tinjauan pustaka - erepo.unud.ac.id

18
i TINJAUAN PUSTAKA Patofisiologi Hepatitis B Oleh : Monica (1002005176) Pembimbing : dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT PENYAKIT DALAM FK UNUD / RSUP SANGLAH 2018

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

i

TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi Hepatitis B

Oleh :

Monica (1002005176)

Pembimbing :

dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT PENYAKIT DALAM

FK UNUD / RSUP SANGLAH

2018

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

Daftar Isi................................................................. Error! Bookmark not defined.

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 1

PATOFISIOLOGI HEPATITIS B .......................................................................... 1

Pendahuluan ........................................................................................................ 1

Patogenesis hepatitis B ........................................................................................ 1

Patofisiologi hepatitis B ...................................................................................... 5

Kesimpulan ........................................................................................................ 14

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 15

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rakhmatnya maka Laporan Tinjauan Kepustakaan yang berjudul ” Patofisiologi

Hepatitis B” ini dapat selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian laporan ini. Laporan Tinjauan Kepustakaan ini disusun sebagai salah

satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD selaku dosen pembimbing.

2. Pasien dan keluarga pasien yang telah memberikan informasi dan data-

data yang sangat penulis perlukan untuk penyelesaian laporan ini.

3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-

persatu.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan,

sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Denpasar, Februari 2018

Penulis

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

1

TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI HEPATITIS B

Pendahuluan

Penyakit hepatitis B merupakan masalah kesehatan utama, baik di dunia maupun

di Indonesia. Diperkirakan sepertiga populasi dunia pernah terpajan oleh virus ini

dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B. Negara-negara

berkembang memiliki prevalensi yang lebih tinggi, dimana pengidap hepatitis B

pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4 – 20,3% di Indonesia. Penyakit ini

disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB), yang merupakan virus DNA

berlapis ganda dengan diameter 42 nm. Virus ini berasal dari keluarga

Hepadnaviridae dengan struktur virus bagian terluar terdiri dari HBsAg dan

bagian dalam adalah nukleocapsid yang tersusun atas HBcAg. Pajanan virus ini

dapat menimbulkan dua manisfestasi klinis yaitu:

Secara akut, yang kemudian sembuh secara spontan dan membentuk kekebalan

terhadap penyakit

Berkembang menjadi kronik, dengan definisi dari hepatitis B kronik adalah

adanya persistensi VHB lebih dari 6 bulan.

Lebih lanjut, sistem imun memiliki peranan yang penting dalam penyakit ini, baik

kesembuhan secara spontan maupun terjadinya kerusakan sel hati.1,2,8

Tingginya

prevalensi penyakit hepatitis B menggambarkan adanya permasalahan dalam

penanganan penyakit ini, baik dari sisi pencegahan, diagnosis bahkan terapi. Oleh

karena itu, sangat penting untuk mengetahui patofisiologi penyakit ini, sehingga

penulis akan membahas bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit

hepatitis B dalam tinjauan pustaka ini.

Patogenesis hepatitis B

Struktur genom VHB terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S

dan pre-S (mengode HBsAg), gen pre-C dan gen C (mengode HBeAg dan HBcAg)

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

2

dan gen P yang mengode DNA polimerase serta gen X yang mengode HBxAg.

Berikut genom VHB dengan 4 ORF.8

Gambar 1. Genom VHB dengan 4 ORF

Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam

hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan

kode genetik tersebut akan “memerintahkan” sel hati untuk membentuk

protein-protein komponen VHB. Patogenesis penyakit ini dimulai dengan

masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6 tahap dalam

siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu2,3,8

:

Attachment

Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi

dengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA

(polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs

(small hepatitis B antigen surface).

Penetration

Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus

menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian

memasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

3

dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu. Partikel core

selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus hepatosit.

Uncoating

VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially

double stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double stranded

DNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently closed circular DNA

(cccDNA). cccDNA inilah yang akan menjadi template transkripsi

untuk empat mRNA.

Replication

Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan

menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan

menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi

mRNA lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.

Assembly

Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi

partikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan

terbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus.

Release

DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian

terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses

maturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum endoplasmik.

Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian dilepaskan dari

membran sel.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

4

Berikut proses tersebut dijelaskan di dalam gambar.3

Gambar 1. Patogenesis VHB

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

5

Patofisiologi hepatitis B

Penelitian menunjukkan bahwa VHB bukan merupakan virus sitopatik. Kelainan

sel hati yang diakibatkan oleh infeksi VHB disebabkan oleh reaksi imun tubuh

terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB dengan tujuan akhir mengeliminasi VHB

tersebut. 8

Seperti yang sudah disebutkan dalam pendahuluan, hepatitis B dapat berkembang

secara akut dan kronis. Apabila eliminasi VHB dapat berlangsung secara efisien,

maka infeksi VHB dapat diakhiri, namun apabila proses tersebut kurang efisien,

makan akan terjadi infeksi VHB yng menetap. Proses eliminasi yang tidak efisien

dipengaruhi oleh faktor virus maupun pejamu.2

Adapun faktor viral dan pejamu

sebagai berikut:

Tabel 1. Faktor virus dan faktor pejamu mempengaruhi respon imun2,8

Faktor virus Faktor pejamu

Toleransi imun terhadap produk VHB

Hambatan terhadap sel T sitotoksik

yang berfungsi melisis sel terinfeksi

Terjadinya mutan VHB yang tidak

memprodusi HBeAg

Integrasi genom VHB dalam sel hati

Genetik

Rendahnya produksi IFN

Adanya antibodi terhadap antigen

nukleokapsid

Kelainan fungsi limfosit

Faktor kelamin atau hormonal

Hepatitis B akut

VHB bersifat non-sitopatik, dengan demikian kelainan sel hati pada infeksi VHB

disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB. Pada

kasus hepatitis B akut, respon imun tersebut berhasil mengeliminasi sel hepar

yang terkena infeksi VHB, sehingga terjadi nekrosis pada sel yang mengandung

VHB dan muncul gejala klinik yang kemudian diikuti kesembuhan. Pada sebagian

penderita, respon imun tidak berhasil menghancurkan sel hati yang terinfeksi

sehingga VHB terus menjalani replikasi. 8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

6

Pada infeksi primer, proses awal respon imun terhadap virus sebagian besar belum

dapat dijelaskan. Diduga, awal respon tersebut berhubungan dengan imunitas

innate pada liver mengingat respon imun ini dapat terangsang dalam waktu

pendek, yakni beberapa menit sampai beberapa jam. Terjadi pengenalan sel

hepatosit yang terinfeksi oleh natural killer cell (sel NK) pada hepatosit maupun

natural killer sel T (sel NK-T) yang kemudian memicu teraktivasinya sel-sel

tersebut dan menginduksi sitokin-sitokin antivirus, termasuk diantaranya

interferon (terutama IFN-α). Kenaikan kadar IFN-α menyebabkan gejala panas

badan dan malaise. Proses eliminasi innate ini terjadi tanpa restriksi HLA,

melainkan dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T yang terangsang oleh

adanya IFN-α. 4,5,8

Dalam Textbook of Gastroenterology, juga disebutkan peran imunitas innate

dalam mengaktivasi imunitas adaptif yang terdiri dari respon humoral dan seluler.

Respon humoral bersama-sama dengan antibodi akan mencegah penyebaran virus

dan mengeliminasi virus yang sudah bersirkulasi. Terdapat eliminasi virus intrasel

tanpa kerusakan pada sel hati dengan mekanisme non-sitolitik yang diperantarai

aktivitas sitokin. Antibodi IgM akan terdeteksi pertama kali dan menjadi marker

pada infeksi akut. Lebih lanjut, pada studi yang dilakukan oleh Busca dan Kumar

pada tahun 2014, juga disebutkan fase awal infeksi viral ditandai dengan adanya

produksi sitokin, interferon tipe 1 (IFN)-α/β dan aktivasi sel natural-killer. Studi

tersebut juga menemukan munculnya sel T CD8+ cenderung tidak langsung

membunuh hepatosit yang terinfeksi, melainkan mengontrol replikasi virus

melalui mekanisme IFN-γ dependen. 4,5,8

Untuk proses eradikasi lebih lanjut, dibutuhkan respon imun spesifik yaitu

aktivasi sel limfosit T dan B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor

sel T dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan

dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC)

dengan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami

kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Sel T

CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi. Proses

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

7

eliminasi tersebut bisa berupa nekrosis sel hati yang dapat meningkatkan kadar

ALT. Respon imun yang pertama terjadi sekitar 10 hari sebelum terjadi kerusakan

sel hati. Respon imun tersebut muncul terhadap antigen pre-S, disusul respon

terhadap HBcAg sekitar 10 hari kemudian. Respon yang terkuat adalah respon

terhadap antigen S yang terjadi 10 hari sebelum kerusakan sel hati. 8

Petanda serologik pada hepatitis akut sebagai berikut:

HBsAg (+) 6 minggu setelah infeksi dan (-) 3 bulan setelah awal gejala. Bila (+)

lebih dari 6 bulan, infeksi VHB akan menetap.

