tinjauan perilaku penjamah makanan dengan …repository.utu.ac.id/416/1/bab i_v.pdf · makanan...
TRANSCRIPT
TINJAUAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN DENGANPENGOLAHAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIENMEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH :
DERNI ARISNANIM : 08C10104043
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu sumber penting untuk kelangsungan hidup
manusia dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi guna menjaga
kesehatan, meningkatkan kecerdasan dan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu
makanan yang berkualitas baik harus bergizi tinggi, mempunyai rasa yang lezat,
menarik, bersih dan tidak membahayakan bagi tubuh, untuk itu diperlukan sistem
penyenglenggaraan yang baik.
Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu yang penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat oleh karena itu kualitas makanan yang
baik secara bakteriologis, kimiawi, maupun fisik harus selalu diperhatikan. Kualitas
makanan harus senantiasa terjamin setiap saat agar masyarakat sebagai pemakai
produk makanan tersebut dapat terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan serta
keracunan akibat makanan, terutama bagi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit
yang tubuhnya dalam kondisi lemah sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit termasuk penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan oleh karena
itu hygiene dan sanitasi pengolahan makanan di rumah sakit perlu mendapat perhatian
yang lebih seksama terutama perilaku penjamah makanan (Depkes, 2002).
Makanan sehat yang layak untuk dikonsumsi oleh setiap manusia adalah bahan
makanan yang kondisinya berada dalam keadaan baik dan segar, tidak rusak serta
mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada makanan yang melalui proses
2
pengolahan haruslah tidak berubah bentuk, warna, dan rasa, serta bahan tambahannya
harus memenuhi persyaratan minimal makanan sehat yang berlaku. Untuk
mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang
memakananya perlu adanya penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya
pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan
mempengaruhi pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman yng berasal dari
proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak
menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan (Depkes, 2003).
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
tempat, orang dan perlengkapannya (peralatan) yang dapat menimbulkan penyakit
atau gangguan kesehatan atau keracunan makanan, tujuan hygiene sanitasi makanan
dirumah sakit adalah tersedianya makanan yang berkualitas, baik dan aman bagi
pasien dan konsumen lainnya agar terhindar dari resiko penularan penyakit atau
gangguan kesehatan dan keracunan, selain itu juga untuk terwujutnya prilaku kerja
yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusie (Depkes, 2003).
Pekerja yang menangani pangan dalam satu industri pangan merupakan sumber
kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia
menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (BPOM, 2003). Faktor yang
sangat mempengaruhi hygiene sanitasi makanan adalah penjamah makanan , sebagian
besar penyakit melalui makanan berasal dari penjamah makanan yang sedang sakit
atau pembawa kuman penyakit (carrier) kurangnya tidak hygiene perorangan, atau
cara menyimpan makanan yang tidak memenuhi syarat sanitasi.
3
Beberapa faktor yang dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit
dirumah sakit yaitu adanya sumber penyakit menular, adanya media (makanan dan
minuman), juga karena perilaku petugas yang tidak higieni. Salah satu aspek yang
penting untuk menjaga agar makanan hygiene dan aman adalah aspek hygiene sanitasi
dan perilaku penjamah makanan.
Menuraut survey awal telah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2013
menunjukkan bahwa penjamah yang melakukan pengolahan makanan di Instalasi
Gizi Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh terdiri dari 6 orang yang sekaligus
merangkap sebagai pramusaji. Dan mereka semua adalah dari golongan ibu-
ibu/perempuan. Rata-rata pendidikan terahir mereka adalah tamatan SD yaitu 66,6%
(4 orang), sedangkan 33,3% (1 orang) SLTP dan (1 orang) lagi SLTA). Perilaku
penjamah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
sangat memprihatikan dalam proses pengolahan makanan sebagaimana yang
diketahui peneliti yang mana penjamah makanan tersebut kurang memperhatikan
kebersihannya, dan tidak terlalu dihiraukan APD, Mereka tidak menggunakan sarung
tangan saat memasak, hanya sebagian yang memakai celemek yang lainya tidak, tidak
memakai sepatu, tidak ada baju khusus untuk memasak, dan makanan yang telah
dimasak dibiarkan terbuka sebelum disajikan. Dengan demikian tanpa disadari oleh
penjamah makanan tersebut telah membahayakan pasien dan mengundang
mikroorganisme lain berkembang biak pada makanan dan membuka peluang untuk
terkontaminasi oleh penyakit menular (nosokomial).
4
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan peninjauan perilaku penjamah
makanan untuk melihat perilaku penjamah makanan dengan pengolahan makanan di
Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2013.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagian besar kecelakaan akibat makanan yang tidak sehat terjadi berdasarkan
perilaku penjamah makanan yang tidak baik, oleh sebab itu yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah melihat gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan
penjamah makanan dengan pengolahan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran prilaku penjamah
makanan dengan pengolahan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penjamah makanan dengan pengolahan
makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh.
2. Untuk mengetahui tentang sikap penjamah makanan dengan pengolahan
makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh.
