tingkat kesiapsiagaan rumah tangga mengahadapi bencana...

14
TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI KELURAHAN BATTANG BARAT KECAMATAN WARA BARAT KOTA PALOPO TAHUN 2012 PREPARENESS LEVEL OF HOUSEHOLD IN FACING FLOOD IN BATTANGBARAT,WARASUBDISTRICT, PALOPO CITY IN 2012 AnsharRante,Farid Nur Mantu,Ilhamjaya Patellongi Program StudiIlmuBiomedikKonsentrasi Emergency And Disaster Management PascasarjanaUniversitasHasanuddin Makassar AlamatKorespondensi: AnsharRante AkperSawerigadingPemdaLuwuPAlopo No Hp: 08124244184 Email: [email protected]

Upload: hoangkhue

Post on 01-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI KELURAHAN BATTANG BARAT KECAMATAN WARA BARAT KOTA PALOPO TAHUN 2012

PREPARENESS LEVEL OF HOUSEHOLD IN FACING FLOOD IN BATTANGBARAT,WARASUBDISTRICT, PALOPO CITY IN 2012

AnsharRante,Farid Nur Mantu,Ilhamjaya Patellongi

Program StudiIlmuBiomedikKonsentrasi Emergency And Disaster Management PascasarjanaUniversitasHasanuddin Makassar

AlamatKorespondensi:

AnsharRante AkperSawerigadingPemdaLuwuPAlopo No Hp: 08124244184 Email: [email protected]

Page 2: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

ABSTRAK

Potensi bencana alam yang tinggi yang dimiliki wilayah-wilayah di Indonesia pada dasarnya merupakan refleksi dari kondisi geografis yang sangat khas untuk wilayah tanah air kita.Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap dan pendidikan pengalaman keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalammenghadapi di Kelurahan Battang barat Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo.Jenis penelitian Metode survei yang dibatasi pada survei sampel. Populasi dalam penelitian seluruh keluarga di di Kelurahan Battang barat sebanyak 247 KK. Sampel penelitian sebanyak 71 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pendidikan pengetahuan, sikap dan pengalaman anggota keluarga berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi longsor. Variabel pengetahuan dan sikap merupakan aspek paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Pendidikan,pengalaman dan Kesiapsiagaan

ABSTRACT

Potential natural disasters are owned high areas in Indonesia is basically a reflection of the geographical conditions are very typical for the area of our homeland. This study aims to analyse the influence of several factors,including knowledge,attitude,education and family experience on household preparedness in facing Earth Slide Natural Disaster at Battang Barat Village,Wara Barat Subdistrict,Palopo City. The research was conducted by using a sample survey.The population including all families at Battang Barat vilage (247 families).The sample (71 families) were selected by using proportional sampling method.The data were obtained by using interviews (with questionnaires) and observations of respondents living places.The analysis was conducted by using logistic regression at a significance level of 95%. The results reveal that statistically,the variables of education knowledge,attitude,and experience of family members have influence on the preparedness of the households in facing earth slide natual disaster.Knowledge and attitide variables are the most dominant aspects. Keyword : Knowledge,attitude,education,experience,preparedness

Page 3: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga lempeng besar dunia

bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Interaksi

antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang

memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempabumian yang cukup tinggi. Lebih dari itu,

proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi

yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang

curam dan seakan menyiratkan potensi longsoryang tinggi hingga wilayah yang landai

sepanjang pantai dengan potensi ancaman banjir, penurunan tanah, dan tsunaminya.

Permasalahannya adalah sudahkah kita mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter

bahaya alam tersebut dan siapkah kita dalam mengantisipasinya.

Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang

beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa

tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan

sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alarn mencari keseimbangan baru akibat adanya

gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat

geser serta peningkatan tegangan geser tanah Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada

lereng alam yang mengalami longsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu

sendiri, erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) dari

pada tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran, misalnya sensivitas

sifatsifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan organik.

Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi, yakni

adanya gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng. Gangguan kestabilan

lereng ini dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi terutama faktor kemiringan lereng, kondisi

batuan ataupun tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng.

