tindak ujaran dalam psikolinguistik
TRANSCRIPT
TINDAK UJARAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikolinguistik yang diampu oleh Immanuel Silitonga, M.Pd.
Oleh
YUSTINA LAHAGU130920036
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMASMEDAN
2015
1
PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat-Nya berupa kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan kendala, namun berkat
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari isi
maupun penyusunannya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Medan, 9 April 2015
Penulis,
2
DAFTAR ISI
PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah............................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pelaksanaan Tindak Ujaran........................................... 3
2.1.1 Pengertian Tindak Ujaran.................................. 3
2.1.2 Tujuan Ujaran.................................................... 4
2.1.2.1 Tindak Ujaran...................................... 4
2.1.2.2 Muatan Proposisi................................. 5
2.1.2.3 Muatan Tematik.................................. 5
2.1.3 Langkah Umum dalam Pelaksanaan Ujaran...... 6
2.1.4 Pelaksanaan Ujaran........................................... 6
2.1.4.1 Ujaran Representatif............................ 6
2.1.4.2 Ujaran Direkif..................................... 8
2.1.4.3 Ujaran Komisif.................................... 8
2.1.4.4 Ujaran Ekspresif.................................. 9
2.1.4.5 Ujaran Deklaratif................................. 9
2.1.5 Pelaksanaan Ujaran Tak Langsung................... 10
2.2 Pemerolehan Bahasa .................................................... 11
2.2.1 Pengertian dan Hakikat...................................... 11
2.2.2 Perkembangan Bahasa Manusia........................ 12
BAB III PENUTUP ........................................................................... 14
3.1 Simpulan........................................................................ 14
Daftar Pustaka ........................................................................................ 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikolingustik merupakan teori antara psikologi dan linguistik. Teori tersebut sangat
berbeda tetapi teori tersebut berhubungan dalam meneliti bahasa sebagai objek formal.
Sedangkan kegiatan berbahasa bukan hanya secara mekanistik tetapi juga secara mentalistik.
Di dalam kata psikologi membahas ilmu yang mengkaji jiwa manusia yang bersifat abstrak
sedangkan kata linguistik membahas tentang bahasa sebagai objek kajian. Untuk itu teori
psikolinguistik dapat menguraikan proses – proses psikologi yang berlangsung jika seseorang
mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan kemampuan
berbahasa tersebut bisa diperoleh dari manusia.
Ilmu psikolinguistik juga mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana
bahasa itu diperoleh, bahasa itu bekarja dan bahasa itu berkembang. Di dalam konsep ini
tampak bahwa psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik sedangkan linguistik
dianggap sebagai cabang dari psikologi. Sedangkan secara teoretis psikolinguistik memiliki
tujuan utama untuk mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara
psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.
Lalu, dalam prakteknya psikolinguistik dapat menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah dalam bahasa seperti penyakit bertutur (afasia, gagap, cedal
dsb). Dengan demikian, kerja sama antara psikologi dan linguistik setelah berlangsung belum
cukup dalam menerangkan hakikat bahasa tetapi membutuhkan bantuan ilmu bahasa yang lain
seperti neurofisiologi, neuropsikologis, neurolinguistik dsb. Maka meskipun digunakan istilah
psikolinguistik, bukan berarti hanya kedua bidang ilmu itu saja yang diterapkan tetapi juga
hasil penelitian dari ilmu – ilmu lain pun dimanfaatkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tindak Ujaran?
2. Apa saja tujuan dari Tindak Ujaran
3. Bagaimana langkah umum dalam pelaksanaan Ujaran?
4. Bagaimana pelaksanaan Ujaran?
5. Bagaimana pelaksanaan Ujaran Tidak Langsung?
6. Apa yang dimaksud dengan Pemerolehan Bahasa?
7. Bagaimana Perkembangan Bahasa Manusia?
4
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mendeskripsikan arti dari Tindak Ujaran.
2. Untuk mendeskripsikan tujuan dari Tindak Ujaran.
3. Untuk mendeskripsikan langkah umum dalam pelaksanaan Ujaran.
4. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Ujaran.
5. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Ujaran Tidak Langsung.
6. Untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa.
7. Untuk mendeskripsikan perkembangan Bahasa Manusia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelaksanaan Tindak Ujaran
2.1.1 Pengertian Tindak Ujaran
Tindak ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna, suatu
perkataan yang mengekspresikan suatu tujuan. Biasanya tindak ujaran berbentuk satu kalimat,
tetapi dapat pula berbentuk kata atau anak kalimat, sejauh mengikuti aturan-aturan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang berbicara, dia melakukan suatu tindakan.
