tic gicu fiteu

35
LAPORAN TUTORIAL IN CLINIC (TIC) DI RUANG GICU RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Kelompok 2C Fitri Rahmawati 220112120516 Puteri Utami Yuliana 220112120520 Sehabudin Salasa 220112120540 Andi Mohamad J 220112120542 Wartini 220112120543 Dewi Tita A 220112120552 Ike Irawati S 220112120555 Lili Sali 220112120559 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Upload: wimbydea

Post on 08-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tic Gicu Fiteu

TRANSCRIPT

Page 1: Tic Gicu Fiteu

LAPORAN TUTORIAL IN CLINIC (TIC)

DI RUANG GICU RSUP Dr. HASAN SADIKIN

BANDUNG

Kelompok 2C

Fitri Rahmawati 220112120516

Puteri Utami Yuliana 220112120520

Sehabudin Salasa 220112120540

Andi Mohamad J 220112120542

Wartini 220112120543

Dewi Tita A 220112120552

Ike Irawati S 220112120555

Lili Sali 220112120559

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

ANGKATAN XXV

BANDUNG

2013

Page 2: Tic Gicu Fiteu

KASUS :

Klien Ny. I P3A0 berusia 32 tahun seorang karyawan swasta, mengeluh

badan menjadi kuning sejak ±8 hari SMRS disertai badan menjadi lemas dan

cepat haus, demam (-). Nyeri perut pada bagian atas disangkal, mual dan mutah

disangkal. BAK menjadi sering kemudian klien berobat ke RS Melinda, dikatakan

bayi menjadi sesak lalu dilakukan operasi caesar (SC) segera, dengan hasil USG

(04/10/13) dikatakan hepatomegali curiga suatu cholestasis hepatitis. Setelah

operasi (SC POD III) perut klien menjad kembung, flatus (+), BAB (-), mual

mutah (-). Seluruh badan menjadi bertambah kuning. Karena keluhannya, klien

dirujuk ke RSHS.

Saat dikaji tanggal 09 Oktober 2013, GCS klien E4M6V5, kesadaran

compos mentis, mengeluh nyeri skala 6 (1-10), nyeri tidak menjalar ke belakang

hanya pada perut bagian depan, nyeri seperti diremas-remas, dan dirasakan hilang

timbul. kulit klien kuning (+), sklera ikterik (+), konjungtiva anemis (-), distensi

abdomen (+) dan terdapat luka post SC di atas simpisis pubis melintang dan

tertutup verban, BU (+) 5x/menit, BAK keruh, kuning pekat kecoklatan. Mual (+),

muntah (-), klien mengatakan merasa cepat lelah saat melakukan sedikit aktivitas.

TD= 135/95 mmHg, nadi= 110x/mnt, RR= 22x/mnt, Suhu= 36,60C, CVP= 3

mmHg, gambaran EKG sinus Takhikardi, saturasi O2 100%, terpasang nasal

kanul 3 lpm. BB= ±60 kg, TB= 155cm. Edema ektremitas (+) pitting edema +3,

turgor kulit elastis <2 detik. Cairan lambung berwarna kuning keruh, klien

dipuasakan hingga saluran cerna sudah membaik. Lokhea (+) berwarna

kecoklatan, kontraksi uterus baik (keras) 2 jari dibawah pusat, ASI -/-. Diberikan

terapi cairan NaCL 0.9%, D10%, furosemid 5 mg/jam, dan triofusin 500mg dan

comafusin 1000mg, meropenem 3x1gr, nexium 2x40mg, alinamin F 3x1 amp,

primperan 3x1 amp, insulin 5 mg/jam. Klien di diagnosa P3A0 partus prematurus

dengan SC a.i gawat janin; intrahepatic cholestasis jaundice of pregnancy +

hepatorenal syndrome. Tanggal 10/10/13 klien dilakukan tindakan

plasmapharesis.

Page 3: Tic Gicu Fiteu

Riwayat persalinan

1 RS Hermina Aterm, 3500 gram SC Laki-laki 4 tahun (H)

2 RS Melinda Aterm, 3400 gram SC Laki-laki 14 bulan

(H)

3 RS Melinda Preterm, 2180 gram SC a.i gawat janin Perempuan 5 hari

Hasil Pemeriksaan Penunjang

PemeriksaanHasil ukur

Nilai rujukan08/10/13 09/10/13

Hb 11,6 10,9 12,0-16,0 g/dl

Ht 33 31 35-47 %

Leukosit 31500 48300 4400 – 11300 /mm3

Eritrosit 4,12 3,91 3,6-5,8 juta / uL

Trombosit 111000 82000 150.000 – 450.000 /mm3

MCV 80,6 79,8 80-100

MCH 28,2 27,9 26-34

MCHC 34,9 34,9 32-36

Kimia Klinik

Bil. Total

Bil. Direk

AST (SGOT)

