tjoet nia usmawanda - pengaruh suhu dan tekanan udara

8
Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 35 Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42 ISSN 2548-9011 Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu (Runway) Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia (masuk/received 4 Februari 2018, diterima/accepted 18 Juli 2018)x The Influence of Temperature and Pressure of the Surrounding Air Toward Mirage Visibility at Runway of Sultan Iskandar Muda Airport, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia Tjoet Nia Usmawanda, Nasrullah Idris Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala Jl. Syech Abd. Rauf No. 3 Kopelma Darussalam 23111 Aceh Besar, Aceh, Indonesia [email protected] Abstrak Telah dilakukan sebuah studi mengenai hubungan suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu (runway) bandara terhadap visibilitas fatamorgana. Pengamatan fatamorgana dilakukan di landasan pacu Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) yang berlokasi di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia. Waktu pengamatan kemunculan dan kehilangan fatamorgana adalah mulai dari sejak matahari terbit pada pagi hari hingga terbenam pada sore hari, yaitu mulai dari jam 07.00 WIB sampai 18.00 WIB dan dicatat tingkat visibilitasnya. Data suhu dan tekanan udara lingkungan didapatkan dari basis data yang dikumpulkan oleh Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada saat cuaca cerah, fatamorgana telah muncul sejak matahari terbit dan terus menyebar dari jam 07.00 WIB sampai 13.00 WIB hingga mencapai keadaan paling tebal pada jam 13.00 WIB-15.00 WIB. Selanjutnya fatamorgana mengalami sedikit penyusutan pada jam 15.00 WIB-18.00 WIB, namun demikian masih tampak hingga matahari terbenam. Fatamorgana dapat hilang total bila hujan turun dengan cukup lebat. Sedangkan pada saat cuaca mendung atau gerimis, fatamorgana masih dapat diamati dengan jelas. Suhu terendah dimana fatamorgana masih dapat diamati adalah 26 ºC. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa perubahan suhu dan tekanan udara rata-rata di lingkungan landasan pacu dapat mempengaruhi visibilitas fenomena fatamorgana melalui pengaruhnya pada gradien suhu udara di atas permukaan landasan pacu tersebut. Densitas udara lingkungan berbanding lurus terhadap suhu dan berbanding terbalik terhadap tekanan. Semakin tinggi densitas udara lingkungan, semakin tipis fatamorgana yang terlihat. Semakin rendah densitas udara lingkungan, maka fatamorgana yang muncul semakin tebal. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan tekanan udara lingkungan adalah parameter yang baik yang menggambarkan visibilitas fatamorgana. Dengan demikian profil suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu dapat diketahui melalui pengamatan fatamorgana pada landasan pacu bandara. Kata kunci: fatamorgana, visibilitas, suhu, tekanan, indeks bias udara Abstract A study about the relationship of the temperature and pressure of the surrounding air in the airpot runway to the visibility mirage was done. The location for the mirage observation is in Sultan Iskandar Muda (SIM) airport runway, located in Blang Bintang District, Aceh, Indonesia. Observation time of the mirage appearance and disappereance is started from sunrise to sunset, namely from 7.00 AM at the morning to 6.00 PM at the evening, and recorded its visibility level. Data for the air surrounding temperature and pressure used was taken from the database of the Blang Bintang Meteorological Station, located in the airport. The results show that during a sunny weather, mirage emerges since sunrise and continues to spread from 7.00 AM to 1.00 PM reaching the thickest level at 1.00 PM till 3.00 PM. The mirage then experiences a slight shrinkage at 3.00 PM6.00 PM and still be observed until sunset. The mirage can be totally lost when rains heavily. While in a cloudy or drizzle weather, the mirage can still be observed clearly. The lowest temperature in which the mirage can still be observed was 26 ºC. The results also shows that the changes in temperature and pressure of the surrounding air in the runway environment can affect the visibility of the mirage phenomenon through its effect to the air temperature gradient above the runway surface since the air density is directly proportional to the temperature and inversely proportional to the pressure. The greater the air density, the thinner the mirage observed. The smaller the air density, the thicker the mirage is. This shows that the surrounding air temperature and pressure in the airport runway are good parameter representing the visibility of a mirage. Thus, the temperature and pressure profile of the air surrounding of the airport runway can be studied by observing a mirage in the airport. Key words: mirage, visibility, airport runway, temperature, pressure

Upload: others

Post on 04-Apr-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 35

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas

Fatamorgana di Landasan Pacu (Runway) Bandara Sultan Iskandar

Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia

(masuk/received 4 Februari 2018, diterima/accepted 18 Juli 2018)x

The Influence of Temperature and Pressure of the Surrounding Air Toward

Mirage Visibility at Runway of Sultan Iskandar Muda Airport, Blang

Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia

Tjoet Nia Usmawanda, Nasrullah Idris Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Syiah Kuala

Jl. Syech Abd. Rauf No. 3 Kopelma Darussalam 23111

Aceh Besar, Aceh, Indonesia

[email protected]

Abstrak – Telah dilakukan sebuah studi mengenai hubungan suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu

(runway) bandara terhadap visibilitas fatamorgana. Pengamatan fatamorgana dilakukan di landasan pacu Bandara