Tindakan tersebut dapat berupa menyatakan, bertanya, memerintah, menjanjikan atau
berbagai tindakan lainnya. Dengan demikian ujaran dianggap sebagai bentuk tindakan atau
perilaku yang bertujuan.
Salah satu karakteristik terpenting dari tindak ujaran adalah bahwa pendengar memahami
apa yang menjadi tujuan pembicara. Teori ini tidak mementingkan acuan seseorang terhadap
simbol-simbol untuk menghasilkan makna, tetapi lebih kepada tujuan dari suatu tindakan
sebagai suatu kesatuan. Jika kita membuat janji maka kita mengomunikasikan tujuan
mengenai sesuatu yang akan kita lakukan dikemudian hari, tetapi yang lebih penting adalah
kita mengharapkan orang yang kita ajak berkomunikasi menyadari apa yang telah kita
katakana mengenai tujuan kita.
Searle membagi tindak ujaran kedalam 4 bentuk.
- Pertama, pengucapan yang merupakan pengucapan kata-kata termasuk intonasinya.
Di sini tujuannya tidak lebih dari sekadar mengucapkan.
- Kedua, adalah proposisi yang mengacu pada gaya bicara, yaitu pengucapan suatu
kalimat dengan tujuan untuk mengekspresikan suatu maksud. Dengan kata lain,
seorang berusaha untuk membuat asosiasi antara subjek dan kata kerja atau menunjuk
suatu objek yang mengacu pada sesuatu hal lain.
- Ketiga, yaitu ‘illocationary act’ yang ditunjukan untuk memenuhi tujuan dengan
menggunakan tindak ujaran untuk mengundang atau membangkitkan tanggapan.
- Keempat adalah ‘perlocutionary act’ yang ditunjukan untuk menghasilkan efek atau
konsekuensi pada perilaku orang lain.6
2.1.2 Tujuan Ujaran
Dalam menghasilkan ujaran, manusia pastilah mempunyai tujuan, bahkan waktu kita
sedang berbual-bual dan berjalan-jalan ke sana kemari sekalipun. Tujuan ujaran dibagi
menjadi 5, yaitu:
2.1.2.1 Tindak Ujaran
Saerle membagi tindak ujaran kedalam lima kategori (Searle 1969:34; Mey
2002:120) yaitu :
a. Representatif, yaitu pernyataan (assertions) tentang sesuatu keadaan di dunia.
Dari segi pembicara apa yang dinyatakan itu mengandung kebenaran. Oleh
sebab itu, jika pembicara berkata, “ Katanya, Susilo Bambang Yudhoyono
adalah Presiden keenam Republik Indonesia” maka kata tersebut dari segi
pembicara menyatakan suatu preposisi yang benar.
b. Didektif, yaitu pembicara melakukan tindak ujaran dengan tujuan agar
pendengar melakukan sesuatu. Wujud tindakan ini dapat berupa pernyataan
“Apa kamu harus merokok disini?”, permintaan sangat lunak “Mbok kamu
mampir kalau ke Jakarta”, sedikit menyuruh, “Ayo dong, dimakan kuenya.”,
atau sangat langsung dan kasar, “Pergi kamu!”.
c. Komisif, yaitu hampir sama dengan tindakan ujaran direktif hanya saja
arahnya berbeda. Pada ujaran komisif “perintah” itu diarahkan kepada
pembicara sendiri. Karena itu, ada yang menganjurkan agar kedua jenis tindak
ujaran satu menjadi obligatif (Mei, 2002:121). Namun pada umumnya orang
masih memisahkan kedua-duanya. Kata-kata seperti berjanji, bersumpah,
bertekad termasuk dalam kategori komisif seperti dalam contoh:
Saya berjanji akan mencintaimu lebih lama daripada selamanya.
Saya bersumpah untuk membalas kematian adik saya.
Kami bertekad untuk menuntut anggota DPR hadir pada tiap siding.
d. Ekspresif, yaitu tindakan ujaran ini dipakai oleh pembicara bila dia ingin
menyatakan keadaan psikologis dia mengenai sesuatu, misalnya rasa terima
kasih, bela sungkawa, menyampaikan ucapan selamat, dan juga mengumpat.
Contoh :
Mohon maaf, Bu, kami tidak boleh ikut membantu.
Selamat ya, semoga anakmu lahir selamat, cantik atau tampan.
