tinjauan pustaka

30
TINJAUAN PUSTAKA Obat Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan, atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia dan hewan, atau dalam pemulihan, perbaikan, atau pengubahan fungsi organik pada manusia dan hewan (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995). Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah, dan rokhaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (ANIEF, 2000). Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati, atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (ANSEL, 2008). ANIEF (2000) mengemukakan bahwa berdasarkan sumbernya obat yang ada dewasa ini digolongkan menjadi tiga, yaitu: 1. Obat alamiah, obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, contoh: kuinin dan atropin, pada hewan, contoh: minyak ikan dan hormon, serta mineral, contoh: belerang (S) dan kalium bromida (KBr). 2. Obat semisintetik, obat hasil sintetsis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat di alam, contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron. 3. Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu, contoh: obat-obat golongan analgetik- antipiretika, antihistamin, dan diuretika. Beberapa istilah obat yang perlu diketahui (ANIEF, 2000): 1. Obat tradisional ialah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan atau sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha pengobatan berdasarkan pengalaman. 2. Obat jadi ialah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk cairan, serbuk, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I. atau buku lain. 3

Upload: fadhilah-pertiwi

Post on 06-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

...

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

Obat

Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan, atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia dan hewan, atau dalam pemulihan, perbaikan, atau pengubahan fungsi organik pada manusia dan hewan (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995).

Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah, dan rokhaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (ANIEF, 2000).

Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati, atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (ANSEL, 2008).

ANIEF (2000) mengemukakan bahwa berdasarkan sumbernya obat yang ada dewasa ini digolongkan menjadi tiga, yaitu:1. Obat alamiah, obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, contoh: kuinin dan atropin, pada hewan, contoh: minyak ikan dan hormon, serta mineral, contoh: belerang (S) dan kalium bromida (KBr).

2. Obat semisintetik, obat hasil sintetsis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat di alam, contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.

3. Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu, contoh: obat-obat golongan analgetik-antipiretika, antihistamin, dan diuretika.

Beberapa istilah obat yang perlu diketahui (ANIEF, 2000):

1. Obat tradisional ialah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan atau sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha pengobatan berdasarkan pengalaman.

2. Obat jadi ialah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk cairan, serbuk, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I. atau buku lain.

3. Obat paten ialah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

4. Obat baru ialah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat, maupun yang tak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu (vehiculum), atau komponen lain yang belum dikenal hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya.

5. Obat esensial ialah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosis profilaksi terapi dan rehabilitasi.

6. Obat generik berlogo ialah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.

7. Obat wajib apotek ialah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek.

Umumnya obat bekerja menimbulkan stimulasi atau depresi aktivitas dan tidak menimbulkan suatu fungsi baru dari sel. Cara obat menimbulkan efek adalah sebagai berikut (ANIEF, 1994):

1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel.

2. Mempengaruhi atau menghambat aktivitas seluler dari sel-sel asing terhadap tuan rumah, yaitu bukan sel dari organ tubuh seperti sel bakteri dan mikroba lain termasuk sel kanker.

3. Merupakan terapi pengganti, sebagai contoh pemberian hormon untuk mencapai dosis fisiologik agar diperoleh suatu efek atau pemberian kalium klorida sebagai pengganti kalium ion yang hilang melalui diuresis.

4. Menimbulkan aksi nonspesifik seperti reaksi kulit terhadap obat yang menimbulkan iritasi.

Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat (SISWANDONO DAN SOEKARDJO, 1995) adalah fasa farmasetis, fasa farmakokinetik, dan fasa farmakodinamik. Fasa farmasetis meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan, dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diserap ke tubuh. Fasa farmakokinetik meliputi proses penyerapan (absorbsi), distribusi, metabolisme, dan eksresi obat (ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respon biologis. Fasa farmakodinamik yaitu fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran, fasa ini berperan dalam timbulnya respon biologis obat.

Setelah obat bebas masuk ke dalam peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses sebagai berikut:

1. Obat disimpan dalam depo jaringan.

2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin.

3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.

4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu:

a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis (bioaktivasi).

b. Obat aktif dimetabolisis menjasi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif kemudian dieksresikan (bioinaktivasi).

c. Obat aktif dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik (biotoksifikasi).

5. Obat dalam bentuk bebas langsung dieksresikan.

Hubungan fasa-fasa di atas dapat dijelaskan dalam bentuk bagan seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Pabrikasi

(formulasi, dosis)

-Fase farmasetik

Bentuk sediaan

Saluran cerna

(pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif)

Penyerapan -Fase farmakokinetik

(ketersediaan hayati) (ADME)

Peredaran darah

-Fase farmakodinamik

bioaktivasi

Protein plasma

bioinaktivasi

Eksresi

Metabolisme

Gambar 1. Fasa-Fasa Penting dalam Kerja Obat

(SISWANDONO DAN SOEKARDJO, 1995)

Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran (target). Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut sisi kehilangan (site of loss). Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sifat kimia fisika molekul obat seperti kelarutan lemak atau air, derajat ionisasi, kekuatan ikatan reseptor-obat, kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan, dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan. Contoh sisi kehilangan adalah protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif menjadi bentuk tidak aktif dan proses eksresi obat, baik sebelum ataupun sesudah proses metabolisme.

Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat-depo penyimpanan bersifat terpulihkan (reversible), bila kadar obat dalam darah menurun maka obat dilepas kembali ke cairan darah. Contoh depo penyimpanan adalah jaringan lemak, hati, ginjal, dan otot.

Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi atau obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan efek lokal adalah efek obat yang hanya bekerja setempat. Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara oral melalui saluran gastrointestinal atau rektal, parenteral, atau dengan inhalasi langsung. Efek lokal dapat diperoleh dengan cara intraokular, intrasanal, aural, intrarespiratoral, rektal, uretral, dan vaginal (ANIEF, 1994). Bentuk sediaan obat dan rute penggunaan obat dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun penjelasan mengenai rute penggunaan obat dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi pasien, sifat obatnya serta kondisi pasien.Tabel 1. Bentuk Sediaan Obat dan Rute Penggunaan Obat

(ANIEF, 1994)

NoBentuk ObatRute Penggunaan

i.Tablet, kapsul, larutan, sirup, eliksir, suspensi, emulsi, magma, gel, serbukOral

ii.Tablet, permen obat, trohkisSublingual

iii.Injeksi berupa larutan, suspensi dan emulsiParenteral

iv.Salep, krim, pasta, serbuk, plester, kompres, aerosol, linimenEpikutan, perkutan (permukaan kulit, masuk kulit)

v.SalepKonjungtival (salep mata)

vi.Larutan/tetes, suspensi/tetesIntaokular (mata)

vii.Larutan/tetes, suspensi/tetesIntraseluler (telinga)

viii.Larutan/tetes, inhalasi, semprot, salepIntrasanal (hidung)

ix.Larutan, salep, supositoriaRektal (dubur)

x.Larutan, basilaUretral (lubang dari saluran kencing)

xi.Larutan, salep, busa, emulsi, tabletVaginal (lubang kemaluan wanita)

Tabel 2. Rute Penggunaan Obat (ANIEF, 1994)

NoIstilahLetak Masuk dan Jalan Adsorbsi Obat

i.Per oral (per os)Melalui mulut masuk saluran intestinal (lambung), penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus memberi efek sistemik.

ii.SublingualDimasukkan dibawah lidah, penyerapan obat melalui membran mukosa, memberi efek sistemik.

iii.Parenteral atau injeksiMasuk ke pembuluh darah balik (vena), memberi efek sistemik.

a. Intravena

b. IntrakardialMenembus jantung, memberi efek sistemik.

c. IntrakutanMenembus kulit, memberi efek sistemik.

6. SubkutanDi bawah kulit, memberi efek sistemik.

7. IntramuskularMenembus otot daging, memberi efek sistemik.

iv.IntrasanalDiteteskan pada lubang hidung, memberi efek lokal.

v.AuralDiteteskan pada lubang telinga, memberi efek lokal.

vi. IntrarespriratoralInhalasi berupa gas masuk paru-paru, memberi efek lokal.

vii.RektalDimasukkan ke dalam dubur.

viii.VaginalDimasukkan ke dalam lubang kemaluan wanita, memberi efek lokal.

ix.UretralDimasukkan ke dalam saluran kencing, memberi efek lokal.

Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah (ANIEF, 1994).

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995). Di dalam tablet terdapat ukuran yang tepat dari dosis lazim.

Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik. Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa:1. Zat pengisi dimasukkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan saccharum lactis, amylum manihot, calcii phospas, calcii carbonas, dan zat lain yang cocok.2. Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Zat pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam larutan. 3. Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah manthot kering, gelatinum, agar-agar, natrium alginat.4. Zat pelicin, dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Senyawa asam stearat dengan logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi, dan talk digunakan sebagai zat pelicin. Zat pelicin pada umumnya bersifat hidrofobik sehingga cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar zat pelicin yang berlebihan harus dihindarkan.5. Bahan-bahan pembantu seperti zat pewarna, zat perasa dan zat pemanis. Zat pewarna yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi tablet untuk menambah nilai estetik atau untuk identitas produk. Kebanyakan zat pewarna peka terhadap cahaya dan warnanya akan memudar jika terpapar cahaya.

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul (butiran kasar) karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (ANIEF, 1994).

Granulasi adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengalir serbuk dengan jalan membentuk bulatan-bulatan atau agregat-agregat dalam bentuk beraturan yang disebut granul (LACHMAN dkk, 2008). Cara membuat granul ada 2 macam (ANIEF, 1994) yaitu cara basah dan cara kering atau disebut slugging atau pre compression.

Untuk pembuatan granul dengan cara basah dilakukan dengan cara zat

berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna. Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40-50. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.

Pembuatan granul dengan cara kering dilakukan dengan cara zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa atau cetak (slugging). Setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak tablet yang dikehendaki dengan mesin tablet. Untuk maksud dan tujuan tertentu tablet disalut dengan zat penyalut yang cocok, biasanya berwarna atau tidak.

Tablet disalut untuk berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat penampilan lebih baik, dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.

1. Tablet bersalut gula. Tablet ini sering disebut dragee. Penyalutan dilakukan dengan larutan gula dalam panci untuk penyalutan dan panci untuk mengkilapkan tablet diputar dengan motor penggerak yang dilengkapi dengan alat penghisap dan sistem penghembus udara panas.

2. Tablet bersalut kempa. Tablet inti yang sudah jadi mengalami proses seperti berikut, yaitu granul halus dan kering dikempa di sekitar tablet ini, sering disebut tablet dalam tablet. Tablet salut kempa lebih cepat proses pembuatannya dan lebih ekonomis. Tetapi proses pembuatannya harus bebas lembab serta tidak terjadi inkompatibilitas tablet karena lembab.

3. Tablet bersalut selaput. Tablet ini dilapisi oleh lapisan tipis dengan zat penyalut yang dikenakan atau disemprotkan pada tablet.

4. Tablet bersalut enterik. Tablet ini adalah tablet yang disalut dengan zat penyalut yang relatif tidak larut dalam asam lambung tetapi larut dalam usus halus. Penyalutan enterik dimaksudkan agar obat tidak mengiritasi perut, dikehendaki agar obat berkhasiat dalam usus, dan menghindari obat menjadi inaktif dalam cairan lambung karena pH rendah atau dirusak enzim digestif dalam perut.

Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk. dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995).

Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995).

Tablet yang dibuat dengan cara mencetak biasanya lebih lunak dibandingkan dengan yang dibuat dengan cara kompresi sehingga tablet ini akan lebih cepat larut (LACHMAN dkk, 2008).

