tinjauan pustaka dan landasan...
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
Bab ini memaparkan mengenai literatur-literatur yang dijadikan
sebagai sumber kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas
dalam skripsi yang berjudul “Perkembangan Perusahaan Dodol Pusaka
Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Suci Kaler Kecamatan
Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun 1985-1998.” Kajian dalam tinjauan
pustaka ini akan dibagi ke dalam sub judul yang sesuai dengan pokok
permasalahan yaitu:
2.1 . Tinjauan Pustaka
2.1.1. Industri Rumah Tangga
Buku yang dijadikan sumber referensi dalam membahas mengenai
perkembangan industri rumah tangga ini adalah buku yang ditulis oleh Redaksi
Agromedia Pustaka yang berjudul 22 Peluang Bisnis Makanan Untuk Home
Industri (2007). Prolog yang terdapat dalam buku itu mendefinisikan mengenai
pengertian usaha rumah tangga. Menurut Badan Pusat Stastistik, usaha rumah
tangga adalah usaha yang dijalankan oleh satu sampai empat orang. Sedangkan
menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengemukakan bahwa
usaha rumah tangga adalah suatu perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha
di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi
otomatis.
17
Pada buku ini hanya memberikan berbagai macam alternatif usaha rumah
tangga dalam bidang pengolahan makanan yang dapat dijadikan usaha atau
peluang bisnis. Diantaranya mengenai pemilihan jenis usaha yang dianggap
sedang diminati oleh khalayak ramai disertai dengan cara pembuatan jenis-jenis
makanan seperti: kue-kue basah, dodol dan lainnya. Akan tetapi dalam buku ini
tidak dibahas secara mendalam mengenai seluk beluk usaha rumah tangga ini dan
bagaimana perkembangannya. Kontribusi buku ini dalam penelitian memberikan
pemahaman kepada peneliti mengenai pengertian usaha rumah tangga menurut
Badan Pusat Stastistik dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Buku kedua yang dijadikan sumber rujukan adalah buku mengenai Usaha
Kecil dan Menengah di Indonesia (Beberapa Isu Penting) yang ditulis oleh Dr.
Tulus T.H. Tambunan (2002). Salah satu bab dari buku ini membahas mengenai
profil Industri Kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) dengan melihat
perbedaan di antara kedua jenis usaha rakyat ini. Perbedaan tersebut terutama
dalam aspek organisasi, manajemen, metode atau pola produksi, teknologi dan
tenaga kerja produk, dan lokasi usaha. Industri rumah tangga pada umumnya
adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti menerapkan
sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu
perusahaan modern, tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang
jelas.
Proses produksi dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik
usaha, mereka tidak mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat
sederhana yang pada umumnya manual dan sering kali direkayasa sendiri dan
18
banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar (khususnya anggota
keluarga). Sebagaian besar industri rumah tangga terdapat di daerah pedesaan dan
kegiatan produksi pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan
di sektor pertanian. Pada saat musim tanam dan musim panen kegiatan di IRT
menurun tajam karena sebagian besar pengusaha dan pekerja di IRT kembali ke
sektor pertanian dan sebaliknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian,
mereka kembali melakukan kegiatan IRT.
Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT
karena pada umumnya pemilik usaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT
berfrofesi sebagai petani atau buruh tani. Jadi dapat dikatakan bahwa pekerjaan
utama mereka adalah bertani, sementara kegiatan IRT hanyalah merupakan
kegiatan sambilan atau sebagai sumber tambahan bagi pendapatan keluartga.
Implikasi dari adanya keterkaitan ini adalah bahwa distribusi pendapatan di
pedesaan atau di sektor pertanian pada khususnya sangat mempengaruhi
perkembangan IRT.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Tambunan, ia kemudian
membedakan antara IK (demand-pull based SSIs) dan IRT (supply-push based
SSIs). Perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah aspek serperti tingkat
pendapatan, motivasi pengusaha melakukan kegiatan (tujuan usaha), tingkat
pendidikan pengusaha, jenis produk yang dibuat, nilai investasi awal, faktor
utama pendorong kegiatan dan laju pertumbuhan.
19
Secara keseluruhan buku ini memberikan informasi dan pemahaman
kepada peneliti mengenai perbedaan yang mendasar antara IRT dan IK, sehingga
relevan sekali apabila buku ini digunakan sebagai acuan sumber dan kerangka
berpikir peneliti dalam memahami lebih dalam permasalahan yang dikaji.
