the stapedial reflex

36
BAB I. PENDAHULUAN Proses pendengaran merupakan pembacaan dari sinyal pendengaran, yang dihubungkan dengan kemampuan untuk melokalisasi sumber suara. Dan untuk mempertajam, membedakan, mengenal serta memahami rangsang pendengaran struktur pendengaran pada sistem saraf perifer maupun sentral harus dijalankan secara normal untuk fungsi yang cukup. Pada fungsi struktur perifer, beberapa akan tampak berhubungan erat antara refleks akustik, kontraksi otot stapedius, dan pemrosesan pendengaran. Perubahan refleks akustik mengindikasikan gangguan proses pendengaran 1 . Reflex stapedius atau reflek akustikus merupakan kontraksi otot stapedius yang berada di telinga tengah, yang diinduksi oleh rangsangan akustik (bunyi) yang kuat. Hal yang penting adalah pemeriksaan ambang refleks akustik, yang menilai jalur eferen dan menyediakan informasi mengenai batang otak. Fungsi refleks akustik meliputi meningkatkan pendengaran untuk suara bersambungan, membedakan sinyal pendengaran dari suara lainnya, merubah intensitas ambang pendengaran yang berlebihan, menipiskan suara dari mengunyah dan pergerakan rahang selama berbicara, bersuara, meningkatkan perbedaan pada intensitas tinggi dan

Upload: pulong-wijang-pralampita

Post on 24-Jul-2015

505 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: The Stapedial Reflex

BAB I. PENDAHULUAN

Proses pendengaran merupakan pembacaan dari sinyal pendengaran, yang

dihubungkan dengan kemampuan untuk melokalisasi sumber suara. Dan untuk

mempertajam, membedakan, mengenal serta memahami rangsang pendengaran

struktur pendengaran pada sistem saraf perifer maupun sentral harus dijalankan

secara normal untuk fungsi yang cukup. Pada fungsi struktur perifer, beberapa akan

tampak berhubungan erat antara refleks akustik, kontraksi otot stapedius, dan

pemrosesan pendengaran. Perubahan refleks akustik mengindikasikan gangguan

proses pendengaran1. Reflex stapedius atau reflek akustikus merupakan kontraksi otot

stapedius yang berada di telinga tengah, yang diinduksi oleh rangsangan akustik

(bunyi) yang kuat.

Hal yang penting adalah pemeriksaan ambang refleks akustik, yang menilai

jalur eferen dan menyediakan informasi mengenai batang otak. Fungsi refleks akustik

meliputi meningkatkan pendengaran untuk suara bersambungan, membedakan sinyal

pendengaran dari suara lainnya, merubah intensitas ambang pendengaran yang

berlebihan, menipiskan suara dari mengunyah dan pergerakan rahang selama

berbicara, bersuara, meningkatkan perbedaan pada intensitas tinggi dan frekuensi

yang dipilih, meningkatkan lokalisasi suara dan rasa suara langsung dengan interaksi

binaural1.

Refleks stapedius memiliki fungsi menjaga koklea dari suara keras. Dan

ketika refleks dikeluarkan, otot stapedius pada kedua telinga akan berkontraksi,

dengan menguatkan osikulasi, dimana jalur ini disusun oleh koklea, saraf

vestibulokoklearis (N.VIII), nucleus koklear ventral, kompleks olivari superior,

nucleus motorik fasialis dan cabang motorik saraf fasialis (N.VII). Ketidakhadiran

refleks akustikus dapat berarti ketulian pada derajat yang cukup kuat untuk

mnghambatnya, mengindikasikan bahwa telinga tengah akan memberikan perubahan

atau adanya lesi pada jalur refleks2.

Page 2: The Stapedial Reflex

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Nervus Vestibulocochlearis memasuki batang otak tepat dibelakang nervus

facialis (VII) pada suatu daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh pons, flocculus

dan medulla oblongata, keduanya kemudian terpisah dan mempunyai hubungan ke

pusat yang berbeda. Nervus Vestibularis dan Cochlearis biasanya bersatu yang

kemudian memasuki meatus acustikus internus, disebelah bawah akar motorik nervus

VII3.

2.1.1 Nervus Vestibularis

Nervus Vertibularis intinya terdiri dari 4 bagian yaitu medial, superior,

inferior dan lateral. Nukleus ini terletak di bagian dorsal antara pons dan medulla

sehingga menjadi bagian depan/dinding dari ventrikel IV. Pengetahuan mengenai

nukleus vestibularis inferior masih sangat sedikit. Nukleus vestibularis lateral dan

medial berperan dalam refleks labiryntine statis, sedangkan nukleus vestibularis

medial dan superior berperan dalam refleks dinamis dan vestibuloocular4.