5
3. Untuk mengetahui tindakan penjamah makanan dengan pengolahan makanan di
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
4. Untuk mengetahui higieni sanitasi pengolahan makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.4 Manfaat Penenitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai masukan informasi kepada pengelola bagian pengolahan makanan
agar lebih teliti dalam mengolah makanan.
2. Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan penulis mengenai
pengolahan makanan yang sehat.
3. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dalam meneliti masalah
pengolahan makanan yang sehat yang memenuhi syarat higinie dan sanitasi
pengolahan makanan.
1.4.1 Manfaat Aplikatif
1. Sebagai cara untuk menemukan solusi agar terhindar dari pemberian makanan
yang tidak sehat di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh.
2. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit agar lebih mengawasi terhadap
pengolahan makanan yang sehat dan memenuhi syarat higinie dan sanitasi
pengolahan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Penjamah Makanan
2.1.1 Perilaku
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisasi baik yang dapat diamati
secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Perilaku manusia
dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci
merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti: pengetahuan, motivasi,
persepsi, sikap yang dipengaruhi dan ditentukan oleh faktor pengalaman, keyakinan,
sarana fisik dan sosial budaya. Gejala perilaku yang tampak pada kegiatan manusia
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan merupakan
konsepsi dasar untuk perkembangan perilaku manusia selanjutnya. Sedangkan
lingkungan merupakan kondisi atau perkembangan perilaku tersebut (Notoadmojo,
2007).
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaktif
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
praktek atau tidakan. Sedangkan pengertian yang lain mengatakan bahwa perilaku
adalah kejiwaan yang meliputi, berfikir, berpendapat, bersikap untuk memberikan
respon terhadap situasi di dalam diri manusia tersebut. Respon ini bisa bersifat pasif
tanpa alasan dan juga bisa dapat bersifat aktif dengan tindakan (Notoadmojo, 2007).
7
Dalam perkembangannya, teori bloom dapat dimodifikasikan untuk pengukuran
kesehatan yakni:
2.1.2 Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang cukup di dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginter pretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
8
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisi (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarakan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. penilaian-penilaian ini berdasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
9
2.1.3 Sikap (attitude)
Sikap adalah merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan
dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Sikap dapat dipandang sebagai prediposisi untuk bereaksi dengan cara yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja.
Ada beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu (1) sikap berhubungan
dengan perilaku, (2) sikap yang berkaitan dengan perasaan seseorang terhadap objek,
dan (3) sikap adalah kontruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat
diamati, tetapi sikap itu tidak dapat dipahami (sopiah, 2008).
Yang menjadi komponen pokok sikap adalah
1. kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecendrungan untuk bertindak (ted to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitud). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
Macam-macam tingkatan sikap yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
10
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah indikasi sikap tingkat tiga
4. Bertanggung Jawab (responsible)
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).
3.1.4 Praktek atau Tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik). inilah yang disebut praktek (Notoadmojo, 2007).
Menurut Bart (1994) dapat dikatakan bahwa tindakan yang didasarkan pada
pengetahuan akan lebih bertahan dari pada tindakan yang tidak didasarkan oleh
pengetahuan. Jadi pengetahuan yang sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat
mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku
masyarakat lebih mudah di ubah kearah yang lebih baik.
11
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behavior). Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor-faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
dukungan dari pihak lain (Notoamodjo, 2007).
Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya penjamah dapat
memilih bahan makanan yang bergizi untuk dimasak.
2. Respons Terpinpim (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai, ini
merupakan indikator praktik yang kedua. Misalnya penjamah dapat memasak
sayur dengan benar, mulai dari mencuci dan memotong-motongnya, lamanya
memasak, menentukan pancinya dan sebagainya.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaa, maka ia sudah mencapai praktik
tingkat tiga. Misalnya penjamah sudah memasak dengan kematangan sesuai
tanpa harus menunggu perintah dari atasan atau ahlinya.
12
4. Adopsi (adopsion)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut. misalnya penjamah dapat memilih dan memasak
makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan
sederhana.
Bila hubungan keempat konsep diatas diterapkan pda perilaku penjamah
makanan dalam mengelola makanan, maka proses penjamah makanan untuk
berperilaku sehat dalam mengelola makanan adalah sebagai berikut: pertama, harus
mengetahui tentang penyediaan bahan makanan yang sehat dari kualitas dan
kesegarannya, cara pengolahan, penyimpanan dan penyajian serta manfaatnya bagi
kesehatan. Bila para penjamah sudah mengetahui hal tersebut, selanjutnya akan ada
penentuan yang positif dan negatif tentang cara menjamah makanan.
Secara teoritik apabila segi positif cara menjamah makanan lebih banyak dari
segi negatif, makan sikap positiflah yang akan muncul, selanjutnya akan timbul niat
dari para penjamah untuk mempraktekkan perilaku dalam menyiapkan makanan yang
sehat dan bersih.
