tinjauan pustaka vitamin a

Upload: yoga-anindita

Post on 14-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Vitamin APenatalaksanaan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini ada banyak penyakit yang diakibatkan karena kekurangan gizi. Salah satu penyakit kurang gizi dapat diakibatkan karena kurangnya asupan vitamin. Vitamin merupakan kumpulan senyawa organik yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme tubuh. Vitamin tidak dapat dihasilkan didalam tubuh, hanya didapat dari sayuran dan buah-buahan. Salah satu vitamin yang sangat penting kegunaannya dalam kehidupan kita adalah Vitamin A. Defisiensi Vitamin A dapat menyebabkan beberapa gejala berupa rabun senja, xerosis kornea, keratomalasia, dan xeroftalmia. Banyak kasus defisiensi Vitamin A karena didahului dengan penyakit gizi buruk. Di Indonesia sendiri, masih banyak ditemukan anak yang menderita defisiensi Vitamin A. Saat ini defisiensi Vitamin A menjadi masalah kesehatan dunia. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan mengalami defisiensi Vitamin A dengan resiko yang sangat mengkhawatirkan. Perkiraan World Health Organization (WHO), jumlah orang buta diseluruh dunia saat ini 45 juta penderita. Diperkirakan terdapat 6-7 juta kasus baru xeroftalmia pada anak-anak prasekolah tiap tahunnya. Sepertiga berada di Asia Tenggara. WHO juga memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia, dan empat orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara.(1)Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya defisiensi Vitamin A. Salah satunya adalah pengetahuan masyarakat akan pentingnya Vitamin A bagi kesehatan masih sangat kurang dan kemiskinan yang menyebabkan masyarakat tidak bisa makan makanan yang cukup gizi. Untuk itulah, mengingat bahwa masalah kekurangan vitamin bukan hanya tanggung jawab orang perorangan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua yang ingin menjaga kesehatan tubuhnya dari kekurangan vitamin.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan defisiensi Vitamin A?2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi defisiensi Vitamin A?3. Bagaimana manifestasi klinis patofisiologi defisiensi Vitamin A?

4. Bagaimana cara mendiagnosis defisiensi Vitamin A?5. Bagaimana penatalaksanaan defisiensi Vitamin A?6. Apa komplikasi akibat defisiensi Vitamin A?

7. Bagaimana prognosis dari defisiensi Vitamin A?1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini ditujukan untuk membahas mengenai definisi, etiologi dan patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan penatalaksanaan pada orang dengan defisiensi Vitamin A.

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah studi pustaka, dengan mencari bahan penulisan berupa jurnal dan artikel yang di peroleh di internet.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAVitamin A terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk prekusor (provitamin). pro-Vitamin A terdiri dari , , dan - karoten. karoten merupakan pigmen kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan. Vitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde) dan asam retinoat.(2)(3)Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (preformed) dalam makanan, meliputi hati, susu dan produk susu, telur, serta ikan. Sumber Vitamin A yang paling kaya adalah minyakikan seperti hiu, halibut, serta cod, pada hewan yang hidup dari laut, sepertiberuang kutub. Pada ikan laut, senyawa alkohol Vitamin A1 (retinol) merupakan bentuk simpanan Vitamin A, sementara itu simpanan Vitamin A dalam ikan tawar berupa senyawa alkohol Vitamin A2 (3-dehidroretinol) hanya memiliki 40% aktivitas retinol.(4) Hati binatang seperti sapi, domba, anak sapi atau ayam juga mengandung Vitamin A dengan konsentrasi yang sebanding dengan minyak hati ikan cod. Telur, susu dan produk susu lainnya seperti mentega dan keju,merupakan sumber Vitamin A dengan konsentrasi sedang (moderat). Daging seperi daging sapi, kambing, dan babi hanya memiliki sedikit sumber Vitamin A yang telah terbentuk sebelumnya (performed).

Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan Vitamin A yang tersedia didalam darah. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Dalam pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan Vitamin A dalam bentukretinol. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan.BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Defisiensi Vitamin ADefisiensi vitamin A adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan absorbsi dan sangat rendahnya konsumsi/masukkan karotin dari vitamin A. Defisiensi Vitamin A terjadi ketika jumlah intake vitamin A atau hasil beta-karoten dalam tingkat serum vitamin yang berada dibawah kisaran normal, yaitu konsentrasi retinol dalam serum darah dari 30-60 mg/dl dianggap dalam batas normal. Beta-karoten adalah bentuk pro-Vitamin A, yang siap dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh. Defisiensi Vitamin A berkepanjangan dapat menghasilkan kebutaan total dan ireversibel.(4)(5)Defisiensi Vitamin A adalah penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menyebabkan metaplasia/keratinisasi pada epitel saluran pernapasan, saluran kemih, dan saluran cerna. Perubahan tersebut relatif lebih awal terjadi dibandingkan kerusakan yang mendeteksi pada mata. Namun, karena hanya mata yang mudah di amati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik di dasarkan pada pemeriksaan mata.

Defisiensi Vitamin A pada anak biasanya terjadi pada anak yang kurang energi protein atau gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini Vitamin A. Anak yang menderita Defisiensi Vitamin A mudah terserang infeksi termasuk infeksi saluran nafas akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan tubuh anak tersebut menurun. Vitamin A merupakan zat penting untuk mensintesis pigmen sel-sel retina dan diferensiasi normal struktur epitel penghasil lendir.(1)(2)(5)3.2 Etiologi Defisiensi Vitamin ABila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari defisiensi Vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yang kurang mengandung Vitamin A atau pro-Vitamin A untuk jangka waktu lama

2. Bayi tidak diberikan asi ekslusif

3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, Zn) yang diperlukan untuk penyerapan Vitamin A dan penggunaan Vitamin A dalam tubuh.

4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau pro-Vitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, kurang energi protein, dll.

5. Adanya kerusakan hati

Selain itu ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah defisiensi vitamin A, yakni:

1. Faktor sosial budaya, lingkungan dan pelayanan kesehatan

a. Ketersediaan pangan sumber Vitamin Ab. Pola makan dan cara makan

c. Adanya paceklik pangan

d. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan kematian karena campak dan diare

e. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau

f. Kurangnya tersedia air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat

g. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang, kerusuhan

2. Faktor keluarga

a. Pendidikan, pendidikan orang tua akan berisiko lebih tinggi kemungkinan anaknya menderita defisiensi Vitamin A karena pendidikan rendah biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang

b. Penghasilan, tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan.c. Jumlah anak dalam keluarga, semakin banyak anak semakin kurang perhatian untuk mengasuh anak.

3. Faktor individu

a. Anak dengan berat badan lahir rendah

b. Anak yang tidak mendapatkan asi eksklusif dan tidak diberikan Asi sampai usia 2 tahun

c. Anak yang tidak mendapat Asi yang cukup baik kualitas dan kuantitas

d. Anak kurang gizi

e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TB, ISPA, pneumonia, dan cacingan)

f. Kurangnya frekuensi kunjungan ke Posyandu, Puskesmas/pelayanan kesehatan.3.3 Patofisiologi Defisiensi Vitamin APencernaan dan absorpsi karoten dan retinoid membutuhkan empedu dan enzim pancreas seperti halnya lemak. Vitamin A yang di dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk ester retinil, bersama karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung.(2)(6) Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien diabsorpsi dari pada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama beta-karoten di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol.(7)Retinol didalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu menyeberangi sel-sel vili dinding usus halus untuk kemudian diangkut oleh khilomikron melalui system limfe ke dalam aliran darah menuju hati.