Sultan Iskandar Muda (SIM) yang berlokasi di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia. Waktu pengamatan

kemunculan dan kehilangan fatamorgana adalah mulai dari sejak matahari terbit pada pagi hari hingga terbenam pada

sore hari, yaitu mulai dari jam 07.00 WIB sampai 18.00 WIB dan dicatat tingkat visibilitasnya. Data suhu dan tekanan

udara lingkungan didapatkan dari basis data yang dikumpulkan oleh Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar,

Aceh, Indonesia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada saat cuaca cerah, fatamorgana telah muncul sejak

matahari terbit dan terus menyebar dari jam 07.00 WIB sampai 13.00 WIB hingga mencapai keadaan paling tebal pada

jam 13.00 WIB-15.00 WIB. Selanjutnya fatamorgana mengalami sedikit penyusutan pada jam 15.00 WIB-18.00 WIB,

namun demikian masih tampak hingga matahari terbenam. Fatamorgana dapat hilang total bila hujan turun dengan

cukup lebat. Sedangkan pada saat cuaca mendung atau gerimis, fatamorgana masih dapat diamati dengan jelas. Suhu

terendah dimana fatamorgana masih dapat diamati adalah 26 ºC. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa

perubahan suhu dan tekanan udara rata-rata di lingkungan landasan pacu dapat mempengaruhi visibilitas fenomena

fatamorgana melalui pengaruhnya pada gradien suhu udara di atas permukaan landasan pacu tersebut. Densitas udara

lingkungan berbanding lurus terhadap suhu dan berbanding terbalik terhadap tekanan. Semakin tinggi densitas udara

lingkungan, semakin tipis fatamorgana yang terlihat. Semakin rendah densitas udara lingkungan, maka fatamorgana

yang muncul semakin tebal. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan tekanan udara lingkungan adalah parameter yang

baik yang menggambarkan visibilitas fatamorgana. Dengan demikian profil suhu dan tekanan udara lingkungan

landasan pacu dapat diketahui melalui pengamatan fatamorgana pada landasan pacu bandara.

Kata kunci: fatamorgana, visibilitas, suhu, tekanan, indeks bias udara

Abstract – A study about the relationship of the temperature and pressure of the surrounding air in the airpot runway to

the visibility mirage was done. The location for the mirage observation is in Sultan Iskandar Muda (SIM) airport

runway, located in Blang Bintang District, Aceh, Indonesia. Observation time of the mirage appearance and

disappereance is started from sunrise to sunset, namely from 7.00 AM at the morning to 6.00 PM at the evening, and

recorded its visibility level. Data for the air surrounding temperature and pressure used was taken from the database of

the Blang Bintang Meteorological Station, located in the airport. The results show that during a sunny weather, mirage

emerges since sunrise and continues to spread from 7.00 AM to 1.00 PM reaching the thickest level at 1.00 PM till 3.00

PM. The mirage then experiences a slight shrinkage at 3.00 PM–6.00 PM and still be observed until sunset. The mirage

can be totally lost when rains heavily. While in a cloudy or drizzle weather, the mirage can still be observed clearly. The

lowest temperature in which the mirage can still be observed was 26 ºC. The results also shows that the changes in

temperature and pressure of the surrounding air in the runway environment can affect the visibility of the mirage

phenomenon through its effect to the air temperature gradient above the runway surface since the air density is directly

proportional to the temperature and inversely proportional to the pressure. The greater the air density, the thinner the

mirage observed. The smaller the air density, the thicker the mirage is. This shows that the surrounding air temperature

and pressure in the airport runway are good parameter representing the visibility of a mirage. Thus, the temperature and

pressure profile of the air surrounding of the airport runway can be studied by observing a mirage in the airport.

Key words: mirage, visibility, airport runway, temperature, pressure

36 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

I. PENDAHULUAN

Studi fatamorgana pertama kali dilakukan pada tahun

1913 oleh Wilhelm Hillers dan telah memiliki daya tarik

tersendiri sepanjang sejarah. Sesuatu yang sangat

menarik dari fatamorgana bahwa meskipun panjang dari

daerah suhu yang mengalami penurunan kecil, namun

jari-jari kelengkungan sinar cahaya bisa menjadi sangat

besar [1]. Fatamorgana merupakan fenomena fisika yang

sangat terkenal dan sangat akrab dalam kehidupan sehari-

hari [2,3]. Selain itu, beberapa implikasi penting dari

studi fenomena ini di mana fatamorgana disebut memberi

pengaruh yang kuat dalam pembentukan citra dunia abad

pertengahan dan pada awal eksplorasi Atlantik utara,

serta telah digunakan pula sebagai salah satu teori untuk

mengkonfirmasi teori bumi berbentuk datar [4].

Karakteristik fatamorgana dalam spektrum tampak dan

dalam spektrum inframerah termal pada dasarnya sama,

hanya saja ada perbedaan termal akibat perbedaan suhu

[5]. Fenomena unik dan menarik fatamorgana adalah

dapat muncul berupa genangan air di atas permukaan

yang tampak nyata pada pengamatan dari jarak jauh

namun akan menghilang saat diamati dalam jarak dekat.