Pada daerah fundus dari meatus acustikus internus, bagian vestibuler dari

N.vestibulocochlearis, meluas untuk membentuk ganglion vestibuler yang kemudian

terbagi menjadi divisi dan superior dan inferior. Kedua divisi ini kemudian

berhubungan dengan canalis semisirkularis. Didalam canalis semisirkularis terdapat

sel-sel bipolar yang mengumpulkan impuls dari sel-sel rambut untuk diteruskan ke

batang otak terutama ke nucleus vestibularis superior, inferior, medial dan lateral

serta sebagian langsung ke lobus flokullonodularis dari cerebellum melalui

pedunkulus cerebellaris inferior homolateral4.

Page 3: The Stapedial Reflex

3

Gambar 2.1 Nervus vestibulokoklearis5

2.1.2 Nervus Cochlearis

Nervus Cochlearis intinya dari dua bagian, yaitu ventral dan dorsal, letaknya

disebelah lateral pedunkulus serebelli inferior. Tonjolan inti cochlearis pada dinding

ventrikel IV disebut acoustic tubercle. Serabut dari N.Cochlearis akan berjalan ke

cochlea dan membentuk ganglion spirale cochlea, serabutnya berakhir Pada sel-sel

rambut organon corti di ductus cochlearis. Serabut dari nucleus vestibularis dan

cochlearis berjalan ke ventrolateral dan keluar dari batang otak pada daerah

pontomedularry junction bersama N. VII yang terletak disebelah medialnya,

kemudian berjalan masuk ke os petrosus melalui meatus acustikus internus, jarak dari

pontomedullari ke meatus acustikus internus 10 mm (6-15 mm)4.

Di dalam meatus akustikus inferior, nervus vestibularis berjalan di sebelah

dorsal, sedangkan nervus cochlearis berjalan di sebelah ventralnya. Di atasnya

Page 4: The Stapedial Reflex

4

berjalan nervus intermedius (N VII) dan serabut motorik nervus VII. Perjalanan

selanjutnya agak berputar sedikit, sehingga nervus cochlearis berada di sebelah

bawah, diatasnya nervus vestibularis, sedangkan nervus facialis di sisi depannya dan

nervus intermedius diantaranya3.

Gambar 2.2 Anatomi Pendengaran6

Page 5: The Stapedial Reflex

5

2.1.3 Nervus Facialis

Nervus fasialis atau saraf ke VII, terutama merupakan saraf motorik yang

menginervasi otot – otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ni membawa serabut

parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan

hidung, dan ia juga menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi

ekseteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan

lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan

sensasi proprioseptif dari otot – otot yang dipersarafinya. Secara anatomis, bagian

motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut

parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai sarar intermedius, atau pars

intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di gangglion genikulatum, pada

lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan

lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion

genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan

selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desendens dan inti akar

desendens dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf

trigeminus8.

Inti motorik nervus fasialis terletak di bagian venterolateral tegmentum pontis

bagian kaudal18. Inti ini dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok dorsal

dan ventral. Yang tersebut pertama mensarafi otot – otot frontalis, zigomatikus,

belahan atas orbikularis okuli, dan bagian atas otot wajah. Kelompok ventral inti

nnervus fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah orbikularis okuli, otot wajah

bagian bawah dan platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks

motorik sisi kontralateral, sedangkan inti yang mengurusi otot wajah bagian atas

mempunyai intervasi kortikal secara bilateral. Hubungan kedua inti tersebut dengan

susunan ekstrapiramidal adalah bilateral19.

Akar nervus fasialis tidak langsung menuju ke permukaan lateral pons, tetapi

menuju ke dorsomedial terlebih dahulu, kemudian melingkari inti nervus abdusens

Page 6: The Stapedial Reflex

6

dan setelah itu, baru ia membelok ke venterolateral kembali untuk meninggalkan

permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan dengan nervus intermedius dan

nervus oktavus. Mereka bertiga memasuki meatus akustikus internus untuk

melanjutkan perjalannannya di dalam liang os petrosum yang dikenal sebagai

akwaductus fallopi atau kanalis fasialis. Nervus fasialis keluar dari liang os petrosum

kembali dan tiba di kavum timpani. Sekeluarnya itu nervus fasialis merupakan berkas

saraf yang mengandung serabut somatomotorik, viseromotorik, dan sensorik khusus.

