tinjauan pustaka keselamatan pasien ii.pdf · menerbitkan panduan ... tingkatkan kebersihan tangan...

25
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Keselamatan Pasien Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI, 2008). Adapun tujuan program keselamatan pasien adalah untuk terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit, menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC) dan kejadian nyaris cedera (KNC) dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadipengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI, 2008). 1.1.1 Sasaran keselamatan pasien Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang meliputi: melakukan identifikasi pasien secara tepat, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang perlu diwaspadai, mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi, mengurangi risiko infeksi nosokomial, mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh (Permenkes No 1961 Tahun 2011, BAB IV Pasal 8 ayat 2).

Upload: dinhtuong

Post on 01-Feb-2018

254 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

  

  8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan

merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI, 2008).

Adapun tujuan program keselamatan pasien adalah untuk terciptanya budaya

keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit,

menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC) dan

kejadian nyaris cedera (KNC) dan terlaksananya program-program pencegahan

sehingga tidak terjadipengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI, 2008).

1.1.1 Sasaran keselamatan pasien

Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang meliputi: melakukan

identifikasi pasien secara tepat, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan

keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang perlu diwaspadai,

mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi,

mengurangi risiko infeksi nosokomial, mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh

(Permenkes No 1961 Tahun 2011, BAB IV Pasal 8 ayat 2).

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

10  

 

1.1.2 Standar keselamatan pasien rumah sakit

Standar keselamatan pasien yag disusun ini mengacu pada “Hospital Patient

Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health

Organization tahun 2002 yang telah disesuaikan dengan kondisi perumahsakitan di

Indonesia. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya

dilakukan dengan instrumen akreditasi rumah sakit. Adapun standar keselamatan

pasien terdiri dari tujuh standar (Depkes RI, 2008) yaitu :

a. Hak pasien

b. Mendidik pasien dan keluarga

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

g. Komunikasi sebagai kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

1.1.3 Langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit

Mengacu pada sasaran keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang

proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja

melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Adapun tujuh

langkah keselamatan pasien rumah sakit dalam Permenkes No 1961 Tahun 2011, BAB

V Pasal 9 ayat 2 antara lain :

a. Membangun budaya keselamatan pasien

b. Pimpinan dan dukungan terhadap staf

c. Integrasi aktivitas manajemen risiko

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

11  

 

d. Membangun sistem pelaporan

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

g. Implementasi solusi untuk mencegah kerugian

1.1.4 Sembilan solusi live saving keselamatan pasien rumah sakit

Pada tanggal 2 Mei 2007 WHO Colaborating Centre for Patient Safety resmi

menerbitkan panduan “Nine Life-Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi

Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah

sebagai berikut (Depkes RI, 2008):

a. Perhatikan Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM)/ Look-Alike, Sound-

Alike Medication Names (LASA)

b. Pastikan identifikasi pasien

c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien

d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)

h. Gunakan alat injeksi sekali pakai

i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi

nosokomial

1.1.5 Jenis Insiden keselamatan pasien

Macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien meliputi beberapa

istilah menurut (Permenkes No 1961, BAB I Pasal 1 ayat 3-7) yaitu:

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

12  

 

a. Kejadian potensial cedera (KPC)

KPC atau reportable circumstances adalah suatu kondisi yang sangat berpotensi

untuk menimbulkan cedera, akan tetapi belum terjadi insiden.

b. Kejadian nyaris cidera (KNC)

KNC atau near miss didefinisikan sebagai kesalahan yang nyaris terjadi/ terpapar

pada pasien.

c. Kejadian tidak cedera (KTC)

KTC atau no harm incident adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien

akan tetapi tidak timbul cedera.

d. Kejadian tidak diharapkan (KTD)

Kejadian tidak diharapkan atau adverse event dapat diartikan sebagai cedera atau

komplikasi yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan timbulnya cedera

pada pasien dan atau perawatan yang lebih lama yang disebabkan oleh manajemen

medis dan bukan karena penyakit yang diderita.

e. Kejadian sentinel

Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan cedera

serius bahkan kematian terhadap pasien.