Meskipun longsor merupakan gejala fisik alami, namun beberapa hasil aktifitas manusia yang

tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam juga dapat menjadi faktor penyebab

ketidakstabilan lereng yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor, yaitu ketika aktifitas

manusia ini beresonansi dengan kerentanan dari kondisi alam yang telah disebutkan di atas.

Page 4: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Faktor-faktor aktifitas manusia ini antara lain pola tanam, pemotongan lereng,

pencetakan kolam, drainase, konstruksi bangunan, kepadatan penduduk dan usaha mitigasi.

Dengan demikian dalam upaya pembangunan berkelanjutan melalui penciptaan keseimbangan

lingkungan diperlukan pedoman penataan ruang kawasan rawan bencana longsor.

Sejumlah peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi di wilayah indonesia selama

tahun 2009 terjadi bencana longsor sebanyak 225 dari jumlah tersebut yang paling banyak

memakan korban jiwa adalah tanah longsor yang terjadi di Jawa Tengah dengan 23 meninggal

dan hilang 13 jiwa terluka kerusakan 1770 unit rumah dan 11 unit fasilitas umum.Di Propinsi

Sulawesi Selatan menelan korban meninggal dan hilang 14 jiwa sedang propinsi jawa barat

menelan korban 13 jiwa (BNPB data bencana Indonesia Tahun 2009)

Salah satu dari pedoman tersebut adalah pedoman penyusunan dan peninjauan

kembali rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, dan kawasan perkotaan yang

tertuang dalam Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan

Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang. Pedoman ini juga disusun dalam rangka

menjabarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang antara lain Pasal 3

beserta penjelasannya dan penjelasan umum angka 2. Selain itu pedoman ini juga

menjabarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

khususnya Pasal 42 ayat (1), Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional, dan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung.

Pada Tanggal 9 nopember 2009 tepatnya pada hari senin pukul 04.00 WITA terjadi

musibah tanah longsor di Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel)

Akibat bencana 14 orang dilaporkan tewas. Berawal dari uraian tersebut diatas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian yang berkenaan dengan pengetahuan masyarakat Battang

Barat dalam menghadapi bencana alam tanah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Bencana alam Tanah Longsor

Di Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Battang barat Kecamatan Wara Barat Kota

Palopo.Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Metode survei yang dibatasi

pada survei sampel.

Page 5: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Populasi dan Sampel

Populasi yang ada pada daerah penelitian ini yaitu seluruh rumah tangga yang tinggal

di Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo sebanyak 247 rumah tangga

Penentuan besar sampel sebanyak 71 orang Pengambilan sampel anggota keluarga

menggunakan metode simple random sampling

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah observasi lapangan, wawancara, studi dokumentasi, studi literatur dan angket. Selain

observasi lapangan, teknik lain yang dapat dilakukan adalah teknik wawancara (interview).

Analisa Data

Untuk mengolah data-data yang terkumpul, dalam penelitian ini menggunakan

beberapa macam analisis, yaitu analisis kualitatif, kuantitatif.

HASIL

Karakteristik Sampel

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak pada usia

muda 20-40 tahun 48 orang ( 67,6%).Tingkat pendidikan adalah pendidikan rendah sebanyak

57 responden (80,3%).Pekerjaan responden adalah petani sebanyak 29 orang (40,8%).

Pengetahuan responden cukup sebanyak 36 (50,7%).Pengalaman adalah responden yang

mengalami bencana sebanyak 59 (83,1%) Sikap rsponden yang positif sebanyak 42 (59,2%)

sedangkan kesiapsiagaan responden terhadap bencana siap sebanyak 27 responden ( 38%)

dan yang tidak siap sebanyak 44 (62%).

Pengaruh karakteristik tehadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana

alam tanah longsor

Berdasarkan tabel 2 sebagian responden berusia muda sebanyak 48 orang dengan

rentang umur 20-40 tahun lebih banyak yang tidak siap terhadap bencana yaitu 64,6% dari

pada yang siap terhadap bencana sebanyak 35,4%. Sedangkan responden yang berusia tua

dengan rentang umur 41-55 tahun sebanyak 23 orang menunjukkan tidak siap terhadap

bencana sebanyak 56,5% dan yang siap terhadap bencana sebanyak 43,5%. Hasil uji chi-

square menunjukkan nilai p = 0,513 artinya hasil uji statistik tidak signifikan, sehingga umur

tidak berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah

longsor .