ALT (SGPT)

Ureum

Kreatinin

GDS

Na

K

Cl

Ca Bebas

Mg

14,07

12,53

47

40

180

1,82

69

125

4,3

101

4,16

2,42

17,37

13,65

62

40

126

1,17

158

132

5,1

104

4,44

2,46

s/d 100 mg/dl

s/d 0,3 mg/dl

<35 U/L 37 C

0-35 U/L 37 C

15-50 mg/dL

0,5-0,9 mg/dL

70-100 mg/dl

135-145 meq/L

3,6-5,5 meq/L

98-108 meq/L

4,7-5,2 mg/dl

1,70-2,55 mg/dl

SGD SEVEN JUMP

Page 4: Tic Gicu Fiteu

STEP 1

1. Cholestasis hepatitis : peradangan pada hati akibat batu empedu

2. Bilirubin : hasil pemecahan dari sel darah merah

STEP 2

1. Anatomi tubuh bagian manakah yang mengalami gangguan?

2. Apakah kuning yang dialami klien ada hubungannya dengan kehamilan

dan tindakan operasinya?

3. Bagaimana kuning pada klien dapat terjadi?

4. Pemeriksaan apa sajakah yang dilakukan untuk penyakit klien?

5. Apakah yang dimaksud plasmapharesis? Dan apakah indikasinya?

6. Apa sajakah yang harus dikaji pada klien?

7. Masalah keperawatan yang mungkin muncul?

8. Tindakan keperawatan apa sajakah yang harus dilakukan untuk klien?

9. Apakah yang harus dilakukan perawat dalam menganalisis hasil lab darah

klien?

10. Komplikasi yang dapat terjadi?

11. Diet nutrisi yang diperlukan untuk klien?

STEP 3 & 4

1. Bilirubin merupakan bagian dari komposisi empedu yang di produksi di

hati. Yang terjadi pada obstruksi jaundice adalah kegagalan bilirubin untuk

dialirkan ke duodenum. Oleh karena itu kemungkinan dapat terjadi

gangguan pada anatomi organ hati-nya atau pada jumlah produksi empedu

yang dihasilkan oleh organ hati.

2. LO

3. Kuning dapat terjadi pada saat kadar bilirubin dalam darah meningkat.

Bilirubin yang terkonjugasi dapat larut dalam air dan dialirkan ke

duodenum dan mengeluarkannya menjadi warna kecoklatan pada tinja.

Ketika terjadi obstruksi, kadar bilirubin dalam darah meningkat dan

Page 5: Tic Gicu Fiteu

beredar dalam tubuh sehingga menyebabkan warna kuning pada kulit dan

sklera.

4. Pemerksaan darah sangat penting untuk monitorng kadar bilirubin dan

elektrolit klien dalam darah klien, sehingga terapi dapat diberikan dengan

tepat.

5. Plasmapharesis merupakan tindakan pencucian plasma, sejenis dengan

hemodialisa, dilakukan untuk klien dengan gangguan autoimun LO

6. Perawat tetap harus melakukan pengkajian secara komprehensif, secara

bio-psiko-sosio-spiritual, karena hal tersebut merupakan hal yang

dibutuhkan untuk klien. Bagaimana keluhan utama klien, pemeriksaan

fisik klien dan apa yang dirasakan klien secara mental berada di ICU,

karena kondisi tersebut dapat mempengaruhi proses perawatan untuk

klien.

7. Masalah yang mungkin muncul diantaranya nyeri, kesimbangan cairan

klien juga terganggu, kelemahan fisik karena proses penyakit dan masa

post partum (nifas).

8. Tetap menjaga lingkungan klien aman dan nyaman, mengobservasi

kondisi hemodinamika klien, keseimbangan cairan klien, dan KDM klien.

Memfasiltasi kunjunga keluarga untuk meningkatkan kekuatan klien

secara mental/psikologis.

9. Berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan koreksi cairan, melakukan

asuhan mandiri untuk mengobservasi hemodinamika klien

10. Dapat terjadi gangguan pada ginjal

11. Berkolaborasi dengan ahli gizi memberikan diet yang sesuai, dan secara

mandiri memotivasi untuk diet tersebut.