Penyimpanan tablet dilakukan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan terlindung cahaya. Wadah yang digunakan harus diberi etiket. Dalam etiket wadah atau kemasan tablet harus disebutkan nama tablet atau nama zat berkhasiat dan jumlah atau zat-zat yang berkhasiat dalam tiap tablet (ANIEF, 1994).

Adapun beberapa keuntungan dari bentuk sediaan tablet (LACHMAN dkk, 2008):

Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang ongkos pembuatannya paling rendah.

Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau hancurnya tablet tidak segera terjadi.

Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

Adapun beberapa kerugian dari bentuk sediaan tablet (LACHMAN dkk,

2008):

Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat di atas, akan sukar larut atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat cukup.

Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengapsulan atau penyalutan terlebih dahulu. Pada jalan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang terbaik serta lebih murah.

Kesimpulan dari keuntungan dan kerugian tablet dibandingkan dengan bentuk sediaan oral lainnya, ternyata tablet benar-benar memberi keuntungan dalam bentuk atau ruangan yang paling kecil yang diperlukan untuk penyimpanan, juga tablet mudah diberikan dan dikontrol, mudah dibawa, dan ongkosnya rendah. Bagi dokter dosisnya fleksibel (tablet dapat dibelah dua), serta dosisnya tepat.

Obat Antiaritmia

Ritme jantung normalnya ditentukan oleh sel-sel pacu jantung dalam nodus sinoatrial (SAN, atas) tetapi ritme dapat terganggu dengan berbagai cara, menyebabkan semua keluhan mulai dari rasa tidak nyaman yang muncul sesekalu sampai gejala gagal jantung atau bahkan kematian mendadak (NEAL, 2006).

Obat antiaritmia adalah senyawa yang digunakan untuk memperbaiki atau memodifikasi irama jantung sehingga menjadi normal. Aritmia jantung disebabkan oleh kelainan pembentukan rangsangan elektrik dan gangguan konduksi rangsangan melalui miokardium. Kerja obat antiaritmia adalah dengan memodifikasi secara langsung ataupun tidak langsung makromolekul yang mengontrol aliran ion transmembran miokardial (SISWANDONO, 1995).

Berdasarkan kegunaannya obat antiaritmia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (SISWANDONO, 1995):

1. Senyawa yang digunakan untuk pengobatan takiaritmia.

Contoh: glikosida digitalis, disopiramid, prokainamis, kunidin, verapamil,

-bloker, bretilum, dan penghambat kolineterase dan vasokontriktor.

2. Senyawa yang digunakan untuk pengobatan bradiaritmia.

Contoh: atropin dan isoprotenol.

Berdasarkan tipe kerjanya obat antiaritmia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Obat yang berstruktur khas, yaitu obat yang bekerja dengan membentuk kompleks dengan reseptor.

Contoh: -bloker.

2. Obat yang berstruktur tidak khas, yaitu obat yang bekerja dengan cara berkumpul pada daerah tertentu membran sel miokardial, menyebabkan peningkatan tekanan permukaan dalam membran, dan menghambat fungsi biologis komponen membran normal.

Contoh: kuinidin dan prokainamid.

Berdasarkan pengaruh pada potensial kerja jantung obat antiartimia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Obat yang menstabilkan membran.

2. Contoh: glikosida digitalis, disopiramid fosfat, prokainamid HCl, kuinidin sulfat, prajmalium bitartat, lidokain HCl, dan tokainid HCl.

3. Senyawa pemblok -Adrenergik.

Contoh: asebutolol, alprenolol, atenolol, karteolol, propranolol, metoprolol

tartat, nadolol, okprenolol, dan pindolol.

4. Obat yang memperpanjang potensial kerja.

Contoh: amiodaron dan bretilium tosilat.

5. Antagonis Kalsium Selektif.

Contoh: diltiazem HCl, felodipin, nikardipin, nifepidin, nimodipin, amlopidin.

Obat-obat antiaritmia dapat juga diklasifikasikan menjadi (NEAL, 2006):

1. Obat yang efektif pada aritmia supraventrikular.

Contoh: adenosin, digoksin, verapamil (obat golongan IV).

2. Obat yang efektif pada aritmia ventrikular.

Contoh: lidokain (obat golongan IB).

3. Obat yang efektif pada kedua jenis aritmia tersebut.

Contoh: obat golongan IA (disopiramid, kuinidin), obat golongan IC (flekainid), obat golongan III (amiodaron, sotalol).Amiodaron Hidroklorida

Amiodaron hidroklorida merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia C25H29I2NO3 . HCl. Amiodaron hidroklorida memiliki nama lain:

Metanon, (2-butil-3-benzofuranil)[4-[2-(dietil-amino) etoksi]-3,5 diiodofenil]-hidroklorida.

2-butil-3-benzofuranil 4-[2-(dietilamimo) etoksi]-3, 5-diiodoenil keton hidroklorida.

Senyawaan ini berbentuk serbuk kristalin berwarna putih atau praktis putih, halus, larut dalam diklorometan, larut dalam metanol, dan sangat sedikit larut dalam air. Amiodaron hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0 % C25H29I2NO3 . HCl, dihitung dari zat yang telah dikeringkan (UNITED STATES PHARMACOPEIA, 2013).

Amiodaron mempunyai pola struktur sistem benzofuran dan mempunyai rantai samping yang basa hingga absorpsi dicapai lebih cepat (EBEL, 1992). Amiodaron memiliki kesamaan struktur dengan hormon tiroid yang bersifat sangat lipofilik (YUNIADI, 2009). Berikut struktur kimia amiodaron hidroklorida.

Struktur Kimia Amiodaron Hidroklorida

Farmakologi

Amiodaron adalah suatu antiaritmia yang memiliki sifat-sifat elektrofisiologi yang kompleks. Selain itu, amiodaron juga memiliki sifat farmakokinetik yang tidak biasa, dan beberapa efek samping yang serius (YUNIADI, 2009).