Selain itu data fatamorgana dapat digunakan untuk

membuat profil vertikal suhu atmosfir [6].

Semua fenomena optik dihasilkan saat cahaya lewat

melalui atmosfir lalu diserap atau dihamburkan oleh

udara (molekul, partikel aerosol, atau hidrometeor) [7].

Fenomena fatamorgana sendiri sangat umum diamati

pada saat hari-hari cerah yang disebabkan oleh refraksi

cahaya yang melewati medium dengan gradien indeks

bias atau indeks bias tidak seragam [8]. Dalam kasus

fatamorgana, medium yang tidak seragam tersebut adalah

udara dengan suhu yang bervariasi secara vertikal

terhadap suatu permukaan yang telah mengalami

peningkatan energi termal akibat paparan sinar matahari

secara kontinu. Perbedaan suhu pada setiap lapisan udara

tersebut menghasilkan indeks refraksi yang berbeda,

sehingga berkas cahaya metahari yang datang

mengalami pembelokan yang berbeda-beda pada tiap-tiap

lapisannya. Dalam optik, perbedaan indeks bias yang

sangat kecil mampu membelokkan cahaya saat

penjalarannya ketika melewati medium udara tersebut.

Pada kasus fatamorgana, berkas cahaya matahari yang

melewati lapisan udara dengan indeks bias yang berbeda

secara vertikal dibelokkan dan menyebabkan fenomena

fatamorgana dapat diamati.

Indeks bias udara ditentukan oleh dua parameter

utama yaitu suhu dan tekanan udara. Akibatnya, suhu dan

tekanan udara menjadi parameter penting untuk visibilitas

fatamorgana, baik intensitas (ketebalannya) maupun

distribusinya. Sebaliknya, visibilitas fatamorgana juga

dapat mendeskripsikan profil suhu dan tekanan udara

lingkungan. Dalam termodinamika, suhu dan tekanan

suatu fluida merupakan dua parameter yang saling

mempengaruhi satu sama lain, di mana perubahan suhu

akan diikuti oleh perubahan tekanan, dan begitu pula

sebaliknya. Oleh sebab itu, suhu dan tekanan fluida

menjadi parameter yang sangat tepat untuk digunakan

dalam melakukan kajian visibilitas suatu fatamorgana.

Salah satu tempat yang sering dan mudah dijumpai

fatamorgana adalah landasan pacu sebuah bandara karena

kerataan permukaan dan ketidakadaan vegetasi signifikan

di sekitarnya. Bandara utama di Provinsi Aceh adalah

Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) yang

berlokasi di Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh

Besar. Suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu

bandara selalu diukur oleh Stasiun Meteorologi Bandara

SIM Blang Bintang sebagai parameter yang dibutuhkan

dalam keamanan dan keselamatan penerbangan. Data

hasil pengukuran suhu dan tekanan udara lingkungan

landasan pacu bandara dari Stasiun Meteorologi dapat

digunakan untuk kajian pengaruh suhu dan tekanan udara

lingkungan pada visibilitas fatamorgana di landasan pacu

Bandara SIM.

II. LANDASAN TEORI

Ketika suatu permukaan sebuah benda menjadi panas

akibat mendapatkan energi termal dari matahari, maka

lapisan udara panas yang kurang rapat dengan indeks

refaksi n yang lebih kecil terbentuk di dekat permukaan

tersebut sesuai persamaan

v

cn . (1)

Gambar 1. Refleksi dan refraksi sinar [4].

Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang

material a dan b seperti yang disketsakan dalam Gambar

1, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka tersebut,

rasio dari sinus sudut datang, θa terhadap sudut refraksi,

θb adalah sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks

refraksi material tersebut. Seperti dapat diamati dalam

Gambar 1 sinar datang, sinar yang direfraksikan, dan

sinar yang direfleksikan semua terletak pada bidang yang

sama. Ungkapan ini telah dikenal dengan baik sebagai

hukum refraksi atau hukum Snellius [2,4].

Jika sebuah sinar melewati suatu material (a) menuju

material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang

lebih besar (nb > na) maka laju gelombang dalam material

tersebut akan lebih lambat, sehingga sudut θb dengan

garis normal akan lebih kecil dalam material kedua

daripada sudut θa dalam material pertama, dengan kata

lain sinar tersebut dibelokkan mendekati garis normal.

Bila material kedua mempunyai indeks refraksi yang

lebih kecil daripada material pertama (nb < na) maka laju

gelombang dalam material itu lebih cepat, sehingga sinar

a b

Sinar masuk

Sinar yang direfleksikan Sinar yang direfraksikan

Normal

Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 37

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

tersebut dibelokkan menjauhi garis normal. Gambar 1

merupakan contoh kasus di mana material b mempunyai

indeks refraksi yang lebih kecil daripada material a (nb <

na) sehingga θb >θa[4,9].

