tinjauan pustaka dbd edit
TRANSCRIPT
DEMAM BERDARAH DENGUE
A. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan lenjatan yang dapat
menyebabkan kematian. Dengue merupakan suatu infeksi arbovirus (arthopot-
borne virus) akut, di tularkan oleh nyamuk spesies aedes.
B. Etiologi
Virus Dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang di tularkan oleh vector Aedes
aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain
yang merupakan vector yang kurang berperan.
Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup
terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype
lain.
C. Patofisiologi
Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus sebagai
vektor ke tubuh manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Namun tidak semua
orang yang terkena gigitan nyamuk tersebut dapat terserang penyakit DBD. Apabila
terdapat kekebalan yang cukup dalam tubuh manusia tersebut maka tidak akan
terserang sakit, meskipun dalam darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada
orang yang tidak mempunyai kekeblan akan mengalami demam yang ringan bahkan
sakit berat, yaitu demam tinggi yang disertai perdarahan bahkan syok, tergantung
dari tingkat kekebalan yang dimilikinya. Infeksi yang pertama kali mungkin
memberikan gejala sebagai Demam Dengue dan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe tersebut tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Apabila orang itu mendapat
infeksi ulang oleh tipe virus yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda
dan lebih berat.
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah kontroversial. Teori
yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. Teori
tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog punya risiko berat
yang lebih besar untuk menderita DBD berat. antibodi heterolog yang sudah ada
sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi. Membentuk kompleks
antigen-antibodi. Kompleks tersebut berikatan dengan Fc reseptor membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisirkan oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel makrofag.
Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhancement (ADE) menyatakan bahwa
suatu proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam
mononuklear sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan-keadaan seperti hipovolemia dan
syok.
Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi amnestik
yang terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit yang menghasilkan titer tinggi antibodi If G anti dengue, terbentuk kompleks
virus antigen-antibodi. Dampak dari kompleks tersebut adalah :
1. Sistem komplemen C3 dan C5 akan teraktivasi yang berakibat dilepaskannya
anafilaktosin C3a dan C5a, hal ini menyebabkan meningkatknya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, yang ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit,
penurunan natrium, an terdapat caira dalam rongga serosa (efusi pleura,
ascites)
2. Timbulnya agregasi trombosit yang akan melepaskan ADP dan menglami
perubahan. Agregasi trombosit menyebabkan terjadinya trombositopenia,
koagulopati konsumtif (KID) dan gangguan fungsi trombosit.
3. Aktivasi faktor Hageman (XII) dengan akibat terjadinya pembekuan
intravaskuler yang luas dalam hal ini plasminogen akan menjadi plasmin yang
berperan dalam pembentukan anafilaktosin dan penghancuran fibrin
sehingga terbentuk FDP.
Fenomena patofisiologi yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD
dengan DBD adalah kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskuler
yang berakibat berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga serosa seperti peritoneum, pleura dan pericardium.
Syok hipovolemia dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik,
kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan hebat yang timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik virus Dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan
tubuh dan virulensi itu sendiri. Mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam
ringan tidak spesifik (undifferential fever), demam dengue, demam berdarah dengue
dan sindrom syok dengue (SSD).
A. Demam denue (DD) dapat dijumpai keadaan berikut :
- Demam tinggi tiba-tiba (>39oC), menetap 2-7 hari, kadang bersifat bifasik.
- Muka kemerahan (flushing face)
- Nyeri seluruh tubuh : nyeri kepala, nyeri belakang mata terutama bila
digerakan, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi dan nyeri perut.
- Mual, muntah, tidak nafsu makan.
- Timbul ruam merah halus samapi petektae.
- Labolatorium terdapat leukopeni hingga trombositopenia.
Namun demam dengue yang disertai pendarahan harus dibedakan dengan DBD.
Pada penderita demam dengue tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma.
Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir,
sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat
banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam
biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun
di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat
penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan
timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan
adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang
semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di
kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita
gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal
panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher,
dan dada.Ruam timbul 5-12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali, yaitu pada
hari ketiga sampai hari kelima dan biasanya berlangsung selama 3-4 hari. Ruam
bersifat mukopululer dan menghilang pada tekanan. Ruam mula-mula dilihat di
dada, tubuh serta abdomen, dan menyebar ke anggota gerak dan muka.
