the mind theory _sciencehumaine

11
Sudah sejak lama, baik ilmu filsafat, maupun ilmu psikologi kemudian ilmu sains kognitif berusaha menemukan sebuah teori umum yang mampu menjelasakan pikiran manusia. Beberapa orang percaya bahwa hal tersebut merupakan hal yang sia-sia atau hanya merupakan hal yang sifatnya repetitif, tetapi beberapa teori dan model baru mengangkat kembali serta menciptakan inovasi dalam bidang ini. Apa yang terjadi dalam kepala kita ketika kita berpikir? Inilah pertanyaan yang telah menyiksa para filsuf sejak 2500 tahun yang lalu. Sejak zaman antik, Plato dan para muridnya telah mengemukakan bahwa ide-ide yang ada di dalam kepala kita merupakan sebuah refleksi kecil dari ‘dunia ide’, dunia ini berada di luar tubuh manusia, ide-ide tersebut kekal, universal dan tidak terpengaruh oleh apapun, seperti ide-ide tentang matematika (itulah mengapa masih ada beberapa pendukung Plato di antara para matematikawan). Menurut Aristotle, ide-ide tersebut selaras dengan alam dan pikiran tertanam di dalam diri kita (teori ekologis tentang pikiran tidak terlalu jauh menjelaskan hal tersebut). Yang lain menjelaskan pada kita bahwa semua ide, baik yang paling abstrak, datang secara langsung kepada kita melalui panca indera kita dan pengalaman. Begitulah yang disampaikan oleh para ilmuwan empiris mengenai kesadaran: kita mulai dari melihat dan mengenali semua benda: sebuah objek, seseorang, sebuah pohon, sebuah warna, kemudian membentuk ide-ide general : manusia, binatang, perlengkapan. Kemudian masih membentuk ide-ide yang paling abstrak : keberadaan, waktu dan kausalitas. Filsuf-silsuf lain menyatakan bahwa sensasi dan pengalaman tidak cukup menjelaskan semuanya, karena diperlukan beberapa skema mental yang sudah ada di dalam kepala untuk menyatukan semua pengalaman tersebut, menyusun berbagai kategori dan memberinya makna. Tanpa skema ini, kita tidak akan mampu mengenali anjing atau kucing, tetapi anjing yang itu dan yang lain, tanpa ada

Upload: atma-dewita

Post on 19-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Artikel Majalah Internet

TRANSCRIPT

Sudah sejak lama, baik ilmu filsafat, maupun ilmu psikologi kemudian ilmu sains kognitif berusaha menemukan sebuah teori umum yang mampu menjelasakan pikiran manusia. Beberapa orang percaya bahwa hal tersebut merupakan hal yang sia-sia atau hanya merupakan hal yang sifatnya repetitif, tetapi beberapa teori dan model baru mengangkat kembali serta menciptakan inovasi dalam bidang ini. Apa yang terjadi dalam kepala kita ketika kita berpikir? Inilah pertanyaan yang telah menyiksa para filsuf sejak 2500 tahun yang lalu. Sejak zaman antik, Plato dan para muridnya telah mengemukakan bahwa ide-ide yang ada di dalam kepala kita merupakan sebuah refleksi kecil dari dunia ide, dunia ini berada di luar tubuh manusia, ide-ide tersebut kekal, universal dan tidak terpengaruh oleh apapun, seperti ide-ide tentang matematika (itulah mengapa masih ada beberapa pendukung Plato di antara para matematikawan). Menurut Aristotle, ide-ide tersebut selaras dengan alam dan pikiran tertanam di dalam diri kita (teori ekologis tentang pikiran tidak terlalu jauh menjelaskan hal tersebut).Yang lain menjelaskan pada kita bahwa semua ide, baik yang paling abstrak, datang secara langsung kepada kita melalui panca indera kita dan pengalaman. Begitulah yang disampaikan oleh para ilmuwan empiris mengenai kesadaran: kita mulai dari melihat dan mengenali semua benda: sebuah objek, seseorang, sebuah pohon, sebuah warna, kemudian membentuk ide-ide general : manusia, binatang, perlengkapan. Kemudian masih membentuk ide-ide yang paling abstrak : keberadaan, waktu dan kausalitas. Filsuf-silsuf lain menyatakan bahwa sensasi dan pengalaman tidak cukup menjelaskan semuanya, karena diperlukan beberapa skema mental yang sudah ada di dalam kepala untuk menyatukan semua pengalaman tersebut, menyusun berbagai kategori dan memberinya makna. Tanpa