Page 6: Tic Gicu Fiteu

STEP 5

Learning Objective:

1. Konsep obstruksi jaundice/cholestasis jaundice

2. Hubungan penyakit dengan kehamilan dan tindakan SC

3. Plasmapharesis

4. Pengkajian kritis hingga muncul masalah keperawatan

5. Tindakan keperawatan kritis

STEP 6 (Self study)

STEP 7 (Reporting)

Page 7: Tic Gicu Fiteu

OBSTRUKSI JAUNDICE

1. Anatomi Kandung Empedu dan Traktus Biliaris

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau membran mukosa

jaringan tubuh lainnya menjadi kuning, akibat peningkatan kadar bilirubin dalam

sirkulasi darah oleh berbagai sebab. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan

cincin heme pada metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat

paling awal pada sklera mata, biasanya terjadi jika kadar bilirubin dalam darah

berkisar antara 2,0-2,5 mg/dl atau lebih. Makin tinggi kadar bilirubin dalam darah,

warna kuning akan semakin nyata. Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa

Perancis jaune yang berarti kuning (Talley 1996; Amirudin 2006).

Empedu dan komponen-komponennya diproduksi oleh sel-sel hati setiap

saat untuk kemudian dialirkan ke dalam kanalikulus hati, kemudian dialirkan

melalui duktus hepatikus kiri dan duktus hepatikus kanan yang keduanya

Page 8: Tic Gicu Fiteu

membentuk duktus hepatikus komunis. Sebagian dari empedu ini sebelum

dialirkan ke dalam duodenum, disimpan di dalam kandung empedu melalui

duktus sistikus. Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung

empedu, duktus hepatikus komunis menjadi duktus biliaris komunis (common bile

duct) atau disebut juga duktus koledokus. Dalam keadaan normal, kandung

empedu dapat menampung ± 50 ml cairan empedu (Amirudin 2006). Pada bagian

distal duktus koledokus sebelum mencapai muaranya di duodenum terdapat muara

duktus pankreatikus. Kedua saluran ini bermuara di duodenum melalui papilla

Vateri. Pada keadaan ikterus dapat terjadi berbagai perubahan biokimiawi,

fisiologi bahkan perubahan struktur jaringan hati, baik yang bersifat reversible

maupun yang irreversible. Tergantung penyebabnya, ikterus dapat diikuti dengan

berbagai perubahan/kerusakan pada berbagai bagian organ tubuh lain seperti

pankreas, usus, ginjal bahkan otak (Sulaiman 2006).

Hati mempunyai fungsi yang beraneka ragam yang meliputi fungsi

metabolisme, fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi endokrin, fungsi imunologi

dan lain-lain. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati

mengekskresikan sebanyak ± 1 liter empedu perhari ke dalam usus halus melalui

muara saluran empedu di duodenum. Empedu terdiri dari asam empedu (asam

kolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat dan dalam jumlah kecil asam

ursodeoksikolat), bilirubin, kolesterol, trace metal, serta metabolit obat, dengan

air sebagai unsur utama (97%). Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus

diubah menjadi glikogen untuk kemudian disimpan di hati (glikogenesis). Dari

depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis)

untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme di

dalam jaringan untuk menghasilkan energi dan sisanya diubah menjadi glikogen

yang disimpan dalam otot atau lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan.

Fungsi metabolisme protein dari hati terutama menghasilkan protein plasma

berupa albumin, protrombin, fibrinogen serta faktor-faktor pembekuan lainnya.

Adapun fungsi metabolisme lemak dari hati terutama dalam pembentukan

lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat (Sherlock 1993; Amirudin

2006).

Page 9: Tic Gicu Fiteu

Empedu sangat berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak,

ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam

berat. Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam sel-sel hati (hepatosit),

bersifat larut dalam air akibat konyugasi dengan glisin, taurin dan sulfat. Asam

empedu berfungsi sebagai deterjen dalam mengemulsi lemak, membantu kerja

enzim-enzim pankreas serta berperan utama dalam absorpsi lemak intraluminal.

Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur tetrapirol yang tidak larut

dalam air, sebagian besar berasal dari sel-sel darah yang telah hancur dan sebagian

lagi berasal dari katabolisme protein-protein heme lainnya (Talley 1996;

Amirudin 2006).

2. Definisi

Ikterus (jaundice) adalah pewarnaan kuning pada jaringan akibat

penimbunan bilirubin yang terjadi dalam keadaan hiperbilirubinemia serum.

Warna kuning ini dapat ditemukan pada sklera (kadar bilirubin mencapai 3

mg/dL), bawah lidah, atau kulit (bila bilirubin semakin meningkat). Pewarnaan

kuning ini dapat berkembang menjadi kehijauan bila proses sudah berlangsung

lama. Indikator lain hiperbilirubinemia adalah warna gelap pada urin (warna

seperti teh). Bilirubinuria menandakan adanya peningkatan bilirubin direk

(bilirubin indirek terikat albumin sehingga tidak akan melewati ginjal), dan

adanya penyakit hati.