Dengan konsumsi lemak yang cukup, sekitar 80-90% ester retinil dan hanya 40-60% karotenoid yang diabsorpsi. Hati berperan sebagai tempat menyimpan Vitamin A utama di dalam tubuh. Dalam keadaan normal, cadangan Vitamin A dalam hati dapat bertahan hingga 6 bulan.(8)(9) Bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoat diabsorpsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil Vitamin A dalam darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan. Bila tubuh memerlukan, Vitamin A dimobilisasi dari dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol-Binding-Protein (RBP) yang disintesis di dalam hati. Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permukaan membran yang spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membrane sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol-Binding-Protein (CRBP) dan RBO kemudian dilepaskan. Didalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan didalam sel epitel sebagai asam retinoat. Alur transport Vitamin A didalam tubuh dapat dilihat pada gambar dibawah ini(2)(9) :Fungsi yang berhubungan dengan pengelihatan dijelaskan melalui mekanisme Rods (batang) yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedangkan Cones (kerucut) untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigmen yang sensitif terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai rhodopsin.

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konkus) dan sel batang (sel basilus). Retina adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam batang maupun kerucut, perbedaan utama antara pigmen pengelihatan dalam batang (rhodopsin) dan dalam kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada retina. Vitamin A berfungsi dalam pengelihatan normal pada cahaya remang. Di dalam mata, retinol (bentuk Vitamin A yang terdapat didalam darah) dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rhodopsin (suatu pigmen pengelihatan). Rhodopsin merupakan zat yang menerima rangsangan cahaya dan mengubah energy cahaya menjadi energy biolistrik yang merangsang indra pengelihatan. Beta-karoten efektif dalam memperbaiki fotosensitivitas pada penderita dengan protoporfiria erithropoetik.(9)Mata membutuhkan waktu beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang berpindah dari tempat terang ke tempat gelap, maka terjadi regenerasi rhodopsin secara maksimal. Rhodopsin sangat penting dalam pengelihatan di tempat gelap. Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan Vitamin A, rhodopsin tidak terbentuk dan akan menyebabkan timbulnya tanda pertama Defisiensi Vitamin A yaitu rabun senja.Defisiensi Vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar tidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata yang disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disbut bercak bitot (Bitot spot) yaitu bercak putih, berbentuk segitiga di bagian temporal dan diliputi bahan seperti busa.(1)(4)Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya karena terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Pada stadium lanjut, kornea menjadi lebih keruh, berbentuk infiltrate, berlaku pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Tahap akhir dari gejala mata yang terinfeksi adal xeratomalasia (kornea melunak dan dapat pecah), sehingga menyebabkan kebutaan total.Vitamin A mempunyai peranan penting pada sintesis protein yaitu pembentukan RNA sehingga berperan terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi. Pada orang yang defisiensi Vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak-anak yang mengalami defisiensi Vitamin A, terjadi kegagalan pertumbuhan.

Pada keadaan dimana terjadi defisisensi Vitamin A akan terjadi gangguan mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan mobilisasi za besi juga akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma, dimana hal ini akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin dalam darah.Defisiensi Vitamin A kronis anemia serupa seperti yang dijumpai pada defisiensi besi, ditandai dengan Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) rendah, terdapat anisositosis dan poikilositosis, kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin) didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat penggunaan kembali besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferring dan mobilisasi zat besi.(3)(6)3.4 Manifestasi Klinis Defisiensi Vitamin ASalah satu tanda awal dari Defisiensi Vitamin A adalah buta senja (nikalopia), yaitu ketidakmapuan menyesuaikan pengelihatan dari cahaya terang ke cahaya samar-samar, seperti bila memasuki kamar gelap dari kamar terang. Konsumsi Vitamin A tidak cukup menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar Vitamin A tidak cukup diperoleh oleh retina mata untuk membentuk pigmen pengelihatan rhodopsin.(5)(7)Kornea mata mudah terpengaruh secara dini oleh defisiensi Vitamin A. kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi air mata yang menyebabkan pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Ini diikuti oleh tanda-tanda: atrofi kelenjar, keratinisasi konjungtiva, pemburaman, pelepasan, sel-sel epitel kornea yang akhirnya akan melunak berakibat pecahnya kornea.

Tabel 1. Tanda Xerophtalmia.