B. Demam Berdarah Dengue
Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan,
terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah.
Perbedaan DD dengan DBD terletak pada patofisiologi penyakit tersebut, dimana
pada DBD terdapat kelainan homeostatis dan pembesaran plasma yang
dibuktikan dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.
Kriteria diagnosa DBD menurut WHO 1997 :
a. Klinis
- Demam tinggi tiba-tiba selama 2-7 hari, tanpa sebab jelas
- Terdapat manifestasi pendarahan berupa : uji tourniquet +, petekiae,
ekimosis, purpura, pendarahan mukosa, epitaksis, pendarahan gusi,
hematemesis dan atau melena.
- Pembesaran hati (hepatomegali)
- Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang ), tekanan darah menurun
(tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau kurang ) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
penderita menjadi gelisah, timbul sianosis sekitar mulut.
b. Laboratoris
- trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3
- hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit > 20 %
Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan pada DHF ialah
perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekie halus yang tersebar di anggota gerak, muka,
aksila sering ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan lebih jarang lagi.
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan
pembesaran hati ini tidak sejajar dengan permulaan penyakit. Nyeri tekan sering
kali ditemukan tanpa adanya ikterus. Fase penyembuhan ditandai dengan suhu
yang menurun dan hilangnya gejala klinis.
Diagnosis ditegakkan dengan dua kriteria klinis dan satu kriteria laboratoris.
Adanya efusi pleura dan atau hipoalbuminemia memperkuat diagnosis.
Menurut WHO 1997, DBD dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
I. Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet positif.
II. Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
III. Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi
menurun < 20 mmHg, hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah.
IV. Syok berat, nadi tidak dapat diraba, tekanan darah tidak dapat diukur.
Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi
gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap
virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh
darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru.
Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau
mendeteksi kapan seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma
darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma darah ini apabila ada
biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului
oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak
(lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat.
Banyak ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita
dirasakan normal mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut
mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas
kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat
sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.
Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam
dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak
besar di kulit (echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-
kadang dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
C. SINDROM SYOK DENGUE (SSD)
Biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, biasanya antara hari
ke-3 sampai ke-7.
Gelisah yang timbul sesuai dengan keadaan syok :
- Pasien tampak gelisah
- Akral dingin dan pucat, kulit lembab
- Hipotensi, penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), nadi cepat dan lemah.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Pada DBD umumnya di jumpai trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan yang
penting. Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa
pendarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan
penurunan faktor-faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah
tampak hipopoteinemia, hiponatremia serta hipokloremia. SGOT, SGPT,
ureum dan pH darah mungkin meningkat sedangkan reserve alkali rendah.
b. Isolasi Virus dengue
Keberhasilan isolasi virus ini sangat tergantung dari kualitas spesimen
yang di pakai untuk identifikasi, serotipe virus dengue yang telah diisolasi
dilakukan dengan tes imunoflouresen dengan menggunakan antibody
monoclonal spesifik.
Spesimen darah / serum, plasma atau cairan buffy coat, dari fase akut
jaringan melalui biopsy atau otops dan disimpan dalam suhu -70EC.
Spesimen untuk isolasi virus dapat ditanam pada biakan jaringan
nyamuk (C6-36) atau biakan jaringan mamalia.
Disini pertumbuhan adanya virus ditunjukkan dengan adanya antigen
atau adanya CPE (cytopathis effect) pada biakan jaringan mamalia.
Inokulasi/penyuntikan pada nyamuk. Adanya pertumbuhan virus
dengan ditemukannya antigen pada kepala nyamuk.
c. Pemeriksaan serologi
Untuk pemeriksaan serologi dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan dari
penderita yang sama, yaitu pada masa akut dan masa penyembuhan (1-4
minggu setelah onset penyakit). Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan
mengukur titer antibody penderita.
Ada 5 cara pemeriksaan seologi yang dianggap sebagai dasar,
yaitu::
Tes HI (Hemaglutinasi Inhibisi Test), sebagai salah satu standar tes
WHO.
