tipus
DESCRIPTION
SNHTRANSCRIPT
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Stroke Stroke adalah suatu penyakit defisit
neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.2 Secara umum, stroke digunakan
sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran
darah otak (GPDO).2 Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai
serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).11 2.2.
Anatomi Pembuluh Darah Otak Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel
penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan
50% glukosa yang ada di dalam darah arterial (Gambar 2.1.).12 Otak harus menerima
lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa
oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang
pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan Universitas Sumatera Utara otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum
posterior membentuk suatu sirkulus willisi (Gambar 2.2).12,13 Ada dua hemisfer di otak
yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan
pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat
bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak
yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).4
Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Pembuluh
Darah di Otak Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak Jika terjadi kerusakan
gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan
bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya
terjadi karena adanya serangan stroke. Universitas Sumatera Utara 2.3. Stroke Non
Hemoragik 2.3.1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik4,14 Secara non hemoragik, stroke
dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal): a. Berdasarkan
manifestasi klinik: i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam. ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. iii. Stroke Progresif (Progressive
Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat. iv. Stroke
komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah menetap, dan
tidak berkembang lagi. b. Berdasarkan Kausal: i. Stroke Trombotik Stroke trombotik
terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat
terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
Universitas Sumatera Utara kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis. ii. Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi
karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen
dan nutrisi ke otak. 2.3.2. Gejala Stroke Non Hemoragik13,14,15 Gejala stroke non
hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
maka gejala-gejala tersebut adalah: a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna. i.
Buta mendadak (amaurosis fugaks). ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti
bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan. iii. Kelumpuhan pada
sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner
pada sisi sumbatan. b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior. i. Hemiparesis
kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. ii. Gangguan mental. iii.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. iv. Ketidakmampuan dalam
mengendalikan buang air. Universitas Sumatera Utara v. Bisa terjadi kejang-kejang. c.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media. i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi
kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. ii.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa
(aphasia). d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar. i. Kelumpuhan di satu
sampai keempat ekstremitas. ii. Meningkatnya refleks tendon. iii. Gangguan dalam
koordinasi gerakan tubuh. iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo). v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). vi.
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara
(disatria). vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi). viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim). Universitas Sumatera Utara ix.
Gangguan pendengaran. x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah. e. Gejala akibat
penyumbatan arteri serebri posterior i. Koma ii. Hemiparesis kontra lateral. iii.
Ketidakmampuan membaca (aleksia). iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga. f. Gejala
akibat gangguan fungsi luhur i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan
lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan
otak. ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia
adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia
adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. Universitas Sumatera Utara iii.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak. iv.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak. v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan
gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan
ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama
jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya). vi. Hemi spatial
neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam
perintah yang berhubungan dengan ruang. vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan
dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara. viii.Amnesia adalah gangguan
mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca
operasi pengangkatan massa di otak. ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual
yang mencakup sejumlah kemampuan. Universitas Sumatera Utara 2.3.3. Diagnosis
Stroke Non Hemoragik14 Diagnosis didasarkan atas hasil: a. Penemuan Klinis i.
Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke. ii. Pemeriksaan Fisik Adanya defisit
neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan
kelainan pembuluh darah lainnya. b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium i. Pemeriksaan
Neuro-Radiologik Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik
perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA). ii. Pemeriksaan
lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin
(Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG). Universitas
Sumatera Utara 2.4. Stroke Hemoragik 2.4.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik11,14
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas: a. Perdarahan Intraserebral
(PIS) Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini
banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia,
pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular. b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) Perdarahan
Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui. c. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi
akibat robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
Universitas Sumatera Utara 2.4.2. Gejala Stroke Hemoragik11,14 a. Gejala Perdarahan
Intraserebral (PIS) Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah:
nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di
siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan
cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan
12% terjadi setelah 3 jam). b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Pada penderita
PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual,
muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku
kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika
terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf
otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena
pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan perubahan pada EKG. c. Gejala Perdarahan Subdural Pada penderita
perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat
edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala
ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
Universitas Sumatera Utara 2.4.3. Diagnosis Stroke Hemoragik2,4,14 a. Perdarahan
Intraserebral (PIS) Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized
Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan
Angiografi cerebral. b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Diagnosis didasarkan atas gejala-
gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-
Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA). c. Perdarahan
Subdural Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak
anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan CT-
Scan dan EEG. Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem
skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk
Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain: Universitas Sumatera
Utara 1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988) Tanda/Gejala
Skor 1. Tia sebelum serangan 2. Permulaan serangan Sangat mendadak (1-2 menit)
Mendadak (beberapa menit-1 jam) Pelan-pelan (beberapa jam) 3. Waktu serangan Waktu
kerja (aktivitas) Waktu istirahat/duduk/tidur Waktu bangun tidur 4. Sakit kepala waktu
serangan Sangat hebat Hebat Ringan Tak ada 5. Muntah Langsung habis serangan
Mendadak (beberapa menit-jam) Pelan-pelan (1 hari atau lebih) Tak ada 6. Kesadaran
Hilang waktu serangan (langsung) Hilang mendadak (beberapa menit-jam) 1 6,5 6,5 1 6,5
1 1 10 7,5 1 0 10 7,5 1 0 10 10 Universitas Sumatera Utara 2. Guy's Hospital Score
(1985) Gejala/Tanda Klinis dan Skor 1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3 Tak dapat dibangunkan + 14.6 2. Babinski bilateral + 7.1 3. Permulaan
serangan Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9 4. Tekanan
darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x 0.17) 5. Penyakit katub
aorta/mitral -4.3 6. Gagal jantung - 4.3 7. Kardiomiopati - 4.3 8. Fibrilasi atrial - 4.3 9.
Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3 10. Infark jantung (dalam 6 bulan) -
4.3 11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7 12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7 13.
Anemnesis adanya hipertensi - 4.1 Pembacaan: Skor : < + 25: Infark (stroke non
hemoragik) > + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik) + 14: Kemungkinan infark dan
perdarahan 1 : 1 < + 4: Kemungkinan perdarahan 10% Sensivitas: Untuk stroke
hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 76-82%. Ketetapan keseluruhan: 76-
82%. Universitas Sumatera Utara 3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991) Versi
orisinal: = (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan
darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71. Versi disederhanakan: = (2.5 x kesadaran) +
(2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2 Muntah: tidak = 0 ;
ya = 1 Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1 Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1
atau lebih tanda ateroma = 1 (anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan: Skor > 1 : Perdarahan otak < -1: Infark otak Sensivitas: Untuk perdarahan:
89.3%. Untuk infark: 93.2%. Ketepatan diagnostik: 90.3%. Universitas Sumatera Utara
2.5. Epidemiologi Stroke 2.5.1. Distribusi Frekuensi Stroke a. Menurut Orang Menurut
penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat 264 orang penderita
stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan oleh kelebihan lemak, merokok,
hipertensi dan riwayat stroke.16 Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh
Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi
pada tahun 2002, terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%,
usia 30-50 tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun
sebesar 22,95%.17 Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan
tahun 1999-2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku
penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang
(54,5%) dan yang terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status
perkawinan penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak
217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang (1,4%).10 b.
Menurut Tempat Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta
penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun.
Angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita
pertahun.18 Universitas Sumatera Utara Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita
stroke dan 1 juta penderita stroke meninggal dunia dengan CFR 66,66%.19 Di India,
angka prevalensi stroke sebesar 8,6 per 100.000 populasi pertahun.20 Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan stroke, 125.000 orang
meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan atau berat dengan
proporsi 75% (375.000 orang).21 c. Menurut Waktu Menurut WHO (2005), stroke
menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di seluruh dunia, dan diperkirakan
meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun
2030.19 Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun
2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000 sebanyak 641
orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan tahun 2003
sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita stroke yang
dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak
255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393 orang dan tahun
2000 sebanyak 459 orang.22 2.5.2. Determinan Stroke Faktor risiko stroke terdiri dari
dua kategori, yaitu: a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: i. Usia Risiko terkena
stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan
meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari Universitas Sumatera Utara semua
stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%,
sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang
berusia <45 tahun.12 Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik
Medan dengan desain case control, umur berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana
pada kelompok umur ≥45 tahun risiko terkena stroke dengan OR: 9,451 kali
dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.23 ii. Jenis Kelamin Menurut data dari 28
rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan
perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.11
iii. Ras/bangsa Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.3 Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan
yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.5 iv. Hereditas Gen berperan besar dalam
beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
Universitas Sumatera Utara terkena stroke.12 Menurut penelitian Tsong Hai Lee di
Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 29,3%.16 b. Faktor risiko yang dapat dirubah: i. Hipertensi Hipertensi
merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.3 Sebanyak 70% dari orang yang
terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.6 ii. Diabetes Melitus Diabetes melitus
merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus
dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.24 Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes
melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya
stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.23 Universitas Sumatera Utara iii. Penyakit Jantung Penyakit
jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation
(AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung
koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke.3 Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko
stroke 4-7 kali.12 iv. Transient Ischemic Attack (TIA) Sekitar 1 dari seratus orang dewasa
akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup
mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.12 Risiko TIA untuk terkena stroke 35-
60% dalam waktu lima tahun.24 v. Obesitas Obesitas berhubungan erat dengan
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.3 Obesitas meningkatkan risiko stroke
sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan
stroke.12 vi. Hiperkolesterolemia Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung
meningkatkan faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah
dan Universitas Sumatera Utara juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol
yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.3,11 vii.
Merokok Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan
dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 4 kali.23 Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya
aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.12
viii.Alkohol Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan
darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua ini mempermudah
terjadinya stroke.3 Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3
kali.24 ix. Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya,
aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat Universitas Sumatera Utara
memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.12
x. Penyalahgunaan Obat Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding
pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi
metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari
rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari
50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.3 2.6. Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu: 2.6.1. Pencegahan Primordial2 Tujuan
pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan
cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap
stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan
kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui
ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. Universitas Sumatera Utara 2.6.2.
Pencegahan Primer11,12 Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain: a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. b.
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan. c. Mengendalikan: Hipertensi, DM,
penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung
reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya. d. Menganjurkan konsumsi gizi
yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem
dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak
dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
2.6.3. Pencegahan Sekunder25 Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke
agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah: a. Obat-
obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
Universitas Sumatera Utara b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan
obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai
kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin). c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko
stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi,
mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok,
berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak. 2.6.4.
Pencegahan Tertier12 Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli
terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga. a.
Rehabilitasi Fisik Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang
pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris
penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan
penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari Universitas Sumatera Utara seperti
mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan
bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain. b. Rehabilitasi
Mental Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia,
murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan
penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,
penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater
atau ahki psikologi klinis. c. Rehabilitasi Sosial Pada rehabilitasi ini, petugas sosial
berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain
itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan
badan-badan bantuan sosial. Universitas Sumatera Utara