tinjauan hukum perdata internasional dalam perjanjian …

26
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN KERJA ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DAN BADAN HUKUM ASING UNTUK BEKERJA DI PERSATUAN EMIRAT ARAB DAN BELANDA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum FAJAR RIDUAN SIAHAAN 0806342005 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG HUBUNGAN TRANSNASIONAL DEPOK JANUARI 2013 Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN

KERJA ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DAN BADAN HUKUM

ASING UNTUK BEKERJA DI PERSATUAN EMIRAT ARAB DAN

BELANDA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

FAJAR RIDUAN SIAHAAN

0806342005

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG HUBUNGAN TRANSNASIONAL

DEPOK

JANUARI 2013

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 2: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

ABSTRAK

Nama : Fajar Riduan Siahaan

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Tinjauan Hukum Perdata Internasional dalam Perjanjian Kerja antara Warga

Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk Bekerja di Persatuan

Emirat Arab dan Belanda

Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di

Persatuan Emirat Arab (PEA) dan Belanda merupakan suatu permasalahan Hukum Perdata

Internasional. Dengan demikian, perlu diketahui hukum mana yang berlaku pada Perjanjian Kerja

tersebut. PEA mendasarkan hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja pada Ketertiban Umum dan

Kaidah Super Memaksa berdasarkan Hukum PEA. Di sisi lain, Belanda memberikan kesempatan

untuk melakukan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja dengan pembatasan berupa Kaidah

Hukum Super Memaksa menurut Hukum Belanda. Berdasarkan praktek dalam Perjanjian Kerja

antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab

dan Belanda, hukum yang mengatur Perjanjian Kerja adalah hukum tempat bekerja.

Kata kunci:

Perjanjian Kerja, Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Asing

ABSTRACT

Name : Fajar Riduan Siahaan

Study Program : Law

Title : Private International Law Review in Employment Agreement between

Indonesian Citizen and Foreign Corporation to Work in United Arab

Emirates and Netherlands

Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work in United

Arab Emirates (UAE) and Netherlands is a Private International Law’s issue. Thus, it needs to be

known law of which country is applicable to the Employment Agreement. UAE bases applicable law

to Employment Agreement to Public Policy and Overriding Mandatory Provision from UAE law.

On the other side, Netherlands gives some chance to do Choice of Law in Employment Agreement

with limitations in the form of Overriding Mandatory Provision from Netherlands law. Based on

practice in Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work

in UAE and Netherlands, governing law of Employment Agreement is the law of place of work.

Keywords:

Employment Agreement, Indonesian Citizen, Foreign Corporation

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 3: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

PENDAHULUAN

Secara historis, dengan latar belakang kebijakan politik pada masa itu, telah terdapat Warga

Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri sejak zaman Hindia Belanda, sekitar tahun 1887. Pada

masa itu, banyak Warga Negara Indonesia yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk

bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak.1 Pada hakekatnya,

dengan adanya pelaksanaan hubungan kerja Warga Negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri

didasari oleh Perjanjian Kerja. Perjanjian Kerja memberikan perlindungan hukum bagi Warga

Negara Indonesia. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas Warga Negara Indonesia

tidak sadar akan hak dan kewajiban yang terdapat dalam Perjanjian Kerja, dan dampak yuridis dari

setiap ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai

permasalahan yang muncul, antara lain gaji tidak dibayar,2 diperlakukan secara tidak manusiawi,

3

serta adanya perselisihan berupa tidak sesuainya upah atau pekerjaan dengan yang termuat dalam

Perjanjian Kerja, atau pemutusan hubungan kerja sebelum waktu perjanjian selesai.

Dengan mengetahui bahwa Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan

Hukum Asing untuk bekerja di luar negeri termasuk dalam permasalahan Hukum Perdata

Internasional, maka perlu diketahui hukum mana yang mengatur Perjanjian Kerja tersebut. Salah

satu hal yang dapat dipergunakan dalam mengetahui hukum mana yang mengatur Perjanjian Kerja

adalah Pilihan Hukum.4 Pada hakekatnya, Perjanjian Kerja merupakan bagian dari berbagai macam

perjanjian. Dalam perjanjian terdapat kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian berdasarkan

asas kebebasan berkontrak atau Freedom of Contract. Demikian juga dalam Perjanjian Kerja

terdapat asas kebebasan berkontrak. Dalam kaitannya dengan ruang lingkup Hukum Perdata

Internasional,5 hal yang harus selalu diperhatikan terkait asas kebebasan berkontrak adalah Pilihan

Hukum dari para pihak.

1 Erman Suparno, “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,”

http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1700, diunduh pada tanggal 13 Maret 2012.

2 Ajeng Ritzki Pitakasari, “Lagi, Kisah Sumbang TKI di Malaysia, Ati Latifah Empat Tahun Tidak Digaji,”

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/15/lw95pc-lagi-kisah-sumbang-tki-di-malaysia-ati-latifah-

empat-tahun-tak-digaji, diunduh pada tanggal 23 Maret 2012.

3 Marcus Suprihadi, “Lagi, TKI Meninggal Dianiaya,”

http://internasional.kompas.com/read/2012/02/10/17362540/Lagi.TKI.Meninggal.Dianiaya, diunduh pada tanggal 1

April 2012.

4 “Pilihan Hukum adalah kebebasan yang diberikan kepada para pihak untuk dalam perjanjian memilih sendiri

hukum yang hendak dipergunakan.” Sudargo Gautama (a), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II bagian 4

buku ke-5, Cet. ke-3, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 5.

5 “Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel

hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa

antara warga (-warga) negara pada suatu waktu tertentu yang memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel

dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan, kuasa, tempat,

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 4: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

PEMBAHASAN

Perjanjian Kerja, dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan arbeidsovereenkomst,6

memiliki beberapa pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata7 memberikan pengertian sebagai berikut,

“Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya untuk

di bawah perintah pihak yang lain, majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan

menerima upah.” UU No. 13 Tahun 2003,8 Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian sebagai

berikut, “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi

kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.”

Terdapat beberapa jenis Perjanjian Kerja, yaitu:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disebut PKWT)

Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No.

100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu9 menyatakan,

“PKWT adalah Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dan pegusaha untuk mengadakan hubungan

kerja dlam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.” PKWT harus dibuat secara tertulis dan

dalam bahasa Indonesia.10

Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, maka PKWT ini akan dinyatakan

sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.11

PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa

percobaan.12

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT)

Pasal 1 angka 2 Kepmenakertrans No. 100/MEN/VI/2004 menyatakan, “PKWTT adalah

Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang

(pribadi), dan soal-soal.” Sudargo Gautama (b), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Bina

Cipta, 1987), hal. 21.

6 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan Indonesia, Cet. ke-1, Ed. ke-1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

1995), hal. 33.

7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.

Tjitrosudibio, Cet. ke-34, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004).

8 Indonesia (a), Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4279.

9 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. 100/MEN/VI/2004.

10 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan

huruf latin.” Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 57 (1).

11 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana

dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.” Ibid., Pasal 57 (2).

12 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.” Ibid., Pasal 58

ayat (1).

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 5: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

bersifat tetap.” PKWTT dapat mempersyaratkan masa percobaan kerja.13

Bentuk PKWTT secara

bebas ditentukan oleh para pihak, baik tertulis maupun lisan. PKWTT tidak mempunyai jangka

waktu tertentu, artinya berlangsung selama atau sampai para pihak mengakhirinya dengan alasan-

alasan tertentu.

3. Perjanjian Kerja Harian atau Lepas

Pasal 9 Kepmenakertrans No. 100/MEN/VI/2004 menyatakan, “Perjanjian Kerja Harian

Lepas adalah perjanjian kerja untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.”

Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna adalah salah satu bagian dari pembahasan dalam

jurnal ini. Hal tersebut dikarenakan dalam pengklasifikasian menurut undang-undang terdapat

kriteria khusus dari TKI, yakni hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu. Pasal 1 angka 10 UU

No. 39 Tahun 200414

menyatakan, “Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan

Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.” Dalam

Perjanjian Kerja antara TKI15

dan Pengguna,16

terdapat perbedaan dengan pengertian Perjanjian

Kerja yang dinyatakan oleh UU No. 13 Tahun 2003, yaitu para pihak dalam Perjanjian Kerja, jenis

dan bentuk Perjanjian Kerja.

Perjanjian Kerja antara WNI17

dan BHA18

untuk bekerja di luar negeri merupakan perjanjian

yang bersifat internasional karena di dalamnya terdapat pertemuan dua atau lebih sistem hukum

yang berasal dari hubungan hukum yang melintasi batas negara dengan perbedaan status personal

antara para pihak dan tempat pelaksanaan pekerjaan. Terkait dengan perjanjian yang bersifat

internasional terdapat beberapa persoalan yang penting untuk diperhatikan tentang hukum yang

13

“(1) Perjanjian Kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga)

bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di

bawah upah minimum yang berlaku.“ Ibid., Pasal 60.

