tinjauan teoritis stroke non hemoragik
TRANSCRIPT
TINJAUAN TEORITIS STROKE NON HEMORAGIK
A. PENGERTIAN
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah di
bagian otak sebagai titik puncak perjalanan penyakit serebrovaskuler yang telah
menahun.(Smeltzer & Bare, 2002)
Menurut WHO, stroke adalah gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh
penyakit pembuluh darah otak. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh
darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Stroke non hemoragic terjadi bila aliran darah ke otak terhenti karena Aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar
83 % mengalami stroke jenis ini.
B. ETIOLOGI
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain)
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
C. ANATOMI DANFISIOLOGI SNHOtak dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu serebrum, batang otak, serebellum. Semuanya berada dalam satu struktur tulang yang disebut tengkorak. Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan:1. Duramater2. Arakhnoid
3. Piamater
D. PATOFISIOLOGIPada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua
arteri vertebralis. Arteri – arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir
di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling
sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan
pembuluh darah yang menuju otak. Obat – obatan (misalnya kokain dan amfetamin)
juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan
tekanan darah yang tiba – tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun.
(Smeltzer & Bare, 2002)
Pathway terlampir.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala muncul akibat dari daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah ketempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung
bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
1. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut transient ischemic attack (TIA).
Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2. Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut reversible ischemic neurologic deficit
(RIND).
3. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut
progressing stroke atau stroke in evolution
4. Sudah menetap/permanen
Selain itu gejala yang timbul pada stroke non hemoragik tergantung pada bagian otak
yang terganggu,misalnya:
1. Defisit lapang pandang
a. Homonimus hemianopsia: kehilangan setengah lapang penglihatan
b. Kehilangan penglihatan perifer: sulit melihat pada malam hari dan tidak menyadari
obyek
c. Diplopia: penglihatanganda
2. Defisitmotorik
a. Hemiparesis: kelemahan pada separuh bagian tubuh.
b. Hemiplegia: kelumpuhan pada separuh bagian tubuh.
c. Ataksia: berjalan tidak mantap/tegak
d. Disatria: kesulitan membentuk kata
e. Disfagia: kesulitandalammenelan
3. Defisit sensori
Parestesia: kebas dan kesemutan pada bagian tubuh.
4. Defisit verbal
a Afasia ekspresif: tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b Afasia reseptif: tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
c Afasia global: kombinasiafasiaekspresifdanreseptif
5. Defisitkognitif
a Kehilanganmemorijangkapendekdanpanjang
b Penurunanlapangperhatian
c Kerusakankemampuanuntukberkonsentrasi
d Perubahanpenilaian
6. Defisitemosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
d. Depresi
e Menarik diri
f Rasa takut, bermusuhan dan marah
F. KOMPLIKASI
1. Hipoksia Serebral
Hipoksia serebral dapat diminimalkan dengan oksigenasi darah adekuat ke otak.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit
pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
2. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipotensi atau
hipertensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan aliran darah serenral
dan potensi meluasnya area cedera.
3. Luasnya area cedera
(Smeltzer & Bare, 2002)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark. CT scan
merupakan pendeteksi imaging yang paling mudah, relatif cepat, dan murah.
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal. Tekanan meningkat pada cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
4. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG
Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
H. PENATALAKSANAA
Tindakan medis pada pasien stroke akut meliputi:
1. Diuretika
Diuretik dipakai untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum
3-5 hari setelah infark serebral.
2. Anti koagulan
Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
(Smeltzer & Bare, 2002)
Penatalaksanaan pada pasien dengan fibrilasi atrial meliputi pemberian obat/medikasi.
Jika curah jantung masih cukup dan pasien tidak hipotensi atau mengalami gagal jantung
yang bermakna, terapi obat-obatan biasanya dicobakan terlebih dahulu. Digitalis secara
khusus bermanfaat yaitu meningkatkan blok AV dan memungkinkan lebih banyak waktu
untuk pengisian diastole ventrikel. Irama juga dapat berubah dengan digitalis menjadi irama
sinus normal. Diltiazem atau verapamil juga dapat digunakan untuk tujuan ini. Quinidine
membantu dalam mempertahankan irama sinus normal. Kardioversi diindikasikan jika
terapiobat-obatan gagal atau terdapat kondisi gangguan hemodinamik.
