tinjauan hukum islam terhadap praktek · pdf filetinjauan hukum islam terhadap praktek...
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
XENOTRANSPLANTASI ORGAN BABI KE MANUSIA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Ervin Nazarli NIM: 204044103024
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AKHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Xenotransplantasi
Organ Babi Ke Manusia telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18
Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Syakhsiyyah
Jakarta, 18 Maret 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. HM. Amin Suma, SH., MA., MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA (…...……..……) NIP. 195510151979031002
2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA. (…...……..……) NIP. 196404121994031004
3. Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (…...……..……) NIP. 19711212 1995031001
4. Penguji I : Dr. H. Mukri Adji, MA (…...……..……) NIP. 195703121985031003
5. Penguji II : Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag (…...……..……) NIP. 19450101964101001
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
XENOTRANSPLANTASI ORGAN BABI KE MANUSIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ERVIN NAZARLI
NIM : 204044103024
Di Bawah Bimbingan
Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag NIP. 19711212199503 1 001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AKHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
manerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Desember 2009
ERVIN NAZARLI
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas ridha dan
rahmat-Nya-lah skripsi ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Salawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan umat Islam Nabi
Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, Sahabat, dan juga umatnya. Yang
InsyaAllah kita termasuk di dalamnya.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis sangat menyadari bahwa
dalam proses tersebut tidaklah terlepas dari segala bantuan, bimbingan dan motivasi
dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM, Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus juga sebagai Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan
selama penyusunan skripsi.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, dan Kamarusdiana S.Ag. MH, masing-
masing sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Akhwal Syakhsiyyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag, yang banyak meluangkan waktu dan pikiran
bagi penulis dalam membimbing penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
iii
4. Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA, dan Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag yang
keduanya adalah Koordinator Teknis Non Reguler Fakultas Syariah dan
Hukum UIN SYarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada seluruh staff pengajar Fakultas Syariah, yang telah banyak
memberikan banyak ilmu, wawasan, serta kesabarannya dalam mendidik
penulis selama dibangku perkulihan. Semoga akan menjadi manfaat dan
berkah untuk penulis.
6. Segenap staff perpustakaan Syariah dan Hukum maupun perpustakaan utama
yang telah menfasilitasi penulis untuk melengkapi referensi dalam penulisan
skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta yang terhormat Ayanda Abubakar Rumpet dan
Ibunda Wigayanti yang telah mendidik, membesarkan, memberikan kasih
sayang yang tidak ternilai harganya, semangat serta doanya kepada penulis.
8. Bundaku Widyaningsih serta om Aji yang banyak memberikan bantuan
kepada penulis, baik moril maupun materil selama penulis menempuh studi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adik kecil penulis, Rajwa Gadiza Dwi Aji,
yang menjadi tempat penulis melepaskan kepenatan dalam pengerjaan skripsi.
Semoga jadi anak yang soleh ya dik….!
9. Saudara-saudaraku tercinta Erli Andri Ristiyana, Erdhit Anggri Prasetiya,
yang memberikan dorongan serta semangatnya ketika penulis mulai
mengalami kejenuhan dalam penyelesaian skripsi ini. Saudara penulis (alm)
iv
v
Rioana Effraut, semoga mendapatkan ampunan atas segala dosa yang telah
diperbuat dan mendapatkan pahala dari setiap amal yang dikerjakan, amin.
10. Sahabat-sahabatku di konsentrasi Peradilan Agama (A), Vidah, SH.I, Icha,
Rizky, Ote, Hadi, Arpan, Imen, Melky, Aris Munandar, SH.I, yang telah
banyak mencurahkan waktu dan tenaganya untuk membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
11. Serta rekan-rekan dan semua pihak yang mungkin tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu dalam skripsi ini.
Besar harapan skripsi ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi
pihak-pihak yang memberikan bantuan kepada penulis terutama bagi rekan-rekan
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ahwal Syakhsiyyah
konsentrasi Peradilan Agama.
Penulis sangat sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini,
karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Demikian sedikit pengantar dan
ucapan terima kasih. Atas semua perhatian yang diberikan, penulis sampaikan ucapan
terima kasih.
Jakarta, 10 Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
E. Review Studi Terdahulu............................................................... 9
F. Metode Penelitian ....................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Transplantasi ................................................................. 15
B. Sejarah Transplantasi .................................................................. 17
C. Jenis-jenis Transplantasi ............................................................. 21
D. Tujuan dan Manfaat Xenotransplantasi ...................................... 24
vi
vii
BAB III GAMBARAN UMUM PRAKTEK XENOTRANSPLANTASI
ORGAN BABI PADA MANUSIA
A. Teknik Praktik Xenotransplantasi ............................................... 26
B. Kajian Xenotransplantasi Organ Tubuh
Manusia Yang Dapat Diganti Dengan Babi ................................ 31
C. Xenotransplantasi Organ Tubuh Babi ke
Manusia dalam Perspektif Ilmu Kedokteran................................ 34
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
XENOTRANSPLANTASI ORGAN BABI KE MANUSIA
A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Babi .................................... 39
B. Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Xenotransplantasi .......... 44
C. Analisis......................................................................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 65
B. Saran-saran .................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan dari perjalanan waktu bukan hanya membuktikan
perkembangan zaman, hal yang lebih penting dari itu adalah munculnya berbagai
macam bentuk penemuan yang secara revolusioner sangat berpengaruh terhadap
kehidupan manusia salah satu bentuk dari penemuan tersebut ialah transplantasi
yang amat berpengaruh dalam dunia kedokteran. 1
Pada dasarnya dengan adanya penemuan mengenai transplantasi ini
sangat menguntungkan manusia, karena manusia dapat berharap labih untuk
perbaikan pada kondisi organ atau jaringan yang telah rusak dengan cara
pencangkokan organ atau jaringan yang dari donor yang masih berfungsi.
Sehingga dengan dilakukannya pencangkokan tersebut diharapkan kinerja organ
atau jaringan yang digantikan akan lebih maksimal.
Dalam praktek transplantasi dikenal ada dua jenis transplantasi, yaitu
monotransplantasi penggantian organ atau jaringan yang dilakukan sesama
spesies, yang dalam prakteknya yakni organ atau jaringan manusia digantikan
1 M. Sa’ad Ih., “Transplantasi dan Hukum Qiyas Delik Pelukaan Studi tentang Reformasi
dan Perubahan Eksekusi” dalam Chuzaimah T. Yanggo (ed), “Problematika Hukum Islam Kontemporer”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. III, h. 86
1
2
dengan organ atau jaringan manusia pula. Serta penggantian organ atau jaringan
yang dilakukan antar spesies yang dikenal dengan sebutan xenotransplantasi. 2
Sejauh perjalanan monotransplantasi yang biasa dilakukan dengan
pencangkokan sesama organ manusia dalam prakteknya terbukti bisa mengatasi
berbagai gangguan kesehatan, hanya saja Sumber jaringan atau organ manusia
untuk di transplantasikan sangat terbatas, sehingga hanya ada sedikit
kemungkinan untuk mendapatkan jaringan atau organ donor.
Transplantasi dari manusia ke manusia telah banyak dilakukan, dan resiko
utama pada penerima transplantasi adalah hanya penolakan karena adanya
respons imun, namun penolakan ini sebagian besar dapat diatasi dengan
penyesuaian donor dari penerima, yang kemudian disertai dengan pemberian obat
yang menekan respons imun tadi. Hanya saja mengenai keterbatasan organ
jaringan dari pendonor adalah suatu masalah yang tidak dapat dihindarkan,
Sehingga kenyataan tersebut membuat para ahli dalam bidang kedokteran mencari
solusinya dengan menggabungkan transplantasi antar spesies yakni
pencangkokan organ atau jaringan yang dilakukan dengan obyek hewan sebagai
sumber donor transplantasinya.
Sehingga keuntungan dari transplantasi ini adalah tidak terbatasnya
sumber donor untuk jangka panjang kedepan. Xenotransplantasi adalah proses
pencangkokan organ atau jaringan hewan kepada organ atau jaringan manusia
yang sudah tidak berfungsi, dalam prakteknya organ atau jaringan diambil dari
2 http:// jerry 703 multiply.com//journal/item/206 (diakses 23/09/09)
3
obyek hewan seperti halnya sapi, kambing, kera. babon dan tidak terkecuali
dengan babi.
Pada prinsipnya resiko penolakan pada Xenotransplantasi lebih berat
karena perbedaan antara donor dan penerima jauh lebih besar, jika
Xenotransplantasi menjadi pilihan untuk terapi pada manusia, maka diperlukan
penelitian yang meliputi preklinik dan klinik. Pada tahap preklinik dilakukan
penelitian dari binatang ke binatang, jadi prosuder xenotransplantasi diuji pada
binatang terlebih darhulu, kemudian pada penelitian klinik, diuji produk binatang
pada manusia, namun prosedur ini memang harus dilakukan secara teliti dan hati-
hati sesuai standar yang ditetapkan Nasional Health and Medical Research
Council (NHMRC).3
Dari sekian banyak Negara yang meneliti Xenotransplantasi Australia
adalah salah satu negara yang cukup berkembang dalam penelitiannya, hasil dari
penelitiannya harus diakui bahwasannya binatang donor yang paling
menguntungkan dan memungkinkan untuk Xenotransplantasi organ atau jaringan
manusia adalah babi, 4 di samping hewan ini berproduksi secara cepat dan
anaknya banyak, organ yang terdapat dalam tubuh babi kurang lebih berukuran
sama dengan yang ada pada tubuh manusia. Kemudian organ tubuh babi lebih
mudah untuk membuatnya dalam kondisi bebas patogen bahkan rendahnya resiko
membawa patogen yang menginfeksi ketubuh manusia lebih kecil daripada donor
3 http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0305/07/101301.htm
4 http:// jerry 703 multiply.com//journal/item/206 (diakses 23/09/09)
4
yang diperoleh dari kera dan spesiesnya, metabolisme babi yang mirip manusia
serta babi yang secara genetik dapat dimanipulasi untuk mengurangi resiko
penolakan pada tubuh manusia menjadikan babi sebagai hewan pilihan teratas
sebagai obyek Xenotransplantasi.
Kenyataannya tersebut adalah sebuah titik terang pada dunia kesehatan
hanya saja dalam hukum Islam hal tersebut merupakan sebuah permasalahan yang
harus di analisa dan dikaji lagi mengenai kemaslahatan atau mudhorotnya,
mubadzir atau manfaatnya serta halal atau halalnya pandangan Islam mengenai
Xenotransplantasi berdasarkan syariat Islam yang inti ajarannya adalah
berpedoman al-Qur’an dan as-Sunnah. Mempunyai hukum dari telaah babi dalam
Islam adalah merujuk pada firman Allah dan Hadits Nabi yang berbunyi :
☺
)3: 5/ المائدة( Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi (QS.
Al-Maidah/ 5: 3).
طهور اناع احدآم اذا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات او الهن )رواه مسلم(بالتراب
Artinya: Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah (HR. Muslim).
5
Dari hadits di atas pada dasarnya tidak secara eksplisit menghukumi babi
menjadi salah satu hewan yang najis, hanya saja hukum dari babi itu sendiri
diqiyaskan pada anjing, karena keadaan babi yang lebih buruk dari pada anjing. 5
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian komisi sains WHO (World
Health Organization) di Denmark yang menyatakan babi lebih berselera makan
makanan yang kotor dan membawa bakteri. Dari fakta tersebut dapat
dipersentasekan bahwa hanya terdapat 60% daging babi yang di Denmark yang
seteril, sedang 40% lainnya mengandung berbagai bakteri yang berbahaya6.
Kemudian bila dibandingkan jika daging kambing mengandung bakteri hanya 3%
sedangkan kandungan bakteri pada babi adalah 14%, ini artinya ada sebanyak 4
kali lipat kandungan bakteri yang terdapat dalam tubuh babi.