Bilirubin adalah produk dari perombakan heme, di mana 70-80% bilirubin

yang diproduksi setiap hari berasal dari perombakan hemoglobin eritrosit.

Pembentukan bilirubin terjadi di sel retikuloendotelial, terutama hati dan limpa.

Bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) yang terbentuk dibawa ke hati oleh albumin.

Di hati, bilirubin tidak terkonjugasi diambil hepatosit untuk diubah menjadi

bilirubin terkonjugasi (direk). Bilirubin terkonjugasi diekskresikan melalui saluran

empedu ke duodenum. Di ileum distal dan kolon, bilirubin akan kembali

dihidrolisis menjadi bilirubin tidak terkonjugasi oleh β-glukoronidase bakteri.

Kemudian bilirubin tidak terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebanyak

80-90% urobilinogen diekskresikan bersama feses, dan 10-20% sisanya diabsorbsi

Page 10: Tic Gicu Fiteu

ke dalam aliran darah vena porta dan diekskresi ulang oleh hati. Sebagian kecil

urobilinogen dalam aliran darah diekskresi melewati glomerulus ke dalam urin.

Hiperbilirubinemia terjadi bila terdapat ketidakseimbangan antara

produksi dan pembuangan bilirubin: produksi berlebihan bilirubin; gangguan

pengambilan, konjugasi, atau ekskresi bilirubin; atau regurgitasi bilirubin

direk/indirek dari hepatosit atau saluran empedu yang rusak. Peningkatan bilirubin

indirek dapat disebabkan produksi berlebihan dan gangguan pengambilan atau

konjugasi bilirubin. Sementara peningkatan bilirubin direk dapat disebabkan oleh

berkurangnya ekskresi ke saluran empedu atau bocornya pigmen tersebut ke

belakang.

Hiperbilirubinemia terisolasi (tanpa disertai abnormalitas tes fungsi hati

lain) dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

Pasien hiperbilirubinemia disertai abnormalitas tes fungsi hati lain dapat

dibedakan menjadi pasien dengan proses hepatoseluler dan pasien dengan

kolestasis intra/ekstrahepatik. Untuk membedakan dua hal ini dapat dilakukan

pemeriksaan enzim SGOT/PT dan alkali fosfatase. Pasien dengan proses

hepatoseluler menunjukkan peningkatan terutama pada enzim aminotransferase

Page 11: Tic Gicu Fiteu

(SGOT dan SGPT) dibandingkan alkalin fosfatase, sementara pasien dengan

kolestasis menunjukkan hasil sebaliknya.

Peningkatan bilirubin (direk maupun indirek), SGOT/PT, dan gejala

bilirubinuria menandakan terdapatnya penyakit hati pada pasien. Alkalin fosfatase

juga meningkat, namun peningkatan SGOT dan SGPT lebih jauh meningkat

sehingga meningkatkan kecurigaan ke arah proses hepatoseluler.

Ikterik pada pasien ini disebabkan hepatoma. Terapi yang diberikan sesuai

dengan tatalaksana pasien hepatoma.

3. Etiologi

Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar penyebab dari kondisi

intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu:

1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti

Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan

fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat.

2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom

Alagille’s, kolestatik familial progresif tipe 1, “non sindromic bile duct

paucity”, obat-obatan hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah

transplantasi hati dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer.

Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu :

a) Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu

stadium lanjut sirosis bilier primer dan obat-obat hepatotoksik

b) Kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti

batu duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer

kolangitis, karsinoma pankreas dan pankreatitis kronik.

KOLESTASIS EKSTRAHEPATIK

Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat

dan ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur

dari duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear

pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan

Page 12: Tic Gicu Fiteu

disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada umumnya

diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.

Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh:

Batu empedu

Carsinoma pancreas dan ampula

Striktur saluran empedu

Cholangiocarsinoma

Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder

Ikterus obstruksi extra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus

portal:

1. Oedema jaringan ikat

2. Proliferasi duktus

3. Infiltrasi neutrofil

Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”.

Pada gambaran mikroskopik ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan

empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus porta, sehingga terjadi

reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier yang baru.

Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler

pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate

dan taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin. Infiltrasi

netrofil akan terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks

dan chemokine.

Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin

fibrosis) dapat ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi

aliran empedu dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada

Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan

oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik

jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan

bilirubin serum.

Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan

konfirmasi pada saat tindakan operasi.