Kedua seranut tambahan itu diperolehnya dari ganglion genikuli. Cabang pertama

yang dikeluarkan oleh nervus fasialis, setibanya di kavum timpani, ialah nervus

stapedius. Cabang kedua adalah khorda timpani. Sebelum berkas induk membelok ke

belakang untuk memasuki os mastoideum, khorda timpani memisahkan dirinya untuk

menuju ke depan. Melalui tepi atas membrana timpani ia berjalan ke depan dan di

fosa pterigoidea ia menggabungkan diri pada nervus lingualis. Induk berkas yang

terdiri dari serabut somatomotorik dan visero-(sekreto)-motorik meneruskan

perjalanannya ke dalam os mastoideus dan kemudian keluar dari tengkorak melalui

foramen stilomastoideum. Dari situ ia berjalan ke depan untuk bercabang – cabang.

Sebelum melintasi glandula parotis, nervus fasialis memberikan cabang aurikular

untuk otot – otot telinga dan cabang untuk otot stilohioid dan venter posterior di

gastrikus19.

Page 7: The Stapedial Reflex

7

Gambar 2.3 Distribusi nervus fasialis5

Gambar 2.4 Topografi Nervus Fasialis7

Page 8: The Stapedial Reflex

8

2.1.4 Musculus Stapedius

Musculus stapedius adalah otot yang sangat kecil yang berorigo di dalam

pyramidal eminence, yang merupakan penonjolan kecil pada dinding mastoid di

telinga tengah. Tendon ini muncul dari apex pyramidal eminence dan melewati jalur

depan serta melekat pada permukaan leher stapes. Musculus stapedius diinervasi oleh

cabang dari N.VII yaitu nervus stapedius19. Kontraksi otot stepedius yang merupakan

hasil dari respon suara keras, menyebabkan terdorongnya stapes ke belakang dan

mencegah osilasi yang berlebihan9.

Gambar 2.5 Anatomi Telinga Tengah9

2.2 Fisiologi Pendengaran

Suara sebagai gelombang getaran akan diterima oleh membrana tympani dan

getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan

stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan

diteruskan ke rongga cochlea serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga

Page 9: The Stapedial Reflex

9

cochlea terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibuli, scala

tympani dan scala perilimfe dan endolimfe. Antara scala tympani dan scala medial

terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus

cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana Dada

tinggi diterima di bagian basal dan Dada rendah diterima di bagian apeks. Akibat

gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi

perubahan dari energi mekanik ke chemoelectrical potensial dan akan dibawa oleh

serabut afferen nervus cochlearis ke inti dorsal dan ventral.

Kemudian menginhibisi input, bagian kontralateral bersifat mengeksitasi

input. Tetapi ada juga yang langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks

olivari superior serabutnya berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian

langsung ke colliculus inferior. Serabut-serabut ini membentuk lemniskus lateralis.

Dari colliculus inferior serabutnya berlanjut lagi ke corpus genikulatum mediale

sebagai brachium colliculus inferior. Dari CGM ini serabutnya berjalan ke korteks

serebri di area acustikus (area Broadmann, 41,42) dan disadari sebagai rangsang

pendengaran.

2.3 Refleks Stapedius

Reflex stapedius atau reflek akustikus merupakan kontraksi otot stapedius

yang berada di telinga tengah, yang diinduksi oleh rangsangan akustik (bunyi) yang

kuat10,11,12,13.Hal ini dianggap bahwa seseorang dengan ambang pendengaran normal

memiliki refleks stapedial yang utuh pada telinga tengah2. Refleks akustik dihipotesa

telah berperan sebagai proteksi dengan membatasi energy suara yang ditransmisikan

melalui telinga tengah14. Reflek akustikus dapat digunakan sebagai pengukur untuk

konduksi pada N.VIII dan juga N.VII20.

Pada primata, musculus stapedius, yang terkait dengan stapes dan inervasinya

dari cabang stapedial N. VII, berkontraksi sebagai refleks atas respon pada

rangsangan suara yang kuat. Di samping itu, karena suara yang keras dapat

dilemahkan oleh aksi dari reflek akustik, hal ini menyatakan bahwa fungsi lain dari

Page 10: The Stapedial Reflex

10

reflek tersebut adalah untuk melindungi bagian telinga dalam dari kerusakan yang

disebabkan oleh pajanan berlebihan dari suara yang keras11.