Pertentangan penemuan transplantasi dengan konsep xenotransplantasi
dengan menggunakan organ atau jaringan babi sebagai obyek pendonornya
dengan keadaan hukum Islam yang menyatakan bahwasannya babi adalah salah
satu hewan najis dan bahkan diharamkan dalam syariatnya, tidak memberikan
titik temu untuk pelaksanaan xenotransplantasi. Sehingga memerlukan kajian
lebih luas dalam bidang hukum Islam yang nantinya akan meninjau baik
transplantasi maupun xenotransplantasi dari berbagai aspek, juga kajian lebih
dalam mengenai hukum xenotransplantasi yang melibatkan organ atau jaringan
5 Sulaiman Rasjid, “Fiqih Islam”, (Bandung : PT Sinar baru Algesindo, 1994), Cet.ke-39,
hal. 19 6 Ahmad Syauqi, Al-Fanjari, “Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam” (Jakarta : Bumi Aksara,
1996), Cet. Ke-I, hal. 246
6
babi yang pada dasarnya dalam syariat Islam sendiri babi telah mempunyai
hukum tegas sebagai pengecualian. Berdasarkan kenyataan tersebutlah sehingga
penulis tertarik untuk mengangkat dan mengkaji mengenai Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Praktek Xenotransplantasi Organ Babi ke Manusia dengan
analisa dari dunia medis maupun syara’ yang merupakan pedoman hukum Islam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan mengenai transplantasi
adalah suatu hal yang sangat penting untuk dibahas, karena transplantasi yang
bertujuan untuk memberikan solusi dalam ilmu kedokteran atau bidang kesehatan
sampai saat ini masih digali serta dikasih hukum pelaksanaannya, terlebih setelah
Transplantasi dikembangkan menjadi Xenotransplantasi yang kemudian muncul
fakta obyek yang lebih cenderung cocok untuk menggantikan organ atau jaringan
tubuh manusia adalah organ atau jaringan babi yang jelas-jelas mempunyai
hukum hewan najis dan berkedudukan haram dalam Islam.
Oleh karenanya Transplantasi yang dianggap sebagai jalan keluar untuk
memperoleh kesehatan yang lebih baik ternyata berbenturan dengan syariat
hukum Islam, sehingga banyak orang yang tidak memahami betul persoalan
agama tidak mengetahui secara pasti bahkan tidak menghiraukan kedudukan
hukumnya dari Transplantasi terlebih Xenotransplantasi yang menggunakan
organ atau jaringan babi sebagai organ pertukarannya.
7
Berdasarkan analisa diatas penulis ingin mengetahui kedudukan hukum
Transplantasi berikut Xenotransplantasi yang dilakukan dengan menggunakan
organ atau jaringan babi, dengan mengkaji sumber hukum untuk Transplantasi
maupun Xenotransplantasi serta hukum dari obyek yang digunakan dalam
pertukarannya yang menuju pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka pembatasan
permasalah dalam skripsi ini dibatasi hanya pada lingkup sejauh mana Islam
memandang Transplantasi yang digunakan dalam ilmu kedokteran serta
bagaimana Islam menyikapi Xenotransplantasi organ atau jaringan babi terhadap
tubuh manusia, sedangkan perumusan permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan
ke dalam :
1. Bagaimana pandangan ahli biologi tentang persamaan organ atau jaringan
tubuh manusia dengan babi?
2. Bagaimana praktek Transplantasi serta Xenotransplantasi dalam dunia
kedokteran?
3. Bagaimana ikhtilaf ulama dan hukum Islam tentang Xenotransplantasi yang
menggunakan organ tubuh babi sebagai obyek pertukarannya?
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan umum yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui ketetapan serta pandangan hukum Islam terhadap transplantasi
berikut kedudukan hukum xenotransplantasi yang menggunakan organ atau
jaringan babi sebagai obyek petukarannya, sedangkan tujuan khususnya adalah
agar penulis mampu menjawab permasalahan yang telah dikemukakan dalam
perumusan masalah diatas
1. Mengetahui persamaan organ atau jaringan tubuh manusia dengan babi
melalui analisa ilmuan medis.
2. Mengetahui secara jelas mengenai praktek transplantasi serta
xenotransplantasi dalam dunia kedokteran
3. untuk mengkaji pendapat para ulama mengenai khilafiyah hukum
transplantasi dan xenotransplantasi serta mencari ketetapan hukum Islam
terhadap praktek xenotransplantasi organ babi terhadap organ manusia.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai pendapat para ahli
biologi mengenai transplantasi dan xenotransplantasi.
2. Memberikan gambaran bagi masyarakat tentang pelaksanaan transplantasi dan
xenotransplantasi dalam dunia kedokteran.
3. Sebagai bahan informasi bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui ikhtilaf
ulama dan hukum Islam mengenai xenotransplantasi dengan menggunakan
organ babi.
9
E. Review Studi Terdahulu
Pembahasan mengenai transplantasi sudah pernah dibahas sebelumnya
oleh beberapa orang. Yang pertama adalah Puji Winarsih, dengan judul Wasiat
Transplantasi dan Donor Organ Tubuh Manusia dalam Perspektif Islam,
Perbandingan Mazhab Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2003.
Dalam skripsinya ini Puji berusaha untuk menjelaskan mengenai wasiat
seseorang agar nantinya salah satu organ tubuh orang tersebut didonorkan bagi
yang membutuhkan. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa Islam membolehkan wasiat tersebut karena dapat membantu
orang lain yang sangat membutuhkan.
Skripsi kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Aris Dedy dengan judul
Transplantasi Organ Tubuh Manusia menurut Pandangan Hukum Islam dan
Hukum Positif, Jurusan Perbandingan dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2003.
Dalam skripsi ini penulis menjelaskan pandangan hukum Islam dan
hukum positif terhadap masalah transplantasi organ tubuh manusia. Ada
persamaan dan perbedaannya. Persamaannya ialah baik hukum Islam maupun
hukum positif membolehkan transplantasi organ tubuh manusia untuk tujuan
kemanusiaan. Melarang untuk tujuan komersial (diperjual-belikan).
Perbedaannya adalah bahwa hukum positif membolehkan transplantasi organ
tubuh dari sesama manusia, baik dalam keadaan hidup sehat, dalam keadaan
10
koma, maupun dalam keadaan sudah meninggal. Sedangkan dalam hukum Islam
membolehkan transplantasi organ tubuh manusia dari donor yang hidup sehat
dan donor yang sudah dinyatakan meninggal secara klinis dan yuridis.
Berikutnya adalah Ahmad Fauzi, dengan judul skripsi Transplantasi
Kornea dalam Agama Budha, Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2006.
Dalam skripsinya ini Fauzi menjelaskan bagaimana pandangan agama
Budha dalam menyikapi transplantasi kornea. Berdasarkan hasil analisa, dapat
disimpulkan bahwa agama Budha tidak melarang transplantasi organ tubuh,
karena menolong penderita cacat/kelainan organ tubuh adalah perbuatan baik.
Dengan adanya perkembangan teknologi transplantasi kini terbuka kesempatan
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan umat manusia. Sang Budha
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik yang membawa manfaat
bagi kesejahteraan semua makhluk hidup.
Transplantasi organ dari orang hidup juga dapat dilakukan dengan tujuan
yang baik. Jadi, transplantasi organ tubuh yang berasal dari jenazah dan orang
hidup dapat dilakukan dengan tujuan yang baik. Baik berarti tidak bertentangan
dengan etika Budhis.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh tidak boleh dilakukan
dengan kekerasan dan dengan diperdagangkan. Kekerasaan bertentangan dengan
ajaran cinta kasih dan kasih sayang. Dalam anguttara nikaya dijelaskan bahwa
organ tubuh merupakan salah satu barang yang tidak boleh diperdagangkan.
11
Adapun perbedaan skripsi penulis dengan skripsi-skripsi terdahulu
terletak pada spesifikasi transplantasi yang dilakukan, yaitu transplantasi dengan
menggunakan organ tubuh hewan babi atau yang lebih dikenal dengan
xenotransplantasi. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pandangan
hukum Islam.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu penelitian yang lebih ditekankan pada bagaimana gejala tersebut
muncul. Dengan kata lain peneliti bukan mencari jawab atas pertanyaan “apa”
tetapi “mengapa”.7
Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan
berbagai data untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan sebuah
kesimpulan.
2. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data yang berasal
dari berbagai literatur, teks book, surat kabar, majalah, artikel internet, tulisan
atau karya ilmiah dan sebagainya, yang menunjang keaktualan serta kefalidan
7 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), Cet. Ke-13, h. 16
12
informasi yang akan diperoleh sebagai data primer dalam skripsi ini, yang
kemudian dari data yang telah ada kaidah diolah dan dikaji serta dirujukan
pada kaidah Islam untuk mengetahui sumber hukum dari pokok permasalahan
dalam pembahasan skripsi ini.
Adapun data primer dalam penelitian ini adalah: Muladno dan Abidin,
Zainal, Memanusiakan Babi, Transplantasi Organ Babi Pada Manusia,
Bagaimana Umat Islam Menyikapi, Jakarta, Britz Publisher, 2004. Muladno,
Seputar Teknologi Rekayasa Genetik, Bogor: Pustaka Wirausaha Muda, 2002.
Sedangkan data sekunder yang mendukung kelengkapan data dalam
penelitian ini di antaranya adalah: Djamaluddin (penerjemah), Ahkamul
Fuqaha; Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mukhtamar,
Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama 1926-1999, Surabaya: LTN NU Jawa
Timur dan Diantama, 2004. Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Fikih Kesehatan
Kloning, Eutanasia, Tranfusi Darah, Transplantasi Organ, dan Eksperimen
Pada Hewan, Jakarta: Serambi, 2001. Yanggo, Chuzaimah, T. dan Anshary,
HA. Hafiz, (ed.) Problematika Hukum Islam Kontemporer Edisi keempat,
Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2002, Cet. Ke-3, serta berbagai artikel internet
yang berkaitan dengan tema penelitian.
3. Teknik analisis data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data
deskriptif analitis, yaitu menyajikan data-data yang ada kemudian
menganalisanya. Setelah peneliti mengumpulkan data-data yang sesuai
13
dengan tema penelitian, penulis melakukan analisa terhadap data-data tersebut
kemudian membuat kesimpulan dari data-data yang didapat.
Sedangkan dalam teknik penulisan laporan penelitian, penulis berpedoman
kepada ketentuan yang telah diatur dalam buku “pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007/2008.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima Bab. Dengan uraian
sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I : Merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
Bab II : Membahas mengenai landasan teori, yaitu gambaran umum
tentang transplantasi, dimulai dari pengertian
xenotransplantasi, sejarah xenotransplantasi, jenis-jenis
transplantasi, serta tujuan dan manfaat dari
xenotransplantasi. Karena dengan mengetahui hal-hal yang
akan dikemukakan diatas maka kita akan memperoleh
informasi lebih jauh tentang xenotransplantasi, sejarah
pertama kali di temukannya hingga sekarang.
14
Bab III : Bab ini menguraikan mengenai kajian xenotransplantasi
mulai dari Struktur organ tubuh manusia dan babi kemudian
penulis mengurai juga mengenai Kajian xenotransplantasi
organ tubuh Manusia yang dapat diganti dengan babi, dan
yang terakhir penulis mengurai tentang Xenotransplantasi
organ tubuh babi ke Manusia dalam perspektif ilmu
kedokteran
Bab IV : Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan hukum Islam
terhadap praktek xenotransplantasi yakni Pandangan hukum
Islam terhadap babi, Perbedaan pendapat mengenai
xenotransplantasi, dan yang terakhir penulis mengurai
tentang Tinjauan ulama mengenai praktek Xenotransplantasi
terhadap babi
Bab V : Adalah penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Transplantasi
Kata transplantasi berasal dari bahasa Inggris, transplant. Dalam Oxford
Advanced Learner’s Dictionary diksebutkan bahwa kata transplant diartikan
sebagai to take an organ, skin, etc. from one person, animal, part of the body, etc.
and put it into or onto another (mengambil organ, kulit dan lain sebagainya dari
seseorang, hewan, anggota tubuh dan lain sebagainya lalu meletakkannya ke
tubuh orang lain).1 Dalam ilmu kedokteran, transplantasi diartikan sebagai
pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain. Pada awalnya
‘tempat’ dalam pengertian ini adalah tubuh manusia, tapi dalam
perkembangannya, tempat tersebut bisa berarti tubuh manusia dan atau tubuh
binatang. Yang dipindahkan adalah bagian tubuh manusia atau binatang, seperti
jaringan dan organ.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia2 transplantasi diartikan sebagai
pemindahan jaringan tubuh dari satu tempat ke tempat lain (seperti menutup luka
yang tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yang lain). Sedangkan
dalam kamus kedokteran Dorlland, transplantasi didefinisikan dengan penanaman
1 A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, London: Osford
University Press, 2000, Cet. Ke-6, h. 1438 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 960
15
16
jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun
menurut Etika kedokteran di Indonesia mendefinisikan Transplantasi sebagai
pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.3
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa transplantasi
adalah pemindahan organ atau jaringan tubuh baik dari suatu tempat ke tempat
lain dalam tubuhnya sendiri maupun tubuh seseorang ke tubuh orang lain melalui
prosedur medis dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Perlu digaris bawahi
disini bahwa hampir semua definisi menyebutkan transplantasi hanya terjadi antar
manusia antara manusia sebagai donor dan manusia lain sebagai resepien. Seiring
dengan kemajuan teknologi, transplantasi dilakukan tidak hanya terbatas antar
manusia saja, melainkan juga manusia dapat menerima donor dari hewan untuk
mengganti organ atau jaringan tubuhnya yang rusak sehingga diharapkan dapat
berfungsi sebagaimana layaknya organ atau jaringan yang normal. Sedangkan
cabang dari transplantasi yang menggunakan donor dari hewan dinamakan
dengan xenotransplantasi yang masuk ke dalam jenis Heterotransplantasi dalam
jenis transplantasinya.