skema ini, kita tidak akan mampu mengenali anjing atau kucing, tetapi anjing yang itu dan yang lain, tanpa ada hubungan yang menyatukan mereka. Menurut Immanuel Kant, ini adalah Skema apriori yang memungkinkan penyatuan dan pengklasifikasian benda-benda di dunia. Seiring berjalannya waktu, setiap teori filsafat mengenai kesadaran disempurnakan, terbagi dan terlahir menjadi teori baru yang berbeda. Hal ini menyebabkan berbagai pembagian yang pada akhirnya tidak menjadi sebuah jawaban utuh atau menyeluruh. Seiring dengan berjalannya perdebatan mengenai hal ini, kita perlu menemukan cara lain untuk mengekspolarasi masalah ini. Ilmu psikologi ikut ambil bagianIlmu psikologi sudah mulai ambil bagian sejak dua abad yang lalu. Para psikolog ingin menjawab pertanyaan ini dengan sebuah metode: eksplorasi pikiran manusia dengan menggunakan ilmu pengetahuan (sains). Kita meninggalkan spekulasi kosong mengenai hal ini dan melakukan introspeksi[endnoteRef:2] untuk mempelajari pikiran manusai dengan menggunakan metode. Untuk itu, kita perlu memisahkan ide pikiran untuk membagi masalah tersebut ke dalam bagian-bagian berikut: persepri, ingatan, intelejensi, kesadaran; kemudian kita amati, ukur dan melakukan eksperimen, membuat model dan teori baru. [2: Observation d'une conscience individuelle par elle-mme. Se livrer, tre port l'introspection, analyser ses tats d'me, ses sentiments. La religion chrtienne invite une introspection plus attentive (Gide).]

Setelah melakukan banyak eksperimen dan verifikasi, beberapa ilmuwan berhasil membuat kesimpulan dari percobaan tersebut (sesungguhnya, percobaan-percobaan tesebut hanya untuk mengkonfirmasi apa yang telah mereka duga sebelumnya). Untuk para behaviorist[endnoteRef:3], (yang mendominasi bidng psikologi di wilayah anglo-saxon selama paruh pertama abad ke dua puluh), pikiran dibangun dari berbagai pengkondisian yang paling rumit atau paling mudah. Persepsi, ingatan, bahasa, intelejensi, budaya .., semua dibentuk dan dikondisikan. Tetapi, percobaan-percobaan dan berbagai observasi lainnya menuntun ilmuwan ilmuwan lain pada sebuah kesimpulan lain tentang keberadaan skema mental yang mendahului berbagai bentuk. Skema-skema ini lah yang mebagi dunia menjadi berbagai bentuk (ilmuwan ilmuwan ini merupakan penerus Aristotle dan Immanuel Kant). [3: Ilmuwan pendukung teori behaviorisme]

Psikolog lainnya kemudian saling menyanggah. Salah satu contoh yang digunakan adalah anak-anak yang sedang bertumbuh kembang, mereka seolah-olah dibuat antusias oleh suatu kekuatan dari dalam diri mereka: rasa ingin tahu yang mendorong mereka menjelajahi dunia dan tidak diragukan lagi, oleh beberapa skema umum yang memungkinkan mereka untuk memahami berbagai hal. Tetapi, penting untuk melipatgandakan pengalaman dan pengamatan yang kemudian akan disesuaikan dan diubah kembali menjadi caara berpikir dan tindakan sesuai dengan perkembanan mereka. Pada dasarnya, evolusi pikiran mirip dengan evolusi organisme. Melalui interaksi antara pengalaman dan otak yang mengolahnya lah, pikiran sedikit demi sedikit dibangun. Inilah pendapat Jean Piaget mengenai perkembangan intelejensi. Para penganut alran keempat mengatakan bahwa ada datu poin yang dilupakan: pada manusia, sebagian pengalaman dan informasi tidak datang melalui kontak dengan benda-benda, melainkan ditransmisikan melalui bahasa, orang tua, teman-teman, sekolah, masyarakat, yang membentuk dan menanamkan ide-ide di dalam kepala. Pikiran tidak hanya ada di dalam kepala, melainkan di dalam buku, penyimpanan memori dan institusi yang membawanya. Memori atau ingatan adalah kolektif, seperti baasa dan intelejensiSemakin kita melangkah, semakin kita melihat bahwa pada dasarnya, teori-teori psikologi tersebut yang sekilas terlihat membedakan diri dari filsafat, hanyalah sekedar mengambil dan mengulang paradigma-paradigma lama (empiris, rasionalis, universalis dan relativis) dan memperdebatkan hal yang