Tes pengikatan komplemen (Complement FIXATION test).
Tes Mac Elissa )Ig M capture enzme-linked immunusorbent assay).
Tes Elissa indirek.
F. Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit dapat mencakup infeksi bakteri, virus atau
infeksi protozoa, seperti demam typhoid, campak, influenza, hepatitis demam
chikungunya, leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas dengan
atau tanpa hemokosentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan masa demam lebih
pendek, hampir selalu sering di jumpai artralgia, sedangkan manifestasi pendarahan
sama dengan DBD, tetapi pada DC tidak pernah ditemukan pendarahan
gastrointestinal dan syok.
Pendarahan seperti petekie dan ekimosis juga ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis meningtokokus.
Pada sepsis penderita tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan
tanda-tanda infeksi.
Idiopatic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dari DBD derajat II,
tetap pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai homokonsentrasi, dan pada
fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.
Pendarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratut, kalenjer limfe dapat teraba dan pasien sangat
anemis.
G. Komplikasi
Komplikasi pada DBD biasanya merupakan suatu manifestasi yang tidak lazim, yaitu :
Ensefalopati dengue
Terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD ang tidak di sertai syok.
Gangguan metabolic seperti hipoksemua, hiponatremia atau pendarahan
Dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati.
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat
Dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
Udem paru
Udem adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan
H. Penatalaksanaan
DHF tanpa renjatan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat pendarahan.
Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari sakit ke tiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Pasien perlu di beri minum banyak 50 ml / kg BB dalam 4-6
jam pertama. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 ml / kg
BB dalam 24 jam berikutnya.
Hiperpireksi diatasi dengan dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan
kompres es dan elcohol 70 %. Paraceramol dapat di gunakan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 ml / kg BB per hari.
Pemberian cairan IV pada pasien DBD tanpa tenjatan dilakukan bila pasien
terus menerus muntah atau didapatkan nilai HT yang bertendensi terus meningkat
>40 %.
DSS( Dengue Shock Syndrome)
a. Penggantian volume
Dalam keadaan syok berat diberikan cairan RL secara cepat (diguyur) selama 30
menit. Apalagi syok tidak teratasi ganti cairan dengan koloid 10-20 ml / kg BB / jam
dengan jumlah maksimal 30 ml / kg BB. Bila ada perbaikan tukar kembali cairan
koloid dengan kristaloid ( tetesan 20 nl/kg BB).
Bila dengan cairan koloid dan kristaloid syok belum dapat diatasi, sedangkan Ht
tetap diduga terjadi pendarahan maka dianjurkan transfuse darah segar. Bila kadar
Ht > 40 % berikan darah sebanyak 10 ml / kg BB / jam. Bila terjadi pendarahan massif
berikan 20 ml / kg BB /jam.
Bila renjatan dapat diatasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi cukup besar,
tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10
ml /kg BB / jam.
b. Evaluasi pengobatan renjatan.
- Nadi, tekanan darah respirasi dan suhu harus dicatat setiap 15 –
30 menit sampai syok teratasi.
- Kadar Ht harus diperiksa tiap 4 – 6 jam smapai keadaan klinis
pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemamtauan mengenai
jenis cairan, jumlah dan tetesan untuk mengetahui apakah cairan
yang diberikan sudah cukup atau belum.
- Diuresis dipantau, belum diureses belum mencukupi 2 ml / kg BB / jam
sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, berikan
furosemid 1 mg / kg BB.
Cairan IV dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40 vol %. Jumlah urin 12
ml/kg BB/jam atau lebih menandakan keadaan sirkulasi membaik.