Amiodaron termasuk obat golongan III yang bekerja dengan memperlambat repolarisasi dan memperpanjang potensial aksi serta periode refrakter pada semua jaringan jantung. Amiodaron memiliki efek blok terhadap beberapa kanal (misalnya kanal K+ serta kanal Na+ inaktif) serta adrenoseptor . Amiodaron seringkali efektif ketika obat-obat lain telah gagal namun penggunaannya terbatas pada pasien-pasien yang tidak mendapat hasil efektif dengan obat-obat lain (NEAL, 2006)

Amiodaron bekerja sebagai antiangina karena dapat meningkatkan aliran darah koroner, mengurangi konsumsi oksigen miokardial dan mengontrol keluaran jantung. Setelah diserap dalam saluran cerna, obat didistribusikan ke seluruh tubuh, kadar plasma tertinggi dicapai dalam waktu tujuh jam setelah pemberian oral. Obat terikat sangat kuat pada jaringan sehingga mempunyai awal kerja yang sangat lambat dan masa kerja yang sangat panjang, waktu paruhnya 28-50 hari (SISWANDONO, 1995).

Obat ini tereliminasi sangat lambat. Amiodaron memiliki bioavailabilitas yang sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 22 hingga 95%. Absorpsinya meningkat bila diminum bersamaan dengan makanan. Karena bersifat larut dalam lemak maka amiodaron ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di jaringan lemak dan otot, hati, paru dan kulit. Amiodaron juga dapat menembus sawar plasenta dan ditemukan pada air susu ibu (YUNIADI, 2009).

Interaksi Obat

Interaksi obat amiodaron dengan obat-obat lain tercatat ada 230 interaksi mayor, 262 interaksi sedang, dan 79 interaksi minor. Suatu jumlah yang perlu mendapat perhatian serius dokter yang meresepkanya. Amiodaron menyebabkan pemanjangan interval QT, oleh karena itu pemberian obat-obat yang dapat menimbulkan hipokalemia dan atau hipomagnesemia harus dihindari karena dapat meningkatkan risiko aritmia ventrikel. Beberapa obat yang sering digunakan di bidang kardiologi seperti warfarin, simvastatin, penghambat beta, verapamil, diltiazem, diuretik, beta agonist (alupent), digoksin dan sebagainya (YUNIADI, 2009). Berikut adalah interaksi obat amiodaron (JOHNSON, 1991):

Antikoagulan (oral) seperti wafarin. Amiodaron dapat meningkatkan efek warfarin. Amiodaron meningkatkan efek warfarin dengan cara inhibisi CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme S-warfarin di hepar. Keadaan yang serupa akan terjadi juga pada antikoagulan oral yang lain sehingga dapat menimbulkan hipoprotrombinemia dan perdarahan. Peningkatan efek antikoagulan terjadi setelah pemberian amiodaron satu minggu atau lebih dan bertahan beberapa bulan setelah amiodaron dihentikan. Digoksin, kuinidin, procainamide dan penitoin. Amiodaron dapat meningkatkan level serum dan efek obat-obat tersebut.

Digoksin, -blokers dan verapamil dapat menyebabkan sinus arrest bila diberikan bersamaan dengan amiodaron.

Disopiramid, kuinidin, meksiletin atau propafenone ditambahkan amiodaron dapat menyebabkan aritmia ventrikular.

Hypokalemia atau kekurangan kalium dapat meningkatkan resiko dari amiodaron yang menyebabkan aritmia ventrikular.

Efek Samping

Amiodaron juga dapat menjadi obat yang beracun. Amiodaron dapat menyebabkan mual, muntah, anoreksia, nyeri pada perut dan sembelit. Efek lain termasuk sakit kepala, lesu, nyeri otot, ataksia, tremor, parestesia (sensasi kulit abnormal seperti terbakar atau menusuk-nusuk), depresi, susah tidur, mimpi buruk, dan berhalusinasi. Neuropati perifer, disertai dengan perubahan histologis dalam serabut syaraf juga dapat terjadi. Amiodaron dapat menyebabkan reaksi fotosensitivitas. Efeknya terhadap sistem sistem kardiovaskular termasuk depresi miokardial, hipotensi, blok SA, blok AV, aritmia ventrikular, sindrom gagal jantung kongestif, terhentinya pompa jantung secara mendadak, syok kardiogenik. Hipersensitivitas pneumonia dan firosis paru terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan obat ini. Kadar serum yang tinggi juga terjadi pada pengguna obat ini (JOHNSON, 1991)Kontra Indikasi

Amiodaron memiliki kontraindikasi terhadap sinus node dysfunction yang hebat, sinus bradikardia dan sino-atrial heart block. Obat ini juga memliki kontraindikasi tehadap pasien dengan pengalaman bradikardia yang menyebabkan pingsan kecuali digunakan alat pacu jantung. Kontraindikasi amiodaron juga termasuk terhadap penderita hepatitis akut. Obat ini tidak boleh digunakan kepada pasien yang menunjukkan radiografi kelainan interstitial paru-paru (JOHNSON, 1991).

Dosis

Dosis penggunaan obat amiodaron hidroklorida (JOHNSON, 1991):1. Dewasa (oral):

Untuk aritmia ventrikular yang sulit disembuhkan, sebanyak 800 mg

sampai 1,6 g awalnya sehari-hari, diikuti dengan 500 sampai 800 mg setiap hari setelah satu atau dua minggu, kemudian 400 sampai 600 mg setiap hari lalu gunakan dosis terendah.

Untuk aritmia supraventrikular, sebanyak 600 mg setiap hari yang dibagi

dalam tiga dosis untuk satu minggu, diikuti dengan 200 sampai 400 mg setiap hari, setelah itu gunakan dosis terendah.

Untuk bradikardia-takikardia (dengan menggunakan alat pacu jantung di

tempat), awalnya 200 mg dua kali setiap hari, diikuti dengan 200 sampai 600 mg setiap hari.