Pada Tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan rendah sebanyak 57

orang yang tidak siap sebanyak 68,4% dari pada yang siap sebanyak 31,2 % demikian juga

Page 6: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

dengan responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 14 orang yang tidak siap terhadap

bencana sebanyak 35,7% sedangkan yang siap terhadap bencana sebanyak 64,3% hasil uji

chi-square menunjukkan p = 0.024 artinya hasil uji statistik signifikan sehingga pendidikan

berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah

longsor.

Pada pekerjaan responden menunjukkan bahwa sebagian besar bekerja sebagai petani

sebanyak 29 orang yang tidak siap menghadapi bencana sebanyak 69% dan yang siap

terhadap bencana sebanyak 31%.Pada responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak

28 orang yang tidak siap terhadap bencana sebanyak 60,7% dan yang siap terhadap bencana

sebanyak 39,3% kemudian pada responden IRT sebanyak 14 orang yang tidak siap terhadap

bencana sebanyak 50% Hasil uji chi-square menunjukkan p = 0,479 artinya hasil uji statistik

tidak signifikan, sehingga pekerjaan tidak berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota

keluarga menghadapi bencana alam tanah longsor Pada tingkat pengetahuan menunjukan

bahwa tingkat pengetahuan yang cukup sebanyak 36 orang yang siap menghadapi bencana

52,8 % dan yang tidak siap menghadapi bencana sebanyak 47,2% sedangkan tingkat

pengetahuan yang kurang sebanyak 35 orang yang tidak siap menghadapi bencana

sebanyak 77,1% dan yang siap menghadapi bencana sebanyak 22,9%. Hasil uji chi-square

menunjukan dengan didukung oleh nilai p sebesar 0.009 (0.009 < 0.05) artinya hasil uji

statistik signifikan, sehingga tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan

anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah longsor.

Pengalaman menunjukan bahwa responden yang mengalami bencana secara langsung

sebanyak 59 orang yang tidak siap menghadapi bencana 55,9% sedangkan yang siap

menghadapi bencana sebanyak 44,1% pada responden yang tidak mengalami bencana

sebanyak 12 orang yang tidak siap terhadap bencana sebanyak 91,7% dan yang siap

menghadapi bencana sebanyak 8,3%. Hasil uji chi-square dengan didukung oleh nilai p

sebesar 0.020 (0.020 < 0.05) artinya hasil uji statistik signifikan, sehingga pengalaman

berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah

longsor

Sikap responden menunjukan bahwa sikap positif sebanyak 42 orang yang tidak

siap menghadapi bencana 42,9% dan yang siap sebanyak 57,1% sedangkan sikap responden

yang negatif sebanyak 29 orang menunjukkan yang tidak siap menghadapi bencana

sebanyak 89,7% dan yang siap menghadapi bencana sebanyak 10,3%. Hasil uji chi-square

menunjukan dengan didukung oleh nilai p sebesar 0.000 (0.000 < 0.05) artinya hasil uji

Page 7: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

statistik signifikan, sehingga sikap berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga

menghadapi bencana alam tanah longsor.

Analisis Multivariat

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dari 4 variabel yang diikutkan dalam uji regresi

logistik. Responden yang memiliki pengalaman terhadap bencana berpeluang 10,075 kali siap

terhadap bencana dibanding dengan responden yang tidak mengalami bencana. Dari ke empat

variabel indevenden maka variabel pengalaman merupakan variabel yang paling beresiko

terhadap tingkat kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam dengan Exp (B)

10,075.