2.1.5 Perilaku Kesehatan
Derajat kesehatan setiap orang dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: perilaku,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Keempat faktor tersebut
saling terkait, tetapi fakor perilaku merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya
terhadap derajat kesehatan.
13
Cakupan perilaku kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
3. perilaku terhadap makanan, yaitu respon terhadap makanan sebagai kebutuhan
vital bagi kehidupan manusia. Perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan praktek
terhadap makanan dengan unsur-unsur yang terkantung di dalamnya, seperti
pengadaan bahan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian sesuai dengan
kebutuhan manusia.
4. perilaku terhadap lingkungan, yaitu respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai determinan kesehatan manusia (Notoatmodjo,2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku seseorang dalam
kaitannya dengan pengelolaan makanan.
1. Latar belakang dapat berupa keadaan sosial budaya yang mempengaruhi
pengelolaan makanan.
2. Perilaku penjamah makanan itu sendiri yang dipengaruhi oleh kepercayaan
tentang mafaat yang akan diperoleh apabila makanan dikelola dengan baik.
3. Tersedianya sarana untuk pengelolaan makanan dan dukungan dari
lingkungannya.
4. Adanya cetusan kejadian keracunan dan tercemarnya makanan yang dapat
menyatakan tentang pentingnya pengelolaan makanan yang sehat.
14
2.1.6 Pengertian Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian. Hygiene tenaga penjamah makanan dengan
tujuan untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layak dalam penyelenggaraan
makanan. Sedangkan sumber utama penularan penyakit bawaan makanan adalah
pencemaran bahan makanan, dimana peran manusia sebagai vektor pembawa kuman
sangat tinggi (Depkes, 2006).
Personal hygiene adalah cermin keberhasilan dari setiap individu, yang
mengarah kepada kebiasaan-kebiasaan dan kebersihan pribadi. Untuk menjaga
personal hygiene dalam kehidupan sehari-hari harus selalu berusaha mencegah
datangnya penyakit yang dapat mengganggu kesehatan (Depkes, 2006).
A. Syarat Tenaga Penjamah Makanan
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Penjamah makanan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: harus sehat dan bebas dari penyakit menular,
secara berskala minimal dua kali setahun memeriksa kesehatanya oleh dokter yang
berwewenang, harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelindung
pengolahan makanan dapur, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah
keluar dari kamar kecil (Depkes, 2006).
Hal yang perlu diperhatikan penjamah makanan untuk mencegah penularan
penyakit dan atau kontaminasi mikroba patogen melalui makanan adalah tenaga
15
penjamah makanan harus memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerja
melakukan tes kesehatan, terutama tes darah, dan pemotretan rontgen pada dada
untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernafasan (Purnawijayanti, 2001).
Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi pekerja sebelum diterima sebagai
karyawan dan kepada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan minimal sekali setiap
tahun atau setiap enam bulan sekali. Apabila ada karyawan sakit maka harus diobati
terlebih dahulu sebelum diperkerjakan kembali atau dengan kata lain tidak
diperkerjakan lagi. Penderita yang menderita luka-luka terbuka, luka bakar, dan
penyakit infeksi bacterial tidak diperkenankan untuk bekerja diruang pengolahan
pangan. Pekerja tersebut hendaknya tidak menyentuh bahan makanan atau peralatan
yang kemungkinan akan kontak dengan pangan dan bahan bakunya selama
pengolahan (Fathonah, 2006).
B. Pengetahuan Penjamah Makanan
Untuk menjamin mutu makanan dan setiap petugas yang terlibat dalam
penyehatan makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, antara
lain penyakit yang ditularkan melalui makanan, kebersihan pribadi, kebiasaan yang
berkaitan dengan pengolahan makanan serta cara-cara pengolah makanan yang sehat
(Depkes, 2006).
Pelatihan tersebut meliputi;
a. Pengetahuan dasar tentang praktek sanitasi
b. Informasi tentang penyahatan makanan
c. Teknik penangganan peralatan dan perlengkapan pengolahan makanan
d. Pengawasan selama bertugas.
16
2.2 Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap santap. pengolahan yang baik adalah yang mengikuti
prinsip-prinsip hygiene sanitasi. Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan
yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai citarasa yang sesuai serta mempunyai
bentuk yang merangsang selera. Dalam proses pengolahan makanan harus memenuhi
persyaratan kesehatan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak
yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah
makanan (Depkes RI, 2004).
Sabagian besar keracunan disebabkan kesalahan dalm mengolah makanan.
Salmonella bisa menyebar kemakanan akibat kontaminasi kotoran binatang atau
manusia. Daging, susu, telur dan unggas adalah tempat berkembang yang umum bagi
bakteri sallmonella. Bakteri tersebut bisa menyebar kemakanan lain secara tidak
langsung melalui kontak dengan makanan mentah, peralatan dapur atau perabotan.