Artikel yang dijadikan sebagai sumber referensi dalam membahas
mengenai perkembangan industri rumah tangga adalah artikel yang ditulis oleh
Suzan Dwi Selawati yang berjudul Home Industri dan Koperasi; Mutualisme Dua
Kegiatan Ekonomi Sebagai Langkah Awal untuk Mengentaskan Kemiskinan
(2007). Pada pemaparan pertama artikel ini membahas mengenai pengertian home
industri yaitu, home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung halaman.
Sedangkan industri (berdasarkan Kamus Ilmiah Populer yang diterbitkan oleh
ARKOLA Surabaya) dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang dan
perusahaan. Jadi Home Industry adalah rumah usaha produk barang atau juga
perusahaan kecil.
Home Industry dapat dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis
kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas
tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil
adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 1.000.000.000,-. Kriteria lainnya dalam UU No. 9 Tahun 1995 adalah: milik
WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha
menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan
hukum maupun tidak.
20
Artikel ini juga membahas mengenai pelaku industri rumah tangga yaitu
keluarga sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang mengajak
beberapa orang sebagai karyawan yang berdomisili tidak jauh dari rumah
produksi tersebut untuk melakukan kegiatan ekonomi yang berbasis di rumah.
Industri rumah tangga juga pada umumnya merupakan usaha keluarga yang turun
menurun dengan skala yang tidak terlalu besar, namun kegiatan ekonomi ini
secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan untuk sanak saudara ataupun
tetangga di kampung halamannya. Namun isi dari artikel ini kurang membahas
secara mendalam mengenai seberapa besar pencapaian kesuksesan yang dapat
diraih oleh masyarakat yang berkecimpung di bidang industri rumah tangga ini.
Artikel ini memberikan kontribusi dalam penulisan peneliti dalam melihat
sudut pandang mengenai keberadaan industri rumah tangga yang dianggap kecil
dan tidak berguna ternyata mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi
kehidupan masyarakat sekitar.
2.1.2. Industri Kecil
Buku pertama yang dijadikan sumber referensi adalah buku yang ditulis
Mubyarto yang berjudul Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (1983).
Buku ini terlebih dahulu diuraikan mengenai definisi industri kecil. Industri kecil
adalah industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga.
Dalam buku ini juga dibahas mengenai peranan penting industri kecil bagi
pembangunan ekonomi pedesaan, usaha pemerataan dan memberikan lapangan
kerja bagi penduduk pedesaan yang umumnya tidak bekerja secara penuh,
21
memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja / kepala keluarga, tetapi
juga bagi anggota-anggota keluarga yang berada di daerah sekitar tempat
produksi.
Buku ini juga memaparkan mengenai masalah pokok industri kecil
pedesaan, yaitu, pemasaran, permodalan, keterampilan teknik dan manajeman
serta peranan pemerintah dalam usaha mengatasi permasalahan tersebut. Namun
dalam buku ini kurang memaparkan secara detail mengenai usaha-usaha apa saja
yang perlu dilakukan para pengusaha kecil dalam mengatasi hambatan-hambatan
utamanya yaitu mengenai permodalan, pemasaran, peningkatan keterampilan dan
manajemen serta perbaikan mutu dan design-design produknya. Secara
keseluruhan buku ini memberikan informasi kepada peneliti mengenai gambaran
industri kecil yang peneliti sisipkan dalam latar belakang permasahan skripsi
sebagai solusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
Buku kedua berjudul Analisis Ekonomi Jawa Barat yang diedit oleh
Sutyastie Soemitro, Armida S. Alisjahbana, Rina Indiastuti, Ferry Hadiyanto
(2003). Buku ini memaparkan mengenai definisi industri kecil yang termasuk
ke dalam industri kerajinan dan rumah tangga yang telah dibina dan didorong
perkembangannya, terutama industri yang berorientasi pada pemanfaatan
potensi sumber daya alam dan tenaga kerja. Selain industri besar dan
menengah, kelompok industri kecil mempunyai peranan strategis dalam
peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
serta mengurangi kemiskinan. Di samping itu di dalam industri kecil pun
terdapat hambatan yang dihadapi yaitu masih banyaknya komoditas industri
22
yang kwalitasnya masih rendah sehingga kurang mempunyai daya saing di
pasar regional, nasional, maupun internasional.
Masih dalam buku yang sama diungkapkan mengenai apa itu Usaha
Kecil menengah (UKM), kriteria, peran dan fungsinya. UKM adalah jenis
usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, memiliki asset antara
Rp.1-5 miliyar (definisi BPPN), dan mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang cukup besar. Krisis moneter yang terjadi tersebut menimbulkan
banyaknya UKM yang gulung tikar atau mengalami kesulitan dalam mencicil
atau melunasi kreditnya. Kriteria usaha kecil dan menengah sampai saat ini
batasan mengenai usaha kecil di Indonesia beragam.
Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas dapat peneliti pahami
bahwa keberadaan UKM sangat membantu jutaan rakyat kecil yang sebagian
besar bertumpu dari sektor ini. Artinya UKM ini menjadi sumber mata
pencaharian yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang menyediakan
lapangan kerja bagi mereka yang kurang terdidik dan memiliki keterampilan
rendah. Sektor ini telah menjadi sumber tambahan pendapatan bagi golongan
masyarakat miskin dan berperan mengurangi beban kemiskinan di desa-desa.
Buku ketiga yang dijadikan kajian pustaka adalah buku yang berjudul
Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan, karya Irsan Azhary Saleh
(1991). Buku ini menjelaskan kegiatan industri yang mayoritas dikelola oleh
pengusaha lokal dan proses produksinya dilakukan dengan porsi rendah dan
sederhana, yang sebagian kegiatannya berlokasi di daerah pedesaan. Metode
23
produksi yang tradisional masih menjadi sifat dasar dari industri kecil, pada
umumnya bersifat informal, dan tidak terorganisir dengan baik.
Buku tersebut juga menjelaskan tentang 2 (dua) pola pengelolaan usaha
oleh para pemilik usaha industri kecil, yaitu: sebagian besar pengusaha industri
kecil hanya sekedar bekerja tanpa berprestasi untuk mengembangkan usaha
mereka lebih jauh. Pola keduanya adalah bahwa pemilik usaha industri kecil yang
memliki motivasi yang cukup tinggi untuk berkembang dan berprestasi. Buku ini
menjelaskan juga mengenai beberapa kendala dalam perkembangan industri kecil
dan kerajinan home industri. Namun, buku tersebut kurang membahas mengenai
langkah-langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh pengusaha kecil untuk
meningkatkan etos kerja dirinya juga tenaga kerjanya sehingga dapat
menghasilkan produk atau komoditi yang berkwalitas.
Sumber referensi berikutnya adalah artikel yang berjudul Faktor-Faktor
Persaingan dalam Industri Mebel dan Pengaruhnya terhadap Strategi Pemasaran
Pada Sentra Kerajinan Mebel Dikelurahan Bukir, Kecamatan Gadingrejo Kota
Pasuruan yang ditulis oleh Agus Sobari (2007). Pada umumnya artikel ini
menjelaskan bahwa dalam menjalankan usaha baik industri rumah tangga, industri
kecil dan menengah di Indonesia ini tengah menghadapi persaingan dari berbagai
pihak. Tidak hanya dengan sesama industriawan yang mempunyai skala yang
sama tetapi juga dengan pengusaha-pengusaha besar. Artikel ini juga memaparkan
mengenai perubahan dari proteksi ke liberalisasi yang cepat bisa mengakibatkan
banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang mengalami penurunan pangsa
pasar dikarenakan produk mereka tidak mampu bersaing dengan barang-barang
24
impor yang harganya relatif lebih murah dan kwalitasnya lebih baik. Selain itu
dibahas pula mengenai upaya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh industri rumah tangga, industri kecil dan menengah tersebut melalui
berbagai terobosan pasar baru, penetapan strategi pasar yang jitu, peningkatan
kwalitas produk, dan daya saing produk yang dihasilkan. Artikel ini memberikan
inspirasi bagi peneliti dalam mengatasi permasalahan dalam industri kecil.
Artikel kedua ditulis oleh Mudrajad Kuncoro dengan judul Usaha Kecil di
Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan (2000). Pada artikel ini
akan dibahas mengenai dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia.
Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan
tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari,
1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik
dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri
berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja
1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah
dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau
lebih (BPS, 1999:250).
Masih dalam artikel yang sama memaparkan mengenai tantangan yang
dihadapi pengusaha kecil yaitu: pertama, bagi pengusaha kecil dengan omzet
kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
25
menjaga kelangsungan hidup usahanya. Mereka umumnya tidak membutuhkan
modal yang besar untuk ekspansi produksi. Bisa dipahami bila kredit dari BPR
dan TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja
mereka. Kedua, bagi pengusaha kecil dengan omzet antara Rp 50 juta hingga Rp 1
milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai
memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa usaha di
bidang industri kecil selain banyak memberikan kontribusi terhadap
masyarakat yang memiliki ekonomi lemah dalam memberikan lapangan
pekerjaan, industri kecil pun dalam pertumbuhan usahanya tidak selalu
berjalan mulus. Untuk itu diperlukan suatu solusi yang tepat untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya tersebut. Dalam artikel ini kurang
dibahas secara mendalam mengenai solusi yang tepat untuk menghadapi
tantangan ataupun hambatan yang dapat menghancurkan usaha yang sudah
dibangun dengan susah payah.