Page 13: Tic Gicu Fiteu

KOLESTASIS INTRAHEPATIK

Secara anatomi umumnya penyebab ikterus obstruktif intrahepatik adalah:

Sepsis

Hepatitis virus dan hepatitis karena obat

Mutasi transpor empedu

Sirosis bilier primer

Reaksi penolakan transplantasi hati

Ikterus biasanya muncul dapat akut atau kronik tergantung dari perjalanan

penyakit. Dengan pengecatan HE pigmen empedu tampak coklat pada sitoplasma

hepatosit dan kanalikuli.. Pada potongan melintang dan potongan longitudinal

saluran empedu membentuk garis lurus atau bercabang disamping hepatosit. Pada

kolestasis yang predominan di regio sentrilobuler agak sulit dibedakan dengan

pigmen hemosiderin atau lipofuscin. Kerusakan interlobular dapat terjadi tanpa

kerusakan histologi.

Pada stadium awal umumnya belum terjadi perubahan histologi, secara

klinik sering terjadi pada kasus ikterus obstruktif pada wanita dengan antibodi anti

mitokondrial positif dan antibodi anti nuclear positif. Kerusakan empedu luas

ditemukan pada kasus obstruksi empedu akut yang diinduksi obat. Pada traktus

portal yang normal rasio arteri hepatica : saluran empedu = 1:1, perbandingan ini

akan berubah bila terjadi kerusakan pada zone interlobuler seperti pada keadaan

sirosis bilier primer, reaksi penolakan kronik transplantasi hepar, dan sindroma

Allagile’s. Jika terjadi pengurangan duktus lebih dari 50% akan menyebabkan

keadaan duktopenia. Duktopeni atau hilangnya duktus bilier interlobuler lebih dari

setengah portal tract ditemukan pada fase akhir kerusakan kandung empedu.

Dengan berbagai variasi kolestasis pada parenkim mudah diidentifikasi

dan arteri hepatika tanpa duktus bilier di traktus portal. Sel inflamasi kronik dapat

ditemukan dengan duktus yang normal tidak ditemukan. Pigmen empedu sedikit

pada stadium awal dapat diidentifikasi di lobulus, periportal dan kanalikuli.

Untuk membedakan antara pigmen empedu dan lipofuscin, empedu

berwarna coklat tua dengan ukuran granul bervariasi sedangkan lisosom

Page 14: Tic Gicu Fiteu

lipofuscin berwarna kuning muda. Pengecatan Hall’s stain dapat dilakukan untuk

identifikasi bilirubin. Perubahan parenkim hati terjadi degenerasi sitoplasma pada

hepatosit karena bereaksi dengan asam empedu. Kadang ditemukan apoptosis di

lobulus. Peningkatan retikulum endoplasma, hepatosit raksasa multinuklear.

Hepatitis

Pada hepatitis gambaran kerusakan dan infiltrasi sel ditandai adanya

pigmen coklat pada sinusoid sel Kuppfer, inflamasi periportal, hepatosit

membulat dan apoptosis pada hepatitis E. Ditemukan sirosis pada panderita

infeksi kronik Hepatitis B atau C, dan kolestasis pada kanalikuli dan substansi

hepatoseluler.

4. Klasifikasi

Ikterus prehepatik (ikterus hemolitik)

Pada keadaan ini terdapat peningkatan ringan kadar bilirubin total

terutama bilirubin tak terkonyugasi, namun enzim SGOT (serum glutamic

oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase)

serta fosfatase alkali normal. Begitu pula fungsi hati dan ekskresi empedu normal.

Keadaan ini dapat terjadi pada anemia hemolitik oleh berbagai sebab (misalnya

pada keadaan autoimmune hemolytic anemia (AIHA), defisiensi enzim G6PD

(Glucose-6-phosphate dehydrogenase), thalassemia, infeksi malaria, dan lain-

lain) atau pada beberapa penyakit gangguan metabolisme bilirubin yang bersifat

familial seperti Sindrom Gilbert dan Sindrom Crigler-Najjar (Sherlock 1993;

Talley 1996).

Ikterus hepatoseluler

Keadaan ini disebabkan proses inflamasi/kerusakan pada jaringan hati,

misalnya pada hepatitis (karena virus, bakteri atau obat-obatan). Dalam keadaan

ini, kadar bilirubin meningkat, baik bilirubin terkonyugasi maupun bilirubin tak

terkonyugasi, disertai dengan peningkatan enzim transaminase. Pada keadaan ini,

dapat pula terjadi kolestasis intrahepatik yang akan memperberat keadaan ikterus

Page 15: Tic Gicu Fiteu

(Sherlock 1993; Sulaiman 2006). Tergantung penyebabnya keadaan ini bisa

bermanifestasi akut maupun kronik dengan gambaran fungsi hati yang berbeda

walaupun bisa memberikan gambaran sebagian fungsi hati yang hampir sama.