7
Terima kasih, Oom, atas kiriman uangnya.
Gila, barang busuk begini dibeli!
e. Deklarasi, menyatakan adanya suatu keadaan baru yang muncul oleh karena
ujaran itu sendiri.
Contoh:
I hebery pronounce you husband and wife.
Dengan ini kami menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun.
2.1.2.2 Muatan Proposisi
Pada muatan proposisi (propositional content) pendengar meramu satu proposisi
dengan proposisi yang lain; makin lama makin meninggi sehingga terbentuklah suatu
pengertian yang menyeluruh dari proposisi-proposisi tersebut.
Contohnya yaitu :
Ira menyanyi lagu populer Kopi Dangdut .
Maka terbentuklah hierarki proposisi mengenai argumen Ira dan lagu populer
Kopi Dangdut dengan prediksi menyanyi. Lagu itu sendiri adalah lagu populer.
Ramuan antara dua argumen dan prediksi ini membentuk pengertian yang
menyeluruh seperti pada contoh.
2.1.2.3 Muatan Tematik
Muatan tematik merujuk pada pengertian akan adanya dua jenis informasi dalam
yakni, informasi lama dan informasi baru. Perhatikan berikut.
Apa Ira yang menyanyikan lagu Kopi Dangdut?
Pembicara yang mengucapkan Apa Ira yang menyanyikan lagu Kopi Dangdut
pastilah berandaian bahwa ada orang yang menyanyikan lagu Kopi Dangdut. Dia
juga berandaian bahawa pendengar memiliki pengetahuan seperti itu pula. Andaian
seperti inilah yang dinamakan informasi lama, yakni, informasi yang diandaikan oleh
pembicara berada pada kesadaran pendengar pada saat ayat itu diujarkan. Yang tidak
diketahui adalah apakah yang menyanyikan lagu itu Ira. Inilah informasi baru yang
disampaikan oleh pembicara, dan kerana ayat ini berupa pertanyaan maka
memerlukan tanggapan dari pendengar.
Dari contoh tersebut dapat kita rinci hal-hal berikut:
8
1. Dari segi tindak ujaran, Apa Ira yang menyanyikan lagu Kopi Dangdut?
adalah suatu kalimat direktif, yakni, kalimat yang memerlukan suatu tindakan
yang berupa jawaban verbal.
2. Dari segi muatan proposisi, kalimat ini mengandung dua argumen dan
predikasi.
3. Dari segi muatan tematik, kalimat ini mengandung informasi lama (yakni,
adanya seseorang yang menyanyikan lagu Kopi Dangdut) dan informasi baru
(yakni, Ira yang menyanyikan lagu itu).
2.1.3 Langkah Umum dalam Pelaksanaan Ujaran
Dari teori tindak ujaran dapat diketahui bahwa ujaran hanya bisa representatif, direktif,
komisif, ekspresif, atau deklarasi. Bila ujaran yang kita dengar adalah representatif maka kita
memang tidak diharapkan untuk bertindak apa-apa kecuali jika kita menyimpan makna ujaran
itu dalam memori kita.
Bila ujaran yang di dengar adalah sebuah pernyataan, maka kita akan tahu apakah
pernyataan itu memerlukan jawaban, atau hanya jawaban yang berupa ya, atau
tidak/bukan/belum. Bila tindak ujarannya berupa perintah, maka kita melaksanakan (atau
tidak mau melaksanakan) perintah itu. Begitu pula bila tindak ujaran itu ekspresif, maka kita
akan memberikan respon yang selayaknya.
2.1.4 Pelaksanaan Ujaran
Pelaksanaan ujaran dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:
2.1.4.1 Pelaksanaan Tindak Ujaran Representatif
Tindak ujaran representatif hanyalah merupakan pernyataan mengenai sesuatu,
maka kita harus menghimpun muatan proposisi dan memahami mana yang
merupakan informasi lama dan mana yang baru. Dalam menghimpun proposisi ini
kita cari mana argumennya dan mana predikasinya; siapa yang menjadi pelaku dan
siapa yang menjadi pasiennya; mana yang memodifikasi, dst. Kemudian kita cari
pula mana dari informasi yang didengar itu yang lama dan mana yang baru. Untuk
lebih jelasnya, seperti pada kalimat,
( x) Sari yang menyanyikan lagu Fly Me to the Moon
Begitu mendengar kalimat tersebut, pertama-tama kita menentukan jenis tindak
ujaran apa yang dinyatakan oleh kalimat itu. Dari wujud sintaktiknya jelas tampak
bahawa tindak ujaran itu adalah tindak ujaran yang representatif. Setelah kemudian
9
kita memperhatikan muatan proposisinya, kita membagi kalimat itu ke dalam dua
kelompok informasi: (a) lama, dan (b) baru. Dari ayat ini jelas dapat dirasakan
bahawa pembicara pasti mengandaikan bahwa pendengar tahu akan adanya orang
yang menyanyi lagu Fly Me to the Moon. Informasi inilah yang merupakan
informasi lama yang diandaikan diketahui oleh pendengar. Sementara itu, ada
informasi lain yang merupakan tambahan pada informasi lama, yakni, orang yang
menyanyikan lagu itu, Sari.