14 Indonesia (b), Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar

Negeri, UU No. 39 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 133, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 4445.

15 “TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam

hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.” Ibid., Pasal 1 angka 1.

16 “Pengguna adalah instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau

Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI.” Ibid., Pasal 1 angka 7.

17 “WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-

undang sebagai warga negara.” Indonesia (c), Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UU No.

12 Tahun 2006, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 63, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4634, Pasal 2.

18 “BHA merupakan suatu penyebutan terhadap macam-macam Badan Hukum yang didirikan dan diakui oleh

hukum negara lain dari negara yang bersangkutan.” Yaniar Pawetri, “Tinjauan Yuridis terhadap Yayasan sebagai Badan

Hukum Sosial yang Didirikan oleh Badan Hukum Asing (Studi terhadap Proses Pendirian Yayasan Pendidikan

Intrenasional (the International Education Foundation))”, (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2001), hal. 43.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 6: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

harus dipergunakan. Persoalan-persoalan yang timbul berkenaan dengan hukum perjanjian

internasional ini berkisar pada hal-hal berikut:19

1. Piihan Hukum

Peranan Pilihan Hukum dalam menentukan hukum yang harus dipergunakan dalam

suatu perjanjian sangat penting. Terdapat beberapa bentuk Pilihan Hukum, yaitu:

a. Pilihan Hukum secara tegas, dengan sedemikian banyak perkataan20

Pada Pilihan Hukum secara tegas ini para pihak yang melangsungkan kontrak

secara jelas, dengan sedemikian banyak perkataan, mencantumkan bahwa untuk kontrak

ini mereka memilih supaya diperlakukan, misalnya hukum negara X atau hukum negara

Y. Contoh bentuk Pilihan Hukum secara tegas adalah sebagai berikut “This agreement

shall be governed exclusively by the laws of the Netherlands.” Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pada perjanjian ini, Pilihan Hukum secara tegas mengarah pada

Hukum Belanda.

b. Pilihan Hukum secara diam-diam21

Pilihan Hukum secara diam-diam ini dianggap ada jika maksud para pihak dapat

disimpulkan dari tingkah laku atau perbuatan-perbuatan yang menunjuk ke arah itu.

Tidak tegas disebut bahwa para pihak menghendaki penggunaan hukum X untuk

kontrak mereka, akan tetapi dari hal-hal dan keadaan dalam isi kontrak dapat terlihat

bahwa para pihak secara diam-diam menghendaki bahwa hukum X yang berlaku bagi

para pihak. Misalnya para pihak telah memilih domisili di kantor pengadilan negeri

tempat X di negara X-i, hal mana dicantumkan dalam klausula perjanjian. Dengan

adanya pemilihan domisili sedemikian ini dapatlah disimpulkan bahwa yang

dikehendaki oleh para pihak secara diam-diam supaya berlaku adalah hukum X-i.

c. Pilihan Hukum secara dianggap22

Pilihan Hukum yang dianggap ini seringkali diwujudkan dalam praktek, di mana

para pihak tidak mengadakan Pilihan Hukum secara tegas dengan sedemikian banyak

perkataan. Suatu hal yang mengkhawatirkan bila para pihak sebenarnya sama sekali

tidak pernah memikirkan ke arah pemakaian stelsel hukum tertentu, tetapi pihak hakim

mengkonstrusikan adanya Pilihan Hukum ini semata-mata berdasarkan dugaan-dugaan

saja. Kehendak para pihak yang dianggap ini hanya merupakan apa yang dalam istilah

19

Sudargo Gautama (c), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III bagian 2 buku ke-8, Cet. ke-6,

(Bandung: Alumni, 2007), hal. 2-3.

20 Sudargo Gautama (a), Op. Cit., hal. 28.

21 Ibid., hal. 40-42.

22 Ibid., hal. 50.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 7: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

hukum dianggap sebagai preasumptio iuris atau rechtsvermoeden. Dugaan-dugaan

pihak hakim merupakan pegangan yang dipandang cukup untuk mempertahankan

bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu sistem hukum

tertentu.

d. Pilihan Hukum secara hipotesis23

Dari Pilihan Hukum dianggap ke Pilihan Hukum secara hipotesis hanya selangkah

kecil. Pada Pilihan Hukum dianggap masih dicari-cari akan suatu Pilihan Hukum yang

mungkin telah dijadikan pegangan oleh orang bersangkutan walaupun hakim bekerja

dengan dugaan-dugaan tanpa alat-alat pembuktian yang lebih kuat. Pada hypothetical

intention ini sebenarnya sama sekali tidak ada kemauan para pihak untuk memilih

sendiri hukum yang harus diperlakukan. Akan tetapi, hakim bekerja dengan fictie.

Seandainya para pihak telah memikirkan akan hukum yang harus diperlakukan, hukum

manakah yang akan mendekati pilihan mereka? Hukum manakah yang akan mendekati

pilihan mereka itu seandainya mereka telah memikirkan hal tersebut? Jadi, yang dicari

hakim adalah hukum manakah yang kiranya para pihak kehendaki, jika mereka telah

berpikir tentang itu.

Sudargo Gautama condong kepada pendapat yang mengakui prinsip kebebasan untuk memilih

sendiri hukum yang dikehendaki oleh para pihak dan kehendak untuk melakukan Pilihan

Hukum harus tegas adanya baik dengan sedemikian banyak perkataan atau secara diam-diam

tetapi tegas pula dengan memperlihatkan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat menimbulkan

keragu-raguan lagi bahwa memang benar para pihak ketika membuat perjanjian, telah

menghendaki sistem hukum tertentu yang diperlukan bila kelak timbul perselisihan.24

Pilihan Hukum memang memberi kebebasan dalam memilih hukum yang berlaku,

namun tetap terdapat batasan-batasan padanya, yaitu:

a. Ketertiban Umum25

Ketertiban Umum merupakan lembaga yang memungkinkan kepada hakim untuk

mengesampingkan hukum asing yang seyogyanya harus diperlakukan menurut

ketentuan Hukum Perdata Internasional negara hakim sendiri, karena kaidah-kaidah

asing ini dianggap bertentangan dengan sendi-sendi asasi sistem hukum dan masyarakat

hukum sang hakim hingga pemakaiannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Ketertiban Umum menjaga bahwa hukum yang telah dipilih oleh para pihak sebagai

23

Ibid., hal. 53-56.

24 Ibid., hal. 59-60.

25 Ibid., hal. 17.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 8: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

yang harus diperlakukan tidak bertentangan dengan sendi-sendi asasi dalam hukum dan

masyarakat para hakim yang dipanggil untuk mengadili perkara bersangkutan.

b. Kaidah Hukum Super Memaksa26

Van Brakel dalam buku Sudargo Gautama yang berjudul Hukum Perdata

Internasional Indonesia buku ke-5 berpendapat bahwa dengan Pilihan Hukum tidak

dapat orang menyimpang dari ketentuan-ketentuan untuk hubungan-hubungan

internasional yang bersifat memaksa. Pilihan Hukum juga dilarang untuk dilakukan

untuk melanggar Kaidah Hukum Super Memaksa. Kaidah-kaidah hukum yang bersifat

super memaksa merupakan hukum-hukum dari suatu negara yang bersifat ekonomis dan

sosial serta demikian erat hubungannya dengan politik dari negara tersebut sehingga

para pihak tidak diberikan kebebasan untuk menyimpang dari peraturan-peraturan itu.27

c. Hanya dapat dilakukan dalam bidang hukum perjanjian28

Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dasar kebebasan

berkontrak ini merupakan alasan para penulis menerima Pilihan Hukum dalam bidang

hukum kontrak.

d. Tidak diperbolehkan menjelma menjadi Penyelundupan Hukum29

Penyelundupan Hukum terjadi karena kepada kehendak para subyek hukum untuk

mengubah titik-titik taut ke arah stelsel hukum lain. Pilihan Hukum tidak diperkenankan

untuk dilakukan dengan tujuan menghindarkan hukum yang seharusnya berlaku bagi

hubungan perjanjian antara para pihak.

2. Lex loci contractus30

Menurut teori lex loci contractus ini hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat di

mana kontrak dibuat. Boleh dikatakan bahwa teori lex loci contractus ini merupakan suatu

teori kuno yang artinya dalam zaman modern dengan lalu lintas dan komunikasi internasional

secara baik sekarang ini, teori ini sudah menjadi usang. Jelas sekali hal ini terlihat pada apa

yang dinamakan kontrak-kontrak antara orang-orang yang tidak bertemu atau contract

between absent persons.