2.3 Hygiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan
1) Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perawatan agar bahan makanan
terjaga baik kesegaran maupun kualitasnya sehingga tidak mudah rusak dan
membusuk. Kualitas bahan makanan yang aman dapat dilihat dari warna,
konsistensi, kebersiahan, kesegaran dan bau. Kalau tidak bisa terliahat, maka
dapat diperiksa dengan menggunakan standar bahan makanan oleh WHO.
17
2) Cara penyimpanan bahan-bahan makanan
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan adalah keadaan
kebersihan ruangan dan tempat penyimpanana yang sesuai dengan karakter
bahan makanan. Kalau memungkinkan digunakan lemari pendingin.
3) Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan makanan adalah cara-cara mempersiapkan bahan makanan
dan memasak makanan.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a) Tempat dan peralatan pengolahan makanan
b) Pengolahan/ penjamah makanan: status kesehatan dan cara kerjanya yang
dapat berpengaruh terjadinya kontaminasi / pencemaran terhadap makanan.
c) Cara mengolah makanan itu sendiri
4) Cara pengangkutan
Pengankutan dengan cara benar, menggunakan alat angkut yang bersih, tertutup
dari kemungkinan tercemarnya oleh debu kotoran, serangga dan binatang lain.
5) Cara penyimpanan makanan
Penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan di etalase atau almari
yang bersih dan tertutup untuk menghindari pencemaran oleh debu, kotoran,
lalat atau binatang lain.
6) Cara penyajian makanan
Makanan yang disajikan diwadahi di tempat / piring yang bersih dan tertutup di
meja yang bersih atau jika di rumah sakit di sajikan seperlunya saja. Kalau
18
sudah cukup segera di tutup atau dimasukan di tempat penyimpanan untuk
menghindari pencemaran oleh debu, kotoran, lalat dan binatang lain.
Keadaan perorangan yang perlu diperhatikan penjamah makanan untuk
mencegah penularan penyakit dan atau kontaminasi mikroba patogen melalui
makanan adalah sebagai berikut:
1. Mencuci Tangan
Menurut Depkes (1992) hendaknya tangan selalu dicuci sebelum bekerja,
sesudah menangani bahan makanan kotor/mentah atau terkontaminasi, setelah dari
kamar kecil , setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan
setelah makanan atau merokok. Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan
keamanan pangan deputi III-BPOM (2003) Kebersihan tangan pekerja yang bekerja
mengolah dan memproduksi pangan sangat pernting karena itu perlu mendapatkan
perhatian khusus. Setiap saat akan menjamah makanan jika tangan kotor, maka perlu
dicuci dengan air mengalir. Karena itu fasilitas air mengalir, sabun dan pengering
hurus selalu tersedia dilokasi-lokasi pembersihan yang mudah dijangkau. pekerja
diharuskan memelihara kebersihan tangannya dengan cara tidak menggunakan untuk
membersihkan mulut, hidung dan bagian badan lainnya atau tangan harus dicuci
kembali dengan menggunakan air bersih dan sabun setiap kali digunakan untuk
melakukan sesuatu atau memegang sesuatu yang tidak saniter. Menurut Depkes
(2003) mencuci tangan secara baik dan benar akan membunuh lebih dari 80% kuman
ditangan.
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus
patogen dari tubuh, feses atau sumber lain kemakanan. Oleh karena itu kebersihan
19
tangan tangan perlu mendapatkan prioritas yang tinggi walaupun hal itu sering
disepelekan. Cuci tangan merupakan langkah yang dapat mencegah penularan
penyakit melalui makanan, karena tangan yang kotor dapat menjadi media
penyebaran mikroorganisme dari tangan ke makanan (Purnawijayaanti, 2001).
2. Sarung Tangan
Menurut direktorat surveilen dan penyuluhan keamanan pangan deputi III-
BPOM (2003) pekerja yang menderita luka ditangan tetapi tidak infeksi masih
diperbolehkan bekerja tetapi harus menggunakan sarung tangan (glove). Selain itu
pekerja disarankan tidak menggunakan cat kuku jika terpaksa harus memakai cat
kuku maka penggunaan sarung tangan karet menjadi keharusan.
Menurut Depkes (2006) Berdasrkan keputusan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan hygiene dan sanitasi
jasa boga tanggal 23 Mei yang menyatakan sarung tangan berfungsi sebagain
perlindungan kontak langsung dengan makanan, sarung tangan yang baik dalam
tempat pengolahan makanan menggunakan sarung tangan sekali pakai. Karena sarung
tangan kadang-kadang robek atau berlubang dan kerugian lain lebih dari sarung
tangan adalah umumnya jarang dicuci sesering tangan, sarung tangan plastik/karet,
sekali pakai biasanya berguna untuk menangani makanan masak atau makanan yang
tidak dipanaskan lebih lanjut. Jadi penggunaannya untuk tujuan tertentu dan dibuang
bila telah kotor dan robek.