Defisiensi Vitamin A menyebabkan penurunan system imun sehingga mudah terkena infeksi. Disamping lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lender sehingga mudah dimasuki mikroorganisme sehingga menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus dapat menimbulkan diare. Perubahan pada permukaan saluran kemih serta vagina. Perubahan ini dapat meningkatkan endapan kalsium yang menyebabkan batu ginjal dan gangguan kandung kemih. Defisiensi Vitamin A pada anak-anak dapat menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat berakibat kematian.Perubahan kulit menjadi kasar dan kering dapat terjadi akibat defisiensi Vitamin A. folikel rambut menjadi kasar, mengeras, dan mengalami keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis folikular. Mula-mula terkena lengan dan paha, kemudian dapat menyebar ke seluruh tubuh. Asam retinoat sering diusapkan ke kulit untuk menghilangkan kerutan kulit, jerawat, dan kelainan kulit lain. Perubahan lain yang dapat terjadi adalah keratinisasi sel-sel rasa pada lidah yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan anemia.

Defisiensi Vitamin A dapat menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel-sel tulang. Fungsi sel-sel membentuk email pada gigi terganggu dan terjadi atrofi sel-sel yang membentuk dentin gigi sehingga gigi mudah rusak.(4)3.5 Diagnosis Defisiensi Vitamin A3.5.1 Diet

Mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai makanan-makanan , jumlah serta jenis zat gizi yang dikonsumsi, misalnya apakah makanan yang sering di konsumsi tersebut segar, di rebus terlebih dahulu , di kukus lama dll, dengan begitu dari informasi yang di ketahui dapat menunjukkan apakah makanan yang sering di konsumsi pasien kurang mengandung sumber yang kaya dengan vitamin A.(10) Selain itu, perlu juga di ketahui faktor-faktor penyebab kurangnya asupan bahan makanan vitamin A ,misal dari kondisi lingkungan, sosial-budaya, ekonomi dll.

Selain itu hal-hal yang perlu di tanyakan , yaitu :

1. Riwayat hidup: riwayat ibu yang pernah menderita kekurangan vitamin A.

2. Apakah ada luka atau gangguan pada mata?

3. Adakah penglihatan menjadi kabur bila malam hari?

4. Apakah pasien sering tidak nafsu makan?

5. Apakah pasien sering menderita penyakit infeksi?

6. Apakah berlaku keterbelakangan pertumbuhan pada pasien?

7. Apakah pasien sering capek, susah konsentrasi, mata berkunang-kunang?

3.5.2 Antropometri

Penilaian status gizi dengan antropometri yaitu dengan melakukan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur serta tingkat gizi. Secara umum, antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini akan terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh seseorang. Macam-macam pengukuran antropometri yang bisa digunakan yaitu tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas.(1)(4)(9)(10)Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan yaitu memberikan gambaran massa tubuh dan status gizi seseorang saat ini. Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Dapat memberikan status gizi masa lampau,kronis dan status sosial ekonomi.3. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indikator status gizi saat ini (current nutrition status)4. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT merupakan cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