26

Ibid., hal. 234-235.

27 Sudargo Gautama (d), Bunga Rampai Hukum Antar Tata Hukum, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1993), hal.

56.

28 Sudargo Gautama (a), Op. Cit., hal. 237-240.

29 Ibid., hal. 18-19.

30 Sudargo Gautama (e), Capita Selecta Hukum Perdata Internasional, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1983), hal.

73-75.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 9: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

3. Lex loci solutionis31

Lex loci solutionis yaitu hukum dari tempat di mana perjanjian dilaksanakan. Teori ini

ternyata dalam praktek seringkali membawa berbagai kesulitan. Misalnya, tidak hanya

terdapat satu tempat tetapi terdapat beberapa tempat pelaksanaan kontrak. Oleh karena

berbagai permasalahan untuk mengaplikasikan teori ini maka dianggap teori ini kurang

memuaskan.

4. The proper law of the contract32

Menurut teori ini, kita harus mencari hukum dari negara dengan mana kontrak

bersangkutan mempunyai apa yang dinamakan the most real connection. Kita harus dapat

melokalisasi kontrak bersangkutan. Kita harus mencari titik berat centre of grafity dari

perjanjian tersebut. Kita melihat titik-titik taut mana yang paling berat dan atas dasar inilah

kita anggap hukum dari negara dengan mana titik-titik taut ini terbanyak dihubungkan

menjadi yang terberat dan adalah yang harus dipergunakan. Dengan lain perkataan kita

mencari kepada titik-titik taut tertentu sekitar kontrak ini.

5. The most characteristic connection33

Teori ini dikemukakan oleh Rabel. Menurut teori ini, pada setiap kontrak dapat dilihat

pihak mana yang melakukan prestasi yang paling karakteristik dan hukum dari pihak yang

melakukan prestasi paling karakteristik ini adalah hukum yang kita anggap harus kita

pergunakan karena hukum inilah yang terberat dan sewajarnya dipergunakan. Jika kita

menerima bahwa titik taut hukum dari pihak yang melakukan prestasi paling karakteristik

pada suatu kontrak adalah yang dipakai, maka akan diperoleh suatu penyederhanaan dalam

praktek yang sangat bermanfaat.

Dari kelima teori di atas, yang terutama dipergunakan dalam menentukan hukum yang

berlaku bagi suatu perjanjian adalah Pilihan Hukum. Empat teori lainnya dapat dipergunakan untuk

menentukan hukum yang berlaku pada saat para pihak tidak melakukan Pilihan Hukum. Akan

tetapi, dalam penggunaan keempat teori tersebut, timbul suatu permasalahan lain mengenai teori

yang lebih tepat dipergunakan dalam menentukan hukum yang berlaku karena penggunaan teori

yang berbeda dapat menentukan hukum yang berbeda pula. Dalam hal ini, Sudargo Gautama

berpendapat bahwa teori the most characteristic connection adalah teori yang paling baik untuk

31

Ibid., hal. 76-77.

32 Ibid., hal. 77-78.

33 Ibid., hal. 78-80.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 10: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

menghadapi kontrak-kontrak internasional pada masa ini, juga untuk negara Indonesia, saat para

pihak tidak menentukan sendiri hukum yang harus dipergunakan.34

Setiap negara memiliki pengaturan yang berbeda-beda mengenai pembatasan Pilihan Hukum,

secara khusus yang terkait dengan Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA.

1. Hukum Indonesia

Indonesia dalam peraturan perundang-undangan belum terdapat pengaturan tertulis yang

menyatakan dengan tegas mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja. Dalam Hukum

Indonesia terdapat pengaturan mengenai pembatasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super

Memaksa khusus untuk Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna, yaitu UU No. 39 Tahun 2004.

Oleh karena itu, Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna harus menggunakan Hukum Indonesia,

khususnya UU No. 39 Tahun 2004, sepanjang TKI belum meninggalkan Indonesia.

2. Hukum Persatuan Emirat Arab

Dalam Hukum Persatuan Emirat Arab tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang

secara tegas menjelaskan mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja. Akan tetapi, Pilihan

Hukum dalam Hukum Persatuan Emirat Arab diakui dalam prinsip kebebasan berkontrak yang

tertuang dalam Pasal 125 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Persatuan Emirat Arab.35

Dalam Hukum Persatuan Emirat Arab, khususnya UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat

Arab, terdapat pembatasan Pilihan Hukum berupa ketentuan yang menerangkan bahwa Undang-

Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab berlaku bagi hubungan kerja yang tidak tergolong

dalam Pasal 3 UU Ketenegakerjaan Persatuan Emirat Arab.36

Melalui ketentuan ini dapat dipahami

bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab tidak berlaku bagi pekerja di

pemerintahan, anggota kepolisian, pekerja rumah tangga, dan pekerja yang bekerja di sektor

pertanian, sebaliknya berlaku bagi pekerjaan lain di luar yang disebutkan termasuk di dalamnya

34

Ibid., hal. 81.

35 “Par. 1 A contract is the coming together of an offer made by one of the contracting parties with the

acceptance of the other, together with the agreement of then both in such a manner as to determine the effect thereof on

the subject matter of the contract, and from which results an obligation upon each of them with regard to that which

each is bound to do for the other.” Persatuan Emirat Arab (a), UAE Civil Transaction Code (UAE Civil

Code/KUHPerdata Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 5 of 1985 as amended by Federal Law No. 1 of 1987,

diterjemahkan oleh James Whelan dan Marjorie J Hall, http://translex.uni-koeln.de/output.php?docid=605600, diunduh

pada tanggal 19 Mei 2012., Pasal 125.

36 “The provisions of this Law are not applicable to the following categories: (a) Officials, employees and

workers of the Federal Government, Governmental Departments of the Member Emirates of the State, Officials,

employees and workers of municipalities as well as other officials, employees and workers, working in Federal and

local public Departments and organizations, as well as the officials, employees and workers appointed for

Governmental Federal and Local Projects. (b) Members of the Armed Forces of Police and Security.(c) Domestic

servants working in Private residences and the like.(d) Workers employed in Agriculture or pastures, other than those

persons employed in the agricultural corporations engaged in processing their products or those permanently engaged

in operating or repairing mechanical machines required for Agriculture.” Persatuan Emirat Arab (b), UAE Labour Law

(Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 8 of 1980 as amended by Federal Law

No. 24 of 1981 and Federal Law No. 12 of 1986, http://www.mol.gov.ae/english/showAttach.aspx?parent=0&refId=73,

diunduh pada tanggal 19 Mei 2012., Pasal 3.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 11: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab. Hal ini

menunjukkan keharusan pemberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab, terkhusus Undang-Undang

Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk

bekerja di Persatuan Emirat Arab. Hal ini juga diperkuat oleh pengaturan dalam UU

Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab mengenai syarat untuk dipekerjakannya pekerja yang

bukan berkewarganegaraan Persatuan Emirat Arab, yaitu pekerja yang berkewarganegaraan

Persatuan Emirat Arab tidak tersedia atau tidak mampu untuk melakukan pekerjaan tertentu,37

dan

harus mendapatkan terlebih dahulu persetujuan dari Departemen Ketenagakerjaan dan izin kerja

dengan prosedur yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Hubungan Sosial, yang

diberikan hanya jika pekerja memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh Persatuan Emirat Arab

dan memasuki Persatuan Emirat Arab sesuai hukum.38

Selain itu, dalam pengadilan di Persatuan Emirat Arab, Pilihan Hukum ke arah hukum asing

hanya berlaku sebagai fakta dan dalam beberapa kondisi seringkali dikesampingkan.39

Terdapat

beberapa area komersial yang padanya pengadilan tidak akan mempertahankan penggunaan hukum

asing, salah satunya ketenagakerjaan.40

Dalam praktek di pengadilan di Persatuan Emirat Arab

terdapat lembaga ketertiban umum, yang didasarkan pada pendapat pengadilan, yang dikutip oleh

seorang praktisi dalam artikelnya, berupa yurisdiksi.41

Yurisdiksi dianggap sebagai kedaulatan

mutlak yang tidak dapat disimpangi termasuk dalam lembaga peradilan. Hal ini memberikan

dampak berupa tidak diakuinya hukum asing dari hukum sang hakim untuk menyelesaikan perkara

yang diperiksa dan diadili di wilayah hukum tersebut. Pemberlakuan lembaga ketertiban umum

pada perkara perdata di Persatuan Emirat Arab diperkuat dengan Pasal 3 KUHPerdata Persatuan

Emirat Arab.42

Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa Ketertiban Umum dipergunakan

dalam berbagai permasalahan terkait dengan perkawinan, pewarisan, keturunan, dan permasalahan

37

“In the event of non-availability of national workers, preference shall be given to: (1) Arab workers who are

nationals of an Arab Country, (2) Workers of other nationalities.” Ibid., Pasal 10.