Refleks akustikus yang merupakan hasil dari kontraksi otot stapedius yang

diperoleh dari suara keras, dimana ketika telinga lain diberikan suara keras maka otot

stapedius kedua telinga berkontraksi15. Refleks ini akan muncul saat terdapat

intensitas suara yang lebih besar dari 70 – 90 dB di atas jangkauan pendengaran

telinga dalam. Hal ini akan menyebabkan musculus stapedius pada kedua sisi telinga

akan berkontraksi, membuat the tympanum relaks dan menawarkan impedansi pada

suara yang selanjutnya20. Kontraksi otot stapedius ini miring ke anterior stapes dari

oval window dan penegangan rantai osikulasi. Otot stapedius ini diinervasi oleh

nervus cranial VII, oleh karena itu adanya paralisis nervus VII maka otot stapedius

dapat juga terkena15. Hasil pemeriksaan refleks akustikus memiliki kontribusi yang

besar untuk diagnosis banding dan merupakan bagian dari evaluasi audiologi. Hal ini

dapat memberikan informasi tentang derajat ketulian dan tipe tuli (konduksi atau

sensorineural).

Empat neuron lengkung reflek terdiri atas serat aferen N VIII, neuron dari

ventral cochlear nucleus, neuron dari medial superior olive, dan facial motorneuron.

Hal ini dapat memberikan informasi bahwa abnormalitas dari reflek akustik

melibatkan patologi setinggi batang otak11.

Page 11: The Stapedial Reflex

11

Gambar 2.6 Lengkung Reflek Akustik13

Refleks stapedius memiliki fungsi menjaga koklea dari suara keras2,20. Dan

ketika refleks dikeluarkan, otot stapedius pada kedua telinga akan berkontraksi,

dengan menguatkan osikulasi, dimana jalur ini disusun oleh koklea, saraf cranial

VIII, nucleus koklear ventral, kompleks olivari superior, nucleus motorik fasialis dan

cabang motorik saraf fasialis. Ketidakhadiran refleks akustikus dapat berarti ketulian

pada derajat yang cukup kuat untuk mnghambatnya, mengindikasikan bahwa telinga

tengah akan memberikan perubahan atau adanya lesi pada jalur refleks2.

Ketidakmunculan refleks akustik kemungkinan merupakan hasil dari (a)

penurunan input untuk dapat mencetuskan mekanisme reflek yang disebabkan oleh

gangguan telinga tengah, (b) penurunan transmisi pada jalur aferen oleh karena

sensorineural hearing loss, (c) fungsi yang abnormal bagian eferen pada lengkung

refleks oleh karena gangguan atau lesi pada brainstem atau N.VII, atau (d) adanya

gangguan mekanik pada telinga tengah yang dapat menurunkan atau menghilangkan

perubahan impedansi sebagai suutu keadaan yang normal dari kontraksi otot. Pada

pemeriksaan evaluasi gangguan telinga tengah, pengukuran refleks akustik

merupakan petunjuk yang tidak langsung dari status telinga tengah dan lebih lanjut

Page 12: The Stapedial Reflex

12

dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan tympanometry untuk penaksiran

langsung21.

Bagaimanapun dengan adanya pendengaran manusia yang normal, dengan

tidak adanya refleks stapedius, telah diobservasi, dimana mungkin disangka akibat

absennya otot stapedius atau bahkan perubahan saraf auditori/pendengaran

(neuropati). Fungsi pendengaran sangat penting dalam kontribusinya dalam system

komunikasi kompleks2. Perubahan pada persepsi pendengaran mungkin dipicu

masalah pada perkembangan bicara, bahasa, membaca, belajar bahkan sosialisasi

pada anak, dewasa maupun orang tua.

Pengurangan refleks pada respon terhadap rangsang terus menerus disebut

kerusakan refleks akustik. Kerusakan refleks akustik ini paling sering diperoleh dari

rangsang yang terus menerus dan diukur berdasarkan perubahan pada telinga tengah

yang digunakan berlebihan14. Tingkatan kerusakan pada refleks akustik ini

bergantung pada frekuensi rangsangan, bila suara dengan frekuensi rendah maka

berhubungan dengan kemungkinan kecil kerusakan atau tanpa kerusakan, sedangkan

frekuensi sekitar 2 kHz atau lebih biasanya berhubungan dengan kerusakan yang

besar sekali14.