3.5.3 Diagnosa Berdasarkan Biokimia Seiring dengan perkembangan pengetahuan, status vitamin A seseorang dapat diketahui lebih awal dengan pemeriksaan, histopatologis, biologis dan biokimia. Secara biokimia dilakukan pemeriksaan pada darah atau serum. Total serum vitamin A atau konsentrasi serum retinol merupakan pemeriksaan biokimia yang sering dilakukan. 3.5.4 Serum RetinolKadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (1,05 mol/g hati). Bila konsentrasi cadangan vitamin A dalam hati berada dalam batas ini, tidak menggambarkan total cadangan tubuh, menggambarkan konsenstrasi status vitamin A perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A tubuh terbatas, karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis dan tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun.(2)(10)Konsentrasi serum retinol juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor yang berpengaruh pada kadar serum retinol antara lain umur, jenis kelamin dan ras. Serum retinol biasanya ditentukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau dengan spektrofotometri. 3.5.5 Serum Retinol Binding Protein RBP adalah protein transpor spesifik vitamin A, dinamakan holo RBP ketika berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada ikatan dinamakan apo-RBP. Bila cadangan hati menurun, yang timbul pada tingkat akhir defisiensi vitamin A, RBP berakumulasi dalam hati menjadi apo-RBP dan kadar serum retinol dan RBP menurun3. Serum RBP terjadi pada 1:1:1 M complex dengan retinol and transthyretin. Karena 1:1 complex, konsentrasi serum RBP dapat menggambarkan konsentrasi serum retinol.(10)Penentuan RBP dapat menggunakan prosedur radioimmunoassay (RIA) yang spesifik dan sensitive di mana RBP berikatan dengan radioactively labeled antibodies. Alternatif lain, menggunakan tes secara cepat yang baru yaitu Enzyme immunoassay (EIA). Analisis RBP memerlukan amat sedikit serum 10-20 L darah vena yang dapat diambil dari jari. 3.5.6 Serum KarotenoidKomponen utama dari serum karoten adalah -karoten (-carotene), likopen (lycopene) dan beberapa karotenoid. Beberapa faktor non-gizi berpengaruh pada konsentrasi serum karoten, faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, asupan alkohol, status fisiologis, indeks massa tubuh dan musim. Merokok juga mempengaruhi hubungan antara asupan -karoten dan kadar serum -karoten.(4)(10)3.5.7 Metode Stable Isotope Dan Cadangan Total Vitamin AIsotop dilution hanyalah metode yang mengukur secara kuantitatif cadangan vitamin A di dalam hati. Dilakukan dengan cara memberi secara oral tetradeuterated vitamin A. kemudian dilakukan pengambilan darah dan rasio dari komponen deurated dan nondeuterated diukur dengan spektrofotometriSecara singkat Tehnik DRD melakukan pemberian dengan cara diminumkan stable isotopelabeled vitamin A seperti [2H4]retinyl acetate) pada seseorang, dan setelah masa equilibrasi dilakukan pengambilan sampel darah untuk menentukan rasio isotop terhadap [2H4]retinol dalam plasma. DRD test memerlukan waktu 20 hari. 3.5.8 Relative Dose Response (RDR)

Metode RDR digunakan untuk mengestimasi cadangan vitamin A dalam hati. Setelah pemberian vitamin A test dose, sebagian vitamin A mengikat kelebihan apo- RBP dalam hati. Kemudian keluar sebagai holo-RBP (RBP berikatan dengan retinol) ke dalam aliran darah. Hasilnya pada orang yang mengalami KVA menjadi lebih cepat terjadi peningkatan serum retinol setelah pemberian vitamin A test dose dibandingkan dengan orang yang mempunyai cadangan vitamin A normal. Relative Dose Response (RDR) test dikembangkan oleh Underwood et al. Konsentrasi dari retinol plasma (R) meningkat setelah lima jam pada tingkat yang paling tinggi pada anak yang mempunyai status vitamin A kurang.(4)(9)(10)3.6 Penatalaksanaan Defisiensi Vitamin ACara pencegahan dan penanggulangan KVA dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama pendekatan melalui makanan atau food based intervention dan kedua tidak melalui makanan atau non food based intervention.Penanggulangan Vitamin A berbasis makanan adalah upaya peningkatan konsumsi Vitamin A dari makanan yang kaya akan Vitamin A. Misalnya : Sereal (berasal dari jagung kuning dan gandum), umbi-umbian (umbi-umbian yang mengandung banyak vitamin A adalah ubi kuning, ubi kuning kukus, ubi jalar merah, ubi rambat merah), biji-bijian (biji-bijian atau kacang-kacangan adalah kacang ercis dan kacang merah), sayuran (sayuran yang mengandung banyak vitamin A diantaranya bakung, bayam, bayam keripik goreng, bunkil daun talas, bayam merah, daun genjer, daun jambu, daun jambu mete, daun kacang panjangl, serta daun hijauan lainnya, Gandaria, kacang panjang, kankung, kol cina, labu kuning, pak soy, putri malu, ranti muda, rumput laut, sawi, semanggi, terong hintalo dan wortel), buah-buahan (contohnya adalah apel, buah negeri, kesemek, mangga, pepaya, pisang, sowa serta sukun), hewani (daging ayam, bebek, ginjal domba, hati sapi, hati ayam, sosis hati, berbagai jenis ikan (baronang, cakalang, gabus, kawalinya, kima, lehoma, malugis, rajungan, sarden, sunu, titang dan tongkol), telur ikan dan juga telur asin), hasil olahan (selain vitamin A alami ada juga yang berasal dri olahan seperti kepala susu, mentega, minyak ikan, minyak kelapa sawit, tepung ikan serta tepung susu). Dan makanan yang mengandung Vitamin A tinggi : hati (sapi, babi, ayam, kalkun, ikan) (6500 mg 722%), wortel (835 ug 93%), brokoli daun (800 mg 89%), ubi jalar (709 mg 79%), mentega (684 mg 76%), kangkung (681 ug 76%), bayam (469 ug 52%), labu (400 mg 41%), collard hijau (333 mg 37%), keju cheddar (265 mg 29%), melon melon (169 mg 19%), telur (140 mg 16%), aprikot (96 mg 11%), pepaya (55 mg 6%), mangga (38 mg 4%), kacang (38 mg 4%, brokoli (31 mg 3%), susu (28 mg 3%).(2)(4)(5)Angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi Vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar. Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya.(4)Angka kecupukan gizi vitamin A yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada Tabel