Artikel ini pun sedikitnya memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini dimulai dari
pengertian industri kecil dan peranannya dalam membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar.
2.1.3. Ekonomi Kerakyatan
Buku pertama yang dijadikan sumber referensi adalah buku yang
ditulis oleh Mubyarto yang berjudul Ekonomi Rakyat, Program IDT dan
26
Demokrasi Ekonomi Indonesia (1997). Buku tersebut memberikan informasi
mengenai pengembangan ekonomi kerakyatan. Buku ini mengemukakan
usaha yang bersifat mandiri adalah ciri khas usaha sektor ekonomi rakyat.
Apabila kita ingin mengembangkan perekonomian rakyat, kita perlu meneliti
di mana kekuatan dan kelemahannya agar ditemukan cara-cara atau metode
yang paling tepat untuk mengembangkannya. Ekonomi rakyat yang tidak
didukung oleh modal kuat dan teknologi yang maju, yang dengan sendirinya
merupakan ekonomi lemah, akan tetapi bisa bertahan meskipun harus
bersaing secara keras dengan ekonomi modern yang ”efisien” dan
mengglobal.
Kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat terletak pada
kemampuannya untuk berswadaya, yaitu mengandalkan pada kekuatan
”modal sendiri”. Artinya ”pengusaha” ekonomi rakyat atau ekonomi lemah
tidak membayar bunga modal dan upah buruh yang tinggi kepada pihak
ketiga. Bagaimanapun ekonomi rakyat adalah ”strategi berorganisasi
ekonomi” bagi rakyat miskin. Orang miskin tidak akan menetapkan ”target
keuntungan” yang ingin diraih dalam setiap kegiatannya. Yang ingin dicapai
adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya.
Pembahasan yang terdapat dalam buku tersebut sayangnya belum begitu
menguraikan mengenai macam-macam usaha apa saja yang termasuk ke
dalam ekonomi kerakyatan yang dianggap memberikan sumbangsih bagi
masyarakat kecil.
27
Buku kedua yang dijadikan referensi adalah buku yang ditulis oleh
Prof. Dr. Cornelis Rintuh yang berjudul Kelembagaan dan Ekonomi rakyat
(2003). Buku ini terlebih dahulu mengemukakan mengenai pengertian
ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan
dan kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumber daya apa
saja yang dapat dikuasainya setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya beserta keluarganya. Dalam konteks permasalahan yang sederhana,
ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup (survival) dari rakyat miskin.
Menurut Mubyarto (1996), ekonomi rakyat atau perekonomian rakyat
mempunyai ciri-ciri :
1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar,
2. Dikelola dengan cara-cara swadaya,
3. Bersifat mandiri sebagai ciri khasnya,
4. Tidak ada buruh dan tidak ada majikan,
5. Tidak mengejar keuntungan.
Pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan berarti juga pembangunan
pedesaan tetapi lebih sulit ditekankan pada upaya meningkatan pendapatan petani.
Pembangunan ekonomi rakyat karena sebagian besar rakyat hidup di sektor
pertanian yang berarti juga pembangunan pertanian yang sekaligus merupakan
upaya peningkatan pendapatan rakyat di pedesaan.
28
Dalam hal pemerataan, ekonomi rakyat mempunyai peluang yang lebih
besar karena mampu menjangkau masyarakat sehingga tingkat paling bawah.
Oleh karena itu, usaha mencapai tujuan ekonomi rakyat dan swasta harus berjalan
seimbang sehingga pada akhirnya tercapai masyarakat yang adil dan makmur.
Namun pembahasan ini belum banyak memaparkan mengenai kelemahan-
kelemahan dari ekonomi kerakyatan. Hanya sebatas memaparkan kekuatan dari
ekonomi kerakyatan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti memperoleh pemahaman bahwa
ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang tumbuh dalam
lingkungan keluarga dalam masyarakat kecil. Kegiatan ekonomi ini merupakan
kegiatan ekonomi sederhana yang hanya bertumpu pada modal sendiri. Dalam
pemaparannya buku ini memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini mengenai peranan
ekonomi kerakyatan bagi masyarakat menegah ke bawah.