38 “Employees who are not UAE nationals may be employed in the United Arab Emirates only after approval of

the Labour Department and the obtainment of a work permit in accordance with the procedures decided by Ministry of

Labour and Social Affairs. Work permits may only be granted if the following condition are fullfiled. (a) That the

employee has the professional competence of educational qualifications that are needed by the State, (b) That employee

has lawfully entered the Country and complies with the conditions stipulated by the residence regulations in force in the

state.” Ibid., Pasal 13.

39 Bashir Ahmed, Nakul Asthana, Afridi dan Angell, “Dispute Resolution: United Arab Emirates,”

http://www.legal500.com/assets/images/stories/firmdevs/disputeresolution.pdf, diunduh pada 1 Juni 2012.

40 Ibid.

41 Ahmad Al Awamleh, “Abu Dhabi Court: Choice of Law May Not Be A Choice,”

http://altamimi.newsweaver.ie/Newsletter/mucy3tvb45o, diunduh pada 9 Juni 2012.

42 “Public order shall be deemed to include matters relating to personal status such as marriage, inheritance,

and lineage, and matters relating to sovereignty, freedom of trade, the circulation of wealth, rules of private ownership

and the other rules and foundations upon which society is based, in such manner as not to conflict with the definitive

provisions and fundamental principles of the Islamic Shari'ah.” Persatuan Emirat Arab (a), Op. Cit., Pasal 3.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 12: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

terkait kedaulatan, pasar bebas, perputaran harta, aturan kepemilikan pribadi dan aturan lain selama

tidak bertentangan dengan peraturan lain atau prinsip dasar dari syariah Islam.

3. Hukum Belanda

Dalam Hukum Belanda, Pilihan Hukum secara tegas diatur dalam Pasal 10:153 KUHPerdata

Belanda.43

Pasal 8 ayat (1) Regulation (EC) No. 593/200844

menjelaskan mengenai kebebasan

melakukan Pilihan Hukum dalam perjanjian, termasuk di dalamnya juga Perjanjian Kerja. Pada

hakekatnya, ruang lingkup keberlakuan Regulation (EC) No. 593/2008, terbatas pada negara peserta

Rome Convention I atau negara anggota European Union. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 10:154

KUHPerdata Belanda, yang menyatakan, “The provisions of the “Rome I”-Regulation apply

analogously to obligation which fall outside the scope of application of the “Rome I”-Regulation

and the relevant applicable conventions and which can be considered as contractual obligations.”

keberlakuannya diperluas hingga berlaku juga pada perjanjian yang mengikat warga negara Belanda

dengan pihak-pihak yang bukan berasal dari negara peserta Rome Convention I atau negara anggota

European Union.

Pembatasan Pilihan Hukum diberikan Hukum Belanda berupa Kaidah Hukum Super

Memaksa yang dijelaskan dalam Pasal 10:7 KUHPerdata Belanda45

Pasal 9 Regulation (EC) No.

593/2008,46

dan Ketertiban Umum yang dijelaskan dalam Pasal 10:6 KUHPerdata Belanda47

dan

43

“For the purpose of this Title the “Rome I”-Regulation is understood to mean: Regulation (EC) No. 593/2008

of the Parliament and of the Council of 17 June 2008 on the law applicable to contractual obligation (Rome I) (OJ

L1777).” Belanda (a), Book 10: on the Dutch Conflict of Laws, diterjemahkan oleh M.H. ten Wolde, J.G. Knot, dan

N.A. Baarsma, (Groningen: Hephaestus Publishers, 2011), Pasal 153.

44 “(1) An individual employment contract shall be governed by the law chosen by the parties in accordance with

Article 3. Such a choice of law may not, however, have the result of depriving the employee of the protection afforded to

him by provisions that cannot be derogated from by agreement under the law that, in the absence of choice, would have

been applicable pursuant to paragraphs 2, 3 and 4 of this Article. (2) To the extent that the law applicable to the

individual employment contract has not been chosen by the parties, the contract shall be governed by the law of the

country in which or, failing that, from which the employee habitually carries out his work in performance of the

contract. The country where the work is habitually carried out shall not be deemed to have changed if he is temporarily

employed in another country. (3) Where the law applicable cannot be determined pursuant to paragraph 2, the contract

shall be governed by the law of the country where the place of business through which the employee was engaged is

situated. (4) Where it appears from the circumstances as a whole that the contract is more closely connected with a

country other than that indicated in paragraphs 2 or 3, the law of that other country shall apply.” European Union,

Regulation (EC) No. 593/2008 of the Parliament and of the Council on the Law Applicable to Contractual Obligations

(Rome Convention I), http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2008:177:0006:0016:En:PDF,

diunduh pada tanggal 20 Mei 2012, Pasal 8.

45 “(1) Overriding mandatory provisions are provisions the compliance of which is essential to maintaining a

state’s public interest such as political, social, or economic organization, to such an extent that these provisions are

applicable to any situation falling within their scope, irrespective of the law otherwise applicable. (2) The application

of the law to which a choice of law rule refers is withheld whenever overriding mandatory provisions of Dutch law

apply in the given case. (3) In applying the law to which the choice of law rule refers, effect may be given to overriding

mandatory provisions of a foreign state to which the case is closely connected. In considering wheter to give effect to

these provisions, their nature and purpose and the consequences of their application or non application will be taken

into account.” Belanda (a), Op. Cit., Pasal 7.

46 “(1) Overriding mandatory provisions are provisions the respect for which is regarded as crucial by a country

for safeguarding its public interests, such as its political, social or economic organization, to such an extent that they

are applicable to any situation falling within their scope, irrespective of the law otherwise applicable to the contract

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 13: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Pasal 21 Regulation (EC) No. 593/2008.48

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2)

Regulation (EC) No. 593/2008, Kaidah Hukum Super Memaksa dari hukum forum saja yang secara

mutlak tidak dapat disimpangi keberlakuannya. Hal ini berdampak pada Kaidah Hukum Super

Memaksa yang berdasarkan hukum asing dari hukum forum tidak secara mutlak dapat

diberlakukan, namun bergantung pada pertimbangan dari putusan forum.

Pembatasan berupa Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum Belanda berupa ketentuan-

ketentuan yang bersifat sosial ekonomi berdasarkan Inspektorat Kementerian Sosial dan

Ketenagakerjaan Belanda, yaitu Foreign National Employment Act,49

Working Hours Act,50

Working Conditions Act,51

dan Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.52

Ketentuan-

ketentuan tersebut menyatakan beberapa ketentuan yang memberi hak bagi mereka untuk

melakukan pemeriksaan tentang pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tersebut oleh pemberi

kerja. Berdasarkan analisis dapat dipastikan bahwa Working Condition Act dan Minimum Wage and

Minimum Holiday Allowance Act adalah Kaidah Hukum Super Memaksa. Hal ini dijelaskan dengan

keberlakuan kedua Undang-Undang ini, yaitu:

1. Working Conditions Act53

Pasal 2 menyatakan tentang perluasan wilayah keberlakuan dari Undang-Undang ini

sampai pada yang dilaksanakan di Zona Ekonomi Eksklusif, di kapal laut berbendera

Belanda, pada maskapai penerbangan yang didirikan di Belanda, dan kegiatan yang dilakukan

under this Regulation. (2) Nothing in this Regulation shall restrict the application of the overriding mandatory

provisions of the law of the forum. (3) Effect may be given to the overriding mandatory provisions of the law of the

country where the obligations arising out of the contract have to be or have been performed, in so far as those

overriding mandatory provisions render the performance of the contract unlawful. In considering whether to give effect

to those provisions, regard shall be hard to their nature and purpose and to the consequences of their application or

non-application.” European Union, Op. Cit., Pasal 9.

47 “Foreign law will not be applied where its application is manifestly incompatible with public policy.” Belanda

(a), Op. Cit., Pasal 6.

48 “The application of a provision of the law of any country specified by this Regulation may be refused only if

such application is manifestly incompatible with the public policy (ordre public) of the forum.” European Union, Op.

Cit., Pasal 21.