1.2 Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh

staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak bermasalah. Staf dan

organisasi yang mampu mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mau

mengambil tindakan untuk mengadakan perbaikan dikatakan sudah melaksanakan

budaya keselamatan (National Patient Safety Agency (NPSA), 2004).

Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu perilaku individu

dan organisasi berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai bersama yang terus berusaha

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

13  

 

untuk meminimalkan tindakan yang dapat membahayakan pasien yang mungkin

timbul dari proses perawatan (Fleming 2012). Organisasi dengan budaya keselamatan

positif memiliki karakteristik bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling

percaya tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan

pencegahan yang efektif, serta membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just),

informatif dalam melaporkan kejadian keselamatan pasien yang terjadi (reporting),

dan belajar dari kejadian tersebut (learning) (NSPA, 2004).

Budaya keselamatan pasien mencakup banyak elemen dalam pelayanan

kesehatan dimana elemen budaya keselamatan pasien mengacu pada perilaku dan

kepercayaan staf yang meningkat dalam mengidentifikasi dan belajar dari kesalahan

(Jones et.al, 2007 dalam Putra, 2015).

1.2.1 Dimensi budaya keselamatan pasien

James Reason dalam NPSA (2004) menyebutkan bahwa budaya keselamatan

pasien dapat dibagi menjadi beberapa dimensi seperti:

a. Budaya keterbukaan (open culture)

Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses pertukaran

informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki karakteristik bahwa

perawat akan merasa nyaman membahas insiden yang terkait dengan keselamatan

pasien serta mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan

kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Komunikasi terbuka dapat diwujudkan

dalam kegiatan supervisi dan dalam kegiatan tersebut perawat melakukan

komunikasi terbuka tentang risiko terjadinya insiden dalam konteks keselamatan

pasien, membagi dan bertanya informasi seputar isu-isu keselamatan pasien yang

potensial terjadi dalam setiap kegiatan keperawatan. Keterbukaan juga ditujukan

kepada pasien. Pasien diberikan penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

14  

 

telah terjadi. Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan

resiko terjadinya kesalahan. Perawat memiliki motivasi untuk memberikan setiap

informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien.

b. Budaya pelaporan (reporting culture)

Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien. Perawat akan membuat pelaporan jika merasa aman. Aman

yang dimaksud apabila membuat laporan maka tidak akan mendapatkan

hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka

terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak

menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem yang

berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi

atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan, serta adanya

mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan merupakan langkah nyata

dalam membangun dimensi budaya ini.

c. Budaya keadilan (just culture)

Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika terjadi insiden,

tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu (blaming), tetapi lebih

mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek

dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan

antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman yang akan

diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan. Perawat dan organisasi

bertanggung jawab terhadap tindakan yang diambil. Perawat akan membuat

laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan

hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan

membantu untuk membuat pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

15  

 

keselamatan pasien. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangakan dalam

menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Cara organisasi membangun budaya

keadilan dengan memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat

untuk memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak dapat

diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat sehingga mengurangi

rasa takut untuk melaporkan kejadian berkaitan dengan keselamatan pasien.

d. Budaya pembelajaran (learning culture)

Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah organisasi memiliki

sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan atau insiden dan pelaporannya,

serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam organisasi, baik perawat

maupun manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.

Perawat dan manajemen berkomitmen untuk mempelajari insiden yang terjadi,

mengambil tindakan atas insiden untuk diterapkan guna mencegah terulangnya

kesalahan.

1.2.2 Manfaat penerapan budaya keselamatan pasien

Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien adalah organisasi

menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut (Reason,

2000 dalam Cahyono, 2008). Fleming (2006) juga mengatakan bahwa fokus

keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan

seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya

keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja.

Adapun manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci

antara lain (NPSA, 2004):

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

16  

 

a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi

atau jika kesalahan terjadi.

b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang

terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan

keparahan dari insiden keselamatan pasien.

c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan

melaporkan jika ada kesalahan.

d. Berkurangnya staf yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang

telah diperbuat.

e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden,

pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan

yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.

f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi.

g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien.