3 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta: FKUI, 1994), hal. 121
17
B. Sejarah Transplantasi
Dalam abad modern ini, perkembangan ilmu pengetahuan demikian
pesatnya, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat
pesat didalam kehidupan sosial dan budaya manusia, hal tersebut disebabkan oleh
semakin banyaknya penemuan-penemuan teknologi modern yang tentunya
bertujuan untuk kemanfaatan kehidupan dan kepentingan umat manusia dengan
segala konsekuensinya.
Di antara sekian banyak penemuan-penemuan teknologi tersebut, yang
tidak kalah penting dan pesat dalam perkembangannya adalah di bidang
kedokteran, melalui perkembangan teknologi kedokteran yang semakin maju
diagnosa mengenai suatu penyakit dapat dilakukan lebih sempurna dan
pengobatan penyakitpun dapat dilakukan secara efektif. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini sangat nyata terlihat dalam abad ke 20 kemajuan
ini jauh melampaui 19 abad sebelumnya.
Dalam ilmu kedokteran sarana penunjang berupa peralatan dan
metodelogi yang canggih menunjukkan perkembangan yang sangat bermakna
bagi upaya pelayanan kesehatan, salah satu dari penemuan tersebut ialah
transplantasi organ tubuh yang amat berpengaruh dalam dunia kedokteran,
dimana para dokter modern dapat menghasilkan hasil yang sangat menakjubkan
dalam memindahkan anggota badan dari orang yang hidup atau yang sudah mati
dan menyangkokannya pada orang lain yang kehilangan anggota tubuhnya atau
rusak karena sakit dan sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti semula.
18
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam
menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai
eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar
2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun
sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil
memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara
mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari
lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli
bedah Itali, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung
seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil
mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun
1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan,
barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke
manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya
berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad.
Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginjal kepada
seorang anak yang berasal dari saudara kembarnya yang membawa
perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.4
4 Sejarah Transplantasi dan Hukum Donor Jaringan Tubuh menurut Islam, artikel diakses tanggal 20 Oktober 2009 dari http://buyung30.wordpress.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam/
19
Pencangkokan organ tubuh manusia dalam kasus pendonoran mata, donor
mata diartikan dengan pemberian kornea mata kepada orang yang
membutuhkannya, kornea mata tersebut, berasal dari mayat yang telah
diupayakan oleh dokter ahli, sehingga dapat digunakan oleh orang yang sangat
membutuhkannya. Karena itu dokter Arab menerjemahkannya dengan perkataan
pemindahan mata; sebagaimana terlihat pada definisi yang dirumuskan oleh Asy-
Syekh Husnain Muhammad Makhluf yang mengatakan:
5حياءاال ةنيقر لترقيع الموتى عيون نقل هو العيون نقل Artinya: Pemindahan mata adalah memindahkan kornea mata mayat (kepada
orang) hidup (yang membutuhkannya)
Transplantasi untuk pertama kalinya mulai diujicobakan pada awal abad
XX yakni percobaan transplantasi jaringan atau organ pada dua individu yang
tidak membuat reaksi imunitas yang secara biologis dapat dianggap oleh satu
individu, sehingga transplantasi jaringan atau organ tidak akan menimbulkan
reaksi penolakan. Hal ini disebabkan karena dalam tubuh resepien terjadi proses
imunitas akibat adanya transplantasi jaringan dari donor. Berdasarkan hal
tersebut, pada tahun 1954 Prof. Joseph E. Murray melakukan transplantasi pada
seorang anak yang menderita penyakit ginjal, sedangkan donor adalah saudara
kembar penderita. Transplantasi ini berjalan dengan baik dan anak tersebut
berhasil diselamatkan. Selain transplantasi kornea mata yang sudah biasa
dilakukan, bidang kedokteran terus mengadakan eksperimen dalam transplantasi
5 Mahjudin, “Masail Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang di Hadapi Hukum Islam Masa Kini”, (Jakarta: Penerbit Kalam Mulia, 2000), Cet. IV, h. 125
20
organ-organ tubuh lainnya seperti hati, sum-sum, paru-paru dan jantung. Pada
bulan Januari tahun 1968 di Afrika Selatan, Dr. Bernard melakukan transplantasi
jantung yang pertama yang hasilnya sungguh menggembirakan.6
Sejak saat itu transplantasi dianggap sebagai alternatif pengobatan yang
memberikan harapan kesembuhan bagi penderita penyakit yang membutuhkan
penggantian organ tubuh, sekalipun untuk memperoleh kesempatan transplantasi
harus masuk daftar tunggu yang begitu panjang tanpa ada kepastian waktu,
bahkan kematian merenggut jiwa, dikarenakan calon penerima donor semakin
panjang, dan untuk memperoleh donor tersebut sangat sulit sekali. Penantian
panjang para penderita penyakit ini mendorong para ahli kedokteran untuk terus-
menerus melakukan penelitian dan eksperimen pengobatan oleh karenanya
sebagai alternatif para ahli kedokteran mencari organ tubuh dari hewan.
Pada dasarnya donor dari hewan ini bukanlah suatu gagasan yang baru
tetapi sejak tahun 1960-an telah dilakukan proses transplantasi yang
menggunakan organ tubuh hewan yang dipilih umumnya dari kerabat dekat
dengan manusia yakni kera tanpa ekor seperti gorila, simpanse, dan orang utan
bahkan babon. Penelitian dan eksperimen selanjutnya memungkinkan pula organ
babi dipergunakan untuk ditransplantasikan ke manusia, keadaan ini merupakan
rangkaian yang tidak terputus dari percobaan-percobaan yang telah lama
dilakukan dibidang transplantasi organ tubuh.
6 Muladno, Zainal Abidin “Memanusiakan Babi: Transplantasi Organ Babi ke Manusia;
Bagaimana Umat Islam Menyikapi”, (Jakarta, Britz Publisher, 2004), h. 19-20
21
C. Jenis-jenis Transplantasi
Di tinjau dari segi transplantasi yang dipakai, transplantasi dibedakan dua
bagian :
1. Transplantasi jaringan, seperti pencangkokan cornea mata,
2. Transplantasi organ, seperti pencangkokan ginjal, jantung dan sebagainya.7
Dintinjau dari segi hubungan genetik antara donor dan resipien,
tranplantasi dapat dibedakan menjadi :
1. Autotransplantasi, yaitu transplantasi di mana resipien dan donor adalah satu
individu, tipe ini meliputi praktek-praktek transplantasi yang menggunakan
bagian-bagian tubuh atau organ dari, dan pada, tubuh si pasien itu sendiri.
Dalam hal ini transplantasi kulit, tulang rawan, otot dan tulang merupakan
praktek-praktek yang sering dilakukan dalam bedah ortopedis, yang dalam
prakteknya juga dapat disebut dengan transplantasi autologi.
2. Homotransplantasi (Allottransplantasi) yaitu transplantasi di mana resipien
dan donor adalah individu yang sama jenisnya, tipe ini meliputi transplantasi
organ pada spesies yang sama seperti sesama manusia atau sesama binatang
dari spesies yang sama
3. Heterotransplantasi (Xenotransplantasi) yaitu transplantasi di mana resipien
dan donor adalah dua individu yang berbeda jenis. Misalnya,
7 Ahkamul Fuqaha, “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mukhtamar,
Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama 1926-1999”, (Surabaya: LTN NU Jawa Timur dan Diantama, 2004, h. 484
22
mentransplantasikan jaringan atau organ dari binatang ke manusia, tipe ini
merupakan transplantasi dari hewan kepada manusia atau antara hewan satu
dengan hewan lain dari spesies yang berbeda. Sejauh ini sebuah upaya
transplantasi gagal dilakukan oleh California’s Lome Linda University
Medical Center yang berusaha mengganti jantung babi dengan jantung seekor
babon (kera genus papio yang terdapat di Asia dan Afrika). Searah dengan itu
eksperimen telah dimulai di Inggris dengan target awal mentransplantasikan
ginjal babi pada kambing dan akhirnya pada manusia.8
4. Isotransplantasi adalah Transplantasi antar dua individu dengan genetic yang
sama, dalam prakteknya transplantasi ini juga disebut dengan transplantasi
isologi. Praktek transplantasi pada jenis ini dilakukan untuk setiap organ pada
saudara kembar satu telur seperti praktek yang dilakukan untuk pertama
kalinya dalam dunia kedokteran di bidang transplantasi.9
Largiarder (1970:14-15) mengemukakan macam-macam transplant yang
dapat dijadikan landasan untuk pembedaan transplantasi, macam-macam
transplantasi tersebut adalah :
1. Allotransplan (allogeneictransplant, allograft, homotransplant, homograft) :
transplant diperoleh dari donor yang sejenis;
8 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, “Fikih Kesehatan Kloning, Eutanasia, Tranfusi Darah,
Transplantasi Organ, dan Eksperimen Pada Hewan”, terj. Mujiburohman, (Jakarta: Serambi, 2001), hal. 16-17
9 Kampong mesin-http://mavia-lontong.blogspot.com, diakses 3 Juli 2009
23
2. Autotransplant (autogeneictransplant, autologoustransplant, autograft):
transplant diperoleh dari individu yang sama;
3. Xenotransplant (xenogeneictransplant, heterologus transplant, heterograft
xenograft) : transplant diperoleh dari donor yang tak sejenis.10
Sehingga dalam pembahasan skripsi ini penulis akan membahas
transplantasi yang diperoleh dari donor yang tak sejenis, atau disebut dengan
xenotransplantasi dengan obyek organ babi yang ditransplantkan kepada tubuh
manusia menurut kajian hukum Islam. Sedangkan macam-macam organ yang
dapat ditransplantasikan adalah:
a. Transplantasi ginjal;
b. Transplantasi hati;
c. Transplantasi paru;
d. Transplantasi jantung;
e. Transplantasi kulit;
f. Transplantasi kornea;
g. Transplantasi tulang;
h. Transplantasi pembuluh darah;
i. Transplantasi pankreas.11
D. Tujuan dan Manfaat Xenotransplantasi
10 Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer
(Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 2002), hal. 85 11 Diakses dari http://rudyct.com/PPS702-ipb/02201/anita_esfandiari.htm., pada tanggal 20
Oktober 2009
24
Xenotransplantasi sebagai satu upaya untuk melepaskan manusia dari
penderitaan yang secara biologis mengalami ke abnormalan atau menderita satu
penyakit yang mengakibatkan rusaknya fungsi satu organ, jaringan atau sel
dengan menggunakan donor organ, jaringan atau sel dari hewan atau dengan kata
lain transplantasi yang dilakukan antar spesies. Pada dasarnya bertujuan untuk :
1. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya rusaknya jantung, ginjal, dan lain
sebagainya.
2. Pemulihan kembali suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau
mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis, seperti
pencangkokan sel atau jaringan dari hewan untuk pemulihan bibir sumbing.12
Jika ditinjau dari segi tingkatan tujuannya, maka transplantasi bermaksud:
1. Semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang kalau tidak dilakukan
dengan pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, seperti transplantasi
kornea dan bibir sumbing.
2. Sebagai jalan terakhir, jika tidak dilakukan menimbulan kematian, seperti
transplantasi ginjal, hati dan jantung.13
Dengan demikian, manfaat Xenotransplantasi adalah sebagai suatu
alternatif besar sebagai antisipasi terbatasnya pendonor terhadap pasien sehingga
dapat digantikan dengan pendonor antar spesies.
12 M. Sa’ad Ih., “Transplantasi dan Hukum Qiyas Delik Pelukaan Studi tentang Reformasi
dan Perubahan Eksekusi” dalam Chuzaimah T. Yanggo Problematika Hukum Islam Kontemporer, hal. 86
13 Ibid., h. 87
25
Di balik manfaat dan tujuan transplantasi yang merupakan suatu solusi
bagi mereka yang membutuhkan transplantasi juga mempunyai beberapa kendala
dan salah satu kendala yang signifikan dari praktek transplantasi ini biasanya
adalah terjanya rejeksi (penolakan) pada tubuh pasien terlebih pada praktek
xenotransplantasi yang obyek transnya adalah antar spesies, sehingga
transplantasi sederharna paling baik dilakukan bila organ atau jaringan
penggantinya berasal dari tubuh sendiri karena memiliki struktur yang sama
sehingga meminimalisir dari respon rejeksi akibat praktek transplantasi itu
sendiri.