Umumnya terdapat peningkatan enzim SGOT dan SGPT, dan pada keadaan yang

kronik bisa terjadi penurunan kadar albumin sebagai manifestasi terganggunya

fungsi sintesis hati (Sherlock 1993).

Pada sindrom Dubin-Johnson dan sindrom Rotor yang merupakan

penyakit herediter, terjadi keadaan ikterus ringan dan tanpa keluhan, yang

disebabkan oleh gangguan berbagai anion organik termasuk bilirubin, namun

ekskresi empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert, pada kedua

keadaan ini hiperbilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin terkonyugasi dan

empedu terdapat dalam urin.

Ikterus Kolestatik

Pada keadaan ini terjadi sumbatan (obstruksi) total atau parsial dari aliran

empedu dan komponen-komponennya dari mulai sel hati (kanalikulus) sampai ke

duodenum. Untuk kepentingan klinik, ikterus kolestatik dibagi menjadi dua yaitu

kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik bisa

terjadi pada keadaan hepatitis, sirosis hati bilier primer atau pada karsinoma hati

metastatik. Pada kolestasis ekstrahepatik terjadi sumbatan secara mekanis pada

duktus biliaris ekstrahepatik mulai dari duktus hepatikus komunis sampai muara

duktus koledokus (common bile duct) di duodenum. Keadaan ikterus kolestatik

ekstrahepatik ini sering disebut sebagai ikterus obstruktif (obstructive jaundice).

Ikterus obstruktif sering disebabkan oleh batu duktus koledokus, kanker kaput

pankreas, tumor duktus koledokus, tumor papilla Vateri atau striktur CBD (Lu

dan Kaplowitz 1995; Siddique et al. 2008; Pangestu et al. 2007). Pada keadaan ini

terjadi peningkatan kadar bilirubin plasma terutama bilirubin terkonyugasi.

5. Patofisiologi

Page 16: Tic Gicu Fiteu

Setiap hari tubuh manusia membentuk sekitar 250 sampai 350 mg

bilirubin atau sekitar 4 mg/kg bobot badan. 70-80% berasal dari pemecahan sel

darah merah yang matang, sedangkan 20-30% sisanya berasal dari protein heme

lainnya di sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi

besi dan bilirubin (produk antara) dengan perantaraan enzim hemeoksigenase.

Sementara itu enzim biliverdin reduktase akan mengubah biliverdin menjadi

bilirubin. Tahapan ini terutama terjadi di dalam sel sistem retikuloendotelial.

Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi dengan

asam glukuronat membentuk bilirubin diglukuronida (disebut juga bilirubin

terkonyugasi atau bilirubin direk) yang larut dalam air. Reaksi ini dikatalisis oleh

enzim mikrosomal glukuronil transferase. Dalam beberapa keadaan reaksi ini

hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronat

kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui enzim yang berbeda, namun

ini tidak fisiologis. Bilirubin terkonyugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus hati

bersama zat-zat lainnya, sampai ke duodenum. Di dalam usus, flora bakteri

men”dekonyugasi” bilirubin menjadi sterkobilinogen, dan mengeluarkannya

sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan

dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai urin

sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bisa

mengeluarkan bilirubin terkonyugasi. Hal ini dapat menerangkan warna urin yang

lebih gelap pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik (Sherlock

1993; Talley 1996).

Bilirubin tak terkonyugasi (disebut juga bilirubin indirek) bersifat tidak

larut dalam air namun larut dalam lemak, sehingga bisa melalui sawar darah otak

serta dapat melewati plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi

mengalami proses konyugasi dengan gula melalui enzim glukuronil transferase

dan larut dalam empedu. Pendapat yang lain menambahkan lagi proses

metabolisme bilirubin dengan 2 tahap lagi yaitu tahap transpor plasma dan tahap

liver uptake (Amirudin 2006).

Dengan memperhatikan proses metabolisme bilirubin di atas, maka ikterus dibagi

atas 3 kelompok, yaitu ikterus prehepatik (ikterus hemolitik), ikterus hepatik

Page 17: Tic Gicu Fiteu

(ikterus hepatoselular) dan ikterus kolestatik (ikterus obstruktif). Kadang-kadang

terdapat overlap antara ikterus hepatoselular dengan ikterus kolestatik (Sherlock

1993; Sulaiman 2006).