Dalam bentuk skema kedua informasi itu dapat digambarkan begini:
a. Informasi lama: X menyanyi lagu Fly Me to the Moon.
b. Informasi baru: X = Sari
Informasi baru, bersama informasi lama, inilah yang kemudian disimpan dalam
memori kita.
Akan tetapi, orang tidak selalu berbicara secara eksplisit terus-menerus. Ada
kalanya pembicara tidak memberikan informasi itu secara lengkap dan eksplisit.
Perhatikan ayat berikut.
(a.1) The man was murdered. A knife lay nearby. (Pria itu dibunuh. Pisau tergeletak
didekatnya.)
(a.2) The man was murdered. The knife lay nearby. Pria itu dibunuh. Pisau berada
didekatnya.)
Frasa a knife pada (a.1) menunjukkan bahwa si pembicara sama sekali tidak
mempunyai pikiran atau kecurigaan bahawa pisau itu adalah alat yang digunakan
oleh si pembunuh. Dia hanya sekadar menyatakan adanya pisau di dekat mayat itu.
Sebaliknya, pada (a.2) pembicara mempunyai kecurigaan terhadap pisau itu sebagai
alat yang digunakan oleh si pembunuh. Karena itu, dia menggunakan frasa the
knife, bukan a knife.
Suatu informasi yang secara terselinap dimasukkan dalam suatu ujaran
dinamakan implikatur. Oleh sebab itu, pada ayat (a.1) ada implikatur yang
menyatakan bahawa pisau tersebut tidak dicurigai sebagai alat pembunuhan.
Sebaliknya, pada (a.2) implikaturnya adalah bahawa pisau tersebut dicurigai
dipakai sebagai alatnya.
10
Dalam contoh berikut tampak pula adanya implikatur.
(b.1) Dia masuk ke kamar dan diambilnya sebuah buku.
(b.2) John has stopped beating his wife. (John telah berhenti memuluki istrinya).
Implikatur yang terdapat pada (b.1) adalah bahawa di kamar itu ada beberapa
buku dan dia mengambil salah satu buku itu. Pada (b.2) implikaturnya adalah
bahwa (a) John pastillah orang yang sudah berkeluarga, dan (b) dia dikenal sebagai
orang yang suka memukuli isterinya.
Kalimat sanggahan sebenarnya sama dengan ayat representatif. Hanya saja
dalam ayat seperti ini, informasi barunya bukan dalam bentuk positif tetapi negatif.
Perhatikan kalimat berikut.
(c) Bukan Sari yang menyanyi lagu Fly Me to the Moon.
Informasi lamanya sama seperti (x), yakni, adanya seseorang yang menyanyi lagu
Fly Me to the Moon. Bedanya hanyalah bahwa informasi baru pada (x) adalah X =
Sari sedangkan pada (c) X # Sari ( X bukan Sari).
Baik implikatur maupun ayat negatif seperti di atas tetap saja dapat kita simpan
dalam memori kita karena kedua-duanya merupakan ayat representatif.
2.1.4.2 Pelaksanaan Tindak Ujaran Direktif
Tindak ujaran direktif dapat dibagi menjadi tiga kelompok kecil yaitu :
a) Pernyataan dengan jawaban ya/tidak/bukan/belum
b) Pertanyaan yang memerlukan jawaban mana/(si/meng)apa
c) Perintah untuk melakukan sesuatu
2.1.4.3 Pelaksanaan Tindak Ujaran Komisif
Tindak ujaran komisif tidak menanyakan atau memerintahkan sesuatu maka
tidak ada perbuatan yang harus dilakukan, seperti halnya tindak ujaran
representatif, pelaksanaan tindak ujaran komisif juga hanya berupa penyimpanan
informasi pada memori kita. Verba seperti berjanji, bersumpah,dan bertekad
merupakan contoh dalam ujaran komisif.