BAB III
GAMBARAN UMUM PRAKTEK
XENOTRANSPLANTASI ORGAN TUBUH
A. Teknik Xenotransplantasi Organ
Secara teknik bedah, transplantasi organ dapat dilakukan dengan cara:
1. Ortopik yaitu memasang organ yang akan dicangkokan di tempat asli dari
organ yang akan diganti, dengan terlebih dahulu mengambil organ yang asli;
2. Heterotopik yaitu pencangkokan yang dipasang pada tempat organ yang lain
sedangkan organ yang rusak tidak dikeluarkan pada teknik ini.
Dalam melakukan pencangkokan suatu organ, terdapat beberapa teknik
dalam praktek pembedahannya, biasanya teknik ini dilakukan pada saat operasi,
baik terhadap donor maupun terhadap pasien. Setiap teknik pembedahan pada
macam-macam organ dilakukan dengan cara yang berbeda seperti contoh pada
praktek transplantasi organ ginjal teknik pembedahan yang digunakan adalah
nefrektomi dan jenisnya pembedahan dari nefrektomi:
1. Nefrektomi donor sukarelawan
Teknik ini dilakukan melalui lusisi flank. Iga bisa direseksi
(dikeluarkan) untuk mempercepat pengupasan setelah memotong kulit
jaringan subkutis dan otot flank kemudian ginjal didekati retropenitoneum
melalui fascia gerota setelah itu pembuluh darah revalis diberi rangka dan
dipotong pada sambungannya dengan aorta dan vena cava. Aorta di potong
26
27
pada pinggir pelivis kemudian bila ginjal telah di mobilisasi sementara,
pembuluh darah dipotong dan ginjal dikeluarkan, setelah itu ginjal baru
ditransplantasi, pada praktek transplantasi ini memerlukan operasi besar
dimana banyak organ yang dilibatkan dalam prosesnya.1
2. Nefrektomi donor kadaver
Teknik ini dilakukan untuk mengeluarkan salah satu organ dari tubuh
seseorang, dalam praktek transplantasi ginjal yakni kedua ginjal dikeluarkan
secara bersamaan dengan segmen sorta dan vena cava untuk menghindari
cedera pada pembuluh darah revalis.
Secara teknik bedah dalam praktek transplantasi dan xenotransplantasi
tidak memiliki perbedaan yang sangat urgen yang mana dalam prakteknya
terdapat beberapa teknik untuk mencangkok organ dalam tubuh manusia akan
tetapi dalam praktek xenotransplantasi harus lebih diperhatikan, karena objek
dari pendonor yang berbeda spesies yang secara pasti pula akan terjadi penolakan
dari sistem imun recepiens sehingga perlu adanya strategi yang dilakukan untuk
memperkecil atau apabila mungkin meniadakan peran obat-obat penekan sistem
imun atau efek rejeksi yakni dengan:
1 Artikel diakses dari kampung mesin-http://mavia-lontong.blogspot.com/ pada tanggal 23 Juli 2009
28
1. Menyisipkan gen yang dapat menghentikan penolakan hiperakut, respons
imuns lapis pertama yang akan menyerang organ hewan pada beberapa saat
setelah implantasi.
2. Menghilangkan gen pada objek pendonor yang menandai organ sebagai
benda asing dan membuat sistem kekebalan menjadi melemah.
3. Indentifikasi faktor-faktor yang mengarah kepada penolakan vaskuler dan
sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan organ yang
ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan.2
Adapun pedoman pemanfaatan organ, sel, dan jaringan hewan dalam
praktek xenotransplantasi perlu dipersiapkan untuk mengurangi resiko terhadap
resepiens, pedoman tersebut berlaku untuk semua jenis xenotransplantasi yang
meliputi pencangkokan organ tubuh, serta transplantasi sel atau jaringan,
mengingat potensi rejeksi atau potensi infeksi dampak dari implantasi organ
dalam praktek xenotransplantasi misalnya bakteri yang dapat menginfeksi atau
virus yang dapat menimbulkan penyakit bagi resipiens organ hewan. Pedoman
xenotransplantasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
2 Artikel diakses dari kampung mesin-http://mavia-lontong.blogspot.com/ pada tanggal 23 Juli 2009
29
Tabel 1 Pedoman Pelaksanaan Xenotransplantasi3
Perencanaan klinis 1. Tim harus melibatkan ahli bedah, dokter ahli
penyakit menular, dokter hewan, imunologis,
spesialis pengendali infeksi, dan mikrobiolog.
2. Pusat atau rumah sakit pelaksana harus terkait
dengan laboratorium virologi dan mirobiologi.
3. Pedoman transplantasi harus ditelaah oleh komisi
keamanan hayati, komisi penggunaan dan perawatan
hewan, dan suatu badan penelaah. Pedoman harus
ditelaah dan disahkan oleh FDA
4. Pedoman harus menjelaskan metode screening
terhadap agen infeksi sebelum dilakukan
transplantasi.
5. Informasi kepada khalayak harus meliputi resiko
potensial bagi resipien, keluarga, atau jenis
hubungan dekat (misalnya hubungan seksual), dan
perlunya mendokumentasikan spesimen serum
sebelum dan sesudah transplantasi untuk suatu
tindak lanjut jangka panjang.
Sumber Hewan 1. Hewan sebaiknya berasal dari kelompok yang telah
3 Ibid.
30
tersaring, dari peternakan atau koloni yang tertutup,
dan bebas dari kemungkinan infeksi.
2. Hewan harus berasal dari galur yang tercatat dan
dikawinkan dan dibesarkan pada penangkaran.
Aspek klinis 1. Status kesehatan dari resipien xenotransplantasi
harus dimonitor secara klinis dan menjalani uji
laboratorium.
2. Metode pengujian laboratorium harus dipantau dan
didokumentasikan sebelum transplantasi dilakukan.
3. Resipien sebaiknya diberitahu terhadap
kemungkinan potensi terjadinya resiko penyakit
infeksi bagi dirinya maupun bagi orang-orang
dekatnya.
4. Prosedur pengendalian infeksi di rumah sakit harus
dijalankan dengan sebaik-baiknya.
5. Laboratorium yang ada harus mampu mengkultur
dan mengidentifikasi baik agen infeksi yang sudah
banyak diketahui maupun yang baru.
6. Tim kesehatan harus dididik terhadap kemungkinan
resiko penyakit infeksi.
7. Sampel serologis sebaiknya diarsipkan untuk
31
investigasi lanjutan terhadap kemungkinan infeksi.
8. Catatan kesehatan sebaiknya dipelihara secara
sistematis sehingga tetap memperhatikan dan
melindungi kerahasiaan pasien.
Kesehatan
Masyarakat
1. Panitia pendaftar disarankan dapat menyediakan
informasi untuk keamanan jangka panjang dan
mampu membantu investigasi epidemiologis.
2. Pencatatan atau pendaftaran yang baik dapat
membantu mengidentifikasi xenotransplantasi
dihubungkan dengan masalah kesehatan yang
mempunyai cakupan kesehatan masyarakat.
B. Kajian Xenotransplantasi Organ Tubuh Yang Dapat Diganti dengan Babi
Sejarah aplikasi klinis transplantasi antar spesies pertama tercatat pada
awal abad 204, yakni ketika dilakukan cangkok ginjal dari kelinci, kambing,
domba, primata dan babi namun demikian semua rangkaian uji coba tersebut
menemui kegagalan. Sejak kegagalan tersebut para ilmuan sering melakukan uji
coba hingga pada tahun 1963 Reemtsma dan kawan-kawan berhasil
mencangkokan ginjal simpase ke sejumlah resipien manusia, dan pasien yang
sanggup bertahan hidup paling lama adalah 9 bulan.
4 http://rudy ct.com/pp5702-ipb/02201/mita esfandianti. Htm
32
Kemudian xenotransplantasi jantung untuk pertama kali dilakukan oleh
Hardy dan kawan-kawan dari University of Missisippi pada tahun 19645 dengan
mencangkokan jantung simpase ke manusia sejak itu delapan kali
xenotransplantasi telah dilakukan, lima menggunakan jantung donor primata, tiga
simpase dan dua baboon.
Pada tahun 1992, yang merupakan perkembangan terbaru dari uji coba
pencangkokan dengan organ babi, Zaplicki dan kawan-kawan mencangkokan
jantung babi kepada seorang penderita sindroma marfan kemudian tim ini
mengidintifikasi tidak terbentuknya respon penolakan hiperakut selama masa
bertahan hidup yang hanya mencapai 24 jam saja. Protokol tersebut melibatkan
juga teknik perfusi jantung babi yang akan digunakan dengan darah resipien
dalam rangka menghilangkan anti-bodi anti babi sebelum pencangkokan jantung
babi secara orthotopik tersebut.
Harian Japan Times yang terbit di Jepang pada tahun 1995 memberitakan
keberhasilan transplantasi katub jantung babi ke tubuh seorang anggota senat di
Amirika Serikat6. Dan sang Senator hingga tahun 2004 masih bertahan hidup,
penggunaan katup jantung babi sebagai pengganti katup jantung manusia menjadi
sering dilakukan dalam praktiknya di Amirika Serikat. Keberhasilan ini tentu
5 Ibid. (23/07/2009) 6 Muladno dan Zainal Abidin, Memanusiakan Babi, Transplantasi Organ Babi Pada
Manusia, Bagaimana Umat Islam Menyikapi, (Jakarta, Britz Publisher, 2004), h. 24
33
menyulut semangat para peneliti untuk melanjutkan penelitiannya dalam hal
transplantasi organ babi ke manusia.
Babi sebagai sumber organ donor bukanlah merupakan pilihan yang asal
jadi, banyak pertimbangan yang digunakan sebagai landasan yang cukup kuat
dalam menentukan pilihan pada binatang tersebut. Organ babi berdasarkan fakta
ilmiah yang ada memiliki kemiripan dengan organ manusia, beberapa organ
tubuhnya memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan organ manusia, seperti
halnya hati babi yang memiliki kemiripan dengan hati manusia kemudian ukuran
dan fungsi-fungsinya nyaris identik. Didasarkan pada tingkat ketersediaannya
organ dari babi jauh lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan organ yang
berasal dari manusia atau primata lainnya.
Harus diakui, binatang donor yang menguntungkan dan memungkinkan
adalah babi, karena babi bereproduksi dengan cepat dan anaknya banyak, dan
organ babi yang berukuran sama dengan organ manusia, namun juga mudah
membuat organ babi dalam kondisi bebas patogen7 rendahnya resiko membawa
patogen hewan babi yang dapat menginfeksi manusia lebih kecil dari pada
menggunakan kera atau monyet. Kemudian disamping metabolisme babi yang
mirip manusia, babi secara genetik juga dapat dimanipulasi untuk mengurangi
resiko penolakan.
7 http://agorsiloku.wordpress.com/2007/01/03/trasplantasi-organ demi-kelangsungan-hidup-manusia (20/02/2009)
34
Dari sekian banyak keuntungan yang akan didapat jika xenotransplantasi
dilakukan dengan obyek babi, tetap tim medis harus selalu berhati-hati dan terus
melakukan uji coba, karena dalam praktek xenotransplantasi dengan organ babi
virus yang paling perlu diperhatikan adalah Porcine Endogenorons Retrovirus
(PERU) karena PERU ada dalam hampir semua straik babi dan tidak dapat
dihilangkan dengan meningkatkan babi dalam kondisi steril. Meskipun PERU
inaktif, dan tidak berbahaya di dalam tubuh babi, namun dikhawatirkan
transplantasi kemanusia dapat mengaktifkan virus, dan bahkan mungkin dapat
menimbulkan penyakit baru dan dapat membahayakan jiwa resipien atau
penerima transplantasi.
C. Xenotransplantasi Organ Tubuh Babi Ke Manusia Dalam Perspektif Ilmu
Kedokteran
Untuk meningkatkan keberhasilan xenotransplantasi dari organ babi ke
tubuh manusia, saat ini banyak dilakukan pengembangan babi transgenik yakni
melalui teknologi rekayasa dengan harapan organ babi dapat dikenali oleh sistem
imun (kekebalan) tubuh manusia, dengan demikian reaksi penolakan tubuh
manusia terhadap masuknya organ babi trasgenik tersebut menjadi tidak ada.