Buku ketiga adalah buku yang ditulis oleh Ahmad Erani Yustika
dengan judul Pembangunan dan Krisis, Memetakan Perekonomian Indonesia.
Pada buku ini dikemukakan mengenai pengembangan ekonomi kerakyatan yang
dipicu oleh realitas bahwa sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia bergerak
pada usaha berskala kecil. Dilihat dari kacamata ekonomi, pembangunan berbasis
kerakyatan berarti pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada kesejahteraan
rakyat dengan bertumpu kepada pemberian kesempatan kerja yang sama dan
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk beraktivitas di bidang ekonomi (demokrasi
ekonomi). Jika sebagian besar kegiatan ekonomi suatu negara disumbang oleh
29
usaha menengah dan kecil yang banyak menampung tenaga kerja, maka sudah
selayaknya apabila keduanya mendapatkan perhatian yang lebih besar. Salah satu
pilar dari ekonomi kerakyatan adalah keberadaan usaha ekonomi skala kecil dan
menengah (UKM) yang selama ini menjadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja
di Indonesia. Akan tetapi dalam buku ini tidak dibahas mengenai bentuk perhatian
yang besar dari pemerintah seperti apa untuk menyejahterakan usaha kecil
menengah yang merupakan tumpuan sebagian besar masyarakat Indonesia. Buku
ini juga memberikan kontribusi mengenai deskripsi ekonomi kerakyatan yang
peneliti bahas dalam latar belakang permasalahan skripsi.
Artikel yang dijadikan sumber referensi dalam membahas mengenai
ekonomi kerakyatan adalah artikel yang ditulis oleh Abdul Madjid Sallatu dan
Sultan Suhab dengan judul Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Pergulatan
Mewujudkan Keadilan Sosial di Era Destoda. Pembahasan awal dalam artikel ini
memaparkan mengenai komunitas ekonomi rakyat sebagai salah satu sel
penyusun tubuh ekonomi negara dan merupakan sumber kekuatan bagi
perekonomian nasional secara keseluruhan. Untuk itu pemberdayaan ekonomi
rakyat perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional,
sehingga ekonomi rakyat (pengusaha kecil, menengah dan koperasi) dapat
menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional.
Pemberdayaan ekonomi rakyat pun harusnya mampu mengatasi dan
mengurangi kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengusaha kecil,
menengah, dan koperasi pada sektor industri pengolahan serta pedagang kecil di
sektor perdagangan dan jasa. Keterbatasan dan hambatan-hambatan tersebut
30
antara lain keterbatasan sumberdaya manusia (norma dan organisasi),
keterbatasan akses modal dan sumber-sumber pembiayaan aktivitas ekonominya
sehari-hari.
Hal ini memungkinkan melalui upaya perbaikan dan pengembangan dalam
pendidikan kewirausahaan dan manajemen usaha serta penataan sistem
pendidikan nasional. Selain itu diperlukan peningkatan produktivitas dan
penguasaan pasar agar mampu menguasai, mengelola dan mengembangkan pasar
dalam negeri. Di samping itu, upaya mendorong pembentukan kelembagaan
swadaya ekonomi rakyat seperti kelompok pra-koperasi dan koperasi menjadi
wahana meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing pelaku usaha kecil
yang bukan hanya tinggal di pedesaan, tetapi juga tersebar dan termarginalisasi
dalam kehidupan perkotaan.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dipahami oleh peneliti bahwa
kemampuan profesionalisme pelaku usaha kecil tersebut perlu dikembangkannya
secara berkesinambungan, agar mampu mengelola dan mengembangkan usahanya
secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan peran
utamanya dalam segala bidang yang mendukung pengembangan ekonomi
kerakyatan. Dalam pemaparannya buku ini memberikan kontribusi kepada
peneliti dalam menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini
mengenai upaya ekonomi kerakyatan dalam mengatasi permasalahan ekonomi
masyarakat menegah ke bawah.
Artikel kedua yang dijadikan kajian pustaka adalah artikel yang ditulis
oleh Coki Ahmad Syahwier dengan judul Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi
31
Pertanian. Artikel ini mengemukakan bahwa sebenarnya hampir 90% barang dan
jasa yang dihasilkan dari kapasitas ekonomi nasional, berasal dari ekonomi rakyat.
Bahkan, usaha-usaha ekonomi rakyat yang direpresentasikan usaha mikro, kecil,
dan menengah telah mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak yang berpotensi
menjadi pendorong permintaan efektif konsumsi masyarakat. Keadaan ini,
seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan dan menjalankan
semua kebijakan ekonomi nasional maupun daerah.