1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien

Menurut Chooper (2000) dalam Putra (2004), tentang Total Safety Culture,

menyebutkan bahwa terdapat tiga kelompok faktor yang mempengaruhi budaya

keselamatan pasien, yaitu :

a. Faktor Personal

Tenaga kesehatan sebagai seorang manusia, merupakan komponen utama yang

menjadi pelaksana budaya keselamatan pasien. Pelaksana ini dalam menerapkan

budaya keselamatan pasien dipengaruhi oleh aspek-aspek personal seperti

pengetahuan, sikap, motivasi, kompetensi dan kepribadian.

b. Faktor perilaku organisasi/ kondisi lingkungan kerja

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

17  

 

Dalam menyusupkan budaya keselamatan pasien kedalam setiap diri dari staf

rumah sakit, maka organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mendukung

budaya keselamatan pasien tersebut. Untuk menciptakan lingkungan yang

kondusif, organisasi harus mampu mengontrol faktor-faktor baik yang

mendukung ataupun yang melemahkan. Adapun faktor perilaku organisasi yang

perlu dikontol agar menciptakan kondisi lingkungan budaya keselamatan pasien

antara lain : kepemimpinan (direction, supervision, coordination), kewaspadaan

situasi, komunikasi, kerja tim, stress, kelelahan, kepemimpinan tim dan

pengambilan keputusan.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik rumah sakit yaitu ukuran rumah sakit merupakan faktor yang

mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien. Ketersediaan dan kualitas

perlengkapan yang menunjang terciptanya budaya keselamatan pasien seperti

peralatan, mesin, standar prosedur operasional (SPO), kebersihan dan kondisi

bangunan yang baik, merupakan pendukung dalam proses pelaksanaan pelayanan

kesehatan. Dengan ketersediaan peralatan yang memadai dan berkualitas maka

rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar dan

tentunya berdampak positif terhadap keselamatan pasien.

1.2.4 Mengukur penerapan budaya keselamatan pasien

Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya keselamatan pasien adalah

dengan instrumen kuesioner The Hospital Survey of Patient Safety Culture (HSOPSC)

yang dikembangkan oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ) yang

merupakan suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika yang memimpin

lembaga Federal untuk peneltian tentang kualitas kesehatan, biaya, outcome, dan

keselamatan pasien. Dalam instrumen tersebut terdapat 12 elemen penilaian yang

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

18  

 

dikembangkan untuk mengukur budaya keselamatan pasien dari perspektif staf.

Berikut penjelasan terkait instrumen budaya keselamatan pasien (Putra, 2015) :

a. Responden

Responden yang dapat mengisi instrumen budaya keselamatan pasien adalah

seluruh jenis staf yang berada di pelayanan rumah sakit. Survey ini sangat cocok

dilakukan pada staf yang langsung bersentuhan dengan pasien (perawat, dokter,

bidan, radiologi dll), staf yang tidak langsung bersentuhan langsung dengan pasien

namun pelayanannya dapat mempengaruhi pasien (farmasi, analis laboratorium

dll), pemimpin, manajer dan petugas manajeman rumah sakit.

b. Dimensi pertanyaan

Survey budaya keselamatan pasien terdiri dari 12 elemen yang dibagi menjadi 2

kelompok yang dituangkan dalam 9 bagian dalam kuesioner. Adapun

penjelasannya sebagai berikut :

1) Kelompok outcome (hasil) yang terdiri dari 2 dimensi pertanyaan :

a) Keseluruhan persepsi tentang keselamatan pasien yang merupakan

pendapat subyektif kondisi keseluruhan budaya keselamatan pasien yang

dirasakan ditempat kerjanya. Pendapat ini dituangkan dari angka 1-5,

semakin besar angka yang dipilih semakin baik persepsi tentang

keselamatan pasien.

b) Frekuensi pelaporan kejadian/ insiden, merupakan jumlah pelaporan

insiden yang sudah pernah dilakukan yang diketahui oleh staf,

dituangkan dalam angka 0 sampai tak terhingga dengan skoring 0 untuk

0 insiden, 1 untuk 1 insiden, 2 untuk 2 insiden dan seterusnya. Hal ini

membuktikan kesadaran akan insiden dan pelaporannya dalam unit

masing-masing.