sama. Muncullah ilmu pengtahuan (sains)kognitif (cognitive science)Sains kognitif telah berkembang sejak satu setengah abad yang lalu. Ini merupakan sebuah revolusi dalam cara memahami pikiran manusia. Ini merupakan sebuah projek yang besar: kita akhirnya akan membuka kotak hitam pikiran untuk mempelajari keadaan mental dan representasinya dan tidak hanya berhasil mengukur intelejensi melalui berbagai performa. Untuk melakukan ini, sebuah disiplin ilmu baru dibentuk: psikologi kognitif, yang kemudian berrtujuan untuk membuta model berbagai strategi mental, kecerdasan artifisial (artificial intelligence), yang menyimulasikan berbagai tindakan intelejensi melalui komputer. Dan juga neurosains yang mampu memotret otak ketika bekerja. Secara singkat, kita akhirnya memasuki inti dari permasalahan. Pada awalnya, kelahiran sains kognitif telah membentuk sebuah model pikirna yang sederhana dan menjanjikan: pikiran seperti sebuah program komputer. Berpikir adalah menghitung dan mendeduksi. Model simbolik ini disebut juga model kognitivis. Model ini dipertahankan selama lebih dari tiga puluh tahun dan telah menghasilkan banyak aplikasi dalam bidang memori, intelejensi dibentuk seperti sebuah resolusi dari permasalahan dan cara memproses informasi. Kemudian, eori ini tersanggahkan. Di luar operasi mental yang terlihat seperti kalkulasi, model ini tidak dapat menejalskan apa yang dilakukan oleh manusia setiap hari: belajar, berimajinasi dan memahami. KoneksionismeSebuah model baru pun muncul: koneksionisme. Jika kita melihat otak, pada setiap bagiannya, terdiri dari miliaran neuron yang saling terhubung. Sama sekali tidak terlihat seperti mesin untuk berhitung, lebih tepatnya terlihat seperti sebuah sarang semut: neuron-neuron terlihat seperti semut-semut, seperti organisme dalam berbagai artian. Tiap-tiap neuron elakukan hal-hal kecil dan tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Lebih jauh lagi, mereka sama sekali tidak mempunyai rancangan ataupun representasi tertentu. Tetapi, semut-semut berhasil memecahkan msalah-masalah kompleks: mereka menjelajahi lingkungan, menemukan makanan dan pada akhirnya membawanya melalui jalur tertentu ke dalam sarang; mereka mengangkat larva, memanen jamur, memasukkan serangga-serangga kecil ke dalam gua kecil mereka, membuat jalur-jalur gue dan memperbaikinya, membuat bertumpuk-tumpuk cadangan makanan, penutup, dinding dan pintu keamanan serta sistem ventilasi yang tampak seperti pekerjaan seorang arsitek. Bukankah ini model yang tepat untuk pikiran? Tidak perlu mempertanyakan adanya perencanaan kompleks dan perhitungan. Semuanya adalah koneksi dan keterhubungan antara unit-unit dasar yang paling kecil.Lebih dari tiga puluh tahun yang lalu model koneksionisme ini muncul. Model ini mampu mengungguli berbagai model lain yang sudah ada sebelumnya. Dengan model ini, kita perlu membuat model neuron formal menjadi satuan/agen intelejensi, atau dengan kata lain, membuatnya menjadi lebih kompleks. Kita mengakui bahwa kita dapat mempunyai pengatur (red: otak) dan pilot-pilot yang menjalankan masing-masing tuags dan sub-tugas (red: neuron). Ketika toeri simbolik dan teori koneksionisme pikiran saling diperdebatkan (beberapa ilmuwan ada juga yang menggabungkannya), muncullah model ketiga. Pada tahun 1989, seorang peneliti muda asal Chili yang tinggal di Amerika Serikat meuncurkan sebuah ide baru ke permukaan , katanya . Menurutnya, otak adalah sebuah organisme hidup yang berada di dalam lingkungan hidup. Otak adalah daging, darah dan cairan; ia hidup, bernapas, mempertahankan diri, menyentuh dan mempu bergerak. Otak seperti organisme lain, ia mampu merasakan lingkungannya, mengeksplor dan memahami elemen-elemen di sekitarnya, mencernanya dan mengkontruksi hal-hal tersebut melalui berbagai bahan. Otak adalah sebuah organisme yang mampu membangun dirinya sendiri (ia menyebutnya autopoiesis). Pikiran menyatu dalam mahluk hidup. Pikiran adalah kehidupan. Peneliti tersebut bernama Francisco Varela. Ia menulis sebuah buku berjudul An introduction to cognitive science pada tahun 1988. Ia kemudian menyatakan bahwa teorinya lah satu-satunya yang mampu bertahan. Kemudian, ia meninggal, dalam usia muda, pad atahun 2001. Sepuluh tahun kemudian model karyanya menjadi model yang paling dominan dalam sains kognitif (incarnated cognition[endnoteRef:4]). [4: incarnated cognition: ]