2.3.1 Pemeriksaan Refleks Stapedius

Prinsip-prinsip pengukuran dari refleks akustik tidak berubah sejak investigasi

METZ pada tahun 1952. Refleks akustik terdeteksi sebagai perubahan dari kepatuhan

telinga tengah. Dua rangsangan disampaikan kepada subjek berupa nada frekuensi

rendah biasanya 226 Hz digunakan untuk mengukur kepatuhan (compliance) telinga

tengah, dan tingkat nada tinggi tambahan yang terbatas dengan durasi tertentu

digunakan untuk memperoleh refleks akustik. Bermacam-macam rangsang dapat

dimanfaatkan untuk tujuan ini, seperti (misalnya) broadband atau suara filtered,

tekanan nada atau urutan tekanan nada. Jika tingkat suara tambahan cukup tinggi

untuk mendapatkan refleks akustik, maka compliance akustik menurun dan tingkat

pengukuran nada meningkat. Peningkatan pengukuran tingkat nada dapat dideteksi

Page 13: The Stapedial Reflex

13

dengan mikrofon ditempatkan di saluran telinga. Dalam sistem yang tersedia secara

besar, tegangan pada output mikrofon dipertahankan pada tingkat yang konstan

dengan cara menjembatani impedansi electroacoustic16.

Pada tahun 1946, Metz mendeskripsikan metode elektromekanikal untuk

mendeteksi perubahan relatif pada telinga tengah gangguan akustik. Cara kerjanya

berdasarkan beberapa hal sebelumnya yang mempelajari mekanisme telinga tengah

dan refleks akustikus dari sisi dasar peneliti. Metz salah satu diantara peneliti yang

melihat potensial klinis dari pengukuran gangguan telinga tengah. Pada masanya

pertanyaan terbesar adalah diagnosis banding antara tuli konduksi atau tuli persepsi.

Tujuan karyanya adalah untuk mengembangkan ukuran yang obyektif dari fungsi

telinga tengah dan menggunakannya sebagai alat klinis untuk mendiagnosa gangguan

telinga tengah4.

Pencatatan dan interpretasi dari refleks akustik merupakan teknik diagnostik

klinis audiologi yang sebagian besar tercakup dalam standar pengujian.audiometri.

Tidak adanya suatu refleks akustik yang berasal dari tuli konduksi atau gangguan

pendengaran sensorineural, dari gangguan pada saraf pendengaran (saraf kranial

VIII), atau dari gangguan pada motor neuron di saraf wajah (saraf kranial VII).

Parameter yang penting pada sebagian besar refleks akustik adalah acoustic reflex

threshold (ART). Hal ini adalah stimulus intensitas terendah di mana kontraksi dari

otot stapedius dapat terdeteksi. Banyak peneliti telah mendokumentasikan bahwa

ART berkisar antara 80 dB hearing level (HL) dan 100 dB HL untuk-nada stimulasi

murni dalam pendengaran normal16. Perubahan atau kriteria defleksi 0,03 biasanya

diambil sebagai perubahan minimum untuk adanya refleks. Batas normal dari level

intensitas atau respon ambang refleks akustik adalah 70-90 dBHL, nilai lebih dari 90

atau respon menghilang merupakan nilai patologis7.

2.3.2 Pengukuran Refleks Stapedius

Pengukuran refleksstapedius melibatkan penyajian rangsangan tonal dan /

atau suara keras untuk memperoleh suatu refleks tanggapan dari otot stapedius.

Page 14: The Stapedial Reflex

14

Sebagai rangsangan akustik untuk satu telinga, menyebabkan kontraksi refleks di

kedua telinga, dan karena itu kita mengukur baik jalur refleks kontralateral maupun

ipsilateral. Hal ini dilakukan dengan menggunakan baik penyelidikan immittance

(yang sama digunakan untuk timpanometri) dan earphone / telepon masukkan telinga

dengan probe immittance di dalamnya disebut probe telinga, sementara telinga

menerima rangsangan ini disebut stimulus telinga.

Untuk pengujian ipsilateral, telinga probe dan telinga stimulus satu dalam

stimulus (sama dan pengukuran terjadi di telinga yang sama). Untuk pengujian

kontralateral, telinga probe dan telinga stimulus berbeda (stimulus disajikan kepada

satu telinga, sedangkan pengukuran terjadi di telinga yang berlawanan). Jika

pengujian ipsilateral digunakan sendiri, gangguan retrocochlear (misalnya, aksial-

intra lesi batang otak) dapat terlewatkan. Cara yang benar untuk memilih pengukuran

didasarkan pada telinga yang dirangsang oleh suara keras. Jika telinga kiri ipsilateral

dirangsang dengan suara keras dan pengukuran juga terjadi di telinga ini akan

menjadi refleks akustik pengukuran / ambang batas ipsilateral kiri. Jika stimulus

disajikan ke telinga kiri, tapi refleks dicatat di sebelah kanan, hal itu akan disebut

pengukuran ambang batas refleks kontralateral kiri. Tidak semua orang menganut

metode pelaporan dan karena itu harus berhati-hati ketika meninjau klinisi lain hasil.