PLASMAPHARESIS

Plasmapheresis atau pertukaran plasma untuk menangani penyakit

autoimun. Cara ini memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari

plasma darah. Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan

jangka pendek yang mahal, dimana beberapa liter dari darah diangkat dari

pembuluh darah pasien, diolah dalam sebuah mesin, dan sel darah merah

dikembalikan melalui pembuluh darah ke dalam plasma tiruan (albumin dan

larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulang-ulang dalam 2 minggu ketika

manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan bagi pasien, seperti ketika

sedang mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani pembedahan atau

penyinaran. Beberapa pasien menjadi lebih kuat beberapa hari setelah menjalani

proses ini, tapi manfaatnya hanya berlangsung beberapa minggu saja.

Dalam penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan

tubuh sendiri . Sasaran penyerangan adalah antibodi, protein beredar dalam aliran

darah bertemu dan mengikat jaringan target. Setelah terikat, mereka merusak

fungsi dari target.

Plasmapheresis digunakan untuk menghilangkan antibodi dari aliran

darah, sehingga mencegah penyerangan pada tubuh mereka sendiri. Ini tidak

secara langsung mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk

membuat antibodi yang lebih, dan karena itu mungkin hanya menawarkan

manfaat sementara. Prosedur ini paling berguna dalam akut, gangguan diri

terbatas seperti sindrom Guillain - Barré, atau ketika gangguan kronis, seperti

myasthenia gravis. Dalam hal ini, perbaikan yang cepat bisa menyelamatkan

nyawa pasien. Penyakit neurologis terdiri dari 90 % dari penyakit yang dapat

keuntungan dari plasmapheresis .

.

Page 18: Tic Gicu Fiteu

Prosedur dasar terdiri dari penggantian darah, pemisahan sel darah dari plasma,

dan kembali sel-sel darah ke sirkulasi tubuh, diencerkan dengan plasma segar atau

pengganti. Karena kekhawatiran atas infeksi virus dan reaksi alergi, plasma segar

tidak digunakan secara rutin. Sebaliknya, pengganti yang paling umum adalah

larutan garam dengan protein albumin manusia disterilkan. Selama satu sesi, dua

sampai tiga liter plasma akan diganti.

Dalam terapi pertukaran plasma, menggunakan centrifuge otomatis,

plasma disaring akan dibuang dan sel darah merah bersama dengan penggantian

koloid seperti plasma donor atau albumin dikembalikan kepada pasien. Dalam

membran filtrasi plasma, membran sekunder fraksinasi plasma selektif dapat

menghapus makromolekul yang tidak diinginkan, yang kemudian memungkinkan

untuk pengembalian plasma olahan kepada pasien bukan plasma donor atau

albumin. Contoh membran sekunder fraksinasi plasma termasuk kaskade filtrasi,

thermofiltration, cryofiltration, dan low-density lipoprotein pheresis.

Plasmapheresis membutuhkan pemasangan kateter vena, baik dalam tubuh atau

vena sentral. Vena sentral memungkinkan tingkat aliran lebih tinggi dan lebih

nyaman untuk prosedur ulangan, tetapi lebih sering situs komplikasi, infeksi

terutama bakteri.

Ketika darah berada di luar tubuh, harus diperlakukan untuk mencegah

pembekuan. Sementara sebagian besar agen anticlotting dihapus dari darah selama

pengobatan, beberapa dikembalikan ke pasien. Sekali sesi plasmapheresis tunggal

mungkin efektif, meskipun lebih umum untuk memiliki beberapa sesi per minggu

selama dua minggu atau lebih .

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Darah

Hipoalbuminemia

Albumin menjaga tekanan onkotik koloid plasma sebesar 75-80 % dan

merupakan 50 % dari seluruh protein tubuh. Jika protein plasma khususnya

albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan osmotic koloid akan terjadi

ketidakseimbangan tekanan hidrostatik yang akan menyebabkan terjadinya

edema. Albumin berfungsi sebagai transport berbagai macam substasi termasuk

Page 19: Tic Gicu Fiteu

bilirubin, asam lemak, logam, ion, hormone, dan obat-obatan. Salah satu

konsekuensi dari hipoalbumin adalah obat yang seharusnya berikatan dengan

protein akan berkurang, di lain pihak obat yang tidak berikatan akan meningkat,

hal ini akan meningkatkan kadar obat dalam darah. Perubahan pada albumin akan

menyebabkan gangguan fungsi platelet.

Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5-4,5 g/dl, dengan jumlah

total 300-500 g. Sintesis terjadi hanya di sel hati dengan produksi sekitar 15 g/

hari pada orang sehat, tetapi jumlah yang dihasilkan bervariasi signifikan pada

berbagai tipe stress fisiologis. Waktu paruh albumin sekitar 20 hari, dengan

kecepatan degradasi 4 % per hari.