Tapi model karyanya tidak mampu menjelaskan segala hal. Kemudian muncullah sebuah model lain yang mampu mearik perhatian di antara berbagai model tentang pikira. Ia datang... dari langit. Lihatlah sebuah pesawat. Siapa yang mengemudikan pesawat tersebut? Tentu saja sang pilot. Tetapi, apa yang mampu sang pilot lakukan tanpa berbagai peralatan yang memberinya informasi dan juga yang mematuhi berbagai perintahnya (seperti mode autopilot). Ia juga ditemani oleh seorang ko-pilot, dan mereka berdua terhubung dengan menara komando yang juga memberikan perintah. Terbangnya sebuah pesawat merupakan sebuah tindakan intelejensi, yang juga merupakan sebuah sistem yang direpresentasikan dengan pilot, ko-pilotnya, dan komputer di menara. Pikiran tidak hanya ada dalam kepala pilot, tetapi juga didistribusikan dalam sistem ini. Inilah ide distribusi kesadaran/distributed cognition. Kita sebut juga sebagai situated cognition karena penerbangan secara alaminya adalah adaptasi permanen terhadap sebuah konteks: sebuah pesawat dan lingkungan yang mendukungnya. Kematian dan kelahiran kembali Teori GeneralBisa dikatakan ada sekitar 2500 tahun dalam ilmu filsafat, 200 tahun dalam ilmu psikologi, 50 tahun dalam sains kognitif. Kita belum menjawab pertanyaan mengenai apa sebenarnya kesadaran/pikiran. Hipotesis maupun teori global telah ditinggalkan oleh beberapa orang: tidak mungkin mencari teori general/teori umum, hal itu tidak ada! . Sebuah buku sains kognitif yang diterbitkan baru-baru ini juga mengakui hal itu. Hanya ada satu teori general tenang pikiran: teori yang mengakui bahwa tidak ada sebuah teori general. Ucapkan selamat tinggal pada berbagai model dan teori tentang pikiran. Kita harus meninggalkan ide tentang sebuah arsitektur kognitif yang terhubung untuk menjelaskan sebuah hasil yang konkrit: bahwa ada masing-masing teori lokal untuk setiap operasi mental yang spesifik. Tetapi semua orang tidak berpikir begitu. Masih ada ilmuwan yang mencari teori besar/teori umum (grand theory). Beberapa tahun kemudian muncullah beberapa model baru yang diterima oleh umum. Model ini cukup sama dengan apa yang kita sebut sebagai teori tentang segala hal (theory of everything) dalam fisika dan tujuannya adalah mengusulkan sebuah teori / model umum tentang pikiran. Apa saja model ini? Beberapa ilmuwan cenderung memilih teori otak statistikawan (The statistician brain) yang menawarkan pemahaman umum tentang persepsi, ingatan, bahasa dan sebagian besar fungsi kognitif lainnya. ide ini kemudian dapat disimpulkan dalam formula berikut: berpikir berarti memprediksi. Melihat berarti menilik; mengenal berarti mengantisipasi; belajar berarti berpraanggapan, kemudian mengoreksinya sesuai dengan ide yang didapat sebelumnya. Otak adalah sebuah mesin untuk memprediksi dan mengantisipasi, untuk membuat hipotesis melalui hukum probabilitas. Cepat, efektif dan ekonomis... dan menurut Karl Friston, ilmuwan asal inggris, salah satu ilmuwan yang mendukung teori ini, hal ini tidak hanya berlaku pada otak manusia, tetapi juga pada organisme hidup umunya: sebuah hukum entropi yang berlaku pada mashluk hidup. Model umum lainnya tentang pikiran yang cukup diakui adalah teori analogi pikiran (analogical mind) yang didukugn oleh Douglas Hofstadter, Emmanuel Sander dan beberapa ilmuwan lainnya. analogi sudah sejak lama dianggap sebagai formula dan gaya yang biasa digunakan oleh sastrawan dan pemimpi, merupakan sebuah proses mental yang sangat fundamental. Proses ini membuat