Ketika suatu permukaan menjadi panas akibat

mendapatkan energi termal dari matahari, maka lapisan

udara yang panas terbentuk di dekat permukaan panas

tersebut. Lapisan udara panas tersebut memiliki

kerapatan yang rendah karena indeks refaksi n yang lebih

kecil. Berdasarkan hubungan pada persamaan (1), laju

cahaya sedikit lebih besar dalam lapisan udara yang lebih

panas yaitu lapisan udara yang berada dekat dengan

permukaan panas tersebut. Sinar yang diarahkan menuju

permukaan panas dengan sudut masuk yang besar,

misalnya sekitar 90º dapat dibelokkan ke atas seperti

pada Gambar 2. Lapisan udara yang jauh dari permukaan

yang panas mempunyai suhu yang lebih rendah, sehingga

cahaya dibelokkan lebih sedikit dan berjalan dalam

sebuah garis yang hampir merupakan garis lurus, seperti

juga ditunjukkan dalam Gambar 2. Hal ini menyebabkan

fatamorgana dapat teramati [10,11]. Karena udara panas

memiliki rapat partikel yang lebih rendah daripada udara

yang dingin, fatamorgana pada umumnya berfluktuasi

dan berubah dengan cepat sehingga menjadi tidak terlalu

stabil untuk tetap statis [12]. Demonstrasi fatamorgana

berdasarkan konsep dasar ini juga telah dilakukan

menggunakan plat yang dipanaskan dan sebuah laser

[13].

Gambar 2. Skema terjadinya fatamorgana [10].

Hubungan indeks bias (n), suhu (T), dan tekanan (P),

dengan densitas udara (), ditunjukkan dalam persamaan

[10]

(n – 1 ) ~ (2)

~ P/T (3)

Dari persamaan (2) dan (3) didapatkan

(n – 1 ) ~ P/T. (4)

Persamaan (2) mengungkapkan bahwa indeks bias

suatu fluida, dalam hal ini udara, berbanding langsung

dengan kerapatan fluida tersebut. Sementara kerapatan

berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik

dengan suhu, seperti diungkapkan dengan persamaan (3).

Dengan demikian, seperti dirumuskan dalam persamaan

(4), nilai indeks bias udara berbanding langsung dengan

tekanannya dan berbanding terbalik dengan suhunya.

Fatamorgana yang diamati dalam jarak jauh pada

permukaan aspal yang panas merupakan salah satu

contoh fatamorgana inferior. Permukaan yang panas

akibat paparan sinar matahari memanaskan lapisan udara

yang dekat dengannya dan tingkat pemanasannya akan

terus menurun seiring dengan bertambahnya jarak

lapisan-lapisan udara terhadap permukaan aspal tersebut.

Fatamorgana inferior lebih mudah dilihat. Bila posisi

pengamat semakin tinggi di atas permukaan, fatamorgana

akan terlihat menyusut, dan jika semakin rendah posisi

pengamatan, fatamorgana akan menuju pengamat [13].

Telah diketahui dengan baik bahwa variasi indeks

refraksi secara vertikal dalam atmosfir mempengaruhi

pengamatan posisi nyata dan bentuk suatu objek [14].

Fatamorgana yang muncul sangat bergantung pada

pengaruh fisis yakni pemanasan udara yang bersentuhan

dengan permukaan tersebut. Fatamorgana cenderung

mudah dilihat di daratan atau permukaan yang datar.

Seperti diungkapkan bahwa suhu berkurang karena

pengurangan tingkat pemanasan seiring bertambah jarak

lapisan udara dari permukaan panas. Secara umum suhu

diasumsikan berkurang secara eksponensial terhadap

jarak dari suatu permukaan yang panas. Di atas

permukaan horizontal, sebagai fungsi tinggi, profil suhu

udara dalam bentuk fungsi eksponensial terhadap jarak

telah banyak digunakan dalam literatur untuk analisis

fatamorgana inferior [2,14]. Hal ini menyiratkan bahwa

visibilitas fatamorgana dipengaruhi oleh banyak

parameter fisis, di antaranya suhu dan tekanan udara

lingkungan, jarak vertikal lapisan udara terhadap

permukaan panas, dan juga jarak horisontal pengamat ke

permukaan panas tersebut.

III. METODE PENELITIAN

Pengamatan visibilitas fatamorgana dilakukan di

landasan pacu Bandara SIM selama 17 hari dalam

periode Mei-September 2016 dengan jadwal pengamatan

seperti yang ditampilkan secara rinci pada Tabel 1.

Visibilitas fatamorgana mulai diamati sejak pagi hari saat

matahari mulai terbit hingga sore hari saat matahari

terbenam. Mengingat Stasiun Meteorologi Blang

Bintang, Aceh Besar mencatat suhu dan tekanan udara

lingkungan bandara SIM setiap hari dengan selang waktu

tiap 1 jam, maka hasil pengamatan visibilitas fatamor-

gana juga dicatat dengan interval waktu yang sama, yaitu

satu jam dimulai dari pukul 07.00 WIB pada pagi hari

hingga pukul 18.00 WIB pada sore hari. Selain dicatat

waktu kemunculannya, intensitas (ketebalan) dan

penyebaran fatamorgana juga diamati dan dicatat.

Selanjutnya waktu hilangnya fatamorgana tersebut juga

diamati dan dicatat. Hasil pengamatan visibilitas

fatamorgana setiap jam juga didokumentasikan dengan

menggunakan kamera.