Anti HBs (+) 3 bulan setelah awal gejala dan menetap.

HBeAg (+) dalam waktu pendek, kalau (+) lebih dari 10 minggu akan terjadi

kronisitas

Anti-HBc (+) sembuh sempurna

IgM anti-HBc (+) titer tinggi pada hepatitis akut, namun bila (+) dalam waktu

lama bisa terjadi hepatitis kronik

IgG anti-HBc (+) titer tinggi tanpa anti-HBs menunjukkan adanya persistensi

infeksi VHB.

Gambar 3. Petanda serologik infeksi VHB pada hepatitis B akut

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

8

Pada infeksi akut hepatitis B dapat terjadi peningkatan respon imun seluler yang

spesifik dan signifikan, sedangkan pada infeksi kronis individu yang terinfeksi

memiliki respon anti-HBV yang rendah. Sel efektor yang predominan

menginfiltrasi hepatoseluler adalah makrofag. Imunitas cell-mediated dapat

mencetuskan peningkatan respon imun yang bertujuan menghilangkan virus,

namun di satu sisi respon imun yang tidak adekuat dapat menyebabkan jejas

hepatoseluler yang kronis. Limfosit T sitotoksik akan berinteraksi dengan target

utama melalui reseptor HBV-specific T-cell dan molekul antigen presenting HLA

class I pada hepatosit dan menyebabkan apoptosis hepatosit. Dengan mensekresi

sitokin (termasuk diantaranya interferon), limfosit T sitotoksik akan menginduksi

berbagai sel antigen-nonspecific inflammatory ke dalam liver, dan menghasilkan

jejas nekroinflamasi pada liver. Berikut mekanisme inflamasi pada hepatitis B.3

Gambar 2. Mekanisme inflamasi pada hepatitis B

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

9

Hepatitis B kronis

Pada hepatitis B akut, tubuh berusaha mengeliminasi VHB baik dengan

mekanisme innate maupun spesifik, serta non-sitolitik seperti yang telah

dijelaskan di atas. Eliminasi virus melalui respon spesifik akan menunculkan

produksi antibodi seperti anti-HBs, anti-HBc, dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs

adalah menetralkan partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam

sel. Infeksi kronis VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs.

Persistensi infeksi VHB disebabkan oleh adanya respon imun yang tidak efisien

oleh faktor viral maupun pejamu.8

Studi yang dilakukan oleh Busca dan Kumar juga menemukan keadaan aktivasi

sel T sitotoksik yang menurun akan menstimulasi tipe-tipe sel lain secara terus-

menerus, hal ini dapat menjelaskan terjadinya inflamasi kronis yang persisten

pada infeksi hepatitis B kronis.5 Persistensi infeksi VHB juga dapat disebabkan

adanya mutasi pada daerah precore DNA yang menyebabkan tidak dapat

diproduksinya HBeAg, sehingga menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.8

Interaksi antara VHB dan respon imun tubuh terhadap VHP sangat berperan

dalam derajat keparahan hepatitis. Makin besar respon imun tubuh terhadap virus,

makin besar pula kerusakan jaringan hati dan sebaliknya.

Pada masa anak-anak maupun dewasa muda, sistem imun tubuh dapat toleran

terhadap VHB, sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian

tingginya namun tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam keadaan ini

VHB berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg sangat tinggi, HBeAg

positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan kadar ALT relatif normal.

Fase ini disebut sebagai fase imunotoleran dimana pada fase ini jarang terjadi

serokonversi HBeAg secara spontan dan terapi untuk menginduksi serokonversi

juga tidak efektif. 2,8

Setelah mengalami persistensi yang berkepanjangan terjadilah proses

nekroinflamasi dimana pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun

terhadap virus ditandai dengan adanya peningkatan pada kadar ALT. Tubuh

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

10

berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang

terinfeksi VHB. Fase ini disebut fase immune clearance (imunoeliminasi). Pada

fase ini, baik dengan bantuan pengobatan maupun spontan, 70% individu dapat

menghilangkan sebagai besar partikel VHB tanpa disertai kerusakan sel hati yang

berarti (serokonversi HBeAg). Bila titer HBsAg rendah dengan HBeAg negatif

dan anti-HBe positif secara spontan, disertai kadar ALT yang normal, pasien

sudah berada dalam fase residual (non-replikatif). Namun dapat terjadi reaktivasi