49 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (a), “Work by Foreign Nationals,”

http://www.inspectieszw.nl/english/work_by_foreign_nationals/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

50 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (b), “Working Hours and Rest Breaks,”

http://www.inspectieszw.nl/english/working_hours/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

51 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (c), “Working Conditions,”

http://www.inspectieszw.nl/english/working_conditions/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

52 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (d), “Minimum Wage and Holiday Allowance,“

http://www.inspectieszw.nl/english/minimum_wage/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

53 Belanda (b), Working Condition Act, Act of 18 March 1999 containing provisions to improve working

conditions, diterjemahkan oleh Netherlands Focal Point For Safety and Health at Work,

http://osha.europa.eu/fop/netherlands/en/legislation/PDFdownloads/working_conditions_act.pdf, diunduh pada tanggal

29 Juni 2012.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 14: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

oleh murid dan mahasiswa di lembaga pelatihan atau bagiannya termasuk di luar ruangan.54

Pengaturan ini menunjukkan bahwa dalam ruang lingkup wilayah kedaulatan Belanda secara

tegas, Working Condition Act berlaku bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah kedaulatan

Belanda. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai

kondisi bekerja dalam hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan

Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda, yaitu Working Condition Act.

2. Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act55

Pasal 4 menyatakan bahwa untuk keperluan dari ketentuan-ketentuan yang diberlakukan

oleh/atau berdasarkan Undang-Undang ini,56

istilah “pekerja” berarti pribadi kodrati yang

dalam hubungan pekerjaan. Bagi mereka yang tidak dalam hubungan pekerjaan di Belanda,

hanya akan dianggap sebagai pekerja bila tinggal di Belanda dan bila majikannya tinggal di

Belanda atau didirikan di sana. Selain itu terdapat kemungkinan untuk menyimpang dari

ketentuan pasal 4 ayat (1) dan (2) oleh atau berdasarkan Order in Council terkaid dengan

orang-orang yang hanya tinggal atau bekerja sementara di Belanda. Pengaturan ini

menunjukkan bahwa Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act berlaku bagi

setiap pekerja yang bekerja di wilayah kedaulatan Belanda, kecuali mereka yang tinggal atau

bekerja sementara di Belanda dan dinyatakan dapat menyimpang oleh atau berdasarkan Order

in Council. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai

gaji minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan dalam hubungan pekerjaan yang

dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda,

yaitu Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.

54

“This Act and the provisions adopted on its basis also apply to: a. work performed within the exclusive

economic zone; b. activities carried out by apprentices and students in training establishments or parts thereof,

including outdoors, that are comparable to work performed in the exercise of the profession for which they are being

trained; c. work performed entirely or partly outside the Netherlands by individuals working on board ships that are

entitled to fly the Dutch flag under Dutch law; d. work performed for an employer established in the Netherlands

entirely or partly outside the Netherlands by individuals working on aircraft.” Ibid., Pasal 2.

55 Belanda (c), Minimun Wage and Minimum Holiday Allowances Act, Act of 27 November 1968 containing

rules on a minimum wage and a minimum holiday allowance, diterjemahkan oleh Brecht Publishers,

http://www.dutchcivillaw.com/actminimumwages.htm, diunduh pada tanggal 29 Juni 2012.

56 “(1) For the purposes of the provisions enacted by or pursuant to this Act, the term 'employee' means the

natural person who is in employment. (2) A person who is not in employment within the Netherlands, will only be

regarded as an employee if he resides in the Netherlands and if also his employer resides in the Netherlands or is

established there. As far as an employer has a fixed (permanent) establishment within the Netherlands from which he

pursues his professional practice or business or as far as he has a regular agent (commercial representative) who

resides within the Netherlands or who is established there, he will be equated, for the purposes of the preceding

sentence, with an employer based in the Netherlands. A person who is employed in the meaning of the Act Mining

Employment North Sea shall in any event be regarded as an employee. (3) By or pursuant to an Order in Council it may

be determined that persons not living in the Netherlands are regarded also as employees if their employment is

performed outside the Netherlands. (4) It is possible to derogate from the provisions of paragraph 1 and 2 by or

pursuant to Order in Council with regard to persons who are only temporarily residing or working in the Netherlands.

(5) For the purposes of the preceding paragraphs ships and aircraft registered in the Netherlands (having their home

port or base in the Netherlands) are towards the employer and the crew regarded as a part of the Netherlands.” Ibid.,

Pasal 4.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 15: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Berdasarkan pemaparan di atas, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja WNI dan BHA hanya

diakui secara tegas oleh Hukum Belanda. Akan tetapi, terdapat pembatasan dari Hukum Belanda

berupa Kaidah Hukum Super Memaksa, yang termuat dalam beberapa peraturan perundang-

undangan,yang memaksa untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan tersebut dalam

Perjanjian Kerja. Selain itu, Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa

Ketertiban Umum dalam bentuk yurisdiksi dan Kaidah Hukum Super Memaksa berupa keberlakuan

UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab. Hukum Persatuan Emirat Arab secara tegas memaksa

untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab

dalam Perjanjian Kerja. Hukum Indonesia juga memberikan pembatasan berupa Kaidah Hukum

Super Memaksa berupa keberlakuan UU No. 39 Tahun 2004 selama TKI belum meninggalkan

Indonesia. Selanjutnya, perlu dilakukan analisis terhadap penerapan pengaturan mengenai hukum

yang mengatur dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat

Arab dan Belanda.

1. Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk Bekerja di Persatuan Emirat Arab

Para pihak dalam Perjanjian Kerja adalah B dan MNO. B adalah pekerja dalam Perjanjian

Kerja yang berkewarganegaraan Indonesia. Pihak lain, MNO adalah perusahaan pemberi kerja yang

berkedudukan di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab.

Status personal dari B bergantung pada teori status personal yang dianut oleh Hukum

Indonesia dan Hukum Persatuan Emirat Arab. Hukum Indonesia menganut teori kewarganegaraan

berdasarkan Pasal 16 Algemene Bepalingen, yang merupakan warisan sistem HPI yang ditinggalkan

oleh Hindia Belanda berdasarkan atas prinsip konkordansi.57

Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa

WNI yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang termasuk bidang status

personalnya, tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan Hukum Indonesia. Di sisi yang lain,

Hukum Persatuan Emirat Arab menganut teori yang sama, yaitu kewarganegaraan. Hal ini tersebut

disimpulkan berdasarkan Pasal 11 ayat (1) KUHPerdata Persatuan Emirat Arab.58

Berdasarkan

ketentuan ini dapat disimpulkan hukum dari negara yang padanya seseorang memiliki

kewarganegaraan akan berlaku untuk status sipil dan kompetensi dari orang tersebut. Hukum

Indonesia menentukan bahwa status personal dari B harus ditentukan berdasarkan kewarganegaraan

dari B, yaitu Hukum Indonesia karena ia merupakan seorang WNI. Hal tersebut juga dipertegas

57

Sudargo Gautama (g), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III bagian I buku ke-7, Cet. ke-3, Ed. ke-

2, (Bandung: Alumni, 2010), hal. 13.

58 “the law of the state of which a person has the nationality shall apply to the civil status and competence of

such person but nevertheless in financial dealings transacted in the State of the United Arab Emirates, the results of

which materialize therein, if one of the parties is an alien of defective capacity and the lack of capacity is attributable to

a hidden cause which the other party could not easily discover, such cause shall have no effect on his capacity.”

Persatuan Emirat Arab (a), Op. Cit., Pasal 11 ayat (1).

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 16: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

dengan pengaturan dari Hukum Persatuan Emirat Arab yang mengarahkan pada hal yang sama,

yaitu status personal dari B adalah Hukum Indonesia sesuai kewarganegaraannya. Oleh karena itu,

dapat ditarik kesimpulan bahwa status personal dari B adalah Hukum Indonesia.

Status personal dari MNO bergantung pada teori status personal badan hukum yang dianut

oleh Hukum Persatuan Emirat Arab. Hukum Persatuan Emirat Arab menganut teori inkorporasi

atau tempat kedudukan managemen efektif. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 2

UU Perusahaan Komersial Persatuan Emirat,59

yang menyatakan “the provision of this law shall

apply to commercial corporations established in or that have their Head offices inside the State.”

Berdasarkan teori inkorporasi, status personal dari MNO adalah Hukum Persatuan Emirat Arab

karena perusahaan tersebut didirikan di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab. Berdasarkan teori

tentang tempat kedudukan managemen efektif, status personal dari MNO adalah sama dengan

berdasarkan teori inkorporasi, yaitu Hukum Persatuan Emirat Arab karena tempat kedudukan

managemen efektif perusahaan tersebut berada di tempat perusahaan didirikan. Oleh karena itu,

dapat ditarik kesimpulan bahwa status personal dari MNO adalah Hukum Persatuan Emirat Arab.

Berdasarkan pembahasan tentang TPP dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO, dapat

disimpulkan bahwa TPP dalam Perjanjian Kerja tersebut adalah status personal. Dengan status

personal sebagai TPP dalam Perjanjian Kerja, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa Perjanjian

Kerja ini termasuk masalah Hukum Perdata Internasional.