Tabel Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin A

Golongan

umurAKG*

(RE)Golongan

UmurAKG*

(RE)

0-6 bl

7-12 bl

1-3 th

4-6 th

7-9 th

13-15 th

Pria:10-12 th

13-15 th

16-19 th

20-45 th

46-59 th

60 th350

350

350

360

400

500

600

700

700

700

600Wanita:10-12 th

13-15 th

16-19 th

10-50 th

46-59 th

60 th

Hamil:Menyusui:0-6 bl

7-12 bl500

500

500

500

500

500

+ 200

+ 350

+ 300

Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil. Untuk lebih mudah mengingat jenis makanan apa saja yang mengandung vitamin A. Jenis lainnya adalah makanan yang sudah difortifikasi atau ditambah zat gizinya seperti jenis mie instan, biskuit, mentega dan susu instan.(3)(4)Penanggulangan Defisiensi vitamin A dilakukan selain dengan jalan penyuluhan guna memperbaiki makanan keluarga agar lebih banyak mengkonsumsi bahan makanan sumber vitamin seperti sayuran hijau dan buah-buahan berwarna, dilakukan juga pemberian vitamin dosis tinggi yaitu 200.000 300.000 SI kepada anak balita.(10)Mencegah dan menanggulangi defisiensi vitamin A dengan basis bukan makanan atau non food based intervention dilakukan dengan program suplementasi yaitu pemberian tambahan (suplemen) vitamin A kepada anak atau ibu dalam bentuk pil atau kapsul. Program ini merupakan program utama dan berhasil menanggulangi defisiensi vitamin A di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk mencegah terjadinya defisiensi vitamin A di Posyandu atau Puskesmas pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan, harus mendapat 1 kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari setelah melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.

Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis kornea (X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, diberikan kapsul vitamin A pada hari pertama pengobatan sebanyak (50.000 SI) kapsul biru untuk bayi berusia kurang atau sama dengan 5 bulan, 1 kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi berusia 6 sampai 11 bulan atau 1 kapsul merah (200.000 SI) untuk anak 12-59 bulan. Pada hari kedua diberikan 1 kapsul vitamin A sesuai umur dan dua minggu kemudian diberi lagi 1 kapsul vitamin A juga sesuai umur.Departemen Kesehatan juga terus melakukan program penanggulangan Defisiensi vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992 bahaya kebutaan akibat Defisiensi vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. Namun sebanyak 50,2 % balita masih menderita Defisiensi vitamin A sub-klinis yang juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Guna menanggulangi hal ini, Depkes melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A bagi anak usia 6-59 bulan di Indonesia. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada balita dan ibu nifas. Pada balita diberikan dua kali setahun, setiap bulan Februari dan Agustus dengan dosis 100.000 IU untuk anak 6-12 bulan dan 200.000 IU untuk anak 12-59 bulan dan ibu nifas.