20
3. Masker (Penutup Mulut)
Penutup muka dapat menahan kontaminasi yang berasal dari udara. Akan tetapi
penutup muka ini tidak praktis digunakan dalam kebanyakan pengolahan makanan
dan pekerjaan pelayanan. Penutup muka ini tidak nyaman dipakai, terutama dalam
lingkup uap panas. Penangganan makanan setelah menyentuh penutup muka dapat
mengkontaminasi makanan lebih besar dari pada mikroorganisme yang jatuh dari
hidung dan mulut. Perpindahan dari udara biasanya kurang penting peranannya dalam
mengkontaminasi makanan (Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan, deputi III-
BPOM (2003). Penggunaan masker penting dilakukan karena daerah-daerah mulut,
hidung dan tenggorokan dari manusia normal penuh dengan mikroba dari berbagai
jenis. Beberapa mikroba yang ada salah satunya adalah mikroba staphyloccus aureus
yang berada dalam saluran pernapasan dari manusia.
4. Penutup Kepala/air cap (Topi)
Semua penjamah makanan hendaknya memakai topi untuk mencegah kebiasan
mengusap dan menggaruk rambut, penutup kepala membantu mencegah rambut
masuk kedalam makanan, membantu menyerap keringat yang ada didahi, mencegah
kontaminasi staphylococci, menjaga rambut bebas dari kotoran rambut, dan
mencegah terjeratnya rambut dari mesin (Purnawijayanti, 2001).
Sedangkan pencucian rambut dilakukan secara teratur, rambut kotor akan
menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong karyawan untuk
menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran atau ketombe atau rambut dapat
21
jatuh kedalam makanan dan kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja diharuskan
menggunakan penutup kepala (hair cap) atau jala rambut (hair net). (fathonah 2006).
5. Kebersihan Pakaian, Kuku dan Perhiasan
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan deputi III-
BPOM (2003) pekerja harus mengenakan pakaian khusus untuk bekerja yang bersih
dan sopan. Umumnya pakaian yang bewarna terang (putih) sangat dianjurkan
terutama untuk pekerja dibagian pengolahan, pakaian kerja yang usang jangan
dipakai kembali. Hal ini disebabkan karena dengan warna putihb naka akan lebih
mudah dideteksi adanya kotoran-kotoran yang mungkin terdapat pada baju dan
berpotensi untuk menyebar pada produk pangan yang sedang diolah/diproduksi.
Pekerja hendaknya memakai pakaian dengan ukuran yang pas tidak terlalu besar.
Ukuran pakaian yang pakaian yang terlalu besar bisa membahayakan karena
dapat melambai-lambai tidak terkontrol sehingga dapat berperan sebagai pembawa
kotoran yang akan menyebabkan kontaminasi atau berbahaya bagi keselamatan
pekerja terutama jika berdekatan dengan mesin-mesin yang bergerak atau mempunyai
bagian yang berputar. Pekerja pengolahan pangan hendaknya tidak mengenakan jam
tangan, kalung, anting, cincin, dan lain-lain benda kecil yang mudah putus dan hilang
(Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
6. Tidak Merokok
Penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selam bekerja, baik
waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai dari
bibir dan tangan dan kemudian ke makanan, di samping sangat tidak etis (Depkes,
2006).
22
Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung
dan kontak langsung dengan tubuh
1. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dapat dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu, dan
sejenisnya
2. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemak/apron, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak makan atau
mengunyah, selalau mencuci tangan sebelum bekerja, selalau mencuci tangan
sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi, selalu memakai pakaian kerja yang
bersih yang tidak dipakai diluar rumah sakit.
3. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat dan baku kesehatan yang
berlaku.
Sanitasi mempunyai definisi yang bermacam-macam, menurut keputusan
materi kesehatan republik Indonesia Nomor 965 tahun 1992, sanitasi didefinisikan
sebagai segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Dalam memenuhi persyaratan kesehatan ini, maka
dalam setiap upaya membangun fasilitas sanitasi ini harus terencana dan teratur.
Fasilitas-fasilitas sanitasi ini antara lain adalah: sarana penyediaan air bersih, kamar
kecil, tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah, dan sarana
pembuangan air limbah (Kementrian Kesehatan RI, 1992).
Sarana yang diperlukan bagi penjamah makanan hendaknya disediakan,
sehingga tenaga penjamah makanan dimungkinkan untuk berperilaku sehat. Sarana
tersebut antara lain: (ruang ganti, pakaian kerja, ruang istirahat yang memadai, toilet
23
untuk karyawan, tempat cuci tangan yang cukup banyak dan mudah dijangkau, alat
pelindung diri (topi, sarung tangan, celemek, masker, dan alas kaki atau sepatu) dan
tempat sampah.
a. Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat menukar baju dengan baju kerja
sebelum bekerja.
b. Pakaian kerja
c. Ruang istirahat, setiap tempat penyelenggaraan makanan harus menyediakan
tempat istirahat yang memadai (Depkes, 1992).
d. Penyediaan jamban
e. Penyediaan tempat mencuci tangan
Tersedianya tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan
maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan
tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan
disesuaikan dengan banyaknya karyawan sebagai berikut: 1-10 orang = 1 buah
dengan tambahan satu buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang.
Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan tempat bekerja (Depkes,
2003).
f. Alat Pelindung diri (Masker, celemek, topi/pengikat kepala, sarung tangan, alas
kaki atau sepatu)
g. Tempat sampah menurut karakter sampah
24
2.4 Pengawasan Makanan
Setiap penjamah makanan mempunyai kewajiban untuk menjaga kesehatannya
kebersihannya namun pengawasan tetap bertanggung jawab untuk mengawasi apakah
kesehatan kebersihan penjamah makanan benar-benar dapat dipastikan bahwa
penjamah berada dalam keadaan sehat pada saat bekerja. Tanggung jawab penjamah
hendaknya selalu ditekankan pada saat pertemuan (Depkes, 1992).
Tujuan pokok pengawasan bukanlah mencari kesalahan, namun yang lebih
utama adalah mencari umpan balik (feedback) yang selanjutnya memberikan
pengarahan dan perbaikan-perbaikan apabila kegiatan tidak berjalan semestinya.
Pengawasan dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain: melalui observasi
terhadap objek yang diawasi, analisis terhadap laporan-laporan yang masuk,
pengumpulan data atau informasi yang khususnya ditujukan terhadap objek-objek
pengawasan, dan melalui tugas dan tanggung jawab para petugas khususnya para
pemimpin (Notoatmodjo, 2005).
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka konsep Notoatmodjo, dkk (1985), Depkes RI 2004.
Pengetahuan
Sikap
Tindakan/Praktek
Perilaku
Pengolahan
Hygiene dan sanitasi
25
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah mencoba menjelaskan hubungan
pengetahuan, sikap dan tindakan serta hubungan terhadap pengolahan makanan di
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
Variabel Indenpenden Variabel Dependen
Gambar 2.2 kerangka konsep
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan
Pengolahan Makanan
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan membuat gambaran variabel independen dengan variabel dependen
yaitu tinjauan perilaku penjamah makanan dengan pengolahan makanan
sebagaimana yang terdapat dalam kerangka konsepsional (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 sampai 8 Mei 2013.
3.2 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penjamah makanan yang
berjumlah 6 orang yang melakukan pengolahan makanan di Instalasi Gizi Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi atau total
sampling yang berjumlah 6 orang petugas pengelola makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
27
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari responden. Pada
penelitian ini instrument yang akan digunakan berupa Lembaran Observasi yang
terdiri dari variabel perilaku penjamah makanan yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan penjamah selama proses pengolahan makanan di Instalasi Gizi Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang bersumber dari selain
responden. Data ini bersumber dari Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh.
28
3.4 Definisi Operasional
Tabel.3.1.Definisi Variabel Bebas (Independent)
1. Variabel PengetahuanDefinisi : Tingkat pemahaman responden tentang pengolahan
makananCara Ukur : WawancaraAlat Ukur : KuisionerHasil Ukur : 1) Baik
: 2) Kurang BaikSkala Ukur : Ordinal
2. Variabel SikapDefinisi : Respon Atau Tanggapan Responden Terhadap
Pernyataan Tentang Pengolahan MakananCara Ukur : PengamatanAlat Ukur : Lembaran ObservasiHasil Ukur : 1) Baik
: 2) Kurang BaikSkala Ukur : Ordinal
3. Variabel Praktek/TindakanDefinisi : Perilaku atau perbuatan nyata yang dilakukan
penjamah makanan terhadap pengolahanmakanan
Cara Ukur : PengamatanAlat Ukur : Lembaran ObservasiHasil Ukur : 1) Baik
2) Kurang BaikSkala Ukur : Ordinal
4. Variabel PengolahanDefinisi : Proses Perubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap sajiCara Ukur : PengamatanAlat Ukur : Lembaran ObservasiHasil Ukur : 1) Baik
2) Kurang BaikSkala Ukur : Ordinal
29
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Pengetahuan
Baik : Apabila hasil wawancara melalui lembaran kuisioner
tepat, dengan hasil rentang dari tabel skor ≥ 2,5
Kurang Baik : Apabila hasil jawaban yang diajukan melalui
kuisioner, dengan hasil rentang dari tabel skor < 2,5
3.6.2 Sikap
Baik : Apabila hasil observasi melalui lembaran observasi
tepat, dengan hasil rentang dari tabel skor ≥ 2,5
Kurang Baik : Apabila hasil observasi yang diajukan melalui
lembaran observasi, dengan hasil rentang dari tabel
skor < 2,5
3.6.3 Tindakan
Baik : Apabila hasil observasi melalui lembaran observasi
tepat, dengan hasil rentang dari tabel skor ≥ 2,5
Kurang Baik : Apabila hasil observasi yang diajukan melalui
lembaran observasi, dengan hasil rentang dari tabel
skor < 2,5
3.6.3 Pengolahan Makanan
Baik : Apabila hasil observasi melalui lembaran observasi
tepat, dengan hasil rentang dari tabel skor ≥ 2,5
Kurang Baik : Apabila hasil observasi yang diajukan melalui
lembaran observasi, dengan hasil rentang dari tabel
skor < 2,5
30
3.7 Teknik Analisa Data
3.7.1 Analisa Univariat
Analis univariat adalah analis yang dilakukan untuk satu variabel atau per
variabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel yang
diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analais univariat dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh
Indonesia sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04
km2 atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan
kepulauan Sumatra yang membentang dari barat ke timur mulai kaki gunung
geurutee (pembatasan Aceh Besar) sampai ke sisi Krung Seumanyam
(pembatasan Aceh Selatan ) dengan panjang garis pantai sejauh 250 km. Sesudah
pemekaran luas wilayah menjadi 2.927.95 km2.
RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh di bangun pada tahun 1968 di desa Drien
Rampak dengan swadaya masyarakat dan dana dari APBD Tk.II Aceh Barat pada
areal seluas 2,8 Ha dengan status type D yang mulai berfungsi sejak tahun 1971.
Kemudian pada tahun 1983 diusulkan menjadi rumah sakit type C dan mendapat
persetujuan menteri Kesehatan berdasarkan SK Menkes RI Nomor 233/SK
Menkes/VI/1985 tanggal 11 Juni 1985 dan disahkan kembali dengan peraturan
Daerah Nomor 3 tahun 1985 yang bbiaya pembangunaannya dari APBN. Sejak
saatb itu RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh menjadi rumah sakit rujukan bagi RSU
type D Aceh Selatan dan Puskesmas.
Tahun 2002 berdasarkan perda Nomor 17, Struktur Organisasi RSU Cut
Nyak Dhien Meulaboh menjadi Badan pengelola Rumah Sakit Umum Daertah
(BP RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
32
Setelah terjadinnya bencana gempa tsunami di Aceh tanggal 26 Desember
2004, gedung BP. RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dilakukan rehabilitasi dan
rekontruksi oleh palang merah Singapura (SRC). Pembangunannya dimulai pada
tahun 2008 dengan kapasitas 180 tempat tidur. Berdasarkan Qanun No. 2008
struktur BP. RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh berubah lagi menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh atau setingkat kantor.
Ruang Gizi merupakan salah satu ruang yang ada di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Disinilah makanan
diolah dan kemudian disajikan untuk pasien. Ruang Gizi Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh terdiri dari 1 ruang kepala bagian, 1 ruang
gudang tempat penyimpanan makanan, 1 ruang ganti/istirahat, 1 ruang kamar
mandi, 1 ruang dapur/tempat pengolahan makanan yang terdiri dari 3 tempat
memasak, 3 keran air, 1 frezeer penyimpanan makanan mentah yang cepat
membusuk.
Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Penjamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah SakitUmum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat tahun 2013.
No Nama Responden Jenis Kelamin Umur Responden1 Khatijah Perempuan 582 Juliana Perempuan 303 Yuslinar Perempuan 384 Dekriyah Perempuan 405 Haniah Perempuan 386 Yusniar Perempuan 38
Sumber : dari data sekunder Tahun 2013
33
4.2 Hasil Penelitian4.2.1. Pengetahuan Penjamah Makanan
Tabel 4.2.2 Distribusi Responden Pengetahuan Penjamah Makanan di RumahSakit Umum Daerah Cut nyak Dhien Meulaboh Kabupaten AcehBarat Tahun 2013.
No Pengetahuan penjamah makanan Frekuensi %1 Baik 6 1002 Kurang Baik 0 0
Total 6 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.2.2 diketahui dari 6 responden pengetahuan penjamah makanan 100%
baik.
4.3 Sikap Penjamah Makanan
Tabel 4.3.1 Distribusi Responden Sikap Penjamah Makanan di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Sikap Penjamah Makanan Frekuensi %1 Baik 6 1002 Tidak Baik 0 0
Total 6 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.3 diketahui dari 6 responden sikap penjamah makanan 100% baik.
4.4 Tindakan Penjamah Makanan
Tabel 4.4.1 Distribusi Responden Tindakan Penjamah Makanan di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013.
No Tindakan penjamah makanan Frekuensi %1 Baik 6 1002 Tidak Baik 0 0
Total 6 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.4.1 diketahui dari 6 responden tindakan penjamah makanan 100%baik.
34
4.5 Pengolahan Makanan
Tabel 4.5.1 Distribusi Responden Pengolahan Makanan di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun
2013.
No Pengolahan Makanan Frekuensi %1 Baik 6 1002 Kurang Baik 0 0
Total 6 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.5.1 diketahui dari 6 responden pengolahan makanan 100% baik,
4.6 Pembahasan
4.6.1 Pengetahuan Penjamah Makanan
Untuk menjamin mutu makanan dan setiap petugas yang terlibat dalam
penyehatan makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, antara
lain penyakit yang ditularkan melalui makanan, kebersihan pribadi, kebiasaan
yang berkaitan dengan pengolahan makanan serta cara-cara pengolah makanan
yang sehat (Depkes, 2006).