2. Anak-anak (dengan bradikardia-takikardia) digunakan dosis 3 sampai 20

mg/kg setiap hari.Uji Disolusi

Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari bentuk sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi dalam proses disintegrasi, disolusi dan absorpsi, ditentukan oleh tahap yang paling lambat dari rangkaian di atas yang disebut dengan rate limiting step. Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut. Seringkali disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (MARTIN, 2008).

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995).

Uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Uji larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi dari tablet dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula (LACHMAN dkk, 2008).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal di mana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (ANSEL, 2008).

Uji disolusi merupakan uji in vitro, yaitu uji yang dilakukan di luar tubuh dengan menggunakan suatu peralatan dengan kondisi pengujian mirip dengan kondisi saluran pencernaan manusia. Semua tablet dalam United States Pharmacopeia harus melalui pengujian uji disolusi secara resmi dengan alat uji khusus (ANSEL, 2008).

Dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan penglepasan obat dalam tablet kalau dapat mendekati 100% dan laju penglepasam obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan berbioavaibilitas dan efektif secara klinis (LACHMAN dkk, 2008).

Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pertimbangan yang kedua adalah jumlah pengadukan dan sifat pengaduk. Kecepatan pengadukan harus dikendalikan dan spesifikasi yang membedakan antar produk obat. Suhu media pelarutan juga harus dikendalikan dan variasi suhu harus dihindarkan. Sebagian besar uji pelarutan dilakukan pada suhu 37C (SHARGEL DAN ANDREW, 1988).

Proses Disolusi

Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran bilogis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan lapisan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebur berlanjut jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang teradsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus batas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya kemungkinan karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi (ANSEL, 2008).Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi tersebut adalah:1. Sifat-sifat fisika kimia obat

Sifat-sifat fisika kimia meliputi kelarutan, bentuk kristal, hidrat solvasi, dan kompleksasi serta ukuran partikel.2. Faktor formulasi sediaan

Berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan pembantu dan pengolahan (processing). Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan zat aktif yang terkandung di dalamnya.

3. Faktor alat uji disolusi dan parameter disolusi

Faktor dari alat disolusi dan parameter disolusi seperti wadah, suhu, media pelarutan, dan alat disolusi yang digunakan, dan faktor-faktor lain seperti bentuk sediaan, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan produk (SHARGEL DAN ANDREW, 1988).

Alat Disolusi

Dalam United States Pharmacopeia cara pengujian disolusi tablet dan kapsul dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objektif dalam keadaan menetapkan sifat disolusi suatu obat yang berada dalam sediaan padat. Karena kemampuan absorbsi dan kemampuan obat berada dalam tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalam keadaan melarut, karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting untuk menghasilkan produk yang memuaskan (ANSEL, 2008).

Secara singkat, alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan padat kapsul atau tablet terdiri atas motor pengaduk dengan kecepatan yang dapat diubah, keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk ditempelkan ke ujung pengaduk, bejana dari gelas atau bahan lain yang inert dan transparan dengan volume 1000 mL bertutup sesuai dengan di tengah-tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk dan ada dua lubang untuk memindahkan contoh dan satu lubang untuk menempatkan termometer, serta penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada media disolusi dalam bejana (ANSEL, 2008).

Menurut DEPARTEMEN KESEHATAN RI (1995) alat disolusi digolongkan menjadi dua, yaitu Alat 1 (metode rotating basket) dan Alat 2 (metode paddle).

Alat 1 (Metode Rotating Basket). Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 0,5C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air tetap halus termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar untuk mencegah penguapan sehingga dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 m). Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm 2 mm selama pengujian berlangsung. Gambar Alat 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

Alat 2 (Metode Paddle). Sama seperti Alat 1, perbedaannya digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm 2 mm selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam merupakan satu kesatuan yang dapat dilapisi dengan suatu lapisan inert yang sesuai. Alat 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 2. Alat 1 (Metode Rotating Basket) (DEPARTEMEN

KESEHATAN RI, 1995)

Gambar 3. Alat 2 (Metode Paddle) (DEPARTEMEN

KESEHATAN RI, 1995)

Pada tiap pengujian, volume dari media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-masing monografi) ditempatkan dalam bejana dan dibiarkan temperaturnya menjadi 37 0,5C. Kemudian satu tablet atau satu kapsul yang diuji dicelupkan ke dalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada waktu-waktu tertentu contoh dari media diambil untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet dan kapsul harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (ANSEL, 2008).

Media Disolusi

Media disolusi yang digunakan harus dapat melarutkan zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat. Suhu dalam media disolusi disesuaikan dengan kondisi tubuh, yaitu 37 0,5C, suhu ini harus dipertahankan selama pengujian disolusi karena dapat mempengaruhi kelarutan zat aktif. Beberapa jenis media yang biasa digunakan pada uji disolusi:

1. Pelarut air. Air suling biasanya digunakan untuk senyawa aktif yang kelarutannya tidak dipengaruhi oleh pH.

2. Larutan ionik. Larutan ionik adalah jenis pelarut yang paling banyak digunakan karena lebih mendekati keadaan saluran pencernaan makanan yang terdiri atas larutan HCl 0,1 N, larutan dapar, dan cairan lambung atau usus buatan.

3. Pelarut campuran. Pelarut campuran merupakan campuran antara larutan garam dan pelarut organik.

Interpretasi Data

Persyaratan disolusi dipenuhi apabila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilanjutkan hingga tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 dan S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5 % dan 15 % dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995). Tabel penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penerimaan Hasil Uji Disolusi (DEPARTEMEN

KESEHATAN RI, 1995)

TahapJumlah Yang Di UjiKriteria Penerimaan

S16Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q 5 %

S26Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15 %

S312Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari dua unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15 % dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q 25 %

Kromatografi

Menurut KHOPKAR (1990) dua langkah dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi komponen-komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai analisis kualitatif sedangkan langkah estimasinya adalah analisis kuantitatif. Langkah pertama, dapat dikatakan sederhana sedangkan analisis kuantitatif agak lebih rumit. Banyak sedikitnya sampel dan jumlah relatif konstituen penyusun sampel adalah karakteristik penting metode kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan perhitungan serta interpretasi data numerik.