Ensefalopati Dengue
Pada ensefalopati cendrung terjadi endema otak dan alkalosis. Bila syok telah
teratasi, maka cairan dapat diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-
dan jumlah cairan harus dikurangi. Larutan ditukar dengan larutan NaCl 0,9 % :
glukosa 5 % = 3:1
Untuk mengurangi endema diberikan kortikosteroid kecuali terdapat
pendarahan saluran cerna. Bila terdapat disfungsi hati, berikan vitamin K IV 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula dahr diusahakan > 60 %, cegah terjadinya peningkatan
entracranial dengan mengurangi jumlah cairan, koreksi asidosis dan elektrolit. Untuk
mengurangi indeksi sekunder berikan antibiotic prafilaksis (kombinasi ampisillin 100
mg / kg BB / hari dan kloramfenikol 75 mg / kg BB / hari. )
Kriteria memulangkan pasien :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit 50.000/ul
Tidak di jumpai distress pernafasan ( disebabkan oleh efusi pleura /asidosis)
I. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vector pada saat sedikit terdapatnya kasus
DHF/DSS
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vector pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh
secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vector di pusat daerah penyebaran, yaitu di
sekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyangga disekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vector di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
Seperti telah diterangkan, pemberantasan DHF didasarkan atas pemutusan
rantai penularan yang dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Ae aegypti yang dapat
dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik
adalah pemasangan kasa penolak nyamuk.
Cara lain yang dapat dilakukan ialah:
a. Menggunakan mosquito repellent dan insektisida dalam bentuk
semprotan.
b. Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit.
c. Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak.
Penderita DHF yang dirawat di rumah sakit diberikan tempat tidur dengan
kelambu.
2. Pemberantasan vector jangka panjang. Cara yang harus dilakukan terus-menerus
untuk meniadakan Ae aegypti adalh adalah pembasmian sarang nyamuk dnegan
jalan membuang secara baik kaleng, botol, ban, dan semua yang mungkin dapat
menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
3. Apabila dana saran terbatas, usaha pemberantasan vector dapat dibantu dengan
menggunakan bahan kimia.
Beberapa cara yang dapat dipakai ialah:
a. Membunuh larva dengan abate SG 1%, dosis 10 gram untuk 100 liter air.
b. Melakukan fogging dengan malathion atau fenitrotion dalam dosis 438
gram/Ha; dilakukan dalam rumah dan disekitar rumah dengan
menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vector dianggap cara
yang paling memadai untuk saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vector yaitu:
1. Menggunakan insektisida
Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa, caranya dengan
pengasapan (thermal Fogging) atau pengabutan (cold Fogging).
Temephos (abate) untuk membunuh jentik, yaitu dengan menaburkan
bubuk abate ke dalam sarang nyamuk. Dosis 1 ppm atau 1 gram abate
SG 1 % per 10 liter air.
2. Tanpa insektisida
Menguras bak mandi atau tempat penampungan air.
Menutup tempat penampungan air.
Mengubur kaleng atau botol bekas yang memungkinkan nyamuk
bersarang
H. Vaksin Dengue
Masalah yang timbul apabila vaksin dengue dipakai dalam upaya pencehagan
DHF ialah apakah hipotesis infeksi sekunder heterolog sebagai pathogenesis
terjadinya DHF juga akan terjadi pada anak-anak yang mendapat vaksin. Kekuatiran
akan kebenaran hipotesis itu sebagian dapat dikurangi apabila dikemudian hari suatu
vaksin kuadrivalen (dibuat dari keempat serotype virus dengue) yang mempunyai
sifat virologist yang baik. Masalh vaksin dengue mendapat perhatian khusus WHO
dan pada bulan Maret 1981 telah diselenggarakan “Research Study Group Meeting
on DHF particularly with reference to dengue vaccine development” di New Delhi,
India. Rekomendasi yang dikemukakan ialah sebagai berikut:
1. Agar secepatnya dapat dibuat vaksin dengue dalam bentuk bubuk kering dalam
jumlah yang besar (lyophilized).
2. Usaha pembuatan vaksin harus disertai penelitian epidemiologis di kawasan Asia
Tenggara dan Pasifik Barat untuk mencari orang dewasa yang tidak mempunyai
antibody NT terhadap virus dengue tipe 1-4.
3. Dalam melakukan evaluasi vaksin dengue di lapangan, pertemuan ini
menghimbau agar Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat
turut dalam program vaksin dengue dan membentuk suatu badan untuk
menyempurnakan protocol penelitian vaksin dengue di lapangan.
4. Suatu vaksin degue kuadrivalen diperkirakan baru akan dapat dihasilkan dalam
waktu sepuluh tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kesehatan Anak 2. Balai Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1985, hal 607-621.
2. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius FKUI, Jakarta 2000, hal 419 –
427.