Pada kasus kerusakan kornea akibat xerolftalmia, vitamin A harus segera diberikan sesuai dosis. Untuk mengobati atau mengurangi risiko infeksi mata sekunder (akibat bakteri atau virus) yang dapat memperburuk kerusakan kornea, sebaiknya diberikan antibiotik salepmata yang mengandung tetrasiklin atau kloramfenikol (jangan menggunakan mata yang menggunakan steroid). Untuk mencegah trauma (kornea rusak akibat xerosis dan ulserasi), mata sebaiknya ditutup dengan bahan yang tidak bersifat iritatif, dan pergerakan lengan anakdibatasi, misalnya dengan mengikat tangan anak ke tempat tidur.Wanita usia subur, baik hamil maupun tidak jika menderita rabun senja atau bintikbitot, dapat mengkonsumsi tablet vitamin A sebanyak 5.000-10.000 IU (satu tablet bersalut gula) sehari selama paling sedikit 4 minggu. Dosis maksimal tidak boleh melebihi 10.000 IU.Namun, jika jumlah yang dimakan dalam 1 minggu kurang dari 25.000 IU, perlu dilakukan koreksi.(4)(8)(9)(10)BAB IVPENUTUP

4.1 Simpulan

Defisiensi vitamin A adalah suatu keadaan yang ditandai rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) sehingga tidak memenuhi kebutuhan tubuh yang disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor sosial, individu maupun keluarga. Manifestasi klinis yang ditimbulkan dari ringan hingga berat yaitu rabun senja hingga xerophthalmia. Diagnosa dari defisiensi Vitamin A dapat ditegakan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dengan menunjukan gejala bermula rabun senja hingga xerophthalmia dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan biokimia. Penanganan dari kasus ini adalah dengan menilai asupan makanan dan memberikan kapsul Vitamin A sesuai dosis yang diperlukan. 4.2 Saran

Dalam menurunkan angka defisiensi Vitamin A, masyarakat diharapkan untuk mengonsumsi makanan yang kaya Vitamin A meliputi sayur-sayuran, buah-buahan, dan pangan hewani serta cara mengolah makanan agar dapat mengurangi defisiensi Vitamin A.DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization: Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Populations at Risk 19952005: WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva: World Health Organization, 2009.2. The United Nations Childrens Fund (UNICEF): Vitamin A Supplementation: A Decade of Progress. New York: UNICEF, 2007.3. Schuster, G. U. 2006. Nutrients and gene expresion. In Nutritional Genomics: Discovering the Path to Personalized Nutrition. J. Kaput and R. L. Rodriguez, eds. John Wiley & Sons, Inc., New York, pp. 153173.4. Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.5. Surles R.L, Jialing Li and Sherry A Tanumihardjo. The Modified Dose Response Values in Serum and Milk are Positively Correlated over Time in Lactating Sows with Adequate Vitamin A Status. J. Nutr. 2006. 136:939-945.6. Sommer A, Davidson FR (2002). Assessment and control of vitamin A deficiency:the Annecy accords. Journal of Nutrition, 132:S28452850.7. West KP Jr. Extent of vitamin A deficiency among preschool children and women of reproductive age. Journal of Nutrition, 132:S28572866. Erratum in: Journal of Nutrition, 2002;132:3432.8. Humphrey JH et al . 2006. Effects Of A Single Large Dose Of Vitamin A, Given During ThePostpartum Period To HIV-Positive Women And Thei Infants, On Child HIV Infection,HIV-Free Survival, And Mortality. 9. Frey G, Egli E, Chailley-Heu B, et al. Effects of mild vitamin a deficiency on lung maturation in newborn rats: a morphometric and morphologic study. Biol Neonate.2004;86 (4):259 268.10. Tielsch JM, Rahmathullah L, Thulasiraj RD, et al. Newborn vitamin A dosing reduces the case fatality but not incidence of common childhood morbidities in South India. J Nutr.2007;137 (11):2470-2474.20