PEMBAHASAN

Hasil yang diperolehmenunjukkanbahwa kebanyakan rumah tangga di Kelurahan

Battang barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo belum siap menghadapi bencana alam

tanah longsor, dimana 44 Rumah Tangga (62%) tidak siap menghadapi bencana alam tanah

longsor dan hanya 27 Rumah Tangga (38%) yang menunjukkan kesiapan keluarga

menghadapi bencana . Tidak siapnya rumah tangga di Kelurahan Battang barat Kecamatan

Wara Barat Kota Palopo menghadapi longsor ,menunjukkan bahwa mereka belum memiliki

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana longsor yang meliputi rendahnya kemampuan

mengenali bencana yang berpotensi terjadi di lingkungan tempat tinggal, kemampuan

mengenali tanda-tanda akan terjadinya bencana, dan kesadaran untuk mengelola lingkungan

tempat tinggal yang ramah bencana.Ketidaksiapan dalam rumah tangga dalam menghadapi

bencana alam tanah longsor akan menimbulkan kerugian bagi rumah tangga berupa rusaknya

lahan perkebunan,perumahan dan terputusnya jalan

Menurut Syamsul Ma’arif (2007) salah satu penyebab timbulnya korban jiwa dan

kerusakan/kerugian akibat bencana adalah karena kekurangan kesiapsiagaan rumah

tangga.Untuk mengurangi dampak dari banjir maka diperlukan kesiapsiagaan rumah

tangga.Menurut Susanto (2006) bahwa tak gampang untuk menerapkan berbagai kebijakan

dalam suasana bencana. Karenanya dalam masa-masa normal perlu terus dilakukan kesiapan

yang meliputi pencegahan, mitigasi termasuk lagkah-langkah kesiapsiagaan. Juga harus terus

dilakukan penyuluhan dan sosialisasi secara luas agar masyarakat memiliki kemampuan dan

mau berperan aktif mencegah dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi meskipun dengan

skala kecil.

Page 8: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Tingkat pendidikan anggota Keluarga di Kelurahan Battang Barat kecamatan wara

barat Kota Palopo yang berpendidikan rendah ( SD sampai SMA) sebanyak 57 (80,3%)

sedangkan yang berpendidikan tinggi 14 ( 19,7%) .Hasil uji statistik chi-Square menunjukkan

variabel pendidikan berpengaruh (p>0,05) terhadap kesiapsiagaan bencana longsor .

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anggota keluarga di Kelurahan Battang Barat

Kecamatan Wara Barat Kota Palopo yang mempunyai pendidikan rendah dan tinggi

mempengaruhi kesiapsiagaan menghadapi bencana alam tanah longsor . Hal ini sesuai juga

dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2006), bahwa pada masyarakat yang berpendidikan

tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko,meningkatkan kemampuan dan menurunkan

dampak terhadap kesehatan sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau

masyarakat dalam menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan

disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan

diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk

mengurangi resiko bahaya bencana.

Menurut pendapat Kodoati dan Syarief (2006), bahwa tindakan-tindakan mengurangi

dampak banjir pada individu dan masyarakat dilakukan dengan informasi dan pendidikan,

sehingga untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi banjir akan lebih efektif lewat jalur

pendidikan. Oleh Karena itu pemahaman tentang sumber bahaya dan potensi bencana kepada

masyarakat hendaknya diintensifkan dengan diselenggarakannya pendidikan dan latihan,

penyebaran brosur, pamflet, sehingga dapat meningkatkan kesadaran publik akan bencana.

Implementasi hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan peran kepalakeluarga di rumah

masing-masing .

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang pengurangan resiko

bencana sangat diperlukan akan memberikan dasar bagi pemanduan pengurangan resiko

bencana melalui sistem pendidikan formal dan non formal dalam upaya mengubah pola pikir,

sikap dan perilaku dalam upaya mengurangi resiko bencana serta menjadikan upaya

pengurangan resiko bencana menjadi budaya masyarakat.

Pengetahuan anggota keluarga di Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat

Kota Palopo tentang bencana longsor menunjukkan dari 71 jumlah responden pengetahuan

yang baik sebanyak 36 (50,7%) dan pengetahuan yang kurang sebanyak 35 (49,3). Hasil

analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik menunjukkan variabel pengetahuan

berpengaruh (p<0,05) terhadap kesiapsiagaan bencana.Mengacu kepada hasil uji secara

statistik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan bencana longsor yang dihadapi

anggota keluarga maka pengetahuan semakin meningkat pada daerah rawan longsor.