Saya berjanji bagi membiayai persekolahan kamu.
11
Kata kerja seperti berjanji, bersumpah, dan bertekad menandai jenis ujaran ini.
Setelah ujaran ini didengar, maka pendengar mencari muatan proposionalnya dan
menentukan pula mana yang berupa informasi lama dan mana yang baru. Tampak
di sini bahawa yang baru adalah janji bagi membiayai sekolah seseorang. Informasi
lamanya adalah si pembicara, saya.
2.1.4.4 Pelaksanaan Tindak Ujaran Ekspresif
Tindak ujaran ekspresif menyatakan keadaan psikologis seseorang, maka
pelaksanaannya pun bukan berupa perbuatan, khususnya perbuatan fisik. Setelah
kita memahami muatan proposisional serta muatan tematik. Sebagai pendengar kita
hanya diam, menyimpan makna itu dalam memori. Kalau ada pelaksanaan,
umumnya hanya berupa respon yang verbal.
Kerana tindak ujaran ekspresif menyatakan keadaan psikologis seseorang,
maka pelaksanaannya pun bukan berupa perbuatan, khususnya perbuatan fizikal.
Perhatikan contoh berikut:
(a) Bu, saya ikut berdukacita; semoga arwah Bapak diterima di sisi Tuhan.
(b) Selamat, ya, semoga panjang umur dan bahagia selalu.
(c) Sial, kamu, ada hutang tak mau bayar.
Setelah kita memahami muatan proposisional serta muatan tematik kalimat (a),
maka kita sebagai pendengar hanyalah diam, menyimpan makna ayat itu dalam
memori kita. Kalau ada pelaksanaan, umumnya hanya berupa respons yang verbal
seperti “Terima kasih” atau ungkapan-ungkapan yang lain.
Begitu juga dengan ayat (b), paling-paling pelaksanaannya hanyalah dalam
bentuk ucapan “Terima kasih” dsb. Untuk (c) mungkin tidak perlu ada reaksi apa-
apa. Pendengar boleh hanya akan menyimpan makna (c) dalam memori saja.
2.1.4.5 Pelaksanaan Tindak Ujaran Deklarasi
Dalam ujaran deklarasi diperlukan adanya syarat kelayakan (felicity condition)
agar kalimat yang diucapkan itu bermakna, maka langkah tambahan dalam
memahami dan kemudian melaksanakan ujaran ini adalah untuk meyakinkan diri
bahwa si pembicara itu mempunyai wewenang untuk mengatakan apa yang dia
katakan.
12
I hereby pronounce you husband and wife
pendengar (dalam hal ini boleh juga kedua pengantin itu) akan menganggap ayat itu
bermakna hanya apabila si pembicara, I, memang mempunyai wewenang untuk
menikahkan orang. Kalau tidak, maka pelaksanaan dari ujaran itu tidak akan
dianggap sah. Dengan kata lain, pelaksanaan tindak ujaran deklarasi hanya dapat
dilakukan apabila syarat kelayakannya dipenuhi.
2.1.5 Pelaksanaan Ujaran Tak Langsung
Seorang ibu yang telah kesal dengan anaknya yang berumur tujuh tahun mungkin
tidak akan secara langsung menyuruh anaknya mengambil tuala yang dia letak di lantai.
Dia akan mengucapkan kalimat seperti berikut,
Tony, berapa kali mama telah bilang untuk tidak menaruh tuala di lantai?
Mendengar kalimat seperti itu, Tony tentunya tidak akan menjawab dengan kalimat“Lima
kali, Mak” atau “Tak ingat, Mak, berapa kali.” Dia menyadari bahawa ibunya sedang
marah dan menyuruhnya mengambil tuala itu.
Pada peristiwa lain, keluarga orang Inggeris yang sedang makan dan sang ayah berkata
kepada anaknya
Could you pass me the salt? (Bisakah anda memberikan saya garam?)
tidak pula akan dijawab dengan Yes, I could atau No, I couldn’t dan diam sesudah itu
karena dia tahu bahwa ayahnya bukan sedang menanyakan kemampuan atau
ketidakmampuan dia memberikan garam.
Ujaran-ujaran seperti ini dinamakan ujaran tidak langsung, artinya, apa yang
dinyatakan dengan apa yang dimaksudkan tidak sama. Ujaran seperti ini lebih sukar untuk
dilaksanakan karena ada satu fase tambahan yang harus dilalui, yakni, fase untuk
memindahkan makna literal ke makna yang tidak langsung ini. Tetapi bagaimana kita
manusia dapat memahami ujaran seperti ini dan kemudian melaksanakannya?