Artikel ini juga membahas mengenai ekonomi rakyat yang berpotensi
sangat besar untuk menggerakkan perekonomian nasional dilihat dari karakteristik
alam dan tatanan sosiologis penduduknya. Pasar dalam negeri saja sudah menjadi
potensi mengingat jumlah penduduknya melebihi 200 juta jiwa. Apalagi kalau
usaha-usaha ekonomi rakyat dikembangkan dengan teknologi yang membuat
proses produksi menjadi efisien dan akses permodalan yang mudah. Tentu usaha
ekonomi rakyat akan berkembang sejalan dengan penguatan manajemen makro
ekonomi yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Artikel tersebut lebih menekankan pembahasan mengenai kontribusi
ekonomi kerakyatan bagi kemajuan perekonomian nasional. Oleh karena itu
peranan ekonomi kerakyatan harus ditingkatkan dan didukung oleh berbagai
pihak agar keberadaannya berkesinambungan dan mampu memberikan kontribusi
yang lebih baik lagi bagi perekonomian nasional. Dalam pemaparannya artikel ini
memberikan kontribusi kepada peneliti dalam menjelaskan latar belakang
32
permasalahan dalam skripsi ini mengenai peranan ekonomi kerakyatan bagi
mayoritas masyarakat Indonesia yaitu masyarakat menengah ke bawah.
Artikel selanjutnya adalah Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika
Perubahan yang ditulis oleh Adi Sasono. Artikel ini mengemukakan mengenai
pokok-pokok pikiran ekonomi kerakyatan yaitu: pertama, mengenai fokus
kebijaksanaan ekonomi adalah usaha kecil/menengah. Kedua, terjebaknya usaha
kecil dan menengah di dalam kelumpuhan sumberdaya serta keadaan mereka yang
miskin, ketidakpastian dan resiko yang tinggi praktis telah mengasingkan mereka
dari sumber-sumber modal, keahlian, informasi dan peluang bisnis yang
merupakan komoditi ekonomi yang senantiasa bergerak menuju lokasi dengan
potensi keuntungan tertinggi. Selama kebijakan tidak memberi manfaat kepada
UKM, semua sumberdaya itu hanya akan bergerak ke arah usaha besar. Hanya
dengan memberi manfaat kepada UKM maka kesenjangan dapat dijembatani.
Ketiga, fokus kebijaksanaan ekonomi kepada Usaha Kecil Menengah
merupakan suatu keharusan apabila kita memperhatikan mereka adalah mayoritas
pelaku usaha di Indonesia. Berdasarkan data BPS Desember 1998 menunjukkan
bahwa terdapat 39,8 juta pengusaha di Indonesia, dimana 99,8% adalah
pengusaha kecil dan hanya 0,2% pengusaha besar dan menengah. Dari jumlah
39,8 juta diatas, komposisi sektoral adalah pertanian 62,7%, perdagangan,
perhotelan dan restauran 22,67%, Industri 5,7% dan Jasa sebesar 3,9%. Dari
komposisi volume usaha sejumlah 99,85% volume usahanya dibawah 1 miliar,
0,14% diantara 1-50 miliar, dan 0,01% yang diatas 50 miliar. Dari komposisi
33
penyerapan tenaga kerja, kelompok pertama tersebut menyerap 88,66%,
kelompok kedua menyerap 10,78% dan yang ketiga menyerap 0,56%.
Artikel ini membantu peneliti dalam memberikan kontribusi kepada
peneliti dalam menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini
mengenai pokok-pokok pikiran ekonomi rakyat yang harus lebih diperhatikan
pemerintah karena merupakan tumpuan mayoritas masyarakat Indonesia.
2.2. Landasan Teoritis
2.2.1. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial merupakan suatu gejala yang akan selalu ada dalam
masyarakat, karena masyarakat selalu berubah dalam aspek terkecil sekalipun.
Oleh karena itu kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan
gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Hakikat manusia yang
selalu dinamis membawa manusia kepada sesuatu yang baru dalam kehidupannya,
sehingga akan berimplikasi kepada adanya suatu perubahan ataupun pergantian
dalam unsur-unsur tersebut. Perubahan ini terkait dengan lokasi, manusia, serta
sisi fungsional dari unsur-unsur lama dan unsur-unsur baru, serta kondisi
lingkungan yang ada, sehingga menimbulkan fenomena-fenomena yang menarik
dari sebuah perubahan sosial yang terjadi (Saripudin, 2005 : 131).