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

19  

 

2) Kelompok budaya keselamatan, terdiri dari 10 dimensi pertanyaan yaitu :

a) Kerjasama tim dalam unit

b) Ekspektasi dan aksi pimpinan dalam mempromosikan keselamatan

pasien

c) Proses belajar organisasi, perbaikan berkelanjtan

d) Dukungan manajemen rumah sakit dalam keselamatan pasien

e) Umpan balik dan komunikasi kejadian kesalahan

f) Keterbukaan organisasi

g) Kerjasama tim antar unit di rumah sakit

h) Staffing

i) Serah terima dan transisi

j) Respon tidak menyalahkan terhadap kejadian kesalahan

1.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap obyek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif

dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin

positif terhadap objek tertentu begitu juga sebaliknya. Menurut teori WHO yang

dikutip oleh Notoatmodjo (2010), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan

oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Berdasarkan beberapa

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang

diketahui oleh seseorang melalui pengenalan sumber informasi, ide yang diperoleh

sebelumnya baik secara formal maupun informal.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

20  

 

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan

rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat, mengingat kembali (recall) seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah tahap seseorang mampu untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

21  

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan

tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2010) :

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

22  

a. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang

bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh.

c. Umur

Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin

bertambah umur seseorang semakin banyak pengetahuan yang di dapat.

d. Sumber informasi

Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan

kesatuan nyata apa air, apa alam, apa manusia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

1.4 Motivasi

Motivasi berasal dari Bahasa latin yang berarti to move, yang secara umum mengacu pada

adanya dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu dan dalam mempelajari

motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan (Quinn, 1995

dalam Notoatmojo 2010). Dalam buku John Elder et,al(1998) yang berjudul bagaimana

memotivasi perilaku sehat, motivasi didefinisikan sebagai interaksi antara pelaku dan lingkungan

sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Apabila kita berbicara tentang motivasi maka kita secara tidak langsung membicarakan

tentang prilaku yang memiliki tiga ciri khusus sebagai berikut:

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

23  

a. Motivasi yang dimotivasi berkelanjutan yang tetap ada dalam jangka waktu yang lama.

b. Perilaku yang dimotivasi diarahkan kearah pencapaian tujuan.

c. Prilaku yang muncul akibat motivasi diri sendiri untuk mendapatkan hal yang dibutuhkan.

Beberapa istilah yang dikemukakan para ahli tentang kekuatan yang memotivasi seseorang

melakukan/ berprilaku adalan kebutuhan (need), aspirasi (aspiration) dan keinginan (desire),

dalam prosesnya keinginan seorang individu menghasilkan ketidakseimbangan sehingga timbul

aktifitas yamg bertujuan untuk mengurangi ketegangan tersebut (Winardi, 2012).

Kompensasi dalam hal ini uang tidak pernah lepas kaitannya dengan motivasi. Namun uang

bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi motivasi, tapi keberadaannya tetap penting terkait

dalam pemenuhan kebutuhan/ keinginan seorang individu. Dalam teori motivasi yang menekankan

dua faktor yang merupakan hasil riset Frederick Herzberg cs pada Psychological Service of

Pittsburgh, uang adalah faktor higienik dan bukanlah sebuah motivator. Dalam hasil penelitiannya

motivasi dipengaruhi oleh (Gillies, 1994):

a. Kebutuhan akan pekerjaan (faktor motivasi) yang berkaitan dengan sikap positif individual

terhadap pekerjaannya yang bertujuan untuk perbaikan diri, prestasi, keinginan untuk diterima

dan menerima tanggung jawab lebih besar. Faktor ini bersifat jangka panjang dan dapat

meningkatkan produktivitas.

b. Faktor lingkungan kerja yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan itu sendiri (factor higienik),

meliputi upah, kondisi kerja (suhu, ruangan), kebijaksanaan perusahaan dan kualitas supervisi.

Faktor-faktor tersebut tidak dapat maksimal meningkatkan motivasi dan peningkatan

produktivitas, namun ini bila tidak tersedia akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan

(Winardi, 2012).