Analisis kuantitatif adalah mengenai penentuan berapa suatu zat tertentu ada di dalam suatu contoh. Zat yang ditentukan atau analit dapat terdiri dari sebagian kecil atau besar dari contoh yang dianalisa (UNDERWOOD, 1991).

MULJA dan SUHARMAN (1995) mengemukakan bahwa kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam di bawah pengaruh pergerakan fase gerak (fase mobil). Kromatografi sendiri bertujuan untuk pemisahan komponen dari matriks sampel dan tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan untuk analisis. Dalam konteks ini, kromatografi dipakai sebagai metode analisis.

Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda karena ada perbedaan penahan secara selektif sehingga komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang tergantung pada karakteristik penyerapan (KHOPKAR, 1990).

MULJA dan SUHARMAN (1995) di samping itu, kromatografi dapat digunakan sebagai tujuan produksi dan preparatif, dalam hal ini komponen yang akan dipisahkan dari matriks sampel harus dikeluarkan kembali dalam fase diam sehingga didapatkan komponen murni (isolasi). Kromatografi dengan tujuan seperti ini, lebih terbatas pada kromatografi kolom, lapis tipis atau filtrasi gel.

Dasar kromatografi adalah mengubah sistem distribusi keseimbangan statis menjadi sistem distribusi keseimbangan dinamis linarut dalam sistem distribusi kesimbangan pada fase diam dan fase gerak.

Hingga saat ini setelah mengalami perkembangan yang pesat, metode kromatografi sudah menjadi metode yang rutin dilakukan di laboratorium analisis. Beberapa kegunaan metode kromatografi yang menguntungkan:

Kromatografi merupakan suatu proses berlipat ganda, artinya selama proses kromatografi terjadi banyak mengalami berulang kali kontak adsorbsi dan partisi komponen yang dipisahkan.

Jangkauan analisis untuk analisis kualitatif dan kuantitatif sangat luas dari rentang kadar yang sangat tinggi bahkan untuk preparatif, sampai kadar yang sangat rendah.

Dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat, untuk hal ini diperlukam operator yang memiliki keterampilan yang baik, berpengalaman, dan memiliki dasar pengetahuan teori yang memadai.

Biaya relaif murah dengan bahan yang mudah didapat bahkan pelarut pengembangannya dapat dipakai beberapa kali.

Ketelitian dan ketepatan yang memadai.

Dengan menggunakan cara kromatografi, pemisahan dalam banyak keadaan dilakukan lebih cepat dan efektif daripada sebelumnya dan banyak pemisahan rutin dapat berhasil yang kiranya tidak akan dapat dilakukan oleh teknik-teknik lain (UNDERWOOD, 1991).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Menurut MULJA dan SUHARMAN (1995) HPLC adalah istilah yang umum dipakai di dunia internasional yang mengandung dualisme pengertian yaitu High Performance Liquid Chromatography dan High Pressure Liquid Chromatography. Beberapa ilmuwan di Indonesia mempopulerkan istilah KCKT singkatan dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi sebagai pengganti istilah HPLC.

Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT ada dua, yaitu didapatkan pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat.

Maka diperlukan penatalaksanaan yang sudah dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain:

Dipilih pelarut pengembang atau pelarut pengembang campuran yang sesuai untuk komponen yang akan dipisahkan.

Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipakai juga harus diperhatikan.

Detektor yang memadai.

Pengalaman dasar KCKT yang baik serta pengalaman dan keterampilan kerja yang baik.

Beberapa keuntungan metode KCKT adalah dapat dilakukan pada suhu kamar, detektor KCKT dapat divariasi, pelarut pengembang dan kolom yang dapat digunakan berulang kali, serta ketepatan dan ketelitian yang relatif tinggi. KCKT mempunyai syarat untuk senyawa yang dipisahkan, yaitu cuplikan harus larut di dalam zat cair selain itu KCKT dapat dipakai untuk sebagian besar senyawa yang tidak mudah menguap dan senyawa yang berbobot molekul tinggi. KCKT dapat dipakai untuk senyawa anorganik yang sebagian besar tidak mudah menguap dan senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah (GRITTER dkk, 1991).

Proses Pemisahan

Sistem kromatografi dijalankan dengan cara yaitu fase gerak didorong melalui kolom dengan tekanan yang dikehendaki dan laju yang sesuai yang diinginkan. Setelah sistem mencapai kesetimbangan, contoh yang dilarutkan di dalam pelarut yang cocok disuntikkan ke dalam sistem. Linarut terbawa ke dalam kolom, dipisahkan dan keluar dalam efluen melalui detektor. Hasil deteksi dari detektor ditampilkan oleh penampil data untuk memperoleh data analitik atau untuk mencari di bagian mana berbagai komponen campuran itu terdapat dalam efluen (GRITTER dkk, 1991).

Instrumentasi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terdiri dari pompa yang mendorong fase gerak ke dalam suatu sistem, suatu injektor untuk memasukkan contoh, kolom untuk memisahkan komponen dalam contoh, detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang keluar dari kolom dan peralatan pengumpul data seperti komputer, integrator atau perekam. Instrumentasi KCKT dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Instrumentasi Kromatograf Cair Kinerja Tinggi

(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR.PEND.KIMIA/196611151991011HOKCU_SUHANDA/KULIAH_KIMIA_INSTRUMEN/KCKT.pdf)

Pembahasan mengenai masing-masing unit peralatan adalah sebagai berikut:

1. Tandon (Solvent Reservoir)

Dalam instrumen Kromatograf Cair Kinerja Tinggi (KCKT), biasanya dilengkapi dengan satu atau lebih tandon yang terbuat dari kaca atau baja tahan karat. Tandon dapat menampung lebih dari 500 mL eluen atau fase gerak. Fase gerak yang digunakan harus bebas dari gas-gas dan debu karena kedua hal tersebut dapat menganggu kinerja detektor (SKOOG dkk, 1992). Terdapat dua jenis fase gerak yaitu fase gerak fase terbalik dan fase gerak fase normal.