Penatalaksanaan pada fase pasca akut, dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi medis
dan pencegahan terulangnya stroke serta mencegah terjadinya kecacatan.
1. Rehabilitasi Dini
Rehabilitasi baru mungkin dilakukan bila kondisi pasien sudah stabil. Dan dapat
dilakukan dengan teknik ROM (Range Of Motion). Rehabilitasi ini dilakukan dengan 2
cara, yaitu :
a. Posisi berbaring.
b. Posisi duduk.
2. Terapi Preventif
Mencegah, mengobati dan menghindari faktor terulangnya atau timbulnya serangan
risiko seperti pengobatan hipertensi, hiperglikemia, tidak merokok, menghindari stres,
obesitas dan harus banyak olah raga.
Prinsip 6 B Dalam Penatalaksanaan Pasien Stroke
1. Breathing : Memperbaiki pernafasan dengan posisi dan oksigen
2. Blood : Mengawasi tekanan darah.
3. Brain : Mempertahankan sirkulasi otak.
4. Bowel : Pengawasan BAB.
5. Bladder : Pengawasan urine, misalnya dengan pemasangan DC.
6. Bone
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan/atau tak teratur, suara nafas terdengar ronkhi/aspirasi
c. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif: perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau
spastik), paralysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,
endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia, perubahan EKG
3) Pulsasi: kemungkinan bervariasi
4) Denyut karotis, femoral, dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
2) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan.
3) kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
1) Inkontinensia, anuria.
2) distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus
(ileus paralitik.)
e. Makan/ minum
Data Subyektif:
1) Nafsu makan hilang
2) Nausea/vomitus menandakan adanya PTIK
3) Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring).
2) Obesitas (faktor resiko)
f. Sensori neural
Data Subyektif:
1) Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA)
2) nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
4) Penglihatan berkurang
5) Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral (sisi yang sama)
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
1) Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah
laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
2) Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
(kontralateral)
3) Wajah: paralisis/parese (ipsilateral)
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif,
global/kombinasi dari keduanya).
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
6) Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik
7) Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
g. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif: sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial
h. Respirasi
Data Subyektif: Perokok (faktor resiko)
i. Keamanan
Data obyektif:
1) Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
j. Interaksi sosial
Data obyektif: problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral
Dibuktikan oleh:
1) Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori
2) Perubahan respon sensorik/motorik, kegelisahan
3) Defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosional
4) Perubahan tanda tanda vital
Tujuan:
1) Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
sensori/motor
2) Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
3) Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran/kekambuhan.
Intervensi:
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/penyebab
koma/penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
2) Monitor dan catat status neurologis secara teratur
3) Monitor tanda tanda vital
4) Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya)
5) Bantu untuk mengubah pandangan, misalnay pandangan kabur, perubahan
lapang pandang /persepsi lapang pandang
6) Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan
fungsi
7) Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .
8) Pertahankan tirah baring, sediakan lingkungan yang tenang, atur kunjungan
sesuai indikasi
Kolaborasi
1) berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
2) berikan medikasi sesuai indikasi:
a) Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar)
b) Antihipertensi
c) Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
d) Manitol
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan
mengatasi lendir
Kriteria hasil:
1) Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
2) Ekspansi dada simetris
3) Bunyi napas bersih saat auskultasi
4) Tidak terdapat tanda distress pernapasan
5) BGA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
3) Penghisapan sekresi
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
5) Berikan oksigenasi sesuai advis
6) Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan:
Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
1) RR 18-20 x permenit
2) Ekspansi dada normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
2) Auskultasi bunyi nafas.
3) Pantau penurunan bunyi nafas.
4) Pastikan kepatenan O2 binasal
5) Berikan posisi yang nyaman: semi fowler
6) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
7) Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
d. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskular, kehilangan tonus, kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan:
Komunikasi efektif
Kriteria hasil:
1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
2) Menerima pesan-pesan melalui metode-metode alternatif
3) Memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mengerti
Intervensi:
1) Mengkaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
2) Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
3) Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhanan ulangi dengan kata atau
kalimat sederhana
4) Menunjukkan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama tersebut
5) Menganjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk
berkomunikasi dengan pasien, seperti membaca surat, diskusi tentang hal-hal
yang terjadi pada keluarga.
6) Konsultasikan kepada ahli terapi wicara
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, Carolyn M., Barbara M. Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik Volume II.
Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC; 1997.
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C.,& Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Klien, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto;
2001.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 2001.