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

24  

Tokoh lain yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

dalam suatu pekerjaan adalah M. Scott Mayers bekas manajer Personal Research for Texas

Instrumens Incorporated, dimana dalam memotivasi individu melakukan pekerjaan dipengaruhi

oleh faktor :

a. Kebutuhan akan motivasi

1. Pendelegasian

2. Kebutuhan akan keterlibatan dalam pekerjaan

3. Tanggung jawab dan penghargaan

4. Pencapaian prestasi

b. Kebutuhan pelaksanaan pemeliharaan

1. Kebutuhan ekonomi (upah, jagi, bonus, cuti, dll)

2. Kebutuhan fiskal (tuntutan kerja, fasilitas, peraturan, dll)

3. Kebutuhan social (hubungan antar karyawan dan antara karyawan dengan atasan)

4. Kebutuhan kepastian (penilaian yang objektif dari atasan, kekonsistenan, jaminan, dll)

5. Kebutuhan status (jabatan)

6. Kebutuhan orientasi (tugas, pertemuan, sosialisasi, rapat, dll)

1.5 Supervisi Pelayanan Keperawatan

Supervisi adalah salah satu bagian dari kegiatan kepemimpinan (Gillies, 1996) dimana

kegiatan supervisi keperawatan tidak akan lepas dari supervisor, penerima supervisi (supervisee)

dan komponen dari supervisi tersebut (Halpern & McKimm, 2009). Dimana kegiatan supervisi

dilaksanakan untuk pemantauan (monitoring), bimbingan, dan umpan balik (feedback) tentang

masalah-masalah pribadi, profesional, dan perkembangan pendidikan dalam konteks pelayanan

kesehatan yang aman bagi pasien (Kilminster, 2000).

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

25  

Supervisi pelayanan keperawatan merupakan kegiatan dinamis yang bertujuan untuk

meningkatkan motivasi dan kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu supervisor atau

pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan

keperawatan. Dalam kegiatannya interaksi dan komunikasi professional antara supervisor

keperawatan dan perawat pelaksana mencakup bimbingan, dukungan, bantuan dan kepercayaan,

sehingga perawat pelaksana dapat memberikan asuhan yang aman kepada pasien (Halpern &

McKimm ,2009 dan Gillies, 1994).

Menurut Suyanto (2008) supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang

bertanggung jawab antara lain:

a. Kepala ruangan

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang

diberikan pada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya.

b. Pengawas keperawatan

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional

mempunyai pengawas keperawatan yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan

keperawatan.

c. Kepala bidang keperawatan

Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab

untuk melakukan supervisi melalui para pengawas keperawatan. Kepala bidang keperawatan

memiliki tanggung jawab dalam mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman

dan nyaman, efektif, dan efisien. Pada intinya, tugas dari supervisor keperawatan yang terdiri

atas kepala ruangan, pengawas keperawatan dan kepala bidang keperawatan adalah

mengorientasikan, melatih, dan memberikan pengarahan kepada perawat pelaksana dalam

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

26  

pelaksanaan tugas. Tujuan memberikan pelayanan bimbingan dalam memberikan asuhan

keperawatan dan juga hal terkait keselamatan pasien agar perawat yang disupervisi

menyadari, mengerti terhadap peran dan fungsi sebagai pelaksana asuhan keperawatan yang

aman.

Kegiatan supervisi merupakan kegiatan dengan fokus peningkatan mutu dan kualitas

pelayanan kesehatan sebagai tujuan utama. Agar tidak menyimpang dari tujuan, maka ada

beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang supervisor (Arwani & Supriyanto, 2006)

diantaranya:

a. Kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk mengenai tugas dan tanggung jawab

perawat pelaksana.

b. Kemampuan memberikan saran dan bantuan

c. Kemampuan memberikan motivasi

d. Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan/ sebagai contoh

e. Kemampuan dalam melakukan penilaian objektif terhadap penilaian kinerja

Dalam suatu proses transformasi nilai (proses internalisasi nilai keselamatan pasien

menjadi bagian dari budaya organisasi) pemimpin mulai mengajak perawat untuk melihat,

percaya, bergerak dan menyelesaikan perubahan sehingga organisasi menemukan nilai-nilai

kolektif dan memakai nilai-nilai tersebut sebagai perekat, menjadi tuntunan dalam membentuk

kebiasaan dan perilaku setiap individu dan kelompok (Cahyono, 2008). Hal tersebut didukung oleh

penelitian yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepemimpinan efektif oleh kepala

ruang dengan penerapan budaya keselamatan pasien (Setiowati, 2010).