Seperti yang terlihat pada Gambar 3, titik acuan untuk

mengamati kemunculan dan penyebaran fatamorgana

didasarkan pada garis-garis zebra di ujung landasan pacu

bandara, dan posisi pengamat adalah sekitar 100 m lurus

dari ujung landasan pacu. Titik-titik zebra ini sekaligus

menjadi titik acuan untuk melakukan pengamatan

visibilitas fatamorgana, apakah fatamorgana tampak atau

tidak. Kalau fatamorgana tidak tampak, maka dicatat

dengan simbol A. Apabila fatamorgana tampak (visibel),

38 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

maka dicatat dengan simbol Vis, dan kemudian dilakukan

penentuan indeks ketebalan fatamorgana tersebut yang

disimbolkan dengan B, C, D, dan E seperti yang

ditampilkan pada Tabel 1. Fatamorgana didefinisikan

sebagai fatamorgana dengan intensitas sangat tebal,

visibilitas paling tinggi, penampakan paling terang, bila

seluruh bagian landasan pacu dalam kotak putih yang

telah ditentukan seperti disketsakan dalam Gambar 3

ditutupi fatamorgana. Fatamorgana dengan visibiltas

tertinggi ini diberi simbol E dalam pencatatan.

Fatamorgana dikatakan sangat tipis bila hanya muncul di

ujung kotak putih bagian terjauh dari pengamat, dan

diberi simbol B dalam pencatatan. Sementara untuk

kondisi-kondisi lain di antara kedua kondisi ini adalah

tidak ada fatamorgana sama sekali, ditulis dengan simbol

A, ada fatamorgana tipis, visibilitasnya rendah, diberi

simbol C, sementara kondisi ada fatamorgana tapi

intensitasnya tebal diberi simbol D. Lokasi pengamatan

ini selalu tetap untuk mendapatkan hasil yang lebih

relevan dan menghindari faktor-faktor lain yang

mempengaruhi hasil pengamatan. Posisi pengamat ini

ditentukan setelah melakukan survei awal pada beberapa

posisi pengamat yang berbeda-beda. Penentuan posisi

pengamat dilakukan dengan mempertimbangkan lintasan

matahari (dari terbit hingga terbenam) dan kejelasan

visibilitas fatamorgana yang dapat diamati. Karena

pengamatan dilakukan di landasan pacu bandara, maka

keselamatan pengamat selama pengamatan dilakukan

juga menjadi bagian penting untuk dipertimbangkan.

Gambar 3. Lokasi pengamatan fatamorgana (Google Maps).

Data suhu dan tekanan udara dalam lingkungan

landasan pacu Bandara SIM diambil dari basis data milik

Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh,

Indonesia. Parameter suhu dan tekanan udara di Stasiun

Meteorologi diperoleh berdasarkan hasil pengamatan

menggunakan beberapa alat ukur, yaitu termometer air

raksa, barometer air raksa, termometer digital, barometer

digital dan sensor. Suhu dan tekanan yang didapatkan

dari masing-masing jenis alat ukur ini dicocokkan dan

dikoreksi dengan sistem khusus hingga dianggap valid

sebagai suhu dan tekanan udara di lingkungan landasan

pacu Bandara SIM. Data suhu dan tekanan udara yang

dicatat oleh Stasiun Meteorologi khususnya yang tanggal

dan jamnya bersesuaian dengan tanggal dan jam

pengamatan visibilitas fatamorgana selama periode

penelitian diambil dan dianalisis untuk mendapatkan

hubungan antara suhu dan tekanan udara lingkungan

landasan pacu Bandara SIM dengan visibilitas

fatamorgana. Melalui data suhu dan tekanan udara

tersebut didapatkan nilai densitas partikel udara dengan

menggunakan persamaan (3) maupun indeks bias udara

menggunakan persamaan (4).

Nilai tekanan udara yang digunakan sebagai data

pengamatan adalah nilai tekanan udara di darat yang

disebut QFE (Query Field Elevation). Nilai QFE

diperoleh dari persamaan berikut:

QFE = P + (koreksi QFE) (5)

di mana QFE adalah tekanan udara di darat (mb) dan P

sebagai tekanan udara yang dibaca pada barometer (mb)

[15].

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan visibilitas fatamorgana di

landasan pacu Bandara SIM yang ditunjukkan dalam

Tabel 1 didapatkan bahwa semakin rendah atau semakin

kecil sudut yang dibentuk antara posisi mata pengamat

terhadap permukaan landasan pacu maka fatamorgana

menjadi tampak lebih jelas dan penyebarannya lebih

mendekat ke pengamat, begitu pula sebaliknya, bila

posisi mata pengamat semakin tinggi terhadap permukaan

landasan pacu, fatamorgana semakin terlihat menyusut

dan bahkan bisa hilang total. Fenomena ini menjadi salah

satu pertimbangan dalam menentukan posisi terbaik

pengamat dalam mengamati visibilitas fatamorgana.

Dalam kondisi cuaca normal, fatamorgana di landasan

pacu Bandara SIM telah muncul mulai pukul 07.00 WIB

pagi dan masih terlihat hingga pukul 18.00 WIB sore.