pada 20-30% pasien dalam fase ini. Pada sebagian pasien kekambuhan, terjadi

fibrosis setelah nekrosis yang berulang-ulang. Dalam fase ini replikasi sudah

mencapai titik minimal, namun resiko pasien untuk terjadi karsinoma

hepatoseluler mungkin meningkat. Hal ini diduga disebabkan adanya integrasi

genom VHB ke dalam genom sel hati.2

Hal tersebut terbagi dalam empat fase pada infeksi hepatitis B:4

Fase HBeAg HBV DNA Enzim liver

Imunotoleran (+) ≥20.000 IU/ml normal yang persisten

Imunoeliminasi (+) ≥20.000 IU/ml ALT meningkat

Non-replikasi (-) tapi HBsAg (+) <2.000-20.000 IU/ml normal persisten >6bulan

Reaktivasi (-) & anti-Hbe (+) Bervariasi (dari

meningkat sampai

sulit terdeteksi)

Meningkat (bisa stabil,

intermiten atau

berfluktuasi)

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

11

Gambar 3. Fase hepatitis B kronis6

Gambar 4. Profil serologis dan status hepatitis B6

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

12

Komplikasi akibat hepatitis B kronis mencakup terjadinya sirosis hepatis dan

karsinoma hepatoseluler. Berikut sedikit pembahasan mengenai komplikasi

tersebut.2,8

Sirosis hepatis

Adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati

dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah

jaringan normal. Peningkatan jaringan parut akan menimbulkan distorsi struktur

hati yang normal, sehingga dapat terjadi ganggua aliran darah melalui hati dan

gangguan fungsi hati. Respon hati terhadap nekrosis sel hati sangat terbatas, dapat

terjadi kolaps lobulus hati, pembentukan fibrous septa dan regenerasi noduler.

Fibrosis terjadi setelah timbulnya nekrosis hepatoseluler yang diikuti

pembentukan jembatan fibrosis portal dimana-mana. Kematian sel hati akan

diikuti oleh pembentukan nodul yang merusak arsitektur hati.

Karsinoma hepatoseluler

Hepatokarsinogenesis dapat terjadi dengan adanya ikatan kovalen antara

karsinogen dan DNA. Pada infeksi VHB kronis, diduga terjadi integrasi genom

VHB dan genom hepatosit atau adanya delesi/translokasi sekuen DNA tertentu

yang dapat mengubah sifat-sifat asli sel hati dan memunculkan transformasi

keganasan. Sel hati yang sudah terintegrasi antarah genom VHB dan DNA sel hati

akan menjadi kebal terhadap respon imun. Kemudian terjadi proses nekrosis dan

kematian sel yang diikuti regenerasi berulang kali dan diikuti replikasi lebih lanjut

oleh sel-sel hati yang telah mengalami transformasi keganasan.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

13

Berikut gambar rangkuman proses patofisiologi pada penyakit hepatitis B.8

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

14

Kesimpulan

Infeksi hepatitis B dapat terjadi secara akut maupun kronis, hal ini dipengaruhi

oleh faktor virus dan faktor pejamu. Pada infeksi akut hepatitis B, proses imunitas

innate diduga menjadi proses awal yang teraktivasi akibat virus tersebut.

Sedangkan infeksi kronis terjadi akibat adanya imunotoleransi terhadap VHB

yang masuk ataupun dapat disebabkan kelelahan pada sel T akibat konsentrasi

partikel virus yang terlalu tinggi. Proses imun spesifik yang melibatkan sistem

imun spesifik memegang peranan dalam infeksi hepatitis B kronis. Patogenesis

dan patofisiologi hepatitis B perlu dimengerti, terutama untuk mencegah,

mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat bagi penderita penyakit hepatitis

B.

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.id

15

Daftar Pustaka 1. PB PPHI. 2012. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia.

Indonesia: PB PPHI.

2. PB PAPDI. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jilid

Ketiga. Jakarta: InternaPublishing.

3. AMN Healthcare Education. 2013. Hepatitis B: Pathophysiology,

Protection, and Patient.

4. Yamada, Tadataka. 2009. Textbook of Gastroenterology. 5th ed.

Blackwell Publishing.

5. Kumar, Ashok and Aurelia Busca. Innate immune responses in hepatitis B

virus (HBV) infection. Virology Journ 2014 11:22

6. Oakes, Kathyrn. Hepatitis B:prevalence and pathophysiology. Nurs Tim

2014 110(7):12-13

7. Rehermann, Barbara. Pathogenesis of chronic viral hepatitis: differential

roles of T cells and NK cells. Nature Medicine 2013 19:859-868

8. Soemoharjo, Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi Kedua. Jakarta:

ECG