kita mampu membangun berbagai konsep untuk memahamai dunia, mulai dari pikiran yang paling biasa hingga berbagai teori ilmiah. Berpikir berarti menghasilkan berbagai analogi dan metafor, serta memperbandingkan berbagai hal yang membuat kit amelihat struktur dasar di atas permukaan berbagai hal. Ilmuwan asal Amerika, David Eagleman, melihat pikiran dalam suatu cara lain, seperti sepasukan musuh. Berbagai modul kecil bertugas dan menjalankan berbagai operasi tertentu yang terkoordinir pada sebagian besar waktunya, tetapi mereka juga bersaing dan saling melawan seperti berbagai layanan dalam sebuah perusahaan di bawah pengawasan seorang pengawas utama. Kesadaran lah yang berusaha dengan baik untuk mengatur dan menyatukan berbagai tindakan yang jumlahnya berlipatganda serta tidak teratur tersebut. Menurut pendekatan ini, pikirna manusia bukanlah sebuah unit yang tersusun berdasarkan sebuah rencana besar secara bersama samapa seperti sebuah mesin yang diberi bahan bakar, bukan juga seperti sarang semut, ataupun organisme, tetapi merupakan sedikit elemen dari masing-masing hal tersebut. Berbagai Model/ Teor Pikiran Model SimbolikModel simbolik adlaa model yang menjadi dasar dari sains kognitif. Model ini melihat otak sebagai sebuah mesin dan pikiran seperti sebuah program komputer. Ide yang mendasari teori komputasional pikiran ini adalah semua pikiran, baik yang paling biasa sekalipun dapat diterjemahkan ke dalam bentuk aljabar mental. Begitu pula dalam menghasilkan ide yang sama >, pikiran kita mengubah operasi logika tersebut dalam bentuk (operasi deduksi). Ide yang simpel ini dapat diterjemahkan dalam bentuk proposisi logika dalam bentuk (di mana f=membeli, x=barang, P1=harga buku di supermarket, P2=harga buku di toko buku).Model KoneksionismeModel koneksionisme mulai bersaing dengan model simbolik sejak tahun 1980. Perseteruan antara kedua teori ini cukup sengit. Model yang satu (simbolik) beranggapan bahwa informasi diolah dalam rangkaian/seri tertentu, sedangkan model yang lain (koneksionisme) beranggapan bahwa informasi diolah secara paralel; dalam model simbolik, operasi mental diolah melalui representasi (sebuah objek di dunia direpresentasikan oleh sebuah tanda), dalam model koneksionisme tidak ada representasi mental apapaun. Kerja pikirna merupakan serngkaian interaksi anara elemen elemen tertentu yang mempunyai masing-masing tugas dan kapasitas kognitif tertentu yang minim. Serangkaian interaksi ini lah yang menghasilkan sebuah solusi umum (global). Sudah lama menjadi rival, pendekatan simbolik dan koneksionisme kemudian disatukan dalam beberapa teori baru tentang sistem multi-agen. Pikiran yang teritegrasi (incarnated cognition) Francisco Varela dalam pengantar karya awalnya yang berjudul The Embodied Mind pad atahun 1991 melihat kembali kedua model pikiran untuk kemudian mengusulkan sebuah model baru yang disebut incarnated cognition. Pikiran manusia tidak serupa dengan sebuah program perhitungan abstrak. Berpikir adalah sebuah aktivitas yang tertanam dalam mahluk hidup. Konsep mengenai pikirna ini mulai berkembang sejak tahun 2000an, terutama karena berbagai perkembangan dalam ilmu neurosains dan juga karena berbagai studi tetang emosi dan pengambilan keputusan. Pikiran yang terdistribusi (situated Cognition/distributed cognition)Secara paralel, teori pikiran yang terdistribusi menganggap pikiran bukanlah merupakan fenomena individual (seperti yang terjadi di dalam mesin ataupun manusia) tetapi merupakan fenomena kolektif yang terjadi dari relasi beberapa otak atau sebuah otak dengan sebuah mesin, dalam suatu lingkungan tertentu. Model yang menjadi acuan dari teori ini adalah pilot sebuah pesawat ditemani oleh ko-pilot dan papan instrumen mereka. Artikel ini dialihbahasakan dari Artikel dalam majalah Science Humaine berjudul Balade parmi les thories de lesprit yang ditulis oleh Jean-Franois Dortier dan diterbitkan pada tanggal 23 April 2013