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

27  

1.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan organisasi yang

menjadi penggerak organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi (Nawawi,2001). Sumber daya

manusia selanjutnya disebut tenaga kerja/ karyawan. Menurut UU No 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau

masyarakat, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia 15-64

tahun.

1.6.1 Tenaga kesehatan

Dalam UU No 36 tahun 2014 bab 1 pasal 1 tentang tenaga kesehatan disebutkan bahwa

tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan yang dimaksud adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan nyawa manusia

sehingga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seorang tenaga kesehatan diharuskan

memiliki kualifikasi minimal pendidikan diploma tiga (D3) (UU No 36 tahun 2014 bab 3 pasal 9

ayat 1).

Tenaga kesehatan dibagi menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut

(UU No 36 tahun 2014 bab 3 pasal 9 ayat 1) :

a. Tenaga medis

b. Tenaga psikologi klinis

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

28  

c. Tenaga keperawatan

d. Tenaga kebidanan

e. Tenaga kefarmasian

f. Tenaga kesehatan masyarakat

g. Tenaga kesehatan lingkungan

h. Tenaga gizi

i. Tenaga keterapian fisik

j. Tenaga keteknisan medis

k. Tenaga teknik biomedika

l. Tenaga kesehatan tradisional

m. Tenaga kesehatan lain

1.6.2 Karakteristik individu tenaga kesehatan

Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu. Menurut Robbins (2006)

mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, dan masa kerja dalam

organisasi.

Adapun beberapa faktor dari karakteristik individu menurut Robbins (2006) adalah sebagai

berikut :

a. Usia

Kamus Umum Bahasa Indonesia (1998),usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak

dilahirkan). Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pegawai yang lebih muda cenderung

mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya

mereka belum berkeluarga atau bila sudah berkeluarga anaknya relatif masih sedikit. Tetapi

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

29  

pegawai yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggungjawab dan sering

berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan pegawai yang lebih tua.

b. Jenis Kelamin

Robbins (2006) menyatakan bahwa, tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita

dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan, analisis, dorongan kompetitif, motivasi,

sosiabilitas atau kemampuan belajar.

c. Masa Kerja

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1998), pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu

kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Siagian (2008) menyatakan bahwa, masa kerja menunjukkan

berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.

1.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, terkait dengan pengetahuan, motivasi,

supervisi dan budaya keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Daftar Penelitian Terdahulu No Penelitian Terdahulu

1 Peneliti Teguh Kuncoro

Institusi Universitas Indonesia

Tahun 2012

Judul Hubungan antara pengetahuan, sikap dan kualitas

kehidupan kerja dengan kinerja perawat dalam

penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit XY

tahun 2012

Tujuan

Penelitian

Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, kualitas

kerja dan kinerja perawat dalam penerapan sistem

keselamatan pasien di rumah sakit.

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

30  

Metode dan

Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelatif

dengan metode pendekatan cross-sectional. Hasil uji

menggunakan chi-squaretest menunjukkan tidak ada

hubungan signifikan antara pengetahuan, sikap dan

kualitas kerja dengan kinerja perawat dalam menerapkan

sistem keselamatan pasien. Dengan uji fisher exact test

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

komponen partisipasi dengan kinerja perawat.

2 Peneliti Ika Fadhilah Bea

Institusi Universitas Hasanuddin

Tahun 2013

Judul Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin Tahun 2013

Tujuan

Penelitian

Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien di RS

Universitas Hasanuddin

Metode dan

Hasil Penelitian

Desain penelitian korelasi deskriptif cross-sectional

dengan pengambilan sampel cluster random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya

keselamatan pasien di RS Unhas tergolong kuat dengan

persentasi 71,57%.