Pada cuaca normal tersebut, fatamorgana bahkan dapat

dilihat sesaat sebelum matahari terbit pada pagi hari dan

sesaat setelah matahari tenggelam pada sore hari. Namun,

karena keadaan yang tidak cukup terang pada awal pagi

maupun pada awal malam tersebut, fatamorgana tidak

dapat terlihat dengan jelas. Fenomena fatamorgana pada

landasan pacu ini berbeda dengan yang dijumpai di jalan

umum beraspal di mana fatamorgana akan cenderung

muncul pada saat siang hari. Beberapa faktor yang

diperkirakan sebagai sebab munculnya fatamorgana saat

pagi dan sore hari di landasan pacu bandara adalah faktor

kapasitansi dan difusivitas termal yang dimiliki landasan

pacu, tingkat kerataan permukaan landasan pacu, dan

kondisi lingkungan seperti tidak adanya pohon-pohon

yang tumbuh di dekat landasan pacu, sehingga energi

termal yang diperoleh pada siang hari dan faktor lainnya

tersebut mampu dengan mudah menyebabkan gradien

suhu udara lingkungan di atas permukaan landasan pacu.

Akibatnya, fatamorgana menjadi lebih mudah muncul di

atas permukaan landasan pacu bandara dibandingkan

dengan di atas permukaan jalan umum beraspal.

Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 39

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

Pada saat cuaca mendung, visibilitas fatamorgana

tidak hilang secara menyeluruh, melainkan terlihat seperti

menipis dan menyusut atau berkurang luas

penyebarannya. Berdasarkan hasil pengamatan, seperti

yang ditunjukkan dalam Gambar 4, pada dasarnya

perubahan suhu dan tekanan udara pada setiap jamnya

selama pengamatan visibilitas fatamorgana dilakukan

tidak menunjukkan perubahan nilai yang signifikan,

berkisar 1ºC tiap jamnya. Namun, perubahan dari pagi ke

sore relatif signifikan. Perbedaan suhu udara pada pagi

hari dengan suhu pada sore hari dapat mencapai 5 ºC.

Namun perubahan yang kecil ini mampu mempengaruhi

indeks bias lapisan udara di atas permukaan landasan

pacu bandara. Perbedaan indeks bias yang begitu kecil

inilah yang menyebabkan dibutuhkan jarak yang cukup

panjang untuk mengamati fatamorgana. Pada saat hujan

(yang cukup lebat/lebat) fatamorgana tidak muncul,

disebabkan oleh air hujan yang turun membuat gradien

suhu pada setiap lapisan udara di atas permukaan

landasan pacu menjadi begitu kecil untuk dapat membuat

fatamorgana dapat terlihat. Pada Gambar 4 ditunjukkan

perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan harian

pada tanggal 15 Mei 2016, 18 Juni 2016, dan 28 Agustus

2016 selama pengamatan. Ketiga data pada tanggal-

tanggal tersebut dimunculkan untuk mendeskripsikan

hasil studi pengamatan visibilitas fatamorgana yang

dilakukan pada hari-hari tersebut. Seluruh data hasil

pengamatan ditampilkan dalam Tabel 1.

Gambar 4 memperlihatkan perubahan suhu dan

tekanan udara lingkungan dari jam 07.00-18.00 WIB.

Pada jam 07.00 WIB, untuk ketiga hari yang berbeda

tersebut, suhu bervariasi dalam rentang antara 25 ºC – 28

ºC. Untuk ketiga hari tersebut dapat diamati bahwa suhu

tertinggi dimulai dari sekitar pukul 12.00-14.00 WIB dan

dapat terus meningkat hingga pukul 15.00 WIB. Suhu

mulai menurun mulai pukul 15.00 WIB hingga matahari

terbenam. Namun dapat saja terjadi kondisi lain seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 4(b) di mana suhu terus

meningkat lalu hanya turun sedikit pada pukul 18.00

WIB. Hal ini menunjukkan kondisi hari yang sangat

cerah dan panas. Intensitas matahari yang tinggi dimulai

pada saat pagi hari hingga siang hari menyebabkan

permukaan bumi khususnya di lingkungan landasan pacu

menyimpan energi termal yang besar sehingga saat sore

hari, suhu udara cenderung tidak menurun akibat energi

panas yang masih didapatkan udara dari lingkungan.

Selain itu perubahan suhu dapat dipengaruhi oleh awan

dan hujan. Intensitas matahari dapat berkurang bila

terdapat awan, akibatnya faktor tersebut akan

mempengaruhi profil vertikal suhu udara. Faktor lain

dapat saja terjadi akibat kurangnya ketelitian dalam

pembacaan alat ukut termometer air raksa atau kurangnya

tingkat sensitivitas dan efesiensi alat ukur.