Jalur Ipsilateral

Jalur ipsilateral terbaik dapat dijelaskan sebagai berikut. Suara keras berjalan

melalui telinga bagian luar, tengah dan dalam (koklea), kemudian berjalan sepanjang

saraf vestibulocochlear (N.VIII) untuk menuju batang otakdan tiba di inti koklea.

Dari sini sinyal disalurkan ke kompleks olivary superior dan inti nervus VII. Sinyal

kemudian dikirim melalui N.VII sehingga menyebabkan kontraksi dari otot stapedius.

Page 15: The Stapedial Reflex

15

Gambar 2.7 Jalur Ipsilateral Refleks Akustik

Jalur Kontralateral

Dalam jalur refleks kontralateral, suara keras berjalan melalui telinga bagian

dalam (koklea), luar, dan tengah, kemudian disalurkan sepanjang CNVIII menuju

batang otak dan tiba pada inti koklea. Dari sini sinyal perjalanan ke dilanjutkan ke

kompleks olivary superior dan inti N.VII lainnya. Sinyal kemudian dikirim melalui

N.VII sehingga menyebabkan kontraksi dari otot stapedius.

Page 16: The Stapedial Reflex

16

Gambar 2.8 Jalur kontralateral refleks akustik

2.4 Interpretasi Refleks Stapedius

2.4.1 Gangguan Pendengaran Konduktif

Pada tuli konduktif yang berarti akan menyebabkan terjadinya eliminasi

respon pada telinga yang berlawanan pada saat telinga yang tuli distimulasi. Hal ini

terjadi karena stimulasi yang diberikan tidak cukup keras untuk dapat mencetuskan

reflek saat telinga yang tuli distimulasi, dan pada abnormalitas telinga tengah (misal

otosclerosis atau efusi telinga tengah) terjadi pencegahan kontraksi otot stapedius saat

telinga yang normal distimulasi13. Respon untuk refleks akustik tidak akan muncul

pada pasien dengan gangguan pendengaran konduktif oleh karena terjadi pembatasan

mekanik pada pergerakan osikular20.

Page 17: The Stapedial Reflex

17

Refleks akustik akan hilang ketika sebuah probe ditempatkan di telinga

dengan gangguan telinga tengah. Hal ini disebabkan bahwa gangguan telinga tengah

biasanya mencegah probe dari pengukuran perubahan sesuai ketika kontrak otot

stapedius. Oleh karena itu refleks akan hilang bahkan dalam kasus gangguan

pendengaran konduktif ringan. Pada kehadiran timpanogram Tipe C, tergantung pada

tingkat tekanan negatif di telinga tengah, refleks dapat berupa ada atau tidak ada. Jika

refleks akustik terdapar di telinga probe, tidak mungkin bahwa gangguan

pendengaran konduktif ada, kecuali dalam kasus langka Superior Semicircular Canal

Dehiscence (SSCD).

Selain itu, penyakit atau kelainan pada otot stapedius juga akan menyebabkan

tidak munculnya reflek akustik. Dengan demikian, reflek akustik pada pasien tuli

konduktif unilateral yang akan muncul adalah reflek ipsilateral pada telinga yang

normal. Pada tuli konduktif bilateral reflek akustik tidak akan muncul pada keempat

situasi pemeriksaan13.

Gambar 2.9 Gambaran lengkung refleks akustik pada gangguan telinga tengah21

Page 18: The Stapedial Reflex

18

2.4.2 Gangguan Pendengaran Koklea

Dalam telinga dengan gangguan pendengaran koklea, mungkin refleks akustik

akan ditimbulkan pada tingkat sensasi (SL) kurang dari 60dB. SL merupakan hal

yang berbeda antara ART dan ambang pendengaran. Sebagai contoh, jika ambang

pendengaran pada 1kHz adalah 50dBHL dan ART 90dBHL, tingkat sensasi adalah

40dBSL. Ketika SL kurang dari 60dB, maka tes Metz positif diindikasikan. Hal ini

menunjukkan koklea sebagai letak lesi (tuli sensorineural) karena fenomena

perekrutan kenyaringan.

Pasien dengan gangguan kehilangan pendengaran koklear yang ringan sampai

sedang mempunyai ambang reflek yang kira – kira sama pada ipsilateral ataupun

kontraleteral dibandingkan dengan telinga yang normal. Reflek akustik tidak muncul

pada gangguan kehilangan pendengaran yang parah13.