Penyebab perubahan itu antara lain terselenggaranya pendidikan modern
(literacy), pembangunan ekonomi, kehadiran media massa, perubahan pekerjaan
dari sektor pertanian ke sektor industri, hadirnya barang-barang konsumen, mesin
modern dan gedung, serta pencanggihan organisasi militer. Semakin dalam
34
perubahan unsur-unsur di atas, semakin besar efeknya kepada masyarakat
setempat.
Menurut Gilin dan Gilin perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-
cara hidup yang telah diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idelogi maupun karena
adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut
(Saripudin, 2005:131).
Perubahan sosial menurut Soekanto adalah memberikan tekanan akan
pentingnya pembangunan pada gejala-gejala sosial yang dihubungkan dengan
suatu proses yaitu pertumbuhan dan perkembangan teknologi, pertumbuhan dan
perkembangan manusia dalam mengendalikan alam (Saripudin, 2005: 132).
William F. Ogburn mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial
meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun yang immaterial, yang
ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial (Saripudin, 2005: 132).
Menurut Mac Iver, perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
(Saripudin, 2005 : 133). Jadi dapat dikatakan bahwa perubahan sosial terjadi
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur
geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. (Soekanto, 2005: 305).
Jadi dengan demikian perubahan sosial yaitu suatu perubahan dalam suatu
kehidupan masyarakat baik dikarenakan adanya perkembangan dalam aspek
35
teknologi, perubahan dalam aspek geografi, kebudayaan, ekonomis maupun
biologis yang bergerak secara dinamis.
2.2.2. Teori –teori Perubahan Sosial
Herbert Spencer, August Comte, Oswald Spengler, Wilfred Pareto, Karl
Mark, Max Weber, dan Ferdinand Tonnies merupakan para sosiolog yang
memberikan pemikiran mengenai teori-teori perubahan sosial. Pemikiran para
sosiolog ini saling mempengaruhi satu sama lain, walaupun terdapat pertentangan
pendapat diantara mereka sendiri (Saripudin, 2005: 134).
Teori yang digunakan peneliti adalah teori perubahan sosial menurut
Ferdinand Tonnies. Teoti tersebut didasarkan atas perkembangan masyarakat atau
sistem sosial sebagai garis linier dari mulai kecil sampai menjadi besar. Tonnies
mengatakan bahwa suatu masyarakat mengalami fase gemeinschaft atau fase
gesellschaft. Sifat khas dari masyarakat gemeinschaft ialah adanya keterikatan
yang bersifat emosional dibandingkan yang lebih bersifat rasional lugas.
Berkembangnya manusia dari gemeinschaft ke gesellschaft mengakibatkan
perubahan sosial dan sebagai akibat penyesuaian diri terhadap perubahan situasi
obyektif atau di luar diri (Saripudin, 2005 : 135).
Teori Tonnies tentang Gemeinschaft dan Geselschaft merupakan teori
penting yang akhirnya berhasil membedakan konsep tradisional dan modern
dalam suatu organisasi sosial, yaitu Gemeinschaft (yang diartikan sebagai
kelompok atau asosiasi) dan Gesellschaft (yang diartikan sebagai masyarakat atau
masyarakat modern). Gemeinschaft adalah sebagai situasi yang berorientasi nilai-
36
nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang
mendominasi kekuatan sosial (Aji Hertantyo, 2007: http://adjhee.wordpress
.com/2007/ 12/12/teori-perubahan masyarakat-ferdinand-tonnies/).
Jadi secara tidak langsung Gemeinschaft timbul dari dalam individu dan
adanya keinginan untuk memiliki hubungan atau relasi yang didasarkan atas
kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Individu dalam hal ini diartikan sebagai
pelekat/perekat dan pendukung dari kekuatan sosial yang terhubung dengan teman
dan kerabatnya (keluarganya), yang dengannya mereka membangun hubungan
emosional dan interaksi satu individu dengan individu yang lain. Status dianggap
berdasarkan atas kelahiran, dan batasan mobilisasi juga kesatuan individu yang
diketahui terhadap tempatnya di masyarakat.
Gesellschaft sebagai sesuatu yang kontras, menandakan terhadap
perubahan yang berkembang, berperilaku rasional dalam suatu individu dalam
kesehariannya, hubungan individu yang bersifat superficial (lemah, rendah,
dangkal), tidak menyangkut orang tertentu, dan sering kali antar individu tak
mengenal, seperti tergambar dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran
nilai, latar belakang, norma, dan sikap, bahkan peran pekerja tidak terakomodasi
dengan baik seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga
mobilisasi.