Page 9: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Pengetahuan anggota keluarga yang rendah terutama pada aspek tindakan yang

harus dilakukan untuk mengantisipasi bencana, keluarga tidak mengetahui keharusan untuk

membuat keputusan mengenai tempat evakuasi dalam keadaan darurat , sehingga pada saat

terjadi longsor keluarga merasa kebingungan untuk menentukan tempat mengungsi. Keluarga

juga tidak mengetahui perlunya memiliki peralatan-peralatan dalam mengantisipasi longsor,

banyak keluarga yang tidak menyimpan kotak P3K. Hal ini terjadi karena selama ini

informasi tentang pengetahuan ini memang masih terbatas, bahkan untuk mereka yang

berpendidikan menengah dan tinggi sekalipun.

Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam

masyarakat antara lain sosial ekonomi, kultur (budaya dan agama), pendidikan dan

pengalaman. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang

baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis

dalam menghadapi bencana.Pengetahuan yang dimiliki kepala keluarga di Kelurahan Battang

barat belum diikuti dengan kesiapsiagaan dalam kebijakan, rencana untuk keadaan darurat,

sistim peringatan dini bencana, maupun mobilisasi sumber daya yang cukup, sehingga kurang

mendukung kesiapsiagaan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan masyarakat yang

rendah dalam mengantisipasi bencana.

Hal ini sesuai dengan pendapat Priyanto (2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan

persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama.

Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali

terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Triutomo (2007), bahwa masih banyak

penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya

mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah

diperbuat, sehingga merasa tidak perlu lagi berusaha untuk mempelajari langkah-langkah

pencegahan.Ilmu pengetahuan didukung oleh teori dan teknologi yang canggih dapat

menjelaskan bencana secara objektif, rasional dan berdasarkan pada perilaku alam apa adanya

(faktual).Hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang disampaikan Priyanto (2006) bahwa

pengetahuan partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya

menghadapi gempa bumi. Penemuan ini mengimplikasikan jika program-program

mempertimbangkan pengetahuan saat ini dan berupaya menghilangkan miskonsepsi

pengetahuan, akan meningkatkan kemampuan penduduk mempersiapkan diri dengan lebih

baik atas gempa bumi atau bencana lain.Sesuai dengan hasil penelitian LIPI (2006),

menunjukkan pengaruh paling besar dalam perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat

Page 10: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

perdesaan Aceh adalah tingkat pengetahuan yang dinilai cukup baik untuk individu/rumah

tangga, sehingga nilai indeks pengetahuan rumah tangga sebesar 72 yang dapat dikategorikan

siap .Apabila pengetahuan masyarakat akan bahaya, kerentanan, risiko dan kegiatan-kegiatan

pengurangan risiko cukup memadai maka akan dapat menciptakan aksi masyarakat yang

efektif (baik secara sendiri maupun bekerjasama dengan para pemangku kepentingan lainnya)

dalam menghadapi bencana.

Pada penelitian menunjukan bahwa responden yang mengalami bencana secara

langsung lebih siap menghadapi bencana 44,1% sedangkan yang tidak mengalami bencana

91,7% menunjukkan tidak siap menghadapi bencana. Hasil analisis bivariat menunjukan

dengan didukung oleh nilai p sebesar 0.020 (0.020 < 0.05) artinya hasil uji statistik

signifikan, sehingga pengalaman berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga

menghadapi bencana alam tanah longsorTerdapat tiga faktor yang memengaruhi

persepsi,yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu

memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,penafsiran

itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi,yaitu pengalaman

masa lalu, seperti melihat, merasakan dan lain-lain.

Dalam menghadapi bencana tanah longsor tahun 2009 di Battang Barat, masing-

masing Masyarakat mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Masyarakat Aceh yang

mempunyai pengalaman buruk maka akan selalu berhati-hati dan mawas diri terhadap

bencana yang sama di masa yang akan datang. Menurut Notoatmodjo (2003), pengalaman

memengaruhi pengetahuan seseorang tentang suatu objek yang mengandung 2 (dua) aspek,

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang menentukan sikap seseorang

terhadap objek tertentu. Dalam hal ini Pengalaman buruk yang dirasakan seperti kehilangan

rumah, sanak keluarga dan kerugian lainnya seperti kehilangan harta benda merupakan suatu

tantangan yang harus dihadapi.Kejadian longsor 2009 dijadikan pelajaran yang berharga

sehingga Masyarakat mempersiapkan diri dan keluarga apabila ada tanda-tanda longsor

masyarakat berlari ke luar rumah. mencari tempat yang aman .