Gambar 2.10 Gambaran lengkung refleks akustik pada lesi di koklea21

Page 19: The Stapedial Reflex

19

2.4.3 Gangguan pendengaran Retrocochlear

ART pada telinga dengan patologi retrocochlear (N.VII) biasanya tinggi

diatas daripada untuk pendengaran normal atau gangguan pendengaran koklea.

Seringkali tidak hadir pada tingkat stimulus maksimal. Perlu diingat bahwa hasil

ART harus dianalisis dalam kombinasi dengan riwayat kasus pasien, audiogram,

bicara dan temuan timpanometri untuk diagnosis banding.

Gambar 2.11 Gambaran lengkung refleks akustik pada lesi retrokoklear21

2.4.4 Lesi pada Nervus Vestibulokoklearis (N. VIII)

Lesi pada nervus VIII dapat menghilangkan reflek akustik ipsilateral dan

kontralateral apabila telinga yang mengalami gangguan yang distimulasi. Sebaliknya,

reflek akustik ipsilateral dan kontralateral akan muncul apabila telinga yang normal

Page 20: The Stapedial Reflex

20

distimulasi. Pada keadaan patologis yang mengenai ‘central crossed pathway’, reflek

terjadi pada kedua kondisi ipsilateral, tetapi tidak muncul pada kedua kondisi

kontralateral13.

2.4.5 Keterlibatan Saraf Facial / N.VII

  Refleks akustik yang tidak ditemukan ketika diukur pada sisi yang terkena

dalam kasus gangguan saraf wajah (misalnya, probe diletakkan pada telinga yang

terkena). Hal ini karena otot stapedius adalah diinervasi oleh N.VII. Seringkali,

gangguan N.VII mudah dikenali (misalnya, kelumpuhan wajah dalam kasus Bell's

palsy) dan pengukuran dari refleks akustik digunakan sebagai alat untuk memantau

proses pemulihan pada pasien tersebut.

Lesi pada nervus VII (misal Bell Palsy) dapat menghilangkan reflek akustik

pada pengukuran di sisi yang lumpuh, tampa menghiraukan telinga mana yang

distimulasi. Keadaan ini dapat dibedakan dengan pola konduktif karena pada tuli

konduksi telinga yang diperiksa menunjukkan hilangnya reflek kontralateral. Pada

kelainan N VII, reflek akustik dapat juga digunakan untuk menentukan letak lesi,

apakah berada dibagian proksimal atau dibagian distal dari cabang otot stapedius.

Apabila lesi berada pada daerah proksimal otot stapedius refleks akustik akan

menghilang, sedangkan apabila lesi terletak pada bagian distal dari otot stapedius

maka refleks akan tetap terjadi13.

Page 21: The Stapedial Reflex

21

Gambar 2.1 Gambaran lengkung refleks akustik pada lesi nervus fasialis21

2.4.6 Lesi batang otak Intra-aksial

Sangat jarang ditemukan yaitu sekitar 1 dalam 10 juta. Refleks akustik

ipsilateral normal dan hilang pada contralateral. Jalur kiri dan kanan terganggu oleh

lesi yang melibatkan serabut pendengaran.

2.4.7 Neuroma dan ALS

Kerusakan refleks akustik pada pasien dengan neuroma dapat dibedakan dari

system auditori normal. Pasien dengan neuroma akustik sering menunjukkan

kerusakan yang besar, bahkan ketika mendapatkan stimulus dengan nada frekuensi

rendah14. Ketika hasil ini merupakan variabel pasien, kerusakan pada respon untuk

Page 22: The Stapedial Reflex

22

nada frekuensi rendah dalam hubungannya dengan gejala lainnya sering di-followup

dengan MRI untuk menegakkan neuroma. Tes klinis lainnya pada akustik neuroma

adalah abnormalitas atau hilangnya respon pendengaran batang otak14.

Neuropati pada pendengaran terdiri dari saraf pendengaran yang secara umum

tidak selaras pada saraf konduksi, mungkin berhubungan dengan perubahan

mielinisasi pada serabut saraf. Tempat perubahan yang tepat tidak dijelaskan dan

mungkin berbeda pada beberapa kasus, namun kemungkinan pada sel rambut dalam,

pada sinaps antara sel rambut dalam dan nervus V.III, pada sepasang nervus V.III itu

sendiri atau bahkan pada beberapa struktur2.