Data dari United Network For Organ Sharing (UNOS) menunjukkan
bahwa pada tahun 1999, jumlah operasi transplantasi berbagai organ yang
berhasil dilakukan pada manusia sebanyak 21.679. Pada tahun yang sama, jumlah
pasien yang membutuhkan operasi transplantasi organ sebanyak 72.834. artinya,
35
hanya 29,7% dari total pasien yang membutuhkan transplantasi (pencangkokan)
organ dapat terpenuhi. Jumlah pasien akan cenderung meningkat dengan
pertambahan jumlah penduduk dari waktu ke waktu maupun karena berbagai
faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang.8 Berikut ini tabel kebutuhan
organ bagi kelangsungan hidup manusia, yang dikutip dari Muladno:
Tabel 2
Kebutuhan organ bagi kelangsungan hidup manusia
No. Jenis Transplantasi
Jumlah transplantasi pada tahun 1999
Jumlah pasien menunggu
transplantasi 1. Ginjal 12.483 45.758
2. Hati 4.698 15.681
3. Pankreas (utuh) 363 937
4. Pankreas (islet cell) 946 2.361
5. Usus 70 135
6. Jantung (keduanya) 21,185 4.115
7. Jantung paru-paru 49 207
8. Paru-paru 885 3.640
Jumlah Total 21.679 72.834
8 Muladno, Seputar Teknologi Rekayasa Genetik, (Bogor: Pustaka Wirausaha Muda:2002), hal. 83
36
Kebutuhan akan organ sebagaimana yang tercantum dalam tabel di atas
menunjukkan bahwa hal tersebut menjadi masalah besar dalam dunia kedokteran
manusia. Hanya mengharapkan donor dari orang lain tidak akan pernah
mencukupi kebutuhan. Melalui cara komersial, apalagi ilegal, jelas bertentangan
dengan norma dan etika dilihat dari sudut pandangan agama apapun di dunia. Para
ilmuwan berusaha keras untuk mencari alternatif. Monyet dan babi menjadi
pilihan. Dari berbagai percobaan dan penelitian yang dilakukan secara terus
menerus, tampaknya babi lebih menjanjikan daripada monyet. Pada tahun 1995,
The Japan Times edisi 1 Juli 1995, sebagaimana yang dikutip oleh Muladno,
menulis cerita tentang seorang senator Amerika Serikat yang katup jantungnya
berasal dari babi. Ini merupakan salah satu contoh keberhasilan dari transplantasi
organ babi ke manusia.9
Namun pencangkokan organ babi ke manusia masih mengalami banyak
kendala sehingga belum dapat digunakan sebagai operasi rutin. Diketahui bahwa
salah satu di antara kendalanya adalah adanya alpha 1,3-galactose pada
permukaan sel babi. Adanya senyawa ini membuat kegagalan pencangkokan
jaringan atau organ babi ke tubuh manusia karena sel manusia mempunyai
antibodi yang mampu mengusir senyawa tersebut. Sistem penolakan ini dikenal
dengan nama Hyperacute Rejection atau disingkat HAR. Tidaklah mengherankan
9 Muladno, Seputar Teknologi Rekayasa Genetik, hal. 84-85
37
apabila setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pencangkokan organ selalu
berupaya keras merancang strategi untuk dapat mengatasi HAR tersebut. 10
Perkembangan biologi molekuler yang spektakuler memberi harapan bagi
para ilmuan, pembuatan hewan transgenik bukan merupakan suatu hal yang sulit
lagi, berbagai jenis hewan telah disisipi gen asing termasuk gen manusia. Hal ini
berkaitan dengan Hyperacute Rejection atau biasa disingkat dengan HAR.
Kemudian jika kembali ke pembahasan awal mengenai babi hasil transgenik
bukanlah suatu isapan jempol hal ini nyata seperti halnya tim peneliti dari
nextram (perusahaan bioteknologi) yang membuat babi transgenik yang mampu
mengekpresikan protein manusia, karena protein ini sangat berperan penting
dalam sistem pertahanan tubuh (immune system). Dengan terekspresikannya
protein tersebut dalam organ babi, maka organ itu dapat di terima oleh sistem
pertahanan tubuh manusia sehingga pencangkokan organ babi ke tubuh manusia
dapat dilakukan dengan minimnya respect rejeksi dari tubuh manusia itu
sendiri.11
Kajian babi hasil transgenik serta telaah lebih dalam praktik
xenotransplantasi organ babi ketubuh manusia harus dipelajari lebih dalam lagi
karena tanpa babi transgenik dalam arti xenotransplantasi yang dilakukan dengan
babi biasa bukan hasil transgenik sudah akan pasti menimbulkan rejeksi atau
10 Ibid., h. 85 11 Ibid., h. 85
38
penolakan, penolakan utama yang mungkin terjadi ada penolakan hiperakut,
penolakan ini bisa terjadi karena hiperakut menolak gula galaktosa yang
diproduksi babi sehingga dampak dari penolakan tersebut mengakibatkan
rusaknya pembuluh darah manusia.12
Pada kasus xenotransplantasi, untuk memperkecil atau jika perlu
meniadakan peran obat-obatan penekan sistem kekebalan, strategi yang dilakukan
di antaranya adalah:
1. Menghilangkan gen yang menandai organ sebagai benda asing dan membuat
sistem kekebalan menjadi melemah.
2. Identifikasi berbagai faktor yang mengarah kepada penolakan vaskuler dan
sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan organ yang
ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan.13
12 Muladno dan Zainal Abidin, Memanusiakan Babi, Transplantasi Organ Babi Pada Manusia, hal. 23
13 Ibid. hal. 23
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
XENOTRANSPLANTASI ORGAN BABI KE MANUSIA
A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Babi
Seluruh pemeluk agama Islam percaya tentang kesempurnaan,
kelengkapan, dan fungsi universal ajaran Islam yang termaktub dalam kitab al-
Qur’an dan sunnah Rasul, Islam diyakini sebagai الدين (agama) terakhir dan
penyempurna dari seluruh agama yang pernah diturunkan di muka bumi yakni
agama yang telah dibawa oleh para Nabi dan Rasul-Nya mulai Nabi pertama
Adam AS hingga Nabi paling akhir yaitu Muhammad SAW.1
Kesempurnaan agama Islam tercermin dalam segala hal terkait dalam
bentuk apapun tidak terkecuali mengenai kesucian atau kebersihan firman Allah
SWT:
.....
/ البقرة( ☺ 2 :222(
Artinya: ……Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah/ 2: 222)
Berbicara pandangan Islam mengenai kesucian banyak hal yang menjadi
sorotan mulai dari air, tempat, benda hal itu dimaksudkan untuk menjaga
1 M. Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tunggal, (Ciputat: Kholam Publishing,
2007), hal. 31
39
40
kebersihan guna tercepainya kesehatan, tidak luput pula salah satu yang dianggap
benda najis dari jenis hewan adalah anjing dan babi Sabda Rasul:
ن واله ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات اطهور اناء احدآم اذ 2)رواه مسلم(بالتراب
Artinya: “Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah”. (HR. Muslim)
☺
☺ ☺ ☺
⌧
⌧ ☺
⌧ ⌧ ⌧
☺ ☺
☺ ☺
⌧ ⌧
⌦ )3: 5/ المائدة( ⌧Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib
2, Muslim al-Hajâj al-Husain al-Qusyairî Al-Naisâbûrî, Sahîh al-Muslim (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-
Turâtsi al-‘Arabi, t. th), Juz 1, hal. 234
41
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: Al-Maidah/ 5: 3)
Dalam hadits di atas diperintahkan untuk mencuci sesuatu yang telah
dijilat anjing dengan cara yang istimewa, hal tersebut bukan dikarenakan mulut
anjing yang berhadas melainkan karena najis pengecualian hewan dalam Islam,
demikian halnya babi yang dikiaskan dengan anjing karena keadaannya lebih
kotor dari pada anjing3, hadits tersebut tidak menerangkan secara eksplisit
perlakuan istimewa juga terhadap babi namun surat al-Maidah dalam ayat 3 di
atas sudah cukup jelas menyebutkan babi termasuk hewan yang diharapkan
seperti halnya anjing.
Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak maupun
bagian-bagian lainnya, hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat misalnya QS. 5:3,
QS, 6:14 dan QS, 16:115,4 yang menyatakan pengharaman konsumsi bangkai,
3 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Yogyakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994), Cet. Ke- 27,
hal. 19 4 Surat Al-‘An’am ayat 14 disebutkan:
⌧ ☺
☺
Artinya: Katakanlah: "Apakah akan Aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal dia memberi makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintah supaya Aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri
42
darah dan daging babi. Dalil-dalil pada beberapa ayat ini merupakan nash yang
jelas, yang menegaskan tentang keharaman, antara lain mengkonsumsi babi. Al-
Qur’an menggunakan kata “lahman” (daging) karena sebagian besar
pengambilan manfaat dari babi adalah daging, selain itu dalam daging babi juga
banyak mengandung lemak yang kurang baik untuk kesehatan manusia.
Dokter-dokter sekarang telah membuktikan bahwa memakan daging babi
itu sangat membahayakan pada semua iklim, terutama yang beriklim panas.
Sebagaimana juga telah dibuktikan melalui tes ilmiah bahwa memakan daging
babi bisa menyebabkan timbulnya cacing pita yang sangat mematikan, juga
cacing-cacing lainnya.5
Pada dasarnya Islam mempunyai rahasia besar mengenai penciptaan babi
hingga kemudian mengapa babi diharamkan hal ini dapat diketahui dari kronologi
dimana kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk menyembelih hewan dengan
menyebut asma Allah SWT dan membuat irisan memotong urat nadi leher
hewan, dengan cara ini menyebabkan kematian hewan dengan sempurna karena
kehabisan darah dari tubuh hewan tersebut, namun pada kenyataannya babi tidak
(kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik."(QS. Al-An’am/ 6: 14).
Kemudian dalam surat An-Nahl ayat 115 disebutkan ☺ ☺
☺ ⌧
⌦ ⌧ Artinya: Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi
dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl/ 16: 115). 5 Yusuf Al-Qaradhawi, Halal Haram dalam Islam, terj. Abu Hana Zulkarnain dan
Abdurrahim Mu’thi (Jakarta: Akbar, 2004), Cet. Ke-1, hal. 58
43
memiliki leher yang kemudian menjadikan manusia memotong atau mematikan
babi dengan cara berbeda dengan hewan lain yang mengakibatkan darah tidak
keluar secara sempurna dan darah tersebut akan menyatu dengan daging. Hal
inilah yang pada dasarnya akan menjadi racun pada tubuh manusia.
Hikmah lain yang diungkap oleh Syaikh Fauzi Muhammad Abu Zaid6,
adalah babi dikenal sebagai hewan yang mempunyai kehidupan yang bebas
disamping babi dikenal sebagai hewan yang kotor dan menjijikkan, jika
dibandingkan dengan ayam, dua ekor ayam jantan dan satu ayam betina kita
satukan dalam kandang dan dua ekor babi jantan dan satu ekor babi betina kita
satukan dalam kandang maka yang akan terjadi adalah ayam jantan akan
berkelahi untuk mendapatkan ayam betina. Sedangkan dalam kandang babi, babi
jantan berkelahi untuk mendapatkan babi betina tetapi yang terjadi adalah dua
babi jantan tersebut akan saling membantu untuk memenuhi hajat seksualnya dan
bahkan lebih dari itu babi jantan mempunyai prilaku homoseksual hal inilah yang
jelas-jelas bertentangan dengan fitrah umat manusia, dan dari itulah Islam
mengharamkan babi untuk menjaga perangai sifat manusia yang merupakan
makhluk mulia agar tidak seperti babi.
Ada lima faktor medis dan ilmiah yang mendorong diharamkannya
daging babi, yaitu:
6 http:// al fasentosa.blogspot.com/2009/07 kenapa babi haram dalam Islam. Htm/comment-
form, diakses Tgl, 27 Juni 2009
44
1. Daging babi mengandung berbagai jenis cacing yang sangat berbahaya (bagi
tubuh), seperti: cacing pita (taenea) dan trichinea (cacing rambut; cacing bulat
yang tergulung mengalir ke dalam otot, penyebab penyakit trichinosis).
2. Daging babi lebih banyak memungkinkan untuk memindahkan segala jenis
bakteri penyakit daripada daging lainnya.
3. Minyak babi sulit dicerna dan kemungkinannya bertambah untuk terserang
penyakit pada pencernaan, level atau saraf menjadi beku.
4. Influensa yang ganas.7
B. Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Xenotransplantasi
Sejak awal tahun 2000 di Amerika Serikat para ahli medis meneliti
potensi keberhasilan transplantasi organ babi kepada manusia. Proses
transplantasi organ babi ke manusia di ilhami dari tinjauan bentuk dan ukuran
yang mendekati mirip dengan organ manusia. Dimana dalam hal ini organ babi
juga dapat digunakan dalam kondisi bebas patogen dan organ babi dipercaya
tidak menginfeksi manusia karena membawa patogen yang berbahaya bagi
manusia dengan jumlah yang rendah sehingga aman bagi manusia.