Pada penelitian menunjukan bahwa sikap positif yang lebih siap menghadapi

bencana 56,3 % sedangkan sikap yang negatif 100% menunjukkan tidak siap menghadapi

bencana. Hasil analisis bivariat menunjukan dengan didukung oleh nilai p sebesar 0.000

(0.000 < 0.05) artinya hasil uji statistik signifikan, sehingga sikap berpengaruh terhadap

kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah longsor

Sesuai dengan penelitian LIPI (2006), bahwa pengaruh paling besar dalam

perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat perdesaan Aceh adalah tingkat pengetahuan

Page 11: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

dan sikap masyarakat (KA) yang dinilai cukup baik untuk individu/rumah tangga, Hal ini

berarti masyarakat cukup memahami bencana dan mengetahui tindakan yang harus dilakukan,

apabila terjadi bencana.Menurut pendapat Sunaryo (2004), Sikap adalah respons tertutup

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern

sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian

respons terhadap stimulus tertentu. Hal ini apabila dikaitkan dengan hasilpenelitian ini

menunjukkan apabila sikapnya positif maka akan terjadi kesesuaian dengan stimulus yaitu

kesiapan menghadapi bencana

Menurut Yulaelawati (2008), Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku

yang berlebih pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah

dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat

bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan

memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu.Penelitian ini sejalan dengan

Azwar (2007), menyatakan bahwa sikap yang positif terhadap sesuatu mencerminkan perilaku

yang positif.

Adapun sikap yang positif dalam penelitian ini adalah keluarga mampu mengantisipasi

terjadinya bencana longsor , ada menyimpan telepon penting yang terkait dengan keadaan

bencana, memantau curah hujan kemudian adanya kesepakatan keluarga mengungsi jika

sudah ada tanda-tanda longsor . Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu.Sikap negatif keluarga di Battang Barat salah

satunya adalah kurangnya upaya penghijauan karena sebagian lahan hanya ditanami tanaman

jangka pendek,mengabaikan keharusan hidup bersih dan sehat, tidak menyiapkan kotak P3K

di rumah, tidak menentukan lokasi mengungsi. sikap negatif terdapat kecenderungan untuk

menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan mengenai

pengaruh faktor pendidikan pengetahuan, pengalaman dan sikap anggota keluarga terhadap

kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana alam tanah longsor sebagai

berikut:Variabel pendidikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam

menghadapi bencana longsor (p< 0,05)Variabel pengetahuan berpengaruh terhadap

kesiagsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana longsor (p<0,05)Variabel

pengalaman berpengaruh terhadap kesiagsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana

Page 12: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

longsor (p<0,05)Variabel sikap berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah dalam

menghadapi bencana longsor (p<0,05)Variabel pengetahuan dan sikap merupakan variabel

yang paling berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi longsor

berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai untuk variabel pengetahuan p =0.021 β=

4,382.Sikap (p=0,004) dengan nilai variabel pengetahuan β= 8,980. Disarankan kepada

Kepala dan anggota Keluarga agar memiliki sikap positif (merespon, menghargai,dan

bertanggung jawab) dalam kesiapsiagaan rumah tangga, sehingga dapat meminimalkan

kerugian dan korban longsor.Kepala dan anggota keluarga memperoleh pendidikan bencana

melalui pendidikan non formal yaitu dengan pelatihan-pelatihan dan simulasi

bencana.Pemerintah Kota Palopo memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan

kesiapsiagaan rumah tangga untuk menghadapi longsor berupa dukungan fasilitas dan dana

dalam pelatihan dan simulasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2006). Pengembangan Framework Untuk Mengukur Kesiapsiagaan Masyarakat

Terhadap Bencana Alam. LIPI- UNESCO/ISDR

Azwar. (2007). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar. Kent, Rundolph (1994). Kesiapan Bencana II. Program Pelatihan Manajemen Bencana. DHA-

UNDP.LIPI – UNESCO/ISDR. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam

Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami. Deputi Ilmu

Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2007. Manajemen Bencana Berbasis

Masyarakat. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,Jakarta.