3 Peneliti IGA Ari Rasdini dkk

Institusi Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Tahun 2014

Judul Hubungan penerapan budaya keselamatan pasien

dengan supervisi pelayanan keperawatan oleh perawat

pelaksana di ruang rawat inap RSUP Sanglah

Tujuan

Penelitian

Mencari hubungan antara supervisi pelayanan

keperawatan dengan penerapan budaya keselamatan

pasien oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP

Sanglah

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

31  

Metode dan

Hasil Penelitian

Penelitian ini merulakan sudi korelatif dengan metode

pendekatan cross-sectional. Sampel terdiri dari 223

perawat pelaksana yang diambil dengan metode

menggunakan teknik proportionate stratified random

sampling pada sub-populasi dan kemudian anggota

sampel dari sub-populasi diambil dengan teknil simple

random sampling. Instrumen pengumpulan data dengan

kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan ada

hubungan signifikan dan berkekuatan sedang

antarasupervisi pelayanan keperawatan dengan

penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat

pelaksana.

4 Peneliti Reski Nur Wahyuningsih dkk

Institusi Universitas Hasanudin

Tahun 2014

Judul Hubungan pengetahuan, motivasi, dan beban kerja

terhadap kinerja keselamatan pasien RSUDSyekh Yusuf

Gowa

Tujuan

Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

pengetahuan, motivasi, dan beban kerja terhadap kinerja

perawat dalam mengimplementasikan keselamatan

pasien di instalasi rawat ianp RSUD Syekh Yusuf Gowa

Metode dan

Hasil Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan

pendekatan cross-sectional. Pengambilan sampel

menggunakan teknik exhaustive sampling dan analisis

data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji chi

square. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan

pengetahuan tingkat pengetahuan, motivasi dan beban

kerja terhadap kinerja perawat dalam

mengimplementasikan keselamatan pasien di instalasi

rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

32  

5. Peneliti Diah Gayatri Arumaningrum

Institusi Universitas Muhammaadiyah Yogyakarta

Tahun 2014

Judul Tingkat Pengetahuan perawat Tentang Patient safety di

unit anak RS PKU Muhammadiyah Bantul, RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

Tujuan

Penelitian

Mengetahui Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang

Patiet SafetyDi Unit Anak RS PKU Muhammadiyah

Bantul, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

Metode dan

Hasil Penelitian

Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross-sectional dengan metode pengambilan

sampel total sampling. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 96% perawat memiliki kriteria tingkat

pengetahuan baik dan 4% perawat memiliki tingkat

pengetahuan cukup.

6 Peneliti Arif Sumarianto

Institusi Universitas Hasanuddin

Tahun

Judul Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Terhadap Kinerja

Perawat Dalam penerapan Program Patient Safety Di

Ruang Perawatan Inap RSUD Makkasau Kota Parepare

Tujuan

Penelitian

Menganalisis hubungan pengetahuan dan motivasi

terhadap kinerja perawat dalam penerapan program

patient safety di ruang perawatan inap RSUD Makkasau

Kota Parepare

Metode dan

Hasil Penelitian

Jenis penelitian observasional dengan rancangan croos-

sectional study. Teknik pengambilan sampel dengan

stratified random sampling. Analisis data dengan uji chi

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan Pasien II.pdf · menerbitkan panduan ... Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial 1.1.5 Jenis Insiden keselamatan

33  

square, uji phi serta uji chamer’s V. Hasil analisis

menunjukkan ada hubungan pengetahuan dan motivasi

terhadap kinerja perawat dalam penerapan patient safety

si rung perawatan inap RSUD Andi Makkasau Parepare

7 Peneliti I Dewa Gede Agung Rat Keresna Putra

Institusi Universias Udayana

Tahun 2015

Judul Hubungan Budaya Keselamatan Pasien Dengan Jumlah

laporan KNC Di Ruang Rawat Inap RSUP Sanglah

Tahun 2015

Tujuan

Penelitian

Untuk mengetahui hubungan budaya keselamatan

pasien dengan jumlah laporan knc di ruang rawat inap

RSUP Sanglah tahun 2015

Metode dan

Hasil Penelitian

Jenis penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Data di olah dengan uji

pearson product moment. Hasil penelitian dapat

disimpulkan ada hubungan positif sedang signifikan

antara budaya keselamatan pasien dengan jumlah

laporan KNC di ruang rawat inap RSUP Sanglah.