Selain itu, organ babi dapat dimanipulasi untuk mengurangi resiko
penolakan. Dalam proses transplantasi organ, acapkali tubuh recipient (penerima
organ) menolak organ transplantasi. Dimana dalam hal ini dapat membahayakan
7 Ahmad Sauki al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam terj. Ahsin Wijaya dkk,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 243-254
45
tubuh recipient. Dalam aspek geo-ekosistem, pemakaian hewan babi dipilih
karena hewan babi merupakan hewan yang dapat bereproduksi secara cepat
sehingga secara populasi, hewan ini mudah dibudidayakan.8
Berkenaan dengan masalah transplantasi, dalam buku Fiqih Kontemporer
membahas tentang pemindahan anggota tubuh yang najis ke tubuh manusia
seperti bangkai binatang ternak dan hewan seperti babi. Para ahli medis telah
menyebutkan bahwa tulang babi adalah salah satu tulang yang paling bagus untuk
mengobati tulang manusia. Di mana tulang itu selain menyembuhkan dengan
cepat, dia tidak mempunyai efek samping yang mengakibatkan tulang menjadi
bengkok.
Apabila tulang babi dipindahkan ke manusia atau bangkai kambing
diambil tulangnya dan dipindahkan untuk mengganti tulang manusia yang
pecah/rusak, bagaimana hukumnya?
Menurut penulis buku tersebut, ia berpendapat bahwa hukum asalnya
diharamkan dan tidak boleh dilakukan, sebab bangkai itu najis dan babi juga
binatang yang diharamkan. Meskipun demikian Syaikhul Islam Ibn Taimiyah
untuk tulang bangkai binatang beliau berpendapat suci. Akan tetapi, berdasarkan
pendapat jumhur ulama mengatakan najis, mereka mengambil ketentuan tidak
8 Dikutip dari http://www.klikdokter.com/page/Babi%20Dengan%20Kesehatan pada tanggal
20 Oktober 2009
46
boleh memindahkan anggota tubuh yang najis, seperti kulit, tulang, gigi, tulang
babi.9
Menurut Khalid bin Ali Al-Musyaiqih, apabila seseorang terpaksa
melakukan xenotransplantasi, maka boleh dengan dua syarat:
1. Dilakukan setelah mencari dan mendalami, dia sudah mencari obat yang
cocok untuk penyakitnya. Dan dia telah bersungguh-sungguh dalam mencari
dan mendalami penyakitnya, namun belum didapatkan obat yang suci, maka
tidak boleh kemudian dia kembali kepada barang yang najis.
2. Kondisinya sangat mendesak, yaitu amat sangat membutuhkannya, jika tidak
mendesak maka tidak diperkenankan.10
Berhubung transplantasi termasuk dalam permasalahan fiqih kontemporer,
maka penulis berusaha mengemukakan pandangan-pandangan para fuqaha
kontemporer tentang permsalahan tersebut. Berdasarkan hasil penelusuran
penulis, ada 2 pandangan tentang transplantasi organ tubuh hewan ini, yaitu yang
menentang dan yang mendukung.
1. Pandangan-pandangan yang menentang
Dua ulama terkemuka yang menulis penolakan terhadap transplantasi
organ manusia adalah almarhum Muftî Muhammad Sayfî’ dari Pakistan dan
Dr. ‘Abd al-Salâm al-Syukrî dari Mesir.
9 Khalid bin Ali Al-Musyaiqih, Fiqih Kontemporer, terj. Ibn Rasyid, (Klaten: Inas Media,
2008), Cet. I, h. 67 10 Khalid bin Ali Al-Musyaiqih, Fiqih Kontemporer, h. 68
47
Muftî Syafî’ berpendapat bahwa transplantasi organ tidak
diperbolehkan berdasarkan atas tiga konsep:
a. Kesucian hidup/tubuh manusia
Dari ajaran-ajaran yang teradapat dalam al-Qur’an, dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia diperintahkan untuk melindungi dan
melestarikan kehidupannya sendiri serta kehidupan orang lain. Sebagai
contoh, manusia dilarang melakukan bunuh diri:11
⌧ ☺
)29: 3/ النساء(Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisâ’/ 3: 29)
b. Tubuh manusia sebagai amanah
Allah SWT telah melengkapi manusia dengan segala apa yang
dibutuhkannya berkenaan dengan organ-organ tubuh. Seperti yang
tercantum dalam al-Qur’an:
⌧ )9-8: 90/ البلد( ⌧Artinya: Bukankah kami Telah memberikan kepadanya dua buah mata.
Lidah dan dua buah bibir. (QS. Al-Balad/ 90: 8-9)
11 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Fikih Kesehatan: Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah,
Transplantasi Organ, dan Eksperimen pada Hewan, Penerjemah Mujiburohman, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007, Cet. Ke-1, hal. 82-83
48
Pemahaman ini akan menuntun seseorang pada kesimpulan bahwa
manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkan satu bagian pun dari
tubuhnya karena organ-organ tersebut pada dasarnya bukan miliknya,
melainkan amanah yang dititpkan kepadanya.12
c. Memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material
Ketidakbolehan memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material
semata dapat dideduksikan dari dua contoh berikut:
Pertama, jika seseorang berada di ambang maut akibat kelaparan, dan ia
tidak dapat menemukan bahkan daging bangkai binatang sekalipun untuk
dimakan, dan yang ada hakikatnya hanyalah daging manusia, maka ia
tetap tidak boleh memakannya.
Kedua, Allah SWT mencela atau mengutuk orang yang menggabungkan
rambut seorang wanita dengan rambut wanita lain untuk menjadikannya
tampak panjang, dan Dia juga mengutuk wanita yang rambutnya dipotong
untuk tujuan itu. Wanita diperbolehkan menambah gelungan rambutnya
dengan bulu binatang (wol). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
penggunaan rambut manusia untuk tujuan ini dianggap melanggar hukum,
dan pemanfaatan organ tubuh manusia juga dianggap melanggar hukum.13
Al-Syukrî menguraikan penentangannya terhadap transplantasi organ
berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan berikut:
12 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Fikih Kesehatan, hal. 84-85 13 Ibid., h.85
49
a. Kesucian tubuh manusia
Ulama menetapkan kewajiban untuk menguburkan kembali tulang-tulang atau
sisa-sisa tubuh mayat manusia jika, atas dasar alasan tertentu, mayat itu
dikeluarkan dari kubur. Sama wajibnya pula dengan mengubur tangan atau
kaki yang dipotong dari seorang terpidana, begitu pula dengan kuku-kuku
manusia, rambut, dan lain-lain, dalam rangka memuliakan tubuh manusia.
b. Larangan menggunakan benda terlarang sebagai obat
Pemanfaatan organ tubuh manusia dalam praktik penyembuhan menjadi
sesuatu yang terlarang berdasarkan pada fatwa bahwa mazhab Hanafi
memandang pemanfaatan tulang manusia dalam pengobatan sebagai
perbuatan keji.
c. Menjaga kemuliaan hidup manusia
‘Abd al-Rahmân ibn ‘Utsmân r.a. meriwayatkan bahwa seorang tabib datang
kepada Nabi SAW dan bertanya tentang kebolehan memanfaatkan katak
sebagai obat. Nabi SAW lalu melarang tabib itu untuk melakukannya. Karena
riwayat ini mengecam pembunuhan katak untuk digunakan dalam pengobatan,
maka dalam upaya menjaga kemuliaan hidup manusia, bukanlah lebih patut
bila penggunaan organ tubuh manusia dalam praktik pengobatan tidak
diperbolehkan.
d. Menghindari keraguan
Pemanfaatan organ tubuh manusia dalam praktik transplantasi bisa disamakan
dengan bergumul dengan hal-hal yang meragukan. Dengan demikian, jika
50
seseorang menghindari praktik transplantasi organ, ia akan memperoleh
keuntungan dari dua sisi. Pertama, jika transplantasi organ ternyata tergolong
sebagai sesuatu yang terlarang, berarti ia telah menjaga dirinya dari
melampaui batas yang telah ditetapkan Allah SWT. Kedua, jika transplantasi
organ termasuk dalam kategori yang diperbolehkan, maka ia akan mendapat
pahala karena telah menghindari sesuatu yang dikhawatirkan termasuk yang
terlarang.14
2. Pandangan yang mendukung
Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ
berpendapat bahwa transplantasi organ harus dipahami sebagai salah satu
bentuk layanan altruistik bagi sesama muslim. Pendirian mereka tentang
transplantasi organ dapat diringkas sebagai berikut:
a. Kesejahteraan publik
Dalam Islam ada beberapa kaidah yang menyatakan:
15 13المحظورات بيحت الضرورات (1 Keterpaksaan membuat sesuatu yang terlarang menjadi boleh. Maksudnya, apabila terjadi suatu keterpaksaan menggunakan sesuatu
yang diharamkan dan tidak mungkin menghindar darinya, maka
penggunaan yang diharamkan ini diperbolehkan. Namun, ini bukan
14 Ibid, hal. 86-88 15 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, terj. Muhammad Syafii Masykur,
(Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007), hal. 100
51
berarti boleh secara mutlak, melainkan terbatas dengan kaidah kelima
belas yaitu:
16هالوزب لطب رذعل ازج امSesuatu yang dibolehkan karena udzur, maka kebolehan itu menjadi batal jika udzurnya sudah hilang.
1717حالصمال نم ىلعاأل مديق حالصمال ددع ماحزت اذإف (2 Ketika dua kepentingan yang saling bertentangan bertemu, maka kepentingan yang dapat membawa manfaat yang lebih besarlah yang didahulukan.
18 18امهفخأ ابكتارب امهدشأ يعور انتدسفم تضارعت اذإ (3 Jika terpaksa harus memilih di antara dua hal, maka pilihlah yang paling ringan keburukannya. Hukum Islam akan mengizinkan pembedahan perut seseorang yang
telah mati jika diketahui bahwa orang itu telah menelan sekeping intan
atau sepotong emas sehingga benda berharga itu dapat dikembalikan
kepada pemiliknya yang sah. Penjelasan logis untuk hal ini adalah
bahwa jika benda tersebut ternyata memang milik orang yang sudah
mati itu, maka ahli warislah yang akan menerima benda berharga
tersebut.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa setelah seseorang mati,
dibenarkan mengambil salah satu organ yang dikehendaki dari tubuh
orang itu untuk ditransplantasikan pada tubuh orang lain yang masih
hidup. Tindakan ini bisa dianggap sebagai langkah terpuji karena
16 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, hal. 104 17 Ibid. 18 Ibid.
52
berkat praktek ini, kualitas hidup orang yang masih hidup itu bisa
ditingkatkan.
Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketentuan-
ketentuan berikut:
1) Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara)
penyembuhan yang bisa ditempuh;
2) Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi;
3) Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau
dari ahli warisnya;
4) Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar
diakui oleh dokter yang reputasinya terjamin, sebelum diadakan
operasi pengambilan organ;
5) Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi
berikut implikasinya.
b. Altruisme (al-Îtsâr)
Tindakan seseorang yang masih hidup untuk mendonorkan salah satu
organ tubuhnya kepada saudara kandungnya atau orang lain yang sangat
membutuhkan harus dipandang sebagai tindakan altruisme dan orang-
orang yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang bermanfaat
bagi orang lain. Namun ada batasan-batasan yang harus diperhatikan:
1) Harus ada persetujuan dari si donor;
53
2) Transplantasi itu merupakan satu-satunya jalan penyembuhan yang
bisa ditempuh;
3) Tidak ada bahaya yang mengancam kehidupan si donor;
4) Transplantasi itu sendiri telah terbukti berhasil dilakukan di masa lalu.
“Dia tidak menemukan lainnya”. Kalimat tersebut berlaku, jika dia
mendapatkan tawaran tulang najis meghaladzah (berat) dan tulang najis lain.
Maka yang harus didahulukan adalah tulang yang tidak najis mughaladzah.