Kodoatie, Robert dan Roestam. (2006). Pengelolaan Bencana Terpadu : Banjir, Longsor, Kekeringan dan Tsunami.Yusuf Watampone Press. Jakarta.

LIPI – UNESCO/ISDR. (2006). Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami. Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Nasution, (1999), Didatik Azas-Azas Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara

Priyanto. A. (2006). Promosi Kesehatan Pada Situasi Emergensi. Edisi 2, Jakarta. Susanto. (2006). Disaster Manajemen di Negeri Rawan Bencana. Cetakan Pertama, PT

Aksara Grafika Pratama, Jakarta. Syamsul, M. (2007). Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir. Jakarta.

Page 13: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Sunaryo. (2004). PsikologiuntukKeperawatan. Jakarta: EGC

Triutomo, Sugeng. (2007). Pengenalan Karakteristi Bencana dan Upaya Mitigasi di Indonesia. Edisi II, Bakornas PB, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang pengurangan resiko bencana Yulaewati, Ella danSyihab, Usman. (2008). MencerdasiBencana. Jakarta:PT. Grasindo.

Tabel 1 Distribusi Karakteristik responden Penelitian Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Alam Tanah Longsor Di Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo Tahun 2012

Kategori Frekuensi Presentase

Umur Muda (20-40 tahun) Tua (41-55 tahun)

48 23

67,6 32,4

Pendidikan

Pendidikan Tinggi Pendidikan Rendah

14 57

19,7 80,3

Pekerjaan Petani Wiraswasta IRT

29 28 14

40,8 39,5 19,7

Pengetahuan

Cukup Kurang

36 35

50,7 49,3

Pengalaman Mengalami bencana Tidak mengalami bencana

59 12

83,1 16,9

Sikap Positif Negatif

42 29

59,2 40,8

Kesiapsiagaan Bencana Siap Tidak siap

27 44

38 62

Page 14: TINGKAT KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA MENGAHADAPI BENCANA ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/70ecf776ef26e8c6e9af4187f8998133.pdf · BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI ... gangguan atau faktor

Tabel 2 Pengaruh karakteristik terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah longsor di kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo

Kategori Kesiapsiagaan Jumlah Nilai P Siap Tidak siap

n % n % n % Umur Muda(20-40 tahun) Tua (41-55 tahun)

17 10

35,4 43,5

31 13

64,6 56,5

48 23

100 100

0,513

0,024

0,479

0,009

0,020

0,000

Pendidikan Pendidikan Tinggi Pendidikan Rendah

9 18

64,3 31,6

5 39

35,7 68,4

14 57

100 100

Pekerjaan Petani Wiraswasta IRT

9 11 7

31

39,3 50

20 17 7

69 60,7 50

29 28 14

100 100 100

Pengetahuan Cukup Kurang

19 8

52,8 22,9

17 27

47,2 77,1

36 35

100 100

Pengalaman Mengalami bencana Tidak mengalami bencana

26 1

44,1 8,3

33 11

55,9 91,7

59 12

100 100

Sikap Positif Negatif

24 3

57,1 10,3

18 26

42,9 89,7

42 29

100 100

Tabel. 4.3: Pengaruh pendidikan Pengetahuan pengalaman dan Sikap terhadap kesiapsiagaan anggota keluarga menghadapi bencana alam tanah longsor di kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo tahun 2012

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a pendidikan 1.103 .807 1.868 1 .172 3.014 .619 14.666

pengetahuan 1.478 .639 5.342 1 .021 4.382 1.252 15.343

pengalaman 2.310 1.253 3.401 1 .065 10.075 .865 117.332

sikap 2.195 .756 8.424 1 .004 8.980 2.040 39.537

Constant -9.102 2.603 12.223 1 .000 .000

a. Variable(s) entered on step 1: pendidikan, pengetahuan, pengalaman, sikap