Dalam Perjanjian Kerja ini yang menjadi TPS adalah Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum

Super Memaksa. Para pihak memang menentukan untuk Perjanjian Kerja diatur oleh Hukum

Persatuan Emirat Arab dengan ketentuan berikut, “This agreement shall be construed in

accordance with the laws of UAE. English is the official and ruling languange of this agreement.”60

Berdasarkan ketentuan ini, perjanjian ini akan ditafsirkan sesuai dengan undang-undang dari

Persatuan Emirat Arab dan bahasa Inggris adalah bahasa yang resmi dan berkuasa dalam perjanjian

ini. Akan tetapi, pengaturan mengenai pembatasan Pilihan Hukum berupa Ketertiban Umum dan

Kaidah Hukum Super Memaksa mengarahkan hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja kepada

Hukum Persatuan Emirat Arab.

Pilihan Hukum yang dilakukan oleh B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab

tidak melanggar batasan-batasan Pilihan Hukum. Hal tersebut dapat disimpulkan dari penjelasan

berikut.

59

Persatuan Emirat Arab (c), UAE Commercial Companies Law (Undang-Undang Perusahaan-Perusahaan

Komersial Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 8 of 1984 as amended by Federal Law No. 13 of 1988,

http://www.uaeahead.com/knowledge/laws/doc/company.pdf, diunduh pada tanggal 30 Mei 2012, Pasal 2.

60 Lihat Lampiran 1 “Perjanjian Kerja antara B dengan MNO,” Pasal 20.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 17: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

a. Hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian

Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab merupakan

bagian dalam hukum perjanjian. Hal tersebut disimpulkan dari pemahaman bahwa Perjanjian Kerja

ini merupakan Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna, dan bagian dari Perjanjian Kerja, serta

bagian dari Perjanjian, sehingga Perjanjian Kerja ini masuk dalam ruang lingkup hukum Perjanjian.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab

kepada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan bahwa Pilihan Hukum hanya dapat

dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja tersebut merupakan bagian dari hukum

perjanjian.

b. Ketertiban Umum

Dalam Hukum Indonesia tidak terdapat pembatasan terhadap Pilihan Hukum berupa

Ketertiban Umum pada Perjanjian Kerja antara TKI dengan Pengguna untuk bekerja di luar negeri.

Di sisi lain, terdapat Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab terkait

permasalahan tenaga kerja adalah yurisdiksi, yang memaksa pemberlakuan Hukum Persatuan

Emirat Arab terhadap hubungan kerja yang masuk dalam yurisdiksi Hukum Persatuan Emirat Arab.

Hubungan kerja yang terjadi sebagai pelaksanaan Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk

bekerja di Persatuan Emirat Arab termasuk dalam yurisdiksi hukum pengadilan di Persatuan Emirat

Arab. Pilihan Hukum yang dilakukan oleh para pihak kepada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak

melanggar ketertiban umum berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat

Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar Ketertiban Umum

berdasarkan Hukum Indonesia dan Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam

Perjanjian Kerja ini tidak melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Ketertiban Umum.

c. Kaidah Hukum Super Memaksa

Dalam Hukum Indonesia terdapat ketentuan yang diangggap sebagai Kaidah Hukum Super

Memaksa, salah satunya adalah keberlakuan UU No. 39 Tahun 2004 sampai dengan TKI

meninggalkan Indonesia dan setelah TKI kembali ke Indonesia, menunjukkan keharusan

mempergunakan Hukum Indonesia sepanjang TKI belum meninggalkan Indonesia. Pilihan Hukum

dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab yang mengarah

pada Hukum Persatuan Emirat Arab dapat dikatakan tidak tepat, karena tidak dilakukan Pilihan

Hukum dengan pembagian yang disepakati, terkait masa sebelum keberangkatan B dan setelah B

kembali ke Indonesia berdasarkan Hukum Indonesia, khususnya UU No. 39 Tahun 2004. Akan

tetapi, keberlakuan dari Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia tersebut

tidak serta merta dapat diberlakukan secara mutlak dalam forum yang telah dipilih dalam perjanjian

yaitu Badan Arbitrase di Persatuan Emirat Arab karena adanya Ketertiban Umum berdasarkan

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 18: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Hukum Persatuan Emirat Arab yang membatasi penggunaan hukum asing terkait masalah

ketenagakerjaan di wilayah Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Pilihan

Hukum pada Hukum Persatuan Emirat Arab adalah tepat, kecuali berdasarkan putusan forum di

Persatuan Emirat Arab diberlakukan sebaliknya (terkait hal hukum yang berlaku selama TKI belum

meninggalkan Indonesia didasarkan pada Hukum Indonesia). Di sisi lain, dalam Hukum Persatuan

Emirat Arab terdapat ketentuan yang dianggap sebagai Kaidah Hukum Super Memaksa, salah

satunya adalah UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab, yang ditegaskan keberlakuannya

dalam Pasal 3. Berdasarkan ketentuan tersebut mengenai ketenagakerjaan harus didasarkan pada

Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk

bekerja di Persatuan Emirat Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab adalah tepat

karena tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam Hukum

Persatuan Emirat Arab.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat

Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan Pilihan Hukum

oleh Kaidah Hukum Super Memaksa menurut Hukum Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu,

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja ini tidak melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Kaidah

Hukum Super Memaksa.

Pada hakekatnya, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO kepada Hukum

Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan Pilihan Hukum dalam Hukum Persatuan Emirat

Arab. Akan tetapi, mengenai hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja antara B dan MNO tidak

dapat didasarkan pada Pilihan Hukum para pihak karena hukum yang berlaku bagi Perjanjian Kerja

tersebut, yang didasarkan pada Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum

Persatuan Emirat Arab, adalah Hukum Persatuan Emirat Arab.

2. Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk Bekerja di Belanda

Para pihak dalam Perjanjian Kerja adalah A dan XYZ. A adalah pekerja dalam Perjanjian

Kerja yang berkewarganegaraan Indonesia. Pihak lain, XYZ adalah perusahaan pemberi kerja yang

berkedudukan di Veldhoven, Belanda.

Status personal dari A bergantung pada teori status personal manusia yang dianut oleh Hukum

Indonesia dan Hukum Belanda. Hukum Indonesia menganut teori kewarganegaraan. Di sisi yang

lain, Hukum Belanda menganut teori yang sama, yaitu kewarganegaraan berdasarkan Pasal 10:11

KUHPerdata Belanda.61

Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa kapasitas seseorang

61

“whether an individual is a minor and to what extent he has the capacity to perform legal acts, is governed by

his national law. Where the person concerned possessed the nationality of more than one state and has his habitual

residence in one of these states, the law of the state of his habitual residence is considered to be his national law. Where

the person concerned does not have his habitual residence in one of the states of his nationality, his national law is

considered to be the law of the states with which he, considering all circumstances, is most closely connected.” Belanda

(a), Op. Cit., Pasal 11.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 19: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

untuk melakukan perbuatan hukum diatur oleh hukum nasional orang tersebut. Hukum Indonesia

menentukan bahwa status personal dari A harus ditentukan berdasarkan kewarganegaraan dari A,

yaitu Hukum Indonesia karena ia merupakan seorang WNI. Hal tersebut juga dipertegas dengan

pengaturan dari Hukum Belanda yang mengarahkan pada hal yang sama, yaitu status personal dari

A adalah Hukum Indonesia sesuai kewarganegaraannya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

status personal dari A adalah Hukum Indonesia.

Status personal dari XYZ bergantung pada teori status personal badan hukum yang dianut

oleh Hukum Belanda. Hukum Belanda menganut teori inkorporasi, namun dapat dipergunakan teori

tempat kedudukan managemen efektif jika berdasarkan teori inkorporasi tidak ditunjuk hukum

manapun. Hal ini disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 10:118 KUHPerdata Belanda,62

Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa hukum negara yang mengatur suatu badan hukum

adalah hukum tempat kedudukannya pada saat pendirian berdasarkan kesesuaian pada

perjanjiannyan dan tindakan pendirian atau jika hal tersebut tidak ada, maka hukum negara yang

mengatur adalah hukum tempat dari tindakan-tindakan eksternal pada saat pendirian di wilayah

negara yang di bawah hukumnya badan hukum didirikan. Berdasarkan teori inkorporasi, status

personal dari XYZ adalah Hukum Belanda karena perusahaan ini didirikan di Veldhoven, Belanda.

Oleh karena itu, status personal dari XYZ adalah Hukum Belanda.

Berdasarkan pembahasan tentang TPP dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ, dapat

disimpulkan bahwa TPP dalam Perjanjian Kerja tersebut adalah status personal. Dengan status

personal sebagai TPP dalam Perjanjian Kerja, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa Perjanjian

Kerja ini termasuk masalah Hukum Perdata Internasional.