Sebagaimana Al-Barmawi mengatakan: “Jika dia menemukan tulang anjing dan
babi maka yang dia dahulukan adalah tulang babi sebab anjing mempunyai
tingkat najis yang lebih berat.19
Adapun mengenai transplantasi organ tubuh binatang, Dewan Akademi
Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, pada rapat kerjanya yang ke-4 (1405
H/1985 M), menetapkan bahwa menurut syariat diperbolehkan transplantasi
organ tubuh binatang yang telah disembelih menurut tata cara Islam dan/atau
organ tubuh binatang yang haram di makan pada tubuh manusia bila terdapat
situasi yang mendesak. Resolusi tentang heterotransplantasi ini juga ditetapkan
oleh Akademi Fikih Islam India dalam seminar fikihnya yang pertama (Delhi,
Maret 1989). Seorang muslim boleh menjadi resipien organ manusia maupun
organ binatang.20
19 Muhammad SR, “Pengobatan dari Aneka Binatang” (Jombang: Lintas Media, 2007), Cet.
I, h. 21 20 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, h. 98-99
54
Transplantasi dengan menggunakan binatang najis/ haram seperti, babi
atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara Islami terlebih
dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar
gawat darurat. dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan:
“Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang
haram.” Dalam kaedah fiqh disebutkan “Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat”
(darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah “Adh Dhararu
Yuzaal” (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu surat Al Maidah: 3. “Adh
Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa” (Pertimbangan kondisi darurat harus dibatasi
sekedarnya) Al Baqarah: 173 (Majma’ Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-
Majmu’ : III/138 )21
Untuk transplantasi dari organ tubuh binatang hukumnya boleh dengan
syarat: binatang tersebut tidak najis/halal, (sapi, kerbau, kambing). Dan tidak
diperbolehkan transplantasi dari binatang yang najis (babi, dll) atau binatang
yang mati dengan tidak disembelih dengan cara yang Islami, dikecualikan dalam
kondisi sangat darurat dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar
disebutkan: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat
dengan barang haram.”22
21 Sejarah Transplantasi dan Hukum Donor Jaringan Tubuh menurut Islam, artikel diakses
tanggal 20 Oktober 2009 dari http://buyung30.wordpress.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam/
22 Setiawan Budi Utomo, “Fikih Kontemporer”, (Jakarta: Pustaka Saksi, 2000), Cet. I., h.
216
55
Dalam kajian kitab-kitab klasik, telah disebutkan mengenai transplantasi.
Meskipun pada waktu itu ilmu kedokteran belum berkembang sepesat seperti
yang sekarang ini, namun permasalahan pencangkokan organ tubuh sudah
dibahas oleh para ulama. Salah satu bentuk pencangkokan yang dibahas dalam
kitab-kitab klasik di antaranya adalah mengenai pencangkokan tulang.
Dalam kitab Hâsyiah al-Jamal ‘alâ syarh al-Minhaj,
من) بنجس (وصله إلى) لحاجة (بقولي زدته بقيد) عظمه وصل ولو() عذر (الطاهر لفقد قوله من أولى هو) غيره (للوصل) اليصلح (عظم العضو في آخلل) وصله إلى لحاجة قوله (معه صالته فتصح ذلك في) عظم من قوله (نجس بخياطة الجرح هوخياط. ماوي بر اهـ. حوهن أو إرادته وقت أصال أي) غيره للوصل يصلح ال قوله (مغلظا ولو أي الوصل يجز لم الجبر إلى وأسرع أصلح هذا وآان غيره صلح ول حتى ينحبر لا الأدمي لحم إن الخبرة أهل قال حيث حيث للسبكي خالفا به
وأقره الخطيب العلامة وتبعه عذر أنه فيتجه الكلب بعظم إلا سريعا راهفالظ مغلظ ونجس مغلظ غير نجس تعارض ولو. هـ ا رأيه العلامة
23 .ةعيرس ظلغمال نوآو ءربال ئطب هنوآ عم ظلغمال ريغ ميدقت
Artinya: “(Seandainya penyambugan tulang) dengan sesuatu (karena kebutuhan yang mendesak) untuk menyambungnya (dengan yang najis) di mana selainnya (tidak bisa) untuk menyambungnya karena tidak ada yang suci, maka ia (dimaafkan) dan boleh dipakai untuk shalat. Menurut Barmawi, pengertian kebutuhan yang mendesak tersebut, misalnya salah satu anggota tubuhnya pecah dan dijahit dengan benang najis. (Pengertian tulang yang najis tersebut) mencakup najis mughalladzah (najis berat, seperti anjing) selama selainnya (tidak ada yang bisa sama sekali untuk menyambungnya). Berbeda dengan pendapat al-Subuki, seandainya ada yang tidak najis namun yang najis lebih tepat dan lebih cepat menutup dan menyembuhkan, maka tidak boleh menambal dengan yang najis tersebut. Seandainya para pakar berpendapat, bahwa daging manusia tidak bisa tertambal dengan cepat kecuali dengan tulang anjing, maka
23 Imam Syâfi’î, Hâsyiah al-Jumal ‘alâ Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th), Juz I,
hal. 416-417
56
ia termaafkan. Pendapat ini dianut oleh Imam al-Khatib dan senada dengan pendapat saya. Seandainya terjadi kontradiksi antara najis mughalladzah dan yang bukan mughalladzah, maka yang didahulukun yang bukan mughalladzah walaupun menyebabkan kesembuhannya agak lama, sementara yang mughalladzah bisa cepat”
Kemudian dalam kitab Mughnî al-Muhtâj dikatakan bahwa:
دقفل سجنب (لصوال ىلإ هاجيتاحو الثم هارسنكال) همظع لصو ولو( هلصوو عفني ال هنأ ةربخال لهأ القو هدحو وأ لصولل حالالص) راهالط نأ ىلإ....ةرورضلل هعم هتالص حصتف كلذ ىف) روذعمف (سجالنب وحن مظعب الإ اعيرس ربجي ال يمدأال محل نأ ةربخال لهأ الق ولو... الق نإو يأ) الإو.... (الق نأ ىلإ... رذع هنأ يونسأال الق امآ هجتيف بلآ هيلع مرح لصوال ىلإ جتحي مل وأ حالالص راهالط دوجو عم هب لصو ااررض فخي مل نإ (كلذ هيلع باجو هعزن هيلع) بجو (و هب دعتل 24 ).اراهظ
Artinya: “(Kalau seandainya tulang tersebut disambung) karena retak misalnya, sehingga perlu disambung (dengan sesuatu yang najis karena tidak ada yang suci) yang layak untuk menyambungnya, atau yang ada memang yang najis saja, maka penyambungan tersebut termaafkan, dan shalatnya (dengan membawa sambungan najis tersebut) sah karena darurat. ….sampai pada perkataan …. Seandainya para pakar bedah berkata, bahwa daging manusia tidak akan tertambal secara cepat kecuali dengan tulang anjing, maka menurut al-Asnawî, ia termaafkan…sampai pada perkataan…. Namun jika terdapat sesuatu yang tidak najis dan layak untuk disambungkan, ataupun tidak terlalu mendesak untuk disambung, maka haram menyambungnya dengan sesuatu yang najis tersebut, dan wajib untuk mencabutnya kembali jika memang tidak menimbulkan sesuatu bahaya yang nyata”.
Dalam simposium Nasional II mengenai masalah Transplantasi organ
yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tanggal 8
September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah
24 Al-Khatib al-Shirbini, Mughnî al-Muhty Sharh al-Minhaj, (Beirut: Dar a;-Ma’arif, t.th), Juz
I, hal. 195
57
persetujuan mengenai bolehnya transplantasi organ. Hal ini disetujui antara lain
wakil dari PBNU, MUI, PP Muhammadiyah, dan lain-lain.25
Fatwa dari Bahtsul Masail yang diputuskan pada muktamar ke-29
(Tasikmalaya, 4 Desember 1994). Fatwa ini merupakan respons atas isu dari
kesimpulan disertasi di Universitas Airlangga yang menyimpulkan
dimungkikannya dilakukan transplantasi bagi manusia dengan gigi babi, juga
adanya wacana yang berkembang di kalangan ahli medis tentang kemungkinan
akan digunakannya organ babi sebagai pengganti organ manusia. Beriku tini
petikan butir fatwa Bahtsul Masail yang berkaitan langsung dengan isu
transplantasi dengan babi, sebagaimana yang dikutip dari Zuhroni:
a. Transplantasi gigi dengan gigi babi dan sejenisnya hukumnya tidak boleh. Sebab masih banyak benda lain yang bisa digunakan sebagai pengganti dan karena belum sampai pada tingkat kebutuhan yang mendesak.
b. Transplantasi dengan organ babi untuk menggantikan organ sejenis pada manusia, hukumnya tidak boleh, kecuali sangat diperlukan dan tidak ada organ lain yang seefektif organ babi tersebut. Maka hukumnya boleh menurut pendapat Romli, Imam Asnawi, dan Imam Subki. Adapun menurut Imam Ibnu Hajar, orang yang menerima transplantasi tersebut harus ma’shum.26
Inti fatwa Bahtsul Masail di atas sama dengan fatwa MPKS bahwa
transplantasi menggunakan organ babi haram hukumnya, kecuali jika benar-
25 Serajah Transplantasi dan hukum donor jaringan tubuh dalam Islam, artikel diakses dari
http://buyung30.wordpress.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam/, pada tanggal 23 Januari 2010
26 Zuhroni, Respon Ulama Indonesia terhadap Isu-isu Kedokteran dan Kesehatan Indonesia,
Tesis (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak diterbitkan, 2007), hal. 298
58
benar dalam keadaan darurat. Dalam keputusan yang membolehkannya dalam
keadaan darurat dipersyaratkan ma’shum (terjaga) sebagaimana dipersyaratkan
oleh Ibn Hajar. Maksud ma’shum di sini, di antaranya adalah orang Islam yang
taat, bukan pelaku maksiat seperti pezina, bukan orang murtad, bukan orang kafir
harbi. Dasar yang digunakan argumen oleh oleh bahtsul masail merujuk pada
teks 9 kitab mu’tabarat, pada pendapat sejumlah ulama Syâfi’iyyat.27
Hingga akhir tahun 2005, MUI dan Majlis tarjih belum terdengar
mengeluarkan fatwa khusus tentang hukum melakukan transplantasi dengan
organ atau bagian dari tubuh babi.
Merujuk pada batasan sejumlah ayat tentang haramnya makan babi,
keharamannya bersifat mutlak, karena zatnya. Namun, jika dalam keadaan
darurat maka tidak berdosa mengkonsumsinya. Dalam isu tentang hukum
transplantasi dengan organ babi ini nampaknya ulama menyelesaikannya dengan
cara mengkiaskannya dengan mengkonsumsinya tersebut, hukum mengkonsumsi
dan mentransplantasikannya sama, yaitu haram kecuali jika tidak ada pilihan lain
n(darurat). Pembolehan melaksankan yang diharamkan dalam keadaan darurat ini
sejalan dengan kaidah hukum Islam “kedaruratan menghalalkan yang terlarang”.
Pembolehannya tersebut dibatasi pada batas-batas yang sangat diperlukan, tidak
27 Zuhroni, Respon Ulama Indonesia…., hal. 298
59
boleh melebihinya. Batasan ini sesuai dengan kaidah hukum Islam ما ابيح للضرورة
28.(darurat diukur berdasarkan kadarnya) يقدر بقدرها
Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh Quriasy
Shihab bahwa: “prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan”.
Selain itu, Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat
dijadikan penguat pemboleh transplantasi yaitu “kehormatan orang hidup lebih
besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.29
Dari apa yang dikemukakan oleh beberapa ulama kontemporer yang
membolehkan xenotransplantasi, penulis menyimpulkan bahwa hal tersebut
dilakukan sebagai upaya penghormatan kepada manusia, terutama bagi mereka
yang masih memiliki harapan untuk hidup lebih lama dengan melakukan
pencangkokan.
C. Analisis
Permasalahan transplantasi yang akhir-akhir ini diklaim oleh kedokteran
dapat menyelamatkan manusia dari kematian, maupun dari rasa sakit yang
berkepanjangan, harus dilihat dengan bijaksana. Transplantasi dengan
menggunakan organ tubuh hewan, yang lebih dikenal dengan xenotransplantasi,
memberikan solusi alternatif bagi manusia yang ingin mengganti organ
tubuhnya, agar dapat bertahan hidup lebih lama.
28 Ibid., hal. 299 29 Setiawan Budi Utomo, Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Saksi, 2000), Cet. Ke-1, hal.
213
60
Yang menjadi pemasalahan di sini adalah penggunaan hewan najis yang
diharamkan oleh Islam, yaitu hewan babi. Alasan penggunaan babi dalam
xenotransplantasi dikarenakan organ tubuh babi memiliki kesamaan dengan
organ tubuh manusia, sehingga keberhasilan dalam proses pencangkokan
dianggap lebih besar dibandingkan dengan menggunakan organ binatang lainnya.
Dari apa yang penulis peroleh melalui penelitian kepustakaan, terdapat
beberapa pendapat di kalangan ulama mengenai xenotransplantasi tersebut.
Masing-masing pendapat memiliki alasan dan landasan dalil-dalil tersendiri,
yang menguatkan penolakan dan persetujuan mereka terhadap xenotransplantasi.