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan diketahui dari 6 responden
pengetahuan penjamah makanan 100% baik ini dikarenakan pengetahuan penjamah
sesuai dengan yang diharapkan.
4.6.2 Sikap Penjamah Makanan
Sikap adalah merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan
kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu (Notoatmodjo, 2007).
35
Sikap dapat dipandang sebagai prediposisi untuk bereaksi dengan cara yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa
saja. Ada beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu (1) sikapa
berhubungan dengan perilaku, (2) sikap yang berkaitan dengan perasaan
seseorang terhadap objek, dan (3) sikap adalah kontruksi yang bersifat hipotesis,
artinya konsekuensinya dapat diamati, tetapi sikap itu tidak dapat dipahami
(Sopiah, 2008).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 6 responden sikap penjamah
makanan 100% baik ini dikarenakan penjamah menggunakan celemek saat
memasak, mencuci tangan yang benar sebelum dan sesudah memasak, dan alat-
alat pengolahan langsung dicuci setelah melakukan pengolahan.
4.6.3 Tindakan Penjamah Makanan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). inilah yang disebut praktek
(Notoadmojo, 2007).
Menurut Bart (1994) dapat dikatakan bahwa tindakan yang didasarkan pada
pengetahuan akan lebih bertahan dari pada tindakan yang tidak didasarkan oleh
pengetahuan. Jadi pengetahuan yang sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat
mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku
masyarakat lebih mudah di ubah kearah yang lebih baik.
36
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 6 responden tindakan penjamah
makanan 100% baik, di sebabkan karena bahan makanan disimpan dilemari atau
gudang yang bersih dan bebas dari organisme lain.
4.6.3 Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap santap. pengolahan yang baik adalah yang mengikuti
prinsip-prinsip hygiene sanitasi. Tujuan pengolahan makanan agar tercipta
makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai citarasa yang sesuai serta
mempunyai bentuk yang merangsang selera. Dalam proses pengolahan makanan
harus memenuhi persyaratan kesehatan higiene sanitasi terutama menjaga
kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut
dapur serta kebersihan penjamah makanan (Depkes RI, 2004).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 6 responden pengolahan
makanan 100% baik ini dikarnakan penjamah mengolah makanan dengan benar,
dan penjamah makanan memasak dengan kematangan yang sesuai.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari 6 responden pengetahuan penjamah makanan 100% ( 6 responden)
baik.
2. Dari 6 responden sikap penjamah makanan 100% ( 6 responden) baik.
3. Dari 6 responden tindakan Penjamah Makanan100% ( 6 responden) baik.
4. Dari 6 responden pengolahan makanan 100 % ( 6 responden) baik.
5.2 Saran
1. Kepada pihak pengelola bagian Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat diharapkan agar selalu menjaga dan
mengawasi higyeni sanitasi dan perilaku penjamah pengolahan makanan.
2. Kepada pihak penjamah agar selalu mengedepankan kebersihan dan
perilaku yang benar dalam proses pengolahan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar.S, 1998, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar :Yokyakarta.
BPOM, 2003. Higieni dan Sanitasi pengolahan pangan, Direktorat Survelansdan Penyuluhan Keamanan pangan, BPOM RI : Jakarta.
Depkes, 1992.Pedoman Sanitasi RS di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM danPLP,Depkes: Jakarta
----------, 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Direkturat JenderalPelayanan medik, Depkes : Jakarta
----------, 2003. Pedoman Gizi Rumah Sakit. Depkes: Jakarta.
----------, 2006. Kumpulan Modul Kursus Hs Makanan dan Minuman. DirjenPPM dan PL. Depkes: Jakarta.
Depkes RI, 2004. Bakteri Pencemaran Terhadap makanan. Kursus HyginieSanitasi makanan dan minuman. Direktorat Penyehatan Air dan SanitasiDirjen PPM & PL. Jakarta. Diperoleh : www.scribd.com/doc/97280783/pengertian & sanitasi makanan & minuman. (Diakses tanggal 22November 2013).
Fathonah, Siti. 2006, Higieni dan Sanitasi Makanan, Fakultas TeknikUniversitas Negeri Semarang: Semarang. Diperoleh:http://ocw.unnes.ac.id/ocw/tip/s1 pkk/higieni-dan sanitasi-makanan/bahan ajar/buku ilmu.pdf (Diakses tanggal 22 November 2012).
Notoatmojo.S, dkk, 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan, FKM UI :Jakarta
------------------, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta
------------------, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka cipta :Jakarta.
------------------, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Purnawijayanti, 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan kerja dalamPengolahan Makanan.
Rimbawanm dan Hariansyah, 2000. Analisis Bahaya dan PencegahanKeracunan Pangan. http://www.google.co.id/ Analisis-Bahaya-dan-Pencegahan-Keracunan-Pangan..chrome&ie (diakses tanggal 6 maret2013).
Sipiah 2008Bart 1994