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) merupakan penyakit neurodegenerative

yang meliputi sistem saraf motorik. Pada ALS, keterlibatan saraf motorik wajah

menginnervasi otot mimic wajah yang telah dikonfirmasi secara klinikopatologi,

namun saraf motorik stapedius berhenti di nervus fasialis dan innervasi otot stapedius

tidak terjadi. Pada beberapa studi, untuk menganalisis kesinambungan sistem motorik

stapedius, maka refleks stapedial yang secara fisiologi menjaga telinga tengah

melawan paparan suara keras dengan mengkontraksikan otot stapedius pada telinga

tengah, dimana dapat diperiksa dengan impedance audiometry3.

Page 23: The Stapedial Reflex

BAB III

KESIMPULAN

Refleks akustikus atau stapedial yang merupakan hasil dari kontraksi otot

stapedius yang diperoleh dari suara keras, dimana ketika telinga lain diberikan suara

keras maka otot stapedius kedua telinga berkontraksi. Kontraksi otot stapedius ini

miring ke anterior stapes dari oval window dan penegangan rantai osikulasi. Otot

stapedius ini diinervasi oleh nervus cranial VII, oleh karena itu adanya paralisis

nervus VII maka otot stapedius dapat juga terkena. Empat neuron lengkung reflek

terdiri atas serat aferen N VIII, neuron dari ventral cochlear nucleus, neuron dari

medial superior olive, dan facial motorneuron. Hal ini dapat memberikan informasi

bahwa abnormalitas dari reflek akustik melibatkan patologi setinggi batang otak.

Page 24: The Stapedial Reflex

DAFTAR PUSTAKA

1. Attoni. Tiago M , Quintas. Victor G , and Mota. Helena B. 2010. Auditory

processing, acoustic reflex and phonological expression. Braz J

Otorhinolaryngoly.; 76(6) : 753-61

2. Pinotti, Corazza, Alcarás. 2009. Electrophysiological Evaluation of the

Auditory Nerve in Normal Hearing Patients with Absence of Stapedial

Reflexes. Approved on November 15 2009

3. Shimizu, Hayashida, Hayashi, Kato, Tanabe. 1996. Stapedial Reflex In

Amyotrophic Lateral Sclerosis. Journal of Neurology, Neurosurgery, and

Psychiatry Vol 60 : 544-548

4. Japardi, Iskandar. 2003. Nervus Vestibulocochlearis. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

5. Moore, Keith L., dan Agur, Anne M. R. 2007. Essential Clinical Anatomy –

Third Edition. Toronto: Lippincott Williams & Wilkins

6. Rohkam, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Thieme : New York

7. Dhillon, R. S., dan East, C. A. 2000. An Illustrated Colour Text – Ear, Nose and

Throat and Head and Neck Surgery – Second Edition. New York: Churchill

Livingstone.

8. Lumbantobing, S. M. 2008. Neurologi Klinik – Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

9. Drake, Richard L., Vogi, Wayne., dan Mitchell, Adam W. M. Gray’s Anatomy for

Students. London: Elsevier Churchill Livingstone

10. Irish, J., dan Papsin, B. 2000. Otolaryngology. MCCQE – Review Notes and

Lecture Series

11. Snow Jr, James B., dan Ballenger, John Jacob. 2003. Ballenger’s –

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery – Sixteenth Edition. Spain : BC

Decker Inc.

Page 25: The Stapedial Reflex

25

12. Standring, Susan. 2005. Gray’s Anatomy – The Anatomical Basis of Clinical

Practice – Thirty Ninth Edition.London: Elsevier Churchill Livingstone

13. Lalwani, Anil K. 2008. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology –

Head & Neck Surgery – Second Edition. New York: The McGraw-Hill

Companies

14. Chung, Buss, Hall , and Grose. 2001. The Effect of Temporal Stimulus

Characteristics in Maintenance of the Acoustic Reflex. The Department of

Otolaryngology/Head and Neck Surgery, The University of North Carolina

School of Medicine, Chapel Hill, USA ; Received: 19 December 2001

15. Anonym . 2010. Introduction to Reflexometry. http. www.Interacoustic.au

[desember 2010].

16. Neumann, J., Uppenkamp, S., Kollmeier, B. (1996). Detection of the acoustic

reflex below 80 dB HL. Audiology and Neurootology 1, 359-369.

17. Brad A. The Acoustic Reflex in Diagnostic Audiology: From Metz to Present.

Stach Vol. 8, No. 4t

18. Mardjono, Mahar., dan Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis Dasar.

Jakarta: Dian Rakyat

19. Sidharta, Priguna. 2005. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta:

Dian Rakyat.

20. Ropper, Alan H., dan Brown, Robert H. 2005. Adams and Victor’s Principles

of Neurology – Eighth Edition. New York: McGraw-Hill.

21. McPherson, David L. 2006. Hearing Test and Measurement. Utah: Brigham

Young University