Untuk tekanan udara, secara rerata tekanan tertinggi

untuk ketiga hari pengamatan tersebut terjadi pada pukul

09.00-10.00 WIB. Sementara tekanan terendah teramati

telah diketahui dengan baik bahwa untuk volume pada sa-

at menjelang sore hari atau pada sore hari dalam rentang

waktu mulai pukul 15.00-18.00 WIB. Seperti fluida

konstan maka tekanan fluida berbanding lurus dengan su-

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Perubahan suhu dan tekanan terhadap waktu

pengamatan fatamorgana setiap jamnya pada a) 15 Mei , (b) 8

Juni dan (c) 28 Agustus 2016.

hu fluida tersebut. Prinsip ini dikenal sebagai hukum

Gay-Lussac. Namun, dalam kondisi sekarang

pengamatan visibilitas fatamorgana, volume fluida yaitu

udara pada lingkungan landasan pacu bandara tidak

konstan, sehingga yang terjadi adalah bila suhu udara

tinggi, maka volume udara akan berkembang, dan

tekanan udara menjadi rendah. Sebaliknya, bila suhu

40 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

udara rendah, maka tekanan udara menjadi tinggi. Hal ini

ditunjukkan pada ketiga grafik (a), (b), dan (c) dalam

Gambar 4, di mana pada saat suhu udara tinggi, maka

tekanan udara menjadi rendah. Tekanan rendah

menunjukkan adanya awan hujan dan cuaca yang tidak

menentu. Angin bertiup dari zona bertekanan tinggi ke

zona bertekanan rendah. Kekuatan angin bergantung pada

besarnya perbedaan tekanan udara. Jika perbedaannya

besar, maka kecepatan udara semakin meningkat.

Perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan harian

tersebut berdampak pada perubahan densitas partikel-

partikel udara, seperti dirumuskan dalam persamaan (3).

Sebagaimana diketahui, perubahan densitas udara meru-

pakan faktor primer yang menyebabkan terjadinya

fatamorgana karena adanya gradien indeks bias atau

perubahan indeks bias lapisan udara-lapisan udara secara

vertikal di atas permukaan yang panas akibat paparan

cahaya matahari secara kontinu. Oleh karena itu

perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan sangat

berpengaruh pada visibilitas fatamorgana seperti yang

ditabulasi dalam Tabel 1. Dalam pengamatan visibilitas

fatamorgana ini, pengamat tidak meninjau secara spesifik

perbedaan suhu, tekanan atau densitas dari setiap lapisan

udara di atas landasan, namun nilai dari parameter-

parameter yang diperoleh tersebut merupakan nilai rerata

yang menunjukkan kondisi lingkungan terjadinya

fatamorgana di landasan pacu Bandara SIM. Berdasarkan

persamaan (4) didapatkan nilai densitas udara di atas

permukaan landasan pacu Bandara SIM yang ditunjukkan

pada Gambar 5.

Gambar 5 memperlihatkan hubungan densitas partikel

udara pada lingkungan landasan pacu Bandara SIM

terhadap visibilitas fatamorgana yang diungkapkan

dengan indeks ketebalannya. Seluruh data hasil

pengamatan ditampilkan pada Tabel 1. Visibilitas

fatamorgana dikuantitasisasi melalui indeks angka

dengan tujuan agar dapat dilihat dengan lebih jelas

hubungan keduanya dalam bentuk grafik. Kuantisasi ini

dilakukan dengan mengelompokkan visibilitas fatamor-

gana ke dalam 5 kelompok, yaitu A (fatamorgana tidak

ada, diberi nilai indeks ketebalannya 50-60), B

(fatamorgana ada, namun sangat tipis, nilainya 60-70), C

(fatamorgana ada, tipis, nilainya dibuat 70-80), D (fata-

morgana ada, tebal, nilainya 80-90), dan E (fatamorgana

ada, sangat tebal, nilainya 90-100).

Pada umumnya, densitas udara pada pagi hari bernilai

besar dan bernilai paling kecil pada saat siang hari

dengan rentang waktu dari pukul 12.00-15.00 WIB. Hal

ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Kondisi ini

sesuai dengan yang ditunjukkan pada Gambar 4, di mana

suhu paling tinggi dan tekanan paling rendah terjadi pada

pukul tersebut. Ini menunjukkan konsistensi hasil

pengukuran dan pemenuhan persamaan (2), (3) dan (4).

Karena saat suhu udara tinggi dan tekanannya rendah,

jarak antar partikel udara menjadi lebih besar sehingga

kerapatannya menjadi berkurang, oleh sebab itu densitas

udara menjadi lebih kecil. Berdasarkan Gambar 5, dapat

dilihat bahwa saat nilai densitas udara besar, di mana su-

hu udara rendah dan tekanan besar, maka fatamorgana

cenderung sangat tipis. Hal ini karena gradient densitas

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Perubahan densitas udara dan visibilitas

fatamorgana terhadap waktu pengamatan dari jam 07.00-18.00

WIB pada (a) 15 Mei, (b) 8 Juni, (c) 28 Agustus 2016.

Keterangan visibilitas fatamorgana: A (tidak ada), B (ada,

sangat tipis), C (ada, tipis), D (ada, tebal), E (ada, sangat tebal).

udara pada setiap lapisan kecil akibat suhu udara

lingkungan yang rendah. Sebaliknya saat densitas udara

kecil, di mana suhu udara tinggi dan tekanan cenderung

kecil, maka fatamorgana cenderung terlihat tebal.

Meskipun pengukuran suhu, tekanan dan perhitungan

nilai densitas udara ditujukan untuk parameter

Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 41

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011

lingkungan secara umum, bukan untuk setiap lapisan

udara diatas permukaan terjadinya fatamorgana, namun

nilai dari parameter ini dapat mewakili deskripsi

terjadinya fatamorgana. Bahwa suhu lingkungan juga

tekanan yang mengikutinya akan mempengaruhi gradien

suhu lapisan udara sehingga berakibat pula pada

berubahnya tebal serta luasan suatu fatamorgana.