Tonnies memaparkan Gemeinschaft adalah bentuk-bentuk kehendak, baik
dalam arti positif maupun negatif, yang berakar pada manusia dan diperkuat oleh
agama dan kepercayaan, yang berlaku di dalam bagian tubuh dan perilaku atau
kekuatan naluriah. Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi tiga jenis, yaitu :
37
1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada
ikatan darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhannya masyarakat yang
semacam ini makin lama makin menipis, contoh: Kekerabatan,
masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat di DI. Yogyakarta, Solo, dan
sebagainya.
2. Gemeinschaft of place (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan
diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan
untuk saling tolong-menolong, contoh : RT dan RW.
3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada
ideologi atau pikiran yang sama.
Ketiga bentuk ini dapat ditemui pada masyarakat yang berada di kota
maupun yang berada di desa (Aji Hertantyo, 2007:http://adjhee
.wordpress.com/2007/12/12/teori-perubahan masyarakat-ferdinand-tonnies/).
Gemeinschaft (komunitas) ditandai oleh ikatan sosial bersifat pribadi,
akrab,dan tatap muka (primer). Ciri-ciri ikatan sosial ini seperti yang
dikemukakan sebelumnya ialah berubah menjadi impersonal, termediasi, dan
sekunder dalam masyarakat modern (Gesellschaft). Keunikan pendekatan Tonnies
terlihat dari sikap kritisnya terhadap masyarakat modern (Gesellschaft), terutama
nostalgianya mengenai kehidupan tipe komunitas/ kelompok/ asosiasi
(Gemeinschaft) yang lenyap.
Tonnies adalah contoh langka penganut evolusionisme yang tak
menganggap evolusi identik dengan kemajuan. Menurutnya, evolusi terjadi secara
berlawanan dengan kebutuhan manusia, lebih menuju kearah memperburuk
38
ketimbang meningkatkan kondisi kehidupan manusia. Menurut Tonies faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat dimana prinsip evolusi yang ia
miliki hampir sama dan senada dengan prinsip evolusi ahli lain seperti Max
Weber begitu juga dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diantara
penyebab terjadi perubahan itu adalah adanya kecenderungan berfikir secara
rasional, perubahan orientasi hidup, proses pandangan terhadap suatu aturan dan
sistem organisasi.
Perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam struktur sosial. Menurut
Linton struktur sosial yaitu status dan peran. Status merupakan suatu kumpulan
hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status..
Linton berpendapat bahwa seseorang menjalankan peran ketika ia menjalankan
hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Tipologi lain yang dikenalkan oleh
Linton adalah pembagian status menjadi status yang diperoleh (ascribed status)
dan status yang diraih (achieved status). Status yang diperoleh adalah status yang
diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar
individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan
sebagai status yang memerlukan kwalitas tertentu. Status seperti ini tidak
diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan
atau usaha pribadi (Widodo, 2008: http://learningof.slametwidodo.com
/2008/02/01/proses-proses-perubahan-sosial-perubahan-stratifikasi-dan-struktur-
sosial/).
Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu
susunan atau stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep kelas, status
39
dan kekuasaan merupakan pandangan yang disampaikan oleh Max Weber.
Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya
didasarkan pada penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam
meraih keuntungan dalam pasar komoditas dan tenaga kerja. Keduanya
menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam hierarkhi ekonomi.
Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola
konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
ras,usia dan agama (Widodo,2008: http://learningofslametwidodo.com/2008/02/
01/ proses -proses-perubahan-sosial-perubahanperubahan-stratifikasi-danstruktur-
sosial/).
Teori inkonsistensi status telah mencoba menelaah tentang adanya
inkonsistensi dalam individu sebagai akibat berbagai status yang diperolehnya.
Konsep ini memberikan gambaran bagaimana tentang proses kemunculan kelas-
kelas baru dalam masyarakat sehingga menimbulkan perubahan stratifikasi sosial
yang tentu saja mempengaruhi struktur sosial yang telah ada.
Apabila dilihat lebih jauh, kemunculan kelas baru ini akan menyebabkan
semakin ketatnya kompetisi antar individu dalam masyarakat baik dalam
perebutan kekuasaan atau upaya melanggengkan status yang telah diraih.
Fenomena kompetisi dan konflik yang muncul dapat dipahami sebagai sebuah
mekanisme interaksional yang memunculkan perubahan sosial dalam masyarakat.