Kandungan utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat dicampur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, tetrahidrofuran, dan dimetilformamida ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat pula ditambahkan dapar dan atau surfaktan ion. Bila garam anorganik dan surfaktan ion digunakan fase gerak, sebelumnya harus disaring karena bahan tambahan ini sering mengandung sejumlah pengotor yang tidak larut dalam air yang mungkin membahayakan kolom. Fase gerak fase terbalik umumnya tidak mudah terbakar karena kandungan airnya tinggi.

Fase gerak fase normal biasanya tidak polar. Hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, dan heptana maupun isooktana sering digunakan. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, dan kloroform juga sering digunakan. Kelemahan utama sejumlah fase gerak normal adalah mudah terbakar.

2. Pompa Cairan

Menurut MULJA dan SUHARMAN( 1995), pengembangan metode analisis dengan KCKT dihadapkan dengan persoalan prinsip yaitu mendesain pompa yang memadai. Beberapa persyaratan sistem pompa KCKT adalah memberikan tekanan sampai 6000 psi, sama sekali bebas pulsa, memberikan kecepatan aliran 0,1 10 mL/menit, alirannya terkontrol dengan reprodusibilitas 0,5 % atau kurang (lebih baik), dan anti karat, oleh karena itu seal pompa terbuat dari bahan baja atau teflon.

Ada tiga macam jenis pompa yang banyak dipakai pada KCKT dimana ketiga macam pompa ini masing-masing memberikan kelebihan dan kekurangan. Pada umumnya saat ini pompa KCKT sudah dilengkapi dengan bagian pompa lain yaitu kontrol aliran dengan sistem terprogram (merupakan bagian umit pompa) yang dikendalikan dengan komputer yaitu reciprocating pumps, displacement pumps (syringe pumps), dan pneumatic pumps (constant pressure pumps).

Setiap pompa KCKT yang baik harus dapat melaksanakan sistem elusi dari isokratik ynag sederhana sampai sistem elusi dengan pemompaan otomatis yang sempurna. Sistem pompa KCKT sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua macam pompa pada KCKT, yaitu sistem elusi isokratik dan sistem elusi gradien. Pada sistem elusi isokratik dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam pelarut pengembang dengan perbandingan yang tetap, sedangkan pada sistem elusi gradien dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu. Ada dua macam sistem elusi gradien:

Sistem elusi tekanan tinggi, dalam sistem ini pencampuran larutan

pengembang dilakukan dengan memakai pompa-pompa bertekanan tinggi dari masing-masing botol, setelah itu dielusikan ke dalam kolom.

Sistem elusi tekanan rendah, dalam sistem ini pencampuran larutan

pengembang dilakukan dengan memakai pompa-pompa bertekanan rendah dengan pompa bertekanan tinggi ke dalam kolom.

3. Gerbang suntik

Menurut MULJA dan SUHARMAN (1995), pemasukan atau injeksi sampel untuk analisis dengam metode KCKT merupakan hal yang penting. Walaupun kolom telah memadai, hasil kromatogram tidak akan memadai jika injeksi sampel dilakukan tidak tepat.

Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT, yaitu injektor dengan memakai septum, injektor tanpa septum, dan injektor dengan pipa dosis. Sistem pipa dosis saat ini merupakan pilihan yang sangat tepat pada KCKT khususnya analisis kuantitatif. Sebab ketetapan jumlah volume sampel yang diinjeksikan akan sangat penting untuk analisis kuantitatif dan dapat diantisipasi dengan sistem pipa dosis (Sample Loop).

4. Kolom

Kolom pada KCKT merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen terjadi dalam kolom. Oleh karena itu harus diperhatikan dengan seksama tiga hal, yaitu pemilihan kolom yang sesuai, pemeliharaan kolom, dan uji terhadap spesifikasi kolom. Kolom akan menjadi kunci penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir dengan KCKT. Kolom pada KCKT dibuat lurus untuk mendapatkan efisiensi kolom yang tinggi. Kolom KCKT tinggi terbuat dari bahan metal anti korosif dan tahan zat kimia, bahan gelas tahan zat kimia, dan bahan gelas yang dilapisi bahan metal.

Dilihat dari jenis fasa diam dan fase gerak maka kromatografi cair kinerja tinggi (kolomnya) terdiri atas kromatografi fase normal dan kromatografi fase terbalik. Kromatografi fase normal fase diamnya bersifat polar seperti silika gel dan fase geraknya bersifat nonpolar. Kromatografi fase terbalik fase diamnya bersifat nonpolar dan fase geraknya bersifat polar. Keuntungan kromatografi fase terbalik adalah senyawa polar akan lebih baik pemisahannya pada kromatografi fase terbalik, senyawa yang mudah terionkan (ionik) yang tidak dapat dipisahkan oleh kromatografi fase normal akan dapat dipisahkan pada kromatografi fase terbalik, dan air dapat digunakan sebagai salah satu komponen pada pelarut pengembang campuran.

Pemeliharaan kolom dalam KCKT merupakan hal yang penting. Maksud pemeliharaan adalah memperpanjang jangka waktu pemakaian kolom dan mempertahankan kondisi prima kolom

Menurut JONSHON dan STEVENSON (1991), kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Kolom Analitik. Diameter dalam kolom ini sebesar 2-6 mm. Panjang kolom bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjangnya sekitar 5-100 cm, serta kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.

Kolom Preparatif. Umumnya kolom ini berdiameter sebesar 6 mm atau lebih besar dan panjangnya adalah 25-100 cm.