Dalam Perjanjian Kerja ini yang menjadi TPS adalah Pilihan Hukum yang dilakukan oleh

para pihak dan Kaidah Hukum Super Memaksa. Para pihak menentukan untuk Perjanjian Kerja

diatur oleh Hukum Belanda dengan ketentuan berikut,

this agreement shall be governed exclusively by the laws of the Netherlands. The Dutch text of

this contract shall take precedence over any translations of this contract issued by XYZ to the

employee. All disputes concerning this contract shall be reffered exclusively to the court with

competent jurisdiction in the Netherlands.63

Berdasarkan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini akan diatur secara eksklusif oleh

undang-undang dari Belanda dan naskah berbahasa Belanda dari perjanjian ini akan diutamakan

dari terjemahan-terjemahan lainnya dari perjanjian ini yang dikeluarkan oleh XYZ pada pekerja,

serta semua perselisihan tentang perjanjian ini akan dirujuk secara eksklusif ke pengadilan dengan

62

“a corporation, which pursuant to its agreement or deed of incorporation, has at the time of its establishment

its seat or, in the absence thereof, its centre of external operations at the time of its establishment on the territory of the

state under the law of which it has been incorporated, is governed by the law of that state.” Ibid., Pasal 118.

63 Lihat Lampiran 2, “Perjanjian Kerja antara A dan XYZ BV untuk bekerja di Belanda,” Pasal 15.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 20: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

yurisdiksi yang kompeten di Belanda. Akan tetapi, pengaturan mengenai pembatasan Pilihan

Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa mengarahkan hukum yang berlaku pada Perjanjian

Kerja kepada Hukum Belanda, khusus untuk ketentuan yang tergolong sebagai Kaidah Hukum

Super Memaksa.

Pilihan Hukum yang dilakukan oleh A dan XYZ tidak melanggar batasan-batasan Pilihan

Hukum. Hal tersebut dapat disimpulkan dari penjelasan berikut.

a. Hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian

Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda merupakan bagian dalam hukum

perjanjian. Hal tersebut disimpulkan dari pemahaman bahwa Perjanjian Kerja ini merupakan

Perjanjian Kerja antara WNI dan Badan Hukum, dan bagian dari Perjanjian Kerja, serta bagian dari

Perjanjian, sehingga Perjanjian Kerja ini masuk dalam ruang lingkup hukum Perjanjian.

Berdasarkan pemaparan di atas, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk

bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak melanggar batasan bahwa Pilihan Hukum hanya

dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja tersebut merupakan bagian dari

Perjanjian.

b. Ketertiban Umum

Tidak terdapat Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Indonesia dan Belanda terkait

permasalahan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A

dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak melanggar batasan Pilihan

Hukum oleh Ketertiban Umum.

c. Kaidah Hukum Super Memaksa

Dalam Hukum Indonesia tidak terdapat ketentuan yang diangggap sebagai Kaidah Hukum

Super Memaksa. Di sisi lain, dalam Hukum Belanda terdapat beberapa ketentuan yang dianggap

sebagai Kaidah Hukum Super Memaksa, antara lain:

i. Working Conditions Act64

Pasal 2 menunjukkan bahwa dalam ruang lingkup wilayah kedaulatan Belanda secara

tegas, Working Condition Act berlaku bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah kedaulatan

Belanda. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai

kondisi bekerja dalam hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan

Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda, yaitu Working Condition Act.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat Kaidah Hukum Super

Memaksa dalam Working Condition Act sehingga hubungan kerja yang dilaksanakan di

Belanda harus mempergunakan Hukum Belanda terkait dengan kondisi bekerja. Pilihan

64

Belanda (b), Op. Cit.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 21: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum

Belanda tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam

Working Condition Act.

ii. Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act65

Pasal 4 menunjukkan bahwa Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act

berlaku bagi setiap pekerja yang bekerja di wilayah kedaulatan Belanda, kecuali mereka yang

tinggal atau bekerja sementara di Belanda dan dinyatakan dapat menyimpang oleh atau

berdasarkan Order in Council. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa

pengaturan mengenai upah minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan dalam

hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan Belanda harus didasarkan

pada Hukum Belanda, yaitu Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat Kaidah Hukum Super

Memaksa dalam Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act sehingga hubungan

kerja yang dilaksanakan di Belanda harus mempergunakan Hukum Belanda terkait dengan

upah minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan. Pilihan Hukum dalam Perjanjian

Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak bertentangan

dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam Minimum Wage and Minimum

Holiday Allowance Act.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada

Hukum Belanda tidak melanggar batasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa

menurut Hukum Belanda. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja ini tidak

melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Kaidah Hukum Super Memaksa.

Pada hakekatnya, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ kepada Hukum

Belanda tidak melanggar batasan Pilihan Hukum dalam Hukum Belanda. Akan tetapi, mengenai

hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja antara A dan XYZ tidak dapat hanya didasarkan pada

Pilihan Hukum para pihak karena hukum yang berlaku bagi Perjanjian Kerja tersebut, selain

didasarkan pada Pilihan Hukum juga didasarkan Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum

Belanda yang memberlakukan ketentuan mengenai kondisi bekerja, upah minimum dan hari libur

minimum didasarkan pada Hukum Belanda.

Berdasarkan pemaparan di atas, Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di

Persatuan Emirat Arab dan Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di dan Belanda

65

Belanda (c), Op. Cit.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 22: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

yang dianalisis dapat disimpulkan bahwa Pilihan Hukum yang dilakukan tepat. Pada hakekatnya,

para pihak telah tepat untuk menentukan hukum yang mengatur dengan melakukan Pilihan Hukum

ke arah hukum negara tempat dilaksanakannya Perjanjian Kerja karena terdapat sedemikian

Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa yang mengarahkan pada hukum negara

tempat dilaksanakannya hubungan kerja. Meskipun dapat dikatakan kurang tepat saat para pihak

melanggar Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia, namun dikarenakan

keberlakuan dari Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia tidak mutlak di

forum yang telah dipilih oleh para pihak dan sangat bergantung pada putusan forum tersebut,

Pilihan Hukum pada hukum negara tempat dilaksanakannya hubungan kerja adalah tepat.

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan di Bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Pengaturan mengenai hukum yang mengatur dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA

tidaklah sama. Masing-masing negara yang terkait memiliki pengaturan tersendiri mengenai

hukum yang mengatur dalam Perjanjian Kerja. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Indonesia, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis mengenai Pilihan Hukum

dalam peraturan perundang-undangan terkait Perjanjian Kerja. Hukum Indonesia

memberikan pembatasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa, yaitu UU

No. 39 Tahun 2004, yang harus diberlakukan selama TKI masih berada dalam wilayah

Indonesia dan setelah kembali ke Indonesia. Pengaturan Hukum Indonesia tersebut

memaksakan penggunaan Hukum Indonesia, khususnya UU No. 39 Tahun 2004 dalam

Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di luar negeri sepanjang TKI

belum berangkat dari wilayah Indonesia dan setelah kembali ke Indonesia.

b. Persatuan Emirat Arab, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis mengenai Pilihan

Hukum dalam Perjanjian Kerja, namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang

termuat dalam Pasal 125 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, syariah Islam, dan fiqih.

Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa Ketertiban Umum yaitu

yurisdiksi terkait keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab jika dipergunakan oleh

pengadilan di Persatuan Emirat Arab berdasarkan putusan hakim terdahulu dan Pasal 3

KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, yang memperboleh mempergunakan Ketertiban

Umum dalam ruang lingkup hukum perdata di Persatuan Emirat Arab, dan Kaidah Hukum

Super Memaksa berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat

Arab, yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini berlaku bagi Perjanjian Kerja antara

WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab. Pengaturan Hukum Persatuan

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 23: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Emirat Arab tersebut memaksakan penggunaan Hukum Persatuan Emirat Arab dalam

Perjanjian Kerja.

c. Belanda memperbolehkan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja berdasarkan Pasal

10:153 jo. 10:154 KUHPerdata Belanda jo. Pasal 3 Regulation (EC) No. 593/2008 dengan

memberikan pembatasan berupa Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Pasal 10:7

KUHPerdata Belanda dan Pasal 10:153 jo. 10:154 KUHPerdata Belanda jo. Pasal 21

Regulation (EC) No. 593/2008, antara lain keberlakuan Working Condition Act

berdasarkan Pasal 2 Working Condition Act dan keberlakuan Minimum Wage and

Minimum Holiday Allowance Act berdasarkan Pasal 4 Minimum Wage and Minimum

Holiday Allowance Act. Pengaturan Hukum Belanda tersebut memaksakan penggunaan

Hukum Belanda, khususnya Working Condition Act dan Minimum Wage and Minimum

Holiday Allowance Act dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di

Belanda. Persatuan Emirat Arab, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis

mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja, namun berdasarkan asas kebebasan

berkontrak yang termuat dalam Pasal 125 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, syariah

Islam, dan fiqih. Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa

Ketertiban Umum yaitu yurisdiksi terkait keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab jika

dipergunakan oleh pengadilan di Persatuan Emirat Arab berdasarkan putusan hakim

terdahulu dan Pasal 3 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, yang memperboleh

mempergunakan Ketertiban Umum dalam ruang lingkup hukum perdata di Persatuan

Emirat Arab, dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang

Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab, yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini

berlaku bagi Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat

Arab. Pengaturan Hukum Persatuan Emirat Arab tersebut memaksakan penggunaan

Hukum Persatuan Emirat Arab dalam Perjanjian Kerja.