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin,

sintesis yag tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein,

peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, dan inflamasi akut

maupun kronis

Malnutrisi protein, asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat

dari defesiensi intake protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma

sel yang berpengaruh pada sintesis albumin dalan sel hati.

Sintesis yang tidak efektif, pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi

penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu

terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan

maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati

Kehilangan protein ekstravaskular, kehilangan protein masiv pada

penderita sindrom nefrotik. Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram

dalam 24 jam. Kehilanan albumin juga dapat terjadi pasien dengan luka

bakar yang luas.

Hemodilusi, pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh

mengakibatkan penurunan kadar albumin walaupun sintesis albumin

normal atau meningkat. Bisanya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan

ascites.

Page 20: Tic Gicu Fiteu

Inflamasi akut dan kronis, kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan

akan menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang.

Pada inflamasi terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat

resposn inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma)

mengakibatkan penurunan kadar albumin memlaui mekanisme: (1)

Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi

ke ruang ekstravaskular); (2) Peningkatan degradasi albumin; (3)

Penurunan sintesis albumin (TNF-α yang berperan dalam penuruanan

trankripsi gen albumin).

Hipoalbuminemia pada pasien dengan gangguan fungsi hati menandakan

proses kronik, seperti sirosis atau kanker.[harison]

Trombositopenia

Darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/mL. Jika

jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal

meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang

dari 10.000/mL.

Trombositopenia dapat disebabkan oleh:

1. sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit misalnya pada penyakit:

Anemia aplastik, Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Leukimia,

Pemakaian alkohol yang berlebihan, Anemia Megaloblastik, Kelainan

sumsum tulang

2. Trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar. Misalnya pada

penyakit: Sirosis disertai spenomegali kongestif, Mielfibrosis, Penyakit

Gaucher

3. Trombosit menjadi terlarut Misalnya pada : Penggantian darah yang masif

atau transfusi ganti ( karena platelet tidak dapat bertahan di dalam darah

yang ditransfusikan ), Pembedahan bypass kardiopulmoner

4. Meningkatnya penggunaan atau penghancuran trombosit. Misalnya pada

penyakit: Purpura trombositopenik idiopatik (ITP), Infeksi HIV, Purpura

setelah transfusi darah, Obat-obatan ( heparin, kunidin, kuinin, antibiotik

Page 21: Tic Gicu Fiteu

yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas,

rifamicin ), Leukimia kronik pada bayi yang baru lahir, Limfoma, Lupus

eritematosus sistemik, Purpura trombositopenik trombotik, Sindroma

hemolitik-uremik, Sindroma gawat pernapasan dewasa, Infeksi berat

disertai septikemia

5. Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah

(komplikasi kebidanaan, kanker, keracunan darah (septikemia), akibat

bakteri gram negatif, kerusakan otak traumatik.

Pendarahan pada kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah

trombosit yang berkurang, bintik-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai

bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang menyebar. Penyakit ini

dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air kemih juga

dapat ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu menstruasi

sangat banyak. Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan

bisa berakibat fatal bagi penderita. Jika jumlah trombosit semakin. menurun,

maka pendarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-

10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran

pencernaan atau terjadi pendarahan di otak ( meskipun otaknya tidak mengalami

cedera ).

Penurunan produksi trombosit, dibuktikan dengan aspirasi dan biopsy

sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau

menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik,

mielofibrosis (penggantian unsur-unsur sumsum tulang dengan jaringan fibrosa),

leukimia akut, dan karsinoma metastatik lain yang mengganti unsur-unsur

sumsum tulang normal.

Trombositopenia pada penyakit hati diperkirakan disebabkan oleh

meningkatnya destruksi trombosit dan terkumpulnya trombosit di limpa.

Menurunnya produksi trombopoietin (TPO), regulator trombopoiesis yang

terutama dihasilkan di hati, menyebabkan trombositopenia. Terapi yang diberikan

adalah observasi tanda-tanda perdarahan.

Page 22: Tic Gicu Fiteu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DENGAN P3A0 PARTUS

PREMATURUS DENGAN SC A.I GAWAT JANIN; INTRAHEPATIC

Page 23: Tic Gicu Fiteu

CHOLESTASIS JAUNDICE OF PREGNANCY + HEPATORENAL SYNDROME

DI RUANG GICU RSHS BANDUNG

Askep menyusul..............................

Sumber:

Yuliana Sherly M, Haris Widita, IG Ardita, Soewignjo Soemohardjo. Peran biopsi hepar dalam menegakkan diagnosis ikterus obstruktif Ekstra hepatik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/ SMF Penyakit Dalam RSUD Mataram. J Peny Dalam, Volume 7 Nomor 3 September 2006

Sebagian lagi blm diketik..............