Para ulama yang menyatakan menolak terhadap praktik xenotransplantasi,
menurut penulis, dilakukan karena penghormatan mereka terhadap kesucian
tubuh manusia, yang oleh Allah diciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Selain itu
juga untuk menghilangkan keragu-raguan di dalam benak kaum muslimin
mengenai hukum xenotransplantasi yang akan atau yang sudah mereka lakukan.
Dalam salah satu hadis disebutkan, bahwasannya Allah SWT tidak
menjadikan kesembuhan suatu penyakit yang diderita oleh manusia dengan
sesuatu yang haram.
30)البخارى رواه. (يكمعل حرم فيما شفاءآم يجعل لم اهللا إنArtinya: Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu pada sesuatu
yang telah Ia haramkan atasmu. (HR. Bukhari).
30 Bukhari, Muhammad ibn Isma'il Abu Abdillah, al-Jamû' ash-Sahîh al-Mukhtasar, (Beirut:
Dâr Ibn Katsir : 1987) Juz 5, h. 2129
61
Hadits di atas menyatakan bahwa Allah tidak akan menjadikan sesuatu
yang haram sebagai obat untuk suatu penyakit. Sedangkan praktik
xenotransplantasi yang menggunakan salah satu organ hewan yang diharamkan
yaitu babi, tentu bukanlah pilihan yang tepat. Karena Allah SWT telah
menjadikan tiap-tiap penyakit obatnya yang berasal dari sesuatu yang halal.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa mengkonsumsi makanan dan
minuman haram, memiliki dampak bagi tubuh manusia itu sendiri. Dalam salah
satu ayat al-Qur’an diceritakan mengenai dampak minuman khamr bagi manusia.
Meskipun ada manfaat dari minuman tersebut, ternyata bahaya yang ada lebih
besar dari pada manfaat yang ditimbulkannya, sehingga minuman tersebut
dilarang oleh Allah SWT.
☺ ☺
☺ ☺
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah/ 5: 90)
Lalu disebutkan dalam ayat yang lainnya:
Jika ayat tersebut ditarik ke dalam permasalahan xenotransplantasi, maka
dapat dikatakan bahwa dengan melakukan pencangkokan organ tubuh babi ke
dalam tubuh manusia, hal tersebut menjadikan organ tubuh yang najis tadi akan
selalu berada di dalam tubuh, sehingga akan menghalangi saat akan melakukan
62
ibadah kepada Allah SWT, karena ketidaksucian organ tubuh yang dicangkokkan
ke dalam badan.
Makanan dan minuman yang diharamkan diperbolehkan untuk
mengkonsumsinya jika dalam keadaan terpaksa. Seperti yang ada dalam ayat al-
Qur’an:
☺ ……… ⌧ ⌧
⌦ : 2/ البقرة( ⌧173(
Artinya: Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah/ 2: 173)
Kemudian disebutkan dalam salah satu kaidah fiqhiyah yang
menyebutkan bahwa:
المحظورات تبيح الضروراتKeterpaksaan membuat sesuatu yang terlarang menjadi boleh.
Kaidah ini membolehkan mengkonsumsi sesuatu yang sebelumnya
dilarang. Sehingga barang yang diharamkan oleh Islam, akan menjadi halal jika
dalam keadaan yang mendesak.
Sedangkan mengenai xenotransplantasi, kaidah yang digunakan ulama
yang mendukung praktik tersebut adalah kaidah sebagai berikut:
امهفخأ ابكتارب امهدشأ يعور انتدسفم تضارعت اذإJika terpaksa harus memilih di antara dua hal, maka pilihlah yang paling ringan keburukannya.
63
Hal ini berarti bahwa praktik transplantasi dengan menggunakan sesuatu
yang dilarang oleh agama, seperti memakai organ binatang haram (babi) lebih
dikedepankan karena menyangkut nyawa manusia.
Sedangkan pendapat ulama yang membolehkan praktik xenotransplantasi,
banyak alasan yang dikemukakan. Di antaranya adalah kaidah dalam ushul fiqh
yang mengatakan:
1. Keterpaksaan membuat sesuatu yang terlarang menjadi boleh;
2. Ketika dua kepentingan yang saling bertentangan bertemu, maka kepentingan
yang dapat membawa manfaat yang lebih besarlah yang didahulukan;
3. Jika terpaksa harus memilih di antara dua hal, maka pilihlah yang paling
ringan keburukannya.
Kaidah tersebut memberikan keringanan kepada umat Muslim mengenai
sesuatu yang jika berada dalam keterpaksaan, maka larangan terhadap sesuatu
menjadi gugur, seperti ketiadaan makanan sehingga membolehkan memakan
binatang atau makanan haram tanpa berlebih. Demikian halnya jika seseorang
yang menderita suatu penyakit, dan penyakit tersebut tidak akan dapat sembuh
kecuali dilakukan transplantasi dengan menggunakan organ tubuh binatang yang
najis/haram, hal tersebut menurut sebagian ulama diperbolehkan.
Islam memberikan aturan-aturan yang jelas mengenai bagaimana seorang
muslim menjalani hidup. Demikian juga dalam hal kesehatan, Islam memberikan
aturan-aturan yang jelas mengenai penyembuhan berbagai penyakit yang
mengganggu tubuh manusia. Xenotransplantasi sebagai salah satu hasil
64
penemuan di bidang kedokteran, memang masih menyisakan permasalahan di
dalam benak umat muslim mengenai hukumnya, mengingat organ tubuh yang
digunakan adalah binatang najis/haram.
Tanpa mengesampingkan argumen yang telah dikemukakan oleh ulama-
ulama yang menolak xenotransplantasi, menurut hemat penulis, Islam sangat
menghargai nyawa manusia. Untuk itu, usaha-usaha untuk menyelamatkan
nyawa manusia harus disikapi dengan bijaksana, meskipun salah satu solusi yang
ditawarkan adalah dengan mengganti organ tubuh manusia dengan organ tubuh
hewan yang najis/haram. Yang patut dijadikan perhatian bagi mereka yang ingin
melakukan xenotransplantasi adalah keterpaksaan atau keadaan yang sudah tidak
bisa dicarikan solusi lainnya. Sehingga, menurut penulis, xenotransplantasi dapat
dilakukan jika memang sudah tidak ada lagi solusi dalam menyembuhkan suatu
penyakit, sedangkan orang yang menyandang penyakit tersebut akan menemui
ajal jika tidak segera dilakukan xenotransplantasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pustaka yang telah penulis lakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Para ahli biologi berpandangan bahwa organ atau jaringan tubuh manusia
memiliki kesamaan dengan babi. Beberapa organ tubuh babi memiliki bentuk
dan ukuran yang sama dengan organ tubuh manusia, seperti hati babi yang
memiliki kemiripan dengan hati manusia, ukuran dan fungsi-fungsinya yang
nyaris identik. Didasarkan pada tingkat ketersediaannya organ dari babi jauh
lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan organ yang berasal dari manusia
atau primata lainnya.
2. Praktek transplantasi dan xenotransplantasi dalam dunia kedokteran beberapa
kali mengalami kesuksesan di antaranya transplantasi katub jantung babi ke
tubuh seorang anggota senat Amerika Serikat pada tahun 1995. Proses
pelaksanaan xenotransplantasi dilakukan dengan cara:
a. Ortopik yaitu memasang organ yang akan dicangkokan di tempat asli dari
organ yang akan diganti, dengan terlebih dahulu mengambil organ yang
asli
b. Heterotopik yaitu pencangkokan yang dipasang pada tempat organ yang
lain sedangkan organ yang rusak tidak dikeluarkan pada teknik ini.
65
66
3. Mengenai xenotransplantasi, terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama,
yaitu yang melarang dan yang mendukung. Masing-masing pihak
memberikan argumentasinya mengenai sikap mereka terhadap
xenotransplantasi. Ulama yang menolak pelaksanaan xenotransplantasi
menyatakan bahwa hal tersebut bertentangan dengan fitrah bahwa tubuh
manusia adalah suci, tubuh manusia sebagai amanah, serta menghindari
keragu-raguan.
Adapun pihak yang mendukung pelaksanaan xenotransplantasi
berasalan bahwa dalam Islam terdapat kaidah yang menyatakan:
1) Keterpaksaan membuat sesuatu yang terlarang menjadi boleh.
2) Ketika dua kepentingan yang saling bertentangan bertemu, maka kepentingan
yang dapat membawa manfaat yang lebih besarlah yang didahulukan.
3) Jika terpaksa harus memilih di antara dua hal, maka pilihlah yang paling ringan
keburukannya.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan berkenaan pelaksanaan
xenotransplantasi di antaranya adalah:
1. Bagi mereka yang ingin melaksanakan xenotransplantasi, hendaknya
dipertimbangkan dengan masak-masak terlebih dahulu. Hendaknya dicari
obat yang dapat menyembuhkan/mengatasi penyakit yang diderita tersebut.
67
Karena pada dasarnya Allah SWT telah menyediakan obat bagi setiap
penyakit yang ada.
2. Bagi para ahli kedokteran yang lebih paham tentang xenotransplantasi,
hendaknya memberikan keterangan yang menyeluruh tentang
xenotransplantasi, baik dari segi manfaat maupun resiko yang ada. Dengan
demikian, pihak-pihak yang ingin melaksanakan xenotransplantasi
memperoleh informasi yang memadai sebelum melakukan xenotransplantasi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim Arikunto, Suharsini, Prof., Dr., Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006, Cet. Ke-13 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008,
Cet. Ke-6 Djamaluddin (penerjemah), Ahkamul Fuqaha; Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam, Keputusan Mukhtamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama 1926-1999, Surabaya: LTN NU Jawa Timur dan Diantama, 2004
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin, Fikih Kesehatan Kloning, Eutanasia, Tranfusi Darah,
Transplantasi Organ, dan Eksperimen Pada Hewan, penerjemah Mujibuorohman, Jakarta: Serambi, 2001
Fanjari, Al, Ahmad Syauqi, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, Jakarta : Bumi
Aksara, 1996 Hornby, A.S., Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, London:
Osford University Press, 2000, Cet. Ke-6 Mahjudin, Drs., M.Pd.I, “Masail Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang di Hadapi Hukum
Islam Masa Kini, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), Cet. Ke-IV Muhammad, SR., Pengobatan dari Aneka Binatang (Jombang: Lintas Media, 2007),
Cet. I Muladno dan Abidin, Zainal, Memanusiakan Babi, Transplantasi Organ Babi Pada
Manusia; Bagaimana Umat Islam Menyikapi, Jakarta, Britz Publisher, 2004 Muladno, Seputar Teknologi Rekayasa Genetik, Bogor: Pustaka Wirausaha
Muda:2002 Musyaiqih, Al, Khalid bin Ali, Fiqih Kontemporer, penerjemah Ibn Rasyid, Klaten:
Inas Media, 2008 Qaradhawi, Al, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, penerjemah Abu Hana
Zulkarnain dan Abdurrahim Mu’thi, Jakarta: Akbar, 2004, Cet. Ke-1
68
69
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 1994 Sa’idan, As, Walid bin Rasyid, Fikih Kedokteran, terj. Muhammad Syafii Masykur,
Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007 Shirbini, Al, Al-Khatib, Mughnî al-Muhty Sharh al-Minhaj, Beirut: Dar a;-Ma’arif,
t.th, Juz I Suma, Muhammad Amin, Prof., Dr., SH., MH., 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi
Tunggal, Jakarta: Kholam Publishing, 2007 Syâfi’î, Imam, Hâsyiah al-Jumal ‘alâ Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th),
Juz I Tim penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) Utomo, Setiawan Budi, Fiqih Kontemporer, Jakarta: Pustaka Saksi, 2000 Yanggo, Chuzaimah T., Prof. Dr., dan Anshary, A. Hafiz, (ed.) Problematika Hukum
Islam Kontemporer Edisi keempat, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2002, Cet. Ke-3
Zuhroni, Respon Ulama Indonesia terhadap isu-isu kedokteran dan kesehatan
Indonesia, Tesis (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak diterbitkan, 2007)
Website: http:// jerry 703 multiply.com//journal/item/206 (diakses 23/09/09) Kampong mesin-http://mavia-lontong.blogspot.com, diakses 3 Juli 2009 http://rudy ct.com/pp5702-ipb/02201/mita esfandianti. htm http://agorsiloku.wordpress.com/2007/01/03/trasplantasi-organdemi kelangsungan
- hidup - manusia (20/02/2009) http:// al fasentosa.blogspot.com/2009/07 kenapa babi haram dalam Islam.
Htm/comment-form, diakses Tgl, 27 Juni 2009 http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0305/07/101301.htm