5. Oven Kolom.

Kolom KCKT diletakkan di dalam oven untuk menjaga temperatur kolom supaya stabil (tetap sesuai dengan program). Hal ini sangat penting untuk memperoleh stabilitas dan keterandalan dalam analisis dengan metode KCKT. Oven kolom yang banyak digunakan adalah dengan sistem sirkulasi udara panas bertekanan. Oven kolom dapat memuat kolom KCKT sampai empat kolom sekaligus dengan temperatur kerja sampai 99 C.

6. Detektor

Menurut MULJA dan SUHARMAN (1995), detektor pada KCKT akan memberikan informasi tentang sesuatu yang diperlukan sehubungan dengan tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan KCKT. Beberapa persyaratan detektor adalah:

Sensitivitas yang sangat tinggi dengan rentang sensitivitas 10-8 - 10-15 g solut perdetik.

Kestabilan dan reprodusibiliti yang sangat baik.

Memberikan respons yang linier terhadap konsentrasi solut.

Dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400C.

Tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang.

Mudah didapat dan mudah pemakaiannya oleh operator.

Selektif terhadap macam-macam solut di dalam larutan pengembang.

Tidak merusak sampel.

Dapat menghilangkan zone broadening dengan adanya pengaruh minimal internal volume.

Detektor pada KCKT dapat digolongkan atas dua macam yaitu detektor tipe G (general) yang mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, tidak bersifat selektif dan detektor tipe S (selektif) yang mendeteksi komponen dengan spesifik dan selektif.

Jenis detektor antara lain:

1. Detektor serapan optik terdiri atas detektor serapan UV-Vis dan detektor inframerah.

Detektor inframerah digunakan untuk mendeteksi gugus fungsional yang ada pada contoh sedangkan detektor sinar tampak dan ultraviolet (UV-Vis) adalah detektor yang sangat berguna di analisis farmasi. Ini disebabkan oleh kebanyakan obat mempunyai watak struktur yang cocok untuk menyerap sinar. Umumnya detektor ini berguna untuk senyawa aromatis dan jenis senyawa tidak jenuh lain. Semua detektor UV-Vis bekerja atas dasar hukum Beer, yaitu jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh terokan sebanding dengan panjang jalur terokan dan kadar analit dalam pelarut. Dengan peralatan yang ada diperdagangkan, umumnya dapat diukur kuantitas obat dalam nanogram. Dikenal detektor UV-Vis dengan panjang gelombang tetap dan beragam.

Detektor panjang gelombang tetap menggunakan penyaring atau sumber garis lampu yang menghasilkan panjang gelombang yang sesuai. Panjang gelombang yang sering digunakan adalah 254 nm yang berasal dari suatu lampu uap raksa tekanan rendah. Detektor panjang gelombang beragam biasanya menggunakan spektrofotometer untuk menebarkan cahaya dan memilih panjang gelombang di daerah UV-Vis, ini memungkinkan analis untuk memilih panjang gelombang yang paling cocok untuk menaikkan kepekaan dan atau keselektifan. Detektor ini memungkinkan penyidikan senyawa yang mengandung ikatan rangkap tunggal yang menyerap sinar pada panjang gelombang di bawah 220 nm. Selain mempunyai rentang gerak lurus yang lebar, detektor UV-Vis tidak merusak. Di samping itu, detektor ini relatif tidak peka terhadap perubahan kecepatan dan suhu fase gerak. Denyut pompa tidak begitu menimbulkan masalah kecuali pada kepekaan tinggi. Kelemahan utama detektor ini adalah tidak seragamnya tanggapan terhadap senyawa yang berbeda.

2. Detektor Elektrokimia yang digunakan untuk mendeteksi senyawa yang dapat mengalami reaksi oksidasi dan reduksi dengan kepekaan yang cukup tinggi.

3. Detektor Fluoresensi merupakan detektor yang peka untuk senyawa yang dapat berfluoresensi atau senyawa yang dapat diubah menjadi derivat yang terfluoresensi. Detektor ini bersifat selektif, artinya tidak semua senyawa dapat memberikan respon terhadap detektor ini.

4. Detektor Refraksi Indeks merupakan detektor universal yang memberikan respon apabila ada perbedaan indeks refraksi antara fase gerak dengan fase gerak yang mempengaruhi komponen asalkan indeks bias zat terlarut jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak.

5. Detektor Photo Diode Array. Walaupun detektor UV-absorbsi banyak dipakai namun karena materi yang diukur banyak maka cenderung akan ada puncak-puncak kromatogram yang tidak terdeteksi dan terjadi pergeseran puncak-puncak kromatogram.

Keistimewaan Detektor Photo Diode-Array antara lain:

Sistem optik tidak memakai cermin dan menjamin Spektral Purity dan mengabaikan Stray Radiation.

Hanya ada satu lensa fokus.

Detektor yang tidak ada pergerakan mekanis sehingga menjamin ketepatan panjang gelombang penentuan.

Kecepatan deteksinya 300-400 kali detektor PMT.

Rentang pengukuran 1900-600 nm.

Hollografik Grating yang tidak bergerak.

Detektor UV-Vis Photo Diode Array merupakan detektor yang sudah banyak dipakai pada KCKT, karena detektor UV-Vis Photo Diode Array menjamin derau dan pelayanan instrumental yang relatif sangat kecil (terabaikan). Pemakaian detektor UV-Vis Photo Diode Array untuk analisis multikomponen dengan elusi gradien pada KCKT dapat dikatakan sangat memadai untukQuantitative Accuracy.

6. Perekam

Perekam pada KCKT berfungsi untuk mencatat atau merekam hasil pemisahan yang sedang berlangsung di dalam kolom. Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatis yang sesuai. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas pik kromatogram secara otomatis (HARMITA, 2006).

Obat bebas

Reseptor

Reseptor biologis

Jaringan

(Depo)

3