13
2.2 Pemerolehan Bahasa
2.2.1 Pengertian dan Hakikat Pemerolehan Bahasa
Bahasa adalah segala komunikasi dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan
agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena itu, perkembangan bahasa
dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa
terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-4 tahun) dan Linguistik (1-5
tahun).
Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap,
menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Pemerolehan
bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak
terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji
pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Istilah pemerolehan merupakan padanan kata acquisition. Istilah ini dipakai dalam proses
penguasaan bahasa pertama sebagai salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak
lahir (Darmojuwono dan Kushartanti, 2005: 24). Secara alamiah anak akan mengenal bahasa
sebagai cara berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Bahasa pertama yang dikenal dan
selanjutnya dikuasai oleh seorang anak disebut bahasa ibu (nativelanguage). Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika
dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan
dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada
waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan
dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Pada hakekatnya, proses pemerolehan bahasa itu pada
setiap anak sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa.
Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur
bawaan yang secara mental dimiliki oleh setiap anak. Inilah yang disebut dengan alat
pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devical/ LAD). Dengan ini setiap anak dapat
memperoleh bahasa apa saja serta ditentukan oleh faktor lain yang turut mempengaruhinya.
Data kebahasaan yang harus diproses lebih lanjut oleh anak merupakan hal yang penting.
Jadi, pemerolehan bahasa merupakan proses manusia mendapat kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman komunikasi berkenan
dengan bahasa pertama.
14
2.2.2 Perkembangan Bahasa Manusia
Menurut Ruqayyah (2008) dalam http://massofa.wordpress.com/2008/11/19/pemerolehan-
bahasa-anak-usia-4-6-tahun/html perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas
tiga bagian penting yaitu sebagai berikut.
1) Perkembangan prasekolah
Perkembangan pemerolehan bahasa anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi
atas perkembangan pralinguistik, yaitu anak mengembangkan konsep dirinya. Ia
berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain, serta
hubungan dengan objek dan tindakan.
Selain itu ada pula tahap satu kata, yaitu anak terus-menerus berupaya
mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama
diperoleh lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, sosialisasi, dan tempat.
Tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak yang dapat membuat kalimat-
kalimat mereka menjadi lebih panjang, yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal
secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama
hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan atau relasi.
Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak berawal dari membuat bunyi
menuju arah membuat pengertian. Anak biasanya membuat pembedaan bunyi
perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara
manusia dan bukan manusia, bunyi ekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat,
antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam.
Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap
bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan
mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-
anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal ini menjadi perbendaharaan
mereka.
Menurut Nuraeni (2009: 5), panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau
petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah
morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya.
2) Perkembangan ujaran kombinatori
Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian,
yaitu perkembangan negatif, interogatif, penggabungan kalimat, dan perkembangan
15
sistem bunyi. Perkembangan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal
memerlukan rentang masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-
anak.
3) Perkembangan masa sekolah
Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda.
Ada anak yang lebih impulsif dari pada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati,
cenderung lebih jelas dan nyata dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan
bermain-main, sementara yang lain lebih pragmatis dalam pemakaian bahasa. Setiap
bahasa anak akan mencerminkan kepribadiannya sendiri pada masa ini.
Selama masa sekolah, anak mengembangkan dan memakai bahasa secara unik dan
universal. Pada saat itu anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada
dalam masyarakat itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan
dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa dan
kesadaran meta linguistik.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Tindak ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna,
suatu perkataan yang mengekspresikan suatu tujuan. Tujuan tindak ujaran adalah 1)
Representatif, 2) Direktif, 3) Komisif, 4) Ekspresif, dan 5) Deklarasi. Pelaksanaan tindak
ujaran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemerolehan bahasa adalah
proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Perkembangan bahasa manusia dapat
dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Perkembangan Prasekolah, 2) Perkembangan Ujaran Kambinatori,
dan 3) Perkembangan masa sekolah.
17
Daftar Pustaka
Hasibuan, Asnita. dkk. 2015. Psikolinguistik. Medan: Unika St. Thomas.
__________________. 2015. Akuisisi Bahasa. Medan: Unika St. Thomas.
Kridalaksana, H. 1982. Kamus Lingistik. Jakarta: Gramedia.
www.kbbi.web.id
18