April 2015). FairPrice Customers Saved 9 Million Plastic Bag Last Year. Diakses 30 Desember 2015. http://www.eco-business.com/news/fairprice-customers-saved-9-million-plastic-bags-last-year/

Sharjah City Municipality. (n.d.). Harmful Effects of Plastic. Diakses 28 Desember 2015.http://portal.shjmun.gov.ae/en/Education/Lists/MagazineGallaryList/6037_plastic%20copy.pdf

Universitas Indonesia

Page 21: The Danger of Plastic Bag

20

Sheavly, S. B. (6-10 Juni 2005). Sixth Meeting of The UN Open-ended Informal Consultative Process on Oceans & The Law of The Sea. Marine Debris- An Overview of a Critical Issue for Our Oceans. Diakses 25 Desember 2015. http://www.un.org/Depts/los/consultative_process/documents/6_sheavly.pdf

Thurston County Solid Waste. (8 November 2012). Reducing Our Use: Plastic Shopping Bags. Diakses 27 Desember 2013. http://www.co.thurston.wa.us/solidwaste/bags/docs/SWACbagreport.pdf

United Nations Environment Programme (UNEP). (2009). UNEP/ IOC Guidelines on Survey and Monitoring of Marine Litter. Diakses 27 Desember 2015. http://www.unep.org/regionalseas/marinelitter/publications/docs/Marine_Litter_Survey_and_Monitoring_Guidelines.pdf

United Nations Environment Programme (UNEP). (n.d). New International Co-Operation to Tackle Marine Debris. Diakses 27 Desember 2015. http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?DocumentID=664&ArticleID=8671&l=en&t=long

United States Environmental Protection Agency (U.S. EPA). (Desember 2010). Municipal Solid Waste in The United States: 2009 Facts And Figures. Diakses 31 Desember 2015. http://plasticbaglaws.org/wordpress/wp-content/uploads/2010/04/study_EPA-Waste-Char-Study-2009.pdf

United States Environmental Protection Agency (U.S. EPA). (November 2011). Marine Debris in The North Pacific: A Summary of Existing Information and Identification of Data Gaps. Diakses 27 Desember 2015. http://www3.epa.gov/region9/marine-debris/pdf/MarineDebris-NPacFinalAprvd.pdf

Westcott,M. (November 2010). Plastic Shopping Bags. Diakses 26 Desember 2015.http://www.parliament.qld.gov.au/documents/explore/ResearchPublications/ResearchBriefs/2010/RBR201028.pdf

Universitas Indonesia