V. KESIMPULAN

Fatamorgana sangat sering muncul di landasan pacu

Bandara SIM. Fatamorgana yang terjadi tersebut

merupakan fatamorgana jenis inferior. Hal yang menarik

bahwa, pada kondisi cerah fatamorgana telah muncul saat

matahari terbit dan bahkan diperkiran telah muncul sesaat

sebelum matahari terbit, namun disebabkan keadaan

belum cukup terang sehingga fenomena ini tidak dapat

dilihat dengan jelas. Dari pukul 7.00-13.00 WIB

fatamorgana muncul dan terus menyebar hingga

mencapai keadaan paling luas/tebal pada pukul 13.00-

15.00 WIB, selanjutnya mengalami sedikit penyusutan

pada jam 15.00-18.00 WIB dan masih tetap tampak

hingga matahari terbenam. Fatamorgana dapat hilang

total bila hujan turun dengan cukup lebat. Pada saat cuaca

mendung atau gerimis, fatamorgana tetap terlihat. Diduga

hal ini disebabkan oleh kapasitansi dan difusivitas termal,

tingkat kerataan permukaan, dan kondisi lingkungan

landasan pacu. Perubahan suhu dan tekanan secara rata-

rata di lingkungan landasan pacu ikut mempengaruhi

visibilitas fenomena fatamorgana melalui pengaruhnya

pada gradien suhu udara. Semakin rendah suhu, maka

akan diikuti dengan semakin besarnya tekanan dan

mengakibatkan semakin besar densitas udara, sehingga

fatamorgana yang muncul semakin tipis. Sebaliknya,

semakin tinggi suhu, semakin kecil tekanan, dan semakin

kecil densitas udara, sehingga fatamorgana yang muncul

semakin tebal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada

seluruh Staf Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh

Besar, Aceh, Indonesia atas dukungan dan bantuan

selama pengumpulan data penelitian ini. Selain itu para

penulis juga menyampaikan terimakasih kepada pihak

pengelola Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda

(SIM) Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh atas pemberian

izin dan bantuan pelaksanaan pengamatan fatamorgana di

landasan pacu bandara.

PUSTAKA

1. T. Kosa and P. Palffy-Muhoray, Mirage Mirror on The

Wall, Am. J. Phys, American Association of Physics

Teachers, vol. 68, no. 12, 2000,pp. 1120-1122.

2. W. H. Lehn and H. L. Sawatzky, 1975. Image Transmission

under Archtic Mirage Conditions, University of Manitoba,

Winnipeg, Man, 1975, pp. 120-128.

3. M. Vollmer Mirrors in The Air: Mirages in Nature and in

The Laboratory, IOP Science Physics Education, vol. 44,

no. 2, 2009, pp. 165-174.

4. H. D. Young and R. A. Freedman, Fisika Universitas Jilid I,

Terjemahan dari University Physics Tenth Edition, oleh

Endang Juliastuti, Erlanga, 2002.

5. M. Vollmer, J. A. Shaw and P. W. Nugent, Visible and

Invisible Mirages: Comparing Inferior Mirages in the

Visible and Thermal Infrared, Applied Optics, vol. 54, no. 4,

2015, pp. B76-B84

6. W. H. Lehn, Inversion of Superior Mirage Data to Compute

Temperature Profiles, J. Opt. Soc. Am, vol. 73, no. 12, 1983,

pp. 1622-1625.

7. S. D. Gedzelman and M. Vollmer, Atmospheric Optical

Phenomena and Radiative Transfer, American

Meteorological Society, vol. 89, no. 4, 2008, pp. 471-485.

8. M. Vollmer and R. Greenler, Halo and Mirage

Demonstration in Atmospheric Optics, Applied Optic, vol.

42, no. 3, 2003, pp. 394-398.

9. R. A. Serway and J. S. Faughn, College Physics Second

Edition, Saunders College, 1989.

10. E. Hecht, Optics Fourth Edition, Adison Wiley, 2003.

11. R. A. Serway and Jr. W. Jewett, Fisika Untuk Sains dan

Teknik, Terjemahan dari Physics For Scientist and

Engineers With Modern Physics, oleh Eriswan Sungkono,

Salemba Teknika, 2009.

12. D. Gutierrez, F. J. Seron, A. Munoz and O. Anson,

Simulation of Atmospheric Phenomena, Science Direct,

Computers and Graphics, vol. 30, no. 6, 2006, pp. 994-

1010.

13. A. T. Young, G. W. Kattawar andP. Parviainen, Sunset

Science The Mock Mirage, Applied Optics, vol. 36, no.12,

1997, pp. 2689-2700.

14. W. D. Bruton and G. W. Kattawar,Unique Temperature

Profiles for The Atmosphere Below an Observer From

Sunset Images, Applied Optics, vol. 36, no. 27, 1997, pp.

6957-6961.

15. Y. Swarinoto, Teknik Dasar Pengolahan Database Iklim,

BMKG, 2013.

42 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42

ISSN 2548-9011