2. Penerapan Pengaturan mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan

BHA untuk bekerja di luar negeri dianalisis sebagai berikut:

a. Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab melakukan

Pilihan Hukum secara tegas ke arah Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum tidak

bertentangan dengan pembatasan hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena

Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab termasuk

dalam hukum perjanjian. Pilihan Hukum tidak bertentangan dengan Ketertiban Umum

berdasarkan Hukum Indonesia dan Persatuan Emirat Arab karena Pilihan Hukum ke arah

Hukum Persatuan Emirat Arab sesuai dengan Ketertiban Umum berupa yurisdiksi

berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum yang dilakukan tidak

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 24: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Persatuan

Emirat Arab karena Pilihan Hukum ke arah Hukum Persatuan Emirat Arab sesuai dengan

Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab yang

memaksakan keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab, khususnya Undang-Undang

Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab.

b. Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda melakukan Pilihan Hukum

secara tegas ke arah Hukum Belanda. Pilihan Hukum tidak bertentangan dengan

pembatasan hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja antara

A dan XYZ untuk bekerja di Belanda termasuk dalam hukum perjanjian. Pilihan Hukum

tidak bertentangan dengan Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Indonesia dan Belanda

karena tidak terdapat Ketertiban Umum terkait Perjanjian Kerja dalam Hukum Indonesia

dan Belanda. Pilihan Hukum yang dilakukan tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum

Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda karena Pilihan Hukum ke arah Hukum

Belanda sesuai dengan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda yang

memaksakan keberlakuan Hukum Belanda, khususnya Working Condition Act dan

Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.

Berdasarkan kesimpulan yang diambil, Penulis memberikan beberapa saran, yaitu:

1. Para pihak dalam Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di Persatuan

Emirat Arab sebaiknya melakukan Pilihan Hukum dengan pembagian yang disepakati,

yakni Pilihan Hukum selama TKI belum berangkat dari wilayah Indonesia

mempergunakan Hukum Indonesia, dan selebihnya dipilih ke arah Hukum Persatuan

Emirat Arab.

2. Para pihak dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat

Arab dan Belanda sebaiknya melakukan Pilihan Hukum ke arah hukum negara tempat

dilaksanakannya hubungan kerja (Hukum Persatuan Emirat Arab dan Belanda) karena

terdapat Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum

Persatuan Emirat Arab terhadap Perjanjian Kerja yang dilaksanakan di Persatuan Emirat

Arab, dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda terhadap

Perjanjian Kerja yang dilaksanakan di Belanda.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 25: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Belanda. Book 10: on the Dutch Conflict of Laws. Diterjemahkan oleh M.H. ten Wolde, J.G. Knot,

dan N.A. Baarsma. Groningen: Hephaestus Publishers, 2011.

________. Minimun Wage and Minimum Holiday Allowances Act. Act of 27 November 1968

containing rules on a minimum wage and a minimum holiday allowance. Diterjemahkan

oleh Brecht Publishers. <http://www.dutchcivillaw.com/actminimumwages.htm>. Diunduh

pada tanggal 29 Juni 2012.

________. Working Condition Act. Act of 18 March 1999 containing provisions to improve working

conditions. Diterjemahkan oleh Netherlands Focal Point For Safety and Health at Work.

<http://osha.europa.eu/fop/netherlands/en/legislation/PDFdownloads/working_conditions_

act.pdf>. Diunduh pada tanggal 29 Juni 2012.

European Union. Regulation (EC) No. 593/2008 of the Parliament and of the Council on the Law

Applicable to Contractual Obligations (Rome Convention I). <http://eur-

lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2008:177:0006:0016:En:PDF>.

Diunduh pada tanggal 20 Mei 2012.

Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

No. 4279.

________. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

No. 4279.

________. Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri. UU No. 39 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

No. 133. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4445.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan

R. Tjitrosudibio. Cet. ke-34. Jakarta: Pradnya Paramita, 2004.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/VI/2004.

Persatuan Emirat Arab. UAE Labour Law (Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat

Arab). Federal Law No. 8 of 1980 as amended by Federal Law No. 24 of 1981 and Federal

Law No. 12 of 1986.

<http://www.mol.gov.ae/english/showAttach.aspx?parent=0&refId=73>. Diunduh pada

tanggal 19 Mei 2012.

________. UAE Civil Transaction Code (UAE Civil Code/KUHPerdata Persatuan Emirat Arab).

Federal Law No. 5 of 1985 as amended by Federal Law No. 1 of 1987. Diterjemahkan oleh

James Whelan dan Marjorie J Hall. <http://translex.uni-

koeln.de/output.php?docid=605600>. Diunduh pada tanggal 19 Mei 2012.

________. UAE Commercial Companies Law (Undang-Undang Perusahaan-Perusahaan

Komersial Persatuan Emirat Arab). Federal Law No. 8 of 1984 as amended by Federal

Law No. 13 of 1988. <http://www.uaeahead.com/knowledge/laws/doc/company.pdf>.

Diunduh pada tanggal 30 Mei 2012.

Buku

Budiono, Abdul Rachmad. Hukum Perburuhan Indonesia. Cet. ke-1. Ed. ke-1. Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1995.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013

Page 26: TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …

Gautama, Sudargo. Bunga Rampai Hukum Antar Tata Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Alumni, 1993.

________. Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Cet. ke-2. Bandung: Alumni, 1983.

________. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II bagian 4 buku ke-5. Cet. ke-3.

Bandung: Alumni, 2004.

________. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid III bagian 2 buku ke-8. Cet. ke-6.

Bandung: Alumni, 2007.

________. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina Cipta, 1987.

Skripsi

Pawetri, Yaniar. “Tinjauan Yuridis terhadap Yayasan sebagai Badan Hukum Sosial yang Didirikan

oleh Badan Hukum Asing (Studi terhadap Proses Pendirian Yayasan Pendidikan

Intrenasional (the International Education Foundation)).” Skripsi Universitas Indonesia.

Depok, 2001.

Internet

Ahmed, Bashir dan Nakul Asthana. “Dispute Resolution: United Arab Emirates.”

<http://www.legal500.com/assets/images/stories/firmdevs/disputeresolution.pdf>. Diunduh pada 1

Juni 2012.

Al Awamleh, Ahmad. “Abu Dhabi Court: Choice of Law May Not Be A Choice.”

<http://altamimi.newsweaver.ie/Newsletter/mucy3tvb45o>. Diunduh pada 9 Juni 2012.

Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda. “Minimum Wage and Holiday

Allowance.“ <http://www.inspectieszw.nl/english/minimum_wage/>. Diunduh pada

tanggal 28 Juni 2012.

________. “Work by Foreign Nationals.”

<http://www.inspectieszw.nl/english/work_by_foreign_nationals/>. Diunduh pada tanggal

28 Juni 2012.

________. “Working Conditions.” <http://www.inspectieszw.nl/english/working_conditions/>.

Diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

________. “Working Hours and Rest Breaks,”

<http://www.inspectieszw.nl/english/working_hours/>. Diunduh pada tanggal 28 Juni

2012.

Pitakasari, Ajeng Ritzki. “Lagi, Kisah Sumbang TKI di Malaysia, Ati Latifah Empat Tahun Tidak

Digaji.” <http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/15/lw95pc-lagi-kisah-

sumbang-tki-di-malaysia-ati-latifah-empat-tahun-tak-digaji>. Diunduh pada tanggal 23

Maret 2012.

Suparno, Erman. “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.”

<http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1700>.

Diunduh pada tanggal 13 Maret 2012.

Suprihadi, Marcus. “Lagi, TKI Meninggal Dianiaya.”

<http://internasional.kompas.com/read/2012/02/10/17362540/Lagi.TKI.Meninggal.Dianiay

a>. Diunduh pada tanggal 1 April 2012.

Swart, Marco. “Preventing legal complications for cross-border labour.”

<http://www.employment-

lawyer.nl/employmentcontracts/international/international.html>. Diunduh tanggal 30 Mei

2012.

Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013